• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA CARA PELAKSANAAN SITA TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN UNTUK MENGURANGI TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PTUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TATA CARA PELAKSANAAN SITA TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN UNTUK MENGURANGI TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PTUGAS AKHIR"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI DIPLOMA III MANAJEMEN KEUANGAN

TATA CARA PELAKSANAAN SITA TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN UNTUK MENGURANGI TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR

PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PTUGAS AKHIR

Diajukan Oleh:

MUHAMMAD FARIZ 122101251

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Diploma III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEUANGAN

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

NAMA : MUHAMMAD FARIZ

NIM : 122101251

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III MANAJEMEN KEUANGAN

JUDUL : TATA CARA PELAKSANAAN SITA TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN UNTUK MENGURANGI TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM

Tanggal : ...2016 DOSEN PEMBIMBING

Dr. Elisabet Siahaan, SE, M.Ec NIP: 197803132002122001 Tanggal : ...2016 KETUA PROGRAM STUDI

DIPLOMA III MANAJEMEN KEUANGAN

Dr. Yeni Absah, SE, M.Si NIP: 197411232000122001 Tanggal : ...2016 DEKAN FAKULTAS EKONOMI

Prof. Dr. RAMLI, SE, MS NIP: 195806021988031001

(3)

3

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahiim. Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan seluruh rahmat dan hidayahnya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang berjudul

“Tata Cara Pelaksanaan Sita Terhadap Wajib Pajak Badan Untuk Mengurangi Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam”. Tak lupa shalawat beriring salam penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam revolusioner yang sarat akan ilmu pengetahuan ini.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Prodip-III Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan kali ini izinkanlah Penulis mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya Kepada kedua Orangtua Penulis Ayahanda Yusmahadi dan Ibunda Sri Rahayu.

Terima kasih sudah memberikan jutaan kasih sayang selama ini, aku tahu belum ada hal yang bisa aku berikan untuk membuat kalian bangga, tapi aku bangga mendapatkan orangtua juara satu seperti kalian.

Serta tak lupa pula Penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Prihatin Lumbanraja, SE, M.Si selaku Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si selaku Ketua Program Studi Diploma III Manajemen Keuangan Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Elisabet Siahaan, SE, M.Ec selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan kepada Penulis.

5. Seluruh staf pengajar Program Studi Diploma III Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, khususnya Kepala Seksi Bagian Pelayanan Umum Ibu Elizabeth Martha Uli yang telah member izin kepada Penulis untuk melakukan penelitian serta membantu Penulis selama melakukan penelitian.

7. Kakek Penulis Hj. Yusuf, Tante Penulis Hj. Yusrini, Bude Penulis Hj. Yusminar, Om Penulis Ishak, Abang dan Adik Penulis M.Teguh Prabowo, Nadira Risky Safitri, dan Muhammad Kimi. Terima kasih telah memberikan motivasi kepada saya selama ini.

8. Buat Sahabat Penulis Rizky Surya Syaputra, Nurul Aini Nasution, Dyta Audina, dan Resty Septiony. Terima kasih ya telah mengisi kekosongan selama tiga tahun ini, baik susah maupun senang kita selalu bersama.

9. Buat Teman-teman Penulis Kenny Cristianto, Ichsan Anshori, Eliya Pratiwi, dan Shintia Mahrainiza Nasution. Terima kasih yang telah banyak membantu Penulis selama ini.

10.Dan buat semua orang yang saya kenal, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah member warna dalam kehidupan saya.

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Tentunya dalam melakukan penulisan ini terdapat banyak kekurangan dari penulis, sehingga penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari pembaca. Dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua khusunya bagi penulis dan pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 10 Mei 2016 Penulis

(MUHAMMAD FARIZ)

(5)

5 DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI………iii

DAFTAR TABEL………...v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….1

B. Rumusan Masalah……….…...4

C. Tujuan Penelitian……….4

D. Manfaat Penelitian………...4

E. Uraian Teoritis Tugas Akhir………....5

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan………... 10

B. Visi dan Misi Perusahaan………... 12

C. Struktur Organisasi………... 12

D. Uraian Pekerjaan... 13

E. Pencapaian Perusahaan... 15

F. Tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam... 16

G. Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam………16

BAB III PEMBAHASAN A. Teori Perpajakan Secara Umum... 17

B. Fungsi Pajak... 18

C. Asas Pemungutan Pajak... 20

D. Syarat Pemungutan Pajak... 21

E. Hambatan Pemungutan Pajak... 23

F. Pengertian Penagihan Pajak... 24

G. Tindakan Penagihan Pajak... 26

H. Pengertian Penyitaan... 27

I. Tujuan Penyitaan... 28

J. Syarat-syarat dan Alasan Penyitaan... 29

K. Prinsip-prinsip Penyitaan... 32

L. Pengertian Surat Paksa... 33

M. Latar Belakang Penertiban Surat Paksa... 34

N. Isi dan Karakteristik Surat Paksa... 35

O. Prosedur Tata Cara Pelaksanaan Sita... 36

P. Jadwal dan Waktu Pelaksaan Penagihan Aktif... 38

Q. Tata Cara Pelaksanaan Sita... 39

R. Tugas dan Wewenang Juru Sita Pajak... 43

S. Hambatan-hambatan Penagihan Pajak... 44

T. Alternatif Pemecahan Masalah... 46

U. Kelebihan dan Kelemahan Tata Cara Pelaksanaan Sita... 48

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(6)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 50 B. Saran... 51 DAFTAR PUSTAKA

(7)

7

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1.1 Data Tunggakan Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak...2 Lubuk Pakam

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(8)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

Pajak sebagai sumber utama penerimaan Negara perlu terus ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Setelah ada tax reform, Indonesia menganut self assessment system dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung dan memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Peran serta masyarakat ataupun wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun masih ada wajib pajak yang lalai dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga menimbulkan tunggakan pajak akibat tidak melunasi utang pajak sebagaimana mestinya.

Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya. Namun demikian pengkajian terhadap faktor- faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak sangat perlu mendapat perhatian.

(9)

2

Tabel 1.1

Data Tunggakan Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam

2013-2015

Tahun Jumlah

2013 Rp 921.400.000.000

2014 Rp 985.100.000.000

2015 Rp 1.294.000.000.000

Dari data diatas menunjukkan setiap tahunnya data tunggakan pajak semakin meningkat.

Direktorat Jenderal Pajak sebagai aparat perpajakan, sudah seharusnya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan perpajakan agar wajib pajak mematuhi peraturan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan. Jika terjadi kelalaian pada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, aparat perpajakan harus mengeluarkan sanksi sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Penetapan dan ketentuan pajak ini merupakan dasar penagihan.

Menurut Undang-Undang Pajak No. 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa, menetapkan dan ketetapan pajak diterbitkan dalam bentuk :

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

3. Surat Tagihan Pajak (STP).

Ketetapan dan penetapan pajak dalam bentuk surat harus dilunasi dalam jangka waktu 30 hari atau sampai tanggal jatuh tempo sejak tanggal diterbitkannya surat penetapan dan ketetapan itu. Apabila utang pajak yang telah ditetapkan dalam bentuk penetapan dan ketetapan tersebut tidak dilunasi oleh wajib pajak sampai batas waktu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(10)

yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan maka terhadap wajib pajak akan dilakukan teguran bila dalam waktu 21 hari masih juga tidak melunasi utang pajaknya maka wajib pajak akan dipaksa untuk melunasi utang pajaknya melalui Surat Paksa.

Surat Paksa memiliki kekuatan Eksekutorial. Apabila masih belum melunasi utang pajaknya dalam waktu 2x24 jam setelah menerima surat paksa, maka akan dilakukan penyitaan terhadap harta benda milik wajib pajak. Dalam melakukan penyitaan, pihak fiskus dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus mengeluarkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP). SPMP ini merupakan dasar hukum untuk melakukan penyitaan.

Adapun maksud dari penyitaan yang dilakukan oleh juru sita adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan hutang pajak dari wajib pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilakukan terhadap semua barang wajib pajak baik yang berada di dalam daerah kerja KPP maupun yang diluar daerah kerja KPP yang bersangkutan dan prinsip penyitaan dilakukan terhadap sejumlah barang yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Pelaksanaan sita dilakukan oleh 2 (dua) orang saksi dan wajib pajak atau yang mewakilinya. Setelah melakukan penyitaan, Juru Sita Pajak (JSP) membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) dimana berita acara ini harus ditanda tangani oleh JSP, saksi dan wajib pajak. Namun masih banyak wajib pajak yang tidak mau menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita ini.

(11)

4

Dari penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk memahami, dan mendalami bagaimana pelaksanaan sita oleh juru sita terhadap wajib pajak badan di KPP Pratama Lubuk Pakam dan mengangkatnya menjadi sebuah karya ilmiah yang berjudul : “TATA CARA PELAKSANAAN SITA TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN UNTUK MENGURANGI TUNGGAKAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

“Apakah tata cara penyitaan yang dilakukan perusahaan telah berjalan efektif ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis apakah prosedur penyitaan telah berjalan efektif .

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Penulis berharap dapat memberikan informasi dan saran kepada Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam agar semakin mampu mengurangi pajak melalui tata cara sita yang efektif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(12)

2. Bagi Penulis

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kesempatan bagi penulis untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama menjalankan perkuliahan, serta menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang tindakan penagiahan pajak dengan surat paksa.

3. Bagi Pihak Lain

Penulis berharap karya ini bisa digunakan sebagai sumber informasi dan sebagai referensi bagi penelitian yang ingin mengembangkan selanjutnya.

1.5 Uraian Teoritis Tugas Akhir 1. Definisi Pajak

Menurut Smeeth dalam Waluyo (2002:5)

Pajak prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah.

Menurut Soemitro dalam Waluyo (2002:5)

Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi).

2. Fungsi Pajak

Fungsi pajak terbagi atas 2 (dua), yaitu:

a. Fungsi Budgeter

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

(13)

6

b. Fungsi Regulerend

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

3. Subjek Pajak

Berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), dimana yang menjadi subyek pajak terdiri dari :

a. Orang pribadi atau warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan, menggantikan mereka yang berhak.

b. Badan adalah suatu bentuk usaha yang meliputi Perseroan Terbatas (PT), Perseroan komanditer (CV), Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah (BUMN/BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, Bentuk Usaha Tetap (BUT), serta bentuk usaha lainnya.

4. Definisi Penagihan

Berdasarkan Undang-Undang Penagihan pajak dengan Surat Paksa No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2000 yang berbunyi :

“Penagihan Pajak adalah serangkaian kegiatan atau tindakan agar penanggung pajak (PP) melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur dan memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa mengusulkan, pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyenderaan, menjual barang yang telah disita”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(14)

5. Definisi Penyitaan

Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Pasal 1 Sub 14 menyatakan bahwa :

“Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak (JSP) untuk menguasai barang Penanggung Pajak (PP) guna dijadikan jaminan untuk melunasi hutang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”

Pada asasnya penyitaan yang dilakukan JSP tidak mengubah status hak milik barang wajib pajak, bahkan barang barang tersebut diserahkan kepada wajib pajak untuk dititipkan kepadanya.

(15)

8

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab ini penulis menjelaskan mengenai Latar Belakang Pemilihan Judul menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan Laporan, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Uraian Teoritis dan Sistematika Penulisan.

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam, Visi dan Misi Perusahaan, Struktur Organisasi, Uraian Pekerjaan, Kebijakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, Tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam, dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam.

