• Tidak ada hasil yang ditemukan

JEJAK KARBON DARI KEGIATAN WISATA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT NINDA RAHAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JEJAK KARBON DARI KEGIATAN WISATA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT NINDA RAHAYU"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

JEJAK KARBON DARI KEGIATAN WISATA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT

NINDA RAHAYU

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Jejak Karbon dari Kegiatan Wisata di Taman Nasional Bali Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri sesuai dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya lain baik diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Ninda Rahayu NIM E34120060

(4)

ABSTRAK

NINDA RAHAYU. Jejak Karbon dari Kegiatan Wisata di Taman Nasional Bali Barat. Dibimbing oleh RESTI MEILANI dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI.

Iklim menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengunjung dalam memilih aktivitas dan destinasi wisata, dan sebaliknya, kegiatan wisata juga ikut menyumbang terjadinya perubahan iklim melalui emisi karbon yang dihasilkan.

Taman Nasional Bali Barat sebagai kawasan pelestarian alam wajib mengelola sektor wisatanya dengan menjaga keseimbangan aspek ekonomi dan ekologi.

Persepsi pengunjung mengenai perubahan iklim perlu untuk dikaji karena berkaitan dengan kenyamanan saat berwisata. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung jejak karbon yang dihasilkan kegiatan wisata di Taman Nasional Bali Barat dan menganalisis persepsi pengunjung mengenai perubahan iklim dan kaitannya dengan kegiatan wisata yang dilakukan. Data dikumpulkan melalui wawancara, studi literatur, dan observasi lapang. Jejak karbon yang dihitung berdasarkan rumus IPCC menunjukkan bahwa emisi karbon terbesar berasal dari konsumsi bahan bakar kapal. Persepsi pengunjung dari 60 responden, yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan kesadaran pengunjung mancanegara terhadap perubahan iklim lebih tinggi dibandingkan dengan pengunjung domestik.

Kata kunci: emisi karbon, persepsi, perubahan iklim, wisata

ABSTRACT

NINDA RAHAYU. Carbon Footprint from Tourism Activities in Bali Barat National Park. Supervised by RESTI MEILANI and SITI BADRIYAH RUSHAYATI.

Climate is one factor that affects visitors in choosing activities and tourist destinations, while tourism activities can also contribute to climate change through carbon emission. Bali Barat National Park as a nature conservation area is required to manage its tourism sector by balancing economic and ecological aspects. Visitor perceptions about climate change needs to be examined because it is associated with comfort when traveling. The purpose of this study was to calculate carbon footprint of tourism activities in Bali Barat National Park and to analyze visitor perceptions about climate change and its relation with tourism activities that they carried out. Data were collected through interview, literature study, and field observation. The carbon footprint calculated based on the IPCC formula, showed that the largest carbon emissions came from the fuel consumption of ships. Visitor perceptions, which were obtained from 60 respondents and analyzed using descriptive qualitative analysis, indicated that the level of knowledge and awareness of foreign visitors on climate change was higher than that of domestic visitors.

Keywords: carbon emission, climate change, perception, tourism

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

JEJAK KARBON DARI KEGIATAN WISATA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT

NINDA RAHAYU

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2016

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Jejak Karbon dari Kegiatan Wisata di Taman Nasional Bali Barat” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Resti Meilani, SHut, MSi dan Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati, MSi selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak Taman Nasional Bali Barat yang telah membantu dalam proses pengambilan data. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu mendukung dan membantu mulai dari pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi, yaitu Vanya, Ida, Fani, Sisil, teman-teman FMP 49, dan teman-teman KSHE 49.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2016

Ninda Rahayu

(9)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu 2

Instrumen dan Alat Penelitian 3

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 3

Pengolahan Data 5

Analisis Data 6

Sintesis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 7

Jejak Karbon 8

Persepsi Pengunjung 16

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 30

(10)

ii

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengumpulan data 4

2 Faktor emisi dan konversi bahan bakar 6

3 Konsumsi LPG per bulan di TNBB dan emisi CO2 9

4 Konsumsi bahan bakar minyak pengunjung dan emisi GRK 10 5 Emisi karbon yang dihasilkan dari konsumsi BBM responden 10 6 Total emisi CO2equ dari konsumsi bahan bakar minyak pengunjung

berdasarkan jumlah pengunjung tahun 2015 11

7 Jenis kendaraan yang digunakan responden 12

8 Data kapal dan emisi CO2equ yang dihasilkan 13

9 Emisi CO2 dari konsumsi listrik 14

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian 3

2 Jumlah pengunjung TNBB pada tahun 2011 - 2015 8 3 Emisi CO2 yang dihasilkan pengunjung per bulan pada tahuan 2015 11 4 Total emisi CO2/bulan dari kegiatan wisata di TNBB 15 5 Total emisi CO2 dari pemakaian bahan bakar minyak 15

6 Negara asal pengunjung mancanegara TNBB 16

7 Daerah asal pengunjung dari Pulau Bali maupun luar Pulau Bali 17

8 Daerah asal pengunjung domestik TNBB 17

9 Tingkat pengetahuan pengunjung terkait perubahan iklim 18 10 Tingkat pengetahuan pengunjung terkait emisi karbon 19 11 Tingkat pengetahuan pengunjung terkait kontribusi wisata terhadap

perubahan iklim 19

12 Pengetahuan pengunjung terkait ekowisata 20

13 Kesediaan pengunjung menggunakan transportasi umum 22 14 Kesediaan pengunjung menghemat listrik ketika berwisata 23

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan iklim merupakan isu global yang saat ini menjadi perhatian dunia.

Perubahan iklim dan wisata memiliki keterkaitan satu sama lain. Iklim menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengunjung dalam memilih aktivitas dan destinasi wisata. Rosyidie (2004) menyatakan bahwa perubahan iklim memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia kepariwisataan, baik itu terhadap preferensi wisatawan akan daerah tujuan wisatanya maupun berubahnya daya tarik wisata yang berakibat juga pada perubahan pengelolaan destinasi pariwisata. Selain itu, kegiatan wisata juga ikut menyumbang terjadinya perubahan iklim melalui emisi karbon yang dihasilkan. UNWTO dan UNEP (2008) memprediksi bahwa jika bisnis wisata tetap berjalan dengan keadaan yang sama seperti sekarang, maka emisi gas CO2 akan mengalami peningkatan hingga 161% pada tahun 2035.

Taman Nasional Bali Barat merupakan salah satu taman nasional yang memiliki daya tarik wisata yang cukup tinggi. Taman Nasional Bali Barat (TNBB) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1995 pada tanggal 15 September 1995(TNBB 2013). TNBB sebagai kawasan pelestarian alam wajib mengelola sektor wisatanya dengan prinsip ekowisata. Suatu kawasan dengan prinsip ekowisata selain memerhatikan aspek ekonomi juga harus mementingkan aspek ekologi. Aspek ekologi ini berkaitan dengan kondisi lingkungan di kawasan. Aspek ekologi yang terjaga dengan baik akan menghasilkan lingkungan yang baik pula. Wisata di kawasan taman nasional seharusnya mampu memperkecil emisi CO2 yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai seberapa besar emisi karbon yang dihasilkan oleh kegiatan wisata yang ada di Taman Nasional Bali Barat.

Tiga aspek yang mendukung wisata yaitu transportasi, akomodasi, dan kegiatan wisata ternyata berkontribusi dalam meningkatkan emisi gas CO2.

Menurut penelitian tahun 2005, transportasi menyumbang emisi yang paling besar yaitu sekitar 75% dari total emisi yang dihasilkan sektor wisata (UNWTO dan UNEP 2008). Penghitungan carbon footprint atau jejak karbon merupakan cara untuk mengetahui seberapa besar emisi karbon yang dihasilkan oleh kegiatan wisata. Jejak karbon merupakan suatu ukuran jumlah total dari hasil emisi karbondioksida secara langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder) yang disebabkan oleh aktivitas atau akumulasi dari penggunaan produk dalam kehidupan sehari-hari (Wiedmann dan Minx 2008 diacu dalam Dhewantara 2010).

Jejak karbon primer merupakan ukuran emisi CO2 yang bersifat langsung yang didapat dari hasil pembakaran bahan bakar fosil seperti dari memasak dan transportasi. Jejak karbon sekunder merupakan emisi CO2 yang bersifat tidak langsung yang dihasilkan dari peralatan-peralatan elektronik rumah tangga yang berfungsi dengan adanya daya listrik. Hal ini didapat dari daur hidup dari produk- produk yang digunakan, seperti konsumsi listrik (Astari 2012).

Penelitian terkait penghitungan jejak karbon pada sektor pariwisata tergolong masih jarang. Selama ini yang menjadi fokus para peneliti dan

(12)

2

pengelola wisata hanya dampak dari perubahan iklim terhadap wisata. Emisi karbon yang dihasilkan sektor pariwisata apabila tidak dikelola dengan baik akan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap terjadinya perubahan iklim.

Mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim khususnya yang terjadi pada sektor pariwisata membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pengunjung. Pengunjung merupakan aspek penting dalam pengelolaan suatu kawasan wisata karena merupakan sumber pendapatan bagi pengelola.

Transportasi wisata yang digunakan pengunjung merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar. Aktivitas wisata yang dilakukan juga menyumbang emisi karbon. Oleh karena itu, persepsi pengunjung tentang perubahan iklim dan emisi karbon yang dihasilkan perlu untuk dikaji karena berkaitan dengan kenyamanan saat berwisata. Persepsi pengunjung juga bisa menjadi acuan bagi pengelola untuk membuat strategi adaptasi terhadap perubahan iklim.

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghitung jejak karbon yang dihasilkan kegiatan wisata di Taman Nasional Bali Barat

2. Menganalisis persepsi pengunjung mengenai perubahan iklim dan emisi karbon serta kaitannya dengan kegiatan wisata yang dilakukan

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai banyaknya emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan wisata serta persepsi pengunjung mengenai perubahan iklim dan emisi karbon dan menjadi masukan bagi pengelola dalam pengambilan kebijakan terkait strategi adaptasi terhadap perubahan iklim.

Data hasil penelitian bisa dijadikan acuan untuk menghitung berapa besar penyerapan karbon yang dibutuhkan kawasan taman nasional untuk mengimbangi jejak karbon yang dihasilkan.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) pada bulan Maret 2016. Lokasi obyek dan daya tarik wisata di TNBB yang menjadi lokasi penelitian adalah Teluk Gilimanuk, Semenanjung Prapat Agung, Labuhan Lalang, dan Pulau Menjangan (Gambar 1). Keempat lokasi tersebut dipilih dari 7 lokasi wisata yang ada di TNBB berdasarkan pertimbangan banyaknya pengunjung yang datang ke lokasi tersebut. Bulan Maret merupakan bulan sepi pengunjung sehingga hanya beberapa lokasi saja yang memiliki pengunjung.

(13)

3

Gambar 1 Lokasi penelitian

Instrumen dan Alat Penelitian

Instrumen dari penelitian ini berupa panduan wawancara untuk pengunjung dan pengelola. Alat yang digunakan berupa kamera, perekam suara, dan komputer yang dilengkapi dengan program microsoft excel.

Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Kegiatan wisata yang dilakukan pada berbagai obyek daya tarik wisata yang ada di TNBB dapat berpotensi mengemisikan karbon, khususnya kegiatan yang membutuhkan transportasi kendaraan bermotor. Kegiatan wisata tersebut yang menjadi fokus pada penelitian ini. Jenis data yang dikumpulkan berupa data pengunjung, data kegiatan wisata, data akomodasi dan fasilitas wisata, serta data kondisi umum lokasi penelitian. Data dikumpulkan melalui wawancara, studi literatur, dan observasi lapang (Tabel 1).

1. Wawancara

Wawancara kepada pengunjung, masyarakat yang terlibat dalam kegiatan wisata, dan pengelola dilakukan dengan menggunakan instrumen panduan wawancara. Wawancara kepada pengunjung dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai transportasi yang digunakan, konsumsi bahan bakar minyak, dan persepsi terkait hubungan perubahan iklim dan wisata yang dilakukan. Jumlah responden ditentukan menggunakan quota sampling sebesar 30 orang untuk

(14)

4

masing-masing pengunjung domestik dan mancanegara, dengan pertimbangan bahwa bulan maret merupakan bulan sepi pengunjung. Menurut Nasution (2007), jumlah sampel sebesar 30 orang sudah cukup representatif. Pemilihan responden menggunakan convenience sampling.

Wawancara kepada masyarakat yang terlibat dalam kegiatan wisata dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai konsumsi LPG dan konsumsi listrik dari warung dan rumah makan. Selain itu juga untuk mengumpulkan data mengenai konsumsi bahan bakar dari boat. Responden terdiri dari pemilik warung, supir boat dan supir bus.

Wawancara kepada pengelola dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai kondisi umum lokasi penelitian, trend dan jumlah pengunjung, serta aktivitas wisata. Responden merupakan key informant, yaitu staff bagian tata usaha dan bagian konservasi. Selain kepada pengelola taman nasional, wawancara juga dilakukan kepada pengelola Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) untuk mendapatkan data mengenai konsumsi listrik dan bahan bakar dari hotel dan restoran. Wawancara dilakukan kepada Manager on Duty (MOD) dari Nusa Bay Menjangan, staff bagian personalia dari The Menjangan, dan Manager dari PT.

Disthi Kumala Bahari.

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data

No Jenis data Uraian Metode

1 Data mengenai pengunjung

1. Jumlah pengunjung yang datang tiap tahun

2. Kendaraan yang digunakan 3. Bahan bakar yang digunakan 4. Persepsi terkait peran wisata

terhadap perubahan iklim

Wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka

2 Kegiatan wisata

1. Seluruh kegiatan wisata yang mengemisikan karbon

Wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka 3 Akomodasi

wisata dan fasilitas wisata

1. Jumlah penginapan yang ada di TNBB dan konsumsi listrik

2. Jumlah warung yang ada di TNBB, konsumsi listrik, dan konsumsi bahan bakar untuk memasak

3. Jenis-jenis transportasi local

Wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka

4 Kondisi umum lokasi penelitian

1. Letak dan luas

2. Kondisi iklim (suhu, curah hujan, angin, kelembaban

Studi pustaka, survey lapang

2. Observasi Lapang

Observasi lapang dilakukan terhadap kegiatan wisata yang dilakukan oleh pengunjung, moda transportasi yang digunakan, fasilitas wisata, dan kondisi umum lokasi penelitian.

(15)

5 3. Studi Pustaka

Data yang dikumpulkan meliputi trend dan jumlah pengunjung, aktivitas wisata, fasilitas wisata, serta kondisi umum lokasi penelitian. Pustaka yang digunakan berupa jurnal, buku, skripsi, tesis, dan dokumen dari pengelola taman nasional.

Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan terhadap jejak karbon dari kegiatan wisata di TNBB. Sumber emisi yang digunakan untuk menghitung jejak karbon dibatasi pada 3 sumber, yaitu konsumsi LPG, konsumsi bahan bakar minyak, dan konsumsi listrik. Konsumsi LPG diperoleh dari warung dan restoran yang ada di kawasan TNBB. Konsumsi bahan bakar minyak diperoleh dari transportasi pengunjung, dari kapal yang ada di Labuhan Lalang dan Banyuwedang, serta dari konsumsi solar milik Nusa Bay Menjangan. Konsumsi bahan bakar minyak yang diperoleh dari transportasi pengunjung dihitung ketika pengunjung mulai melakukan perjalanan dari rumah atau dari tempat menginap menuju ke lokasi wisata TNBB. Konsumsi listrik diperoleh dari warung, hotel, dan restoran yang ada di kawasan TNBB. Penghitungan jejak karbon dari tiap sumber emisi adalah sebagai berikut:

a. Konsumsi Liquefied Petroleum Gas (LPG)

Penghitungan emisi karbon dari konsumsi LPG berdasarkan rumus IPCC (2006) adalah:

Cr = Q x NCVlpg x EF x Oxid x (1-Sr) Keterangan :

Cr : Total emisi CO2 (g) Q : Konsumsi LPG (kg)

NCVlpg : Berat bersih LPG 47.3 MJ/kg EF : Emission factor LPG 17.2 gC/MJ Oxid : Faktor oksidasi 1

Sr : Faktor simpanan karbon LPG 0.8 b. Konsumsi bahan bakar minyak

Bahan bakar minyak menurut UU Nomor 2 Tahun 2001 pasal 1 ayat 4 yaitu bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi. Bahan bakar minyak terdiri dari bensin penerbangan, bensin motor, bahan bakar jet, kerosin, solar, minyak diesel, dan minyak bakar. Penghitungan emisi karbon dari konsumsi bahan bakar minyak menggunakan rumus IPCC (2006) adalah:

Emission = Fuel x EFa x konversi energi Keterangan :

Emission : Total emisi CO2 (kg CO2equ) Fuel : Konsumsi bahan bakar (l) EFa : Faktor emisi bahan bakar

(16)

6

CO2equivalent terdiri dari unsur CO2, CH4, dan N2O, dengan faktor emisi dan konversi bahan bakar minyak oleh IPCC (2006) mulai 27 – 74 100 (Tabel 2).

Jenis bahan bakar yang digunakan responden dan narasumber penelitian ini adalah bensin atau premium, solar, dan pertamax. Pertamax dalam IPCC (2006) tidak disebutkan faktor emisinya sehingga diasumsikan sama dengan faktor emisi bensin.

