• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indeks Pembangunan Manusia (IPM)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

RINGKASAN

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya Indeks Pendidikan sebesar 0,43 atau dari 72,48 di tahun 2008 menjadi 72,91 di tahun 2009, Indeks Kesehatan naik 0,08 atau dari 69,64 di tahun 2008 menjadi 69,72 di tahun 2009 dan Indeks Daya Beli naik sebesar 0,82 atau dari 61,37 di tahun 2008 menjadi 62,09 di tahun 2009.

Apabila IPM Kabupaten Banyuwangi ini dibandingkan dengan IPM Provinsi Jawa Timur, angkanya selalu berada di bawah angka Jawa Timur dengan urutan ke 26. Ini merupakan urutan yang relatif tertinggal karena menempati di tiga perempat bagian terbawah. Artinya jalan untuk menuju sasaran ideal yang berupa pembangunan manusia seutuhnya yang ditandai dengan kualitas sumber daya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi untuk bisa segera terwujud masih membutuhkan waktu yang relatif lama.

Kinerja di bidang pendidikan. Berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf diperoleh bahwa Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi, Bangorejo dan Benculuk merupakan wilayah yang paling tertinggal pendidikannya. Sedang wilayah yang paling berhasil di bidang pendidikan berada di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi dan Genteng.

Kinerja di bidang kesehatan. Berdasarkan Angka Harapan Hidup (AHH) di masing-masing wilayah eks kawedanan, diperoleh bahwa keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan tercapai di Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi, Banyuwangi dan Genteng serta sebaliknya ketertinggalan pembangunan di bidang kesehatan terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk.

Kinerja di bidang daya beli. Secara umum daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi dari tahun 2008 hingga 2009 menjadi lebih baik meskipun masih berada di bawah angka rata-rata Provinsi Jawa Timur. Apabila setiap tahunnya selalu menunjukkan pola yang menurun, tidak menutup kemungkinan beberapa tahun ke depan kemampuan daya beli penduduk Kabupaten Banyuwangi akan semakin tertinggal bila dibandingkan dengan kemampuan daya beli rata-rata penduduk Provinsi Jawa Timur.

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 i

(2)

KATA PENGANTAR PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya publikasi penyusuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini bisa diselesaikan. Publikasi ini dibutuhkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai bahan evaluasi dan penyusunan perencanaan pembangunan khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya publikasi penyusuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini bisa diselesaikan. Publikasi ini dibutuhkan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai bahan evaluasi dan penyusunan perencanaan pembangunan khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini, disusun dengan menggunakan pendekatan model adaptasi dari The United Nations Development Programme (UNDP) dalam menghitung Human Development Index (HDI). Berbagai indikator dalam publikasi ini disajikan dari tingkat kabupaten hingga wilayah eks kawedanan agar informasinya bisa dijelaskan lebih luas.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini, disusun dengan menggunakan pendekatan model adaptasi dari The United Nations Development Programme (UNDP) dalam menghitung Human Development Index (HDI). Berbagai indikator dalam publikasi ini disajikan dari tingkat kabupaten hingga wilayah eks kawedanan agar informasinya bisa dijelaskan lebih luas.

Selain itu beberapa indikator input yang diduga sangat signifikan pengaruhnya terhadap perkembangan indikator pendidikan, kesehatan dan daya beli tetap disajikan guna mendukung arah dan tujuan dari publikasi ini.

Selain itu beberapa indikator input yang diduga sangat signifikan pengaruhnya terhadap perkembangan indikator pendidikan, kesehatan dan daya beli tetap disajikan guna mendukung arah dan tujuan dari publikasi ini.

Demikian semoga bermanfaat.

Demikian semoga bermanfaat.

Banyuwangi, 2010 Banyuwangi, 2010

KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN BANYUWANGI KABUPATEN BANYUWANGI

Ir. MUHAMAD WAHYUDI Ir. MUHAMAD WAHYUDI

Pembina TK. I

NIP. 19600620 198312 1 002

KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BANYUWANGI

Ir. H. SUHARTOYO, SH, M.Si Pembina TK. I

NIP. 19570728 198003 1 010

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ii

(3)

DAFTAR ISI

RINGKASAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pengertian ... 3

1.3 Dasar Penyusunan... 5

1.4 Maksud, Tujuan Dan Manfaat ... 5

1.5 Ruang Lingkup ... 6

1.6 Hasil yang Diharapkan ... 7

BAB II METODOLOGI ... 8

2.1 Prinsip Dasar Penyusunan ... 8

2.2 Metodologi Penyusunan ... 9

BAB III POTENSI SUMBERDAYA ... 15

3.1 Geografis... 15

3.2 Kependudukan ... 17

3.3 Pendidikan... 17

3.4 Kesehatan ... 18

3.5 Pendapatan per Kapita... 19

BAB IV SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA ... 21

4.1 Indikator Pendidikan... 21

4.2 Indikator Kesehatan ... 27

4.3 Indikator Daya Beli ... 28

BAB V STATUS DAN KINERJA PEMBANGUNAN MANUSIA... 36

5.1 Derajat Pendidikan ... 36

5.2 Derajat Kesehatan... 39

5.3 Derajat Daya Beli ... 42

5.4 Indeks Pembangunan Manusia ... 43

BAB VI PENUTUP ... 46

LAMPIRAN... ... 50

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 iii

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Nilai Minimum dan Maksimum Indikator Komponen

IPM ... 11 Tabel 4.1 APS dan Angka Putus Sekolah Kabupaten Banyuwangi

Tahun 2009 ... 22 Tabel 4.2 Angka Buta Huruf di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ... 23 Tabel 4.3 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Laki-laki 

15 Tahun, 2009 ... 25 Tabel 4.4 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk

Perempuan  15 Tahun, 2009... 25 Tabel 4.5 Persentase Balita Berdasarkan Status Gizi Kab. Banyuwangi

dan Prov. Jatim Tahun 2009 ... 28 Tabel 4.6 TPAK dan TPT Menurut Wilayah Eks Kawedanan di

