• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOKULASI BAKTERI DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) DI MEDIA TANAH ULTISOL ABI YUDHISTIRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INOKULASI BAKTERI DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) DI MEDIA TANAH ULTISOL ABI YUDHISTIRA"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

INOKULASI BAKTERI DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq)

DI MEDIA TANAH ULTISOL

ABI YUDHISTIRA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

INOKULASI BAKTERI DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA PADA SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq)

DI MEDIA TANAH ULTISOL

ABI YUDHISTIRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(3)

iii

RINGKASAN

ABI YUDHISTIRA. Inokulasi Bakteri dan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) di Media Tanah Ultisol. Di bawah bimbingan SRI WILARSO BUDI R.

Bakteri dan FMA merupakan mikroorganisme yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tujuan dari penelitian ini untuk menguji keefektifan isolat bakteri (Bacillus subtilis dan Enterobacter hormaechei ) dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Miq). Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 pola faktorial terdiri dari 2 faktor, dengan demikian terdapat 6 kombinasi perlakuan dengan 5 kali ulangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi spora Gigaspora sp dengan kedua isolat bakteri (Bacillus subtilis (M1B1) dan Enterobacter hormaechei (M1B2)) mengalami penurunan infeksi akar akar terhadap kontrol (M1B0) masing-masing sebesar 20,25% dan 36,21%. Secara umum interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri Enterobacter hormaechei (M1B2) memberikan respon yang baik jika dibandingkan dengan interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri Bacillus subtilis (M1B1) terhadap parameter tinggi, diameter, biomassa pucuk dan Indeks Mutu Bibit (IMB). Nilai peningkatan (M1B2) masing-masing sebesar 26,96%, 46,61%, 11,19%, 39,98% terhadap kontrol. Interaksi mikoriza dengan bakteri secara umum berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan semai jabon. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan terhadap kontrol.

Kata kunci: Fungi Mikoriza Arbuskula, isolat bakteri, infeksi akar

(4)

iv

SUMMARY

ABI YUDHISTIRA. Inoculation bacteria and Arbucular Mycorrhizal Fungi on jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) seedling in the ultisol soil media. Under direction of SRI WILARSO BUDI R.

Bacteria and AMF is a microorganisms that help increasing the plants growth. The purpose of this research is to test the effectiveness of bacteria isolates (Bacillus subtilis and Enterobacter hormaechei) and Arbuskula Mycorrhizal Fungi (AMF) in influencing plant growth on jabon (Anthocephalus cadamba Miq). This research is Complete Randomsized Design (CRD) with two factorial patterns which containts six combination treatment with five times replication.

Showed that the interaction of the spores Gigaspora sp. interaction with both isolates of bacteria (Bacillus subtilis (M1B1) and Enterobacter hormaechei (M1B2)) have decreased the control of roots infection (M1B0), each of them is 20.25% and 36.21 %. In general the interactions spores of Gigaspora sp. with Enterobacter hormaechei (M1B2) has give a good response compared with the interaction spores of Gigaspora sp. with Bacillus subtilis (M1B1) with the parameter height, diameter, bud biomass and Seed Quality Index (SQI). The value increased (M1B2) of each is about 26.96%, 46.61%, 11.19%, 39.98% of the controls. The interaction of mychorrhizal and bacteria in general, significantly affect the jabon seedling growth. All of this has been proven by the increased of the control.

Keywords: Arbucular Mycorrhizal Fungi, bacteria isolates, root infection

(5)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Inokulasi Bakteri dan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) di Media Tanah Ultisol adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip darikarya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkandalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2012

Abi Yudhistira E44051431

(6)

vi Judul Skripsi : Inokulasi Bakteri dan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) di Media Tanah Ultisol

Nama Mahasiswa : Abi Yudhistira

NIM : E44051431

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, MS NIP. 19620210 198803 1 003

Mengetahui :

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP : 19601024 198403 1 009

Tanggal Lulus

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dapat diselesaikan dengan baik serta memperoleh banyak manfaat dan ilmu pengetahuan yang sangat berharga bagi penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah “Inokulasi Bakteri dan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) di Media Tanah Ultisol”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Mayor Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Orang tua tercinta dan keluarga yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan, dan kasih sayang tiada habisnya, Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, MS yang telah memcurakan segala kesabaran, perhatian, waktu, tenaga, serta pikiran dalam memberikan arahan dan bimbingan serta masukan dalam skripsi ini sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan baik dan lancar.

Dalam penysunan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa skrpsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan selalu bersika terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang bersifat membangun ke arah yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan literatur pada umumnya.

Bogor, Juni 2012

Penulis

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Budi Santoso dan Dewi Anggraini. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 67 Jakarta pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), kemudian pada tahun 2006 penulis diterima di program Mayor Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di TGC (Tree Grower Comunity) sebagai Staf Divisi Informasi dan Komunikasi tahun 2006/2007. Penulis juga pernah melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekositem Hutan (PPEH) di KPH Indramayu, dan KPH Lingarjati, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) serta kegiatan Praktek Kerja Profesi di KPH Bogor Perusahaan Acacia mangium (BKPH Parung Panjang), Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Inokulasi Bakteri dan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Semai Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) di Media Tanah Ultisol di bawah bimbingan Bapak Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R, MS.

(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Budi Santoso dan Ibu Dewi anggraini, adikku tercinta kenthia anggraini serta keluarga besar penulis atas dukungan secara moral maupun material serta kasih sayang yang senantiasa tercurah dan inspirasi, motivasi, dan doa.

2. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi dapat selesai dengan baik.

3. Ir. Agus Priyono, MS sebagai dosen penguji pada ujian komprehensif serta Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS sebagai ketua sidang ujian komprehensif.

4. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kehutanan IPB, terutama seluruh dosen dan staff dari Departemen Silvikultur serta Laboratium Silvikultur yang telah banyak mendidik dan membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Weda Gelar Pananjung yang membantu dan mendukung dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini dari awal hingga selesai.

6. Teman-teman yang turut membantu Sulistyo Ariebowo, Bramas Arista, Romi Kashengki, Raden Rodlyan Gufrona, Oktora Trianggana, Khoeruzaman, Dedy Wahyudi.

7. Teman-teman Fahutan QQ, Bos Mami, Rima, Yogi, Pe-em, Asep, Rifa, Yum, Maung, Kibo, Odoy, Mokmok, Ateng (Bubu), Bono, Sam, Jenggot, Tofan, Agha dan teman-teman dari SMUN 67 Jakarta.

8. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu-persatu.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

I. PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ...

1.2 Tujuan Penelitian ...

1.3 Manfaat Penelitian ...

II. TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1 Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) ...

2.2 Mikoriza ...

2.2.1 Tipe-Tipe Mikoriza ...

2.2.2 FMA ...

2.3 “Mycorrhiza Helper Bacteria” (MHB) ...

2.4 Podsolik Merah Kuning(Ultisol) ...

III. METODE PENELITIAN ...

3.1 Waktu dan Tempat ...

3.2 Alat dan Bahan ...

3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian ...

3.3.1 Persiapan Media ...

3.3.2 Persiapan Awal Isolat Bakteri ...

3.3.3 Isolasi Spora Mikoriza ...

3.3.4 Inokulasi Mikoriza dan Inokulasi Bakteri ...

3.3.5 Pemeliharaan ...

3.3.6 Pengamatan Parameter dan Pengumpulan Data ...

3.3.6.1 Tinggi bibit ...

3.3.6.2 Diameter batang ...

3.3.6.3 Pengukuran biomassa akar dan pucuk ...

3.3.6.4 Nisbah Pucuk Akar (NPA) ...

3.3.6.5 Indeks Mutu Bibit (IMB) ...

xii xiii 1 1 3 3 4 4 4 5 5 6 7 9 9 9 9 9 10 11 11 12 12 12 12 12 12 13

(11)

xi 3.3.6.6 Persentase infeksi akar ...

3.3.7 Rancangan Percobaan ...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

4.1 Hasil ...

4.1.1 Pengaruh mikoriza, bakteri dan kombinasinya

terhadap parameter pertumbuhan semai jabon ...

4.1.1.1 Tinggi semai ...

4.1.1.2 Diameter Semai ...

4.1.1.3 Biomassa akar ...

4.1.1.4 Biomassa pucuk ...

4.1.1.5 Nisbah Pucuk Akar (NPA) ...

4.1.1.6 Indeks Mutu Bibit (IMB) ...

4.1.1.7 Infeksi akar ...

4.2 Pembahasan ...

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

5.1 Kesimpulan ...

5.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

13 14 16 16

16 16 17 17 18 18 19 19 20 25 25 25 26 29

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman 1

2

3

4

5

6

7

8

9

Hasil analisis sidik ragam pengaruh inokulasi mikoriza, bakteri

dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan semai jabon ...

Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap

parameter pertambahan tinggi semai jabon 2 bulan setelah tanam ...

Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap

pertambahan diameter semai jabon 2 bulan setelah tanam...

Uji lanjut Duncan inokulasi FMA terhadap parameter biomassa

akar semai jabon 2 bulan setelah tanam ...

Uji lanjut Duncan isolat bakteri terhadap parameter biomassa

akar semai jabon 2 bulan setelah tanam ...

Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap

parameter biomassa pucuk semai jabon 2 bulan setelah tanam ...

Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap

parameter NPA semai jabon 2 bulan setelah tanam ...

Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap

parameter Indeks Mutu Bibit semai jabon 2 bulan setelah tanam ...

Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap

parameter infeksi akar semai jabon 2 bulan setelah tanam ...

16

16

17

18

18

18

19

19

20

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1

2 3 4 5 6 7

Sidik ragam tinggi semai jabon ... 32

Sidik ragam diameter semai jabon ... 32

Sidik ragam biomassa akar semai jabon ... 32

Sidik ragam biomassa pucuk semai jabon ... 32

Sidik ragam Nisbah Pucuk Akar (NPA) semai jabon ... 33

Sidik ragam Indeks Mutu Bibit (IMB) semai jabon ... 33

Sidik ragam infeksi akar semai jabon ... 33pengukuran tinggi semai jabon 34 29

29 29 29 29 29 29

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat menyebabkan semakin tingginya permintaan produk hasil hutan. Banyak produk hasil hutan yang digunakan secara luas dalam masyarakat, sehingga industri perkayuan sangat membutuhkan bahan baku untuk memenuhi permintaan konsumen. Menurut Nurrochmat (2010) permintaan kayu bulat domestik tahun 2010 diperkirakan mencapai hampir 10 juta m3 ditambah dengan defisit aktual saat ini. Dari hasil perhitungan berbagai sumber diperkirakan defisit penawaran kayu bulat (permintaan didasarkan pada kapasitas terpasang industri) saat ini sekitar 30 juta m3, sehingga dengan prediksi pertambahan gap diatas (10 juta m3) maka gap riil pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 40 juta m3 (domestik).

Defisit kayu bulat untuk permintaan ekspor juga cenderung semakin membesar hingga mencapai lebih dari 5 juta m3 pada tahun 2010. Demikian juga dengan pemasaran ekspor kayu lapis, semakin lama defisit penawaran akan semakin membesar dan gap penawaran-permintaan ekspor kayu lapis diperkirakan mencapai sekitar 6 juta m3 pada tahun 2010.

Dengan kondisi tersebut, tekanan terhadap hutan alam terus meningkat.

Kerusakan hutan saat ini diperkirakan terus meningkat drastis. Dalam membangun HTI, HR, maupun HTR perlu adanya pertimbangan tentang jenis tanaman yang akan dikembangkan yaitu tanaman jenis-jenis cepat tumbuh (fast growing species).

Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) merupakan jenis tanaman yang sedang dikembangkan karena jenis ini termasuk jenis cepat tumbuh dengan daur yang relatif singkat dengan riap tahunan yang relatif tinggi sebesar 7 cm/tahun sampai tanaman berumur 6-8 tahun, dan akan menurun menjadi 3 cm/tahun sampai tanaman berumur 20 tahun. Rata-rata riap volume/tahun adalah 10-26 m³/tahun (Soerianegara dan Lemmens 1994). Jabon juga merupakan jenis asli Indonesia (indigenous) yang bernilai ekonomis tinggi dan memiliki pangsa pasar

(15)

2

yang baik, serta mempunyai kualitas yang tidak kalah bersaing dengan jenis-jenis lain, misalnya untuk bahan baku venir dan kayu lapis.

Indonesia banyak memiliki lahan marginal yang didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) cukup luas dengan kadar kemasaman yang tinggi sehingga kelarutan kation-kation Al, Fe, dan Mn tinggi menyebabkan unsur fosfor (P) kurang tersedia bagi tanaman serta kandungan unsur hara makro dan mikro, seperti N, K, Ca, Mg, dan Mo yang rendah (Notohadiprawiro 1983).

Problema tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsur hara rendah, diperlukan tindakan pengapuran dan pemupukan (Hardjowigeno 2003). Tetapi menurut Howeler dan Cadavid (1976) pemberian kapur lebih dalam dari 30 cm sulit untuk dilakukan sehingga kemasaman subsoil masih dapat menghambat perkembangan sistem perakaran. Oleh sebab itu diperlukan alternatif lain, seperti pembuatan bibit yang mampu beradaptasi pada tanah masam dengan menggunakan mikroorganisme.

Salah satu mikroorganisme yang dapat membantu adalah mikoriza.

Mikoriza adalah bentuk simbiosis mutualisme antara fungi dengan akar tanaman.

Fungi memperoleh karbohidrat dari tanaman, yaitu dari hasil fotosintesis, sedangkan tanaman mendapatkan unsur hara khususnya fosfat dari fungi. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah fungi yang bersimbiosis dengan akar tumbuhan. Simbiosis ini mempunyai peran penting dalam pengambilan unsur hara dari dalam tanah, terutama fosfat, sehingga pertumbuhan tanaman dapat diperbaiki (Gunawan 1984).

Selama ini penelitian mengenai mikoriza hanya terfokus pada kemampuan mikoriza dalam menstimulasi pertumbuhan tanaman dengan cepat tanpa memperhatikan adanya faktor lain yang mempengaruhi mikoriza untuk dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman maupun untuk menjamin kualitas dari inokulum FMA itu sendiri. Faktor tersebut diketahui berupa mikroorganisme yang dapat bersimbiosis dengan spora mikoriza yaitu bakteri. Bakteri tersebut dikenal dengan nama Mycorrhizal Helper Bacteria (MHBs) yang dapat bersimbiosis dengan FMA dan mempunyai kemampuan menstimulir perkembangan FMA (biostimulan) serta mampu berfungsi sebagai biofungisida yang dapat menekan tumbuhnya patogen pada proses produksi inokulum FMA (Budi 2006). MHBs

(16)

3

merupakan bentuk endosimbiotik pada spora mikoriza yang dapat bersifat obligat maupun fakultatif. Isolat MHBs diperoleh dengan cara mengisolasinya dari spora mikoriza. Berdasarkan penelitian Nunang (2011) Bacillus subtilis dan Enterobacter hormaechei berpotensi menjadi MHB. Bakteri-bakteri tersebut ditetapkan menjadi MHB karena bakteri hasil isolasi spora FMA Gigaspora sp.

dan Glomus sp. (endofit) mampu menstimulir perkembangan hifa FMA secara in vitro pada tanaman sorgum, mempunyai kemampuan menghasilkan enzim hidrolitik dan sifat antagonis terhadap patogen tular tanah.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan isolat bakteri (B.

subtilis dan E. hormaechei) dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Miq.).

