• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR FARIDA AYU BRILLYANTI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR FARIDA AYU BRILLYANTI H"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

DI PROPINSI JAWA TIMUR

FARIDA AYU BRILLYANTI H14080114

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, April 2012

Farida Ayu Brillyanti H14080114

(3)

RINGKASAN

FARIDA AYU BRILLYANTI. Dampak Bantuan Langsung Pupuk Organik Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Padi di Propinsi Jawa Timur (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI).

Kementrian Pertanian, membuat program yang memberikan bantuan langsung pada petani pangan berupa Bantuan Langsung Pupuk (BLP). Program BLP dilaksanakan dengan memberikan dua jenis pupuk yaitu (1) pupuk anorganik (NPK), dan (2) pupuk organik (Pupuk Organik Granul/POG dan Pupuk Organik Cair/POC). Penelitian ini menganalisis mengenai insentif ekonomi yang diperoleh melalui program BLP Organik terhadap produksi padi, pendapatan petani, dan persepsi petani yang telah menggunakannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih Unggul Terhadap Usahatani dan Perekonomian Nasional. Penelitian ini menjadikan Propinsi Jawa Timur sebagai lokasi penelitian dengan total sampel sebanyak 60 responden petani padi di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) analisis usahatani; (2) analisis fungsi produksi cobb douglas; dan (3) analisis respon petani. BLP Organik berhasil meningkatkan produksi padi sebesar 10,06% yaitu dari 4,9 ton menjadi 5,4 ton Gabah Kering Panen (GKP) per hektar. Analisis usahatani menunjukkan terjadinya peningkatan pendapatan usahatani terhadap biaya total sebesar 26,3% yaitu dari Rp. 7,5 juta/ha menjadi Rp. 9,5 juta/ha. Berdasarkan analisis fungsi produksi, variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap produksi padi (GKP) adalah variabel luas lahan, tenaga kerja manusia, pupuk Urea, dan POC. Secara umum, 73,33% responden petani menyatakan puas terhadap program BLP Organik; 95,00% petani tidak merasakan adanya dampak negatif dari penggunaan pupuk organik; dan 98,33% petani ingin terus menggunakan pupuk organik meski tanpa menerima bantuan.

(4)

DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

DI PROPINSI JAWA TIMUR

Oleh:

FARIDA AYU BRILLYANTI H14080114

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(5)

Judul Skripsi : Dampak Bantuan Langsung Pupuk Organik Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Padi di Propinsi Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Farida Ayu Brillyanti Nomor Induk Mahasiswa : H14080114

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si.

NIP. 19771213 200501 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec NIP. 19641022 198903 1 003

Tanggal Kelulusan :

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi. Skripsi ini berjudul

“Dampak Bantuan Langsung Pupuk Organik Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Padi di Propinsi Jawa Timur”. Kebijakan subisidi pupuk organik merupakan topik yang menarik karena diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap produksi padi, kesejahteraan petani, dan perkembangan pertanian organik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di Propinsi Jawa Timur.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis produksi dan produktivitas padi dengan menggunakan pupuk organik, menganalisis dampak BLP Organik terhadap pendapatan petani padi; serta menganalisis persepsi petani terhadap BLP Organik di Propinsi Jawa Timur.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, kritik, saran, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

2. Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si. selaku dosen penguji utama beserta Ibu Ranti Wiliasih, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3. Seluruh keluarga besar PSP3 yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan berkenaan dengan data dan pengolahan data.

4. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan dan kerja samanya.

5. Teman-teman satu bimbingan: Puspasari, Fikanti, Herdiana, Chris; serta keluarga IE 45 khususnya: Rina Sondari, Dian Fitriani, Nisaul Haq, Chairun Nisa, Deviyantini atas kebersamaan dan dukungan selama ini.

6. Ibu, Bapak, Didin, Irsy, dan Suami yang telah memberikan dukungan, doa, cinta dan kasih sayang. Semoga skripsi ini menjadi persembahan yang membanggakan.

7. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala dukungan dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung

Bogor, April 2011 Farida Ayu Brillyanti

H14080114

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Farida Ayu Brillyanti, lahir di Nganjuk Jawa Timur pada tanggal 28 Juli 1989. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Dwi Arijanto, M.M., Akuntan dan Yettiningsih Peni Utami, S.H.

Penulis memulai pendidikan di Tadika Puri Surabaya dan lulus pada tahun 1995;

pendidikan dasar di SD Negeri Dr.Sutomo V Surabaya pada tahun 1995 dan lulus pada tahun 2001; kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 49 Jakarta pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004; melanjutkan ke SMA Negeri 14 Jakarta pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007.

Penulis melanjutkan jenjang pendidikan perguruan tinggi di Universitas Muhammadiyah Jakarta pada tahun 2007 hingga 2008 dengan jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB dengan mayor Ilmu Ekonomi, minor Manajemen Fungsional, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis menikah dengan Ariyandi, A.E, Li. ketika duduk di semester VII.

Penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan selama menjadi mahasiswa. Penulis aktif di organisasi Bengkel Karya Tulis TPB IPB, Duta Anti Korupsi Jilid I BEM KM IPB, serta Entrepreneur Development Unit BEM KM IPB. Selain berorganisasi, penulis juga membuat Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) dengan judul “Model Lembaga Akomodatif Dalam Mewujudkan Desa Mandiri Usaha” pada tahun 2009; dan “Revitalisasi Penanganan Sumber Air sebagai Solusi dalam Mengatasi Kekeringan di Wilayah Bogor (Studi Kasus Parung Panjang, Bogor)” pada tahun 2011, serta Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) dengan judul “Spiritual Sosio Agricultural Entrepreneurship : Model Implementasi Kemandirian Usaha Pertanian Kreatif Untuk Para Penyandang Cacat di Kabupaten Bogor” pada tahun 2010.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……….. vii

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ………. x

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xi

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 5

1.3. Tujuan Penelitian ………... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ……….. 6

BAB II TINJUAN PUSTAKA ……….. 7

2.1. Tinjuan Teori ………. 7

2.1.1. Teori Produksi ………... 7

2.1.2. Teori Subsidi ……….. 10

2.1.3. Subsidi Pupuk ……… 12

2.1.4. Pupuk Organik……… 17

2.1.5. Usahatani ………... 21

2.1.6. Teori Persepsi dan Adopsi Teknologi ……… 23

2.2. Penelitian Terdahulu ……….. 25

2.3. Kerangka Pemikiran ……….. 27

2.4. Hipotesis Penelitian ………... 28

BAB III METODE PENELITIAN ……… 29

3.1. Jenis dan Sumber Data ………... 29

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 29

3.3. Metode Pengumpulan Data ……… 30

3.4. Pengolahan dan Analisis Data ………... 31

3.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani ……….. 32

3.4.2. Analisis Imbangan Biaya dan Manfaat ……….. 33

3.4.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ………. 35

3.5. Asumsi dalam Analisis Regresi ………. 37

3.6. Uji Kriteria Statistik ………... 38

BAB IV GAMBARAN UMUM BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK DAN PROPINSI JAWA TIMUR ………. 43

4.1. Alokasi Bantuan Langsung Pupuk Tahun Anggaran 2010 ………… 43

4.2. Gambaran Umum Propinsi Jawa Timur ……… 44

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR ………. 50

5.1. Karakteristik Responden dan Implementasi Penerimaan Program BLP Organik ……… 50

(9)