BAB III PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang Teori Perpajakan Secara Umum, Pengertian Pajak, Fungsi Pajak, Asas Pemungutan Pajak, Syarat Pemungutan Pajak, Hambatan Pemungutan Pajak, Penagihan Pajak, Pengertian Penagihan Pajak, Tindakan Penagihan Pajak, Penyitaan, Tujuan Penyitaan, Syarat-syarat dan Alasan Penyitaan, Prinsip-prinsip Penyitaan, Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Latar Belakang Penerbitan Surat Paksa, Isi dan Karakteristik Surat Paksa, Prosedur Tata cara Pelaksanaan Sita, Jadwal dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Aktif, Tata Cara Pelaksanaan Sita, Tugas dan Wewenang Juru Sita Pajak, Hambatan-hambatan Penagihan Pajak, Alternatif Pemecahan Masalah, Kelebihan dan Kelemahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(16)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan Kesimpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA

(17)

10

BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Perusahaan

Pada tahun 1987 Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi Pajak.

Pada saat itu ada 2 (dua) Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi penduduk yang semakin cepat maka pemerintah merasa perlu adanya tambahan Kantor Inspeksi Pajak yang gunanya untuk menambah penerimaan negara dari sektor pajak.

Dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat didalam pelayanan pembayaran pajak, maka berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 267/KMK.01/1989 diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jenderal Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak sekaligus dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

Pada tanggal 3 Agustus 1993 dikeluarkanlah Keputusan Mentri Keuangan Indonesia No.785/KMK.01/1993 Kantor Pelayanan Pajak berubah menjadi 4 (empat) wilayah kerja yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang beralamat di jalan Dipenogoro No.30 Medan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat, Jl. Suka Mulia No.17-A Medan 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara, Jl. Asrama No.7 Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(18)

4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai, Jl. Asrama No.7 Medan

Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi Direktorat Jendral Pajak perlu diubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuatan kebijakan maupun level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan. Sebagai langkah pertama untuk memudahkan wajib pajak, ketiga jenis kantor pajak yang ada yaitu, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karipka) dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama). Kantor Pelayanan Pajak Pratama yaitu instansi direktorat jenderal pajak yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I (Kanwil DJP Sumut 1). KPP Pratama akan melayani PPh, PPN, PBB, BPHTB.

Selain itu KPP Pratama juga melakukan pemeriksaan tetapi bukan sebagai lembaga yang memutuskan keberatan struktur organisasi KPP Pratama berdasarkan fungsi pajak bukan jenis pajak.

Adapun KPP Pratama yang bernaung di Lingkungan Kanwil DJP Sumut I adalah : 1. KPP Pratama Medan Belawan

2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Petisah 4. KPP Pratama Medan Polonia 5. KPP Pratama Medan Kota 6. KPP Pratama Medan Timur 7. KPP Pratama Lubuk Pakan

(19)

12

8. KPP Pratama Binjai

Sesuai dengan Keputusan Direktorat Jendral Pajak Nomor KEP-95/PJ/2008 tanggal 27 mei 2008 tentang Saat Mulai Operasi (SMO) KPP Pratama di Lingkungan Kanwil DJP Sumut I, maka KPP Pratama Lubuk Pakam ditetapkan mulai beroperasi tanggal 27 Mei 2008. KPP Pratama Lubuk Pakam berada dibawah lingkungan Kanwil DJP Sumut I.

2.2 Visi dan Misi Perusahaan 2.2.1 Visi

Menjadi institusi pemerintah yang menyelenggarakan system administrasi perpajakan modern yang efektif dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.

2.2.2 Misi

Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.

2.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan untuk membina keharmonisasian kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara maksimal. Susunan organisasi KPP Pratama Lubuk Pakam adalah sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(20)

Dengan adanya struktur organisasi, maka pegawai akan lebih mengetahui dengan mudah mengenai tugas yang harus dijalankan dengan kepada siapa harus dipertanggung jawabkan.

2.4 Uraian Pekerjaan 1. Sub Bagian Umum

Sub Bagian Umum terdiri dari 3 Bagian:

1. Tata Usaha dan Kepegawaian

Tugasnya adalah menyelenggarakan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat, pengetikan surat, pengetikan dan pengadaan, penataan berkas penyusunan arsip, tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang tugas Kantor Pelayanan Pajak.

2. Keuangan

Tugasnya adalah merencanakan kebutuhan selama 1 tahun dan melakukan pendanaan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

3. Bagian Rumah Tangga

Tugasnya adalah melakukan seluruh urusan rumah tangga dan urusan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak Pratama agar dapat menunjang kelancaran tugas Kantor Pelayanan Pajak.

(21)

14

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi dipimpin oleh seorang kepala seksi yang tugasnya adalah mengkoordinasi urusan pengolahan data dan penyajian informasi, pembuatan monografi pajak, penggalian potensi perpajakan serta ektensifikasi wajib pajak dan intensifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing, serta penyiapan laporan kinerja.

3. Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penertiban produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak serta melakukan kerjasama perpajakan.

4. Seksi Penagihan

Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penundaan angsuran pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak serta penyimpanan dokumen- dokumen penagihan.

5. Seksi Pemeriksaan

Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penertiban dan penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak serta administrasi perpajakan lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(22)

6. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.

7. Seksi Pengawasaan dan Konsultasi I,II,III

Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, Seksi Pengawasan Konsultasi II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding.

8. Kelompok Jabatan Fungsional

Pejabat Fungsional terdiri dari pejabat fungsional pemeriksaan dan pejabat fungsional penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada kepala KPP Pratama Lubuk Pakam. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pejabat fungsional pemeriksaan berkoordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi dengan seksi ekstensifikasi perpajakan. Selain itu, teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.

2.5 Pencapaian Perusahaan

Demi tercapainya tujuan dan sasaran berdasarkan Visi dan Misi yang telah ditetapkan, KPP Pratama Lubuk Pakam telah mengambil langkah-langkah sebagaimana tertuang dalam kebijakan yang dijadikan pedoman, petunjuk, atau pegangan bagi setiap usaha kegiatan yang dilaksanakan yaitu:

(23)

16

1. Meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Mengamankan pencapaian rencana penerimaan pajak.

3. Terciptanya masyarakat sadar dan peduli pajak.

2.6 Tugas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

KPP Pratama Lubuk Pakam mempunyai tugas yaitu melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas barang mewah, Bea Materai, Pajak Tidak Langsung lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.7 Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Dalam melaksanakan tugas, KPP Pratama Lubuk Pakam menyelenggarakan fungsi:

1. Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

2. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.

