• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGENAL METODE TANAM SEDERHANA BIOPLANTBOOR. Oleh : Eko Ermawanto, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Mojokerto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MENGENAL METODE TANAM SEDERHANA BIOPLANTBOOR. Oleh : Eko Ermawanto, SP. Penyuluh Kehutanan Kab. Mojokerto"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

P

MENGENAL METODE TANAM SEDERHANA

BIOPLANTBOOR

Oleh : Eko Ermawanto, SP.

Penyuluh Kehutanan Kab. Mojokerto

BIOPLANTBOOR Adalah Metode menanam tanaman hutan secara sederhana yang dilakukan dengan memadukan antara Pemberian Mikro Organisme Lokal, Bahan Organik yang berasal dari serasah hutan dengan alat Bor Tanah yang dirancang secara khusus, adapun Urutan pekerjaan praktek penggunaan metode ini adalah sebagai berikut :

1. Pasang ajir tanaman sesuai dengan jarak tanam

2. Siapkan Bor tanah yang dirancang khusus

dengan ukuran panjang 100 cm dan ujungnya dari baja berbentuk seperti mata Bor ,tahan karat dan menghasilkan lubang dengan diameter 10 cm

3. Putar kearah kanan sehinggga kedalaman 50 Cm.

(2)

Q

4. Lubang telah terbentuk dengan ukuran dalam 50 cm dan diameter 10 cm.

5. Bersihkan piringan tanaman disekitar lubang tanam.

6. Larutkan Dekomposer dari Mikro Organisme Lokal (MOL) dengan dosis 100 Mili liter kedalam gembor yang berisi air bersih

sebanyak 10 liter air

7. Aduk hingga merata .

(3)

R

8. Siramkan larutan mikroba tersebut ke bahan organik yang berasal dari daun

leguminose/kacang2an, atau serasah dari

limbah hutan.

9. Aduk hingga merata sampai kelembaban 85

%

10. Masukkan kedalam lubang bahan organik tersebut sampai ketinggian 40 cm kemudian timbun dengan tanah,sisakan 10 cm untuk lubang tanaman.

11. Masukkan bibit tanaman sengon dengan lebih dulu melepas polybag dengan hati-

hati.kemudian siram lubang tersebut dengan larutan mikroba sampai jenuh air.

(4)

S

12. Bumbun tanaman

sengon tersebut dengan tanah yang ada disekitar piringan tanaman.

13. Tutup bumbunan tanah disekitar tanaman dengan mulsa dari daun-daunan, guna mengurangi penguapan dan menciptakan iklim mikro yang baik bagi pertumbuhan tanaman.

Kelebihan Penggunaan metode Bioplantboor adalah sebagai berikut : 1. Alatnya mudah digunakan murah, praktis, ringan dan mudah dibawa kelokasi

areal tanam.

2. Hasil Uji coba dengan metode tersebut tanaman mengalami stagnasi sangat rendah pada awal tanam karena kondisi iklim mikro disekitar tanaman lembab dan penguapan sangat rendah sehingga mendukung pertumbuhan tanaman.

3. Tanaman dapat tumbuh subur karena adanya bantuan lubang biopori yang terbentuk secara alami oleh aktivitas mikrobia dan makrobia disekitar akar tanaman, yang melapukkan bahan organik secara perlahan sehingga ada keseimbangan keadaan Fisik, Kimia dan biologi tanah yang dapat menyediakan unsur hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

4. Dalam Satu Hectar dengan jarak tanam 2 x 3 meter maka jumlah populasi tanaman sebanyak 1650 batang, berarti pula dengan metode tersebut terdapat lubang biopori yang terbentuk disekitar lubang tanam sebanyak 1650 unit/buah, sehingga dapat berfungsi sebagai resapan air sekaligus dapat mendukung program konservasi tanah dan air / Rehabilitasi Hutan dan Lahan, karena limpasan aliran permukaan lebih terkendali dan banyak meresap kedalam tanah dan sedikit yang mengalir di permukaan tanah.

5. Erosi tanah dapat diperkecil, dan kesuburan tanah dapat ditingkatkan dengan penambahan bahan organik dan mikroba yang menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman.

6. Metode tersebut dapat memperbaiki struktur dan tekstur tanah.

7. Penambahan bahan organik ke lahan sangat dianjurkan untuk mengatasi hilangnya unsur hara pada saat panen.

(5)

1

HUTAN TANAMAN RAKYAT Oleh : Agus Budhi Prasetyo

PENDAHULUAN

Sebuah terobosan baru belum lama ini dimunculkan pemerintah dalam upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan melalui program Hutan Tanaman Rakyat. Program HTR di harapkan mampu mampu meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sekitar hutan yang sebagian besar tergolong miskin.

Sebuah nuansa baru pengelolaan kehutanan belum lama ini dimunculkan pemerintah dalam upaya memberdayakan masyarakat sekitar hutan. Dalam bab 1 pasal 1: 19 PP no 6 th 2007 disebutkan Hutan Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.

Program HTR merupakan terobosan baru dalam mengentaskan kemiskinan penduduk di sekitar hutan. Berdasarkan sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, mengindikasikan jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 juta orang. BPS menggambarkan bahwa kurang lebih 48,8 juta di antaranya tinggal di sekitar kawasan hutan dan sekitar 10,2 juta orang di antaranya tergolong dalam kategori miskin. Penduduk yang bermata pencaharian langsung dari hutan sekitar 6 juta orang dan sebanyak 3,4 juta orang di antaranya bekerja di sektor swasta kehutanan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah kemudian mengajukan program HTR dengan memberikan jatah lahan 15 hektare bagi tiap kepala keluarga. Dengan total lahan yang dicadangkan seluas 5,4 juta ha, maka ada sekitar 360.000 kepala keluarga yang mendapat jatah HTR. Dengan asumsi tiap keluarga terdapat 5 anggota, maka program HTR diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan sebesar 1.800.000 penduduk.

Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah siapakah yang menjadi sasaran pembangunan HTR, seperti apakah pola yang akan dikembangkan, bagaimana mekanisme pembangunan HTR tersebut, dan bagaimana standar biaya serta pendanaannya.

PEMBAHASAN

Seperti disebutkan diatas HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Merujuk pengertian ini sasaran dari pembanguan HTR adalah masyarakat yang berada di dalam dan atau di sekitar hutan, masyarakat disini terdiri dari perorangan atau kelompok masyarakat yang dapat diberikan ijin pengelolaan hutan, kemudian kawasan hutan yang dapat menjadi sasaran lokasi HTR adalah kawasan hutan produksi yang tidak

(6)

produktif, tidak dibebani izin/hak lain, letaknya diutamakan dekat dengan industri hasil hutan dan telah ditetapkan pencadangannya oleh Menteri Kehutanan. Dalam pengembangannya, Hutan Tanaman Rakyat ini kedepan akan menggunakan 3 pola yakni :

a. HTR Pola Mandiri, adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHK- HTR.

b. HTR Pola Kemitraan, adalah HTR yang dibangun oleh Kepala Keluarga pemegang IUPHHK- HTR bersama dengan mitranya berdasarkan kesepakatan bersama dengan difasilitasi oleh pemerintah agar terselenggara kemitraan yang menguntungkan kedua pihak.

c. HTR Pola Developer, adalah HTR yang dibangun oleh BUMN atau BUMS dan selanjutnya diserahkan oleh Pemerintah kepada Kepala Keluarga pemohon IUPHHK-HTR dan biaya pembangunannya menjadi tanggung jawab pemegang ijin dan dikembalikan secara mengangsur sejak Surat Keputusan IUPHHKHTR diterbitkan.

Pembangunan HTR ini diharapkan ke depan mampu meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan sehingga diperlukan kerangka acuan dalam pengembangannya agar tidak terjadi kesimpang-siuran dalam implementasinya di lapangan. Adapun tahapan-tahapan dalam pembangunan HTR selanjutnya diatur pula mekanisme penetapan pencadangan lokasi HTR dan prosedur perijinan HTR seperti tersebut dibawah ini :

Mekanisme Penetapan Pencadangan Lokasi HTR

a. Alokasi dan Penetapan Areal Pembangunan HTR dilakukan oleh Menteri Kehutanan dengan Kriteria : Kawasan HP yang tidak produktif, tidak dibebani izin/hak dan diutamakan dekat dengan Industri Hasil Hutan.

b. Untuk pembangunan HTR, Ditjen Planologi atas nama Menteri Kehutanan menyampaikan peta arahan indikatif lokasi HTR per provinsi kepada Bupati dengan tembusan kepada : Dirjen BUK, Sekjen, Gubernur, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai BUKH.

c. Dirjen BUK melakukan sosisalisasi program Pembangunan HTR dan peta arahan indikatif lokasi HTR kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.

d. Sekjen Kemenhut melaksanakan sosialisasi tentang Pembiayaan Pembangunan HTR melalui BLU cq. Pusat Pembiayaan Pembangunan Kehutanan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.

e. Kepala BPKH memberikan asistensi teknis kepada Dinas Kehutanan provinsi/kabupaten/kota berdasarkan petunjuk teknis dari Dirjen Planologi.