Tabel 2 Faktor emisi dan konversi bahan bakar Bahan Bakar Faktor Emisi

CO2 (kg/TJ)

Faktor Emisi CH4 (kg/TJ)

Faktor Emisi N2O (kg/TJ)

Konversi energy (TJ/L)

Bensin 69 300 33 32 33 x 10-6

Diesel/Solar 74 100 39 39 36 x 10-6

CNG/BBG 56 100 27-70 215-725 38,5 x 10-6

Sumber: IPCC (2006)

c. Konsumsi listrik

Penghitungan emisi karbon dari konsumsi listrik menggunakan rumus IPCC (2006) adalah:

Emission = ∑ Keterangan :

Emission : Total emisi CO2 (tCO2) Fuel consumption : Konsumsi energi (kWh)

Emission factor : Faktor emisi sekunder (tCO2/kWh)

Faktor emisi sekunder yang akan digunakan dalam penghitungan emisi karbon dari konsumsi listrik mengacu pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2015-2024 yaitu sebesar 0.857 kg CO2/kWh pada wilayah Jawa-Bali pada tahun 2015.

Pengolahan data persepsi pengunjung terhadap perubahan iklim dilakukan dengan memberikan kode dan skor untuk kebutuhan kuantifikasi data responden.

Kode digunakan untuk membedakan asal, jenis kelamin, dan tujuan pengunjung.

Skor digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan pengunjung.

Analisis Data

Data jejak karbon dianalisis secara deskriptif dengan menguraikan trend emisi karbon dari kegiatan wisata pengunjung. Persepsi pengunjung dianalisis secara deskriptif kualitatif berdasarkan skor yang didapatkan pengunjung.

Pengetahuan pengunjung, sebagai bagian dari persepsi yang diukur, dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu tidak tahu, kurang, sedang, dan tinggi, berdasarkan jumlah kata kunci yang bisa dijawab oleh pengunjung. Kategori tidak tahu apabila pengunjung tidak dapat menyebutkan satupun kata kunci, kurang jika hanya menjawab satu kata kunci, sedang jika menjawab dua kata kunci, dan tinggi jika menjawab >3 kata kunci. Selain itu ada beberapa pernyataan yang tingkat pengetahuannya hanya terbagi menjadi dua kategori, yaitu tahu dan tidak tahu.

(17)

7 Sintesis Data

Hasil analisis data digunakan untuk menyusun rekomendasi bagi pengelola dalam kaitan dengan adaptasi terhadap perubahan iklim, serta pengembangan wisata yang lebih ramah lingkungan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Taman Nasional Bali Barat (TNBB) terletak di ujung barat Pulau Bali tepatnya di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Buleleng.

Secara geografis, TNBB terletak di 08°05’30” LS sampai 08°17’20”LS dan 114°26’00” BT sampai 114°56’30” BT. Ekosistem di TNBB mulai dari laut pesisir hingga pegunungan. Luas TNBB berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 493/Kpts-II/1995 tanggal 15 September 1995 adalah sebesar 19 002.89 Ha, yang terdiri atas kawasan daratan seluas 15 587.89 ha dan kawasan lautan seluas 3 415 ha. TNBB berbatasan langsung dengan Laut Bali di sebelah Utara, Kelurahan Gilimanuk dan Selat Bali di sebelah Barat, Desa Pejarakan dan Sumber Klampok (Kabupaten Buleleng) di sebelah Utara dan Timur, serta Desa Blimbingsari, Desa Ekasari, dan Desa Melaya (Kabupaten Jembrana) di sebelah Selatan dan Tenggara.

TNBB hanya memiliki beberapa sungai yang bermata air dalam kawasan, sedangkan sisanya hanya berupa curah atau sungai kering. Berdasarkan peta hidrologi Bali, TNBB memiliki potensi hidrologis yang relatif kecil. Secara geografis TNBB terletak di kawasan beriklim tropis. Berdasarkan klasifikasi Schmidt-Ferguson, kondisi iklim di TNBB terdiri dari 3 kelas, yaitu kelas iklim D (sedang), kelas iklim E (agak kering), dan kelas iklim F (Kering). Curah hujan kawasan TNBB berkisar dari 1500 – 1050 mm/tahun (Bappeda dan PPLH UNUD 2009 dalam RPTN 2013). Curah hujan tertinggi terjadi di bagian Timur kawasan, sedangkan curah hujan terendah berada di bagian Barat kawasan. Pulau Bali yang dikeliling oleh laut sangat dipengaruhi oleh arah angin. Angin darat bertiup pada malam hari dan angin laut bertiup pada siang hari. Kecepatan angin di kawasan TNBB berkisar 5 - 10 km/jam. Pada bulan April sampai Oktober curah hujan di TNBB berkisar 40mm/bulan, sedangkan pada bulan Oktober sampai April rata- rata curah hujan mencapai 176 mm/bulan. Kelembaban udara di kawasan TNBB berkisar antara 55% - 85%, dan suhu udara rata-rata berkisar antara 22°C - 24°C.

Setelah dilakukan peninjauan kembali terkait zonasi, saat ini TNBB memiliki 7 zonasi, yaitu:

1. Zona inti yang terdiri dari daratan seluas ± 7 567.850 ha dan lautan seluas ± 455.370 ha

2. Zona rimba darat seluas ± 6 174.756 ha 3. Zona perlindungan bahari seluas ± 221.741 ha

4. Zona pemanfaatan yang terdiri dari daratan seluas ± 1 800.682 ha dan lautan seluas ± 2 417.011 ha

(18)

8

5. Zona tradisional seluas ± 310.943 ha

6. Zona religi, budaya, dan sejarah seluas ± 50.570 ha 7. Zona khusus seluas ± 3 967 ha.

Taman Nasional Bali Barat memiliki potensi jasa lingkungan dan wisata yang cukup tinggi, antara lain pemanfaatan sumber air panas Banyuwedang, pemanfaatan sumber air untuk irigasi di Bendungan Palasari, pemanfaatan air tanah untuk PDAM di Desa Sumber Klampok, wisata snorkeling dan diving di perairan Pulau Menjangan, wisata hidupan liar di Brumbun, jungle tracking di Teluk Terima, jungle tracking di Teluk Terima, wisata budaya di Candi Bakungan, wisata pendidikan di Pusat Pembinaan Populasi Curik Bali Tegal Bunder, dan wisata sejarah di Monumen Lintas Laut. Wisata yang menjadi andalan dari sekian banyak potensi yang ada di TNBB adalah wisata di Pulau Menjangan.

Taman Nasional Bali Barat mendapat banyak pemasukan dari sektor wisata.

Pendapatan ini tentu dipengaruhi oleh banyaknya pengunjung yang datang ke TNBB. Pengunjung TNBB dari 5 tahun terakhir (2011 – 2015) terus mengalami peningkatan (Gambar 2). Lokasi di TNBB yang berada di Pulau Bali tampaknya memberi dampak positif bagi kemajuan sektor wisata di TNBB. Pengunjung mancanegara jauh lebih banyak dibandingkan dengan pengunjung domestik.

Kunjungan tertinggi ada pada tahun 2015 yaitu sebanyak 61 957 orang.

Banyaknya pengunjung yang datang membuat TNBB dapat menghasilkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang cukup tinggi.

Gambar 2 Jumlah pengunjung TNBB pada tahun 2011 - 2015

Jejak Karbon

Konsumsi Liquefied Petroleum Gas (LPG)

Pulau menjangan memiliki tiga pintu masuk, dua diantaranya terletak di kawasan TNBB, yaitu pintu masuk Labuhan Lalang dan Banyuwedang. Warung

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah Pengunjung

Tahun

Domestik Mancanegara Total

(19)

9 di Labuhan Lalang berjumlah sembilan unit, namun dua dari sembilan warung tidak menggunakan LPG karena hanya menjual sandal dan beberapa pernak pernik, serta menyediakan penyewaan alat untuk snorkeling dan diving.

Banyuwedang yang luasnya lebih kecil dibandingkan dengan Labuhan Lalang hanya memiliki satu unit warung. Rata-rata konsumsi LPG warung setiap bulannya berkisar antara 3 – 48 kg (Tabel 3). Akumulasi emisi CO2 yang dihasilkan dari konsumsi LPG warung adalah sebesar 30.26 kg CO2equ/bulan (Tabel 3). Perbedaan emisi karbon yang dihasilkan dari tiap warung tergantung dari ukuran tabung gas dan banyaknya tabung gas yang digunakan.