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008 - 2009 ... 32 Tabel 4.7 Jumlah Angkatan Kerja dan TKK Menurut Wilayah Eks

Kawedanan Tahun 2009 ... 35 Tabel 5.1 Komponen IPM Kabupaten Banyuwangi Tahun 2007-2009 ... 43 Tabel 5.2 Komponen IPM Menurut Wilayah Eks Kawedanan di

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ... 44

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 iv

(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Status Pembangunan Manusia ... 12

Gambar 3.1 Luas Kab. Banyuwangi Dirinci Menurut Penggunaannya Tahun 2009 ... 15

Gambar 4.1 Banyaknya Buta Huruf Dirinci Menurut Kelompok Umur Kab. Banyuwangi Tahun 2009... 24

Gambar 4.2 AKB Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun 2005- 2009 ... 27

Gambar 4.3 TPAK di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ... 29

Gambar 4.4 Alasan Utama Mencari Pekerjaan Tahun 2009... 31

Gambar 4.5 TPT di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2005-2009 ... 33

Gambar 5.1 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah di Kab. Banyuwangi Tahun 2006 - 2009 ... 37

Gambar 5.2 Indeks Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun 2004 - 2009 ... 38

Gambar 5.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Menurut Wilayah Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ... 39

Gambar 5.4 Angka Harapan Hidup Menurut Eks Kawedanan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ... 40

Gambar 5.5 Indeks Harapan Hidup Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Banyuwangi Tahun 2005 - 2009 ... 40

Gambar 5.6 Klasifikasi Angka Harapan Hidup Kabupaten Banyuwangi Menurut UNDP Tahun 2009 ... 41

Gambar 5.7 Indeks Daya Beli Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur Tahun 2005 - 2009 ... 42

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 v

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1 Luas Wilayah, Persentase Luas Terhadap Luas Kabupaten, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tahun 2009 ... 50 Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan

Sex Ratio Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009... 51 Tabel 3 Banyaknya Rumah Tangga dan Rata-rata Penduduk per

Rumah Tangga Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ... 52 Tabel 4 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru TK Negeri dan Swasta

Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 53 Tabel 5 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SD Negeri dan Swasta

Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 54 Tabel 6 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru MI Negeri dan Swasta

Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 55 Tabel 7 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SMP Negeri dan

Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 56 Tabel 8 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru MTs Negeri dan

Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 57 Tabel 9 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SMA Negeri dan

Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 58 Tabel 10 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru MA Negeri dan Swasta

Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 59 Tabel 11 Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru SMK Negeri dan

Swasta Menurut Kecamatan Tahun 2009 ... 60 Tabel 12 Banyaknya Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis Menurut

Jenisnya Tahun 2009 ... 61 Tabel 13 Banyaknya Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan Tahun

2009 ... 62 Tabel 14 Banyaknya Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan Tahun

2009 ... 63 Tabel 15 Banyaknya Pasien RSU Rawat Inap Menurut Jenis Penyakit

yang Paling Banyak Penderitanya di Rumah Sakit Umum Daerah Blambangan Tahun 2009 ... 64

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 vi

(7)

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 vii

Tabel 16 Pola Penyakit Kasus Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum

Daerah Blambangan Tahun 2009 ... 65 Tabel 17 Banyaknya Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis Menurut

Jenisnya Tahun 2009 ... 66 Tabel 18 Banyaknya Pasien RSU Rawat Inap Menurut Jenis Penyakit

yang Paling Banyak Penderitanya di Rumah Sakit Umum Daerah Genteng Tahun 2009... 68 Tabel 19 Pola Penyakit Kasus Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum

Daerah Genteng Tahun 2009... 69 Tabel 20 PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi

Tahun 2004-2009 Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah)... 70 Tabel 21 PDRB Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor Ekonomi

Tahun 2004-2009 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah).. 71 Tabel 22 Peranan Sektoral PDRB Menurut Sektor Ekonomi Tahun

2004-2009 Atas Dasar Harga Berlaku (%) ... 72 Tabel 23 Peranan Sektoral PDRB Menurut Sektor Ekonomi Tahun

2004-2009 Atas Dasar Harga Konstan (%) ... 73 Tabel 24 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi Menurut

Sektor Ekonomi Tahun 2004-2009 (%) ... 74 Tabel 25 Inflasi/Deflasi Kabupaten Banyuwangi Menurut Sektor

Ekonomi Tahun 2004-2009 (%) ... 75

Tabel 26 Ringkasan PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun 2004-2009 76

(8)

1

BA B A B B I I PE P EN N DA D AH HU U LU L UA AN N

1.1 LATAR BELAKANG

Dari berbagai indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah, implementasinya terkadang bisa menimbulkan penafsiran yang beragam. Hal ini bisa terjadi karena secara komprehensif keberhasilan pembangunan itu tidaklah cukup untuk bisa diukur dengan menggunakan berbagai indikator makro ekonomi dan sosial saja. Dengan demikian untuk menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah haruslah menggunakan indikator yang secara resmi sudah digunakan oleh badan dunia, yaitu The United Nations Development Programme (UNDP).

Program pembangunan yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat merupakan program utama yang masuk ke dalam misi pembangunan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Disebutkan bahwa kesejahteraan masyarakat yang ditandai meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat harus bisa diwujudkan. Untuk mengevaluasi tingkat capaian misi dimaksud sudah barang tentu Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membutuhkan sebuah ukuran dalam bentuk indikator dengan tingkat akurasi dan validitas yang bisa dipertanggung jawabkan.

Secara umum Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam

mengimplementasikan program pembangunan tentunya tidak terlepas dari

berbagai kendala yang ada. Salah satunya keterbatasan dana yang bisa

dialokasikan. Akibatnya, secara geografis sangat mungkin di beberapa daerah

tertentu belum bisa merasakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, karena

belum seluruhnya sarana prasarana pokok dan penunjang kebutuhan

masyarakat yang bisa dibangun keberadaannya dapat tersebar dan bisa diakses

dengan mudah oleh masyarakat secara umum. Kendala demikian ini diduga

(9)

telah menciptakan berbagai ketimpangan antar daerah satu dengan yang lain.

