• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH HARGA KOMODITI PANGAN TERHADAP INFLASI DI KOTA SIBOLGA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGARUH HARGA KOMODITI PANGAN TERHADAP INFLASI DI KOTA SIBOLGA SKRIPSI"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH HARGA KOMODITI PANGAN TERHADAP INFLASI DI KOTA SIBOLGA

SKRIPSI

OLEH :

WENNY PURNAMASARI SIREGAR 150304131

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)

SKRIPSI

OLEH:

WENNY PURNAMASARI SIREGAR 150304131

AGRIBISNIS

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

WENNY PURNAMASARI SIREGAR (150304131/AGRIBISNIS) dengan judul ANALISIS PENGARUH HARGA KOMODITI PANGAN TERHADAP INFLASI DI KOTA SIBOLGA. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Rahmanta,M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu, S.P.,MM.,DBA. sebagai Anggota Komisi Pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh harga komoditi pangan terhadap inflasi dalam jangka pendek dan jangka panjang di Kota Sibolga dan pengaruh inflasi sebelumnya terhadap inflasi di Kota Sibolga.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series berupa data bulanan dari harga komoditi pangan beras, cabai merah, bawang merah, telur ayam, dan daging ayam serta data bulanan dari inflasi di Kota Sibolga.

Metode penelitian yang digunakan yaitu model penyesuaian parsial atau Partial Adjustment Model (PAM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Harga beras berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi dalam jangka pendek dan panjang (2) Harga cabai merah berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi dalam jangka pendek dan panjang . (3)Harga bawang merah berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang.(4) Harga telur ayam berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Kota Sibolga (5) Harga daging ayam berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Kota Sibolga (6) Inflasi sebelumnya berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap inflasi di Kota Sibolga.

Kata Kunci : Harga komoditi pangan ,inflasi, Partial Adjustment Model (PAM)

(6)

ABSTRACT

WENNY PURNAMASARI SIREGAR (150304131 / AGRIBUSINESS) with the title ANALYSIS OF EFFECT OF FOOD COMMODITY PRICE INFLATION IN SIBOLGA. Led by Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si as Chairman of the Advisory Committee and Ibu Sri Fajar Ayu, SP, MM., DBA. as a Member of the Advisory Committee.

The purpose of this study was to determine the influence of food commodity prices on inflation in the short term and long term in Sibolga city and effecton inflation prior to inflation in Sibolga city. The data used in this research is time series data in the form of monthly data on prices of food commodities of rice, chili, onion, egg, and chicken as well as monthly data on inflation in Sibolga city. The method used in Partial Adjustment Model (PAM).

The result showed that (1) The price of rice has no significant negative effect on inflation in the short and long term (2) The price of chili has a positive and significant impact on inflation in the short and long term (3) The price of onion has a positive effect and no significant on inflation in the short and long term (4) The price of egg has a negative effect and no significant on inflation in the short and long term (5) The price of chicken has a positive effect and no significant on inflation in th short and long term (6) The previous inflation and no significant negative effect on inflation in Kota Sibolga.

KEYWORDS: food commodity price, inflation, Partial Adjustment Model (PAM)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Wenny Purnamasari Siregar, lahir di Medan pada tanggal 30 Maret 1998.

Penulis merupakan putri tunggal dari Alm.Bapak Ramlan Siregar,S.H. dan Almh. Ibu Agustina Harahap.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah sebagai berikut.

1. Tahun 2003 menempuh pendidikan di SD Negeri 067980 Medan dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2009.

2. Tahun 2009 menempuh pendidikan di SMP Negeri 5 Percut Sei Tuan Medan dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2012.

3. Tahun 2012 menempuh pendidikan di SMA Negeri 7 Medan dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2015.

4. Tahun 2015 menempuh pendidikan di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

5. Tahun 2018 melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Kampung Lalang, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian, penulis juga aktif dalam beberapa organisasi antaralain, UKM Himadita Nursery Fakultas Pertanian USU , IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian) FakultasPertanian USU, dan PEMA (Pemerintahan Mahasiswa) Fakultas Pertanian USU.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi dengan judul “Analisis Pengaruh Harga Komoditi Pangan Terhadap Inflasi Di Kota Sibolga” merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Kedua orang tua tersayang, Alm. Ayahanda Ramlan Siregar,S.H. dan Almh.

Ibunda Agustina Harahap dan keluarga besar dari Ayah dan Ibu yang telah mendukung penulis baik dalam dukungan moril maupun materi lsehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini pada waktu yang tepat.

2. Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Sri Fajar Ayu, SP., MM., DBA selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Kepada Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. selaku Ketua Program Studi Agibisnis dan Bapak Ir.Jufri,Msi. Selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini.

4. Para dosen Program Studi Agribisnis dan Fakultas Pertanian, serta staf pegawai Fakultas Pertanian yang telah berbagi ilmu kepada penulis selama menyelesaikan studi di Program Studi Agibisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(9)

5. Para sahabat Rhenata F.Y.S. Pardede, Tata Dwi Selvia ,Refika Zehan, Adys Ramadhani, Yuliana Jasmin, Haniva Savira, Rizka Ramadhani Nasution, Azura Khairunnisyah Daulay, dan Murdiansyah Putra Tambunan yang telah meluangkan waktu untuk membantu penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Teman – teman stambuk 2015 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan para sahabat UKM Himadita Nursery terkhusus stambuk 2015, Nuranggi Pratiwi, Nurul Ulfah Sari, Windi Pratiwi, Ria Hartati, Dicky Pranata Hakim, Dedi Kurniawan Batubara, Asmadi Risman Hasibuan, Iqbal Arya Ramadhan, dan Ridho Kurmawansyah yang telah membantu penulis selama penyelesaian skripsi ini.

8.Para pihak – pihak terkait yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu atas bantuan dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca untuk kesempurnaan skripsi ini dimasa mendatang.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semogas kripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Januari 2020

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

RIWAYAT HIDUP ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1 Pangan ... 9

2.1.2 Fluktuasi Harga Pangan ... 10

2.1.3 Pengertian Inflasi ... 12

2.1.4 Jenis – Jenis Inflasi ... 12

2.2 Landasan Teori ... 14

2.2.1 Teori Inflasi ... 14

2.2.2 Laju Inflasi ... 15

2.2.3 Hubungan Harga Komoditas Pangan dengan Inflasi ... 17

2.3 Rangkuman Penelitian Terdahulu ... 17

2.4 Kerangka Pemikiran ... 19

2.5 Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.3 Metode Analisis Data ... 22

3.3.1 Partial Adjustment Model (PAM) ... 22

3.3.2 Uji Asumsi Klasik ... 25

3.4 Defenisi dan Batasan Operasional ... 26

3.4.1 Defenisi Operasional ... 26

3.4.2 Batasan Operasional ... 27

(11)

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kota Sibolga ... 28

4.1.1 Sejarah Singkat Kota Sibolga ... 28

4.1.2 Kondisi Geografi ... 29

4.1.3 Kondisi Penduduk ... 31

4.1.4 Keadaan Ekonomi ... 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil ... 34

5.1.1 Uji Stasioner Data ... 34

5.1.2 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 35

5.1.3 Hasil Uji Partial Adjustment Model (PAM) ... 38

5.2 Pembahasan ... 40

5.2.1 Pengaruh Harga Beras Terhadap Inflasi ... 40

5.2.2 Pengaruh Harga Cabai Merah Terhadap Inflasi ... 41

5.2.3 Pengaruh Harga Bawang Merah Terhadap Inflasi ... 42

5.2.4 Pengaruh Harga Telur Ayam Terhadap Inflasi ... 43

5.2.5 Pengaruh Harga Daging Ayam Terhadap Inflasi ... 44

5.2.6 Pengaruh Inflasi Periode Sebelumnya Terhadap Inflasi ... 45

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 47

6.2 Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

Tabel 1 Harga Komoditas Pangan Tingkat Konsumen Kota Sibolga Tahun 2016 – 2018

6 Tabel 2 Jumlah Kelurahan dan Lingkungan Menurut Kecamatan 30 Tabel 3 Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Kota Sibolga Pertahun 31 Tabel 4 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, dan Rata – Rata Anggota