Selain dari warung, data terkait konsumsi LPG juga diperoleh dari restoran milik IPPA. TNBB memiliki 3 IPPA, yaitu PT. Trimbawan Swastama Sejahtera, PT. Shorea Barito Wisata, dan PT. Disthi Kumala Bahari. Namun hanya 2 IPPA yang memiliki restoran, yaitu The Menjangan dan Nusa Bay Menjangan yang dikelola oleh PT. Trimbawan Swastama Sejahtera dan PT. Shorea Barito Wisata.

PT. Disthi Kumala Bahari tidak memiliki restoran dikarenakan sepinya pengunjung yang datang ke restoran. Restoran milik PT. Disthi Kumala Bahari sudah ditutup sejak tahun 2010. Rata-rata konsumsi LPG restoran adalah sebesar 400 kg/bulan, dengan total emisi sebesar 130.17 kg CO2equ/bulan (Tabel 3).

Tabel 3 Konsumsi LPG per bulan di TNBB dan emisi CO2

Lokasi Warung /

Restoran

Konsumsi LPG/bulan (kg)

Emisi (kg CO2)

Labuhan Lalang

Warung 1 48 7.81

Warung 2 15 2.44

Warung 3 3 0.49

Warung 4 18 2.93

Warung 5 24 3.91

Warung 6 6 0.98

Warung 7 24 3.91

Total 138 22.47

Banyuwedang

Warung 1 48 7.81

Total 48 7.81

IPPA

TSS 400 65.09

SBW 400 65.09

Total 800 130.18

Total Keseluruhan 986 160.44

TSS=Trimbawan Swastama Sejahtera, SBW=Shorea Barito Wisata

Meskipun hanya didapat dari 2 restoran, namun emisi karbon yang dihasilkan restoran ini lebih tinggi dibandingkan dengan emisi karbon yang dihasilkan warung yang ada di Labuhan Lalang maupun Banyuwedang. Hal ini dikarenakan kebutuhan LPG restoran lebih banyak dibandingkan dengan warung.

Tabung gas yang digunakan restoran juga lebih besar dan lebih banyak daripada warung. Setiap bulan restoran menggunakan 8 tabung gas berukuran 50 kg, sedangkan warung rata-rata hanya menggunakan 5 tabung gas berukuran 3 kg sampai 4 tabung gas berukuran 12 kg.

(20)

10

Konsumsi bahan bakar minyak

Penggunaan bahan bakar operasional akan menghasilkan emisi gas rumah kaca berupa gas CO2, CH4, N2O. IPCC menetapkan nilai faktor emisi untuk bensin/premium dan solar/diesel, sehingga faktor emisi untuk bahan bakar selain itu disamakan dengan bensin. Data emisi karbon yang berasal dari konsumsi bahan bakar minyak yang dihasilkan oleh pengunjung terbagi menjadi dua, yaitu emisi karbon dari pengunjung mancanegara dan pengunjung domestik. Konsumsi bahan bakar minyak dari transportasi pengunjung domestik lebih besar dari pengunjung mancanegara, baik untuk bensin/premium maupun solar, sehingga emisi yang dihasilkan pun menjadi lebih besar (Tabel 4).

Tabel 4 Konsumsi bahan bakar minyak pengunjung dan emisi GRK Jenis Bahan

Bakar

Jumlah pemakaian

(liter)

Emisi kg CO2 Emisi kg CH4

Emisi kg N2O

M D M D M D M D

Bensin/Premium 141 206 322.45 471.10 0.15 0.22 0.15 0.22 Solar 280 334 746.93 890.98 0.39 0.47 0.39 0.47

M=Mancanegara D=Domestik

Kemampuan gas untuk menjebak radiasi dan memberikan kontribusi terhadap efek rumah kaca bervariasi tergantung jenis gas rumah kaca. Global Warming Potential (GWP) dikembangkan untuk membandingkan kemampuan masing-masing gas rumah kaca untuk menyerap panas di atmosfer relatif terhadap CO2. Oleh karena itu, emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dikonversi menjadi emisi CO2equ menggunakan nilai Global Warming Potensial (Lampiran 1). Secara teknis, GWP didefinisikan sebagai rasio dari radiasi waktu pendorongan radiasi terintegrasi dari sejak rilis sesaat 1 kg zat relatif terhadap 1 kg gas referensi (IPCC 2007). Setelah dilakukan penghitungan, besarnya emisi karbon yang dihasilkan pengunjung domestik lebih besar dibandingkan dengan pengunjung mancanegara (Tabel 5).

Tabel 5 Emisi karbon yang dihasilkan dari konsumsi BBM responden Responden Jumlah

(orang) Emisi kg CO2equ/30 orang Emisi kg CO2equ/orang

Mancanegara 30 1 244.57 41.49

Domestik 30 1 583.98 52.80

Hasil penghitungan emisi karbon dari tiap orang tersebut dapat digunakan untuk mengetahui besarnya emisi CO2equ yang dihasilkan tiap bulan dilihat dari jumlah pengunjung yang datang. Rata-rata emisi CO2equ/bulan yang dihasilkan oleh pengunjung mancanegara lebih besar dibandingkan dengan pengunjung domestik karena jumlah pengunjung mancanegara lebih banyak dibandingkan dengan pengunjung domestik (Tabel 6). Data pengunjung yang digunakan adalah data terbaru yaitu data pengunjung pada tahun 2015. Jadi, emisi karbon per orang dikalikan dengan jumlah pengunjung yang datang tiap bulan pada tahun 2015.

Bulan Februari merupakan bulan paling sepi pengunjung, sehingga emisinya lebih rendah.

(21)

11 Tabel 6 Total emisi CO2equ dari konsumsi bahan bakar minyak pengunjung

berdasarkan jumlah pengunjung tahun 2015

Bulan Jumlah Pengunjung Emisi kg CO2equ

Domestik Mancanegara Domestik Mancanegara

Januari 1 352 3 179 71 384.71 131 882.80

Februari 334 1 456 17 634.98 604 03.30

Maret 525 1 236 27 719.65 512 76.22

April 739 2 771 39 018.71 114 956.60

Mei 1 373 3 303 72 493.49 137 027

Juni 1 392 3 389 73 496.68 140 594.70

Juli 1 269 5 489 67 002.36 227 714.50

Agustus 2 044 9 162 107 921.90 380 091.20

September 1 416 4 517 74 763.87 187 390.50

Oktober 1 317 3 809 69 536.73 158 018.70

November 1 005 2 393 53 063.34 99 275.07

Desember 944 2 369 49 842.58 98 279.42

Total 13 710 43 073 723 879 1 786 910

Rata-rata 11 423 3 589 60 323 148 909.20

Rata-rata emisi CO2equ yang dihasilkan dari transportasi pengunjung mancanegara adalah sebesar 148 909.20 kg CO2equ. Nilai emisi tersebut lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan pengunjung domestik yaitu sebesar 60 323 kg CO2equ. Pendekatan penghitungan jejak karbon berdasarkan banyaknya jumlah pengunjung yang datang, sehingga perbedaan jumlah pengunjung akan mempengaruhi besarnya emisi karbon yang dihasilkan. Emisi karbon yang dihasilkan dari transportasi pengunjung cukup fluktuatif setiap bulannya. Jumlah kunjungan terbanyak ada pada bulan Agustus, sehingga jumlah emisi yang dihasilkan pun yang paling tinggi (Gambar 3).

Gambar 3 Emisi CO2 yang dihasilkan pengunjung per bulan pada tahuan 2015 Responden dalam penelitian ini menggunakan kendaraan yang berbeda.

Jenis kendaraan yang digunakan responden adalah sepeda motor, mobil pribadi, mobil travel, bus besar, dan sepeda. Konsumsi BBM per orang dari pengunjung domestik lebih tinggi dari pengunjung mancanegara (Tabel 7). Responden

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000

Emisi CO2 (kg)

Bulan

Mancanegara Domestik

(22)

12

domestik ada yang menggunakan bus sebagai transportasi. Responden mancanegara ada yang menggunakan sepeda sebagai transportasi karena jarak dari tempat mereka menginap cukup dekat dengan Labuhan Lalang yang merupakan pintu masuk Pulau Menjangan.

Tabel 7 Jenis kendaraan yang digunakan responden

Asal

Jumlah Pengguna

(orang)

Jenis Kendaraan

Konsumsi BBM per Kendaraan

(liter)

Rata-rata Penumpang

per Kendaraan

(orang)

Konsumsi BBM/Orang

(liter)

D

2 Motor 4 2 2

14 Mobil Pribadi 17 4 4.3

4 Mobil Travel 20 10 2

10 Bus besar 68 35 1.9

0 Sepeda 0 0 0

Rata-rata 2.6

M

4 Motor 4 2 2

11 Mobil Travel

Kecil 18 4 4.5

14 Mobil Travel

Sedang 20 10 2

0 Bus besar 68 0 0

1 Sepeda 0 1 0

Rata-rata 2.1

D = Domestik, M = Mancanegara

Rata-rata konsumsi BBM per orang dari responden domestik adalah sebesar 2.6 liter/orang. Rata-rata konsumsi BBM per orang dari responden mancanegara adalah sebesar 2.1 liter/orang. Konsumsi BBM per orang dari responden domestik dan responden mancanegara tidak jauh berbeda. Penghitungan konsumsi BBM per orang tidak memperhitungkan jenis BBM dan tipe kendaraan yang digunakan.