Untuk mencermati ketimpangan antar daerah ini pembangunan bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli akan diukur secara spasial berdasarkan wilayah eks kawedanan. Hal ini dilakukan karena adanya keterbatasan sampel sebagai obyek penelitian yang tidak bisa dilanggar, utamanya terhadap kaidah- kaidah yang sudah dibangun di dalam metodologi.

Menyikapi berbagai hal yang terkait dengan evaluasi tingkat capaian pembangunan bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat. The United Nations Development Programme (UNDP) dalam menghitung Human Development Index (HDI), telah mampu memberikan rekomendasi dan sekaligus memberikan arahan terhadap beberapa negara dalam melaksanakan program pembangun-annya, perlu kiranya diteladani oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Sebab model HDI tersebut merupakan salah satu metoda yang bisa digunakan untuk mengukur refleksivitas hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan terhadap warga masyarakat Kabupaten Banyuwangi khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat.

Perlu diketahui, bahwasanya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan model adaptasi dari HDI yang dikembangkan oleh UNDP. IPM terbentuk dan terukur atas tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap paling esensial (longetivity, knowledge, decent living). Sedang keterkaitan antar bidang pembangunan manusia yang tidak digunakan dalam pembentukan indeks komposit IPM urgensinya sudah sangat pasti. Seperti dalam menghitung life expectancy at birth sebagai salah satu komponen IPM dari bidang kesehatan, sebenarnya sudah merefleksikan keseluruhan tingkat pembangunan dan bukan hanya bidang kesehatan saja. Dengan demikian sangatlah beralasan apabila IPM telah digunakan sebagai alat ukur kinerja pembangunan manusia khususnya untuk mengevaluasi tingkat capaian kualitas sumber daya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi.

2

(10)

1.2 PENGERTIAN

Untuk mendapatkan pemahaman yang sama, maka perlu disusun berbagai pengertian-pengertian yang berhubungan dengan Indeks Pembangunan Manusia. Pengertian dimaksud telah disesuaikan dengan rumus- rumus matematis yang digunakan dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia, adalah sebagai berikut :

a. Indeks secara matematis didefinisikan sebagai rasio penghitungan periode tahun tertentu terhadap periode tahun sebelumnya dikalikan seratus. Dan biasanya periode tahun sebelumnya dimaksud disepakati sebagai tahun dasar. Tahun dasar adalah tahun yang dijadikan tahun konstan bernilai seratus dan setiap tahun berjalan sesudahnya pada saat menghitung indeksnya mengacu ke tahun dasar tersebut.

b. Pembangunan Manusia adalah pembangunan manusia seutuhnya, bernilai hakiki dan sangat kompleks arti harfiahnya. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan pembangunan manusia adalah upaya-upaya menciptakan manusia yang berpengetahuan sebagai refleksi tingkat capaian sumber daya manusia yang berkualitas, hidup sehat dan berusia panjang sehingga mampu beraktifitas secara ekonomi untuk meperoleh penghasilan yang layak dan pada akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik.

c. Indeks Pembangunan Manusia adalah indeks komposit yang terdiri dari tiga komponen dasar yaitu indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli. Indeks Pembangunan Manusia akan mempunyai makna apabila hasil penghitungan indeks kompositnya yang berupa besaran tertentu dipadukan kedalam tabel standard yang berisi ukuran status atau klasifikasi. Artinya berapa besar IPM Kabupaten Banyuwangi dan dalam tabel standard besaran IPM dimasud berada atau jatuh pada kolom status pembangunan manusia yang bagaimana atau klasifikasinya apa.

d. Indeks pendidikan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan. Indeks pendidikan juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia.

Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks pendidikan merupakan

3

(11)

derajat pendidikan yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang pendidikan.

e. Indeks kesehatan didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Indeks kesehatan juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia. Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks kesehatan merupakan derajat kesehatan yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan.

f. Indeks daya beli didefinisikan sebagai refleksi keberhasilan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial ekonomi. Indeks daya beli juga merupakan besaran kuantitatif tertentu sebagaimana Indeks Pembangunan Manusia.

Hanya saja Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran status kinerja pembangunan manusia, sedangkan indeks daya beli merupakan derajat kesejahteraan sosial ekonomi yang terukur atas tingkat capaian pembangunan di bidang ekonomi.

g. Shortfall Reduction dihitung dan didefinisikan sebagai tingkat kemajuan dari kinerja pembangunan manusia dari tahun ke tahun. Seperti halnya semua besaran indeks yang dihitung dalam kajian ini, Shortfall Reduction juga mempunyai intepretasi semakin tinggi angkanya semakin cepat pula kinerja pembangunan manusia menuju sasaran ideal. Yang dimaksud dengan sasaran ideal adalah terciptanya manusia yang berpengetahuan sebagai refleksi tingkat capaian sumber daya manusia yang berkualitas, hidup sehat dan berusia panjang sehingga mampu beraktifitas secara ekonomi untuk meperoleh penghasilan yang layak dan pada akhirnya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Manusia yang berpengetahuan diukur dengan menggunakan indikator pendidikan, hidup sehat dan berusia panjang diukur dengan indikator kesehatan dan pemenuhan hidup yang layak diukur dengan indikator daya beli.

4

(12)

1.3 DASAR PENYUSUNAN

Dasar penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah :

1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005;

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Statistik;

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Statistik;

5. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010;

6. Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010 7. Nota Kesepakatan Kerjasama antara Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Kabupaten Banyuwangi dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi Nomor 188/1162/429.202/2010 Tanggal 20 Mei 2010 tentang Kerjasama pengumpulan dan Analisis Statistik Daerah

1.4 MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT

1.4.1 Maksud

Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini dimaksudkan untuk mendapatkan ukuran status pembangunan manusia di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Apakah berstatus rendah, menengah bawah, menengah atas ataukah tinggi yang dihitung dan disajikan berdasarkan wilayah eks kawedanan. Selain status pembangunan manusia, derajat kesehatan, pendidikan dan daya beli juga menjadi topik bahasan yang lebih rinci sebagai bahan kajian di setiap wilayah eks kawedanan.