Rumah Tangga Kecamatan dan Kelurahan

32

Tabel 5 Hasil Uji Stasioner Data Tingkat Level 34 Tabel 6 Uji Hasil Uji Stasioner Data Tingkat First Difference 35 Tabel 7 Hasil Uji Multikoleniaritas VIF (Variance Inflation Factor) 36 Tabel 8 Hasil Uji Partial Adjustment Model (PAM) 38 Tabel 9 Hasil Estimasi Pengaruh Jangka Panjang 39 Tabel 10 Hasil Estimasi Pengaruh Jangka Panjang dan Jangka Pendek 40 Tabel 11 Hasil Uji Partial Adjustment Model (PAM) Harga Beras 40 Tabel 12 Hasil Uji Partial Adjustment Model (PAM) Harga Cabai

Merah

41

Tabel 13 Hasil Uji Partial Adjustment Model (PAM) Harga Bawang Merah

42

Tabel 14 Hasil Uji Partial Adjustment Model (PAM) Harga Telur Ayam

43

Tabel 15 Hasil Uji Partial Adjustment Model (PAM) Harga Daging Ayam

44

Tabel 16 Hasil Uji Partial Adjustment Model (PAM) Inflasi Sebelumnya

45

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

Gambar 1 Inflasi Nasional Tahun 2014 - 2018 2

Gambar 2 Inflasi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 – 2018 3 Gambar 3 Inflasi Kota Sibolga Tahun 2013 – 2018 4 Gambar 4 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Harga

Komoditi Pangan Terhadap Inflasi di Kota Sibolga

20

Gambar 5 Peta Kota Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah 29

Gambar 6 Luas Kecamatan di Kota Sibolga 30

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

Lampiran 1 Data Variabel Penelitian

Lampiran 2 Hasil Uji Stasioner Variabel Tingkat Level

Lampiran 3 Hasil Uji Stasioner Variabel Tingkat First Difference Lampiran 4 Hasil Uji Regresi Metode Partial Adjustment Model (PAM) Lampiran 5 Hasil Uji Multikoleniaritas

Lampiran 6 Hasil Uji Heterokedastisitas

Lampiran 7 Hasil Uji Autokorelasi Lampiran 8 Hasil Uji Normalitas

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inflasi merupakan salah satu indikator perekonomian yang penting dan menarik, laju perubahannya selalu di upayakan rendah dan stabil agar tidak menimbulkan penyakit makroekonomi yang nantinya akan memberikan dampak ketidakstabilan dalam perekonomian. Inflasi yang tinggi dan tidak stabil merupakan cerminan akan kecenderungan naiknya tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama periode waktu tertentu.

Dilihat dari faktor - faktor yang menyebabkan inflasi, inflasi dapat disebabkan dari sisi permintaan, sisi penawaran, maupun ekspektasi. Faktor yang juga menyebabkan inflasi tersebut merupakan gabungan dari ketiga faktor diatas.

Dalam ilmu ekonomi, terdapat dua variabel penting yang selalu dijadikan piranti dalam melakukan berbagai analisis ekonomi, termasuk dalam menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan inflasi ( Suseno dan Siti, 2009)

Dua variabel tersebut adalah permintaan dan penawaran agregat. Permintaan agregat pada dasarnya merupakan jumlah seluruh kebutuhan konsumsi dan investasi dalam suatu perekonomian. Sedangkan penawaran agregat adalah seluruh potensi yang dimiliki oleh suatu perekonomian untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan oleh perekonomian yang bersangkutan.

Penawaran agregat secara umum, mencerminkan seluruh kapasitas produksi yang dimiliki suatu perekonomian, dan pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang tersedia, teknologi, dan produktivitas.

(16)

0:00 1:12 2:24 3:36 4:48 6:00 7:12 8:24

9:36

Inflasi Nasional Tahun 2014 - 2018

2014

2015

2016

2017

2018

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia (Data Diolah )

Gambar 1. Inflasi Nasional Tahun 2014-2018 (%)

Setiap negara pasti mengalami inflasi, inflasi yang terjadi dapat diakibatkan oleh faktor yang berbeda-beda. Oleh karena itu pemerintah harus mampu mengendalikan faktor-faktor penyebab inflasi tersebut. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan inflasi diantaranya faktor nilai tukar Rupiah terhadap US$, pengeluaran pemerintah dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Ferayanti,dkk, 2014).

Pada Desember 2018 Indonesia mengalami inflasi sebesar 1,45 persen atau terjadi kenaikan indeks dari 145,11 pada November 2018 menjadi 147,21 pada Desember 2018.

Komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan inflasi, yaitu: telur ayam ras sebesar 0,09 persen; daging ayam ras sebesar 0,07 persen; bawang merah sebesar 0,05 persen; beras sebesar 0,03 persen; ikan segar sebesar 0,02 persen; ikan diawetkan, bayam, tomat sayur, wortel, jeruk, dan cabai rawit masing-masing sebesar 0,01 persen. Sementara komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan deflasi, yaitu: cabai merah sebesar 0,03 persen;

bawang putih sebesar 0,01 persen (Badan Pusat Statistik Indonesia,2018).

(17)

3

Tidak jauh berbeda dengan tingkat inflasi nasional, setiap provinsi di Indonesia juga mengalami inflasi dengan laju inflasi yang berbeda – berbeda.

Salah satunya adalah Provinsi Sunatera Utara .

Pada Desember 2018, Sumatera Utara mengalami inflasi sebesar 0,12 persen atau terjadi peningkatan indeks dari 138,37 pada bulan November 2018 menjadi 138,53 pada bulan Desember 2018. Inflasi terjadi karena adanya peningkatan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks sebagian besar kelompok pengeluaran, yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,04 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,15 persen; dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,86 persen.

Komoditas utama penyumbang inflasi selama bulan Desember 2018 di Medan, antara lain angkutan udara, daging ayam ras, bawang merah, dencis, tongkol/ambu-ambu, kembung/gembung, dan udang basah. Berikut adalah nilai inflasi Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 sampai 2018.

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (Data Diolah)

Gambar 2. Inflasi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 – 2018 (%)

0:00 2:24 4:48 7:12 9:36 12:00

Inflasi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013-2018

2013

2014

2015

2016

2017

2018

(18)

0 2 4 6 8 10 12

1

INFLASI

Inflasi Kota Sibolga 2013-2017

2013

2014

2015

2016

2017

Tingkat inflasi oleh Provinsi Sumatera Utara disumbangsi oleh empat kota besar di Provinsi ini, antara lain Medan, Pematang Siantar, Sibolga dan Padang Sidempuan. Keempat kota ini sering mengalami gejolak sektor ekonomi yang membuat nilai inflasinya berfluktuatif namun cenderung naik setiap tahunnya.

Salah satunya adalah Kota Sibolga, yang tingkat inflasinya pernah menyentuh angka sekitar 10% dalam sumbangsinya di Provinsi Sumatera Utara.

Berikut dapat dilihat dari tingkat inflasi Kota Sibolga selama lima tahun terakhir.

