1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia dan banyak negara di dunia masih sangat bergantung dengan kebutuhan energi, terutama energi fosil dalam hal ini minyak bumi. Kebutuhan akan minyak bumi terus mengalami peningkatan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang ada. Semua sektor pembangunan hampir pasti mendorong peningkatan konsumsi dan kebutuhan energi terutama bahan bakar minyak. Negara-negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia adalah Saudi Arabia, Iran, Irak, Kuwait, UEA, Venezuela, Rusia, Libya, Kazakhstan dan Nigeria. Negara-negara besar seperti AS dan China telah mulai mereposisi kebijakan luar negerinya agar dapat menjaga kepentingan nasionalnya, khususnya di bidang energi. Saat ini AS telah mencantumkan dalam UU energinya bahwa besarnya cadangan penyangga energi AS harus dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar domestik selama 150-160 hari, China sedang meningkatkan dari 90 ke 120 hari, sedangkan Indonesia masih sekitar 19-21 hari (Indonesia Energy Outlook, 2012).
Menurut Indonesia Energy Outlook (2012), perkembangan produksi dan
pasokan minyak bumi selama 2000-2012 menunjukkan produksi minyak bumi
(termasuk kondensat) Indonesia cenderung turun dari sekitar 517 juta barrel pada
2000 menjadi sekitar 346 juta barrel pada 2009, 329 juta barrel (2011) dan 314,6
2
juta barrel (2012). Penurunan produksi tersebut disebabkan sumur-sumur produksi minyak bumi di Indonesia umumnya sudah tua sementara produksi sumur baru relatif terbatas. Produksi nasional menurun dengan laju 4,4% per tahun. Kalau skenario itu benar-benar terjadi, maka produksi minyak nasional pada tahun 2030 hanya akan tinggal sekitar 354 ribu barel per hari (Indonesia Energy Outlook, 2012), sebuah jumlah yang sangat minim tatkala kebutuhan minyak semakin membengkak.
Sesuai dengan Tabel 1.1 dan Gambar 1.1, impor bahan bakar minyak Indonesia akan terus meningkat (dengan skenario tanpa kenaikan produksi di dalam negeri), sehingga pada 10-15 tahun ke depan diperlukan impor sekitar 2,5- 2,7 juta barel per hari (Indonesia Energy Outlook, 2012). Indonesia membutuhkan energi dalam jumlah yang besar untuk memenuhi kinerja perekonomiannya dewasa ini. Kebutuhan total energi Indonesia sebagian besar berasal dari minyak bumi atau bahan bakar minyak (sebesar 54,04%) dan gas alam (sebesar 21,94%).
Patut dicatat bahwa Indonesia saat ini masih melakukan impor Crude Oil sebesar 400.000 barel/hari dan juga impor BBM rata-rata sekitar 400.000 barel/hari (Indonesia Energy Outlook, 2012), dengan jumlah mayoritas impor dari Timur Tengah, Korea, Taiwan & China.
Dengan tumbuhnya perekonomian Indonesia khususnya di sektor
pertambangan dan industri pendukung lainnya, mendorong peningkatan akan
kebutuhan energi khususnya BBM dari jenis High Speed Diesel (Solar) terutama
di Kalimantan dan Sumatra. Bagi para pelaku bisnis di bidang niaga BBM, pasar
Indonesia merupakan pasar yang sangat menarik dilihat dari jumlah pertumbuhan
3
kebutuhan BBMnya (Solar) seperti terlihat dalam Gambar 1.1. Kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan banyaknya potensi bahan galian tambang yang tersebar di luar Jawa (Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Irian Barat) sangat mendukung untuk tumbuhnya kebutuhan BBM khususnya solar.
Tabel 1.1: Impor BBM Indonesia tahun 2005-2011
Sumber: Kementerian ESDM. Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia. (2012).
Pusat Data & Informasi Kemeterian ESDM, Jakarta
Catatan: RON 88 (Premium), RON 92 (Pertamax), RON 95 (Pertamax plus), DPK (double purpose kerosine), HOMC (High Octane Mogas Component), ADO (Automotive Diesel Oil),
IDO (Industrial diesel oil)
Perkembangan dan pertumbuhan jumlah perusahaan perdagangan minyak
dan gas bumi khususnya pemegang Izin Niaga umum BBM dipengaruhi oleh
adanya deregulasi MIGAS dan tuntutan kebutuhan BBM di dalam negeri. Sejak
4
dikeluarkannya PP No. 36/2004, maka era monopoli Pertamina sebagai perusahaan di sektor hilir berakhir seperti dijelaskan dalam Gambar 1.2.
Gambar 1.1: Proyeksi Impor BBM Indonesia
Sumber: Kementerian ESDM. Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia. (2012).
Pusat Data & Informasi Kemeterian ESDM, Jakarta
Gambar 1.2: Deregulasi & Restrukturisasi Kegiatan Usaha Hilir Migas di Indonesia
Sumber: Kementerian ESDM. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional. 2006. Pusat Data &
Informasi ESDM, Jakarta.
5
Perkembangan industri Hilir Migas di Indonesia ditandai dengan munculnya perusahaan lokal maupun asing dengan dengan permodalan yang cukup tinggi dan strategi-strategi bisnis yang brilian. Munculnya pemain-pemain kelas dunia seperti Royal Duch Shell, Total, Chevron, British Petroleum, Petronas serta perusahaan nasional selain Pertamina dan Patra Niaga seperti Aneka Kimia Raya, Wilmar (Petro Andalan Nusantara), Medco, Parna Group, Lautan Luas, dll menunjukkan bahwa industri ini sangat menarik dan diminati. Mereka berlomba dalam penerapan strategi baik dari segi pricing, guarantee of supply, quality, term of payment, Supply Chain, Infrastructure, Shipping, vendor held stock sampai fuel management system.