5

(13)

1.4.2 Tujuan

Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini bertujuan untuk menyajikan status kinerja pembangunan manusia antar waktu, tepatnya dari tahun 2005 yang diduga sudah terjadi pemulihan ekonomi sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi sampai dengan tahun 2009. Selain itu akan dilihat pula keterbandingan antarwilayah eks kawedanan dalam Kabupaten Banyuwangi yang meliputi Eks Kawedanan Bangorejo, Benculuk, Genteng, Rogojampi dan Banyuwangi. Khusus keterbandingan Kabupaten Banyuwangi akan dilihat berdasarkan perspektif kinerja dalam Propinsi Jawa Timur.

1.4.3 Manfaat

Hasil penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan evaluasi terhadap program pembangunan yang telah dilaksanakan, serta dapat memberikan acuan intervensi apa dan di bidang pembangunan mana yang perlu mendapat skala prioritas. Khususnya kebijakan dalam program-program pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan pendapatan masyarakat atau yang lebih sering disebut dengan daya beli.

1.5 RUANG LINGKUP

1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009, meliputi seluruh kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Karena dari setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi akan mendapat alokasi rumah tangga terpilih sampel, hal ini terkait dengan persebaran sampel sebagaimana kaidah-kaidah yang dijelaskan dalam metodologi yang mendasari publikasi ini.

6

(14)

7

1.5.2 Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah sebagai berikut :

1. Tujuan dari Penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009;

2. Potensi dan Permasalahan yang ada terkait Pembangunan Manusia di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009;

3. Strategi penanganan program yang akan dilaksanakan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

1.5.3 Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi potensi sumberdaya manusia di wilayah Kabupaten Banyuwangi;

2. Inventarisasi pola kebijakan khususnya kebijakan dalam program-program pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli masyarakat;

3. Menyusun dan menetapkan Rencana Program dan Operasionalisasi pelaksanaan program-program pembangunan khususnya di bidang kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli masyarakat.

1.6 HASIL YANG DIHARAPKAN

Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah :

1. Tersusunnya publikasi Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 sebagai alat ukur status kinerja pembangunan manusia, khususnya untuk mengevaluasi tingkat capaian kualitas sumberdaya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat Kabupaten Banyuwangi;

2. Ditetapkannya Strategi Pembangunan Manusia di Kabupaten Banyuwangi.

(15)

BAB II METODOLOGI

2 .1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN

Prinsip dasar penyusunan publikasi ini masih merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap melakukan pengukuran terhadap kinerja pembanguan manusia yang representatif pada level kabupaten sampai dengan wilayah eks kawedanan. Sehingga untuk mendapatkan ukuran kesejahteraan masyarakat yang ditandai meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, terciptanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terpenuhinya kebutuhan pokok minimal dan kebutuhan dasar lainnya secara layak, serta meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat yang harus segera terwujud bisa terkaji dan terevaluasi secara terus menerus.

2.1.1 Acuan Rancangan

Studi ini mengacu pada sebuah konsep yang dikembangkan oleh badan dunia The United Nations Development Programe (UNDP) dalam menghitung Human Development Index (HDI). Yang kemudian dibuat sebagai acuan rancangan dalam mengevaluasi program pembangunan manusia di Kabupaten Banyuwangi khususnya di bidang pembangunan pendidikan, kesehatan dan daya beli pada tahun 2009.

2.1.2 Prinsip-Prinsip Dasar

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2009 yaitu :

a. Akurat dalam memberikan rekomendasi dan intervensi apa yang perlu mendapatkan prioritas ketika program pembangunan itu diimplementasikan;

8

(16)

b. Validitas datanya bisa dipertanggungjawabkan dan mempunyai kesinambungan dalam mengukur pembangunan manusia khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan daya beli.

2.1.3 Kerangka Landasan Analisis

Kerangka landasan Analisis yang digunakan dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009, berupa Analisis statistik sederhana atau lazimnya disebut dengan statistik deskriptif.

2.2 METODOLOGI PENYUSUNAN

Metodologi penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009, disusun berdasarkan kaidah teknis sampling dengan mekanisme sebagai berikut :

2.2.1 Penentuan Lokasi Kegiatan

Lokasi kegiatan yang berupa sumber data utama untuk penyusunan publikasi ini menggunakan data primer hasil observasi lapangan secara sampel.

Observasi dilakukan pada rumahtangga yang secara acak terpilih sebagai sampel. Karena keterbatasan anggaran, jumlah sampel yang diambil ditentukan hingga memenuhi “Minimum Sample Size” untuk menghasilkan estimasi data pada level eks kawedanan dan kabupaten.

Dalam survei ini wilayah pencacahan yang digunakan sebagai unit sampling bukanlah desa/kelurahan ataupun RT/RW, melainkan Blok Sensus.

Blok Sensus adalah bagian dari desa/kelurahan yang dibatasi oleh batas jelas (bisa batas alam seperti sungai maupun batas buatan misalnya jalan). Satu Blok Sensus biasanya terdiri dari 80 – 120 rumahtangga, satu desa/kelurahan terbagi habis dalam beberapa Blok Sensus.

9

(17)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam survei adalah Pengambilan Sampel Dua Tahap (Two Stage Random Sampling) :

1. Tahap pertama, dari kerangka sampel Blok Sensus diambil sejumlah Blok Sensus secara probability proporsional to size, dengan size banyaknya rumah tangga;

2. Tahap kedua, dari setiap blok sensus terpilih diambil 16 (enam belas) rumahtangga secara stratified random sampling (pengambilan sampel berstrata) dengan strata golongan pengeluaran rumah tangga.