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, (data diolah)

Gambar 3. Inflasi Kota Sibolga Tahun 2013 – 2017 (%)

Bukan hanya faktor ekonomi secara umum, namun sektor pertanian juga menyumbang inflasi yang tinggi yang termasuk dalam kelompok bahan makanan dalam perhitungan IHK (Indeks Harga Konsumen) .

Salah satu sebab utama daerah yang mempunyai tingkat inflasi lebih tinggi daripada tingkat inflasi nasional adalah adanya gangguan dari sisi penawaran terutama karena terhambatnya distribusi (Suseno dan Siti, 2009).

(19)

5

Dimana IHK diperhitungkan dalam penentuan nilai inflasi suatau daerah.

Ada banyak komoditi pertanian yang berpengaruh dalam inflasi namun, secara umum komoditi yang berpengaruh adalah beras, bawang, cabai, daging ayam, telur ayam ras dan ikan.

Pada bulan Desember 2018, Sibolga mengalami inflasi sebesar 0,10 persen atau terjadi peningkatan nilai indeks Harga Konsumen dari 140,36 pada bulan November menjadi 140,50 pada bulan Desember. Inflasi terjadi karena adanya peningkatan harga yang ditunjukkan oleh meningkatnya empat kelompok pengeluaran yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,18 persen; kelompok makanan jadi, minuman sebesar 0,01 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,04 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 0,05 persen dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,38 persen.

Di Indonesia sendiri harga komoditas bahan pangan yang sering mengalami fluktuasi antara lain beras, jagung, kedelai tepung terigu, gula pasir, minyak goreng, bawang merah, cabe,telur, daging dan susu (Sumaryanto, 2009).

Hal ini dapat terjadi mengingat bahwa komoditas bahan pangan adalah komoditas yang tingkat permintaannya cukup besar dan cenderung naik. Kenaikan akan permintaan dalam komoditas bahan pangan salah satunya karena pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya dan penawaran akan permntaannya kerap kali tidak bisa diimbangi sehingga sering terjadi kenaikan harga di komoditas pangan.

(20)

Tabel 1. Harga Komoditas Pangan Tingkat Konsumen Kota Sibolga Tahun 2016-2018

Sumber : Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (data diolah)

Kota Sibolga sendiri memiliki komoditas utama penyumbang inflasi selama bulan Desember 2018 di Sibolga, antara lain bawang merah, teter, dencis, tomat buah, telur ayam ras, angkutan udara, cumi-cumi, tongko; abu-abu dan pisang sedangkan penyumbang deflasi antara lain cabai merah, emas perhiasan, jeruk, bayam, sawi hijau dan cabe hijau (Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, 2018).

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Pengaruh Harga Komoditi Pangan Terhadap Tingkat Inflasi Di Kota Sibolga”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh harga komoditas pangan di Kota Sibolga terhadap inflasi pada jangka panjang dan jangka pendek .

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu :

1.Bagaimana pengaruh harga beras terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang?

2.Bagaimana pengaruh harga cabai merah terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang?

3.Bagaimana pengaruh harga bawang merah terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang?

Komoditas

Tahun

2016 2017 2018

Beras Rp 9.830 Rp 9.933 Rp 10.363

Cabai Merah Rp 41.049 Rp 28.113 Rp 32.329

Bawang Merah Rp 34.638 Rp 29.154 Rp 31.454

Telur Ayam Rp 22.263 Rp 20.613 Rp 23.638

Daging Ayam Rp 26.672 Rp 32.217 Rp 37.796

(21)

7

4.Bagaimana pengaruh harga telur ayam terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang?

5.Bagaimana pengaruh harga daging ayam terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang?

6. Bagaimana pengaruh inflasi sebelumnya terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka diambil tujuan penelitian sebagai berikut:

1.Untuk menganalisis pengaruh harga beras terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2.Untuk menganalisis pengaruh harga cabai merah terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang.

3.Untuk menganalisis pengaruh harga bawang merah terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang.

4.Untuk menganalisis pengaruh harga telur ayam terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang.

5.Untuk menganalisis pengaruh harga daging ayam terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang.

6.Untuk menganalisis pengaruh inflasi sebelumnya terhadap inflasi di Kota Sibolga dalam jangka pendek dan jangka panjang?

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :

(22)

1.Sebagai sumber informasi tentang Pengaruh Harga Komoditi Pangan Terhadap Tingkat Inflasi di Kota Sibolga.

2.Sebagai sumber informasi bagi pihak – pihak yang terkait, seperti pemerintah Kota Sibolga.

3.Sebagai referensi dan bahan studi bagi peneliti selanjutnya.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang bersal darsumber hayati dan air, baik yang diolah mauppun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Undang- Undang Pangan, 1996).

Permintaan akan komoditas pangan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi masyarakat dan peningkatan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat. Sementara itu di sisi penawaran, komoditas pangan dan pertanian sangat rentan terhadap gangguan baik kondisi iklim dan alam, keterbatasan dan peralihan fungsi lahan pertanian maupun kondisi geopolitik internasional. Hal ini berakibat sering terganggunya penawaran komoditas pertanian. Perkembangan permintaan yang cukup tinggi dan terus meningkat tanpa diikuti dengan perkembangan penawaran yang seimbang akan mengakibatkan kenaikan harga untuk mencapai keseimbangan baru.

Ketidakstabilan harga pangan terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran pangan (Rahmah, 2013).

Komoditas pangan mempunyai harga yang fluktuatif pada jenis pangan beras, daging ayam, kedelai, bawang merah, cabai merah, dan daging sapi.

Beberapa komoditas tersebut tertuang dalam persaturan menteri perdagangan No.63/m.dag/per/2016 yang merupakan tindak lanjut dalam peraturan presiden

(24)

No.71/2015 tentang penetapan dan penyimpanan barang penting. Salah satu komoditas yang menjadi perhatian dalam tingkat inflasi adalah sektor bahan makanan yaitu komoditas bahan pangan dari sektor pertanian dimana negara Indonesia masih bergantung besar terhadap sektor pertanian subsektor pangan yang dikendalikan melalui penentapan harga dasar dan harga tertinggi komoditas bahan pangan (Isnaini, 2018).

2.1.2 Fluktuasi Harga Pangan

Harga adalah kesepakatan nilai yang menjadi persyaratan bagi pertukaran dalam sebuah transakasi pembelian. Harga dapat juga diartikan dengan sesuatu yang harus dikeluarkan pembeli untuk menerima produk . (Satria, 2017).

Pada komoditas pangan, pembentukan harga tersebut diduga lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran (supply shock) karena sisi permintaan cenderung stabil mengikuti perkembangan . Karakteristik penawaran dan permintaan untuk komoditas pangan cenderung bersifat inelastis terhadap perubahan harga. Hal tersebut menyebabkan komoditas pangan memiliki tingkat fluktuasi harga yang tinggi.

Menurut Setiawan (2015), harga produk pangan relatif fluktuatif karena komoditas pangan mempunyai beberapa sifat, yaitu:(1) Keadaan biologi di lingkungan pertanian, seperti hama, penyakit dan iklim; (2) Adanya time lags ketika keputusan dalam menggunakan input dan menjual output; (3) Keadaan pasar, khususnya struktur pasar; (4) Dampak dari institusi, seperti BULOG.

Adapun faktor yang menyebabkan fluktuasi harga komoditas pangan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fluktuasi penawaran dan fluktuasi permintaan.

(25)

11

1. Fluktuasi Penawaran

Penawaran dan permintaan pada komoditas pangan bersifat inelastis. Faktor yang menyebabkan penawaran komoditas pangan bersifat inelastis, yaitu komoditas pangan sangat tergantung oleh faktor alam dan dihasilkan secara musiman, kapasitas memproduksi sektor pertanian cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh perubahan permintaan.