(7)

f. Kepala Dinas Kehutanan kabupaten/kota menyampaikan pertimbangan teknis kawasan areal tumpang tindih perizinan, rehabilitasi dan reboisasi, program pembangunan daerah kepada Bupati/Walikota dilampiri dengan peta lokasi HTR Skala 1: 50.000.

g. Bupati/Walikota menyampaikan usulan rencana pembangunan HTR kepada Menteri Kehutanan dilampiri peta usulan lokasi HTR Skala 1: 50.000 yang ditembuskan kepada Dirjen BUK dan Dirjen Planologi.

h. Dirjen Planologi melakukan verifikasi peta usulan lokasi HTR lalu menyiapkan lokasi pencadangan areal HTR dan hasilnya disampaikan kepada Dirjen BUK.

i. Dirjen BUK melakukan verifikasi administrasi dan teknis lalu menyiapkan konsep keputusan Menteri Kehutanan tentang penetapan lokasi pencadangan areal HTR dan dilampiri peta pencadangan areal HTR serta mengusulkannya kepada Menteri Kehutanan.

j. Menteri Kehutanan menerbitkan pencadangan areal untuk pembangunan HTR dan disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan Gubernur

k. Bupati/Walikota menyampaikan sosialisasi ke desa/masyarakat, bisa melalui LSM pusat, provinsi atau kabupaten/kota.

Mekanisme Perijinan HTR

Dalam mekanisme perijinan ini di bagai dalam dua kelompok yaitu :

A. Perorangan atau Kelompok Tani

a. Pemohon (perorangan atau kelompok tani) mengajukan permohonan IUPHHKHTR kepada Bupati/Walikota melalui Kepala Desa, pada areal yang telah dialokasikan dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan

b. Persyaratan permohonan yang diajukan oleh Pemohon yakni Foto copy KTP, Surat Keterangan dari Kepala Desa bahwa benar pemohon berdomisili di desa tersebut dan sketsa areal yang dimohon dilampiri dengan susunan anggota kelompok.

c. Kepala Desa melakukan verifikasi keabsahan persyaratan permohonan oleh perorangan atau Kelompok Tani dan membuat rekomendasi kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Camat dan Kepala BP2HP

d. Kepala BP2HP melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan sketsa/peta areal yang dimohon hasilnya disampaikan kepada Bupati sebagai pertimbangan teknis.

(8)

e. Kepala BPKH atau pihak lain yang mewakili melakukan pengukuran, verifikasi lahan dan perpetaan dan hasilnya disampaikan kepada Bupati sebagai pertimbangan teknis.

f. Bupati/ Walikota menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTR kepada perorangan atau Kelompok atas nama Menteri Kehutanan yang dilampiri peta areal kerja skala 1: 50.000 dengan tembusan Menteri Kehutanan, Dirjen BUK, Dirjen Planologi dan Gubernur.

g. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang menangani bidang kehutanan melaporkan kepada Menteri Kehutanan, rekapitulasi penerbitan Keputusan IUPHHK-HTR secara periodik tiap 3 (tiga) bulan.

B. Koperasi

Selain untuk perorangan, pengajuan IUPHHK-HTR ini dapat dilakukan melalui koperasi yang dibentuk oleh perorangan/kelompok tani yang berminat. Adapun mekanisme permohonan perijinannya adalah sebagai berikut :

a. Pemohon mengajukan permohonan IUPHHK-HTR kepada Bupati/Walikota pada areal yang telah dialokasikan dan ditetapkan oleh Menteri Kehutanan

b. Persyaratan permohonan yang diajukan oleh Pemohon yakni Foto copy Akte Pendirian koperasi, Surat Keterangan dari Kepala Desa bahwa benar Koperasi dibentuk di desa tersebut dan Peta areal yang dimohon dilampiri dengan Skala 1:5000 atau 1:10.000 serta dilampiri dengan susunan anggota Koperasi

c. Kepala Desa melakukan verifikasi keabsahan persyaratan permohonan oleh koperasi dan membuat rekomendasi kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Camat dan Kepala BP2HP

d. Kepala BP2HP melakukan verifikasi persyaratan administrasi dan sketsa/peta areal yang dimohon hasilnya disampaikan kepada Bupati/Walikota sebagai pertimbangan teknis.

e. Kepala BUKH atau pihak lain yang mewakili melakukan pengukuran, verifikasi lahan dan perpetaan dan hasilnya disampaikan kepada Bupati/Walikota sebagai pertimbangan teknis.

f. Bupati/ Walikota menerbitkan Keputusan IUPHHK-HTR kepada koperasi atas nama Menteri Kehutanan yang dilampiri peta areal kerja skala 1: 50.000 dengan tembusan Menteri Kehutanan, Dirjen BUK, Dirjen Planologi dan Gubernur.

g. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang menangani bidang kehutanan melaporkan kepada Menteri kehutanan, rekapitulasi penerbitan Keputusan IUPHHK-HTR secara periodik tiap 3 (tiga) bulan.

Dalam skema pembangunan HTR, jenis tanaman yang dapat dikembangkan terdiri dari :

(9)

A. Tanaman Hutan Berkayu,

Tanaman hutan berkayu ini di bagi dalaam beberapa kelompok jenis yaitu : 1. Kayu Pertukangan, antara lain :

a. Kelompok Jenis Meranti (Shorea sp)

b. Kelompok Jenis Keruing (Dipterocarpus sp) c. Kelompok Jenis Non Dipterocarpaceae :

1. Jati (Tectona grandis)

2. Sengon (Paraserianthes falcataria) 3. Sonokeling (Dalbergia latifolia) 4. Mahoni (Swietenia macrophylla)

5. Kayu Hitam (Diospyros celebica) 6. Akasia (Acacia mangium)

7. Rajumas (Duabanga molucana) 8. Sungkai (Peronema canescens) 2. Kayu Serat, antara lain :

1. Eucaliptus (Eucalyptus spp) 2. Akasia (Acacia mangium) 3. Tusam (Pinus merkusii) 4. Gmelina (Gmelina arborea)

B. Tanaman Budidaya Tahunan Berkayu

Yang termasuk jenis tanaman budidaya tahunan berkayu tersebut adalah : 1. Karet (Hevea brasiliensis)

2. Durian (Durio zibethinus) 3. Nangka (Artocarpus integra) 4. Mangga (Mangifera indica) 5. Rambutan (Nephelium lapaceum) 6. Kemiri (Aleuritus moluccana) 7. Duku (Lansium domesticum) 8. Pala (Myristica fragrans)

C. Komposisi Tanaman Pokok

Prosentase komposisi jenis tanaman untuk pembangunan HTR ditetapkan sbb : - Tanaman Hutan Berkayu ± 70%

- Tanaman Budidaya Tahunan Berkayu ± 30%

Pemegang izin dapat melakukan kegiatan Tumpang Sari Tanaman Budidaya musiman/Palawija diantara tanaman pokok s/d 2-3 tahun.

(10)

Pengaturan letak komposisi jenis tanaman pokok disesuaikan dengan jarak tanam, kesesuaian persyaratan tempat tumbuh dan kondisi fisiografi lapangan.

Referensi lengkap mengenai jenis-jenis pohon “Buku Informasi Kesesuaian Jenis Pohon untuk Hutan Tanaman”.

Pembiayaan HTR

Permasalahan pelik dalam pembangunan HTR yakni persoalan dana. Maklum saja pembangunan hutan tanaman tidak bisa diagunkan (non collateral), produksi kehutanan bersifat jangka panjang (non bankable) dan risiko usaha yang tinggi sehingga investor kurang tertarik dalam melakukan pembiayaan

pembangunan hutan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah kemudian membentuk lembaga keuangan alternatif dalam rangka mendukung pembangunan HTR. Pada 5 Februari 2007, Menteri Keuangan dan Menteri Kehutanan menyepakati terbentuknya Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan (BP2H) yang merupakan salah satu instansi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU). Tugas dari BP2H adalah memfasilitasi pemberian pinjaman dana bergulir bagi pembangunan hutan; serta mencari dan mengelola dana hibah dari negara dan lembaga donor yang terkait dengan pembangunan hutan. Adapun pihak yang dapat memanfaatkan dana ini adalah Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Swasta /Badan Usah Milik Daerah dan perusahaan patungan BUMN dengan BUMS atau Koperasi yang bergerak di bidang kehutanan, Koperasi dan Kelompok Tani Hutan dengan persyaratan secara umum merupakan pemegang ijin pemanfaatan hutan tanaman, tidak dalam daftar hitam dalam perbankan, memiliki tenaga teknis kehutanan, memiliki NPWP dan tidak mempunyai tunggakan pajak, serta memenuhi syarat untuk memperoleh pinjaman sesuai ketentuan yang diatur menteri kehutanan. Bunga pinjaman untuk Badan Usaha Berbadan Hukum dikenakan pada suku bunga yang berlaku di bank umum sedangkan untuk koperasi dan kelompok tani dikenakan bunga sesuai tingkat bunga yang perlaku di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Pengembalian pinjaman ini dilakukan setelah panen/daur tanaman dengan cara sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman/akad kredit.

Bilamana terjadi penyimpangan maka akan diberlakukan sanksi seperti berikut : a) Dalam hal debitur BUMN/S/D jika tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman dikenakan sanksi denda sebesar 2% (dua persen) pertahun ditambah bunga dengan tingkat suku bunga yang berlaku pada bank umum per tahun. b) Dalam hal debitur Koperasi atau Kelompok Tani Hutan, ketua kelompok dan anggota kelompok tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam perjanjian pinjaman, dikenakan sanksi tanggung renteng untuk memenuhi kewajibannya. Mekanisme pinjaman dana ini khusus HTR dapat dilihat dalam skema berikut :

(11)

Sumber : Presentasi BLU-BPPH, 2007

PENUTUP

Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat sebagai kebijakan Pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan (pro-poor), menciptakan lapangan kerja baru (pro-job) dan ekonomi (pro-growth) sebagaimana menjadi agenda revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, sekaligus juga merupakan implementasi dari Kebijakan Prioritas Kementerian Kehutanan dalam Revitalisasi Sektor Kehutanan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Sektor kehutanan diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional, perbaikan lingkungan, mensejahterakan masyarakat dan memperluas lapangan kerja.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pelaksanaannya benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat adalah sebagai berikut :

a) Proses birokrasi hendaknya lebih disederhanakan sehingga waktu pengurusan IUPHHK-HTR dan Penetapan Pencadangan Lokasi HTR bisa lebih dipercepat.