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dalam rangka peningkatkan pertumbuhan dan kualitas bibit jabon melalui aplikasi FMA dan MHB (B. subtilis dan E. hormaechei).

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)

Jenis A. cadamba Miq. ini bersinonim dengan A.chinensis Lamk. dan A.

indicus A. Rich. Jabon (A. cadamba Miq.) merupakan pohon yang dapat mencapai tinggi sampai 45 meter, mempunyai batang yang lurus dan silindris dengan batang bebas cabang lebih dari 25 meter. Diameter batang dapat mencapai 100–160 cm, batang berbanir dengan tinggi banir hingga 2 meter dan lebar sampai 60 cm.

Jabon mempunyai daun tunggal dengan ujung daun berbentuk runcing sampai meruncing serta berdaun penumpu (Soerianegara dan Lemmens 1994).

Pohon jabon merupakan jenis pohon yang dapat digunakan untuk pohon ornamental dan naungan atau untuk reforestasi dan agroforestri, sedangkan kayunya dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan, diantaranya adalah untuk korek api, peti pembungkus, cetakan beton, mainan anak-anak, venir, kayu lapis, pulp dan kertas, kayu lamina, serta konstruksi darurat yang ringan (Martawijaya et al. 1992), obat tradisional (daun dan kulit kayu), serta bunga dan buahnya dapat dimakan (Soerianegara dan Lemmens 1994).

2.2 Mikoriza

Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan fungi.

Asosiasi antara akar tanaman dengan fungi ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat fungi tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar (2001) dalam Christina 2010).

Mikoriza merupakan salah satu dari jenis fungi. Fungi merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau daun sehingga bersifat heterotrof, terdiri dari satu sel atau banyak sel dan mampu berkembang biak secara generatif dan vegetatif. Pada dasarnya asosiasi mikoriza terbentuk sebagai hasil hubungan simbiosis mutualisme antara fungi pembentuk mikoriza dengan perakaran

(18)

5

tanaman. Akar tanaman mengeluarkan cairan karbohidrat dan dimanfaatkan oleh fungi pembentuk mikoriza sebagai sumber energi. Fungi pembentuk mikoriza membantu penyerapan berbagai unsur hara dan air kepada akar yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Fakuara 1988).

2.2.1 Tipe-tipe mikoriza

Mikoriza secara umum terbagi atas 2 (dua) golongan, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Pembagian ini didasarkan pada tempat mikoriza bersimbiosis pada akar. Ektomikoriza merupakan mikoriza yang menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel apeks akar, sedangkan endomikoriza merupakan mikoriza yang menginfeksi bagian dalam akar tanaman di dalam dan di antara sel- sel apeks akar (Wikipedia 2006).

Menurut Fakuara (1990) berdasarkan infeksinya serta bentuk dan tidak terbentuknya selubung hifa dapat dibedakan tiga bentuk mikoriza, yaitu:

1. Ektomikoriza yaitu mikoriza yang pada permukaan luar akar terbentuk selubung jalinan hifa fungi.

2. Endomikoriza yaitu fungi pembentuk mikoriza berkembang hanya dalam sel- sel korteks akar dan tidak terbentuk selubung hifa pada akar.

3. Ektendomikoriza yaitu struktur yang memiliki kedua ciri-ciri tersebut.

Adanya fungi di sel-sel korteks dan juga terbentuknya hifa pada permukaan akar.

2.2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Fungi Mikoriza Arbuskula adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza, yaitu fungi pembentuk mikoriza yang berkembang di dalam sel-sel akar, tidak membentuk mantel hifa pada permukaan akar maupun jala Hartig dalam jaringan epidermis dan korteks akar, dan mempunyai organ berupa arbuskula. Beberapa genus FMA juga memiliki organ yang disebut vesikula (Smith dan Read 1997).

FMA ialah simbion obligat yang artinya fungi tersebut tidak bisa dikulturkan tanpa adanya akar tanaman sebagai inang (Smith dan Read 1997).

Peranan FMA untuk tanaman adalah : (1) perbaikan nutrisi tanaman dan

(19)

6

peningkatan pertumbuhan, (2) sebagai pelindung hayati (bio-protection), (3) meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan, (4) terlibat dalam siklus biogeokimia, (5) sinergis dengan mikroorganisme lain, dan (6) mempertahankan keanekaragaman tumbuhan (Setiadi 2006). Kapasitas pengambilan hara dapat ditingkatkan jika terjadi kolonisasi mikoriza pada akar karena waktu hidup akar yang dikolonisasi FMA menjadi lebih panjang, ukuran percabangan serta diameter akar diperbesar dan luas permukaan absorpsi akan diperluas (Delvian 2003).

Abbott dan Robson (1992) dalam Christina (2010) mengatakan alasan mengapa FMA dapat meningkatkan penyerapan hara dalam tanah yaitu karena FMA dapat mengurangi jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman, meningkatkan rata- rata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada permukaan penyerapan, dan merubah secara kimia sifat-sifat hara sehingga memudahkan penyerapannya ke dalam akar tanaman.

Semua FMA tidak mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang sama oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui identitasnya. Walaupun fungi ini mempunyai sebaran inang yang sangat luas, fungi ini mempunyai pengaruh yang spesifik juga terhadap jenis tanaman yang terinfeksi. Disamping itu fungi ini juga mempunyai pengaruh yang bervariasi pada kultivar dalam satu jenis tanaman dan dapat pula berbeda pengaruh terhadap tanaman dalam ekosistem dan jenis tanah yang berbeda serta dalam jenis tanah yang sama tapi berbeda sifat biologinya, kimia, dan fisiknya (Brundrett et al. 1996).

Menurut Fakuara (1988), bahwa infeksi FMA dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi: pemupukan, nutrisi tanaman, pestisida, intensitas cahaya, musim dan kelembaban tanah, pH, kepadatan inokulum, dan kerentanan tanaman.

Efektivitas FMA tergantung pada kesesuaian antara faktor jenis FMA, tanaman, dan tanah, serta interaksi ketiga faktor tersebut.

2.3 “Mycorrhiza Helper Bacteria” (MHB)

Proses simbiosis antara fungi mikoriza dan akar tanaman dipengaruhi oleh berbagai macam mikroorganisme yang hidup di sekitar perakaran tanaman di dalam tanah (rhizospere), khususnya oleh bakteri (Garbaye 1994). Bakteri yang meningkatkan perkembangan mikoriza disebut Mychorrizal Helper Bacteria

(20)

7

(MHB). MHB mempunyai kemampuan menstimulir perkembangan FMA dan mempunyai fungsi sebagai fungisida sehingga dapat menekan tumbuhnya bibit penyakit pada produksi inokulum FMA. Penelitian ultrastruktur dengan menggunakan mikroskop elektron telah membuktikan adanya bakteri-bakteri yang terdapat pada hifa dan mantel ektomikoriza, dinding spora dan sporokarp FMA.

Bakteri ini termasuk dalam golongan Burkholderia yang merupakan golongan bakteri pengikat nitrogen.

Penambahan MHB pada inokulum fungi dapat meningkatkan keberhasilan inokulasi. Mamatha et al. (2002) mengatakan bahwa efek dari inokulasi tanah dengan FMA dan MHB telah diteliti pada tanaman Mulberry dan Papaya yang sudah diujicobakan di lapangan. Inokulasi Bacillus coagulans meningkatkan permukaan mikoriza dalam inokulasi tanaman-FMA, ini mungkin termasuk dalam golongan MHB.