Keberhasilan tingkat produksi sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh faktor faktor yang berada di luar kemampuan para petani untuk mengendalikannya atau mempunyai sifat uncontrollable.

Produksi hasil pertanian selalu berubah-ubah dari musim ke musim yang dipengaruhi oleh cuaca, iklim dan faktor alamiah lain, seperti banjir dan hujan yang terlalu banyak atau kemarau panjang. Permintaan komoditas pangan yang inelastis akan menyebabkan harga mengalami perubahan yang sangat besar jika penawaran hasil pertanian mengalami perubahan.

2.Fluktuasi Permintaan

Permintaan komoditas pangan bersifat inelastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan elastisitas pendapatan dari permintaan komoditas pertanian rendah, yaitu kenaikan pendapatan hanya menimbulkan kenaikan yang kecil atas permintaan. Pada umumnya sebagian besar komoditas hasil pertanian merupakan barang kebutuhan pokok yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Meskipun harganya tinggi jumlah yang sama harus tetap dikonsumsi, sebaliknya pada saat harga turun, konsumsi tidak banyak bertambah karena kebutuhan konsumsi relatif tetap. Ketidakstabilan penawaran komoditas

(26)

pertanian yang diikuti dengan inelastisitas permintaan menyebabkan perubahan harga yang sangat besar apabila terjadi perubahan permintaan.

2.1.3 Pengertian Inflasi

Inflasi adalah kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum pada periode waktu tertentu. Tingkat inflasi dapat diestimasikan dengan mengukur persentase perubahan dalam indeks harga konsumen (IHK), yang mengindikasikan harga dari sejumlah besar produk konsumen seperti kebutuhan sehari – hari, perumahan, bahan bakar, layanan kesehatan, dan listrik (Madura, 2007).

2.1.4 Jenis – Jenis Inflasi

Menurut Widjajanta dan Aristanti (2007), inflasi terbagi dalam beberapa jenis, diantaranya :

1. Inflasi Berdasarkan Sifatnya a. Inflasi rendah (Creeping Inflation)

Inflasi rendah adalah inflasi yang besarnya kurang dari 10% per tahun.

Inflasi jenis ini dibutuhkan dalam ekonomi karena akan mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa.

b. Inflasi Menengah (Galloping Inflation)

Inflasi menengah adalah inflasi yang besarnya antara 10-30%. Inflasi jenis ini inflasi ini sering disebut dengan inflasi dua digit.

(27)

13

c. Inflasi Tinggi (High Inflation)

Inflasi tinggi (High Inflation) adalah inflasi yang terjadi dengan tingkat besaran inflasi sebesar 30-100% per tahun. Inflasi jenis ini pernah terjadi di tahun 1960an yang menyentuh angka 600%

d. Inflasi Sangat Tinggi ( Hyperinflation)

Inflasi jenis ini ditandai dengan naiknya harga barang dan jasa secara drastiS hingga mencapai angka 4 digit (≥100%). Ketika inflasi jenis ini terjadi, nilai uang turun sangat tajam sehingga lebih baik ditukarkan dengan barang dan jasa.

2. Inflasi Berdasarkan Sebabnya a. Demand pull inflation

Inflasi ini terjadi akibat pengaruh permintaan yang tidak dapat diimbangi dengan penawaran produksi. Akibatnya sesuai dengan hukum permintaan, jika permintaan meningkat sementara penawaran tetap, maka harga barang akan naik.

Kenaikan barang secara terus menerus akan mengakibatkan terjadinya inflasi.

b. Cost push inflation

Inflasi ini disebabkan karena kenaikan biaya produski yang disebabkan oleh kenaikan baiaya input atau biaya faktor produksi. Akibat dari naiknya biaya faktor produksi, produsen akan melakukan dua hal, yaitu menaikan harga produk dengan penawaran tetap atau menaikan harga produk dengan menurunkan jumlah produksi.

(28)

c. Bottle neck inflation

Inflasi ini terjadi karena faktor penawaran (supply) atau faltor permintaan (demand). Jika disebabkan oleh faktor penawaran maka permasalahannya adalah sekalipun kapasitas yang ada sudah terpakai tetapi permintaannya banyak maka tetap akan terjadi inflasi. Adapun karena faktor permintaan disebabkan oleh likuiditas yang lebih banyak, baik itu berasal dari sisi keuangan atau akibat tinginya ekspetasi terhadap permintaan baru.

3. Inflasi Berdasarkan Asalnya

a. Inflasi yang berasal dari dalam (domestic inflation)

Inflasi ini timbul karena adanya defisit dalam pembiayaan dan belajan negara yang terlihat pada anggaran belanja negara. Untuk mengatasinya, biasanya pemerintah akan melakukan kebijakan dengan mencetak uang baru.

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (impoterd inflation)

Inflasi ini timbul karenanegara – negara yang menjadi mitra dagang suatau negara atau negara – negara mitra dagang utama secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan kenaikan biaya produksi di dalam negeri. Kenaikan biaya produksi akan menyebabkan kenakikan harga barang – barang.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Inflasi

Menurut Tim Guru Indonesia (2010), ada beberapa teori mengenai inflasi oleh para ahli, yaitu sebagai berikut:

a.Teori Kuantitas

(29)

15

Menurut toeri ini, inflasi terjadi karena penambahan volume uang yang beredar di masyarakat yang dapat dirumuskan dengan :

M.V= P.T Dimana:

M : uang V : kecepatan P : harga

T : jumlah barang

Dalam teori ini, faktor yang dianggap tetap adalah V dan T sehingga jika M bertambah makan akan terjadi inflasi (P) kenaikan harga.

b. Teori Keynes

Dalam teori ini, inflasi terjadi karena satu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya.

c. Teori Strukturalis

Dalam teori ini , inflasi terjadi karena perilaku struktur ekonomi suatu negara terutama perlaku supply pangan dan barang – barang ekspor.

2.2.2 Laju Inflasi

Menurut Manurung (2001) , Terdapat Beberapa cara mengukur laju inflasi selama satu periode tertentu, diantaranya adalah:

Pertama, Indeks HargaKonsumen (Consumers Price Index). Indeks harga konsumen adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga barang dan jasa (Sembako) yang dikonsumsi

(30)

masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi bobot berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa yang dianggap paling penting diberi bobot yang paling besar. Prinsip perhitungan inflasi berdasarkan IHK adalah sebagai berikut :

Dimana :

IHKt : Indeks Harga Konsumen tahun sekarang

IHKt-1 :Indeks Harga Konsumen tahun sekarang dikurangi tahun awal

Kedua, Indeks Harga Produsen (Producer Price Index). indeks harga produsen melihat inflasi dari sisi produsen dan lebih menitikberatkan pada sejumlah barang di tingkat perdagangan besar. Ini berarti bahwa harga bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi masuk dalam perhitungan. Ukuran yang dipakai dalam menghitung IHP adalah penjualan.

Jadi PPI naik, berarti biaya produsen naik--> indikasi terjadi inflasi--->

inflasi terlalu tinggi dinilai buruk bagi perekonomian --->jika diasumsikan nilai PPI naik secara continue---> mata uang melemah--->untuk mengatasinya--->

dinaikkannya suku bunga---> mata uang menguat .

Ketiga, GDP Deflator. GDP Deflator adalah rasio antara PDB riil dengan PDB nominal, dikalikan 100. Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

Dengan kata lain Deflator GDP mencakup jumlah barang dan jasa yang termasuk dalam perhitungan GDP. Deflator GDP diperoleh dengan membagi GDP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan GDP riil (atas harga konstan) dan dengan

(31)

17

demikian dapat diinterpretasikan sebagai bagian dari seluruh kompenen GDP (konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor netto).