3. Penyuluhan perpajakan.

4. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

5. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

6. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.

7. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.

8. Pelaksanaan intensifikasi dan ekstensifikasi.

9. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(24)

PEMBAHASAN

3.1 Teori Perpajakan Secara Umum 3.1.1 Pengertian Pajak

Pada dasarnya pajak merupakan salah satu perwujudan dan kewajiban kenegaraan yang merupakan sarana peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Dalam hal ini pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan demi menjamin kelangsungan hidup serta meningkatkan mutu kehidupan bangsa Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang 1945 yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia. Oleh karena itu sangat penting kita simak beberapa pengertian pajak dibawah ini yang dikemukakan oleh para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian yang berbeda namun pada inti dan tujuannya sama.

1. Menurut Undang-Undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang- Undang No. 6 tahun 2007: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

2. Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (mardiasmo,2009:1): “Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

(25)

18

dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

a. Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

b. Berdasarkan undang-undang.

Pajak di pungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya.

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran- pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

3.1.2 Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

A. Fungsi Anggaran

Sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(26)

penerimaan pajak. Saat ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.

B. Fungsi Mengatur

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.

Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

C. Fungsi Stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

D. Fungsi Redistribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

(27)

20

Fungsi pajak menurut Mardiasmo dalam bukunya “Perpajakan” (2009:1) adanya 2 fungsi pajak, yaitu:

1. Fungsi Penerimaan (Budgeteir)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran- pengeluaran pemerintah.

2. Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

Contoh:

a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah untuk menekan perilaku konsumtif masyakat.

b. Dan yang marak dibicarakan belakangan ini tarif pajak yang tinggi dikenakan terhadap Film impor (Hollywood) agar masyarakat lebih mencintai Seni dan Budaya Indonesia, khususnya film dalam negeri.

3.1.3 Asas Pemungutan Pajak

Untuk mencapai tujuan pemungut pajak perlu memegang teguh asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Maka terdapat keserasian pemungut pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Asas-asas pemungut pajak menurut Waluyo (2008:13) menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada :

1. Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(28)

ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan bahwa

setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang diminta.

2. Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.

3. Convenience

Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak, sebagai contoh pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan.

4. Economy

Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.

3.1.4 Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka menurut Waluyo (2008:20) pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan

(29)

22

memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada pertimbangan pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik negara maupun warganya.

3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)

Sesuai fungsi budgeteir, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

Sistem pemungutan sederhana akan memudahkan dalam mendorong masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang- undang perpajakan yang baru.

Contoh:

a. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.

b. Bea meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif, yaitu Rp 6000 dan Rp 3000.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(30)

3.1.5 Hambatan Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:8), hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:

1. Perlawanan pasif

Masyarakat tidak bersedia memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana mestinya, yang dapat disebabkan antara lain:

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan aktif

Pelawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:

a. Tax avoidance, yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-undang.

b. Tax evasion, yaitu usaha meringankan pajak dengan cara melanggar Undang- undang namun tidak dipungkiri bahwa sebagian masyarakat terdapat keengganan memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam hal yang demikian timbul perlawanan terhadap pajak.

(31)

24

3.2 Penagihan Pajak

3.2.1 Pengertian Penagihan Pajak

Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan hutang pajaknya. Hal ini merupakan posisi strategis dalam meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak sehingga tindakan penagihan pajak tersebut dapat menyelamatkan penerimaan pajak yang tertunda. Kegiatan penagihan pajak merupakan ujung tombak dalam menyelamatkan penerimaan negara yang tertunda, oleh sebab itu seksi penagihan merupakan seksi produksi yang paling dibanggakan oleh Direktorat Jendral Pajak. Dalam pelaksanaannya penagihan pajak haruslah dilandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga mempunyai kekuatan hukum baik bagi wajib pajak maupun aparatur pajaknya.

Dasar hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-undang No. 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-undang ini mulai berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang- undang No. 19 tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

Menurut pendapat para ahli penagihan pajak dapat didefinisikan:

Definisi penagihan pajak menurut Muhammad Rusjdi (2007:17): ”Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang.”

Definisi lain menurut Mardiasmo (2009:13): “Penagihan pajak adalah kegiatan yang dilakukan oleh fiskus karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(32)

pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang, penagihan pajak meliputi kegiatan, perbuatan dan pengiriman surat peringatan, surat teguran, surat paksa, penyitaan, lelang, dan pencegahan.”

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak atau fiskus karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak dengan melaksanakan pengiriman surat peringatan, surat teguran, surat paksa, penyitaan dan pelelangan.

Dasar penagihan pajak, antara lain:

1. Surat Tagihan Pajak (STP)

STP diterbitkan apabila pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda administrasi dan/atau bunga. Dari hasil penelitian surat pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

SKPKB diterbitkan tehadap wajib pajak yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan kewajiban material perpajakan.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

SKPKBT dapat ditebitkan Dirjen Pajak dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutang pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

(33)

26

4. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

Apabila utang pajak yang tercantum dalam surat ketetapan diatas tidak atau kurang dibayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, maka dapat segera dilaksanakan tindakan penagihan aktif.

3.2.2 Tindakan Penagihan Pajak

Tindakan penagihan pajak dilakukan apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan pajak yang harus dibayar bertambah, tidak atau kurang bayar setelah lewat tanggal jatuh tempo pembayaran pajak yang bersangkutan. Dalam bidang administrasi perpajakan dikenal beberapa bentuk tindakan penagihan yaitu penagihan pasif, penagihan aktif dan penagihan dengan surat paksa.