Lengkap/

tolak

(1-8 thn) PANEN

Ya

Gagal/ Tolak Pemohon

HTR

BP2H ( Lai- Adm)

Cek Lapangan

Akad Kredit

Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat

BP2H

(Evaluasi)

Pencairan bertahap

(12)

b) Penetapan Lokasi pembangunan dan pengembangan hutan tanaman rakyat secara cermat dengan memperhatikan sebaran lokasi industri pengolahan kayu, pasar kayu olahan, serta ketersediaan sarana-prasarana untuk menjangkau industri dan pasar.

c) Peran aktif pemerintah daerah dalam sosialisasi pembangunan HTR.

d) Pengembangan HTR ini sebaiknya terintegrasi dengan pengembangan KPHP.

e) Pelibatan lembaga penelitian kehutanan dalam hal ini Badan Litbang Kehutanan untuk proses alih teknologi peningkatkan kemampuan masyarakat dalam pembangunan (termasuk teknik pembukaan lahan yang ramah lingkungan) dan pengelolaan hutan tanaman (termasuk pengendalian hama-penyakit), serta pemasaran hasil dari hutan tanaman.

f) Pendampingan yang intensif untuk mengembangkan kelembagaan masyarakat.

g) Kemudahan bagi masyarakat untuk mencapai sumber pendanaan.

h) Fasilitasi oleh pemerintah untuk membangun kemitraan antara masyarakat dengan industri dan pasar kayu agar nantinya pola kemitraan pada pembangunan HTR tidak menjadi sistem ijon baru dan justru merugikan masyarakat.

(13)

KAMPANYE BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA BAKIRIANG

BALAI KSDA SULAWESI TENGAH

Oleh:

POPPY OKTADIYANI, S.Hut.1

Suaka Margasatwa (SM) Bakiriang merupakan kawasan pengawetan sumber daya alam hayati dan penyangga kehidupan, kawasan ini menyimpan beberapa komunitas tumbuhan dan satwa endemik Sulawesi yang langka/ terancam punah di Provinsi Sulawesi Tengah seperti Burung Maleo (Macrocephalon maleo), Monyet hitam sulawesi (Macaca tonkeana), Musang coklat (Macrogalidia muschenbroeckii), Nuri sulawesi (Tanygnatus sumatranus), Rangkong sulawesi (Rhyticeros cassidix) yang perlu dijaga keberadaanya dari aktifitas manusia seperti perburuan, pembukaan lahan, kebakaran hutan karena dapat menyebabkan kepunahan tumbuhan maupun satwa tersebut.

Burung maleo (Macrocephalon maleo) yang merupakan salah satu spesies kunci dari kawasan Suaka Margasatwa (SM) Bakiriang serta harta karun bagi Sulawesi Tengah dan bagi masyarakat seluruh dunia. Mengingat maskot ini mempunyai makna yang besar bagi masyarakat Sulawesi Tengah, yaitu sebagai lambang kemandirian karena Burung Maleo mulai hidup mandiri sejak dalam lokasi peneluran serta sebagai lambang kesetiaan karena Burung Maleo ini bersifat monogami yang hidup setia sampai mati dengan pasangannya.

Statusnya saat ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa adalah ‘Dilindungi’. Menurut CITES/

organisasi perdagangan tumbuhan dan satwa liar dunia termasuk kategori ‘Appendix I’ (Daftar spesies hidupan liar yang tidak boleh diperdagangkan secara internasional) sedangkan menurut IUCN/ organisasi konservasi alam dunia adalah ‘terancam punah’, sehingga perlunya dilakukan upaya pelestarian Burung Maleo dari kepunahan.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) telah menetapkan Burung Maleo (Macrocephalon maleo) sebagai salah satu dari 14 (empat belas) spesies terancam punah Indonesia yang akan ditingkatkan populasinya sebesar 3% (tiga persen) dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) Program Rencana Strategis 2010 – 2014. Balai KSDA Sulawesi Tengah mendapat tugas untuk meningkatkan populasi spesies terancam punah sebanyak 4 (empat) jenis termasuk Burung Maleo

o¡‹„· ·⁄?j¡⁄· \‹\‹?l· \?a\ \ ?jrc`?r· \•¡ ?s¡‹£\⁄

(14)

Q

(Macrocephalon maleo), spesies yang lainnya Anoa (Bubalus quarlesii dan Bubalus depressicornis), Babirusa (Babyrousa babyrussa), dan Burung Kakak Tua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea).

Dalam rangka menyadarkan semua pihak dalam melestarikan Burung Maleo, Balai KSDA Sulawesi Tengah bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, MGDP PT Pertamina EP, PT. Donggi Senoro LNG, dan Kelompok Kerja Konservasi Maleo (K3M) melaksanakan Kampanye Pelestarian Burung Maleo di SM Bakiriang pada tanggal 7 Oktober 2013. Acara ini dihadiri oleh Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, Direktur Jenderal PHKA diwakili oleh Kepala Sub Direktorat Pemanfaatan dan Pengawetan Jenis Direktorat KKH, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lingkup Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Banggai, Kepala Balai Besar dan Kepala Balai Unit Pelaksana Teknis Kemeterian Kehutanan di Provinsi Sulawesi Tengah, General Manager MGDP PT Pertamina EP, Presiden Direktur PT Donggi Senoro LNG, dan masyarakat sekitar kawasan SM Bakiriang.

Dalam kampanye ini diisi acara seperti pameran konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; penanaman pohon untuk pemulihan ekosistem SM Bakiriang; kunjungan ke lokasi Konservasi Ex-situ di lokasi PT. Donggi Senoro LNG Desa Uso Kecamatan Batui; serta pelepasan/ re-stocking Burung Maleo ke habitat aslinya SM Bakiriang. Sumber anakan Burung Maleo yang dilepasakan yaitu 27 (dua puluh tujuh) ekor diperoleh dari hasil Konservasi In-situ yaitu penetasan semi alami di SM Bakiriang kerjasama dengan MGDP PT Pertamina EP dan penetasan semi alami Balai KSDA Sulawesi Tengah di luar kawasan SM Bakiriang; serta hasil Konservasi Ex-situ dengan teknologi inkubator di lokasi PT. Donggi Senoro LNG Desa Uso Kecamatan Batui sebanyak 11 (sebelas) ekor. Setelah kegiatan restocking Burung Maleo ini rencana dilanjutkan dengan kegiatan penanaman di areal nesting ground Burung Maleo seluas 2 (dua) Ha dengan jenis Palapi, Nyantoh, Kemiri, Cemara laut, Ketapang, dan Rhizophora. Upaya penanaman ini akan terus dilakukan bersama dalam rangka konservasi dalam perbaikan habitat Maleo di SM Bakiriang.

Konservasi Burung Maleo tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dari satu sektor saja, tetapi harus melibatkan stakeholder terkait, antara lain pemerintah daerah, lintas Kementerian, LSM, Perguruan Tinggi, sektor swasta, dan masyarakat.

Beberapa sektor swasta yang telah terlibat saat ini adalah Matindok Gas Development Project (MGDP) PT Pertamina EP sesuai dengan Perjanjian Kerjasama antara Balai KSDA Sulawesi Tengah dengan PT Pertamina EP Nomor: 116/IV.K-26/1/2010 dan Nomor: 008/EP2Q10/2010-S0 tanggal 3 Februari 2010 tentang Kerjasama

(15)

R

Pengelolaan Kawasan SM Bakiriang Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah untuk Area Perlintasan Pipa PT Pertamina EP serta PT Donggi Senoro LNG sesuai Perjanjian Kerajasama antara Balai KSDA Sulawesi Tengah dengan PT Donggi Senoro LNG tentang Pelestarian Burung Maleo (Macrocephalon maleo) Nomor:

S.421/IV.K-26/1/2013 dan Nomor: 004/DSLNG-AGR/IV/2013 tanggal 11 April 2013.

Selain sektor swasta, dari pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ikut berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian Burung Maleo, seperti Kelompok Kerja Konservasi Maleo (K3M) dan Aliansi Tompotika (AlTo). Maka dari itu mari kita dukung oleh kita semua program pelestarian SM Bakiriang dan termasuk di dalamnya pelestarian Burung Maleo sebagai warisan sumberdaya alam di Sulawesi Tengah.

Seperti yang dikatakan Kepala Balai KSDA Sulawesi Tengah dalam akhir sambutannya “Saya selaku pengelola kawasan SM Bakiriang, sangat berharap agar upaya pelestarian Burung Maleo di SM Bakiriang tidak hanya menjadi tanggung jawab satu sektor pemerintahan saja, tetapi harus melibatkan stakeholders terkait, antara lain pemerintah daerah, lintas Kementerian, LSM, Perguruan Tinggi, dan sektor swasta serta kesadaran masyarakat. Mengingat jenis Burung Maleo ini merupakan sumberdaya alam yang ‘terancam punah’, sehingga perlunya upaya pelestarian Burung Maleo dari kepunahan”.

(16)

PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus) Oleh : Jumali, SP.