Dimana :

GDP nominal : Gross Domestic Product atas dasar harga berlaku GDP rill : Gross Domestic Product atas dasar harga konstan

2.2.3 Hubungan Harga Komoditas Pangan dengan Inflasi

Inflasi yang tinggi dapat berlangsung dalam jangka waktu lama, walaupun perkembangan jumlah uang beredar relatif rendah. Ini dapat dijelaskan melalui teori Strukturalis yang menyatakan bahwa inflasi dalam jangka panjang lebih disebabkan oleh kekakuan struktur perekonomian di negara berkembang, terutama pada struktur penerimaan ekspor dan produksi bahan makanan dalam negeri.

Tekanan inflasi akan muncul apabila misalnya produksi bahan makanan dalam negeri kurang memadai sehingga menyebabkan kenaikan harga bahan makanan (Saputra,2013).

2.3 Rangkuman Penelitian Terdahulu

Dalam kajian pustaka ini juga dibahas mengenai kajian pustaka dan landasan teori penelitian menegenai “Pengaruh Harga Komoditi Pangan Terhadap Inflasi di Kota Sibolga”, dengan uraian mengenai penelitian- penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, adapun rangkuman penelitian terdahulu adalah sebagai berikut.

Berdasarkan penelitian Rahmah (2013), dengan judul Analisis Fluktuasi Harga Komoditas Pangan dan Pengaruhnya Terhadap Inflasi di Jawa Barat.

(32)

Dalam penelitan ini penulis menggunakan analisis data, Pengujian Praestimasi Model VAR, VECM, IRF dan FEVD. Dari hasil penelitian didapat (1) Harga beras dan kedelai di Jawa Barat pada periode dua belas bulan ke depan memiliki kecenderungan yang meningkat, sedangkan harga gula pasir berfluktuasi dengan rentang harga yang kecil. (2) Ketiga komoditas pangan berpengaruh positif terhadap IHK Jawa Barat dalam jangka panjang. Analisis IRF menunjukkan bahwa dalam jangka panjang ketika terjadi guncangan harga komoditas pangan sebesar satu standar deviasi maka akan direspon positif oleh IHK Jawa Barat, responnya mengalami peningkatan dan tidak mendekati suatu titik keseimbangan.

Berdasarkan penelitian Isnaini (2018), dengan judul Analisis Pengaruh Harga Komoditas Bahan Pangan Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 2010- 2016. Dengan analisis data menggunakan VAR, Kointegrasi, VECM, IRF dan FEDV, menunjukkan bahwa (1) harga beras berpengaruh positif terhadap inflasi.

Perubahan terhadap satu standar deviasi berdampak pada peningkatan inflasi di Indonesia dengan kontribusi 17,02%. (2) harga daging ayam berpengaruh positif terhadap inflasi. (3) harga daging sapi berpengaruh negative terhadap inflasi.. (4) harga cabai merah berpengaruh positif terhadap inflasi . (5) harga bawang merah berpengaruh positif terhadap inflasi.. (6) harga kedelai berpengaruh positif terhadap inflasi.

Menurut penelitian Rizaldy (2017), dengan judul Pengaruh Harga Komoditas Pangan Terhadap Inflasi di Kota Malang dengan analisis data menggunakan metode Partial Adjustment Model (PAM). Diperoleh hasil , (1) harga bawang merah berpengaruh signifikan terhadap inflasi di kota Malang dalam jangka panjang dan jangka pendek. (2) harga cabai rawit berpengaruh

(33)

19

signifikan terhadap inflasi di kota Malang dalam jangka panjang dan jangka pendek.

Menurut penelitian Setiawan (2015), dengan judul Fluktuasi Harga Komoditas Pangan dan Dampaknya Terhadap Inflasi di Provinsi Banten menggunakan analisis data deskriptif, VAR, dan uji kaulitas granger. Diperoleh hasil sebegai berikut, (1) perkembangan harga komoditas pangan di Provinsi Banten pada tahun 2011-2014 cenderung mengalami peningkatan. (2) dalam jangka pendek cabai merah keriting berdampak signifikan terhadap inflasi di Provinsi Banten. Sedangkan dalam jangka panjang terdapat enam komoditas yang berdampak terhadap inflasi di Provinsi Banten secara signifikan antara lain, daging sapi murni, jagung, beras, daging ayam ras, telur ayam ras, dan bawang merah. (3) hasil FEVD menunjukkan harga komoditas pangan yang memiliki kontribusi dalam keragaman inflasi di Provinsi Banten dari yang paling besar ke paling kecil pengaruhnya adalah, jagung, cabai merah keriting, beras, bawang merah, daging sapi murni, daging ayam ras, dan telur ayam ras. (4) analisis IRF menunjukkan bahwa guncangan harga komoditas pangan sebesar satu deviasi akan berdampak terhadap peningkatan inflasi di Provinsi Banten.

2.4 Kerangka Pemikiran

Pangan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.

Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari bagaimana ketahanan pangan suatu negara tersebut. Oleh karena itu, ketersediaan akan komoditas bahan pangan sangat penting. Tidak jarang kenaikan harga pada komoditas ini menjadi hal yang tidak biasa mengingat pangan adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.

(34)

Adanya fluktuasi terhadap harga pangan berdampak terhadap tingkat inflasi di suatu daerah, karena pangan yang termasuk dalam bahan makanan, setiap tahunnya berkontribusi besar terhadap nilai inflasi.

Sektor pangan yang sering berkontribusi dalam inflasi adalah bawang merah, cabai merah, daging ayam, telur ayam, gula, bawang putih, ikan dan sebagainya.

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Pengaruh Harga Komoditi Pangan Terhadap Inflasi di Kota Sibolga

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, serta kerangka pemikiran yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukandalam penelitian ini:

- Beras

- Cabai Merah - Bawang Merah - Telur Ayam

- Daging Ayam Komoditas Pangan

Harga Komoditas Pangan

Tingkat Inflasi

Jangka Pendek Jangka Panjang

Keterangan

... : Menyatakan Hubungan : Menyatakan Pengaruh

(35)

21

1). Harga beras berpengaruh terhadap positif dan signifikan terhadap Inflasi di Kota Sibolga.

2). Harga cabai merah berpengaruh terhadap positif dan signifikan terhadap Inflasi di Kota Sibolga.

3). Harga bawang merah berpengaruh terhadap positif dan signifikan terhadap Inflasi di Kota Sibolga.

4). Harga telur ayam berpengaruh terhadap positif dan signifikan terhadap Inflasi di Kota Sibolga.

5). Harga daging ayam berpengaruh terhadap positif dan signifikan terhadap Inflasi di Kota Sibolga.

6). Inflasi periode sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi di Kota Sibolga.

(36)

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) berdasarkan pertimbangan bahwa Kota Sibolga merupakan salah satu dari empat kota besar di Provinsi Sumatera Utara yang menyumbang inflasi Provinsi Sumatera Utara.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan berupa data sekunder yaitu data inflasi di Kota Sibolga ,harga beras, harga cabai merah, harga bawang merah , harga telur ayam dan harga daging ayam. Data yang digunakan adalah data time series berupa data bulanan dari Januari 2013 sampai Desember 2018.

Data ini didapat sumber-sumber terpercaya yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik Ekonomi dan Statistik Indonesia Bank Indonesia (SEKI BI), Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional berbagai website dan artikel serta literatur-literatur lain yang terkait dengan penelitian ini.