1. Penagihan Pasif

Penagihan pasif adalah tindakan yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak dengan cara memberikan himbauan kepada wajib pajak agar melakukan pembayaran pajak sebelum tanggal jatuh tempo. Penagihan pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak terutang menjadi lebih besar. Penagihan pasif merupakan tugas pengawasan fiskus atau kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.

2. Penagihan Aktif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(34)

Penagihan aktif adalah penagihan yang didasarkan pada STP, SKPKB, SKPKBT yang jatuh temponya telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yaitu 1 bulan terhitung mulai dari STP, SKPKB, SKPKBT diterbitkan. Penagihan aktif ini merupakan kelanjutan dari penagihan pasif, oleh sebab itu dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif, dalam arti tidak hanya mengirim STP atau SKP tetapi juga akan diikuti dengan tindakan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

3.3 Penyitaan

3.3.1 Pengertian Penyitaan

Sita atau beslaag ialah suatu tindakan hukum oleh hakim yang bersifat eksepsional, atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa, untuk mengamankan

barang-barang sengketa atau yang menjadi jaminan dari kemungkinan dipindah tangankan, dibebani, seseuatu sebagai jaminan, dirusak atau dimusnahkan oleh pemegang atau pihak yang menguasai barang-barang tersebut untuk menjamin agar putusan hakim nantinya dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang yang disita untuk kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan ini berarti bahwa barang-barang itu disimpan (diconserveer) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual (psl. 197 ayat 9, 199 HIR, 212, 214 Rbg). Oleh karena itu, penyitaan ini disebut juga sita conservatoir atau sita jaminan.

Dengan adanya penyitaan itu maka debitur atau tergugat kehilangan wewenangnya untuk menguasai barangnya, sehingga dengan demikian tindakan-tindakan

(35)

28

debitur atau tergugat untuk mengasingkan atau mengalihkan barang-barang yang disita adalah tidak sah dan merupakan perbuatan pidana (psl. 231, 232 KUHP).

Penyitaan dilakukan oleh Panitera Pengadilan Negeri yang wajib membuat berita acara tentang pekerjaannya itu serta memberitahukan isinya kepada tersita kalau ia hadir.

Dalam melakukan pekerjaannya itu panitera dibantu oleh dua orang saksi yang ikut serta menandatangani berita acara (psl. 197 ayat 2, 5 dan 6 HIR, 209 ayat 1 dan 4, 210 Rbg).

Kalau permohonan sita jaminan itu dikabulkan, maka lalu dinyatakan sah dan berharga dalam putusan, sesudah mana penyitaan itu mempunyai titel eksekutorial, sehingga berubah menjadi sita eksekutorial yang berarti bahwa tuntutan penggugat dapat dilaksanakan.

Sita jaminan ini meliputi seluruh harta kekayaan dari pada debitur atau tergugat, tetapi hanya beberapa barang tertentu saja yang dilakukan oleh seorang kreditur.

3.3.2 Tujuan Penyitaan

Sita jaminan bertujuan untuk menjamin hak pemohon sita karena itu juga sita tersebut dinamakan sita jaminan. Dengan kata lain, sita jaminan itu berfungsi untuk menjamin hak-hak penggugat, sehingga dapat dicegah perbuatan yang dapat merugikan penggugat. Dengan demikian, permohonan sita jaminan tidaklah berdiri sendiri. Dengan sita jaminan ini terjadilah pembekuan terhadap harta agar tergugat tidak dapat mengalihkan, yaitu diperjual belikan, ditukar dengan benda lain, diwariskan maupun dihibahkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(36)

3.3.3 Syarat-syarat dan Alasan Penyitaan a. Syarat Pengajuan Penyitaan

Penyitaan tidaklah mungkin dapat dilakukan tanpa memenuhi syarat-syarat yang telah ada dan berlaku sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun kecukupan syarat-syarat tidaklah cukup dan sempurna apabila tidak dibarengi dengan adanya alasan-alasan penyitaan. Syarat penyitaan harus melalui adanya permohonan sita kepada hakim. Hakim tentunya akan mempelajari permohonan sita tersebut sesuai dengan tata cara pengajuan permohonan yang berlaku. Syarat penyitaan berdasarkan permohonan sita merupakan hal yang mendasar, sebab hakim tidaklah akan menjatuhkan sita apabila tidak ada inisiatif dari pengugat yang mengajukan permohonan sita.

Sita Berdasarkan Permohonan:

1. Permohonan diajukan dalam surat gugatan. Biasanya dalam suatu permohonan sita diajukan bersama-sama didalam surat gugatan. Bentuk dan tata cara pengguna permohonan sita jaminan yang seperti ini lazim dijumpai. Penggugat mengajukan permohonan sita secara tertulis dalam bentuk surat gugatan, sekaligus bersamaan dengan pengajuan gugatan pokok. Pengajuan permohonan sita dalam bentuk ini tidak dapat dipisahkan dari dalil gugatan pokok. Apabila permohonan sita diajukan bersamaan di dalam gugatan, perumusan permohonan sita di dalam surat gugatan biasanya mengikuti pedoman yang secara sistematis, sebagai berikut :

a. Gugatan sita dirumuskan setelah uraian dalil gugat. Menurut penulis cara yang seperti ini adalah cara yang tepat, perumusan dalil gugat itulah layak dan tidak

(37)

30

layak diajukan permohonan sita, karena dari perumusan dalil gugat beserta penjelasan mengenai uraian fakta dan peristiwa yang mendukung dalil gugat, akan lebih tepat dan lebih mudah dirumuskan permohonan sita serta alasan kepentingan penyitaan.

b. Permintaan pernyataan sah biasanya diajukan pada petitum kedua. Biasanya setelah diuraikan perumusan permohonan sita pada akhir posita gugat, permohonan sita itu dipertegas lagi dalam petitum gugat, yang berisi permintaan kepada pengadilan supaya sita yang diletakkan atas harta sengketa atau harta kekayaan tergugat, dinyatakan sah dan berharga.