Penyuluh Kehutanan Kab. Sleman

I. Pendahuluan

Tanaman durian merupakan tanaman buah berupa pohon. Tanaman durian semula berupa tanaman liar yang berasal dari hutan Malaysia,Sumatra, dan Kalimantan. Buah durian sangat digemari hampir semua orang dan sudah dikenal di Asia Tenggara sejak abad VII Masehi. Buah durian rasanya manis, harum dengan warna dagingnya putih sampai kekuningan dan banyak mengandung kalori, vitamin, lemak dan protein. Di Thailand budidaya tanaman durian sudah dilakukan secara intensif dalam kawasan berbentuk kebun yang cukup luas, sedang di Indonesia pada umumnya masih berupa tanaman yang di tanam di pekarangan.

Manfaat tanaman durian selain diambil buahnya, pohonnya dapat dipakai sebagai pencegah erosi di lahan yang miring, batangnya dapat digunakan sebagai bahan tinggi, sehingga bangunan, bijinya mempunyai kandungan pati cukup dapat dipakai sebagai alternatif pengganti makanan, kulitnya dapat dipakai sebagai bahan abu gosok yang bagus.

II. Syarat Tumbuh a. Iklim.

Durian tumbuh dengan baik di daerah tropika basah dengan curah hujan > 2.000 mm/tahun dan tersebar merata sepanjang tahun dengan lama bulan basah 9-10 bulan/tahun dan 1-2 bulan kering sebelum berbunga. Intensitas cahaya 40-50%, dengan suhu 22-30ºC.

b. Ketinggian Tempat.

Ketinggian tempat yang baik antara 100-500 M dpl, jika ditanam pada daerah yang lebih tinggi akan menurunkan mutunya.

c. Tanah.

1) Tanaman durian akan tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 5-7 dan optimum pada pH 6-6,5.

(17)

2) Kondisi drainase lahan harus baik, dengan kedalaman air tanah antara 50-150 cm dan 150-200 cm, karena akar durian sangat peka (busuk) bila terendam air.

3) Tanah grumosol dan andosol cocok untuk tanaman durian.

4) Tanah subur dan kaya kandungan bahan organik.

III. Budidaya

a. Pengolahan lahan.

1) Lahan dibersihkan dari rerumputan, sisa tebangan, tanaman liar, kemudian dibajak/dicangkul

2) Di sekitar kebun perlu dibuat saluran drainase guna menghindari adanya genangan.

3) Kegiatan pengolahan lahan dilakukan sebelum musim hujan.

b. Penanaman.

1) Jarak tanam 10 x 10 M untuk jenis durian genjah, dan 12 x 12 M untuk jenis durian sedang dan dalam.

2) Lubang tanam dengan ukuran 80 x 80 x 70 cm atau 70 x 70 x 60 cm atau disesuaikan dengan jenis tanah dan kondisi lahan, tanah galian bagian atas (20 cm) dipisahkan dengan tanah galian bagian bawah dan dibiarkan selama 2-3 minggu.

3) Lubang tanam ditutup kembali, dengan tanah galian atas lebih dahulu dimasukkan setelah dicampur dengan pupuk organik/pupuk kompos sebanyak + 30 kg/lubang.

4) Penanaman dilakukan awal musim hujan pada sore hari agar bibit yang sudah ditanam tidak langsung terkena matahari.

5) Bibit ditanam sekitar 5 cm di atas pangkal batang dan diikat pada batang kayu/bambu agar tanaman dapat tumbuh tegak lurus.

6) Bibityang sudah ditanam sebaiknya diberi naungan untuk menghindari sengatan matahari curah hujan yang lebat. Naungan dapat dibongkar setelah tanaman berumur 3-5 bulan.

7) Tanah di sekitar tanaman sebaiknya ditutup rumput/jerami kering sebagai mulsa, agar kelembaban tanah dapat stabil.

c. Pemeliharaan.

1) Penyiangan, dilakukan untuk membuang gulma yang tumbuh di sekitar tanaman (1 m dari batang pohon) yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman.

2) Penyiraman, hal-hal yang perlu diperhatikan :

a. Tahap awal pertumbuhan penyiraman dilakukan setiap hari pagi dan sore hari, tetapi tanah tidak boleh tergenang terlalu lama (terlalu basah).

b. Kebutuhan air pada masa vegetatif 4-5 L/hari dan pada masa produktif 10-12 L/hari.

c. Setelah tanaman berumur satu bulan penyiraman dilakukan 3x/minggu. Jika tanaman sudah berbuah, penyiraman harus diperhatikan karena kalau kekurangan air dapat mengakibatkan kerontokan buah.

d. Tanaman durian akan membutuhkan banyak air setelah panen karena diperlukan untuk memulihkan kondisi tanaman menjadi normal kembali.

3) Pemupukan pada tanaman yang belum berbuah, dilakukan dengan dosis sbb:

a. Pemupukan NPK (15:15:15) dilakukan 2 kali/tahun, dengan dosis sbb:

1. Tanaman umur 1 tahun, dosis pupuk NPK 40 - 80 gr/pohon/tahun.

2. Tanaman umur 2 tahun, dosis pupuk NPK 150 - 300 gr/pohon/tahun.

3. Tanaman umur 3 - 4 tahun, dosis pupuk NPK 400 - 600 gr/pohon/tahun.

b. Pupuk organic/kompos/pupuk kandang diberikan setahun sekali pada akhir musim hujan dengan dosis minimal 15-20kg/pohon.

(18)

4) Pemupukan pada tanaman yang sudah menghasilkan/berbuah, dengan dosis/pohon sbb :

a. Sesudah pemangkasan, pupuk organik 40-60 kg, urea 670 gr, SP-36 890 gr, KCl 530 gr

b. Saat pucuk mulai menua, urea 335 gr, SP-36 445 gr, KCl 265gr

c. Dua bln setelah pemupukan kedua, urea 180 gr, SP-36 650 gr, KCl 150 gr d. Saat muncul bunga, urea 45 gr, SP-36 225 gr, KCl 100 gr

e. Satu bulan sbelum panen, urea 180 gr, SP-36 650 gr, KCl 150gr.

5) Cara memupuk, dibuat selokan melingkari tanaman dengan garis tengah selokan disesuaikandengan lebarnya tajuk pohon. Kedalaman selokan dibuat 20-30 cm dan tanah cangkulan disisihkan di pinggirnya. Sesudah pupuk disebarkan secara merata ke dalam selokan, tanah tadi dikembalikan untuk menutup selokan dan diratakan.

Apabila tanah dalam keadaan kering segera lakukan penyiraman.

6) Pemangkasan akar.

a. Pemangkasan akar akan menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman sampai 40% selama 1 musim. Selama itu pula tanaman tidak dipangkas.

Pemangkasan akar selain membuat tanaman menjadi cepat berbuah juga meningkatkan kualitas buah, buah lebih keras dan lebih tahan lama.

b. Waktu pemotongan akar paling baik pada saat tanaman mulai berbunga, paling lambat 2 minggu setelah berbunga. Jika dilakukan melewati batas, hasil

c. tanaman durian diiris sedalam 60-90 cm dan sejauh 1,5-2 meter dari panen berkurang dan pertumbuhan terhambat.

d. Cara pemotongan: kedua sisi barisan pangkal batang.

7) Pemangkasan bentuk, dilakukan dengan : a. Tanaman sudah berumur 1 tahun.

b. Pelihara satu batang utama, potong calon cabang primer yang tidak diinginkan (cabang dengan pertumbuhan terlalu panjang, tidak normal atau terserang hama &

penyakit), cabang-cabang primer terpilih diatur jaraknya sekitar 40-60 cm.

c. Pertumbuhan cabang diarahkan supayamendatar atau

membentuk sudut sekitar 90 derajat dengan batang utama, dengan mengikat pucuk cabang dengan tali yang diberi pemberat.

d. Tunas-tunas liar yang tumbuh di cabang terpilih harus dipangkas dan sisakan 1-2 cm dari pangkal cabang.

e. Tinggi tanaman dipertahankan sekitar 4 m dari permukaan tanah dan cabang terendah berjarak 0,7-1 m dari permukaan tanah.

f. Oleskan pada bagian yang dipangkas dengan ter/meni/pestisida 8) Pemangkasan pemeliharaan, dilakukan dengan :

a. Tanaman sudah mulai berproduksi pertama

b. Memangkas cabang bersudut kecil, cabang dan ranting yang terserang hama &

penyakit. Pemangkasan ranting pada cabang besar/produktif dibersihkan dengan menyisakan 1/3 bagian ujung

c. Memangkas cabang/tunas liar yang tumbuh tidak pada tempatnya

d. Memangkas dahan dan ranting yang rapat, bersilangan atau tersembunyi/terlindung

e. Memangkas dahan dan rantingyang lemah serta tajuk bagian atas yakni turun 1 ruas pada ujung ranting (terminal)

f. Memangkas dahan dan ranting yang pertumbuhannya ke arah dalam tajuk atau ke

(19)

arah bawah

g. Pertahankan ketinggian optimal 3-4 m atau 5-6 m

h. Oleskan pada bagian yang dipangkas dengan ter/meni/pestisida

9) Penyerbukaan buatan, dilakukan dengan :

a. Mengumpulkan serbuk sari dalam kantong plastic bersih dengan menggoyang- goyangkan bunga atau disapu dengan kuas halus

b. Melakukan penyerbukan buatan pada malam hari jam 19.00-21.00, dengan mengoleskan serbuk sari ke kepala putik memakai kuas halus

10) Penjarangan buah. Penjarangan buah bertujuan untuk mencegah kematian durian agar tidak menghabiskan energinya untuk proses pembuahan. Penjarangan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup, rasa buah, ukuran buah dan frekuensi pembuahan setiap tahunnya. Penjarangan dilakukan bersamaan dengan proses pengguguran bunga, begitu gugur bunga selesai, besoknya harus dilakukan penjarangan (tidak boleh ditunda-tunda).