2.2.2 Metode Pendekatan dan Tahapan Penyusunan

Untuk memperoleh data yang akurat dengan tingkat validitasi yang tinggi dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 ini, pendekatan yang digunakan adalah metode wawancara langsung dengan responden. Setelah seluruh dokumen dari responden terpilih sample diolah dan dianalisis, selanjutnya dilakukan penghitungan secara matematis terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 yang dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Tahap pertama dari penghitungan IPM ialah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (e

0

, pendidikan dan standar hidup layak) dengan formula sebagai berikut :

Min Maks

Min

X X

X I X

i i

i i

i

) ( )

(

) ( ) ( )

(

  ………..……….. (1)

di mana :

I

(i)

: Indeks X

(i)

; (i=1,2,3)

X

(i)

Maks : Nilai maksimum X

(i)

(lihat Tabel 3.1) ; X

(i)

Min : Nilai minimum X

(i)

(lihat Tabel 3.1) ;

Formula di atas akan menghasilkan nilai 0 ≤ X

i

≤ 1 ; untuk mempermudah cara membaca skala ini dinyatakan dalam 100. Untuk menstandarkan nilai maksimum dan nilai minimum di suatu daerah harus disepakati berapa besar nilai maksimum dan minimumnya sehingga bisa dipakai untuk membandingkan dengan daerah lain. Daerah lain yang dimaksud di sini adalah wilayah eks kawedanan Bangorejo, Benculuk, Genteng, Rogojampi dan Banyuwangi.

10

(18)

Tabel 2.1

Tabel Nilai Minimum dan Maksimum Indikator Komponen IPM Indikator Nilai

Maks.

Nilai

Min. C a t a t a n

(1) (2) (3) (4)

Angka Harapan Hidup Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Sekolah

Daya Beli

85 100 15

737.720

25 0 0

300.000 360.000

Sesuai dengan Standar UNDP Sesuai dengan Standar UNDP UNDP menggunakan Combined Gross Enrolment Ratio

UNDP menggunakan PDB riil per kapita yang telah

disesuaikan

Keterangan : 737.720 perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun 2018 360.000 penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru

Tahap kedua, ialah dengan menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indek X

(i).

Formula untuk menghitung rata-rata ini adalah sebagai berikut:

X X X

IPM (

1 2 3

3

1  

 )………..……….. (2)

dimana :

X

(1)

: Indeks harapan hidup;

X

(2)

: Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf)+1/3 (indeks rata-rata lama sekolah);

X

(3)

: Indeks hidup layak.

11

(19)

Hasil penghitungan IPM akan memberikan gambaran seberapa jauh suatu wilayah telah mencapai sasaran yang ditentukan. Seperti angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali sudah memenuhi kriteria dari program Wajib Belajar Sembilan Tahun serta tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup layak. Semakin dekat besaran IPM suatu wilayah terhadap angka 100 akan semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran pembangunan manusia seutuhnya.

Gambar 2.1 Status Pembangunan Manusia

IPM

100…………..

Tinggi

80………

Menengah atas 66………

Menengah bawah 50………

Rendah

0……….

UNDP membagi tingkat status pembangunan manusia suatu wilayah ke dalam tiga golongan yaitu rendah (apabila IPM kurang dari 50), sedang atau menengah (IPM antara 50 dan 80) dan tinggi (IPM di atas 80). Untuk keperluan perbandingan antar daerah Tingkat II golongan menengah dipecah lagi menjadi dua yaitu menengah atas (antara 66 dan 80) dan menegah bawah (antara 50 dan kurang dari 66).

Sebagai ukuran kemajuan pembangunan manusia, IPM dapat digunakan untuk mengkaji kemajuan pembangunan manusia dalam dua aspek.

Pertama, untuk perbandingan antarwilayah yang memperlihatkan posisi suatu wilayah relatif terhadap wilayah berdasarkan besaran IPM yang disusun dalam suatu peringkat dari kemajuan pembangunan manusia di berbagai wilayah dalam kawasan yang sama. Kedua, untuk mengkaji kemajuan dari pencapaian setelah berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode. Pengukuran tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal IPM dihitung setiap tahun dalam suatu periode. Pengukuran tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal IPM dihitung setiap tahun dalam suatu periode disebut shortfall reduction per tahun. Penghitungannya dengan formula sebagai berikut :

t

t ref

t

t

x

IPM IPM

IPM IPM

1

0 0

1

100

 

 

 ………(3)

12

(20)

dimana :

IPM

t0

= IPM tahun dasar IPM

t1

= IPM tahun terakhir

IPM

ref

= IPM acuan atau ideal yang dalam hal ini sama dengan 100

Semakin besar shortfall reduction per tahun semakin besar kemajuan yang dicapai daerah tersebut dalam periode itu. Dengan menggunakan shortfall reduction per tahun ini maka dapat dilihat seberapa besar kemajuan pencapaian pembangunan manusia tiap tahun di semua wilayah, sehingga akan diketahui wilayah-wilayah mana yang maju lebih cepat dibanding dengan wilayah lainnya.

Ilustrasi Penghitungan IPM

Misal suatu kabupaten A pada tahun 1996 memiliki data-data sebagai berikut :

1. IPM pada tahun 1990 adalah = 61,9

2. Angka harapan hidup = 67,8 tahun 3. Angka melek huruf = 90,1 persen 4. Rata-rata lama sekolah = 7 tahun 5. Konsumsi riil per kapita disesuaikan = Rp. 576.300,-

Berdasarkan data tersebut maka dapat dihitung indeks masing-masing komponen sebagai berikut :

1. Indeks angka harapan hidup = (67,8-25)/(85-25)x100 = 71,3

2. Indeks angka melek huruf = (90,1-0)/(100-0) x 100 = 90,1

3. Indeks rata-rata lama sekolah = (7-0)/(15-0) x 100 = 46,7

4. Indeks pendidikan = 1/3 (46,7) + 2/3(90,1) = 75,6

5. Indeks konsumsi rill perkapita yang disesuaikan

= (576,3-300)/(733,7-300) x 100

= 63,7

13

(21)

IPM daerah A dapat dihitung dengan rumus 1 :

1/3 (71,3 + 75,6 + 63,7) = 70,2

Sedangkan shortfall reduction per tahun antara 1990 – 1996 dihitung dengan cara membandingkan IPM antara kedua tahun sesuai dengan rumus 3 :

((70,2-61,9)/(100-61,9) x 100)

(1/6)

= 1,67

Kriteria Shortfall Reduction ( R ):

1. Sangat lambat : R  1,30 2. Lambat : 1,30  R  1,50 3. Menengah : 1,50  R  1,70 4. Cepat : R  1,70

14

(22)

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 15

BAB III POTENSI SUMBERDAYA

3.1 GEOGRAFIS

Dengan luas sekitar 5.782,50 km² sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi masih merupakan daerah kawasan hutan. Area kawasan hutan ini diperkirakan telah mencapai 183.396,34 ha atau sekitar 31,72 persen, daerah persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44 persen, perkebunan dengan luas sekitar 82.143,63 ha atau 14,21 persen, dimanfaatkan sebagai daerah permukiman penduduk dengan luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04 persen.