2. Permohonan terpisah dari pokok perkara. Ada kalanya permohonan sita diajukan terpisah dari pokok perkara, pada bentuk permohonan ini penggugat membuatnya atau menyiapkannya dalam bentuk tersendiri yang terpisah dari gugatan pokok perkara.

Disamping gugatan perkara, penggugat dapat mengajukan permohonan sita dalam surat yang lain, bahkan dimungkinkan dan dibolehkan pengajuan permohonan sita tersendiri secara lisan. Namun didalam prakteknya, bentuk permohonan sita tersendiri secara lisan jarang terjadi. Tetapi pada hakekatnya, kelangkaan praktek itu bukan berarti dapat melenyapkan hak penggugat untuk mengajukan permohonan sita secara lisan.

b. Memenuhi tenggang waktu pengajuan sita

Tenggang waktu pengajuan sita adalah sampai batas waktu kapan permohonan sita dapat diajukan dan kepada instansi pengadilan mana saja pengajuan sita jaminan yang dibenarkan oleh hukum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(38)

Penentuan tenggang waktu pengajuan permohonan sita diatur dalam Pasal 261 ayat 1 Rbg. Memperhatikan kekuatan tersebut selain menentukan tenggang waktu pengajuan sita, namun sekaligus juga mengandung permasalahan tentang instansi tempat pengajuan sita. Menurut ketentuan undang-undang, pengajuan permohonan sita dapat dilakukan :

1. Selama putusan belum dijatuhkan atau selama belum berkekuatan hukum tetap.

Menurut Pasal 261 ayat 1 Rbg, ketentuan tenggang waktu ini yang dibenarkan karena hukum yaitu selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap. Jadi selama putusan perkara belum diputus oleh hakim atau selama putusan belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, masih terbuka hak dan kesempatan untuk mengajukan permohonan sita.

2. Dalam Pasal 261 ayat 1 Rbg ada ketentuan yang berbunyi selama putusan belum dijatuhkan. Makna dan penafsiran kalimat tersebut menurut penulis terbatas pada ruang lingkup proses pemeriksaan sidang pengadilan negeri. Sehingga jika proses pemeriksaan diinstansi pengadilan negeri masih berlangsung, maka dapat diajukan permohonan sita.

3. Atau selama putusan belum dapat dieksekusi. Dalam Pasal 261 ayat 1 Rbg juga memuat ketentuan yang berbunyi “selama putusan belum dapat dieksekusi (dilaksanakan)”. Selama putusan belum dapat dilaksanakan mengandung arti yuridis selama putusan yang bersangkutan belum memperoleh hukum yang tepat.

(39)

32

Jadi permohonan sita dapat dimohonkan ke pengadilan apabila putusan belum dapat dieksekusi, karena putusan tersebut masih belum berkekuatan hukum tetap yang dapat dibanding maupun dikasasi.

c. Permohonan sita harus berdasarkan alasan

Permohonan sita yang telah dimohonkan tadi selayaknya disempurnakan dengan adanya alasan sita. Sangat mustahil sekali hakim mau mengabulkan sita apabila tidak dibarengi dengan suatu alasan sita yang kuat. Mengingat sangat eksepsionalnya sifat sita atau penyitaan, maka hakim harus benar-benar mengamati, memperhatikan, serta menimbang alasan sita tersebut dengan teliti. Jangan sampai permohonan sita itu dikabulkan tanpa mengkaji pengabulan tersebut dengan alasan yang dibenarkan oleh hukum. Memang secara tegas undang-undang member hak dan kewenangan kepada hakim untuk menyita harta kekayaan atau hata terpekara milik tergugat sesuai dengan Pasal 261 Rbg.

3.3.4 Prinsip-prinsip Penyitaan Adapun prinsip prinsip penyitaan yaitu:

a. Merupakan tindakan hukum, artinya tindakan berdasarkan hukum acara perdata sebagai tindakan persiapan, karena belum ada tindakan riil.

b. Merupakan tindakan hakim, artinya sita jaminan hanya dapat dilakukan karena perintah hakim atas permohonan dari salah satu pihak (penggugat). Yang berhak mengajukan sita jaminan hanya pihak yang bersengketa dan hanya dapat dilakukan jika ada permohonan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(40)

c. Sita jaminan bersifat eksepsional, artinya sita jaminan di luar pokok perkara, yaitu suatu tindakan yang disertakan dan hanya berkaitan langsung dengan pokok perkara oleh karena itu, sita jaminan sangat tergantung dari putusan mengenai pokok perkara.

d. Sita jaminan merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dilaksanakannya putusan hakim, artinya putusan hakim secara nyata dapat diwujudkan dan tidak menjadi hampa karena barang sengketa rusak, musnah, dipindah tangankan, dan sebagainya.

e. Sita jaminan bertujuan untuk mengamankan barang-barang sengketa dari kemungkinan dipindah tangankan, dibebani sesuai sebagai jaminan, dirusak atau dimusnahkan, dan untuk menjamin pelaksanaan putusan hakim sebagaimana mestinya, sekiranya tuntutan dalam pokok perkara dikabulkan oleh hakim.

3.4 Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 3.4.1 Pengertian Surat Paksa

Dalam UU PPSP, dalam pasal 1 ayat (12) disebutkan bahwa: “Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.” Sedangkan menurut Muhammad Rusdji (2007:25), yaitu: “surat yang diterbitkan apabila wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo.”

Dari pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa Surat Paksa merupakan sebuah produk hukum yang bersifat eksekutorial yang diterbitkan atas STP yang telah jatuh tempo dari terbitnya surat teguran. Dalam UU PPSP Pasal 7 ayat (1) dijelaskan bahwa Surat Paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

(41)

34

Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Agar tercapai efektivitas dan efesiensi penagihan pajak yang didasari Surat Paksa, maka ketentuan ini memberikan kekuatan eksekutorial serta memberi kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, Surat Paksa langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding, (Muhammad Rusjdi, 2007: 21). Surat Paksa bersifat “Parate Eksekusi” yang berarti dapat dilakukan langsung tanpa melalui proses pengadilan negeri.