5.2. Dampak Program BLP Organik terhadap Produksi Padi dan

Pendapatan Petani ………...…... 52

5.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi ……… 58

5.4. Persepsi Petani terhadap Hasil dan Program BLP Organik ………... 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……….….. 71

6.1. Kesimpulan ……… 71

6.2. Saran ……….. 72

DAFTAR PUSTAKA ……… 73

LAMPIRAN ………... 77

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2001 – 2011 …..………... 1 Tabel 1.2. Tabel Impor Beras (Rice in the husk (paddy or rough)) di Indonesia Tahun 2001 – 2010 ………..………... 2 Tabel 1.3. Tabel Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 1971 – 2010 ……... 3 Tabel 2.1. Alokasi Anggaran Subsidi Pupuk Tahun 2006 – 2011 …………... 14 Tabel 2.2. Ringkasan Penelitian Terdahulu ………...………... 26 Tabel 3.1. Sebaran dan Jumlah Sampel Usahatani Padi di Propinsi Jawa Timur 30 Tabel 3.2. Permasalahan, Metode Analisis, dan Indikator Observasi …….. 31 Tabel 4.1. Lima Propinsi Penerima BLP Terbanyak Tahun 2010 ………..… 43 Tabel 4.2. Alokasi Bantuan Langsung Pupuk Tahun 2010 …………...……... 44 Tabel 4.3. Subsektor Pertanian PDRB Jawa Timur Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2007-2011 (Juta Rupiah) ……….. 47 Tabel 4.4. Tabel Produksi Tanama n Pangan di Propinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2011 (Ton) ……….... 48 Tabel 4.5. Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Propinsi

Jawa Timur Tahun 2000 - 2011………..………. 48 Tabel 4.6. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2009 – 2011 (ribuan orang) ………….… 49 Tabel. 5.1. Karateristik Responden Petani Padi Jawa Timur ……… 51 Tabel. 5.2. Karateristik Lahan Responden Petani Padi Jawa Timur …………. 52 Tabel. 5.3. Perbandingan Penggunaan Benih pada Usahatani Sebelum dan Sesudah Menggunakan Paket BLP Organik ……….………. 53 Tabel. 5.4. Perbandingan Penggunaan Pupuk pada Usahatani Sebelum dan Sesudah Menggunakan Paket BLP Organik ……….. 54 Tabel. 5.5. Perbandingan Penggunaan Pupuk pada Usahatani Sebelum dan Sesudah Menggunakan Paket BLP Organik ……….. 54 Tabel. 5.6. Perbandingan Penggunaan dan Biaya Tenaga Kerja pada Usahatani Sebelum dan Sesudah Menggunakan Paket BLP Organik………... 55 Tabel. 5.7. Perbandingan Produksi dan Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Menggunakan Paket BLP Organik (Atas Dasar Biaya Tunai) ….... 56 Tabel. 5.8. Perbandingan Produksi dan Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Menggunakan Paket BLP Organik (Atas Dasar Biaya Total) ……. 57 Tabel 5.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi ………... 59 Tabel 5.10. Hasil Uji Asumsi Klasik Regresi ……… 61 Tabel 5.11. Penggunaan Pupuk Organik sebelum memperoleh BLP Organik .. 67 Tabel 5.12. Masalah dalam Pelaksanaan Program BLP Organik ………... 68 Tabel 5.13. Manfaat dalam Menggunakan Pupuk Organik ………..………….. 68 Tabel 5.14. Dampak Negatif yang Dirasakan dengan Menggunakan Pupuk Organik 69 Tabel 5.15. Motivasi Penggunaan Pupuk Organik Meski Tanpa Bantuan ….... 70

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Grafik Fungsi Produksi ………. 9

Gambar 2.2. Grafik Pengaruh Subsidi Terhadap Produksi ………... 12

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pemikiran ……….. 27

Gambar 4.1. Gambar Peta Propinsi Jawa Timur ………... 45

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. PDRB Propinsi Jawa Timur Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2006-2011 (Juta Rupiah) ………...………..…. 78 Lampiran 2a. Analisis Usahatani Petani Padi Propinsi Jawa Timur Sebelum dan Sesudah

Menggunakan BLP Organik (Atas Dasar Biaya Tunai) ………….. 79 Lampiran 2b. Analisis Usahatani Petani Padi Propinsi Jawa Timur Sebelum dan Sesudah

Menggunakan BLP Organik (Atas Dasar Biaya Total) ………….. 80 Lampiran 3. Fungsi Produksi Padi Setelah Menggunakan BLP Organik ……… 81

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki multifungsi yang mencakup aspek ketahanan pangan, peningkatan kesejahteraan petani, pengentasan kemiskinan, dan menjaga kelestarian lingkungan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Sedangkan berdasarkan FAO pada World Food Summit 1996 menyatakan bahwa:

“food security exist when all people, at all times, have physical and economic access to sufficient, safe, and nutritious food to meet their dietary needs and food preferences for an active and healthy life (FAO, 2008)”.

Tabel 1.1. Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2001 - 2011

Tahun Luas Panen (Ha)

Produktivitas (Ku/Ha)

Produksi (Ton GKG)

2001 11.499.997 43,88 50.460.782

2002 11.521.166 44,69 51.489.694

2003 11.488.034 45,38 52.137.604

2004 11.922.974 45,36 54.088.468

2005 11.839.060 45,74 54.151.097

2006 11.786.430 46,2 54.454.937

2007 12.147.637 47,05 57.157.435

2008 12.327.425 48,94 60.325.925

2009 12.883.576 49,99 64.398.890

2010 13.253.450 50,15 66.469.394

2011*) 13.224.379 49,44 65.385.183

Sumber: www.bps.go.id, 2012

*) Angka Ramalan III.

(14)

Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduknya. Produksi tanaman padi di Indonesia juga menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat di tiap tahunnya. Secara umum, Tabel 1.1.

menggambarkan kondisi yang cukup baik, dengan pertumbuhan produksi rata-rata sekitar 2,4% per tahun (BPS, 2011).

Tabel 1.2. Tabel Impor Beras (Rice in the husk (paddy or rough)) di Indonesia Tahun 2001 - 2010

Tahun Arus

Perdagangan

Nilai Perdagangan (USD)

Berat (Kg)

2000 Impor 451.913 1.795.284

2000 Re-Impor 5.632 30.002

2001 Impor 1.463.448 7.328.041

2002 Impor 2.935.746 19.662.000

2003 Impor 683.756 3.071.201

2004 Impor 1.819.947 6.258.799

2005 Impor 586.143 1.918.302

2006 Impor 375.670 219.837

2007 Impor 3.152.998 1.629.035

2008 Impor 8.976.049 4.028.862

2009 Impor 15.565.366 5.768.265

2010 Impor 14.779.167 4.211.984

Sumber: www. data.un.org, 2012

Walaupun produksi padi di Indonesia mengalami peningkatan, Indonesia tetap melakukan impor beras seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1.2.. Kegiatan impor beras tersebut salah satunya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk Indonesia seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1.3..

Salah satu tantangan mendasar dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah pertumbuhan penduduk yang menyerupai deret ukur sehingga tidak dapat diimbangi oleh pertumbuhan produksi yang hanya mendekati deret hitung. Pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan bahan pangan, sementara keadaan yang sama juga akan menyebabkan semakin

(15)

sempitnya lahan pertanian yang dapat dikuasai (Daniel, 2004). Hal tersebut membuat Indonesia harus berupaya untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah yang ada.