Sedang sisanya telah dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai manfaat yang ada, seperti jalan, ladang dan lain-lainnya.

Selain penggunaan luas daerah yang demikian itu, Kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km, serta jumlah pulau ada 10 buah. Seluruh wilayah tersebut telah memberikan manfaat besar bagi kemajuan ekonomi penduduk Kabupaten Banyuwangi.

Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak di ujung timur Pulau Jawa. Daerahnya terbagi atas dataran tinggi yang berupa daerah pegunungan, merupakan daerah penghasil berbagai produksi perkebunan. Daratan yang datar dengan berbagai potensi yang berupa produksi

Gambar 3.1

Luas Kabupaten Banyuwangi Dirinci Menurut Penggunaannya Tahun 2009

Hutan (31,72 %) Sawah (11,44 %) Lain-lain (17,48 %) Ladang (2,80 %) Perkebunan (14,21 %) Permukiman (22.04 %) Tambak (0,31 %)

(23)

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 16

tanaman pertanian, serta daerah sekitar garis pantai yang membujur dari arah Utara ke Selatan yang merupakan daerah penghasil berbagai biota laut.

Berdasarkan garis batas koordinatnya, posisi Kabupaten Banyuwangi terletak diantara 7 43’ - 8 46’ Lintang Selatan dan 113 53’ - 114 38’ Bujur Timur. Secara administratif sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, sebelah Timur Selat Bali, sebelah Selatan Samudera Hindia serta sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso.

Umumnya daerah bagian Selatan, Barat dan Utara merupakan daerah pegunungan, sehingga pada daerah ini mempunyai tingkat kemiringan tanah dengan rata-rata mencapai 40 serta dengan rata-rata curah hujan lebih tinggi bila dibanding dengan daerah yang lain. Daerah datar terbentang luas dari bagian Selatan hingga Utara yang tidak berbukit. Daerah ini banyak dialiri sungai-sungai yang bermanfaat guna mengairi hamparan sawah yang luas.

Daratan yang datar tersebut sebagian besar mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 15 diikuti rata-rata curah hujan yang cukup memadai, sehingga bisa menambah tingkat kesuburan tanah. Dari gambaran kondisi alam yang demikian itu menjadikan Kabupaten Banyuwangi pernah mendapat peringkat sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang merupakan daerah lumbung padi. Selain itu menurut data statistik juga memberikan adanya indikasi sebagai kabupaten potensi pertanian yang relatif besar setelah Kabupaten Malang dan Jember di kawasan Propinsi Jawa Timur.

Dengan demikian berdasarkan keadaan geografisnya, Kabupaten

Banyuwangi merupakan daerah yang subur bagi tanaman bahan makanan,

berpotensi besar bagi peningkatan produksi tanaman perkebunan dan

kehutanan, serta mempunyai peluang besar bagi upaya-upaya yang terkait

dengan peningkatan potensi kelautan. Karena dari sepanjang garis pantai yang

ada, yang merupakan daerah potensi perikanan laut dan biota lain itu masih

belum dikelola secara optimal. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh

Universitas Gajahmada Jogjakarta pada tahun 2002 menyebutkan bahwa, dari

seluruh potensi laut yang ada itu masih kurang dari 10 persen yang baru bisa

dikelola oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi.

(24)

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 17

3.2 KEPENDUDUKAN

Sejak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah yang diikuti dengan penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU). Jumlah penduduk telah digunakan sebagai salah satu penimbang terhadap besar kecilnya perolehan DAU bagi setiap pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Karena penduduk merupakan bagian dari pembangunan, maka posisi penduduk bisa sebagai subyek sekaligus bisa menjadi obyek dari pembangunan itu sendiri. Sampai dengan akhir tahun 2009 penduduk Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar 1.587.403 jiwa. Yang terdiri dari laki-laki sejumlah 776.371 jiwa dan perempuan ada sebanyak 811.032 jiwa. Dari sejumlah penduduk ini kepala keluarganya mencapai 461.255 kepala keluarga.

3.3 PENDIDIKAN

Pada tahun 2009 jumlah fisik sekolah, murid dan guru untuk Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) jumlahnya masih mempunyai kecenderungan yang meningkat baik berstatus negeri maupun swasta. Bahkan keberadaan TK ini penyebarannya sudah bisa ditemui di setiap desa/kelurahan dengan jumlah sedikitnya ada satu lembaga sekolah. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang mempunyai kecenderungan jumlah lembaganya menurun dengan jumlah murid yang menurun pula. Penurunan jumlah lembaga SDN belakangan ini sebagai akibat dari kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dengan menyatukan dua SDN menjadi satu SDN, kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan jumlah murid pada SDN yang ada di bawah standar kecukupan sehingga perlu adanya efisiensi.

Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat jumlah

sekolah negeri perkembangannya terus bertambah, yang diikuti dengan naiknya

jumlah SMP sederajat yang dikelola oleh pihak swasta. Pada sisi lain program

pendidikan dasar atau yang lebih sering disebut-sebut dengan istilah Program

Wajib Belajar Sembilan Tahun, secara kelembagaan di Kabupaten Banyuwangi

sudah dapat dikategorikan cukup memadai, karena dari seluruh kecamatan yang

ada di Kabupaten Banyuwangi seluruhnya sudah mempunyai SMP bahkan

jumlahnya minimal ada satu SMP yang berstatus negeri. Pada jenjang

(25)

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 18

pendidikan setingkat lebih tinggi yang disebut dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat. Lembaga SMA sederajat sampai dengan tahun 2009, keberadaannya di setiap kecamatan sudah relatif merata karena dari setiap kecamatan yang ada umumnya sudah mempunyai lembaga SMA sederajat minimal ada satu SMA baik negeri maupun swasta.

Apabila setiap jenjang sekolah dari SD sederjat hingga SMA sederajat dihitung berdasarkan perbandingan antar jumlah lembaganya diperoleh bahwa, 5:1 untuk SD sederajat terhadap SMP sederajat, serta 2:1 untuk SMP sederajat terhadap SMA sederajat. Sedang perbandingan untuk jumlah muridnya diperoleh sekitar sekitar 3:1 untuk SD sederajat terhadap SMP sederajat, serta ada sekitar 2:1 untuk SMP sederajat terhadap SMA sederajat. Arti dari angka perbandingan tersebut bisa dimaknai bahwa dari setiap jumlah lulusan 5 SDN sederajat yang bisa meneruskan dan tertampung di SMP sederajat jumlahnya baru sekitar sepertiganya. Dan dari setiap jumlah lulusan 2 SMP sederajat yang bisa meneruskan dan tertampung di SMA sederajat jumlahnya baru sekitar separuhnya.

3.4 KESEHATAN

Perkembangan program pembangunan di bidang kesehatan pada tahun 2009 bisa dilihat berdasarkan jumlah fisik dari masing-masing lembaga yang ada.

Seperti lembaga Rumah Sakit (RS) Umum/Khusus yang sebanyak 12 RS, Puskesmas sebanyak 45 lembaga serta Poliklinik/BP ada sebanyak 43 unit.

Beberapa kecamatan yang terletak di kawasan Selatan Kabupaten Banyuwangi sampai dengan tahun 2009 masih belum tersedia fasilitas kesehatan yang berupa Rumah Sakit, atau masih dicukupi dengan adanya Puskesmas Rawat Inap. Seharusnya di kawasan Selatan Kabupaten Banyuwangi ini dibangun RS, karena bagaimana pun juga RS mempunyai fasilitas yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan Puskesmas Dengan Dokter.

Selain fasilitas kesehatan yang harus dibangun secara fisik, tenaga

kesehatan atau para medis juga perlu mendapat tempat untuk bisa diupayakan

keberadaannya, karena kebutuhan akan pelayanan kesehatan bagi setiap

manusia mempunyai sifat yang paling mendasar. Bila diperhatikan jumlah Dokter

(142 orang), Perawat dan Bidan (1.230 orang) pada tahun 2009, persebaran

(26)

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 19

Dokter masih belum sebanding dengan persebaran penduduk. Sedang untuk Perawat dan Bidan mungkin dengan jumlah sebanyak 1.230 orang di tahun 2009 diperkirakan belum bisa mencukupi apabila dirasiokan dengan jumlah penduduk yang mencapai 1.587.403 jiwa.

3.5 PENDAPATAN PER KAPITA

Ukuran kesejahteraan rakyat yang sering digunakan oleh para pengambil kebijakan salah satunya bisa berupa pendapatan per kapita.

Walaupun kurang representatif pendapatan per kapita harus tetap disajikan untuk memperoleh gambaran sejauh mana pendapatan masyarakat secara rata-rata.

Selain itu besaran pendapatan per kapita bisa digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan daerah satu dengan yang lain. Intepretasinya bila diperoleh angka pendapatan per kapitanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah yang lain, maka daerah yang lebih tinggi angka pendapatan per kapitanya tersebut lebih tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Pada tahun 2009 angka pendapatan per kapita Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar Rp,12.444.122,71 yang mengandung maksud bahwa dari seluruh penduduk Kabupaten Banyuwangi diperkirakan mempunyai pendapatan rata-rata dalam setahunnya sebesar Rp, 12.444.122,71. Angka pendapatan per kapita ini naik sekitar 12,61 persen bila dibandingkan dengan angka pendapatan per kapita tahun 2008. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa angka pendapatan per kaipta bisa diintepretasikan sebagai tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan demikian apabila angka pendapatan per kapita Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2009 naik sebesar 12,61 persen, maka sama artinya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Banyuwangi naik sebesar 12,61 persen.

Secara spasial bagi setiap kecamatan di Kabupaten Banyuwangi

mempunyai angka pendapatan per kapita yang relatif sama. Kecuali Kecamatan

Licin dan Kalipuro, karena di kedua kecamatan ini khususnya Kecamatan Licin

yang merupakan satu-satunya kecamatan penghasil barang tambang di

Kabupaten Banyuwangi dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit, akan

menghasilkan angka pendapatan per kapita yang reletif lebih besar. Sedang

untuk Kecamatan Kalipuro yang merupakan daerah potensial bagi Sub Sektor

(27)

LAPORAN AKHIR Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 20

Pengangkutan Rel, Laut dan Penyeberangan di Kabupaten Banyuwangi, akan menghasilkan angka pendapatan per kapita yang reletif lebih besar pula.

Pada tahun 2007 angka pendapatan per kapita terendah dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi berada di Kecamatan Siliragung yang jumlahnya baru mencapai Rp.3.610.000,00,- dan Kedua Kecamatan Tegalsari sebesar Rp.3.950.000,00,-. Kedua kecamatan ini merupakan dua kecamatan baru dari hasil pemekaran beberapa tahun yang lalu. Di dua kecamatan ini pula diperoleh hasil penghitungan PDRB yang terendah dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi.