Penjarangan dilakukan secara :

a. Penjarangan secara mekanis, dilakukan :

1. Pada saat buah sebesar bola tenis dengan menyisakan tiap dompol 1-2 buah dengan bentuk normal, sehat dan bebas dari hama & penyakit,

2. Buah tidak saling bersinggungan dengan membuat jarak antara dompol dalam satu cabang 20-30 cm.

b. Penjarangan kimiawi, yaitu dengan menyemprotkan hormon tertentu (Auxin A), pada saat bunga atau bakal buah baru berumur sebulan. Pada saat itu sebagian bunga sudah terbuka dan sudah dibuahi. Ketika hormon disemprotkan, bunga yang telah dibuahi akan tetap meneruskan pembuahannya sedangkan bunga yang belum sempat dibuahi akan mati dengan sendirinya.

d. Hama dan Penyakit.

1. Hama

a) Penggerek buah (Jawa : Gala-gala), bagian yang diserang buah.

Gejala, buah yang diserang kadang-kadang jatuh sebelum tua. Pengendalian dilakukan dengan cara :

1) Kultur teknis yaitu,

membungkus/membrongsong buah terpilih sejak dini

pengasapan di bawah pohon pada sore hari untuk mengusir imago

2) Mekanis yaitu, mengumpulkan buah yang terserang hama dan gugur untuk dimusnahkan/dikubur

3) Biologis yaitu, menggunakan semut rang-rang untuk mengusir imago atau menggunakan musuh alami lain yaitu lalat Tachinidea (Argyroplax basifulfa), Ventura, sp.

4) Kimiawi yaitu, penyemprotan insektisida, seperti Basudin, Sumithion 50 AC, Thiodan 35 EC, dengan dosis 2-3 cc/liter air.

b) Lebah mini, gejala, bagian yang diserang ranting dan daun.

Gejala: penggerekan ranting-ranting muda dan memakan daun- daun muda.

Pengendalian yaitu, menggunakan parvasida, seperti Hostathion 40 EC (Triazofos 420 gram/liter), dan insektisida, seperti Supracide 40 EC dosis

(20)

420 gram/liter dan Temik 106 (Aldikarl 10%).

c) Ulat penggerek bunga.

Gejala : kuncup bunga terserang akan rusak dan putiknya banyak yang berguguran, benang sari dan tajuk bunga rusak semua, sedangkan kuncup dan putik patah karena luka digerek ulat.

Pengendalian yaitu, menyemprotkan obat-obatan seperti Supracide 40 EC, Nuvacrom SWC, Perfekthion 400 EC (Eimetoat 400 gram/liter).

d) Kutu loncat durian, bagian yang diserang daun.

Gejala : kutu loncat bergerombol menyerang pucuk daun yang masih muda dengan cara menghisap cairan pada tulang-tulang daun sehingga daun-daun akan kerdil dan pertumbuhannya terhambat; setelah menghisap cairan, kutu ini mengeluarkan cairan getah bening yang pekat rasanya manis dan merata ke seluruh permukaan daun sehingga mengundang semut-semut bergerombol.

Pengendalian dilakukan dengan cara :

1) Kultur teknis yaitu, dilakukan sanitasi kebun terutama daun kering

2) Mekanis yaitu, daun dan ranting-ranting yang terserang dipangkas dan dimusnahkan

3) Kimiawi yaitu, menyemprotkan insektisida Supracide 40 EC dosis 100-150 gram/5 liter air.

e) Penggerek batang dan cabang.

Gejala : adanya lubang kecil bekas gerekan pada batang, dahan atau ranting dan mengeluarkan cairan dan kotoran berwarna kemerahan, akibatnya tanaman kering, daun layu/rontok dan mati.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara :

1) Kultur teknis, sanitasi kebun dari gulma dan tanaman inang seperti tanaman jeruk, kopi, kakao, sirsak dll.

2) Mekanis, memotong bagian tanaman yang terserang 5 cm di bawah lubang gerek, kemudian membakarnya supaya larva mati atau memasukkan kawat ke dalam lubang gerekan sehingga larva mati karena tertusuk kawat.

3) Biologis, menggunakan musuh alami yaitu Brazon zeuzerae (fam. Tachinidea) dan cendawan Beauveria bassiana.

4) Kimiawi, aplikasi parafin karbolinium plantarum dengan dosis 2 cc/L atau menginfus tanaman menggunakan insektisida sistemik melalui batang atau ujung akar.

f) Rayap, bagian yang terserang batang.

Gejala : adanya alur atau terowongan dari tanah yang menempel di batang.

Pengendalian dilakukan dengan cara :

1) Kultur teknis yaitu, membersihkan kebun dari sisa bonggol kayu atau gulma dan membersihkan batang tanaman dari alur/terowongan rayap

2) Kimiawi yaitu, menggunakan Furadan disekeliling pohon dengan dosis 30- 50 gr/pohon atau aplikasi insektisida Decis 2,5 EC, Diazinon 600 EC sesuai dosis anjuran.

g) Kumbang daun dan buah muda.

Gejala : adanya perubahan warna pada bagian yang terserang (warna perunggu) serta permukaan atas daun terdapat bercak berwarna kekuningan.

Pengendalian dilakukan dengan cara:

1) Biologis, menggunakan musuh alami predator dari Fam. Coccinellidae dan Chrysophidae.

2) Kimiawi, aplikasi akarisida Antimit 570 EC (bahan aktif progargit) dosis 7

(21)

cc/liter.

h) Penggerek biji.

Gejala : lubang pada kulit buah kemudian masuk ke dalam daging buah hingga ke dalam biji.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara :

1) Kultur teknis yaitu, memusnahkan buah dan biji yang terserang 2) Mekanis yaitu,

membungkus/membrongsong buah terpilih sejak dini

pengasapan di bawah pohon pada sore hari untuk mengusir imago

3) Kimiawi yaitu, penyemprotan dengan insektisida terdaftar dan berijin, dilakukan setelah tanaman selesai berbunga.

i) Kutu dompolan, bagian yang terserang bunga dan buah.

Gejala : bunga dan buah muda yang terserang menjadi gugur. Pengendalian dilakukan dengan cara :

1) Kultur teknis yaitu,

Pemupukan dan pengairan yang seimbang, sesuai rekomendasi hindarkan tanaman durian dari tanaman inang hama

2) Mekanis yaitu, sanitasi lingkungan dengan memusnahkan bagian tanaman yang terserang dan membersihkan gulma di sekitar tanaman durian

3) Biologis yaitu,

pemanfaatan musuh alami seperti semut hitam, cendawan parasit Empusa fresenil, atau predator Cryptolaemus montrouzieri

penggunaan insektisida botani seperti larutan umbi bawang putih dicampur cabai

4) Kimiawi yaitu,

aplikasi insektisida bila dijumpai kerusakan buah 20% setelah penjarangan ketiga

mencegah datangnya semut yang membawa kutu, dengan cara melilitkan kain, yang telah dibasahi insektisida, pada batang/cabang tanaman.

j) Tupai, bagian yang terserang buah.

Gejala : bagian permukaan kulit buah rusak sampai bagian daging buah.

Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Mekanis yaitu,

melakukan pembersihan tanaman terutama pada bagian yang menjadi sarang tupai

mengusir tupai dengan cara gropyokan, perangkap,atau menembak dengan senapan angin

2) Kimiawi yaitu, dengan umpan buah-buahan yang sudah diberi racun, seperti Klerat atau Furadan.

2. Penyakit

a) Phytopthora parasitica dan Pythium complectens, bagian yang terserang buah.

Gejala : daun durian yang terserang menguning dan gugur mulai dari daun yang tua; cabang pohon kelihatan sakit dan ujung- ujungnya mati, diikuti dengan berkembangnya tunas-tunas dari cabang di bawahnya; kulit di atas permukaan tanah menjadi coklat dan membusuk; pembusukan pada akar hanya terbatas pada akar-akar sebelah bawah, tetapi dapat meluas dari ujung akar lateral sampai ke akar tunggang; dilihat dari luar akar yang sakit tampak normal, tetapi jaringan

(22)

kulitnya menjadi colat tua dan jaringan pembuluh menjadi merah jambu.

Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis yaitu,

pilih bibit durian kerikil untuk batang bawah karena jenis ini lebih tahan terhadap serangan jamur sehingga dapat terhindar dari serangan penyakit busuk

upayakan drainase yang baik agar tanah tidak terlalu basah dan air tidak mengalir ke permukaan tanah pada waktu hujan

2) Mekanis yaitu, pohon yang sakit dibongkar sampai ke akarnya dan dibakar.

b) Kanker batang.

Gejala : kulit batang durian yang terserang mengeluarkan blendok (gum) yang gelap; jaringan kulit berubah menjadi merah kelam, coklat tua atau hitam;

bagian yang sakit dapat meluas ke dalam sampai ke kayu; daun-daun rontok dan ranting-ranting muda dari ujung mulai mati.

Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis yaitu :

a) Perbaikan drainase agar air hujan tidak mengalir di permukaan tanah b) menanam tanaman yang tahan terhadap penyakit tersebut

c) memangkas daun yang tidak produktif untuk mengurangi kelembaban kebun

d) melakukan rotasi tanaman

e) melakukan pemupukan dengan pupuk organik/kandang yang dicampur kapur dan mengupayakan pH tanah 6,5

2) Mekanis yaitu, eradikasi tanaman sakit parah/mati, kulit yang sakit dikerok/dibuang sampai bagian yang sehat kemudian dibakar. Luka kerokan dibuat oval meruncing di bagian tas dan bawah sehingga luka cepat tertutup.