Isolat-isolat bakteri yang mempunyai kemampuan meningkatkan perkembangan mikoriza, pada pengujian lanjutan mempunyai kemampuan juga terhadap penghambatan perkembangan patogen akar baik secara in vitro maupun in vivo. Dengan demikian MHB berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai agen biofungisida dan sekaligus biostimulan (Budi 2006).

Secara keseluruhan formasi MHB sangat mungkin sekali bersama-sama dalam mekanisme simbiosis mikoriza dan bakteri di dalam tanah sekitar perakaran tanaman, simbiosis ini selalu ditemukan setiap waktu, walaupun dalam situasi dan kondisi yang sangat berbeda dan pada tanaman dengan kombinasi mikoriza yang sangat beraneka ragam (Garbaye dan Duponnois 1991).

2.4 Podsolik Merah Kuning (Ultisol)

Ultisol hanya ditemukan di daerah-daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 8ºC. Ultisol adalah tanah dengan horison argilik atau kandik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah (Hardjowigeno 2003).

Podsolik Merah Kuning adalah tanah yang sangat tercuci, lapisan atas berwarna abu-abu muda sampai kekuningan, lapisan bawah merah atau kuning, terdapat akumulasi liat hingga tekstur relatif berat, struktur gumpal, permeabilitas rendah, stabilitas agregat rendah, bahan organik rendah, kejenuhan basa rendah,

(21)

8

ph rendah 4,2–4,8. Horison eluviasi tidak terlalu jelas (Hardjowigeno 2003).

Dikatakan juga dalam Hardjowigeno (2003) bahwa bahan induk podsolik merah kuning kadang-kadang mempunyai karatan kuning, merah dan abu-abu. Bahan induk adalah batuan endapan bersilika, napal, batu pasir, batu liat. Ditemukan pada ketinggian antara 50–350 m, iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2500–3500 mm (Hardjowigeno 2003).

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012 sampai dengan Maret 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah saringan bertingkat, refrigerator, neraca analitik, cawan Petri, labu Erlenmeyer, inkubator, gelas ukur, sendok pengaduk, pipet, pinset spora, jarum ose, Laminar Air Flow Cabinet, bunsen, hot plate, autoklaf, sentrifus, pengaduk magnet, gelas kultur, mesin shaker, gunting, oven, mikroskop stereo, mikroskop binokuler, tabung film, preparat slide, plastik, dan alat hitung, sprayer, bak kecambah, kantong polibag, alat penyiram, kamera, mistar, kaliper, dan alat tulis.

Bahan yang digunakan untuk media tanaman digunakan tanah podsolik merah kuning. Untuk perlakuan digunakan isolat bakteri yang berasal dari isolasi bakteri pada spora Gigaspora sp. (B. subtilis) dan Glomus sp. (E. hormaechei), inokulum fungi mikoriza Gigaspora sp. Untuk perbanyakan bakteri, bahan yang dibutuhkan adalah alkohol 75%, alumunium foil, kapas, tisu, kertas label, Nutrient Broth (tanpa agar) 10%, NaCl 0,7%, dan air steril. Untuk bahan yang digunakan dalam pewarnaan dan pengamatan infeksi akar yaitu aquades, KOH 2,5%, HCl 2%, Tryphan blue, glycerin, dan cat kuku.

3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian 3.3.1 Persiapan media

Media yang digunakan adalah tanah podsolik merah kuning. Sebelum dimasukkan ke dalam polibag, tanah dikeringkan dan diayak menggunakan saringan kemudian disangrai terlebih dahulu agar steril. Tanah steril dimasukkan ke dalam polibag berukuran 10 cm x 15 cm dan polibag diberi label sesuai dengan perlakuan.

(23)

10

3.3.2 Persiapan Awal Isolat Bakteri 3.3.2.1 Pembuatan Media Nutrien Agar

Media nutrien agar dibuat dengan melarutkan bahan nutrien agar sebanyak 28 g ke dalam 1 L aquades pada gelas ukur dengan kapasitas 1 L. Untuk mempercepat pelarutan, gelas ukur tersebut diletakkan di atas pengaduk magnet.

Setelah larut, lalu dituang ke labu Erlenmeyer, kemudian mulut erlenmeyer disumbat dengan kapas yang selanjutnya ditutup dengan alumunium foil kemudian disterilisasi dengan autoklaf (suhu 1210C dengan tekanan 1 atm).

3.3.2.2 Penyiapan Media Nutrien Agar Pada Cawan Petri

Cawan Petri yang steril digunakan sebagai wadah untuk media nutrien agar.

Penuangan media dilakukan di dalam laminar air flow cabinet. Setiap cawan Petri berisi kurang lebih 10 ml. Setelah media membeku cawan Petri dibalik kemudian ditutup agar uap air tidak menetes ke agar untuk menghindari kontaminasi.

3.3.2.3 Peremajaan Bakteri

Koloni bakteri pada cawan Petri hasil isolasi bakteri dari spora Gigaspora sp. dan Glomus sp. dipindahkan ke dalam cawan Petri lain yang telah terisi oleh media nutrien agar dengan menggunakan jarum ose. Pemindahan koloni bakteri dilakukan dengan metode pengolesan secara zig zag, lalu diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 30 0C.

3.3.2.4 Perbanyakan isolat bakteri

Media nutrient broth adalah media yang digunakan untuk perbanyakan isolat bakteri, untuk membuat media 1 L dibutuhkan 13 g nutrient broth. Media tersebut dilarutkan dalam gelas ukur dengan bantuan pengaduk magnet hingga media benar-benar larut. Kemudian dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer.

Erlenmeyer yang berisi media Nutrient Broth dibungkus bagian lehernya dengan alumunium foil untuk disterilisasi dengan cara dimasukkan dalam autoklaf dengan suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 20 menit. Setelah disterilkan dalam autoklaf, media diangkat dan jika sudah dingin, isolat bakteri diinokulasikan ke dalam media Nutrient Broth dengan menggunakan jarum ose. Perbanyakan isolat

(24)

11

dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet untuk menghindari kontaminasi.

Media yang sudah diinokulasi bakteri kemudian diletakkan di atas shaker 80 rpm selama 48 jam. Pertumbuhan bakteri dapat diketahui dengan melihat keruhnya media Nutrient Broth pada Erlenmeyer.

3.3.2.5 Pembuatan larutan isolat bakteri

Media cair hasil perbanyakan bakteri yang sudah keruh dituangkan ke dalam tabung sentrifus. Sebelumnya, tabung sentrifus dibilas dengan aquades steril terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar tabung sentrifus dalam keadaan steril.

Setelah dituang, media cair hasil perbanyakan diendapkan dengan cara disentrifugasi agar bakteri mengendap di dasar tabung selama 3 menit dengan kecepatan maksimal. Kemudian cairan perbanyakan bakteri dibuang dan bakteri yang mengendap di dasar tabung diambil dan dilarutkan dengan air yang steril.

3.3.3 Isolasi Spora Mikoriza

Untuk mendapatkan spora dilakukan isolasi melalui teknik penyaringan basah bertingkat. Spora yang tersaring dimasukan pada cawan Petri lalu diamati di bawah mikroskop stereo, kemudian dipisahkan dengan pinset spora dari kototan- kotoran yang ikut tersaring, sehingga dihasilkan spora murni dalam tabung film yang telah berisi aquades. Satu tabung film berisi minimal 50 spora untuk 1 tanaman.