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Partial Adjustment Model (PAM)

Model penyesuaian parsial atau dikenal dengan Partial Adjustment Model (PAM) adalah model analisis data yang mengasumsikan keberadaan suatu hubungan equilibrium jangka panjang antara dua atau lebih variabel ekonomi.

Dalam jangka pendek, namun demikian, yang terjadi adalah disequilibrium. Dengan mekanisme penyesuaian parsial, suatu proporsi dari disequilibrium pada suatu periode dikoreksi pada priode berikutnya. Proses penyesuaian dengan demikian

(37)

23

menjadi sebuah alat untuk merekonsiliasi perilaku jangka pendek dan jangka panjang (Putri, 2016).

Model ini berasumsi bahwa peubah tidak bebas (Y) yang diharapakan dalam periode t (ditulis Yt*) tidak dapat diobservas secara langsung. Peubah Yt* akan tergantung kepada peubah bebas (Xi) yang aktual.

Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Yt = βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + Ut...(a) Dimana :

Yt = Inflasi yang diharapkan βo =Intersep

β1,2,3,4,5= Koefisien regresi parsial X1 = Harga Beras

X2 = Harga Cabai Merah X3 = Harga Bawang Merah X4 = Harga Telur Ayam X5 = Harga Daging Ayam Ut = Error

Peubah Yt* tidak teramat karena masih merupakan target sehingga peubah ini harus diganti dengan memakai modelnya. Oleh karena itu asumsi dari hipotesisnya adalah sebagai berikut .

Yt – Yt-1 = δ (Y*t – Y t-1 )...(b) Dimana δ adalah koefisien penyesuaian parsial, yang karenanya memiliki nilai 0 < δ < 1;Yt - Yt-1 adalah penyesuaian aktual; sementara Y*t - Yt-1 adalah penyesuaian yang diinginkan.

(38)

Apabila persamaan (a) dan (b) disubtitusikan maka akan diperoleh persamaan baru sebagai berikut.

Yt = Yt-1 + δ (βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 –Yt-1 ) +Ut...(c) Yt = δβo+ (1- δ)Yt-1 + δβ1X1 + δβ2X2 +δβ3X3 +δβ4X4 + δβ5X5 + Ut...(d)

Jika, δβo= α0, β1 = α1, β2 = α2, β3 = α3, β4 = α4, β5 = α5(1- δ) = α6, maka didapat persamaan sebagai berikut ini.

Yt = α0 + α1X1 + α2X2 + α3X3 +α4X4 + α5X5 + α6Y(t-1)+ Ut...(e) Persamaan (e) = elastisitas inflasi terhadap harga komoditi pangan dalam jangka pendek.

Persamaan (a) = elastisitas inflasi terhadap harga komoditi pangan dalam jangka panjang.

Dimana :

Yt = Inflasi α0 =Intersep

α 1,2,3,4,5= Koefisien regresi parsial X1 = Harga Beras

X2 = Harga Cabai Merah X3 = Harga Bawang Merah X4 = Harga Telur Ayam X5 = Harga Daging Ayam Ut = Error

(39)

25

3.3.2 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik umumnya dilakukan terhadap regresi yang memiliki 2 atau lebih variabel penjelas. Uji asumsi klasik ini terdiri dari beberapa pengujian yaitu Multikolinieritas (Multikol), Heteroskedastisitas (Hetero), Autokorelasi, dan Normalitas.

1. Uji Multikolineritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan atau korelasi diantara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independen .

Deteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi dapat dilihat dari besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance. Multikolinearitas terjadi apabila nilai VIF diatas 10 atau tolerance value di bawah 0,10. Sedangkan multikolinearitas tidak terjadi apabila nilai VIF di bawah 10 atau tolerance value diatas 0,10 (Atikah, 2016).

Nilai VIF dapat dihitung dengan rumus yaitu sebagai berikut : VIF = R2 / (k-1)

1-Rj2

2. Uji Heterokedatisitas

Menurut Santoso (2002), uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk pengambilankeputusan dalam uji heterokedastisitas pada uji Breuch Pagan Godfrey adalah sebagai berikut,

Jika nilai Obs *R-Squared < ⍺, maka terjadi gejala heterokedastisitas Jika nilai Obs *R-Squared > ⍺, maka tidak tejadi gejala heterokedastisitas.

(40)

3. Uji Autokorelasi

Menurut Tony Wikaya (2009), uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1. Untuk pengambilan keputusan dalam uji autokorelasi pada uji Breuch Godfrey adalah sebagai berikut,

-Jika nilai Prob. Chi Square < ⍺, maka terjadi autokorelasi -Jika nilai Prob. Chi Square > ⍺, maka tidak tejadi autokorelasi.

4. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak ( Akila, 2017 ). Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Data berdistribusi normal atau tidak normal dapat diketahui dengan ketetuan

- Jika nilai probalility < α (5%), maka data tidak berdistribusi normal -Jika nilai probability > α (5%), maka data berdistribusi normal

3.4 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran istilah- istilah penelitian ini, maka penulis membuat beberapa definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.4.1 Defenisi Operasional

a).Pengaruh adalah kontribusi yang diberikan oleh fluktuasi harga komoditi pangan terhadap inflasi di Kota Sibolga.

b).Inflasi adalah kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum pada periode waktu tertentu. Data yang digunakan adalah data inflasi perbulan .

(41)

27

c).Komoditi pangan adalah salah satu bagian dari kelompok bahan makanan yang berkontribusi terhadap nilai inflasi di Kota Sibolga.

d).Harga beras adalah data harga rata – rata perbulan tingkat konsumen di Kota Sibolga per kilogram.

e).Harga cabai merah adalah data harga rata – rata perbulan tingkat konsumen di Kota Sibolga per kilogram.

f). Harga bawang merah adalah data harga rata – rata perbulan tingkat konsumen di Kota Sibolga per kilogram.

g). Harga telur ayam adalah data harga rata – rata perbulan tingkat konsumen di Kota Sibolga per kilogram.

h). Harga daging ayam adalah data harga rata – rata perbulan tingkat konsumen di Kota Sibolga per kilogram.

3.4.2 Batasan Operasional

1.Waktu penelitian dilakukan pada tahun 2019.

2.Data yang digunakan adalah data inflasi dan data harga komoditi pangan perbulan.

3. Daerah penelitian dilakukan di Kota Sibolga Sumatera Utara.

(42)

4.1 Gambaran Umum Kota Sibolga 4.1.1 Sejarah Singkat Kota Sibolga

Kota Sibolga dahulunya merupakan Bandar kecil di Teluk Tapian Nauli dan terletak di Poncan Ketek. Pulau kecil ini letaknya tidak jauh dari kota Sibolga yang sekarang ini. Diperkirakan Bandar tersebut berdiri sekitar abad delapan belas dan sebagai penguasa adalah “Datuk Bandar”.

Kemudian pada zaman pemerintahan kolonial Belanda, pada abad sembilan belas didirikan Bandar Baru yaitu Kota Sibolga yang sekarang, karena Bandar di Pulau Poncan Ketek dianggap tidak akan dapat berkembang. Disamping pulaunya terlalu kecil juga tidak memungkinkan menjadi Kota Pelabuhan yang fungsinya bukan saja sebagai tempat bongkar muat barang tetapi juga akan berkembang sebagai Kota Perdagangan. Akhirnya Bandar Pulau Poncan Ketek mati bahkan bekas- bekasnya pun tidak terlihat saat ini. Sebaliknya Bandar Baru yaitu Kota Sibolga yang sekarang berkembang pesat menjadi Kota Pelabuhan dan Perdagangan.