Luka kerokan kemudian diolesi fungisida dan ditutup dengan karbolinum 3) Biologis yaitu, aplikasi jamur antagonis, Trichoderma

harzianum, ke permukaan tanah

4) Kimiawi yaitu, mengkored/mengupas kulit yang sakit sampai ke kayunya yang sehat dan potongan tanaman yang sakit harus dibakar, sedangkan bagian yang terluka diolesi fungisida, misalnya Difolatan 4 F 3%.

c) Jamur upas, bagian yang diserang cabang tanaman.

Gejala : pada cabang-cabang dan kulit kayu terdapat benang- benang jamur mengkilat seperti sarang laba-laba pada cabang-cabang. Jamur berkembang menjadi kerak berwarna merah jambu dan masuk ke dalam kulit dan kayu sehingga menyebabkan matinya cabang.

Pengendalian dilakukan dengan cara :

1) Kultur teknis yaitu, memangkas bagian tanaman yang tidak produktif untuk mengurangi kelembaban

2) Mekanis yaitu, jika jamur sudah membentuk kerak merah jambu sebaiknya dilakukan pemotongan cabang kira-kira lebih 30 cm ke bawah ke bagian yang berjamur dan dimusnahkan

3) Kimiawi,

Melumasi cabang yang terserang dengan fungisida, misalnya calizin RM menyemprotkan Antrocol 70 WP (propineb 70,5%), dosis 100-200 gram/liter air atau 1-1,5 kg/ha aplikasi.

d) Busuk buah.

Gejala awal serangan terdapat bercak-bercak basah berwarna coklat

(23)

kehitaman pada kulit buah, kemudian busuk pada bagian yang terserang terbentuk miselium dan sporangia berwarna putih.

Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis yaitu,

Perbaikan drainase supaya tanah tidak terlalu basah/lembab

areal pertanaman dibersihkan dari tanaman inang patogen seperti pepaya, nenas, jeruk dan coklat

2) Mekanis yaitu,

memangkas daun dan dahan yang kurang diperlukan untuk mengurangi kelembaban

pemusnahan buah yang terserang penyakit

menghindari buah hasil panen bersentuhan dengan tanah tinggi cabang terbawah minimal 1 m.

e) Busuk akar.

Gejala : timbulnya bercak nekrotik pada akar lateral dimulai dari bagian ujung;

pada tingkat serangan yang tinggi, di atas permukaan tanah terdapat ujung cabang pohon yang mati, diikuti dengan berkembangnya dari cabang di bawahnya, daun layu dan gugur.

Pengendalian dilakukan dengan cara : 1) Kultur teknis yaitu,

perbaikan drainase agar tanah tidak terlalu lembab/basah penggunaan batang bawah yang tahan penyakit

2) Mekanis yaitu,

menghindari luka mekanis pada bagian akar dan pangkal batang pada waktu pemeliharaan tanaman

membongkar (eradikasi) tanaman yang terserang berat dan akarnya dimusnahkan

3) Kimiawi yaitu, menggunakan fungisida sistemik dengan cara dikocorkan atau diinfuskan ke akar

f) Bercak daun.

Gejala : adanya bercak-bercak kecil basah pada daun yang semakin melebar, daun kemudian mengering dan gugur. Pengendalian dilakukan dengan cara :

1) Kultur teknis yaitu, memperlebar jarak tanam.

2) Kimiawi yaitu, penyemprotan fungisida dan penyiraman yang teratur sejak dari pembibitan

IV. Daftar Pustaka

Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Depatemen Pertanian, 2006. Standard Operating Procedure (SOP) Durian Sitokong, Kabupaten Kutai Kertanegara

Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, 2010. Standard Operating Procedure (SOP) Durian Kajang, Kabupaten Tanggamus

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2000. Tentang Budidaya Pertanian Durian (Bombaceae sp).

(24)

PENINGKATAN MODAL SOSIAL PENYULUHAN KEHUTANAN

Oleh

Pramono Dwi Susetyo

PENDAHULUAN

Sebagaimana yang tertuang dalam Undang- Undang No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan pasal 3 dinyatakan bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal sosial dan seterusnya. Dalam ayat penjelasannya disebutkan bahwa pengembangan sumberdaya manusia antara lain peningkatan semanagat, waawasan, kecerdasan, ketrampilan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membentuk kepribadian yang mandiri.

Sedangkan peningkatan modal sosial antara lain pembentukan kelompok, gabungan kelompok/asosiaisi, manajemen, kepemimpinan, akses modal dan akses informasi. Pembahasan yang diinformasikan pada bab dibawah ini adalah peningkatan modal sosial ditinjau dari sektor kehutanan yang mungkin dapat dijadikan sebagai reference untuk dikembangkan lebih lanjut.

PEMBENTUKAN KELOMPOK

Dalam Keputusan Menteri Kehutanan 132/Menhut- II/2004 tentang Pedoman Umum Penyuluhan Kehutanan, yang dimaksud dengan penyuluhan kehutanan pada intinya adalah proses pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menguatkan dan mengembangkan kelembagaan masyarakat serta pendampingannya. Kelembagaan masyarakat adalah kelompok masyarakat didalam dan di sekitar hutan yang dibentuk dan dikembangkan secara partisipatif, bergerak dibidang usaha kehutanan yang bersifat produktif berbasis ekonomi, lingkungan ,sosial , budaya dan agama.

Jelas sudah bahwa dalam kegiatan penyuluhan kehutanan harus terjadi interaksi dan mengandung unsur penyuluh, kelompok tani hutan (kelembagaan), pemberdayaan dan pendampingan yang terus menerus.

L. Suhardiyono, mendeskripsikan bahwa kelompok tani (termasuk tani hutan) adalah kumpulan sejumlah petani yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama dan terikat secara informal.

Dalam pembentukannya kelompok tani biasanya dipimpin oleh ketua kelompok yang dipilih atas dasar musyawarah dan mufakat diantara anggota anggota kelompok tani. Pada waktu pemilihan ketua kelompok tani, sekaligus dipilih

(25)

kelengkapan struktur organisasi kelompok tani yaitu sekretaris, bendahara, serta seksi seksi yang akan mendukung kelompoknya.

Jumlah seksi seksi yang ada disesuaikan dengan tingkat dan volume kegiatan yang

akan dilakukan dengan

mempertimbangkan jumlah anggota kelompok yang ada. Masing masing pengurus kelompok dan anggota kelompok harus memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas dan dapat dimengerti oleh setiap anggota yang diserahi tugas. Kelompok harus memiliki dan menegakkan peraturan peraturan yang berlaku bagi setiap anggota kelompoknya, dengan sangsi sangsi yang jelas dan tegas.

Biasanya jumlah anggota kelompok berkisar antara 10 sampai dengan 25 orang anggota.

Disamping pengorganisasian kelompok, tugas kelompok yang tak kalah pentingnya adalah membuat administrasi keanggotaan dan menyusun program kerja kelompok tani. Selain itu kelompok tani harus memantau hasil pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui hasil fisik pekerjaan yang telah dicapai baik secara kualitas maupun kuantitas hasil pekerjaannya.

Guna kelompok tani dapat berkembang dengan wajar, maka penyuluh harus mengarahkan agar perkembangan kelompok dapat berlangsung secara dinamais , dan diarahkan agar kelompok

tani dapat mempersiapkan kader kader pengurus kelompok yang akan menjadi penerus dari generasi pengurus sekarang demi kesinambungan dan eksistensi kelompok tani dimasa yang akan datang.

Struktur Organisasi Kelompok Tani

Seringkali masyarakat yang tinggal didalam dan sekitar hutan dibuat tidak berdaya hanya karena aturan perudangan yang mengukungnya, meskipun mereka telah menetap turun temurun beberapa generasi disana. Akses masuk kekawasan hutan selama ini malah makin hari makin dipersulit. Dengan telah terbitnya PP No 6 Tahun 2007 pengganti PP No.34 Tahun 2002 maka akses masyarakat kekawasan hutan makin dibuka dan dipermudah.

Masyarakat tidak hanya dianggap sebagai obyek tetapi dianggap sebagai subyek yang harus terlibat dalam pemanfaatan kawasan hutan yang telah menghidupinya bertahun tahun.

Guna memperoleh manfaat SDH secara optimal dan adil, dilakukan

Sekretaris Bendahara

Seksi II Seksi III Seksi I

Ketua

(26)

pemberdayaan masyarakat setempat melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya. Yang dimaksud dengan masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal didalam dan atau disekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktifitasnya dapat berpenguruh pada ekosistem hutan.

Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui kegiatan Hutan Desa, Hutan Kemsyarakatan dan Kemitraan.

Pada areal hutan yang belum dibebani ijin pemanfaatan hutan atau hak pengelolaan hutan, dilakukan melalui Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan. Sedangkan pada areal yang telah dibebani ijin pemanfaatan hutan, pemberdayaan masyarakatnya dapat dilakukan dengan Pola Kemitraan.

Dalam kegiatan hutan desa pelibatan kelompok masyarakat terdapat dalam pasal 87 (1) yang menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat setempat melalui hutan desa dilakukan dengan memberikan hak pengelolaan kepada lembaga desa. Sedangkan dalam kegiatan hutan kemasyarakatan terdapat dalam pasal 96 (ayat 3) yang menyatakan bahwa IUPHHK (Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Hutan Kemasyarakatan) diberikan

kepada kelompok masyarakat setempat berupa koperasi.