Tabel 1.3. Tabel Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 1971 - 2010

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

1971 119.208.229

1980 147.490.298

1990 179.378.946

1995 194.754.808

2000 206.264.595

2010 237.641.326

Sumber: www.bps.go.id, 2012

Catatan : Termasuk Penghuni Tidak Tetap (Tuna Wisma, Pelaut, Rumah Perahu, dan Penduduk Komuter)

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pertanian, membuat suatu program yang memberikan bantuan langsung pada petani pangan berupa Bantuan Langsung Pupuk (BLP) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU).

Pelaksanaan BLP dan BLBU didasari oleh kenyataan bahwa petani pangan belum menggunakan bibit unggul bersertifikat dan belum menggunakan pupuk lengkap karena keterbatasan permodalan, sehingga menyebabkan petani pangan kesulitan mengakses faktor-faktor produksi tersebut.

Dalam Peraturan Menteri Pertanian No.30/Permentan/OT.140/6/2008 tentang BLP dan Peraturan Menteri Pertanian No.17/Permentan/OT.140/2/2008 tentang BLBU, program BLP dan BLBU mempunyai tiga tujuan pokok. Tujuan pertama, adalah meningkatkan kesadaran petani tentang penggunaan dan manfaat benih unggul dan pupuk majemuk NPK serta pupuk organik. Kedua, untuk meringankan beban petani dalam pengadaan benih unggul dan pupuk. Sedangkan, tujuan ketiga adalah untuk meningkatkan produktivitas padi, jagung, dan kedelai.

(16)

Apabila ketiga tujuan tersebut tercapai, maka diharapkan kemandirian dalam membangun ketahanan pangan nasional dapat terpelihara, serta dapat meningkatkan pendapatan petani dari waktu ke waktu.

Program BLP dilaksanakan dengan memberikan dua jenis pupuk bagi petani, yaitu (1) pupuk anorganik (NPK), dan (2) pupuk organik (Pupuk Organik Granul/POG dan Pupuk Organik Cair/POC). Pemberian bantuan pupuk organik kepada petani dianggap sebagai langkah strategis dalam meningkatkan produktivitas lahan sawah yang telah mengalami degradasi kualitas akibat penggunaan pupuk anorganik berlebih dalam jangka waktu yang panjang selama program Revolusi Hijau. Penggunaan pupuk anorganik berlebih dalam periode waktu yang panjang akan merusak struktur tanah, menciptakan ketidakseimbangan unsur hara dalam tanah, serta menurunkan kemampuan tanah dalam menahan air. Sebagai akibatnya, produktivitas lahan akan mengalami degradasi.

Perilaku petani tanaman pangan dalam memupuk tanamannya harus diubah agar produktivitas lahan sawahnya dapat ditingkatkan. Petani harus didorong untuk menggunakan pupuk secara berimbang, dengan mengurangi pupuk anorganik dan mensubstitusi pengurangan tersebut dengan meningkatkan penggunaan pupuk organik. Untuk mempercepat proses tersebut, pemerintah memberikan Bantuan Langsung Pupuk Organik (BLP Organik).

Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang memberikan kontribusi sekitar 17% bagi produksi padi nasional (BPS Propinsi Jawa Timur, 2012). Jawa Timur juga merupakan salah satu propinsi yang menerima alokasi BLP Organik terbanyak secara nasional. Jawa Timur memiliki potensi sebesar

(17)

64% wilayah daratan yang memungkinkan digunakan untuk kegiatan pertanian dan permukiman (eastjava.com, 2012).

Di Propinsi Jawa Timur, jumlah tenaga kerja yang terserap masih didominasi oleh Sektor Pertanian (39,70%). Hal ini merupakan ciri dari daerah pedesaan yang masih menjadi wilayah terluas di Jawa Timur. Bahkan pada daerah pedesaan, Sektor Pertanian mampu menyerap hingga 59,0% pekerja (BPS Propinsi Jawa Timur, 2012). Pemberian BLP Organik bersama dengan paket teknologi produksi lainnya (BLBU dan BLP Anorganik) diharapkan akan meningkatkan produktivitas lahan pangan secara signifikan, terutama di Propinsi Jawa Timur

1.2. Perumusan Masalah

Kelemahan dari pupuk organik adalah tingginya harga pupuk organik daripada harga pupuk anorganik (kimia). Secara rinci penggunaan pupuk organik berbiaya lebih mahal yaitu Rp. 7.187.000,-/ha, sedangkan dengan pupuk anorganik berbiaya Rp. 5.275.000,-/ha (Hartatik, 2006). Selain itu, pupuk organik tidak dapat dijadikan sebagai pupuk tunggal. Diperlukan pengelolaan pupuk secara terpadu yaitu memadukan pemberian pupuk organik dan anorganik sebagai upaya meningkatkan produktivitas lahan sawah (Simanungkalit et. al., 2006).

Program BLP Organik memerlukan aspek insentif ekonomi untuk merangsang petani agar mau mengikuti paket program yang direkomendasikan.

Insentif ekonomi yang dimaksud dapat berupa kuantitas hasil produksi, penurunan biaya produksi, serta peningkatan pendapatan setelah menggunakan pupuk organik. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai insentif ekonomi yang

(18)

diperoleh melalui program BLP Organik terhadap produksi padi, pendapatan usahatani, dan persepsi petani yang menggunakannya.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis produksi dan produktivitas padi dengan menggunakan pupuk organik;

2. Menganalisis dampak BLP Organik terhadap pendapatan petani padi; serta 3. Menganalisis persepsi petani terhadap BLP Organik.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari program BLP Organik sehingga dapat berguna sebagai bahan masukan bagi pihak terkait mengenai kelanjutan program tersebut, serta sebagai bahan informasi untuk penelitian-penelitian serupa di kemudian hari.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Teori Produksi

Fungsi produksi merupakan keterkaitan antara faktor-faktor produksi dan capaian tingkat produksi yang dihasilkan, di mana faktor produksi sering disebut dengan istilah input dan jumlah produksi disebut dengan output (Sukirno, 2000).

Menurut Nicholson (2005), hubungan antara masukan dan keluaran diformulasikan dengan fungsi produksi yang berbentuk:

Q =

ƒ

(K, L,M……) (2.1.)

di mana Q mewakili keluaran (output) untuk suatu barang tertentu selama satu periode, K mewakili penggunaan modal selama periode tersebut, L mewakili tenaga kerja, M mewakili bahan mentah yang dipergunakan, dan masih terdapat kemungkinan faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses produksi.

Di bidang pertanian, produksi fisik dihasilkan oleh beberapa faktor produksi sekaligus, seperti tanah, bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan teknologi (misal:

traktor). Seorang produsen yang rasional akan mengombinasikan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga mencapai usahatani yang efisien (Mubyarto, 1995). Persamaan 2.1. diasumsikan memberi pemecahan teknis dari masalah bagaimana cara terbaik untuk menggabungkan masukan-masukan ini menjadi keluaran.

(20)

Produk fisik marginal (marginal physical product) merupakan keluaran tambahan yang dapat diproduksi dengan menggunakan satu unit tambahan dari masukan sambil mempertahankan semua masukan lain tetap konstan. Secara matematis dapat diformulakan sebagai berikut:

produk fisik marginal dari modal = MPK = =

ƒ

K (2.2.)