3.3.4 Inokulasi mikoriza dan inokulasi bakteri

Spora mikoriza dan bakteri diinokulasikan Dengan membuat 4 lubang sekitar batang semai sampai terlihat akarnya, larutan isolat bakteri dimasukkan dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 1 ml, begitu pula dengan anakan yang mendapat perlakuan mikoriza, 1 tabung yang berisi 50 spora Gigaspora sp.

dimasukkan dalam lubang mengenai akar semai, kemudian lubang ditutup kembali dengan media sapih. Begitu pula dengan perlakuan kombinasi antara mikoriza dengan bakteri, penginokulasian isolat bakteri dan spora Gigaspora sp.

dimasukkan dalam lubang yang sama.

(25)

12

3.3.5 Pemeliharaan

Untuk pemeliharaan dilakukan penyiraman dengan air biasa sebanyak dua kali dalam sehari (pagi dan sore) tergantung kondisi media. Jika media dalam kondisi basah atau lembab maka cukup disiram sekali saja (pagi atau sore). Untuk pengendalian hama dilakukan secara manual dengan mematikan hama.

3.3.6 Pengamatan parameter dan pengumpulan data

Dalam pengamatan, parameter yang diamati adalah : (1) tinggi tanaman (2) diameter tanaman (3) biomassa akar dan pucuk (4) perhitungan IMB (Indeks Mutu Bibit) (5) NPA (6) persentase infeksi akar.

3.3.6.1 Tinggi bibit

Pengukuran tinggi bibit dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 2 bulan.

Tinggi bibit diukur mulai dari titik bekas kotiledon sampai titik tumbuh tunas yang paling muda/titik tertinggi (meristem apikal) pada batang. Nilai tersebut dinyatakan dalam satuan centimeter (cm).

3.3.6.2 Diameter batang

Pengukuran diameter dilakukan setiap 1 bulan sekali selama 2 bulan.

Diameter diukur mulai dari 1,5 cm di atas permukaan media dengan menggunakan alat kaliper digital. Nilai tersebut dinyatakan dalam satuan milimeter (mm).

3.3.6.3 Pengukuran biomassa akar dan pucuk

Biomassa akar dan pucuk dihitung dengan rumus biomassa yaitu : Biomassa = (Berat basah - berat kering)/berat basat x 100 %

3.3.6.4 Nisbah Pucuk Akar (NPA)

Nilai ini menggambarkan perbandingan antara berat kering bagian pucuk dengan bagian akar bibit.

(26)

13

3.3.6.5 Indeks Mutu Bibit (IMB)

Menurut Lackey dan Alm (1982) dalam Hendromono (1987), Indeks Mutu Bibit dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

IMB = A + B C/D + A/B Keterangan : IMB = Indeks Mutu Bibit

A = Bobot kering pucuk (g) B = Bobot kering akar (g) . C = Tinggi tanaman (cm)

D = Diameter tanaman (mm)

Bibit baik dan mampu bertahan di lapangan jika memiliki nilai IMB (Q) > 0.09 (Dickson et al. 1960).

3.3.6.6 Persentase infeksi akar

Identifikasi persentase infeksi akar dilakukan dengan cara mengambil contoh akar yang muda (serabut) secara acak dari polibag kemudian dilakukan proses pembersihan dan pewarnaan akar. Infeksi akar ditandai dengan adanya hifa, arbuskula dan vesikel atau salah satu dari organ tersebut Menurut Setiadi et al.(1992), pengukuran persen infeksi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Akar diambil, dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium luar. Bagian akar muda (serabut) diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau tabung film bekas dan direndam dalam larutan KOH 2,5%, dibiarkan selama semalam atau akar sampai berwarna kuning bersih. Setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 2,5% dibuang dan akar dibilas dengan air. Setelah itu direndam dengan larutan H2O2 2% selama 5 menit, lalu larutan H2O2 2% dibuang dan akar dibilas dengan air, kemudian akar direndam dengan HCl 2 % selama 10 menit, tanpa di oven.

Setelah 10 menit akar tidak dicuci lagi dan langsung diganti dengan larutan staining (gliserin dan aquades dengan perbandingan 7:3), ditambah dengan Trypan blue 0,05% (0,2 g dalam 1 L), kemudian dibiarkan semalam. Larutan staining dibuang dan diganti dengan larutan distaining (larutan staining tanpa Trypan blue yaitu gliserin dan aquades dengan perbandingan 1:1) selama

(27)

14

semalam. Akar kemudian dipotong-potong sepanjang 1 cm, lalu disusun pada gelas objek (1 gelas objek untuk 10 potong akar). Untuk setiap tanaman sampel dibuat tiga preparat. Selanjutnya diamati dengan mikroskop stereo.

Amati potongan akar pada kaca preparat untuk setiap bidang pandang.

Bidang pandang yang terinfeksi ditunjukan dengan adanya tanda-tanda seperti hifa, arbuskula maupun vesikula. Persentase akar terinfeksi dihitung dengan rumus :

∑ bidang pandang yang terinfeksi

% Terinfeksi = x 100 %

∑ keseluruhan bidang pandang

3.3.7 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial teridiri dari 2 faktor.

Faktor yang pertama adalah pemberian mikoriza (M) yang terdiri dari 2 taraf yaitu M0 = Tanpa mikoriza Gigaspora sp.

M1 = pemberian mikoriza Gigaspora sp.

Faktor kedua adalah pemberian bakteri (B) yang terdiri dari 3 taraf yaitu B0 = tanpa bakteri

B1 = pemberian isolat bakteri B. subtilis B2 = pemberian isolat bakteri E. hormaechei

Dengan demikian terdapat 6 kombinasi perlakuan dengan 5 kali ulangan sehingga jumlah total tanaman seluruhnya adalah 30 tanaman.

Model rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor pemberian mikoriza ke-i dan faktor pemberian bakteri ke-j pada ulangan ke-k

µ = Nilai rata-rata umum

αi = Nilai pengaruh faktor pemberian mikoriza ke-i βj = Nilai pengaruh faktor pemberian bakteri ke-j

εijkl = Nilai galat dari unit percobaan faktor pemberian mikoriza ke-i dan faktor pemberian bakteri ke-j pada ulangan ke-k

(28)

15

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati, dilakukan analisis keragaman yang diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan prog SAS. Kemudian bila pengaruh yang diberikan menunjukan perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan.

(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pengaruh Mikoriza, Bakteri dan Kombinasinya terhadap parameter pertumbuhan semai jabon

Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pertumbuhan semai jabon pada Tabel 1, menunjukkan bahwa interaksi antara mikoriza dan bakteri memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan semai jabon. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil analisis sidik ragam pengaruh inokulasi mikoriza, bakteri dan interaksinya terhadap parameter pertumbuhan semai jabon

Parameter F Hitung

FMA P Bakteri P Interaksi P

Tinggi 0,26 tn 0,93 tn 5,79 *

Diameter 14,19 * 2,40 tn 20,39 *

Biomassa akar 6,54 * 7,60 * 1,46 tn

Biomassa pucuk 38,91 * 14,96 * 7,33 *

NPA 38,68 * 6,14 * 5,36 *

IMB 2,73 tn 0,10 tn 3,44 *

% infeksi 224,75 * 3,75 * 3,75 *

tn : tidak nyata; * : nyata (p<0,05) 4.1.1.1 Tinggi semai

Hasil uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap parameter pertambahan tinggi semai jabon 2 bulan setelah tanam disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap parameter pertambahan tinggi semai jabon 2 bulan setelah tanam

Perlakuan Rata-rata (cm) Peningkatan terhadap kontrol %

M0B0 2,30b 0,00

M0B1 3,22a 40,00

M0B2 3,06a 33,04

M1B0 3,18a 38,26

M1B1 2,74ab 19,13

M1B2 2,92ab 26,96

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pemberian bakteri B. subtilis (M0B1) tanpa mikoriza memberikan nilai rata-rata pertambahan tinggi tertinggi sebesar

(30)

17

3,22 cm, sedangkan kontrol (M0B0) memberikan nilai rata-rata pertambahan tinggi terendah yaitu 2,3 cm setelah 2 bulan tanam.