Salah satu kegiatan baru dan sedang digalakkan pemerintah sekarang adalah kegiatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Meskipun aspek bisnis (ekonomi) ditonjolkan sebagaimana Hutan Tanaman Industri, namun tak kalah pentingnya unsur pemberdayaan masyarakat sangat kuat.

Masyarakat didalam dan disekitar hutan harus menjadi subyek dalam kegiatan ini dengan membentuk kelompok berupa koperasi misalnya. Kementerian Kehutanan telah mengalokasikan kawasan hutan produksi yang terindikasi tidak produktif untuk ditetapkan sebagai areal HTR seluas 5,4 juta hektar. Untuk realisasi pelaksanaannya, pada tahap pertama akan dilakukan klarifikasi kondisi riil dilapangan. Kawasan hutan produksi tersebut tersebar pada 8 propinsi yaitu Sumut, Sumbar, Riau, Sumsel untuk Sumatera dan Kalbar, Kalsel, Kalteng dan Kaltim untuk Kalimantan dan 102 kabupaten di P. Sumatera dan Kalimantan.

Alokasi lahan tersebut direncanakan selesai tahun 2010, dengan asumsi bahwa alokasi lahan untuk pembangunan HTR setiap tahun rata rata 1,4 juta hektar.

Penetapan lokasi didua pulau besar tersebut karena pertimbangan bahwa konsentrasi industri perkayuan Indonesia masih terfokus di lokasi tersebut.

(27)

Kelompok Pelaku Utama

Masyarakat yang menjadi binaan penyuluh kehutanan dikenal dengan kelompok tani hutan , yang dikembangkan dengan pendekatan berbasis lingkungan, ekonomi dan sosial. Berdasarkan data yang ada saat ini, jumlah kelompok binaan yang tercatat sebanyak 27.363 kelompok tani dengan jumlah anggota 1.328.040 orang.

Berdasarkan klasifikasi tingkatan kemampuannya maka sebagian besar jumlah kelompok tersebut, yakni 48 % masih tergolong kelas pemula, sedangkan 20 % kelompok tani madya, 28 % kelompok tani lanjut, sisanya 4 % merupakan kelompok tani utama.

Kelompok pelaku utama yang sudah ada dan harus ada dalam kegiatan pembangunan kehutanan adalah kelompok tani Hutan Kemasyarakatan, kelompok tani Hutan Desa, kelompok tani Hutan Tanaman Rakyat, kelompok tani PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) yang dilakukan Perum Perhutani di P.

Jawa, kelompok tani Program Sosial Forestry, kelompok tani melalui PMDH (Pembinaan Masyarakat Desa Hutan) oleh Pengusaha HPH dan kelompok tani hutan lainnya.

Kelompok Pelaku Usaha

Kelompok pelaku usaha biasanya tergabung dalam asosiasi asosiasi seperti ; APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan

Indonesia), Apkindo (Asosiasi Pengusaha Kayu Lapis Indonesia), Asmindo (Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajianan Indonesia), API (Asosiasi Perlebahan Indonesia), Asosiasi Mebel Rotan Indonesia, Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Asosiasi Masyarakat Pengusaha Industri Penggergajian Kayu Indonesia, dan asosiasi hasil hutan dan industri kecil kehutanan lainnya.

GABUNGAN KELOMPOK/ASOIASI Dalam kegiatan penyuluhan kehutanan gabungan kelompok tani (Gapoktan) hutan masih belum dikenal luas karena kegiatan pembangunan kehutanan masih bersifat parsial tidak sebagaimana kegiatan pembangunan pertanian yang mengenal adanya hamparan sehingga gapoktan sangat dibutuhkan.

Untuk masa yang akan datang, dengan adanya program baru HTR dalam pembangunan kehutanan bukan mustahil apabila diperlukan adanya gapoktan hutan, mengingat kegiatan ini membutuhkan lahan dan hamparan hutan yang cukup luas.

Bagi pelaku usaha besar dibidang kehutanan telah dikenal adanya asosiasi pengusaha sesuai dengan jenis usahanya sebagaimana telah dibahas diatas.

MANAJEMEN

Manajemen dalam arti luas menurut Sondang P. Siagian adalah seni

(28)

memperoleh hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang lain.

Lebih jauh dijelaskan bahwa dalam kegiatan manajemen terdapat fungsi fungsi manajemen yang sangat pokok yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

Dalam UU No. 16 Tahun 2006, kegiatan perencanaan penyuluhan dituangkan dalam programa penyuluhan.

Programa penyuluhan terdiri atas programa penyuluhan desa/keluruhan atau unit kerja lapangan, programa penyuluhan kecamatan, programa penyuluhan kabupaten/kota, programa penyuluhan propinsi, dan programa penyuluhan nasional. Programa penyuluhan disusun setiap tahun yang memuat rencana penyuluhan tahun berikutnya dengan memperhatikan siklus anggaran masing masing tingkatan mencakup pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya sebagai dasar pelaksanaan penyuluhan. Kegiatan pengorganisasian dinyatakan dalam pembentukan organisasi kelembagaan berupa Badan Koordinasi, Badan Pelaksana, Balai Penyuluhan dan Pos Penyuluhan.

Kegiatan pelaksanaan penyuluhan dilakukan oleh penyuluh dengan menyusun dan melaksanakan rencana kerja tahunan berdasarkan program penyuluhan.

Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyuluhan yang

diselenggarakan baikm oleh pemenrintah daerah maupun swasta atau swadaya.

Pada manajemen tingkat kelompok tani hutanpun harus berlaku sebagimana fungsi fungsi manajemen yang ada.

Tingkat perencanaan diimplementasikan dalam program kerja kelompok yang disusun bersama secara partisipatif, ditingkat pengorganisasian dibentuk kelompok dengan struktur dan tanggung jawab yang jelas. Sedangkan ditingkat pelaksanaan anggota kelompok saling bahu membahu untuk melaksanakan progam kerja yang telah disusun guna mencapai tujuan bersama yang saling menguntungkan.

Pengawasan harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan dan sekaligus dilakukan evaluasi untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan diartikan sebagai kegiatan mempengaruhi orang orang agar suka berusaha mencapai tujuan tujuan yang telah ditetapakan kelompok (Moekiyat,1989). Lebih lanjut Siagian (1987) mengatakan bahwa inti dari manajemen adalah pengambilan keputusan yang tepat. Sedangkan dalam pengambilan keputusan faktor utama yang menonjol adalah kepemimpinan yang efektif. Dalam penyelenggaraan penyuluhan kepemimpinan yang efektif berada

(29)

ditangan Kepala Badan Penyuluhan baik di tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota, Kepala Balai maupun Kepala Pos Penyuluhan. Disamping itu para penyuluh baik ditingkat ahli maupun terampil secara fungsional melekat jiwa kepemimpinan dalam membina dan mendampingi masyarakat. Dalam organinasi kelompok tani, kepemimpinan berada dan menjadi tanggung jawab ketua kelompok.

AKSES MODAL

Akses modal, akses pasar dan akses informasi merupakan satu kesatuan komponen yang tak terpisahkan dalam kegiatan yang ekonomi (binis). Dalam skala petani biasanya modal merupakan faktor utama dalam memulai, menggerakkan dan membesarkan kegiatan agrisilvobisnis. Berbagai upaya pemerintah telah ditempuh untuk membantu permodalan petani hutan dengan skim kredit yang murah dan mudah. Sebagai contoh Kementerian Kehutanan sejak tahun 1988/1989 telah menyalurkan Kredit Usaha Tani Konservasi Daerah Aliran Sungai (KUKDAS) dan pada tahun 1993/1994 – 1997/1998 diperluas di 21 propinsi di Indonesia. Penyaluran KUK- DAS kepada petani mencapai Rp. 41,9 milyar. Sejak tahun 1997 penyaluran kredit ini diperluas untuk kegiatan Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) dan Kredit Usaha Persuteraan Alam (KUPA). Sampai

dengan tahun 2000, penyaluran KUHR mencapai Rp. 107, 5 miyar dan KUPA mencapai Rp. 29,7 milyar. Namun sayang ketiga jenis kredit murah untuk petani ini berhenti karena berbagai hal dan kendala.

Mulai awal tahun 2007, pemerintah mengenalkan program/kegiatan baru kepada petani hutan berupa Hutan Tanaman Rakyat yang juga mendapat bantuan permodalan dari pemerintah.

Pemerintah mengalokasi dana Rp.

9,7 triliun untuk pembangunan HTR tersebut. Menteri Keuangan selaku pemegang otoritas keuangan telah setuju dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) di Kementerian Kehutanan dengan nama Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan (BP2H) dengan sumber pembiayaan dari Dana Reboisasi (DR) Rekening Pembangunan Hutan.

Kegiatan pembangunan HTR ini diharapkan akan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 360 ribu kepala keluarga (KK), dengan luasan 15 hektar setiap KK.

Disamping itu, saat ini pemerintah melalui Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah menyiapkan Kredit Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) untuk masyarakat kecil dan menengah termasuk diantaranya dapat dimanfaatkan oleh petani.