Kemudian dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tahun 1979 tentang pola dasar Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Sibolga ditetapkan Pusat Pembangunan Wilayah I Pantai Barat Sumatera Utara. Perkembangan terakhir yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Daerah Nomor: 4 Tahun 2001, tentang Pembentukan Organisasi Kantor Kecamatan, Sibolga dibagi menjadi 4 (empat) Kecamatan, yaitu: Kecamatan Sibolga Utara, Kecamatan Sibolga Kota, Kecamatan Sibolga Selatan, dan Kecamatan Sibolga Sambas.

(43)

29

4.1.2 Kondisi Geografi

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Sibolga,2018

Gambar 5. Peta Kota Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah

Kota Sibolga berdiri di atas daratan pantai, lereng, dan pegunungan, dimana hampir seluruh penduduknya bermukim di dataran pantai yang rendah. Terletak pada ketinggian berkisar antara 0 – 150 meter dari atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan kawasan kota ini bervariasi antara 0-2 % sampai lebih dari 40 %.

Kota Sibolga terletak di Pantai Barat Provinsi Sumatera Utara yaitu di Teluk Tapian Nauli, ± 350 Km selatan Kota Medan. Secara geografis wilayah Sibolga terletak antara 1º 42’1º 46′ Lintang Utara dan 98º 44′ – 98º 48′ Bujur Timur.

Kota Sibolga secara administratif terdiri dari 4 Kecamatan dan 17 Kelurahan dan Luas 2.778 Ha atau 27, 78 Km² dimana hanya berkisar 10,77 Km² yang layak huni.

Dengan demikian, menurut luas lahan, Sibolga termasuk kota terkecil di Indonesia.

(44)

Sumber: Sibolga Dalam Angka, 2018

Gambar 6. Luas Kecamatan di Kota Sibolga

Kota Sibolga terdiri dari 4 Kecamatan besar, yaitu Sibolga Selatan, Sibolga Sambas, Sibolga Kota dan Sibolga Utara. Sibolga Selatan merupakan kecamatan terbesar diantara ketiga kecamatan lainnya, dengan luas wilayah 3,14 km2dengan jumlah kelurahan dan lingkungan terbanyak. Berikut adalah tabel jumlah kelurahan dan kecamatan yang ada di empat kecamatan di Sibolga tahun 2017.

Tabel 2. Jumlah Kelurahan dan Lingkungan Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Kelurahan Lingkungan

1. Sibolga Utara 5 25

2. Sibolga Kota 4 16

3. Sibolga Selatan 4 28

4. Sibolga Sambas 4 17

Kota Sibolga 17 86

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2018

Iklim kota Sibolga termasuk cukup panas dengan suhu maksimum mencapai 32° C dan minimum 21.6° C. Sementara curah hujan di Sibolga cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November

(45)

31

dengan jumlah sekitar 798 mm, sedang hujan terbanyak terjadi pada Desember yakni 26 hari.

Tabel 3. Jumlah Hari Dan Curah Hujan Kota Sibolga Pertahun

No. Tahun Jumlah Hari Hujan Curah Hujan Rata- Rata (mm)

1. 2013 223 10,70

2. 2014 298 38,50

3. 2015 247 12,10

4.

5.

2016 2017

267 251

15,67 15,61

Total 1.286 92,58

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Sibolga,2018

Pulau-pulau yang termasuk dalam kawasan otoritas Pemerintah Kota Sibolga adalah Poncan Gadang, Poncan Ketek, Pulau Sarudik dan pulau Panjang. Umumnya pulau-pulau ini bukan menjadi kawasan hunian penduduk. Adapun sungai-sungai yang mengalir di Kota Sibolga ialah Aek Doras, Sihopo-hopo, Aek Muara Baiyon dan Aek Horsik, dengan tipe sungai kecil dan sangat dangkal.

Kecuali sebelah barat yang berbatasan dengan Samudera Hindia, seluruh wilayah daratan Kota Sibolga berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah. Itulah sebabnya secara sosial dan kebudayaan, Sibolga dan Tapanuli Tengah memang tidak terpisahkan bahkan secara tradisional sering kali dianggap sama saja.

4.1.3 Kondisi Penduduk

Pada tahun 2017 jumlah penduduk Kota Sibolga mencapai 87.090 orang.

Penduduk paling banyak terdapat di Kecamatan Sibolga Selatan (35,13 persen) dan paling sedikit di Kecamatan Sibolga Kota (16.29 persen). Kota Sibolga memiliki 18,566 rumah tangga dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 5 orang. Hal ini menunjukkan bahwa setiap rumah tangga memiliki sekitar 5 orang anggota rumah tangga. Penduduk Kota Sibolga tahun 2017 tergolong berstruktur usia muda,

(46)

dimana jumlah penduduk yang berusia dibawah 15 tahun ada sebanyak 27.768 orang (31,88 persen), sedangkan penduduk berusia 65 tahun ke atas ada sebanyak 2.796 orang (3,21 persen).

Tabel 4. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga, dan Rata – Rata Anggota Rumah Tangga Menurut Kecamatan dan Kelurahan

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk

Jumlah Rumah Tangga

Rata – Rata Banyak Anggota Rumah Tangga

Sibolga Utara 21.759 4.649 4,68

Sibolga Ilir 6.672 1.340 4,98

Angin Nauli 3.849 858 4,49

Huta Tonga –Tonga 2.916 670 4,35

Hutabarangan 2.406 537 4,48

Simare – Mare 5.916 1.244 4,76

Sibolga Kota 14.192 3.391 4,19

Kota Beringin 2.152 540 3,99

Pasar Baru 1.472 410 3,59

Pasar Belakang 5.358 1.193 4,49

Pancuran Gerobak 5.210 1.248 4,17

Sibolga Selatan 30.603 6.299 4,86

Aek Habil Aek Manis

6.435 9.196

1.318 1.975

4,88 4,66

Aek Barombunan 10.041 1.975 5,08

Aek Muara Pinang 4.931 1.031 4,78

Sibolga Sambas 20.536 4.349 4,72

Pancuran Pinang 4.822 1.011 4,77

Pancuran Kerambil 2.978 671 4,44

Pancuran Dewa 5.072 1.091 4,65

Pancuran Bambu 7.664 1.576 4,86

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2018

Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) Kota Sibolga pada tahun 2017 adalah sebesar 54,07 persen. Angka ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif (usia 15 - 64 tahun) menanggung sekitar 54 sampai 55 orang penduduk usia tidak produktif (usia dibawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas)

(47)

33

4.1.4 Keadaan Ekonomi

Pada tahun 2017, Kota Sibolga mengalami inflasi selama 9 bulan, sementara 3 bulan lainnya terjadi deflasi. Inflasi dengan nilai tertinggi terjadi pada bulan November sebesar 1,11 persen dan inflasi terendah pada bulan April sebesar 0,25 persen. Sementara itu deflasi dengan nilai tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 1,34 persen dan deflasi terendah pada bulan Juli sebesar 0,23 persen.

Bila dilihat inflasi tahun kalender menurut kelompok pengeluarannya, selama tahun 2017 kelompok bahan makanan satu satunya kelompok pengeluaran yang mangalami deflasi, sedangkan kelompok lainnya mengalami inflasi. Diantara kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi, kelompok perumahan, listrik, gas dan bahan bakar mengalami inflasi tertinggi, di ikuti kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau.

(48)

5.1 Hasil

5.1.1 Uji Stasioner Data

Dalam analisis data time series, pengujian stasioner data penting dilakukan, karena penggunaan data yang tidak stasioner dapat menimbulkan masalah spurious regression dimana data akan menunjukkan hasil yang signifikan namun tidak memiliki makna kausal yang jelas. Bila data tidak stasioner maka akan diperoleh regresi yang palsu (spurious), timbul fenomena autokorelasi dan juga tidak dapat menggeneralisasi hasil regresi tersebut untuk waktu yang berbeda.