Produktivitas fisik rata-rata adalah keluaran (output) yang dihasilkan tiap unit masukan (input) baik masukan modal maupun tenaga kerja (Nicholson, 1995). Sebuah usaha tertentu dikatakan mengalami peningkatan produktivitas ketika keluaran tiap unit masukan tenaga kerja meningkat. Produktivitas rata-rata sering dipergunakan sebagai ukuran efisiensi. Definisi produk rata-rata luas lahan (APL) adalah sebagai berikut:

ton/hektar

(2.3.)

Return to scale (RTS) merupakan tanggapan keluaran dari proses peningkatan semua masukan secara bersamaan. Jika fungsi produksi diketahui Q=

ƒ

(KL) dan semua masukan digandakan dengan kostanta positif yang sama, m (di mana m>1), maka dapat diklasifikasikan hasil berbanding skala dari fungsi produksi tersebut dengan kriteria: (1) apabila kenaikan yang proporsional dalam masukan meningkatkan keluaran dengan proporsi yang sama, maka fungsi produksi tersebut memperlihatkan hasil berbanding skala yang konstan; (2) apabila keluaran yang meningkat kurang dari proporsional, fungsi tersebut memperlihatkan hasil berbanding skala yang menurun; dan (3) apabila keluaran

(21)

meningkat lebih dari proporsional, terdapat hasil berbanding skala yang meningkat (Nicholson, 2005).

Fungsi produksi dapat digambarkan dengan grafik (Gambar 2.1.) yang memperlihatkan peningkatan dan penurunan tambahan output yang dikenal sebagai The Law of Diminishing Return. Hukum ini menyatakan bahwa jika makin banyak jumlah suatu faktor produksi yang ditetapkan untuk sejumlah faktor yang tetap, maka akan tercapai situasi di mana setiap tambahan produk total dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang dihasilkan sebelumnya.

Sumber: Nicholson (2005)

Gambar 2.1. Grafik Fungsi Produksi

Elastisitas produksi (

ε

p) merupakan persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input, yang dapat ditunjukan melalui persamaan berikut:

atau

(2.4.)

(22)

Gambar 2.1. menghubungkan antara elastisitas produksi (εp), produk total (TP), produk rata-rata (AP), dan produk marjinal (MP) adalah sebagai berikut:

1. Tahap I: Nilai elastisitas produk lebih besar dari satu (

ε

p > 1), produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal mengalami peningkatan yang kemudian produk marjinal menurun hingga nilainya sama dengan produk rata-rata (increasing rate). Tahap I merupakan tahap irasional karena faktor produksi yang digunakan belum optimal sehingga perlu dilakukan penambahan kuantitas input.

2. Tahap II : Nilai elastisitas produk kurang atau sama dengan satu (0<

ε

p≤1), produk total mengalami peningkatan, namun produk rata- rata dan produk marjinal mengalami penurunan hingga marjinal produk sama dengan nol (diminishing rate). Tahap II merupakan tahap yang rasional karena input yang digunakan telah optimal sehingga tidak perlu ditambah atau dikurangi.

3. Tahap III : Nilai elastisitas produk lebih kurang dari nol (

ε

p < 0), produk total dan produk rata-rata mengalami penurunan, sedangkan produk marjinal bernilai negatif (decreasing rate). Tahap III merupakan tahap irasional karena input yang digunakan telah melebihi batas optimal sehingga perlu dilakukan pengurangan input.

2.1.2. Teori Subsidi

Subsidi merupakan pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada badan usaha atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka

(23)

dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah (Handoko dan Patriadi, 2005). Menurut Suparmoko (2003) dalam Handoko dan Patriadi (2005), subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy).

Subsidi dalam bentuk uang diberikan oleh pemerintah kepada konsumen sebagai tambahan penghasilan atau kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang. Subsidi dalam bentuk barang merupakan subsidi yang dikaitkan dengan jenis barang tertentu, yaitu pemerintah menyediakan suatu jenis barang tertentu dengan jumlah yang tertentu pula kepada konsumen atau produsen tanpa dipungut bayaran atau pembayaran di bawah harga pasar (Handoko dan Patriadi, 2005).

Adanya subsidi akan memberikan pengaruh pada permintaan untuk konsumsi bersubsidi (subsidized consumption) atau penawaran untuk produksi bersubsidi (subsidized production) (Handoko dan Patriadi, 2005). Pengaruh subsidi terhadap produksi dapat dilihat pada Gambar 2.2.. Produksi bersubsidi menggeser kurva penawaran S ke bawah menjadi kurva penawaran S’. Hal ini mengakibatkan bertambahnya kuantitas produk yang dihasilkan (Q menjadi Q’) dan membuat perubahan harga dari P menurun menjadi P’.

Kebijakan pemberian subsidi umumnya dikaitkan pada barang dan jasa yang memiliki eksternaslitas positif dengan tujuan untuk menambah output dan lebih banyak sumber daya yang dialokasikan ke proses produksi barang dan jasa tersebut. Secara umum, subsidi juga memberikan dampak negatif. Dampak negatif tersebut antara lain: (1) subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak

(24)

efisien karena konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar sehingga muncul kecenderungan konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi; dan (2) subsidi dapat menyebabkan distorsi harga (Spencer dan Amor dalam Handoko dan Patriadi, 2005).

(Handoko dan Patriadi, 2005)

Gambar 2.2. Grafik Pengaruh Subsidi Terhadap Produksi

2.1.3. Subsidi Pupuk

Pemberian subsidi kepada petani merupakan salah satu kebijakan pembangunan pertanian yang telah lama dilaksanakan pemerintah dengan cakupan dan besaran yang berubah dari waktu ke waktu. Subsidi yang diberikan sebagian besar dialokasikan pada penyediaan pupuk dan benih dibanding subsidi harga output pertanian. Terdapat beberapa alasan bahwa subsidi input lebih mudah dibandingkan dengan subsidi harga output pertanian, yaitu: (1) sebagian besar petani menghadapi kendala biaya produksi dengan orientasi minimalisasi biaya, sehingga insentif input lebih sesuai; (2) dengan adanya insentif input akan terbuka peluang untuk mengadopsi teknologi baru guna meningkatkan produktivitas dibanding insentif output; dan (3) pengelolaan dan penjaminan

(25)

harga pada subsidi input akan lebih mudah dicapai dibandingkan subsidi output (Kementrian Pertanian, 2006).

Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (2004), kebijakan strategis yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan efektivitas sistem distribusi pupuk antara lain adalah: (1) rasionalisasi penggunaan pupuk di tingkat petani karena penggunaan pupuk sudah melampaui takaran anjuran; (2) rekomendasi pupuk berdasarkan atas analisis tanah spesifik lokasi, dan waktu penggunaan berdasarkan acuan analisis bagan warna daun; (3) peningkatan efektivitas penggunaan pupuk anorganik yang dikomplemen dengan pemanfaatan pupuk organik serta sistem irigasi yang baik; (4) perbaikan standardisasi dan sertifikasi pupuk sehingga petani terhindar dari pupuk alternatif yang diragukan kualitas dan efektivitasannya; (5) peningkatan kinerja usaha tani padi dengan mengupayakan sumber pertumbuhan selain peningkatan produktivitas; serta (6) pelaksanaan kebijakan ekspor dan impor pupuk yang kondusif bagi kontinuitas dan harga di tingkat petani.

Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa petani cenderung tidak lagi memperhatikan penggunaan pupuk secara berimbang, mengingat di satu sisi harga jual produksi pertanian yang sangat fluktuatif dan cenderung merugikan petani dan di sisi lain semakin mahalnya biaya produksi. Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akan menyebabkan sektor pertanian semakin tidak menarik bagi petani dan pada akhirnya berdampak terhadap ketahanan pangan nasional (Adnyana dan Kariyasa, 2000).

Untuk mengurangi permasalahan di atas, pemerintah Indonesia sejak tahun 2003 kembali menerapkan kebijakan pemberian subsidi pupuk untuk sektor

(26)

pertanian (tanaman pangan dan perkebunan rakyat) untuk membantu petani agar dapat membeli pupuk sesuai kebutuhan dengan harga yang lebih murah, dengan harapan produktivitas dan pendapatan petani meningkat (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2004).

Tabel 2.1. Alokasi Anggaran Subsidi Pupuk Tahun 2006 - 2011

Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Subsidi Pupuk

(trilyun rupiah) 3,2 6,3 15,2 18,3 18,4 18,8 Volume (ribu ton) 5.674,0 6.353,0 6.891,0 7.612,5 7.355,0 9.753,9

* Urea 3.962,0 4.249,0 4.558,0 4.624,9 4.279,0 5.100,0

* SP-36/Superphose 711,0 765,0 558,0 582,1 644,0 750,0

* ZA 601,0 702,0 751,0 751,3 713,0 850,0

* NPK 400,0 637,0 956,0 1.417,7 1.473,0 2.349,9

* Organik - - 68,0 236,5 246,0 704,0

Sumber: Kementrian Pertanian dalam RUU APBN, 2012

Kebijakan pemerintah dalam pengadaan dan penyaluran pupuk sejak awal didasari oleh pemenuhan prinsip enam tepat dalam penyalurannya, yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu. Alokasi anggaran subsidi pupuk rata-rata mengalami peningkatan setiap tahun, hal ini ditunjukkan oleh Tabel 2.1..

Pada tahun 2008, pemerintah memperkenalkan Bantuan Langsung Pupuk (BLP) dan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU). Program BLBU yang dimulai sejak tahun 2007 telah memberikan bantuan benih unggul untuk padi, jagung, dan kedelai kepada petani di 249 kabupaten yang tersebar di 29 propinsi.

Sementara, program BLP yang dimulai pada tahun 2008 telah mencakup 159 kabupaten yang tersebar di 17 propinsi.

Untuk program BLP, dari segi cakupan luas areal dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Tahun 2008 luas areal baru 403.514 hektar, kemudian tahun 2009 diperluas menjadi 648.386 hektar, atau meningkat sebesar 60,68%.

(27)

Menurut perencanaan, tahun 2010 diperluas kembali menjadi 1.066.395 hektar atau meningkat sebesar 64,47% (PSP3 IPB, 2010).

Bagi daerah-daerah yang telah berproduktivitas relatif tinggi dimantapkan dengan fokus pengembangan yang diarahkan kepada aspek rekayasa sosial, ekonomi dan kelembagaan. Peningkatan produktivitas tersebut dilakukan melalui penggunaan benih bermutu dari varietas unggul; pemupukan berimbang dan penggunaan pupuk organik; pengaturan pengairan dan tata guna air; penggunaan alat mesin pertanian; serta perbaikan budidaya (PSP3 IPB, 2010).

Benih Bermutu dari Varietas Unggul. Penggunaan benih bermutu dari varietas unggul difasilitasi melalui pembinaan produsen benih untuk dapat menghasilkan benih secara enam tepat. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan benih bermutu dari varietas unggul adalah: (a) inventarisasi stok dan penangkaran benih; (b) pemanfaatan stok benih yang ada secara optimal; serta (c) pembinaan kepada produsen/penangkar benih agar proses produksi benih terlaksana secara berkelanjutan (PSP3 IPB, 2010).

Pemupukan Berimbang dan Pupuk Organik. Untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan kualitas hasil dilakukan pemupukan berimbang, sehingga perbandingan penyerapan unsur hara oleh tanaman dilakukan secara seimbang. Rekomendasi dosis pemupukan berimbang berpedoman kepada dosis anjuran spesifik lokasi yang dinamis (PSP3 IPB, 2010).

Berkenaan dengan program Bantuan Langsung Pupuk, menurut Permentan No. 30/Permentan/OT.140/6/2008 tentang Pedoman Umum Bantuan Langsung Pupuk tahun anggaran 2008, kegiatan BLP dijalankan dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan. Hal ini didasari fakta dimana kendala yang dihadapi selama ini

(28)

adalah masih rendahnya penggunaan pupuk berimbang N, P dan K. Faktor ini telah menyebabkan produktivitas tanaman belum tercapai secara optimal.

Sementara, penggunaan pupuk anorganik kurang berimbang yang telah berlangsung lebih dari tiga puluh tahun secara intensif, telah menyebabkan kerusakan struktur tanah. Dampak lain adalah terjadinya inefisiensi penggunaan pupuk anorganik (PSP3 IPB, 2010).

Salah satu penyebab rendahnya penggunaan pupuk NPK dan pupuk organik antara lain disebabkan daya beli, tingkat kesadaran, serta keyakinan petani yang masih rendah. Kontribusi penggunaan pupuk NPK dan organik dalam meningkatkan produktivitas, produksi bahkan mutu hasil telah terbukti secara signifikan dalam peningkatan produksi komoditas tanaman pangan. Dengan demikian, ketersediaan dan penggunaan pupuk NPK dan organik merupakan suatu syarat keharusan bagi peningkatan ketahanan pangan nasional (PSP3 IPB, 2010).

Berkenaan dengan itu, pemerintah melalui BUMN termasuk PT. Pertani (Persero) memberikan Bantuan Langsung Pupuk NPK dan Pupuk Organik untuk didistribusikan kepada petani. Tujuan kegiatan ini adalah (a) memperkenalkan kepada petani penggunaan pupuk majemuk NPK dan pupuk organik; (b) meringankan beban petani dalam penyediaan dan penggunaan pupuk NPK serta pupuk organik; (c) meningkatkan penggunaan pupuk NPK dan pupuk organik; (d) meningkatkan produktivitas dan produksi tanaman pangan; serta (e) meningkatkan perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah (PSP3 IPB, 2010).

Pada hakekatnya, Program BLP dan BLBU dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat desa sampai nasional, sehingga pemanfaatan bantuan dapat terlaksana dengan efektif efisien dan tepat sasaran. Agar bantuan dapat

(29)

mendukung upaya peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan, Dinas Pertanian Propinsi dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota melakukan pembinaan, pendampingan dan monitoring secara optimal kepada kelompok tani penerima bantuan pupuk serta melakukan evaluasi pada akhir kegiatan. Untuk menjamin terpenuhinya kualitas dan kuantitas bantuan, maka pembinaan, pendampingan, monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh Pembina Teknis secara berkala dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan (PSP3 IPB, 2010).

Monitoring dan evaluasi bantuan ditujukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan penyaluran bantuan sesuai rencana alokasi di setiap kabupaten/kota; monitoring kuantitas dan kualitas yang disalurkan kepada kelompok tani; memonitor realisasi pertanaman padi yang menggunakan bantuan di setiap kabupaten/kota; memantau dan melakukan bimbingan teknis penerapan anjuran teknologi untuk budidaya lainnya; mengetahui peningkatan produktivitas dan produksi padi di setiap kabupaten/kota; serta mengetahui kemungkinan permasalahan yang dihadapi sedini mungkin, guna memberikan solusi pemecahannya sehingga tingkat keberhasilan pelaksanaan program dapat dicapai (PSP3 IPB, 2010).