Jarak yang ditempuh juga tidak diperhitungkan. Penghitungan konsumsi BBM per orang hanya digunakan untuk mengetahui banyaknya konsumsi BBM yang dibutuhkan responden untuk mencapai lokasi wisata TNBB dari tempat responden menginap. Kebutuhan BBM per orang ini masih bisa diperkecil apabila kapasitas dari suatu jenis kendaraan yang digunakan dapat dimaksimalkan. Misalnya, untuk bus besar berkapasitas 50 penumpang diisi penuh dengan 50 penumpang akan menurunkan konsumsi BBM/orang dibandingkan apabila diisi hanya dengan 35 penumpang.

Responden domestik cenderung lebih suka menggunakan mobil pribadi untuk melakukan perjalanan wisata, sedangkan pengunjung mancanegara lebih memanfaatkan agen perjalanan untuk membantu kegiatan wisata mereka.

Penggunaan bus akan jauh lebih efisien dibandingkan dengan mobil pribadi karena dapat menampung orang dengan jumlah yang lebih banyak. Penggunaan mobil dari agen perjalanan juga lebih efisien dibandingkan dengan mobil pribadi karena agen perjalanan akan memberangkatkan pengunjung secara bersamaan, sehingga kapasitas mobilnya dapat dimaksimalkan.

(23)

13 Penghitungan emisi karbon yang dihasilkan dari transportasi pengunjung dihitung dari tempat dimana mereka tinggal atau menginap. Responden domestik yang berasal dari sekitar Pulau Bali emisi karbonnya dihitung ketika responden mulai berangkat dari rumah, sedangkan untuk yang berasal dari luar Pulau Bali dihitung dari tempat menginap responden. Begitu juga dengan responden mancanegara. Penghitungan emisi karbonnya dilakukan mulai dari hotel atau tempat menginap menuju ke lokasi wisata TNBB. Penghitungan emisi karbon tidak dilakukan mulai dari asal negara mereka karena dalam perjalanan wisata belum tentu mereka langsung menuju ke lokasi wisata TNBB.

Pengunjung mancanegara sebelum melakukan wisata di lokasi TNBB, mereka melakukan wisata di tempat lain terlebih dahulu. Oleh karena itu, penghitungan emisi karbon dari transportasi diasumsikan dihitung ketika mereka mulai melakukan perjalanan dari tempat menginap menuju ke lokasi wisata TNBB. Asumsi ini yang mengakibatkan emisi karbon yang dihasilkan responden domestik lebih besar dibandingkan dengan responden mancanegara. Apabila penghitungan emisi karbon dilakukan mulai dari asal negara pengunjung, maka emisi karbon yang dihasilkan pengunjung mancanegara akan jauh lebih tinggi karena ada penghitungan emisi dari penggunaan pesawat terbang. Pesawat terbang merupakan pengemisi karbon terbesar (UNWTO dan UNEP 2008).

Selain dari transportasi pengunjung, konsumsi bahan bakar juga didapat dari transportasi atau akomodasi lokal yang ada di TNBB. Akomodasi lokal yang ada di TNBB berupa penyewaan kapal untuk aktivitas wisata snorkeling, diving, atau hanya untuk menyeberang ke Pulau Menjangan. Kapal dapat disewa melalui kedua pintu masuk Pulau Menjangan. Jumlah kapal yang ada di Labuhan Lalang dan Banyuwedang masing-masing adalah 79 kapal (Tabel 8).

Tabel 8 Data kapal dan emisi CO2equ yang dihasilkan Pintu Masuk Jumlah

Kapal

Jumlah Pemakaian

(liter)

Emisi kg CO2

Emisi kg CH4

Emisi kg N2O Labuhan Lalang 79 14 399 631.20 190.30 184.53

Banyuwedang 79 14 399 631.20 190.30 184.53

Jumlah konsumsi bahan bakar untuk tiap kapal yaitu 14 liter, sehingga emisi CO2equ yang dihasilkan pun sama. Total emisi CO2equ yang dihasilkan dari bahan bakar kapal setelah dikonversi yaitu sebesar 915 438 kg CO2equ. Selain dari transportasi pengunjung dan kapal, ada hotel milik PT. Shorea Barito Wisata yang menggunakan bahan bakar solar sebagai sumber energi. Lokasi hotel yang berada di pinggir pantai belum memungkinkan untuk dipasangnya pembangkit listrik.

Jumlah konsumsi solar dari PT. Shorea Barito Wisata adalah kira-kira sebanyak 5 500 liter/bulan, sehingga emisi CO2equ yang dihasilkan adalah sebesar 17 096.51 kg CO2equ.

Konsumsi listrik

Pemakaian listrik mampu mengemisikan karbon secara tidak langsung.

Penghitungan jejak karbon dari konsumsi listrik perlu dilakukan karena hampir semua aktivitas manusia saat ini bergantung dari adanya listrik. Konsumsi listrik dari sektor wisata diperoleh dari hotel, restoran, maupun warung yang ada. Hotel

(24)

14

dan restoran merupakan milik pemegang IPPA, sedangkan warung merupakan usaha milik warga lokal (Tabel 9).

Tabel 9 Emisi CO2 dari konsumsi listrik

Lokasi Warung /

Restoran

Konsumsi Listrik/bulan (kwh)

Emisi (kg CO2)

Labuhan Lalang

Warung 1 295.96 253.55

Warung 2 661.16 566.61

Warung 3 165.29 141.65

Warung 4 495.87 424.96

Warung 5 495.87 424.96

Warung 6 661.16 566.61

Warung 7 49.59 42.50

Total 2 824.90 2 420.84

Banyuwedang

Warung 1 295.86 253.55

Total 3 120.64 2 674.39

IPPA

DKB 1 439.92 1 280.29

TSS 32000 27424

Total 33 493.92 28 704.29

Total Keseluruhan 39 439.46 33 799.52

Warung meskipun jumlahnya lebih banyak namun menghasilkan emisi karbon yang lebih sedikit dibandingkan dengan hotel dan restoran. Total emisi CO2 yang dihasilkan oleh warung yang ada di TNBB adalah sebesar 2 674.39 kg CO2. Warung di TNBB dalam penggunaan listriknya ada yang menggunakan listrik prabayar dan pascabayar. Ini yang menyebabkan perbedaan dalam harga dan banyaknya konsumsi listrik per bulan.Total emisi CO2 yang dihasilkan hotel dan restoran IPPA adalah 28 704.29 kg CO2. Konsumsi listrik PT. Disthi Kumala Bahari lebih kecil dibandingkan dengan PT. Trimbawan Swastama Sejahtera karena hanya berasal dari gedung pariwisata saja, sedangkan konsumsi listrik PT.

Trimbawan Swastama Sejahtera berasal dari hotel dan restoran. Tingginya emisi CO2 yang dikeluarkan oleh hotel dan restoran milik IPPA adalah karena kebutuhan listrik mereka yang juga sangat tinggi. Hotel dan restoran yang dimiliki sudah cukup besar.

Total emisi CO2equ

Total emisi CO2equ yang dihasilkan dari kegiatan wisata yang ada di TNBB berasal dari penjumlahan emisi CO2equ yang dihasilkan oleh masing-masing sumber emisi, yaitu konsumsi Liquefied Petroleum Gas (LPG), konsumsi bahan bakar minyak, dan konsumsi listrik. Total emisi CO2equ yang dihasilkan adalah sebesar 1 173 306.07 kg CO2equ/bulan. Sumber emisi yang berasal dari transportasi pengunjung dirata-ratakan untuk menghasilkan kisaran emisi karbon yang dihasilkan setiap bulannya. Sumber emisi yang paling tinggi mengemisikan karbon adalah konsumsi bahan bakar minyak yaitu sebesar 1 141 766.96 kg CO2equ/bulan (97.31%), sedangkan yang paling rendah mengemisikan karbon adalah konsumsi LPG yaitu 160.43 kg CO2equ/bulan atau sekitar 0.01% (Gambar 4). Konsumsi bahan bakar minyak menjadi sangat tinggi tingkat emisinya karena

(25)

15 berasal dari transportasi pengunjung, akomodasi lokal atau kapal yang kemudian ditambah dengan pemakaian solar PT. Shorea Barito Wisata.