Untuk mengetahui apakah data time series yang digunakan stasioner atau tidak stasioner, digunakan uji akar unit (unit roots test). Uji akar unit dilakukan dengan menggunakan metode Dicky Fuller (DF), dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : terdapat unit root (data tidak stasioner) H1 : tidak terdapat unit root (data stasioner)

-Jika nilai selang kepercayaan <5% dan nilai t statistik lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada level 1%, 5%, dan 10%, maka H0 ditolak

-Jika nilai selang kepercayaan >5% dan nilai t statistik lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada level 1%, 5%, dan 10%, maka H0 diterima

Tabel.5 Hasil Uji Stasioner Data Tingkat Level (α=5%)

Variabel DF t Statistik Mackinnon Prob Keterangan Inflasi -7,643012 -2,902953 0,0000 Stasioner Beras -2,157878 -2,902953 0,2234 Tidak Stasioner Cabai Merah -3,673400 -2,902953 0,0065 Stasioner Bawang Merah -3,701774 -2,902953 0,0060 Stasioner Telur Ayam -1,252712 -2,902953 0,6470 Tidak Stasioner Daging Ayam -4,087977 -2,902953 0,0019 Stasioner

Sumber : Pengolahan Data (2019)

(49)

35

Hasil dari uji ADF test pada tingkat level menunjukkan bahwa dari keenam variabel penelitian yang digunakan, terdapat empat variabel yang lulus dalam uji stasioner data . Dimana nilai t statistic ADF lebih besar dari nilai Mackinnon taraf uji 5% (H0 ditolak) antara lain, data inflasi, harga cabai merah, harga bawang merah dan harga daging ayam. Namun , terdapat dua data yang tidak stasioner, dimana nilai t statistic ADF lebih besar dari nilai Mackinnon taraf uji 5% (H0 diterima) antara lain, harga beras dan harga telur ayam.Oleh karena itu, perlu dilakukan uji derajat integrasi atau uji stasioner pada derajat difference sampai semua data variabel penelitian stasioner secara serempak.

Tabel.6 Uji Hasil Uji Stasioner Data Tingkat First Difference

Variabel DF t Statistik Mackinnon Prob Keterangan Inflasi -8,273239 -2,906210 0,0000 Stasioner

Beras -10,47773 -2,903566 0,0001 Stasioner

Cabai Merah -8,776910 -2,903566 0,0000 Stasioner Bawang Merah -9,282793 -2,903566 0,0000 Stasioner Telur Ayam -10,98113 -2,903566 0,0001 Stasioner Daging Ayam -7,663306 -2,,904198 0,0000 Stasioner

Sumber : Pengolahan Data (2019)

Hasil dari uji ADF test pada tingkat difference menunjukkan bahwa keenam variabel penelitian yang digunakan sudah stasioner, dengan nilai t statistik ADF lebih besar dari nilai Mackinnon tara uji 5% (H0 ditolak, data stasioner)

5.1.2 Hasil Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik umumnya dilakukan terhadap regresi yang memiliki 2 atau lebih variabel penjelas. Uji asumsi klasik ini terdiri dari beberapa pengujian yaitu Multikolinieritas (Multikol), Heteroskedastisitas (Hetero), Autokorelasi, dan Normalitas.

(50)

1. Multikoleniaritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan atau korelasi diantara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independen .

Kriteria uji multikoleniaritas adalah sebagai berkut.

-Jika nilai centered VIF < 10 maka tidak terjadi multikoleniaritas -Jika nilai centered VIF > 10, maka terjadi multikoleniaritas.

Dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : terjadi multikoleniaritas H1 : tidak terjadi multikoleniaritas

Tabel 7. Hasil Uji Multikoleniaritas VIF (Variance Inflation Factor)

Variabel Coeffient

Variance

Uncentered VIF

Centered VIF

C 363.7852 27404.77 NA

Harga Beras 4.817902 30783.54 1.337139

Harga Cabai Merah 0.128188 1019.680 1.329431

Harga Bawang Merah 0.245356 1939.077 1.176151

Harga Telur Ayam 0.191621 1330.676 1.142936

Harga Daging Ayam 1.844441 15162.12 1.326902

Sumber: Pengolahan Data (2019)

Hasil uji multikoleniaritas dengan menggunakan VIF (Variance Inflation Factor), nilai setiap variabel penelitian adalah lebih kecil dari 10, maka dapat disimpulkan H0 ditolak, tidak terjadi multikoleniaritas pada data penelitian.

2. Heterokedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk pengambilan keputusan dalam uji heterokedastisitas pada uji Breuch Pagan Godfrey adalah sebagai berikut,

- Jika nilai Obs *R-Squared < ⍺, maka terjadi gejala heterokedastisitas

(51)

37

- Jika nilai Obs *R-Squared > ⍺, maka tidak tejadi gejala heterokedastisitas.

Dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : terjadi gejala heterokedastisitas H1 : tidak terjadi gejala heterokedastisitas

Berdasarkan hasil uji Breuch Pagan Godfrey diperoleh nilai Obs *R-Squared adalah 11.39037 dimana nilai tersebut lebih besar dari ⍺ (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak, data variabel tersebut tidak terjadi gejala heterokedastisitas.

3. Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1). . Untuk pengambilan keputusan dalam uji autokorelasi pada uji Breuch Godfrey adalah sebagai berikut,

-Jika nilai Prob. Chi Square < ⍺, maka terjadi autokorelasi -Jika nilai Prob. Chi Square > ⍺, maka tidak tejadi autokorelasi.

Dari hasil perhitungan uji autokorelasi Breuch Godfrey diperoleh nilai Prob Chi Square adalah 0.1817 dimana nilai Prob Chi-Square hasil uji Breusch- Godfrey lebih besar dari ⍺ (0,05). Dapat disimpulkan H0 ditolak, tidak terjadi autokorekasi pada varibel dalam penelitian ini.

4. Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak. Data berdistribusi normal atau tidak normal dapat diketahui dengan ketetuan

- Jika nilai probalility < α (5%), maka data tidak berdistribusi normal

Gambar

Gambar 1. Inflasi Nasional Tahun 2014-2018 (%)
Gambar 2. Inflasi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 – 2018 (%)
Gambar 3. Inflasi Kota Sibolga Tahun 2013 – 2017 (%)
Gambar 4.  Skema  Kerangka Pemikiran  Analisis  Pengaruh Harga Komoditi                      Pangan Terhadap Inflasi di Kota Sibolga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, jumlah penduduk, inflasi, dan tenaga kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, jumlah penduduk, inflasi, dan tenaga kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh variabel pendapatan asli daerah, pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk, dan inflasi baik jangka pendek dan jangka

Berdasarkan hasil uji Partial Adjustment Model (PAM) menunjukkan bahwa variabel tingkat suku bunga dalam jangka panjang dan jangka pendek menunjukkan pengaruh negatif dan

Berdasarkan hasil uji Partial Adjustment Model (PAM) menunjukkan bahwa variabel tingkat suku bunga dalam jangka panjang dan jangka pendek menunjukkan pengaruh negatif dan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat inflasi terhadap pengangguran di Kota Medan periode tahun 2005-2014.. Tingkat Inflasi menjadi

Dependent Variable: HARGA SAHAM SYARIAH Sumber : Data Sekunder diolah, 2017 Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen kurs X1, dan inflasi X2 variabel dependen

sendiri NT memberikan kontribusi terbesar selama periode baik dalam jangka pendek, menangah dan panjang terhadap NT, selain variabel itu sendiri ekspektasi inflasi EINF merupakan