2.1.4. Pupuk Organik

Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011). Berdasarkan pembuatannya, pupuk dibedakan menjadi pupuk buatan (anorganik) dan pupuk alami (organik). Menurut Keputusan Menteri Pertanian No.238/Kpts/OT.210/4/2003 tentang Pedoman Penggunaan Pupuk Anorganik, pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses

(30)

rekayasa secara kimia, fisik dan atau biologis, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk. Sedangkan pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan atau kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami dan atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2011).

Dalam Peraturan Menteri Pertanian No.37/Permentan/SR.130/5/ 2010 tentang Pedoman Umum Bantuan Langsung Pupuk Tahun Anggaran 2010, dikemukakan bahwa penggunaan pupuk anorganik yang telah berlangsung lebih dari tiga puluh tahun secara intensif, menyebabkan kerusakan pada struktur tanah, soil sicknes (tanah sakit), soil fatigue (kelelahan tanah), dan inefisiensi penggunaan pupuk anorganik. Kondisi tersebut tidak hanya menyebabkan penurunan pertumbuhan hasil produktivitas tanaman pangan yang signifikan, tetapi juga menjadi salah satu penyebab sering terjadinya tanah longsor di berbagai daerah sentra produksi padi di Indonesia. Kekurangan bahan organik dan pemakaian pupuk anorganik berlebih dalam periode waktu yang panjang membuat tanah-tanah pertanian kehilangan kemampuan untuk menyerap dan menyimpan air.

Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, dan sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau

(31)

merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan kotoran ternak. Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman, setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas, botol, dan kertas (Simanungkalit et al., 2006)

Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman.

Dalam Peraturan Menteri Pertanian No.2/Pert/ Hk.060/2/2006, tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan memasok bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Pertanian konvensional yang telah dipraktekkan pada masa Revolusi Hijau telah banyak mempengaruhi keberadaan berbagai mikroba berguna dalam tanah.

Mikroba-mikroba ini mempunyai peranan penting dalam membantu tersedianya berbagai hara yang berguna bagi tanaman. Praktek inokulasi merupakan suatu

(32)

cara untuk memberikan atau menambahkan berbagai mikroba pupuk hayati hasil skrining yang lebih unggul ke dalam tanah (Simanungkalit et al., 2006).

Bahan organik berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Jadi penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba (Simanungkalit et al., 2006).

Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengelolaan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik/pupuk hayati dan pupuk anorganik dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya dengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan. Sistem pertanian yang disebut sebagai LEISA (low external input and sustainable agriculture) menggunakan kombinasi pupuk organik dan anorganik yang berlandaskan konsep good agricultural practices perlu dilakukan agar degredasi lahan dapat dikurangi dalam rangka memelihara kelestarian lingkungan (Simanungkalit et al., 2006).

Menurut Simanungkalit et al. (2006), berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah, yaitu kurang dari 2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya kurang dari 1%.

Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik lebih dari

(33)

2,5%. Di lain pihak, sebagai negara tropika basah yang memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.

Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia/hara yang sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi (Simanungkalit et al., 2006).

2.1.5. Usahatani

Menurut Soekartawi (1995) usahatani adalah upaya seseorang dalam mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Penerimaan usahatani adalah hasil kali antara produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani dengan harga jual produk yang dihasilkan tersebut. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut,

TR = Y × Py (2.5.)

keterangan:

TR : penerimaan total (total revenue)

Y : produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani Py : harga dari produk Y

Jika komoditas tanaman yang diusahakan adalah lebih dari satu maka persamaan dapat dimodifikasi menjadi,

(34)

(2.6.)

Pengeluaran usahatani adalah biaya atau pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani) dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Pengeluaran usahatani dapat digolongkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya yang tidak terkait dengan jumlah barang yang diproduksi, sehingga petani tetap harus membayar biaya tersebut berapapun jumlah komoditas yang dihasilkannya.

Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang berubah seiring dengan perubahan besarnya jumlah komoditas pertanian yang dihasilkan.

Biaya tetap (fixed cost) dapat ditunjukkan oleh persamaan,

(2.7.) keterangan:

FC : biaya tetap (fixed cost) Xi : banyaknya input ke-i

Pxi : harga dari variabel Xi (input)

Sedangkan persamaan biaya total adalah,

TC = FC + VC (2.8.)

keterangan:

TC : biaya total (total cost) FC : biaya tetap (fixed cost)

VC : biaya tidak tetap (variable cost)

Pendapatan usahatani (laba) merupakan selisih antara penerimaan dan biaya total. Pendapatan usahatani dapat ditunjukkan dengan persamaan,

(35)

Π = TR – TC (2.9) keterangan:

Π : pendapatan usahatani (laba) TR : penerimaan total (total revenue) TC : biaya total (total cost)

2.1.6. Teori Persepsi dan Adopsi Inovasi

Menurut Soekartawi (1988), terdapat empat tahapan yang dilalui petani dalam mengadopsi suatu teknologi/inovasi. Tahapan tersebut antara lain (a) tahap kesadaran dan menaruh minat; (b) tahap evaluasi; (c) tahap mencoba; kemudian (d) tahap adopsi.

Pada tahap kesadaran, petani untuk pertama kalinya belajar tentang sesuatu yang baru. Informasi yang dimiliki tentang teknologi baru yang akan diadopsi masih bersifat umum. Beralih pada tahapan menaruh minat yaitu petani mulai mengembangkan informasi yang diperoleh dalam menimbulkan dan mengembangkan minatnya untuk mengadopsi inovasi. Pada tahap ini, petani mulai mengumpulkan informasi dari berbagai pihak, baik dari media cetak maupun media eletronik (Soekartawi, 1988).

Tahapan evaluasi merupakan tahap mempertimbangkan lebih lanjut mengenai minat dalam mencoba suatu inovasi. Hal ini berarti bahwa petani melakukan penilaian secara sungguh-sungguh dan mengaitkannya dengan situasi yang mereka miliki (Soekartawi, 1988).

Setelah pembuatan keputusan pada tahap evaluasi, maka tahapan selanjutnya adalah tahap mencoba. Biasanya petani akan melakukan percobaan inovasi untuk skala kecil terlebih dahulu. Pada tahap ini, petani akan dihadapkan dengan suatu permasalahan yang nyata. Untuk itu, terkadang petani memerlukan bantuan dari pihak lain yang lebih kompeten agar percobaan suatu inovasi dapat

(36)

berhasil. Apabila percobaan ini berhasil, maka petani akan mencoba melakukan inovasi tersebut dalam skala yang lebih luas (Soekartawi, 1988).

Tahap adopsi merupakan tahapan dimana petani telah memutuskan bahwa inovasi baru yang telah dipelajari memberikan dampak yang baik untuk diterapkan di lahannya dalam skala yang lebih luas. Tahapan-tahapan yang telah dipaparkan tidak selalu dilakukan secara berurutan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kemampuan melakukan penyesuaian dalam melakukan adopsi suatu inovasi (Soekartawi, 1988).

Menurut Soekartawi (1988), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi petani dalam mengadopsi suatu teknologi. Faktor internal yang dapat mempengaruhi adalah (a) umur; (b) pendidikan; (c) keberanian mengambil risiko;

(d) motivasi berkarya; (e) sistem kepercayaan tertentu; dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi adopsi inovasi antara lain (a) dorongan masyarakat di sekelilingnya; (b) pengalaman petani lain di sekitar tempat tinggal;

(c) ketersediaan sumberdaya yang dimiliki; (d) kepuasan setelah mencoba inovasi tersebut; dan lain-lain.

Menurut Mulyana (2008), dalam membentuk persepsi, pemikiran-pemikiran yang ada di pengaruhi oleh faktor-faktor dari eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi dapat berupa (a) gerakan, (b) intensitas stimuli, (c) perulangan objek yang dipersepsi, (d) kontras, (e) prinsip kedekatan atau persamaan, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal yang dapat mempengaruhi persepsi adalah (a) gender, (b) biologis, (c) fisiologis, (d) sosio- psikologis, (e) sikap, (f) kebiasaan, (g) kemauan, dan lain-lain.

(37)

2.2. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan tahun 2010 pada tujuh propinsi di Indonesia, Program BLP dan BLBU berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas padi dari sebelumnya 5.034 kg menjadi 5.918 kg/ha, atau meningkat sebesar 17.56%

Penerapan program BLBU dan BLP menyebabkan terjadi peningkatan biaya total sebesar 21.53% pada usahatani padi. Karena peningkatan produksi yang dicapai masih cukup besar, maka keuntungan bersih usahatani tetap meningkat.

Pendapatan usahatani padi meningkat dari Rp. 6.777.157,- menjadi Rp.

9.119.629,- per ha atau meningkat sebesar 34.56%. Peningkatan ini juga terjadi karena adanya faktor peningkatan harga pada padi (GKP) sebesar 8.74%.

Angelia (2011) dalam penelitian Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani (Studi Kasus di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor), menyatakan bahwa variabel luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 99 persen dan variabel tenaga kerja berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi padi.

Yuliarmi (2006) dalam penelitian Analisis Produksi dan Faktor-faktor Penentu Adopsi Teknologi Pemupukan Berimbang pada Usahatani Padi menunjukkan bahwa faktor pendorong utama yang menyebabkan petani mengikuti program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered, Jawa Barat, adalah mengharapkan produksi yang lebih tinggi. Dari hasil perhitungan, rata-rata produksi per hektar padi yang diperoleh petani peserta program pemupukan berimbang adalah 6.003 ton GKP dengan nilai keuntungan sebesar Rp.

(38)

4.001.378,- per musim tanam. Sedangkan petani non peserta program pemupukan berimbang memperoleh rata-rata produksi sebesar 5.027 ton GKP, dengan nilai keuntungan sebesar Rp. 3.163.183 per musim tanam. Produksi yang diperoleh petani peserta program pemupukan berimbang lebih tinggi 976 kg dibandingkan produksi yang diperoleh petani non peserta program pemupukan berimbang.

Tabel 2.2. Ringkasan Penelitian Terdahulu

Peneliti Wilayah Metode Peningkatan Produksi, Pendapatan, dan Persepsi Petani

PSP3 (2010) Tujuh Propinsi

Benefit/Cost (B/C) Ratio

Produktivitas padi meningkat, Pendapatan meningkat, Persepsi petani positif

Angelia (2011)

Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor

Fungsi Produksi Cobb Douglas

variabel luas lahan berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 99 persen dan variabel tenaga kerja berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen terhadap produksi padi.

Yuliarmi (2006)

Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat

Tingkat Penerapan Teknologi (TPT), Model Logit, dan Model Fungsi Produksi

Jumlah produksi padi dan

pendapatan petani peserta program pemupukan berimbang lebih tinggi daripada petani bukan peserta.

Sianipar et.al (2009)

Kabupaten Manokwari, Papua

Fungsi Produksi Cobb Douglas

variabel yang berpengaruh terhadap produksi padi pada tingkat

kesalahan 1% yaitu variabel benih, tenaga kerja luar keluarga, pupuk urea, pupuk NPK, pupuk PPC dan intensifikasi usahatani

Tingkat penerapan teknologi rata-rata pada petani peserta program pemupukan berimbang sebesar 68,38% dan petani bukan peserta program pemupukan berimbang sebesar 60,70%. Kedua kelompok petani tersebut tergolong pada tingkat penerapan sedang (60% - 70%). Sedangkan variabel yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk mengadopsi teknologi pemupukan

(39)

berimbang adalah harga gabah (bertanda positif dan berpengaruh nyata pada taraf 10%), biaya pupuk (bertanda negatif dan berpengaruh nyata pada taraf 5%), serta luas lahan (bertanda positif dan berpengaruh nyata pada taraf 10%).

Menurut Sianipar et. al. (2009) dalam penelitian Analisis Fungsi Produksi Intensifikasi Usahatani Padi di Kabupaten Manokwari menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap produksi padi pada tingkat kesalahan 1%

yaitu variabel benih, tenaga kerja luar keluarga, pupuk urea, pupuk NPK, pupuk PPC dan intensifikasi usahatani.

2.3. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini didasari oleh pentingnya perbaikan kesuburan lahan untuk peningkatan produksi padi di Indonesia khususnya propinsi Jawa Timur.

Gambar 2.3. Bagan Kerangka Pemikiran Peningkatan Produksi Pertanian Berkelanjutan

Subsidi Pupuk

Bantuan Langsung Pupuk Organik

Analisis Usahatani Produksi & Produktivitas Persepsi

Rekomendasi Kebijakan untuk Pengembangan Pertanian Organik

(40)

Peningkatan produksi padi tersebut bertujuan untuk mencapai peningkatan produksi yang berkelanjutan. Salah satu upaya dalam meningkatkan produksi padi yaitu dengan cara memberikan subsidi input berupa pupuk. Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pertanian memberikan bantuan langsung kepada petani pangan berupa Bantuan Langsung Pupuk (BLP) Organik.

Penelitian ini menggunakan tiga metode analisis untuk menganalisis efektifitas program BLP Organik tersebut. Metode-metode yang digunakan antara lain Metode Analisis Usahatani dengan pendekatan Before and After, Metode Analisis Produksi dan Produktivitas, serta Metode Analisis Persepsi petani penerima BLP Organik. Dengan diketahuinya dampak dari program BLP Organik, diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai bahan rekomendasi untuk pengembangan pertanian organik.

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian dalam menerapkan progam BLP Organik pada usahatani padi di Jawa Timur, maka:

1. terdapat peningkatan produktivitas padi karena menggunakan benih unggul dari BLBU dan pupuk berimbang dari paket BLP Organik;

2. terdapat peningkatan pendapatan petani; dan

3. petani termotivasi untuk tetap menggunakan pupuk organik meskipun tanpa subsidi.

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih Unggul Terhadap Usahatani dan Perekonomian Nasional. Data didapat dari penelitian Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menjadikan Propinsi Jawa Timur sebagai lokasi penelitian karena Jawa Timur merupakan salah satu dari lima propinsi penerima BLP terbanyak di Indonesia. Lokasi penelitian dilakukan dengan memilih dua kabupaten, dan selanjutnya untuk tiap kabupaten dipilih dua kecamatan contoh.