4.1.1.2 Diameter Semai

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan didapatkan hasil bahwa pemberian bakteri B. subtilis (M0B1) tanpa mikoriza memberikan nilai rata-rata pertambahan diameter terbesar yaitu 0,28 cm, sedangkan interaksi antara spora Gigaspora sp.

dengan bakteri B. subtilis (M1B1) memberikan nila rata-rata pertambahan diameter terendah yaitu 0,074 cm setelah 2 bulan tanam. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap parameter pertambahan diameter semai jabon 2 bulan setelah tanam

Perlakuan Rata-rata (cm) Peningkatan terhadap kontrol %

M0B0 0,086d 0,00

M0B1 0,280a 225,58

M0B2 0,244ab 183,72

M1B0 0,184bc 113,95

M1B1 0,074d -13,95

M1B2 0,126cd 46,61

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

4.1.1.3 Biomassa akar

Analisis sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan biomassa akar dipengaruhi oleh perlakuan tunggal FMA dan perlakuan tunggal bakteri. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan Pemberian spora Gigaspora sp. (M1) memiliki rata-rata biomassa akar sebesar 83,959. Pemberian bakteri B. subtilis (B1) memiliki rata-rata biomassa akar sebesar 83,100 sedangkan pemberian bakteri E. hormaechei (B2) memiliki rata-rata biomassa akar sebesar 85,024. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

(31)

18

Tabel 4 Uji lanjut Duncan inokulasi FMA terhadap parameter biomassa akar semai jabon 2 bulan setelah tanam

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

kontrol %

M0 79,605b 0,00

M1 83,959a 5,47

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

Tabel 5 Uji lanjut Duncan isolat bakteri terhadap parameter biomassa akar semai jabon 2 bulan setelah tanam

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

kontrol %

B0 77,222b 0,00

B1 83,100a 7,61

B2 85,024a 10,10

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

4.1.1.4 Biomassa pucuk

Berdasarkan berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pemberian bakteri B.

subtilis (M0B1) tanpa mikoriza memiliki rata-rata biomassa pucuk terbesar yaitu 85,342, sedangkan kontrol (M0B0) memberikan nilai rata-rata biomassa pucuk terendah yaitu 74,144 setelah 2 bulan tanam. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap parameter biomassa pucuk semai jabon 2 bulan setelah tanam

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

kontrol %

M0B0 74,144c 0,00

M0B1 85,342a 15,10

M0B2 84,752ab 14,31

M1B0 83,654ab 12,83

M1B1 81,890b 10,45

M1B2 82,444ab 11,19

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

4.1.1.5 Nisbah Pucuk Akar (NPA)

Berdasarkan berdasarkan hasil uji lanjut Duncan interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri B. subtilis (M1B1) dan interaksi spora Gigaspora sp. dengan

(32)

19

bakteri E. Hormaechei (M1B2) memiliki nilai rata-rata NPA terbesar yaitu 3,1140 dan 2,7240 setelah 2 bulan tanam. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap parameter NPA semai jabon 2 bulan setelah tanam

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

kontrol %

M0B0 1,5120b 0,00

M0B1 1,5560b 2,91

M0B2 2,0500b 35,58

M1B0 2,0520b 35,71

M1B1 3,1140a 105,95

M1B2 2,7240a 80,16

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

4.1.1.6 Indeks Mutu Bibit (IMB)

Berdasarkan berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pemberian bakteri E.

hormaechei (M0B2) tanpa mikoriza memiliki rata-rata nilai Indeks Mutu Bibit terbesar yaitu 0,4060 sedangkan kontrol (M0B0) memiliki rata-rata nilai Indeks Mutu Bibit terendah yaitu 0,1180 setelah 2 bulan tanam. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap parameter Indeks Mutu Bibit semai jabon 2 bulan setelah tanam

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

kontrol %

M0B0 0,1180b 0,00

M0B1 0,3440ab 191,53

M0B2 0,4060a 244,07

M1B0 0,3100ab 162,71

M1B1 0,1300ab 10,17

M1B2 0,1640ab 38,98

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

4.1.1.7 Infeksi akar

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri B. subtilis (M1B1) memberikan penurunan persentase infeksi mikoriza terhadap perlakuan tanpa bakteri (M1B0) yaitu sebesar 20,25%, sedangkan pemberian bakteri E. hormaechei (M1B2) memberikan penurunan persentase infeksi akar terbesar yaitu 36,21%. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Tabel 9.

(33)

20

Tabel 9 Uji lanjut Duncan interaksi mikoriza dan bakteri terhadap parameter infeksi akar semai jabon 2 bulan setelah tanam

Perlakuan Rata-rata Peningkatan terhadap

kontrol %

M1B0 20,597a 0,00

M1B1 16,427b -20,25

M1B2 13,137b -36,21

Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95 %

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1 interaksi mikoriza dengan bakteri berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi semai jabon. Dari hasil uji lanjut Duncan yang disajikan pada Tabel 2, pemberian bakteri B. subtilis (M0B1) tanpa mikoriza memberikan peningkatan terhadap kontrol sebesar 40%.

Pemberian spora Gigaspora sp. (M1B0) memberikan peningkatan sebesar 38,26%, sedangkan interaksi antara spora Gigaspora sp. dan bakteri (B. subtilis dan E. hormaechei) mengalami peningkatan terhadap kontrol secara berurutan 19,13% (M1B1) dan 26,96% (M1B2). Jika dilihat dari nilai tersebut diketahui terjadi penurunan peningkatan tinggi pada interaksi mikoriza dengan bakteri.

Pertambahan diameter semai jabon dari hasil analisis sidik ragam dapat diketahui perlakuan tunggal inokulasi mikoriza dan interaksi antara mikoriza dan bakteri berpengaruh nyata terhadap pertambahan diameter semai jabon.

Pemberian spora Gigaspora sp. (MIB0) tidak hanya meningkatkan pertumbuhan tinggi tetapi juga meningkatkan pertumbuhan diameter semai jabon sebesar 113,95%. Interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri B. subtilis (M1B1) berdampak kurang menguntungkan terhadap pertambahan diameter tanaman inang. Hal ini dapat dilihat dengan penurunan terhadap kontrol sebesar 13,95%.

Dari kedua parameter tinggi dan diameter dapat dilihat terjadinya penurunan terhadap perlakuan tunggal mikoriza. Hal ini diduga bakteri dan mikoriza menggunakan sebagian besar hasil fotosintat tanaman inang untuk pertumbuhan dan proses metabolisme dalam hidup mereka masing-masing. Kemungkinan dalam penelitian ini asosiasi antar bakteri, FMA, dengan tanaman jabon kurang efektif karena kondisi perakaran dan lingkungan atau karakter tanaman inang, atau sifat fisika dan kimia tanah, atau karakteristik FMA yang tidak sesuai sehingga

(34)

21

bakteri tidak mampu meningkatkan kerja FMA pada semai jabon yang diuji.

Melin (1962) dalam Wibisono (2009) mengatakan bahwa pertumbuhan fungi mikoriza memerlukan ketersediaan karbohidrat yang cukup dalam akar. Bukman dan Brady (1982) dalam Suyono (2003) menyebutkan bahwa organisme tanah dapat merugikan tanaman tingkat tinggi diantaranya melalui persaingan untuk memperoleh hara yang tersedia. Organisme yang biasanya memperoleh unsur hara lebih dulu, baru tanaman tingkat tinggi mempergunakan yang masih tersisa.

