Hak Cipta dan Konvensi
Internasional Tentang Hak Cipta
Pengertian, fungsi dan sifat hak cipta, pemegang hak
cipta, pembatasan hak cipta, pendaftaran hak cipta,
hak moral, jangka waktu pemilikan hak cipta,
perlindungan hak cipta sebagai hak milik, tujuan
konvensi internasional tentang hak cipta, Berne
Convention, Universal Copyright Convention
Dikutip dari berbagai sumber:
Zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/HAKI_09.ppt UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta
HAK CIPTA
PENGERTIAN
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1)
Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu "seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi".
SUBJEK HAK CIPTA
•
Pencipta
seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi
•
Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai pemilik hak cipta atau orang
lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang
tersebut di atas
OBYEK HAK CIPTA
Ciptaan
yaitu hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan,
seni dan sastra. Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Undang-undang yang mengatur Hak Cipta:
UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
Pembatasan Hak Cipta
•
UU Hak Cipta No. 19 tahun 2002 pasal 14,15, 16
•
Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman dan/atau perbanyakan lambang negara
dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman dan/ atau perbanyakan segala sesuatu
yang diumumkan...
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun
sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran dan
surat kabar atau sumber jenis lain, dengan ketentuan
sumbernya harus disebutkan secara lengkap
Pembatasan Hak Cipta (lanjutan)
• Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta:
a. Penggunaan hak cipta lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta;
b. Pengambilan ciptaan pihak lain, seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan pembelaan di dalam atau diluar pengadilan
c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan:
- ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
- pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta ...
g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik
Pembatasan Hak Cipta (lanjutan)
•
Pasal 16
untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan
serta kegiatan penelitian dan pengembangan,
terhadap ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan
dan sastra, Menteri setelah mendengar
pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat:
a. Mewajibkan pemegang hak cipta untuk
melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau
perbanyakan ciptaan tersebut di wilayah negara
Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
Hak Moral (Pasal 24,25,26)
• Pasal 24
a. Pencipta atau ahli waris berhak menuntut pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya
b. Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun hak ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal pencipta telah meninggal dunia
...
Pasal 25
Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah
Pasal 26
Hak cipta atau suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta selama kepada pembeli ciptaan itu tidak diserahkan seluruh hak cipta dari pencipta itu
Masa Berlaku Hak Cipta(Pasal 29-34)
• Pasal 29
hak cipta atas ciptaan: buku, pamflet, semua hasil karya tulis lain; drama, drama musikal, tari, seni batik, arsitektur, tafsir,
saduran...berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia Pasal 30
Hak cipta atas ciptaan: program komputer; sinematografi, fotografi; database dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
Pasal 31
Hak cipta atas ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara berdasarkan:
pasal 10 ayat 2 berlaku tanpa batas waktu
pasal 11 ayat 1 dan ayat 3 berlaku selma 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum
Pendaftaran Ciptaan (Pasal 35 s/d pasal 44)
• Pasal 35
Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan
...
Pasal 36
Pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk dari ciptaan yang didaftar
Pasal 37
Pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas
permohonan yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak cipta atau kuasa
Dewan Hak Cipta (pasal 48)
•
Membantu pemerintah dalam memberikan penyuluhan
dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta
•
Terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi dan
anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang
hak cipta diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas
usul menteri
Pengelolaan Hak Cipta (pasal 52-53)
•
Penyelenggaraan administrasi hak cipta dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal
•
Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan
dokumentasi dan informasi hak cipta yang bersifat nasional
mampu menyediakan informasi tentang hak cipta
seluas mungkin kepada masyarakat
Berne Convention
• The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works,
usually known as the Berne Convention, is an international agreement
governing copyright, which was first accepted in Berne, Switzerland in 1886.
• The Berne Convention requires its signatories to recognize the copyright of
works of authors from other signatory countries (known as members of the Berne Union) in the same way as it recognises the copyright of its own nationals. For example, French copyright law applies to anything published or performed in France, regardless of where it was originally created.
• In addition to establishing a system of equal treatment that
internationalised copyright amongst signatories, the agreement also required member states to provide strong minimum standards for copyright law.
• Copyright under the Berne Convention must be automatic; it is prohibited
to require formal registration (note however that when the United States
joined the Convention in 1988, they continued to make statutory damages
and attorney's fees only available for registered works).
Berne Convention (lanjutan)
• The Berne Convention states that all works except photographic and cinematographic shall be copyrighted for at least 50 years after the author's death, but parties are free to provide longer terms, as the European Union did with the 1993 Directive on harmonising the term of copyright protection. For photography, the Berne Convention sets a minimum term of 25 years from the year the photograph was created, and for cinematography the minimum is 50 years after first showing, or 50 years after creation if it hasn't been shown within 50 years after the creation. Countries under the older revisions of the treaty may choose to provide their own protection terms, and certain types of works (such as phonorecords and motion pictures) may be provided shorter terms.
• Although the Berne Convention states that the copyright law of the country where copyright is claimed shall be applied, article 7.8 states that "unless the legislation of that country otherwise provides, the term shall not exceed the term fixed in the country of origin of the work", i.e. an author is normally not entitled a longer copyright abroad than at home, even if the laws abroad give a longer term. This is commonly known as "therule of the shorter term". Not all countries have accepted this rule.
• The Berne Convention authorizes countries to allow "fair" uses of copyrighted works in other publications or broadcasts.[1] The Agreed Statement of the parties to the WIPO Copyright Treaty of 1996 states that: “It is understood that the mere provision of physical facilities for enabling or making a communication does not in itself amount to communication within the meaning of this Treaty or the Berne Convention.”[2] This language may mean that Internet service providers are not liable for the infringing communications of their users.
Konvensi Bern (penjelasan tambahan)
•
Konvensi Bern, sebagai suatu konvensi di bidang hak
cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886)
keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi
•
Belanda , 1 November 1912 juga memberlakukan
keikutsertaannya pada Konvensi Bern, selanjutnya
menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia
•
Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah
administrasi
pemerintahan
Inggris
yang
menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu
Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika
Selatan
Referensi: Margono Suyud,2010, Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis
Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia
•
Konvensi Bern Law Making Treaty, dengan
memberlakukan secara terbuka bagi semua negara
yang belum menjadi anggota
•
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi
Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan
kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam
perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta,
yaitu:
a. Prinsip national treatment
b. Prinsip automatic protection
c. Prinsip independence of protection
Konvensi Bern (penjelasan tambahan-lanjutan)
Referensi: Margono Suyud,2010, Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis
Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia
Prinsip national treatment
• Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri
Prinsip automatic protection
•
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara
langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no
conditional upon compliance with any formality)
Prinsip independence of protection
•
Bentuk perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus
bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum negara
asal pencipta
Referensi: Margono Suyud,2010, Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis
Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia