• Tidak ada hasil yang ditemukan

JAUR (Journal of Architecture and Urbanism Research)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JAUR (Journal of Architecture and Urbanism Research)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

68

JAUR

(Journal of Architecture and Urbanism Research)

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jaur

Pusat Kesehatan Mental Anak dan Remaja Korban Kekerasan dengan Healing Environment di Pekanbaru Child and Adolescent Mental Health Center for Victims of

Violence with Healing Environment in Pekanbaru

Nada Rizqi Amalia1), Pedia Aldy2) & Muhd Arief Al Husaini3) 1)Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Indonesia

2) 3) Dosen Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Indonesia

Diterima: Agustus 2021; Disetujui: September 2021; Dipublikasi: Oktober 2021

*Coresponding Email: Nada.rizqi3211@student.unri.ac.id Abstrak

Fenomena kekerasan anak merupakan hal yang sangat memprihatikan, terlihat dari kasus kekerasan anak yang meningkat setiap tahunnya di Indonesia, kekerasan yang terjadi meliputi kekerasan fisik, psikologis, seksual maupun ekonomi yang berdampak pada kesehatan mental. Perlu adanya penanganan khusus melihat banyaknya korban kasus kekerasan anak di berbagai daerah. Di provinsi Riau tingkat kasus kekerasan dari tahun 2012 - 2020 berjumlah 1225 kasus dan kota Pekanbaru merupakan daerah penyumbang kasus kekerasan dengan jumlah 713 kasus. Kasus kekerasan yang terjadi didominasi oleh kekerasan seksual, hal ini membuktikan rendahnya kesadaran masyarakat dan perlu adanya penanganan terutama terhadap korban kekerasan yakni anak - anak, karena kesehatan mental anak sangat berpengaruh terhadap optimalisasi perkembangannya terlebih anak korban kekerasan fisik dan psikis membutuhkan fasilitas dan penanganan yang tepat. Inilah yang menjadi dasar untuk menciptakan Pusat Kesehatan Mental Anak sebagai tempat yang dapat mewadahi dan melayani kebutuhan terhadap kesehatan mental yang didalamnya terdapat fasilitas konseling, sharing, relaksasi dan fasilitas penunjang lainnya. Perancangan ini menggunakan Pendekatan Healing Environment dimana menekankan prinsip healing sebagai penerapan desain, tidak hanya secara fisik segi non-fisik pun saling mempengaruhi dengan menciptakan suasana penyesuaian elemen desain yang memberi rangsangan positif bagi kelima panca indera sehingga tercipta lingkungan yang kondusif dalam proses penyembuhan.

Kata Kunci: Kekerasa Anak, Healing Environment, Mental Health Center.

Abstract

The phenomenon of child abuse is a very concerning thing, as seen from cases of child abuse that increase every year in Indonesia, violence that occurs includes physical, psychological, sexual and economic violence that has an impact on mental health. There needs to be special treatment to see the number of victims of child abuse cases in various regions. In Riau province the level of violence cases from 2012 - 2020

(2)

amounted to 1225 cases and the city of Pekanbaru is a contributing area of violence cases with a total of 713 cases. Cases of violence that occur are dominated by sexual violence, this proves the low awareness of the community and the need for treatment especially for victims of violence, namely children, because children's mental health is very influential on optimizing their development especially children victims of physical and psychological violence need appropriate facilities and treatment. This is the basis for creating a Children's Mental Health Center as a place that can accommodate and serve the needs of mental health in which there are counseling, sharing, relaxation and other supporting facilities. This design uses a Healing Environment Approach which emphasizes the principle of healing as the application of design, not only physically non-physical aspects also influence each other by creating an atmosphere of adjustment of design elements that provide positive stimuli for the five senses so as to create a conducive environment in the healing process.

Keywords: Child Violence, Healing Environment, Mental Health Center.

How to Cite: Amalia, N.R, Pedia Aldy, Arief Al Husaini. (2021). Pusat Kesehatan Mental Anak dan Remaja Korban Kekerasan dengan Healing Environment di Pekanbaru. JAUR (Journal of Architecture and Urbanism Research). 5(1):

68-77

(3)

70 PENDAHULUAN

Anak dan remaja merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki peran penting dalam keberlangsungan suatu bangsa, mereka adalah aset berharga yang harus dikembangkan, mendapatkan pemenuhan terhadap hak-haknya, serta perlindungan dari berbagai tindak kekerasan. Kasus kekerasan anak atau children abuse merupakan fenomena yang marak terjadi di Indonesia terbukti dengan peningkatan di setiap tahunnya, children abuse sendiri merupakan segala macam tindak kekerasan meliputi kekerasan fisik, psikologis, seksual maupun ekonomi yang berdampak pada kesehatan mental anak.

Menurut Valentina Gintings selaku Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, data menunjukan SIMFONI PPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi.

Dari hasil SIMFONI PPA ringkasan data persentase korban kekerasan di Indonesia berdasarkan status usia yang tertinggi adalah anak-anak yakni 56.6 % sedangkan sisanya adalah dewasa 43,4%, untuk kategori jenis kelamin sebanyak 79.0% adalah perempuan dan 21.1% adalah laki-laki, sementara berdasarkan range umur 6.6% berumur 0-5 tahun, 17.3% berumur 6-12 tahun, 32.7%

berumur 13-17 tahun, 10.8% berumur 18-24 tahun, dan sisanya adalah 32.5% berumur 25- 60 tahun. Hal tersebut membuktikan bahwa tingkat kasus kekerasan terbesar adalah kekerasan terhadap anak, dan usia yang dominan menjadi korban adalah 13-17 tahun dimana usia tersebut merupakan usia remaja (Kemen PPPA, 2020).

Di Indonesia sendiri kasus kekerasan tidak hanya terjadi di kota besar namun terjadi pula di berbagai daerah, salah satunya adalah Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru adalah sentral dari Sumatra yang memiliki tingkat

perekonomian tinggi, dengan angka pertumbuhan yang cukup besar dan kasus kekerasannya sendiri didominasi oleh kasus kekerasan seksual dan kejahatan terhadap anak. Tercatat jumlah kekerasan terhadap anak di Kota Pekanbaru sejak januari 2020 mencapai 44 kasus, kepala DPPPA Kota Pekanbaru yakni Mahyuddin mengkonfirmasi bahwa kasus kekerasan seksual adalah yang mendominasi kasus kekerasan anak yang pelakunya merupakan orang terdekat bahkan kerabat, disusul dengan kasus kekerasan anak yang cukup banyak seperti penelantaran, kasus hak anak, kekerasan fisik, psikis, perilaku sosial menyimpang dan lainnya (Delvi Adri, 2020).

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari lembaga pemerintah yaitu UPT PPA Provinsi Riau tercatat bahwa kota atau kabupaten dengan jumlah kasus kekerasan tertinggi dari tahun 2012-2020 adalah kota Pekanbaru dengan total keseluruhan kasus yakni 713 kasus, data tersebut membuktikan bahwa kota Pekanbaru memiliki tingkat kasus kekerasan yang tinggi dan inilah yang menjadi dasar pemilihan lokasi perancangan Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru. Berikut data terlampir terkait jumlah kasus kekerasan yang terjadi di provinsi Riau periode 2012-2020:

Gambar 1. Data Tingkat Kasus Kekerasan di Provinsi Riau.

Tujuan Perancangan ini adalah penerapan desain arsitektur yang mampu mewujudkan tempat pemulihan dengan kesan nyaman, aman menciptakan suasana yang

(4)

71 kondusif menyatu dengan lingkungannya dan dapat mempengaruhi proses kesehatan psikologi dan perilaku anak menjadi lebih baik.

Perancangan Pusat Kesehatan Mental pada Anak Korban Kekerasan ini menerapkan pendekatan Healing Environment dimana dikenal sebagai konsep lingkungan penyembuh, Healing Environment merupakan suatu desain lingkungan terapi yang memadukan antara unsur alam, indra dan psikologis (Lidayana et al., 2013).

Konsep desain menghadirkan prinsip Healing Environment, sebagai penerapannya tidak hanya secara fisik dari segi non-fisik pun saling mempengaruhi dengan menciptakan suasana terhubung dengan alam kemudian penyesuaian elemen desain yang memberi rangsangan positif bagi kelima panca indera dimana indra manusia akan memproses di otak yang selanjutnya mempengaruhi psikologis.

Pada perancangan Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru ini memiliki kesesuaian dengan konsep Healing Environment apabila diterapkan pada bangunan akan selaras dengan tujuan perancangan dan elemen desain yang digunakan terhubung dengan alam, penerapannya seimbang tidak hanya di luar namun juga dalam menciptakan kualitas lingkungan yang mempercepat pemulihan kesehatan mental korban.

Perancangan Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru ini memiliki tantangan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana merumuskan kebutuhan fasilitas yang dapat mewadahi segala kegiatan pada Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru?

b. Bagaimana merumuskan prinsip desain pendekatan Healing Environment pada rancangan bangunan Kesehatan Mental

pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru?

c. Bagaimana merumuskan konsep yang tepat dalam perencanaan Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru?

METODE PENELITIAN

Perancangan Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru ini mewadahi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pemulihan kesehatan mental bagi anak dan remaja korban kekerasan.

Penyediaan fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan pemulihan kesehatan mental merupakan tanggapan untuk mengurangi, menangani dan mencegah terjadinya gangguan mental bagi anak dan remaja yang membutuhkan penanganan akibat maraknya kasus kekerasan yang terjadi serta belum tersedianya fasilitas yang memadai sehingga perlu mewujudkan adanya suatu sarana berbasis arsitektur yang dapat menciptakan lingkungan yang positif dalam pemulihan kesehatan mental yang disesuaikan dengan kebutuhan baik secara fisik maupun psikis melalui elemen-elemen arsitektural yang mengutamakan aspek pemulihan kesehatan.

Prinsip desain Healing Environment merupakan solusi dalam mewujudkan lingkungan yang positif dan bertujuan untuk mempercepat pemulihan kesehatan, sehingga memiliki kesesuaian apabila Healing Environment diterapkan pada perancangan Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru ini yang merupakan sarana untuk menangani kesehatan mental bagi anak dan remaja sekaligus untuk menyadarkan masyarakat betapa pentingnya kesehatan mental anak dan remaja serta semakin banyak anak dan remaja yang menjadi korban kasus kekerasan, sementara anak dan remaja merupakan satusatunya aset berharga yang harus

(5)

72 dilindungi dan dijaga untuk keberlangsungan suatu bangsa.

Strategi dalam memulai proses perancangan Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan ini disusun dengan menggunakan beberapa strategi yang dimulai dari studi literature terkait fungsi dan tema perancangan sejenis, analisis fungsi, analisis ruang, analisa site, penzoningan, konsep, program ruang, sirkulasi, lansekap, bentukan massa,tatanan massa, sistem struktur, utilitas, fasad, hingga mendapatkan hasil desain (Lihat gambar 2).

Gambar 2. Bagan Alur Perancangan

Setelah itu melakukan pengumpulan data, pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis dalam perancangan ini ada dua macam, yaitu data primer melalui dokumentasi, survei lapangan (observasi) dan data sekunder yang diperoleh dari jurnal, skripsi, tesis, atau disertasi, buku, dan media. Kemudian data yang telah dikumpulkan akan diolah dan dianalisis.

PEMBAHASAN

Pelayanan Pusat Kesehatan Mental atau Mental Health Center secara umum dapat dikatakan juga sebagai Community Mental Health Services

(CMHS), yaitu sebuah komunitas layanan kesehatan mental yang bertujuan sebagai penyedia utama pelayanan kesehatan bagi orang-orang yang mempunyai penyakit mental dan berbeda halnya dengan rumah sakit jiwa, biasanya layanan yang diberikan lebih terfokus terhadap pemulihannya, fungsinya sendiri mencakup berbagai layanan kesehatan mental seperti penyediaan layanan konsultasi, psikoterapi, edukasi keterampilan sosial, rehabilitasi dan fasilitas lain yang tentu mendukung kebutuhan, diterapkan dengan menciptakan lingkungan yang positif, toleransi, nyaman, aman, dan dapat memahami kebutuhan bagi setiap individu.

Tema desain pada bangunan Pusat Kesehatan Mental Anak dan Remaja Korban Kekerasan ini menggunakan penerapan tema Healing Environment, Healing Environment berasal dari kata “healing” atau penyembuhan yang berasal dari bahasa Anglo-Saxon “haelen” yang berarti keseluruhan atau diartikan sebagai keselarasan antara pikiran, jasmani, dan jiwa.

Penerapan konsep Healing Environment pada lingkungan perawatan terlihat pada kondisi akhir kesehatan pasien, yaitu pengurangan waktu rawat, pengurangan biaya pengobatan, pengurangan rasa sakit, pengurangan stres atau perasaan tertekan, memberikan suasana hati yang positif, membangkitkan semangat, dan meningkatkan pengharapan pasien akan lingkungan (Bloemberg et al., 2009).

Menurut Murphy (2008) dalam (Lidayana, Alhamdani, and Pebriano 2013) terdapat tiga aspek pendekatan yang digunakan dalam mendesain Healing Environment, ketiga aspek tersebut adalah alam, indra dan psikologis.

Di dalam buku Healing Environment in Radiotherapy terdapat beberapa elemen Healing Environment yang harus diperhatikan yang dapat mempengaruhi kondisi baik pasien, pengunjung maupun para staff , beberapa elemen tersebut antara lain pencahayaan, penghawaan, aroma, taman dan lanskap, alam dalam ruangan, kebisingan, ketenangan, dan musik, tata ruang, seni, warna (Bloemberg et al., 2009).

(6)

73 Lokasi site terletak di Provinsi Riau tepatnya di ibukota Provinsi Riau yaitu Kota Pekanbaru (Lihat gambar 3). Berada di pinggir jalan Yos Sudarso, Rumbai, Pekanbaru, Riau dengan data fisik sebagai berikut:

• Luas Lahan : ± 20.000 m²

• KDB : 60%

• Kontur : Relatif datar

• Kondisi Eksisting : Lahan kosong

Gambar 3. Lokasi Perancangan

Kebutuhan ruang dipengaruhi oleh analisis kegiatan pada pengguna. Untuk mengoptimalkan fungsi, maka kebutuhan ruang pada Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru dijabarkan pada Tabel berikut ini.

Tabel 1. Kebutuhan Ruang

Fungsi Kegiatan Luasan (m²)

Penerimaan dan Informasi

Penerima tamu dan memberi informasi

148,4 m2

Administrasi

Melayani dan menerima keluhan serta

350,636 m2

Rawat Jalan

Memeriksa dan melakukan konseling

600,48 m2

Rawat Inap

Tempat

beristirahat dan pendampingan

1883,37 m2

Fasilitas Penunjang

Kegitan umum tamu dan jual beli

890,084 m2

Fasilitas Service

Pengelolaan keamanan dan sistem bangunan

353,28 m2

Sumber : (Neufert, 2002).

Penzoningan, Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru ini penzoningan secara umum dibagi atas tiga yaitu publik, semi-privat dan privat. Publik terdiri atas unit penerimaan, area parkir sedangkan semi privat terdiri dari unit rawat jalan, dan unit rawat inap serta privat terdiri dari unit pengelola, dan servis. (Lihat gambar 4).

Gambar 4. Zona Ruang

Penerapan Tema, Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan di Pekanbaru menerapkan tema Arsitektur Healing Environment yang dijabarkan pada tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Analisis penerapan tema Elemen

Prinsip Healing Environmen t

Penerapan

Pencahayaan Menggunak an paparan cahaya alami dan buatan yang sesuai dan memadai

Penyediaan jendela besar dan penggunaan kaca sebagai akses pencahayaan alami, penerapan skylight, cahaya buatan yang sesuai dengan kebutuhan seperti lampu LED pada ruangan pasien dengan indirect light.

Penghawaan Sistem filtrasi memaksim

Menggunakan sistem penghawaan buatan maupun alami, selain

(7)

74

alkan bukaan untuk mengontrol masuknya udara segar

itu untuk menciptakan aroma yang merespon psikologis dalam proses penyembuhan dengan menyediakan taman di sekitar landscape dengan vegetasi tanaman aromaterapi seperti lavender, sweet pea, dan sweet alyssum.

Landscape dan taman (view)

Mengurang i tingkat stress dan memberika n akses tak terbatas terhadap alam

Menyediakan akses menuju alam dengan healing

garden,terdapat pula unsur alam didalam bangunan dengan taman mini atau dengan vertical garden, memberikan view yang menarik terhadap alam atau view alam disekitar bangunan.

Warna dan material

Pengontrol an suasana pada bangunan

Penggunaan warna yang menciptakan suasana hangat maupun dingin sesuai kebutuhan ruangan, serta berpengaruh positif kepada psikologi, penggunaan material alami untuk memberi kesan alam seperti kayu, kaca dengan kesan hangat dan batu alam, batu bata kesan natural.

Kontrol Akustik

Menciptaka n suasana nyaman dan tenang

Penggunaan material yang mengurangi tingkat kebisingan seperti dinding dengan lapisan peredam, lantai dengan bahan vynil yang pada koridor kamar yang menyerap suara, penggunaan plafon dengan NRC >

0.80, menggunakan iringan musik sebagai relaksasi pada ruang, menciptakan suasana berasal dari alam seperti elemen air

mancur disekitar bangunan.

Bentuk dan Tata Ruang Interior

Memudahk an akses sirkulasi dan menciptaka n bentuk cenderung memiliki unsur lengkungan yang dapat merespon psikologi

Menggunakan bentuk lengkungan pada ruang dalam maupun fasad seperti plafon maupun pola lantai untuk menyamankan visual bangunan yang mengurangi tingkat stres, masa ruang yang sederhana dan cenderung simetri memberi kemudahan.

Sumber : (Analisis Penulis,2020)

Konsep, Bentuk massa perancangan diambil dari konsep “kepompong”.

Kepompong merupakan salah satu fase metamorfosis yang dialami oleh seekor kupu- kupu, diambil dari proses metamorfosis kupu- kupu yaitu dari ulat berproses menjadi kepompong lalu kupu-kupu. Ulat diibaratkan sebagai anak dan remaja dari korban kekerasan. Kemudian ketika ulat menjadi kepompong, ulat mengasingkan diri dari kehidupan luar pada fase kepompong ulat terlihat tidak melakukan apapun namun kenyataannya ulat tetap berproses di dalam kepompong sampai waktu tertentu dan kepompong ini yang diibaratkan sebagai pusat kesehatan mental tempat perlindungan serta membantu proses pemulihan anak dan remaja korban kekerasan. Setelah melewati semua proses dari kepompong tersebut akan tercipta seekor kupu-kupu yang cantik dan dapat terbang bebas, kupu- kupu diibaratkan sebagai anak dan remaja korban kekerasan yang telah pulih serta memiliki mental yang sehat layaknya kupu-kupu yang terbang anak dan remaja yang telah pulih berhak atas masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu bentuk bangunan diambil dari bentuk kepompong, kepompong disusun menjadi 3 buah massa dan pengaplikasian kepompong ditonjolkan pada bentuk atap bangunan dan di hubungkan untuk menyesuaikan dengan konsep zoning serta

(8)

75 konsep tapak dan vegetasi yang berkaitan dengan tema perancangan.

Gambar 5. Konsep Bentukan

Konsep Fasad, Penggunaan fasad sesuai karakteristik Healing Environment yang melibatkan unsur alam serta di desain dengan memaksimalkan pencahayaan dan penghawaan bertujuan untuk menciptakan lingkungan bangunan yang nyaman memberi kesan alami karena alam merespon indra dan memberikan ketenangan terhadap kenyamanan psikologis. Fasad mengambil pola abstrak dari benang – benang halus yang menyalimuti kepompong dan dikombinasikan dengan unsur hijau dan tektur kayu untuk memberikan kesan alami.

Gambar 6. Konsep Fasad

Konsep interior yang diterapkan menyesuaikan bentuk penerapan prinsip Healing Environment, dominan menggunakan material alami seperti batu bata untuk memberikan nuansa natural yang dikombinasikan dengan warna yang memiliki makna psikologis menyesuaikan fungsi setiap

ruang serta penggunaan bentuk-bentuk tidak monoton seperti bentuk meliuk pada interior ruang yang diaplikasikan pada plafon, pola lantai, furniture yang dapat memberi stimulus terhadap kenyamanan indra penglihatan serta serta mengurangi resiko kecelakaan, kemudian memberi kesan alami dalam ruangan dengan penggunaan dinding vertikal garden ,motif alam pada dinding bangunan sehingga memepengaruhi pemulihan psikologi pasien.

Gambar 7. Konsep Interior

Konsep Lansekap, Menerapkan prinsip Healing Environment dengan menciptakan lingkungan yang memaksimalkan akses menuju alam memberikan kesan bangunan berdampingan dengan lingkungannya, penerapan healing garden pada tapak menggunakan pola aksesibilitas yang baik dan mudah dicapai oleh pasien, sekaligus dapat memberikan view yang baik dari tapak oleh karena itu healing garden pada tapak diletakan berdekatan dengan bangunan dan menghadap area perawatan pasien sehingga healing garden hanya dapat dinikmati oleh pasien. Untuk akses sirkulasi kendaraan pengunjung hanya berada dibagian depan bangunan dan area yang mendukung proses pemulihan berada di belakang untuk menciptakan area privasi bagi pasien agar tidak mengganggu proses pemulihan psikologi.

Dipotong

Disusun menjadi 3 massa

Dihubungkan

(9)

76 Gambar 8. Konsep Lansekap

Konsep sirkulasi yang diterapkan pada rencana tapak Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan ini menggunakan sirkulasi satu arah hal ini dikarenakan lokasi tapak yang hanya dapat diakses melalui jalan Yos. Sudarso. Sirkulasi dibuat sederhana agar memudahkan arah pengguna bangunan, lebar jalan dengan mengikuti standar yaitu 6 meter dan dilengkapi akses pedestrian untuk akses pejalan kaki.

Gambar 9. Konsep Sirkulasi

Konsep Vegetasi, Pada perancangan Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan ini, menggunakan konsep vegetasi yang sesuai dengan tema Healing Environment dengan penataan vegetasi pada healing garden dan yang dapat menyamankan indra manusia terutama penglihatan, serta pemilihan jenis vegetasi di sekitar site yang dapat meredam kebisingan dan peletakan vegetasi yang bersifat aroma terapi diterapkan di tiga area healing garden dan disekeiling bangunan untuk menciptakan ketenangan serta menyamankan indra.

Gambar 10. Konsep Vegetasi

SIMPULAN

Kesimpulan dari perancangan Pusat Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Korban Kekerasan dengan Pendekatan Arsitektur

Healing Environment,

diantaranya: (1) Bangunan dirancang untuk anak dan remaja korban kekerasan yang mempertimbangkan kebutuhan pengguna dengan menyediakan fasilitas- fasilitasutama seperti ruang pemeriksaan kesehatan, ruang psikoterapi, ruang konseling, ruang terapi yang terdiri atas berbagai jenis terapi (terapi seni, musik, keagamaan, hipnoterapi, dll) dan ruang relaksasi. Kemudian fasilitas pendukung seperti ruang isolasi berupa kamar rawat inap untuk anak dan remaja, ruang edukasi, area bermain, healing garden, area olahraga dan fasilitas penunjang berupa ruang pelayanan umum. (2) Menerapkan tema arsitektur Healing Environment yang menyesuaikan fungsi utama bangunan yaitu pemulihan mental, dengan penerapan prinsip-prinsip pada tema rancangan menerapkan elemen desain dengan 3 prinsip utama yakni alam, indra dan psikologi. (3) Konsep dari perancangan adalah kepompong diambil dari salah satu daur hidup sempurna yaitu kupu-kupu, kempompong merupakan fase yang menjadi tempat bagi ulat untuk berproses

Healing Garden

Area Olahraga

Area sirkulasi kendaraan

Parkir Mobil Pengunjung

Parkir Motor Pengunjung Parkir Pengelola

(10)

77

menjadi kupu-kupu hal tersebut mengibaratkan kepompong sebagai wadah atau tempat yaitu pusat kesehatan mental yang memberi perlindungan membantu memulihkan kesehatan mental dimana tujuan dari pusat kesehatan mental adalah menciptakan kembali mental yang sehat.

Adapun beberapa saran yang dapat penulis berikan terkait perancangan sebagai berikut:

(1) Diharapkan memperhatikan dan menyesuaikan kebutuhan secara maksimal yang membantu proses pemulihan dengan fasilitas yang tepat. (2) Perlu mempertimbangkan tema yang sesuai dengan permasalahan serta tujuan dari fungsi bangunan sehingga menciptakan kenyamanan bagi penghuni bangunan itu sendiri. (3) Perlu mempertimbangkan pemilihan site atau lokasi yang dipilih.

Pemilihan lokasi yang jauh dari keramaian dan dekat dengan alam namun tetap memiliki akses yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA

Bloemberg, F. C., Juritsjeva, A., Leenders, S., Scheltus, L., Schwarzin, L., Su, A., & Wijnen, L. (2009).

Healing Environments in Radiotherapy. June.

Delvi Adri. (2020). Jumlah Kekerasan pada Anak di Pekanbaru Mencapai 44 Kasus. Cakaplah.Com.

https://www.cakaplah.com/berita/baca/50944/2 020/03/13/jumlah-kekerasan-pada-anak-di- pekanbaru-mencapai-44-

kasus#sthash.6iW7oAAe.dpbs

KEMSOS, (2019). Peraturan Mentri Sosial Republik Indonesia.

Lidayana, V., Alhamdani, M. R., & Pebriano, V. (2013).

Konsep dan Aplikasi Healing Environment dalam Fasilitas Rumah Sakit. Jurnal Teknik Sipil Untan.

Neufert, E. (2002). Architects’ Data. In Journal of Chemical Information and Modeling.

SIMFONI-PPA, (2020). Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak.

Gambar

Gambar 1. Data Tingkat Kasus Kekerasan di  Provinsi Riau.
Gambar 2. Bagan Alur Perancangan
Gambar 4. Zona Ruang
Gambar 5. Konsep Bentukan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sistem informasi presensi pegawai berbasis sidik jari yang telah dibuat dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kinerja pegawai BPTPK Gombong, khususnya dalam

Tema yang saya ambil untuk makalah ini adalah “Bhinneka Tunggal Ika”, alasan saya menggunakan tema ini adalah karena seperti yang sudah diketahui bahwa Bhineka Tunggal

Mangrove Rehabilitation Center ini menggunakan pendekatan simbiosis Kisho Kurokawa yang pada dasarnya memiliki prinsip simbiosis antara alam dan manusia yang

Dari sub indikator diatas kesesuaian dengan prinsip akutansi yang berlaku umum, pernyataan pendapat, kesesuaian dengan standar APIP, dan distribusi laporan yang tidak

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka diperlukan adanya perbaikan pada proses pencatatan dan pendistibusian surat yang telah dilakukan oleh Den A

Bilamana kerugian tersebut pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi, maka Musyawarah Anggota dapat memutuskan untuk membebankan bagian kerugian dengan sisa hasil usaha tahun yang

International Conference of Contemporary Affairs on Architecture and Urbanism (ICCAUA-2019), Alanya HEP University, Turkey..

Healing Environment merupakan solusi yang sesuai untuk mengatasi dampak negatif psikologis pasien terhadap lingkungan rumah sakit.. Dari pernyataan-pernyataan tersebut,