Berdasarkan analisis sidik ragam (Tabel 1) dapat diketahui hanya perlakuan tunggal inokulasi mikoriza dan perlakuan tunggal isolat bakteri yang berpengaruh nyata terhadap biomassa akar. Dari hasil uji lanjut Duncan pemberian spora Gigaspora sp. (M1) terhadap biomassa akar memiliki peningkatan sebesar 5,47%

terhadap kontrol. Pengaruh pemberian bakteri B. subtilis (B1) memberikan pengaruh sebesar 7,61%, sedangkan E. hormaechei (B2) memberikan peningkatan sebesar 10,10%. Abbot dan Robson (1984) dalam Delvian (2005) mengatakan bahwa dengan adanya mikoriza pada perakaran tanaman dapat meningkatkan kapasitas pengambilan hara karena waktu hidup akar yang diinfeksi diperpanjang dan derajat percabangan serta diameter akar diperbesar, sehingga luas permukaan absorbsi akar diperluas. Dengan berubahnya struktur akar oleh adanya infeksi dari mikoriza Gigaspora sp. menyebabkan pertumbuhan akar tanaman jabon menjadi lebih baik sehingga fungsi akar dalam menyerap air dan hara dapat ditingkatakan maka akan meningkat pula pertumbuhan tanaman inang.

Pada parameter biomassa pucuk, dari hasil sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan interaksi antara mikoriza dan bakteri memberikan pengaruh nyata.

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 6) perlakuan tunggal spora Gigaspora sp. (M1B0) memberikan peningkatan sebesar 12,83%. Interaksi antara spora Gigaspora sp. dengan bakteri B. subtilis (M1B1) memberikan peningkatan terhadap kontrol sebesar 10,45%, sedangkan antara spora Gigaspora sp. dengan E. hormaechei (M1B2) memberikan peningkatan sebesar 11,19%. Walaupun peningkatan ineraksi mikoriza dan bakteri lebih kecil dari perlakuan tunggal FMA akan tetapi mengalami peningkatan terhadap kontrol. Hal ini diduga pemberian bakteri atau mikoriza dapat membantu pertumbuhan tanaman tingkat tinggi dan juga menunjukkan pemberian spora Gigaspora sp. dan isolat bakteri B. subtilis

(35)

22

atau E. hormaechei memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman jabon jika dibandingkan dengan kontrol.

Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 1) interaksi antara mikoriza dengan bakteri berpengaruh nyata terhadap Nisbah Pucuk Akar (NPA). Nisbah pucuk akar merupakan hasil perhitungan yang membandingkan antara berat kering pucuk dengan berat kering akar tanaman. Sehingga, besarnya nilai nisbah pucuk akar tanaman sangat ditentukan oleh pertumbuhan pucuk dan akar tanaman.

Pertumbuhan tanaman yang baik dan normal ditunjukkan dengan nilai nisbah pucuk akar yang seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian pucuk dan akar tanaman mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang seimbang. Akar berfungsi menyerap air dan hara dari dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan pucuk. Terjadinya hambatan media pertumbuhan tanaman akan diikuti oleh penurunan nisbah pucuk dan akar (Hairiah et al. 2004).

Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 7), interaksi spora Gigaspora sp.

dengan bakteri B. subtilis (M1B1) menunjukkan respon yang baik, dimana rata- rata NPAnya sebesar 3,1140 mengalami peningkatan sebesar 105,95%, sedangakan interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri E. hormaechei (M1B2) memiliki rata-rata NPA sebesar 2,7240 peningkatan sebesar 80,16%. Hal ini menunjukkan interaksi mikoriza dengan bakteri memiliki pertumbuhan yang baik dan seimbang antara kemampuan akar menyerap air dan hara dari tanah dengan laju fotosintesis dan transpirasi pada pucuk. Duryea dan Brown (1984) dalam Setyaningsih (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan dan kemampuan semai terbaik pada umumnya terjadi pada NPA (Nisbah Pucuk Akar) antara 1 dan 3.

Duponnois (1992) dalam Safriyanto (2004) menyatakan bahwa bakteri- bakteri sekitar perakaran tanaman berdasarkan hipotesis dapat menyuburkan perakaran dan meningkatkan daya serap akar setelah adanya keterlibatan dari simbiosis dengan fungi. Imas dan Setiadi (1987) menambahkan bahwa stimulasi dari mikroorganisme tanah dapat terjadi karena akar mensuplai nutrien. Bukman dan Bradi (1969) dalam Suyono (2003) mengatakan bahwa bakteri dapat membantu pertumbuhan tanaman tingkat tinggi dengan baik karena bakteri secara praktis dapat memegang monopoli tiga buah pokok transformasi enzim yaitu

(36)

23

nitrifikasi, oksida sulfur, dan fiksasi N. Selain itu bakteri dapat membantu pertumbuhan tanaman diantaranya dengan cara membantu penyediaan unsur hara.

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan interaksi mikoriza dengan bakteri memberikan pengaruh nyata terhadap Indeks Mutu Bibit (IMB).

IMB merupakan salah satu parameter yang diamati dengan tujuan untuk mengetahui keadaan mutu semai (bibit), sehingga kemampuan suatu semai untuk tumbuh di lapangan dapat diketahui. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 8) pemberian bakteri E. hormaechei (M0B2) memiliki rata-rata IMB terbesar yaitu sebesar 0,4060 dan peningkatan terhadap kontrol 244,07%, sedangkan interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri B. subtilis (M1B1) memiliki rata- rata IMB terkecil yaitu 0,1300 dan peningkatan terhadap kontrol sebesar 10,17%.

Menurut Lackey dan Alm (1982) dalam Hendromono (1987) menyatakan bahwa semakin besar angka indeks mutu menandakan bibit semakin tinggi mutunya.

Selanjutnya Roller (1977) dalam Hendromono (1987) menambahkan bahwa bibit yang mempunyai angka indeks mutu lebih kecil dari 0,09 bibit tidak akan berdaya hidup tinggi dikondisi lapangan.

Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 1 interaksi mikoriza dengan bakteri memberikan pengaruh nyata terhadap infeksi akar. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Tabel 9) interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri E. hormaechei (M1B2) memberikan penurunan persentase infeksi terbesar yaitu 36,21% terhadap perlakuan mikoriza tanpa bakteri (M1B0), sedangkan interaksi spora Gigaspora sp. dengan B. subtilis (M1B1) memberikan penurunan persentase infesi akar sebesar 20,25%. Hal ini diduga karena bakteri memberikan pengaruh negatif terhadap kerja dari mikoriza dalam arti bahwa bakteri yang diinokulasikan menghambat mikoriza dalam menginfeksikan akar tanaman. Duponnois (1992) dalam Garbaye (1994) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan bakteri untuk mengurangi atau menanmbahkan miselia dan mempengaruhi formasi mikoriza. Delvian (2005) dalam Molo (2010) mengatakan bahwa penurunan persentase kolonisasi FMA pada perakaran tanaman mungkin disebabkan oleh perubahan fisiologi tanaman yang mungkin akan mempengaruhi simbionnya secara langsung atau tidak langsung. Moutoglis et al. (1996) dalam Molo (2010) menyatakan bahwa selain dipengaruhi kepekaan inang terhadap

(37)

24

infeksi, infeksi akar pada tanaman juga dipengaruhi langsung dan tidak langsung oleh faktor-faktor lingkungan yang selalu dinamis sehingga mempengaruhi kecepatan infeksi. Ada tiga mekanisme yang menyebabkan terjadinya tanggapan perkembangan asosiasi mikoriza atas kondisi lingkungan yang mempengaruhi, yaitu : (1) perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi didalam akar sehingga menentukan perkembangan fungi, (2) adanya perubahan kuantitatif dan kualitatif aksudat akar yang mempengaruhi perkembangan miselia ekstra, (3) aliran karbon dari inang ke fungi akan menetukan perkembangan miselium dan spora fungi (Naggahashi et al. (1996) dalam Molo 2010).