Gambar 4 Total emisi CO2/bulan dari kegiatan wisata di TNBB

Pemakaian bahan bakar kapal tiap bulannya menghasilkan emisi karbon paling tinggi dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar dari sumber emisi lainnya (Gambar 5). Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa transportasi pengunjung merupakan penyumbang emisi terbesar dari sektor pariwisata dengan transportasi udara penghasil emisi tertinggi.

Perbedaan ini dikarenakan penelitian tersebut dilakukan dalam skala pariwisata global, sedangkan penelitian ini fokus pada suatu kawasan wisata lokal yang penghitungan jejak karbonnya hanya di lokasi wisata tersebut.

Urutan sumber emisi dari yang tertinggi hingga terendah adalah pemakaian bahan bakar kapal, transportasi pengunjung, dan pemakaian solar oleh IPPA.

Jumlah total kapal yang ada di TNBB adalah sebanyak 158 kapal dengan asumsi semua kapal melakukan pengangkutan penumpang sebanyak satu kali per hari.

Gambar 5 Total emisi CO2 dari pemakaian bahan bakar minyak 0

20 40 60 80 100

LPG Bahan

Bakar Listrik

Persentase

Sumber Emisi

Total Emisi karbon

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Transportasi pengunjung

Kapal Solar IPPA

Persentase

Sumber Emisi

Emisi karbon 0.01%

97.31%

2.68%

18.28%

80.22%

1.5%

(26)

16

Persepsi Pengunjung

Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya (Thoha 1992). Persepsi pengunjung diukur melalui pengetahuan pengunjung tentang perubahan iklim dan dampak wisata terhadap perubahan iklim, serta kesediaan mereka untuk mengubah pola kunjungan menjadi lebih ramah lingkungan.

Karakteristik responden

Taman Nasional Bali Barat memiliki pengunjung mancanegara yang lebih banyak dibandingkan dengan pengunjung domestik. Usia pengunjung yang datang relatif beragam, baik pengunjung mancanegara maupun domestik. Pengunjung mancanegara termuda berusia 19 tahun, tertua 69 tahun, dengan rata-rata 43 tahun.

Pengunjung domestik termuda berusia 17 tahun, tertua 50 tahun, dengan rata-rata usia 33 tahun. Pengunjung mancanegara berasal dari berbagai negara, yaitu Jerman (jumlah pengunjung tertinggi), New Zealand, Australia, Rusia, Swiss, Belanda, Perancis, Kanada, Inggris, Amerika Serikat, dan Chili (Gambar 6).

Wawancara dengan pemandu wisata mengungkapkan bahwa pengunjung dari Eropa dari tahun ke tahun lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan dari benua lainnya.

Banyaknya pengunjung dari Eropa yang datang ke Bali selain dikarenakan pesona atau daya tarik Bali, juga karena sejak tahun 1920 bangsa Eropa memang sudah mengenal Bali. Saat itu Bali mulai terkenal karena beberapa traveller eropa menyebarkan pengalaman berliburnya di Bali melalui cerita “mulut ke mulut”.

Seriring dengan perkembangan zaman, wisata Bali selain dipromosikan melalui cerita “mulut ke mulut” juga melalui agen perjalanan, internet, maupun televisi, sehingga menjadikan Bali semakin terkenal di Eropa bahkan dunia (Resmayasari 2011).

Gambar 6 Negara asal pengunjung mancanegara TNBB

Pengunjung domestik sebagian besar (87%) berasal dari daerah di Propinsi Bali (Gambar 7). Kota denpasar menjadi kota asal terbanyak dari pengunjung

0 2 4 6 8 10 12 14

Jumlah Pengunjung

Asal Negara

(27)

17 domestik yang menjadi responden penelitian ini (Gambar 8). Beberapa kota yang bukan termasuk Propinsi Bali adalah Jember, Banyuwangi, dan Jakarta.

Pengunjung dari Jember dan Banyuwangi memasuki Pulau Menjangan melalui pintu masuk di luar kawasan taman nasional, yaitu dari daerah Bangsring Banyuwangi.

Gambar 7 Daerah asal pengunjung dari Pulau Bali maupun luar Pulau Bali Pengunjung mancanegara dan pengunjung domestik datang ke lokasi wisata TNBB memiliki tujuan wisata yang berbeda. Tujuan pengunjung mancanegara datang ke TNBB adalah untuk berwisata dan belajar budaya masyarakat Bali, sedangkan tujuan pengunjung domestik adalah untuk wisata dan untuk ibadah (wisata religi). Masyarakat Bali sangat kental dengan budaya dan agama mereka.

Penduduk Bali yang sebagian besar beragama Hindu sangat menjunjung ajaran agama mereka. Di Pulau Menjangan terdapat pura yang cukup sering dikunjungi oleh pengunjung.

Gambar 8 Daerah asal pengunjung domestik TNBB 0

5 10 15 20 25 30

Pulau Bali Luar Pulau Bali

Jumlah Pengunjung

Daerah Asal Pengunjung

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jumlah Pengunjung

Daerah Asal Pengunjung

(28)

18

Persepsi pengunjung terkait perubahan iklim

Persepsi pengunjung yang diukur dalam penelitian ini meliputi pengetahuan tentang perubahan iklim, emisi karbon, dan kontribusi wisata terhadap perubahan iklim, serta kesediaan pengunjung untuk mengubah perilaku untuk dapat mengurangi emisi karbon saat berwisata, yaitu penghematan listrik dan penggunaan transportasi umum. Tingkat pengetahuan terkait perubahan iklim dibagi menjadi 4 kategori, yaitu tidak tahu, kurang, sedang, dan tinggi. Tingkat pengetahuan terkait emisi karbon dan peran wisata terhadap perubahan iklim hanya terbagi menjadi dua kategori, yaitu tahu dan tidak tahu. Penelitian ini juga membahas terkait kesediaan pengunjung untuk menggunakan transportasi umum dan menghemat konsumsi listrik selama berwisata.

Pengetahuan terkait perubahan iklim, emisi karbon, dan kontribusi wisata terhadap perubahan iklim

Pengunjung domestik memiliki tingkat pengetahuan terkait perubahan iklim yang lebih rendah dibandingkan dengan pengunjung mancanegara (Gambar 9).

Masih ada pengunjung domestik (50%) yang tidak tahu (tidak dapat menyebutkan satupun kata kunci) dan kurang tahu (hanya dapat menyebutkan satu kata kunci) mengenai perubahan iklim. Berbeda dengan pengunjung domestik, pengunjung mancanegara sudah memiliki pengetahuan terkait perubahan iklim yang termasuk ke dalam kategori sedang (27%) dan tinggi (73%).

Gambar 9 Tingkat pengetahuan pengunjung terkait perubahan iklim

Perubahan iklim dan emisi karbon merupakan dua hal yang saling berkaitan.

Perubahan iklim terjadi karena peningkatan emisi karbon yang terus terjadi. Tidak semua orang mengetahui tentang dua hal ini. Orang yang mengerti terkait tentang perubahan iklim belum tentu mengerti terkait emisi karbon. Namun, apabila orang telah mengetahui terkait emisi karbon, maka kemungkinan besar dia mengetahui terkait perubahan iklim. Pengetahuan pengunjung mancanegara dan pengunjung domestik terkait emisi karbon juga memiliki perbedaan. Tingkat pengetahuan pengunjung domestik terkait emisi karbon masih lebih rendah dibandingkan dengan pengunjung mancanegara (Gambar 10).

0 5 10 15 20 25

Tidak Tahu Kurang Sedang Tinggi

Jumlah

Tingkat Pengetahuan

Domestik Mancanegara

(29)

19

Gambar 10 Tingkat pengetahuan pengunjung terkait emisi karbon

Sebanyak 23 responden pengunjung domestik (77%) termasuk ke dalam kategori tidak tahu. Pengunjung domestik (23%) hanya mampu menyebutkan bahwa emisi karbon merupakan gas buangan dari kendaraan. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pengunjung mancanegara yang tingkat pengetahuannya terkait emisi karbon sudah tinggi. Sebanyak 26 responden mancanegara (87%) termasuk ke dalam kategori tahu. Mereka mampu menjelaskan dengan baik terkait emisi karbon dan greenhouse effect. Salah satu responden juga menyatakan bahwa dia pernah menghitung jejak karbon yang dihasilkan dari aktivitasnya sehari-hari.

Perubahan iklim dan wisata memiliki pengaruhnya masing-masing.

Terjadinya perubahan iklim akan berdampak pada obyek daya tarik wisata dan juga berpengaruh pada destinasi wisata pilihan pengunjung. Namun, sektor pariwisata juga ikut berkontribusi terhadap terjadinya perubahan iklim. Peran atau kontribusi wisata terhadap perubahan iklim adalah melalui emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan wisata. Kebanyakan para ahli hanya memerhatikan dampak perubahan iklim terhadap wisata tanpa memerhatikan bahwa sektor wisata juga berkontribusi terhadap terjadinya perubahan iklim. Kontribusi wisata terhadap perubahan iklim belum terlalu menjadi perhatian, terutama oleh para pengunjung wisata (Gambar 11).