3.4.2 Latar Belakang Penertiban Surat Paksa

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) beserta penjelasannya UU KUP, diatur mengenai latar belakang terbitnya Surat Paksa, yaitu jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan (SK), serta Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam ketetapan tersebut (satu bulan sejak tanggal diterbitkan), ditagih dengan Surat Paksa.

Menurut Pasal 9 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa, dijelaskan Surat Paksa diterbitkan apabila:

1. Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(42)

2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, atau

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

3.4.3 Isi dan Karakteristik Surat Paksa

Surat Paksa dapat dipandang dari dua segi, yaitu segi isi maupun segi karakteristiknya.

1. Dalam UU PPSP Pasal 7 dijelaskan bahwa Surat Paksa berdasarkan segi isinya sekurang-kurangnya harus memuat:

a. Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak.

b. Dasar penagihan.

c. Besarnya utang pajak.

d. Dan perintah untuk membayar dalam waktu 2 x 24 jam.

e. Tertanda pejabat yang ditunjuk yaitu Kepala KPP/KP PBB.

2. Surat Paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sedangkan dari segi karakteristiknya Surat Paksa memuat:

a. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse Akte dari keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat dimintakan banding lagi pada hakim atasan.

b. Mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

c. Mempunyai fungsi ganda yaitu menagih pajak dan biaya penagihan pajak.

d. Dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan, penyanderaan, dan pencegahan.

(43)

36

3.4.4 Prosedur Tata Cara Pelaksanaan Sita

Ini merupakan cara penagihan yang terakhir dimana fiskus melalui jurusita pajak negara menyampaikan atau memberitahukan surat paksa, melakukan penyitaan dan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang milik wajib pajak.

Penagihan dengan surat paksa ini dikenal dengan penagihan yang “keras” dalam rangka melakukan Law-Enforcement di bidang perpajakan. Namun langkah ini merupakan langkah terakhir yang dilakukan oleh fiskus apabila tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan. Dalam pelaksanaan penagihan aktif tersebut dapat dilakukan dengan 2 tahap, yaitu:

1. Surat Teguran

Penyampaian surat teguran merupakan awal pelaksanaan tindakan penagihan oleh fiskus untuk memperingatkan wajib pajak yang tidak melunasi utang pajaknya sesuai dengan keputusan penetapan (STP, SKPKB, SKPKBT) sampai dengan saat jatuh tempo.

Definisi surat teguran menurut Rusdji (2007:23): “Surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur wajib pajak agar melunasi utang pajaknya.”

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa surat teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran dikeluarkan apabila utang pajak yang tercantum dalam SPT, SKPKB atau SKPKBT tidak dilunasi sampai melewati waktu 7 hari dari batas waktu jatuh tempo 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya. Menurut keputusan Menteri Keuangan no. 561/KMK.04/2000 Pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(44)

2. Surat Paksa

Penagihan dengan surat paksa dilakukan apabila jumlah tagihan pajak tidak atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan jatuh tempo penundaan pembayaran atau tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak. Apabila wajib pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran maka penagihan selanjutnya dilakukan oleh juru sita pajak.

Maka dapat disimpulkan bahwa surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak yang diterbitkan apabila wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo. Surat paksa diterbitkan apabila wajib pajak atau penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo dan penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayarannya. Secara teori surat paksa diterbitkan setelah surat teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenis yang diterbitkan oleh pejabat.

Surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh juru sita pajak kepada:

a. Penanggung pajak.

b. Orang dewasa yang tinggal bersama ataupun bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

c. Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi.

d. Para ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

(45)

38

Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh juru sita pajak kepada:

1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal.

2. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan, apabila juru sita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang dari pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal.

Apabila utang pajak tidak dilunasi oleh wajib pajak dalam jangka waktu 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan, maka pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan. Pengajuan keberatan oleh wajib pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa dan apabila wajib pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan. Sedangkan dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.

3.4.5 Jadwal dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Aktif

Proses penagihan pajak dapat dibagi menjadi penagihan aktif dan penagihan pasif.

Dalam hal ini proses penagihan pajak yang melibatkan juru sita pajak adalah penagihan aktif. Peran juru sita pajak dimulai dengan memberitahukan Surat Teguran, Surat Paksa, Pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, pengumuman lelang sampai pelaksanaan lelang. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 tentang Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa telah ditentukan jadwal waktu tindakan penagihan pajak yaitu:

1. Tindakan pelaksanaan penagihan pajak diawali dengan penerbitan Surat Teguran oleh pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(46)

2. Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajaknya.

3. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak diterbitkan Surat Teguran, pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.

4. Setelah menerima Surat Paksa yang telah diberi tanggal dan nomor Surat Paksa dan telah ditandatangani oleh pejabat, juru sita pajak harus:

a. Memperlihatkan tanda pengenal juru sita pajak.

b. Memberitahukan dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa (salinan) tersebut kepada wajib pajak/penanggung pajak.

c. Membuat Laporan Pelaksanaan Surat Paksa dan membuat Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan lampirannya.

d. Menempelkan Surat Paksa (salinan) pada papan pengumuman kantor pejabat.

5. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 2 X 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

3.4.6 Tata Cara Pelaksanaan Sita

Seksi Penagihan KPP Pratama Lubuk Pakam mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan. Saat ini terdapat lima orang Jurusita yang aktif dan lima pelaksana di Seksi Penagihan. Seksi Penagihan di KPP Pratama Lubuk Pakam telah menggunakan SIDJP yang telah terhubung secara internet. Seiring dengan modernisasi perpajakan di Direktorat Jenderal

(47)

40

Perpajakan, agar lebih mempermudah dalam administrasi perpajakannya sarana komputer digunakan. Meskipun telah menggunakan media elektronik dalam penatausahaan penagihan pajak, pencatatan secara manual masih tetap dilakukan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya pencatatan pemberkasan dan kartu pengawasan tunggakan pajak masih dicatat secara manual. Dalam hal proses penagihan, terutama tata cara penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa, seksi penagihan di KPP Pratama Lubuk Pakam mengacu kepada Standard Operating Procedures Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak nomor KPP40-0011 yang disahkan pada tanggal 13 Maret 2008, isinya adalah:

1. Berdasarkan data Surat Teguran yang telah lewat waktu dari sistem, juru sita pajak meneliti dan mencetak konsep Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.

2. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa serta menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Surat Paksa kemudian menyampaikannya kepada juru sita pajak.

4. Juru sita pajak menerima Surat Paksa dan memberitahukan Surat Paksa dan Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa kepada wajib pajak/penanggung pajak.

5. Juru sita pajak membuat sekaligus menandatangani Laporan Pelaksanaan Surat Paksa (LPSP) dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(48)

6. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan menandatangani Laporan Pelaksanaan Surat Paksa (LPSP) kemudian menyerahkannya kembali kepada juru sita pajak untuk ditatausahakan.

7. Juru sita menatausahakan LPSP dengan cara mencatat pada Kartu Pengawasan serta mengarsipkan LPSP.

8. Proses selesai Gambar prosedur penerbitan dan pemberitahuan Surat Paksa.

Prosedur pelaksanaan sita yang terjadi saat dilapangan yaitu:

1. Juru sita pajak mendatangi tempat tinggal tempat kedudukan wajib pajak/penanggung pajak dengan memperlihatkan tanda pengenal diri. Juru sita pajak mengemukakan maksud kedatangannya yaitu memberitahukan Surat Paksa dengan Pernyataan dan menyerahkan salinan Surat Paksa tesebut.

2. Jika juru sita pajak bertemu langsung dengan wajib pajak/penanggung pajak minta agar WP/PP memperlihatkan surat-surat keterangan pajak yang ada untuk diteliti:

a. Apakah tunggakan pajak menurut surat ketetapan pajak cocok dengan jumlah tunggakan yang tercantum dalam Surat Paksa.

b. Apakah ada Surat Keputusan Pengurangan/Penghapusan.

c. Apakah ada kelebihan pembayaran dari tahun/jenis pajak lainnya yang belum diperhitungkan.

3. Kalau juru sita pajak tidak menjumpai wajib pajak/penanggung pajak maka salinan Surat Paksa tersebut dapat diserahkan kepada:

a. Keluarga penanggung pajak atau orang bertempat tinggal bersama wajib pajak/penanggung pajak yang akil baliq (dewasa dan sehat mental).

(49)

42

b. Anggota Pengurus Komisaris atau para persero dari Badan Usaha yang bersangkutan atau;

c. Pejabat Pemerintah setempat (Bupati/Walikota/Camat/Lurah) dalam hal mereka tersebut pada butir a dan b diatas juga tidak dijumpai.

d. Pejabat-pejabat ini harus memberi tanda tangan pada Surat Paksa dan salinannya, sebagai tanda diketahuinya dan menyampaikan salinannya kepada wajib pajak/penanggung pajak yang bersangkutan.

e. Juru sita pajak yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa, harus membuat laporan pelaksanaan Surat Paksa (bentuk KP.RIKPA 4.9-97).

4. Kalau penanggung pajak tidak diketemukan di kantor, maka juru sita pajak dapat menyerahkan salinan SP kepada:

a. Seseorang yang ada di kantornya (salah seorang pegawai),

b. Seseorang yang ada di tempat tinggalnya (misalnya: istri, anak atau pembantu rumahnya).

5. Sebaliknya apabila penanggung pajak tidak dikenal/tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal perusahaan sudah dibubarkan/tidak mempunyai kantor lagi, Surat Paksa (salinannya) ditempelkan pada pintu utama kantor Pejabat di mana penanggung pajak/wajib pajak semula berdomisili. Dapat juga Surat Paksa disampaikan melalui Pemda setempat, mengumumkan melalui media masa atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(50)

3.4.7 Tugas dan Wewenang Juru Sita Pajak 1. Tugas Juru Sita Pajak adalah:

a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.

b. Memberitahukan surat paksa.

c. Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

d. Melaksanakan penyandraan berdasarkan Surat Perintah Penyandraan.

2. Juru sita pajak dalam melakukan tugasnya harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal dan harus diperlihatkan kepada penanggung pajak.

3. Dalam melaksanakan penyitaan, Juru sita berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan temasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, ditempat kedudukan, atau di tempat tinggal penanggung pajak, atau ditempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita.

4. Dalam melaksanakan tugasnya, juru sita dapat meminta bantuan Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah daerah setempat, Badan pertanahan Nasional, Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain.

5. Juru sita pajak menjalankan tugas di wilayah kerja Pejabat yang mengangkatnya, kecuali ditetapkan lain dengan keputusan Menteri atau Keputusan Kepala daerah.

Referensi

Dokumen terkait

The irrigation scheduling practices were: tensiometer-based with the tensiometers placed at 50% or 75% of the root-zone depth and irrigations started when tensiometer's readings

Guidelines for good form design: • Make forms easy to fill out.. • Ensure that forms meet the purpose for which they

[r]

3.1 Mengenal teks deskriptif tentang anggota tubuh dan pancaindra, wujud dan sifat benda, serta peristiwa siang dan malam dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia

• Mahasiswa memiliki keterampilan analisis (studi kasus) dan kemampuan merancang basisdata dengan model relasi

3.1 Mengenal teks deskriptif tentang anggota tubuh dan pancaindra, wujud dan sifat benda, serta peristiwa siang dan malam dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia

Indeed, using cameras equipped with a rolling shutter on a mobile platform can lead to aberrations (the upper pixels being recorded before the lower ones). Flying

[r]