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Interaksi FMA dengan bakteri dapat meningkatkan pertumbuhan semai jabon secara nyata di banding kontrol, namun nilai peningkatannya lebih rendah bila dibandingkan inokulasi bakteri dan FMA secara tunggal.

2. Terjadi penurunan infeksi akar terhadap interaksi spora Gigaspora sp dengan bakteri B. subtilis (M1B1) sebesar 20,25%, sedangkan interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri E. hormaechei (M1B2) memberikan penurunan sebesar 36,21%.

3. Interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri E. hormaechei (M1B2) memberikan respon lebih baik jika dibandingkan dengan interaksi spora Gigaspora sp. dengan bakteri B. subtilis (M1B1) terhadap parameter tinggi, diameter, biomassa pucuk dan Indeks Mutu Bibit (IMB). Nilai peningkatan (M1B2) masing-masing sebesar 26,96%, 46,61%, 11,19%, 39,98% terhadap kontrol.

4. Perlakuan M0B1 memberikan respon terbaik terhadap parameter tinggi dan diameter. Nilai peningkatannya masing-masing 40% dan 225,58%.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian pada tanaman yang berbeda untuk melihat respon interaksi antara mikoriza dan bakteri dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman.

2. Perlu dilakukan penelitian dengan jenis FMA yang lain.

3. Perlu dilakukan penelitian dengan jenis bakteri yang lain.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Brundrett M, Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working with mychorrhizas in forestry and agriculture. (ACIAR). http://

www.ffp.csiro.au/research/mycorrhiza/index.html [25 April 2012].

Budi SW. 2006. Pemanfaatan “Mycorrhizal Helper Bacteria” (MHB) sebagai biofungisida dan biostimulan perkembangan Cendawan Mikoriza Arbuscula (CMA) dalam rangka peningkatan kualitas inokulum CMA dan pertumbuhan tanaman jati (Tectona grandis) [laporan penelitian]. Bogor:

Fakultas Kehutanan, IPB.

Christina F. 2010. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Mycorrhizal Helper Bacteria (MHB), serta arang kayu dan batubara untuk meningkatkan pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, IPB.

Delvian. 2003. Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) di hutan pantai dan potensi pemanfaatannya: studi kasus di hutan Cagar Alam Leuweung Sancang Kabupaten Garut Jawa Barat [disertasi]. Bogor.

Program Pascasarjana, IPB.

Delvian. 2005. Respon pertumbuhan dan perkembangan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan tanaman terhadap salinitas tanah. http://

library.usu.ac.id/download/fp/hutan-delvian2.pdf [25 April 2012].

Dickson A, Leaf AL, Hosner JF. 1960. Quality appraisal of white spruce and white pine seedling stocks in nurseries. Chron 36(1):10-13

Fakuara Y. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Bogor: Pusat Antar Universitas.

Fakuara Y. 1990. Teknologi Mikroba Hutan. Potensi dan Peranannya dalam Pembinaan Hutan Hujan Tropika. Bogor: Pusat Antar Universitas.

Garbaye J, Duponnois R. 1991. Mayens pour ameliorer la croissance des plantes.

Frencs patent 267281. 31 December 1992.

Garbaye J. 1994. A New dimension to the mycorrhizal symbiosis. New Phytol 128:197-210.

Gunawan AW. 1984. Mikoriza vesikular arbuskular pada palawija [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Biologi, IPB.

Hairiah K, Sugiarto C, Utami SR, Purnomosidhi P, Roshetko JM. 2004. Diagnosis faktor penghambat pertumbuhan akar sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) pada ultisol di Lampung Utara. http://

www.worldagroforestrycentre.org/sea/Publications/files/journal/JA0024- 04.PDF [25 April 2012].

Hardjowigeno S. 2003. Klafisikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika Pressindo.

(40)

27

Hendromono. 1987. Pertumbuhan dan mutu bibit Acacia mangium Willd., Eucalyptus deglupta Blume. pada tujuh macam medium yang telah diberi kapur [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.

Howeler RH, Cadavid LC. 1976. Screening of rice cultivar for tolerance to Al- toxicity in nutrient solutions as compared with a field screening method.

Agron J 68:551-555.

Imas T, Setiadi Y. 1987. Mikrobiologi Tanah. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.

Karyaningsih I. 2009. Pembenah tanah dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk peningkatan kualitas bibit tanaman kehutanan pada areal bekas tambang batubara [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB.

Mamatha G, Bagyaraj DJ, Jaganath S. 2002. Inoculation of field-entablished mullbery and papaya with arbuscular mycorrhiza fungi and a mycorrhiza helper bacterium. Mycorrhiza 12:313-316.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SA, Kadir K. 1992. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.

May NL. 2011. Diversitas bakteri asal spora fungi mikoriza arbuskula Gigaspora sp. dan Glomus sp. serta potensinya sebagai mycorrhiza helper bacteria [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB.

Molo JE. 2010. Penggunaan Mycorrhizal Helper Bacteria (MHB) dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azedarach Linn) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. IPB.

Notohadiprawiro T. 1983. Persoalan tanah masam dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Di dalam: Radjaguguk B, Jutono; editor. Prosiding Seminar Alternatif Pelaksanaan Program Pengapuran Tanah Mineral Masam di Indonesia. Yogyakarta: Faperta UGM. hlm 44-47.

Nurrochmat DR. 2010. Prediksi keseimbangan supply-demand hasil hutan kayu Indonesia. file:///G:/kebutuhan%20kayu.htm [25 April 2012]

Safriyanto TO. 2004. Pengaruh inokulasi cendawan mikoriza arbuskula dan bakteri rhizosfer Paraserianthes falcataria terhadap pertumbuhan semai Acacia mangium Wild [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, IPB.

Setiadi Y, Mansur I, Budi SW, Achmad. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Tanah Hutan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Unversitas Bioteknologi, IPB.

Setiadi Y. 2006. Pengembangan cendawan mikoriza arbuskula untuk merehabilitasi lahan marjinal (prospek dan problem) [makalah]. Di dalam:

Teknologi Baru Bekerja dengan Mikoriza. Modul Workshop Mikoriza;

Bogor, 20-22 November 2006. Bogor: Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan visualisasi Peta Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) di wilayah Kelurahan Lowokwaru berbasiskan mobile SIG dilakukan menggunakan data spasial berupa

Menurut Whaley &amp; Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk

Hukua pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukua - yang be rlaku dlsuat u negara yang aongadakan dase r-dase r a dan at uran-at

Setelah muatan jatuh ke sungai (+ 60 peti kemas), Tongkang kembali normal dengan draft yang sudah tinggi dan Tongkang segera ditarik ke Pelabuhan Talang Duku/Jambi untuk

Dari uraian di atas tujuan penelitian ini adalah untuk menurunkan kadar logam besi dan mangan dengan pengolahan air gambut sistem kontinu serta untuk mengetahui

71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual mewajibkan pemerintah daerah dan seluruh organisasi sektor publik untuk menerapkan laporan keuangan

Dari grafik pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi ketinggian stroke pada simulator gelombang maka daya yang dihasilkan semakin besar pula. Hal ini

Dari hasil simulasi menggunakan Evolutionary Programming didapatkan hasil penempatan Node B HSDPA dengan nilai fitness sebesar 55329, ini berarti sistem dapat meng-cover 85.66%