Pemilihan lokasi mengikuti sebaran program dan hasil diskusi dengan aparat setempat. Kabupaten yang dipilih adalah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso. Pada Kabupaten Banyuwangi, kecamatan yang dijadikan contoh adalah Kecamatan Sempu dan Kecamatan Licin. Sedangkan Kabupaten Bondowoso, kecamatan yang dipilih adalah Kecamatan Telogosari dan Kecamatan Wonosari. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi padi pada dua musim tanam yang berbeda (musim tanam sebelum menggunakan BLP Organik, dan musim tanam setelah menggunakan BLP Organik).

(42)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data untuk menganalisis dampak BLP Organik pada produktivitas dan pendapatan usahatani dilakukan dengan pemilihan sampel untuk petani responden. Penentuan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling), yaitu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam Simple Random Sampling adalah semua individu dalam populasi (anggota popluasi) diberi kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel. Pemilihan mengikuti sebaran program dan jenis usahatani petani dengan membandingkan before dan after. Before untuk musim tanam sebelum menggunakan BLP Organik dan after untuk musim tanam setelah mengunakan BLP Organik.

Pemilihan responden petani dilakukan secara acak sederhana rata-rata 15 orang petani per kecamatan sampel. Sebagaimana dipaparkan pada Tabel 3.1., total sampel petani padi adalah 60 orang, dimana dari setiap petani diperoleh dua informasi usahatani padi untuk perbandingan before dan after. Dengan demikian, jumlah usahatani padi yang dianalisis berjumlah 120 unit.

Tabel 3.1. Sebaran dan Jumlah Sampel Usahatani Padi di Propinsi Jawa Timur

Kabupaten; Kecamatan Usahatani padi

Sebelum Sesudah

1. Banyuwangi (Sempu & Licin) 30 30

2. Bondowoso (Telogosari & Wonosari) 30 30

Total 60 60

Responden adalah petani yang menerima bantuan BLP Organik pada tahun 2010. Responden dipilih dari daftar penerima bantuan yang dimiliki oleh petugas pertanian setempat. Usahatani yang dijadikan contoh adalah persil lahan terluas

(43)

yang dimiliki responden. Perbandingan antara usahatani sebelum menggunakan BLP Organik dengan yang menggunakan BLP Organik, dilakukan untuk persil lahan yang sama. Prosedur pengambilan contoh menggunakan cluster sampling mengikuti hirarki provinsi, kabupaten, dan kecamatan.

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

Sebagai penelitian yang bertujuan untuk menganalisis dampak suatu program, maka salah satu pendekatan yang logis untuk digunakan adalah dengan membandingkan antara nilai dari indikator-indikator pada periode sebelum dengan sesudah BLP organik diterapkan (pendekatan Before and After). Selain itu, untuk menganalisis produksi padi pasca penggunaan BLP Organik, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Fungsi Produksi. Dengan demikian, metode analisis yang akan digunakan dapat disajikan dalam Tabel 3.2..

Tabel 3.2. Permasalahan, Metode Analisis, dan Indikator Observasi Permasalahan Metode Analisis Indikator Observasi

Dampak Program BLP Organik terhadap produksi dan pendapatan petani

Analisis perbandingan antara usahatani sebelum

menggunakan BLP organik dengan usahatani setelah menggunakannya (Before and After Approach)

Produksi dan

produktivitas tiap musim tanam

Total pendapatan per musim tanam

B/C Ratio per musim tanam

Pengaruh pupuk organik terhadap produksi padi

Analisis Fungsi Produksi dengan menggunakan Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Input produksi berpengaruh nyata terhadap produksi padi.

Respon petani Analisis persepsi terhadap pelaksanaan program BLP Organik dan prestasi kerja

Persepsi Positif Persepsi Negatif Saran-saran perbaikan

(44)

3.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Penerimaan usahatani adalah hasil kali antara produksi padi yang dihasilkan dengan harga jual padi tersebut. Pernyataan tersebut dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

TR = Y × Py (3.1.)

keterangan:

TR : penerimaan total (Total Revenue)

Y : produksi padi (Gabah Kering Panen / GKP) Py : harga padi (Rp.)

Pengeluaran usahatani adalah biaya atau pengorbanan yang dilakukan oleh petani dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya yang dikeluarkan oleh petani digolongkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel).

Dalam penelitian ini, yang termasuk dalam biaya tetap adalah biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), biaya retribusi, dan biaya sewa lahan.

Sedangkan yang termasuk biaya tidak tetap adalah biaya pembelian benih, biaya upah tenaga kerja, biaya pupuk, biaya pestisida dan obat.

Biaya total adalah jumlah dari biaya tetap atau fixed cost (FC) dan biaya tidak tetap atau variable cost (VC). Persamaan biaya total adalah:

TC = FC + VC (3.3.)

keterangan:

TC : biaya total (total cost) FC : biaya tetap (fixed cost)

VC : biaya tidak tetap (variable cost)

Pendapatan usahatani (laba) merupakan selisih antara penerimaan dan biaya total. Pendapatan usahatani dapat ditunjukkan dengan persamaan,

(45)

Π = TR – TC (3.4.) keterangan:

Π : pendapatan usahatani (laba) TR : penerimaan total (total revenue) TC : biaya total (total cost)

dengan ketentuan apabila Π bertanda positif maka usahatani mengalami keuntungan, namun apabila Π bertanda negatif maka usahatani mengalami kerugian.

3.4.2. Analisis Imbangan Biaya dan Manfaat

Untuk menganalisis efisiensi atau imbangan antara manfaat dan biaya, maka dibutuhkan analisis B/C Ratio (Benefit Cost Ratio). Menurut Soekartawi (1995), analisis B/C Ratio pada prinsipnya sama saja dengan R/C Ratio (Revenue Cost Ratio), hanya saja pada analisis B/C Ratio data yang diperhitungkan adalah besarnya manfaat (pendapatan / Π). Analisis ini tidak memiliki satuan khusus karena berupa rasio, dan dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:

B/C = (3.5a.)

keterangan:

B/C : Benefit Cost Ratio

TR : penerimaan total (total revenue) TC : biaya total (total cost)

Kriteria keputusan yang digunakan untuk menilai hasi usaha analisis B/C dapat dibagi menjadi tiga bagian keputusan, yakni:

1) B/C ratio > 1, manfaat yang diperoleh usahatani lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan sehingga program usahatani layak dilakukan;

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari tahap-tahap yang telah dilakukan sebelumnya, maka dihasilkan Game Edukasi “ Pengenalan Angka Dan Aksara Jawa untuk Sekolah Dasar Khusunya Kelas 3”.. 4.1.1

Sehingga dapat disimpulkan variasi jumlah query memilki pengaruh yang signifikan terhadap performa aplikasi dilihat dari rata-rata selisih waktu sinkronisasi

Pentingnya arti bermain bagi anak mendorong seorang tokoh psikologi dan filsafat terkenal, Johan Huizinga untuk ikut merumuskan teori bermain. Ia mengemukakan

Adapun yang menjadi jenis dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasi juga disebut penelitian hubungan atau penelitian asosiatif.

ini terlihat dalam tabel bahwa 79 orang atau 88,88 % masyarakat menyatakan setuju, 9 orang atau 11,12 % yang menyatakan tidak setuju terhadap pertanyaan yang diajukan

Jika kita melihat dalam kehidupan, manusia pada dasarnya dalam kehidupan memiliki suatu permasalahan-permasalahan ataupun problematika yang mungkin saja diakibatkan oleh