AKSES INFORMASI

Akses informasi adalah kemampuan kelompok tani/petani

(30)

memanfaatkan informasi yang terkait dengan usaha melalui berbagai sarana dan prasarana yang ada, dengan cara yang mudah, murah dan cepat. Akses informasi dapat diperoleh melalui berbagai cara dan sarana. Media massa surat kabar, radio, telivisi merupakan sarana efektif untuk memperoleh informasi. Teknologi terbaru yang kini dikenal cepat, mudah dan murah adalah melalui internet yang dapat menembus batas negara, ideologi, agama dan sebagainya. Melalui internet petani dapat dengan mudah mengakses pasar, modal, paket teknologi terbaru bahkan dapat berkomunikasi melalui surat elelektronik (email) dengan sesama petani dimana saja dan kapan saja. Dibidang pertanian, akses informasi nampaknya telah lebih maju satu langkah. Microsoft raksasa di perangkat lunak (software) komputer menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB) dukung revitalisasi pertanian lewat Teknologi Informasi (TI). Melalui program ini Microsoft akan mendirikan pusat belajar berbasis masyarakat yang disebut Community Training Learning Center (CTLC) untuk petani didaerah yang memiliki keterbatasan akses terhadap informasi. Enam diantaranya ditempatkan di Jawa Barat dan satu di Kalimatan Timur. Diharapkan pemenuhan kebutuhan akan akses informasi menjadi salah satu upaya mengurangi ketergantungan petani kepada tengkulah, dapat memperluas

pasar, meningkatkan produksi, meningkatkan taraf hidup dan terus mengembangkan pengetahuannya dengan petani lain.

(31)

PENYULUH KEHUTANAN EX OFFICIO

Oleh Pramono DS

Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi dan Perpustakaan Sekretariat Badan P2SDM Kehutanan

Sungguh naif bilamana seorang Kepala Balai Taman Nasional (BTN) misalnya, kurang berminat dan selalu menghindar untuk bertemu serta bermusyawarah dengan masyarakat yang merambah kawasan hutan di wilayah kerjanya. Barangkali Kepala BTN ini lupa atau kurang menyadari bahwa secara ex officio, karena jabatannya; yang bersangkutan merangkap sekaligus sebagai fungsi penyuluh kehutanan – meskipun bukan jabatan fungsional penyuluh- yang harus berinteraksi dengan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.

UU Nomor 16 Tahun 2006 hanya mengenal tiga kriteria penyuluh yaitu penyuluh PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya. Pengertian penyuluh kehutanan adalah perorangan warga Negara Indonesia yang melakukan kegiatan penyuluhan. Merujuk pada pengertian penyuluh tersebut maka setiap kepala satuan kerja (Satker) tingkat pusat maupun daerah khususnya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan di lapangan karena jabatannya (ex officio) sadar maupun tidak sadar, telah melakukan kegiatan penyuluhan di lapangan.

Bentuknya dalam kegiatan pendampingan, pemberdayaan, sosialisasi dan sejenis yang melibatkan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Yang termasuk dalam katagori Penyuluh Kehutanan Ex Officio (PKEO) ini antara lain adalah Polisi Kehutanan dan PPNS digarda depan, Kepala UPT seperti Taman Nasional (TN), Balai Koservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) , Balai Pengelolaan DAS (BPDAS), Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP), Balai Sutera Alam (BPA), Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) dan UPT lainnya. Di tingkat pusat yang menyandang PKOE adalah Menhut, dirjen teknis, Kepala Badan P2SDM Kehutanan, Kepala Badan Litbang dan Kepala Pusat Penyuluhan. Di tingkat daerah, satker yang masuk jajaran PKOE adalah Kepala Dinas

(32)

Kehutanan Provinsi/Kabupaten, Sekretaris Bakor Penyuluhan Provinsi dan Kepala Bapel Penyuluhan Kabupaten/Kota, para pemangku hutan di jajaran BUMN sektor kehutanan.

Di Pulau Jawa misalnya, Perum Perhutani selaku BUMN pemangku kawasan hutan di Jawa; sudah sejak beberapa tahun terakhir ini telah melaksanakan fungsi ex officio sebagai penyuluh bagi para petugas dijajaran depan yaitu Kepala Resort Pemangkuan Hutan (KRPH) atau lebih dikenal dengan sebutan Mantri Hutan.

Dengan slogan ”drop the gun” para Mantri Hutan ini dididik dan dilatih di Pusdiklat Perhutani Madiun tentang pengetahuan komunikasi sosial (komsos) yang salah satu materi ajarnya adalah tentang ilmu penyuluhan. Pada level jajaran diatasnya yaitu KBKPH atau Asper juga diterapkan pelatihan yang sama. Seyogyanya hal ini juga berlaku untuk level pemangku hutan Perum Perhutani pada manajemen paling atas yaitu KKPH atau Administratur yang materi ajarnya sudang barang tentu berbeda pada setiap jenjang manajemennya.

Pada era sekarang, Mantri Hutan tidak hanya bertugas menjaga keamanan kawasan hutannya, tetapi juga harus mampu untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat sekitar tentang program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

VIP Penyuluhan Kehutanan

Guna memperoleh manfaat yang berdaya guna dan berhasil guna dari sinergitas antara PKOE dan PK maka PKOE perlu terlebih dahulu mendalami VIP Penyuluhan Kehutanan. VIP yang dimaksud adalah visi, interpretasi dan persepsi tentang penyuluhan kehutanan.

Visi tentang penyuluhan kehutanan berarti harus memahami tentang Renstra Kementerian Kehutanan 2010 – 2014 yang menyangkut tupoksinya sendiri yang lebih teknis maupun penyuluhan dan Renstra Badan P2SDMK yang sementara dalam proses penyusunan.

Dalam Renstra Kemhut tersebut disebutkan bahwa dalam misi ke 7 (tujuh) atau terakhir dari 7 (tujuh) misi Kemhut adalah mewujudkan sumberdaya manusia kehutanan yang professional.

Misi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas SDM kehutanan yang professional melalui pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan kehutanan. Sedangkan sasaran strategisnya adalah

(33)

terbentuknya 50 kerjasama kemitraan melalui peningkatan peranserta pelaku utama dan pelaku usaha dalam pemberdayaan masyarakat. Program, kegiatan dan indikator kinerja penyuluhan kehutanan adalah terbentuknya 50 kerjasama kemitraan melalui peningkatan peranserta pelaku utama dan pelaku usaha dalam pemberdayaan masyarakat, terbentuknya 500 kelompok masyarakat produktif mandiri dan sertifikasi PK sebanyak 1500 orang.

Interpretasi atau penafsiran tentang penyuluhan kehutanan antar PKOE dari pusat dan daerah harus sama. Dengan adanya UU No. 16 tahun 2006 , sasaran penyuluhan kehutanan telah bergeser dan lebih fokus pada masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Semua kegiatan yang terkait dengan pemberdayaan, pendampingan dan sosialisasi PK dan penyuluhan hadir disana baik secara fisik maupun psikis.

Secara kelembagaan penyelenggaraan penyuluhan kehutanan didaerah harus berkoordinasi dengan Badan Koordinasi (Bakor) Penyuluhan ditingkat provinsi dan Badan Pelaksana (Bapel) Penyuluhan ditingkat kabupaten/kota. Sebagai turunan dari UU ini telah terbit PP 43 tahun 2009 tentang pembiayaan, pembinaan dan pengawasan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.

Dalam PP ini telah diperjelas dan dipertegas tentang biaya penyelenggaraan penyuluhan, biaya operasional kelembagaan penyuluhan, biaya operasional penyuluh PNS, biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana & prasarana dan tunjangan profesional dan profesi.

Sementara itu persepsi atau pemahaman tentang penyuluhan kehutanan PKOE perlu ditingkatkan dan dikembangkan. Melalui Permenhut No. P.9 tahun 2011 tentang pelimpahan sebagian urusan pemerintahan (dekonsentrasi) bidang kehutanan 2011 kepada 33 Gubernur pemerintah provinsi selaku wakil pemerintah termasuk di dalamnya adalah urusan penyuluhan.

Jenis urusan pemerintahan yang dilimpahkan dalam penyuluhan adalah pembinaan penyuluhan, fasilitasi penyuluhan, monitoring & evaluasi penyuluhan.

Melalui Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Pelaksanaan dan Teknis Dana Dekonsentrasi Penyuluhan yang diterbitkan setiap tahun, pembinaan penyuluhan antara lain meliputi kegiatan admnistrasi, peningkatan kapasitas SDM, pengembangan materi, biaya operasinal penyuluh. Fasilitasi penyuluhan antara lain meliputi kegiatan peningkatan ketrampilan

Gambar

Gambar 1. Karat Puru yang Menyerang Pohon Sengon Hutan Rakyat di Kab. Majalengka (Foto :
Gambar 2. Puru (gall) pada ranting pohon sengon (Foto : I ndri Puji Rianti, 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Pokea jantan dan betina tersebar dari kelompok ukuran dengan nilai tengah lebar masing-masing yaitu 1.55 – 6.01cm dan 2.06 – 5.98 cm.Jumlah populasi kerang pokea jantan

(3) Kegiatan usaha pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan

Endoparasit (parasit yang berada dalam tubuh ikan) yang mungkin menginfeksi ikan air tawar adalah dari golongan Metazoa. Dari golongan Metazoa yang mungkin menginfeksi ikan air

Berdasarkan data yang diperoleh dari website Wikipedia.com yang memuat artikel tentang Kota Tangerang, Kota Tangerang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi

[r]

Kami bersyukur bahwa tahun ini, Perusahaan mampu membukukan penjualan regular di Bintaro Jaya sebesar Rp 692 milyar di tahun 2010, meningkat 63% dari Rp 424 milyar

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan di Badan Amil Zakat Kota Bitung maka dapat diambil kesimpulan bahwa BAZNAS Kota Bitung belum menerapkan