Gambar 11 Tingkat pengetahuan pengunjung terkait kontribusi wisata terhadap perubahan iklim

0 5 10 15 20 25 30

Tahu Tidak Tahu

Jumlah

Tingkat Pengetahuan

Domestik Mancanegara

0 5 10 15 20 25 30

Tahu Tidak Tahu

Jumalh

Tingkat Pengetahuan

Domestik Mancanegara

(30)

20

Sama halnya dengan tingkat pengetahuan terkait perubahan iklim, tingkat pengetahuan pengunjung mancanegara terkait kontribusi wisata terhadap perubahan iklim masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dengan pengunjung domestik. Pengunjung domestik yang termasuk kedalam kategori tahu hanya sebanyak 5 responden (17%) dan yang termasuk kedalam kategori tidak tahu sebanyak 25 responden (83%). Pengunjung mancanegara yang termasuk kedalam kategori tahu adalah sebanyak 28 responden (93%), sedangkan yang termasuk kedalam kategori tidak tahu sebanyak 2 responden atau (7%).

Responden mancanegara yang termasuk kedalam kategori tidak tahu hanya menyebutkan dampak dari terjadinya perubahan iklim terhadap wisata, sedangkan responden mancanegara yang termasuk kedalam kategori tahu mampu menyebutkan bahwa kegiatan wisata yang mereka lakukan juga berkontribusi terhadap terjadinya perubahan iklim. Mereka dapat menyebutkan bahwa untuk membangun sebuah bisnis wisata banyak perusahan yang menebang pohon untuk mendapat lahan membangun hotel, restoran dan fasilitas wisata lainnya. Selain itu, perusahaan otomotif juga semakin banyak menciptakan kendaraan bermotor yang kemudian digunakan oleh orang untuk melakukan aktivitasnya baik saat melakukan wisata.

Para pengunjung mancanegara menyadari bahwa perubahan iklim merupakan peristiwa antroposentris yang disebabkan oleh banyak sektor, dan salah satunya adalah sektor pariwisata. Sebagai orang yang suka travelling, pengunjung menyadari bahwa ketika melakukan kegiatan wisata aspek ekologi atau kelestarian lingkungan tidak bisa menjadi hal yang dikesampingkan.

Beberapa pengunjung menyebutkan bahwa ekowisata atau pariwisata berkelanjutan dapat menjadi solusi dari permasalahan ini. Namun, tidak semua responden mengerti terkait ekowisata, khususnya pengunjung domestik. Bahkan dalam penelitian ini sebanyak 100% responden dari pengunjung domestik belum memiliki pengetahuan terkait ekowisata (Gambar 12).

Gambar 12 Pengetahuan pengunjung terkait ekowisata

Responden dari pengunjung mancanegara sebanyak 27 orang (90%) mengetahui tentang ekowisata. Pengunjung mancanegara menyarankan ketika akan membangun sebuah bisnis pariwisata, pengembangannya harus berdasarkan

0 5 10 15 20 25 30 35

Tahu Tidak Tahu

Jumlah

Tingkat Pengetahuan

Domestik Mancanegara

(31)

21 prinsip green tourism atau ecotourism. Jadi selain mementingkan aspek ekonomi ada aspek ekologi juga yang harus dijaga. Banyak pengunjung yang menyatakan menyukai penerapan pariwisata berkelanjutan atau ekowisata dalam sektor bisnis pariwisata, khususnya pengunjung dengan usia tua. Mereka lebih memilih kegiatan wisata yang lebih dekat dengan alam dengan suasana yang tenang dan nyaman. Berbeda dengan pengunjung di usia muda yang lebih memilih penginapan di pusat Kota Denpasar karena mereka menyukai suasana kota yang ramai.

Ada beberapa hal yang diduga menyebabkan pengetahuan pengunjung mancanegara lebih tinggi dari pengunjung domestik, yaitu pengalaman dan keterpaparan terhadap isu perubahan iklim. Sebanyak 16 responden pengunjung mancanegara menyatakan bahwa mereka menghabiskan waktunya untuk melakukan travelling ke berbagai negara. Mereka menyatakan bahwa permasalahan dari isu perubahan iklim ini bukan hanya terjadi di Indonesia bahkan di dunia, termasuk berbagai negara yang telah mereka kunjungi. Selain itu, isu perubahan iklim dianggap sebagai isu penting ketiga setelah kemiskinan dan ketahanan pangan serta kemerosotan ekonomi global di mancanegara, khususnya di masyarakat Eropa (ECEP 2009). Survey dari ECEP (2009) ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Eropa telah memiliki pengetahuan yang sangat baik atau minimal cukup baik terkait berbagai aspek perubahan iklim (penyebab, konsekuensi, cara mengatasi). Selain responden dari Eropa, dua responden yang berasal dari USA juga memiliki pengetahuan dan tingkat kesadaran yang cukup baik mengenai perubahan iklim. Leiserowitz et al. (2010) menyatakan bahwa pengetahuan masyarakat Amerika terkait perubahan iklim telah cukup bahkan sangat baik.

Tingkat pengetahuan mengenai perubahan iklim dari masyarakat di negara maju dan negara berkembang memiliki perbedaan yang sangat mencolok.

Menurut Dennehy (2015), sebanyak 90% masyarakat di negara maju (Amerika Utara, Eropa, dan Jepang) telah memiliki pengetahuan mengenai perubahan iklim, sedangkan di negara berkembang relatif sedikit yang menyadari terkait permasalahan perubahan iklim. Dennehy (2015) juga mengungkapkan bahwa terdapat beberapa perbedaan mengenai faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan kesadaran mengenai perubahan iklim di beberapa negara, yaitu keterlibatan masyarakat, akses komunikasi, dan pendidikan pada masyarakat Amerika Serikat, serta pendidikan, kedekatan jarak tempat tinggal dengan daerah perkotaan, dan pendapatan rumah tangga pada masyarakat Cina.

Kesediaan mengubah perilaku yang mengemisikan karbon

Perilaku menghemat listrik dan pemanfaatan transportasi umum harus diterapkan tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, melainkan juga ketika melakukan kegiatan wisata. Namun, tidak semua pengunjung wisata sependapat akan hal ini. Beberapa pengunjung menyatakan bahwa pemakaian listrik dan transportasi adalah pribadi yang menjadi pilihan masing-masing pengunjung.

Pengunjung menyatakan bahwa mereka berwisata untuk mencari kenyamanan, maka apabila ada fasilitas yang disediakan mereka akan memanfaatkannya senyaman mungkin. Hasil wawancara terkait kesediaan menggunakan transportasi umum menunjukkan bahwa sebagian besar pengunjung mau untuk menggunakannya (Gambar 13).

(32)

22

Gambar 13 Kesediaan pengunjung menggunakan transportasi umum Pengunjung kawasan wisata kebanyakan menggunakan kendaraan pribadi ketika melakukan wisata. Ketika tidak menggunakan kendaraan pribadi, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk rental, kecuali untuk mereka yang lebih suka backpacking dengan biaya terbatas. Para backpacker akan lebih memilih menggunakan transportasi umum agar menghemat biaya. Responden dari pengunjung domestik terbagi menjadi dua kategori dengan nilai yang seimbang yaitu masing-masing 50%. Responden dari pengunjung mancanegara sebanyak 27 responden atau 90% menyatakan mau untuk menggunakan transportasi umum, sedangkan 3 responden atau 10% tidak mau menggunakan transportasi umum.

Pengunjung domestik lebih banyak memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi ketika berwisata. Terutama apabila lokasi wisata tidak terlalu jauh dengan rumah mereka, sehingga tidak perlu menggunakan transportasi seperti pesawat terbang atau kereta api. Khusus untuk pengunjung yang berasal dari kota di Propinsi Bali, seperti Denpasar, Singaraja, dan lain-lain, mereka lebih suka menggunakan kendaraan pribadi untuk pergi berwisata. Alasan mereka adalah karena kurangnya transportasi umum yang ada di Bali, seperti bus maupun angkutan umum. Mereka beranggapan bahwa transportasi umum di Bali kurang bergitu dikembangkan oleh pemerintah. Hal ini terlihat dari susahnya untuk mencari transportasi umum di Bali. Selain itu, mereka memilih menggunakan kendaraan pribadi karena lebih nyaman dan membutuhkan privasi ketika berwisata.