PT Petro Energi Nusantara (PEN) adalah perusahaan pemegang Izin Niaga Umum dari Ditjen Migas berdasarkan Kepmen ESDM No 613.K/10/DJM.O/2012 tertanggal 28 Nopember 2012, yang didirikan sejak tanggal 5 Oktober 2006. Perusahaan ini didirikan oleh pendirinya sebagai respon dari berakhirnya monopoli Pertamina. Pendiri perusahaan memang telah melihat adanya peluang di industri ini seiring berakhirnya monopoli pertamina dan pertumbuhan penggunaan BBM di Indonesia.
Dari sejak berdiri (2006), perusahaan ini vakum dan tidak ada aktivitas.
Perizinan terkait usaha hilir migas baru mulai dimulai semenjak pendiri
melakukan rekrutmen karyawan yang dimulai pada awal 2012. Penulis beruntung
menjadi karyawan yang direkrut pada periode awal tersebut. Sejak Bulan Maret
2013, perusahaan mulai membuat organisasi dan mengurus beberapa perizinan
6
terkait usaha hilir migas di Indonesia. Surat Kelayakan Penggunaan Peralatan (SKPP) dan Surat Kelayakan Penggunaan Instalasi (SKPI) dari Ditjen Migas diperolah pada tanggal 4 Agustus 2012. Selanjutnya Izin penyimpanan BBM dari Ditjen Migas diperoleh pada tanggal 12 September 2012, dan Izin Niaga Umum BBM dari Ditjen Migas diperoleh pada tanggal 28 Nopember 2012. Pengesahan Nomor Registrasi Usaha Migas (NRU) dari BPH Migas diperoleh pada tanggal 28 Desember 2012. Perizinan dari Bea Cukai berupa Angka Pengenal Impor (API) diperoleh pada tanggal 22 April 2013, sedangkan Nomor Induk Kepabeanan (NIK) dari Bea Cukai diperoleh pada tanggal 7 Mei 2013.
Pada awalnya PT PEN fokus untuk berjualan kepada badan usaha yang
mempunyai izin usaha niaga umum BBM (reseller) yang lain khususnya di
Kalimantan. Hal ini karena keterbatasan organisasi dan karyawan untuk
melakukan pengelolaan langsung terhadap proses penjualan di lapangan. Dengan
berjualan kepada reseller, praktis akan menjadi lebih mudah, bisa berjualan
dengan volume yang besar dan kepastian instrument alat pembayaran yang
relative lebih aman. Kedekatan dan pengalaman pendiri perusahaan di industri
hilir Migas menjadi hal sangat penting pada fase awal strategi penjulan PT PEN
ini. Pendiri perusahaan sudah berkecimpung di industri MIGAS selama lebih dari
25 tahun. Pendiri Sebagai perusahaan yang baru saja mengantongi Izin Niaga
Umum BBM yang akan memasuki industri perdagangan hilir migas di Indonesia,
strategi-strategi bisnis yang tepat dan baik menjadi bagian penting dalam
memasuki suatu industri yang baru. Setelah mendapatkan perizinan yang lengkap
7
serta organisasi yang cukup, maka pada akhirnya pendiri menunjuk anaknya sebagai presiden direktur PT PEN.
1.2. Rumusan Masalah
Pasca berakhirnya era monopoli PT Pertamina dan semakin banyaknya perusahaan minyak global dan perusahaan baru yang bermunculan di industri hilir migas di Indonesia, menjadikan perebutan pasar serta persaingan menjadi semakin sengit. Faktor-faktor eksternal dalam industri hilir migas serta faktor-faktor internal perusahaan akan sangat berpengaruh terkait dengan pilihan strategi yang akan diimplementasikan oleh PT Petro Energi Nusantara (PEN), untuk dapat bersaing di industri tersebut. Keberadaan PT PEN sebagai perusahaan baru menuntut kecermatan dan ketepatan pemilihan strategi sehingga keberadaan PT PEN dalam industri tersebut terus akan berkembang dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan yang sudah mapan dan lama menggeluti di pasar industri hilir migas di Indonesia.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Dengan mengacu kepada pokok permasalahan tersebut maka timbullah pertanyaan penelitian yang dijawab dalam analisis penelitian ini. Adapun pertanyaan penelitian dalam studi ini adalah:
1. Apa saja yang menjadi faktor eksternal dan internal bagi PT. PEN dalam industri Hilir migas di Indonesia?
2. Apa strategi bersaing yang dijalankan oleh PT. PEN sebagai perusahaan
baru dalam memasuki industri hilir migas di Indonesia?
8
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor eksternal dan internal dari industri hilir migas khususnya di Kalimantan untuk memberikan gambaran karakteristik industri hilir migas di kawasan tersebut.
2. Menganalisis stategi bersaing yang dijalankan oleh PT PEN sebagai perusahaan baru dalam memasuki industri hilir migas di Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain sebagai berikut:
1. Secara Akademis, hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan tambahan informasi dan pengetahuan yang dapat didiskusikan lebih lanjut terkait dengan kondisi industri hilir migas di Indonesia dan diharapkan nantinya dapat dilakukan penelitian yang lebih mendalam.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan penting bagi pihak manajemen PT. PEN untuk menyusun strategi perusahaan guna meningkatkan daya saing dan dalam rangka memasuki industri hilir migas di Indonesia sebagai perusahaan baru.
1.6. Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini adalah membahas tentang gambaran industri
hilir migas khususnya niaga umum BBM di Indonesia. Niaga BBM adalah hal ini
adalah BBM untuk sektor industri bukan BBM subsidi.
9