Berbeda dengan pengunjung domestik, pengunjung mancanegara lebih banyak yang mau atau bersedia untuk menggunakan transportasi umum. Mereka bersedia dan tidak keberatan untuk menggunakan transportasi umum asal nyaman dan mudah ditemui. Namun, mereka menilai bahwa transportasi umum di Bali sangat jarang, sedangkan mobil pribadi sangat banyak. Pendapat mereka mendukung pendapat pengunjung domestik yang menyatakan bahwa akan cukup sulit untuk menemukan transportasi umum di Bali. Selain nyaman dan mudah ditemui, harga juga menjadi pertimbangan mereka dalam menggunakan kendaraan umum. Para pengunjung mancanegara seringkali merasa ada perbedaan harga antara pengunjung domestik dan pengunjung mancanegara.

0 5 10 15 20 25 30

Mau Tidak Mau

Jumalh

Kesediaan

Domestik Mancanegara

(33)

23 Beberapa faktor tersebut akhirnya membuat mereka memilih untuk menyewa mobil pribadi atau menggunakan jasa agen perjalanan untuk berwisata.

Keuntungan yang mereka rasakan ketika menggunakan jasa agen perjalanan adalah memudahkan mereka dalam melakukan aktivitas wisata yang diinginkan.

Hal ini karena jasa agen perjalanan telah menyediakan segala kebutuhan wisatawan, sehingga mereka tidak perlu repot mencari informasi terkait tempat yang baru mereka kunjungi. Selain itu, mereka juga bisa memilih berbagai paket wisata yang ditawarkan oleh agen perjalanan. Selain mengubah kebiasaan dalam pemakaian jasa transportasi, penghematan listrik juga penting untuk dilakukan ketika melakukan kegiatan wisata. Pengunjung mancanegara 100% mau untuk berhemat listrik ketika berwisata (Gambar 14).

Gambar 14 Kesediaan pengunjung menghemat listrik ketika berwisata Listrik menjadi salah satu sumber energi yang paling penting dalam kehidupan manusia saat ini, termasuk ketika saat berwisata. Pengunjung mancanegara menyatakan bahwa ketika berlibur ke suatu tempat, mereka hanya ingin hidup dalam suasana baru. Apalagi dengan tempat wisata yang penuh dengan budaya unik khas masyarakat Bali. Mereka ingin merasakan dan mempelajari kehidupan penduduk lokal sambil menikmati bentang alam yang ada.

Mereka berlibur ke Bali untuk merasakan suasana bali dengan berinteraksi langsung dengan penduduk lokal. Mereka tidak membutuhkan fasilitas-fasilitas wisata bergaya western, karena hal itu sudah biasa ada di negaranya. Oleh karena itu, tidak sedikit pengunjung mancanegara yang memilih untuk tinggal di homestay. Selain biaya homestay yang lebih murah dibandingkan dengan dengan hotel, mereka juga bisa lebih dekat dengan penduduk lokal. Jadi, ketika diminta untuk menghemat listrik mereka tidak keberatan dan memang sudah menerapkannya.

Ketika berwisata mereka juga tidak terlalu bergantung dengan alat elektronik seperti televisi, air conditioner, bahkan gadget. Kepedulian mereka terhadap lingkungan, bahkan saat berwisata, berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan mereka yang tinggi. Pengunjung mancanegara juga sangat menyukai budaya nyepi yang ada di Bali. Mereka sangat menyukai budaya nyepi karena

0 5 10 15 20 25 30 35

Mau Tidak Mau

jumlah

Kesediaan

Domestik Mancanegara

(34)

24

pada saat itu tidak ada kendaraan bermotor dan listrik yang boleh digunakan.

Suasana Bali menjadi sangat sepi dan nyaman. Hal yang kurang mereka sukai dari rangkaian acara nyepi adalah upacara ogoh-ogoh yang dilakukan sehari sebelum nyepi. Upacara ogoh-ogoh membuat kota penuh dengan kendaraan bermotor dan ketika acara sudah usai penduduk lokal meninggalkan begitu banyak sampah.

Namun, terlepas dari hal itu, para pengunjung mancanegara sangat tertarik dengan budaya Bali.

Berbeda dengan pengunjung mancanegara, pengunjung domestik yang mau berhemat listrik saat berwisata ada sebanyak 27 responden (90%), sedangkan yang tidak mau atau kurang berkenan untuk menghemat listrik ada sebanyak 3 responden (10%). Pengunjung domestik yang mau berhemat listrik menyatakan tidak keberatan untuk melakukan hal tersebut apabila memang hal tersebut baik untuk lingkungan. Pengunjung domestik yang kurang bersedia untuk menghemat listrik saat berwista beranggapan bahwa itu tergantung kondisi dan kegiatan wisata yang dilakukan. Ketika mereka memilih untuk melakukan kegiatan wisata yang nyaman dengan fasilitas yang serba ada, mereka akan memanfaatkannya semaksimal mungkin. Mereka akan memanfaatkan segala fasilitas yang sudah mereka bayar. Ketika memilih hotel dengan fasilitas lengkap, mereka akan memanfaatkannya semaksimal mungkin tanpa perlu memikirkan untuk berhemat listrik. Ketika memang ingin melakukan kegiatan wisata yang lebih dekat alam dengan fasilitas seminimal mungkin, barulah mereka akan mengurangi menggunakan energi listrik karena memang tidak terlalu diperlukan.

Pemahaman atau tingkat pengetahuan dapat memengaruhi perhatian dan dukungan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan terkait perubahan iklim (Weber dan Stern 2011). Namun, Leiserowitz et al. (2010) menyatakan bahwa mencoba untuk mengubah pemahaman masyarakat bukan merupakan cara yang efisien untuk mendorong orang bertindak secara pribadi mengurangi dampak perubahan iklim. Dengen demikian, kurangnya pemahaman dan perhatian publik bukanlah faktor pembatas bagi dukungan masyarakat terhadap upaya mengatasi perubahan iklim. Banyak orang sudah menerima tujuan kebijakan energi rendah karbon dan bersedia serta mampu untuk mengasimilasi informasi yang baik tentang upaya untuk mengurangi emisi, terlepas dari pemahamannya tentang perubahan iklim (Stern 2011).

Menurunkan kontribusi wisata terhadap perubahan iklim

Suatu kawasan wisata dengan daya tarik yang tinggi akan meningkatkan emisi karbon yang dihasilkan karena mampu mendatangkan pengunjung yang lebih banyak. Banyaknya pengunjung yang datang sangat bagus untuk menunjang ekonomi lokal, namun berbanding terbalik dengan dampak yang dihasilkan pada lingkungan. Solusi dari sektor pariwisata terkait perubahan iklim bisa dilakukan dengan kembali pada gaya hidup kembali ke alam (back to nature) ketika belum banyak kendaraan bermotor. Selain itu juga dengan mengembangkan pariwisata rendah karbon. Pariwisata rendah karbon adalah suatu metode baru penerapan pembangunan yang berkelanjutan yang dapat meraih lebih banyak keuntungan bagi industri pariwisata baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan, melalui penggunaan teknologi-teknologi rendah karbon, tatacara untuk penerapan mekanisme penurunan karbon, dan promosi industri pariwisata yang rendah karbon (Cai dan Wang 2010). Tujuan utama dari pariwisata rendah karbon adalah

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian
Tabel 1  Jenis dan metode pengumpulan data
Tabel 2  Faktor emisi dan konversi bahan bakar  Bahan Bakar  Faktor Emisi
Tabel 3  Konsumsi LPG per bulan di TNBB dan emisi CO 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Museum Anak Kolong Tangga merupakan museum mainan anak tradisional yang didalamnya terdapat obyek mainan kerajinan rakyat. Pada setiap permainan tradisional memiliki pesan moral

Hasil penelitian pada tes awal menunjukan bahwa kemampuan mahasiswa memahami materi pelajaran masih dalam kategori kurang, setelah dilakukan pembelajaran menunjukkan peningkatan

Sehingga dengan memodifikasi apa yang disampaikan Davis tentang definisi Sistem Informasi Manajemen, maka Sistem Informasi (Manajemen) Perpustakaan dapat

Dalam penelitian ini, pesaing dapat dikelompokkan menjadi: Perusahaan atau pengembang yang menawarkan produk dan harga yang sama di pasaran; pengembang yang

PESERTA ADMIN START Peserta mengisi formulir dan melengkapi data kepesertaan kemudian diberikan kepada pemberi kerja Formulir. Pendaftaran

Berdasarkan uraian di atas pada penelitian ini akan dilakukan pengujian aktivitas antidibetes secara in vitro menggunakan metode penghambatan enzim α- glukosidase pada

Boot Loader adalah suatu program yang sudah tertanam pada suatu sistem operasi untuk mem-boot atau memanggil sistem operasi yang ada pada hard disk dan media

Hasil pengambilan data yang telah di laksanakan di SD Islam Al Azhar 29 dan dari pertanyaan yang telah dijawab responden serta hasil observasi, komponen