Jadi bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa Kecamatan Siliragung dan Tegalsari

ini harus mendapat perhatian yang lebih bila dibanding dengan kecamatan lain

terkait dengan pelaksanaan program pembangunan daerah, utamanya dalam

rangka memajukan tingkat kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

(28)

21

BA B A B B I IV V SI S IT TU U AS A SI I P PE EM MB B AN A NG GU UN N AN A N

MA M A NU N U SI S IA A

4.1 INDIKATOR PENDIDIKAN

Ada tiga variabel di dalam indikator pendidikan yang kerap kali digunakan oleh para pemerhati ketika mengkaji keberhasilan program pembangunan di bidang pendidikan. ketiga variabel itu terdiri dari Angka Partisipasi Sekolah (APS), kemampuan baca tulis atau angka melek huruf dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Dengan diplihnya ketiga variabel ini bukan berarti variabel pendidikan yang lain menjadi kurang maknanya, akan tetapi dengan alasan bahwa ketiga variabel ini sudah cukup representatif untuk mengukur berhasil atau tidaknya program pembangunan di bidang pendidikan.

APS dalam prakteknya dibedakan menurut tiga kelompok umur. Pertama kelompok umur usia Sekolah Dasar (SD) sederajat yaitu umur 7 – 12 tahun. Kedua pada kelompok umur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat yaitu 13 – 15 tahun dan ketiga pada kelompok umur Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat yaitu 16 – 18 tahun. Arti dari angka APS menggambarkan peran serta atau partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan penyelenggarakan pendidikan.

Indikasi dari angka APS ini apabila semakin tinggi angkanya maka semakin berhasil program pendidikan yang diselenggarakan. Besarnya angka APS maksimal 100 persen yang mempunyai arti bahwa seluruh anak pada kelompok umur tertentu semuanya sedang bersekolah.

Angka APS pada umumnya mempunyai ciri semakin tinggi kelompok

umur yang diukur, akan semakin rendah angka APS pada kelompok umur

tersebut. Keadaan yang demikian ini menandakan bahwa kondisi sosial ekonomi

masyarakat masih rendah, karena kemampuan untuk membiayai sekolah pada

jenjang yang lebih tinggi semakin tidak mampu. Atau sebagai akibat dari semakin

tingginya biaya pendidikan yang terjadi dari jenjang ke jenjang yang lebih tinggi,

yang pada akhirnya putus sekolah menjadi pilihan. Hal ini terbukti dari angka

putus sekolah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1.

(29)

Tabel 4.1

APS dan Angka Putus Sekolah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 Usia Sekolah No. Jenjang Sekolah Sederajat

7 – 12 13 – 15 16 – 18 Tdk/blm pernah sekolah 0,67 %

1. SD/MI

Tidak sekolah lagi 0,34 %

Tdk/blm pernah sekolah 2,00 % 2. SLTP

Tidak sekolah lagi 11,14 %

Tdk/blm pernah sekolah 0,01 %

3. SLTA

Tidak sekolah lagi 40,24 %

Angka Putus Sekolah Kab. Banyuwangi 0,34 % 11,14 % 40,24 % APS Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo 99,09 % 80,50 % 45,64 % APS Wilayah Eks Kawedanan Benculuk 99,11 % 85,46 % 52,77 % APS Wilayah Eks Kawedanan Genteng 99,25 % 88,43 % 61,28 % APS Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi 98,51 % 87,04 % 54,21 % APS Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi 98,96 % 87,29 % 58,75 % APS Kabupaten Banyuwangi 98,99 % 86,86 % 59,75 % APS Propinsi Jawa Timur 98,93 % 87,91 % 59,23 %

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

Pada tahun 2009 angka APS untuk kelompok umur 7 – 12 tahun sebesar 98,99 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur 7 – 12 tahun yang ada di Kabupaten Banyuwangi 1 hingga 2 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi (Drop Out).

Kelompok umur 13 – 15 tahun dengan angka APS sebesar 86,86 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur 13 – 15 tahun yang ada di Kabupaten Banyuwangi 3 hingga 4 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah dan sekitar 11 hingga 12 anak tidak sekolah lagi (Drop Out). Kelompok umur 16 – 18 tahun dengan angka APS sebesar 59,75 persen. Artinya dari setiap 100 anak yang berumur 16 – 18 tahun yang ada di Kabupaten Banyuwangi 1 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah dan sekitar 40 hingga 41 anak tidak sekolah lagi (Drop Out).

22

(30)

Angka APS Kabupaten Banyuwangi ini apabila dibandingkan dengan angka APS Propinsi Jawa Timur masih relatif tertinggal, karena angka APS pada kelompok umur 16 – 18 tahun masih berada di bawah angka APS Propinsi Jawa Timur. Jadi tingkat capaian situasi pembangunan manusia melalui program pembangunan bidang pendidikan masih belum berhasil. Keterkaitannya dengan keberhasilan program pendidikan dasar sembilan tahun di Kabupaten Banyuwangi, berdasarkan angka APS dan putus sekolah sebagaimana Tabel 5.1 tersebut juga belumlah cukup untuk dikatagorikan berhasil. Karena mereka yang putus sekolah ditambah dengan yang tidak/belum pernah sekolah jumlahnya masih ada.

Berikutnya adalah angka melek huruf. Angka melek huruf ini diukur dengan menggunakan pendekatan penduduk berumur ≥ 10 tahun. Pada tahun 2009 angka melek huruf di Kabupaten Banyuwangi tercatat sekitar 88,21 persen, atau bila diukur dengan angka buta hurufnya sebesar 11,79 persen. Artinya dari setiap 100 penduduk Kabupaten Banyuwangi yang berumur ≥ 10 tahun, akan ditemukan antara 11 hingga 12 orang di antaranya belum bisa baca tulis atau buta huruf. Dari angka buta huruf yang sebesar 11,79 persen ini ada sekitar 151.762 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 35.504 orang dan perempuan sebanyak 116.258 orang, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2

Angka Buta Huruf di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 (%) Laki-laki Perempuan Jumlah Wil. Eks.

Kawedanan N % N % N %

Bangorejo 2.793 0,49 11.640 2,18 14.433 2,67

Benculuk 6.366 0,79 28.188 2,54 34.555 3,33

Genteng 10.252 0,59 32.864 1,68 43.117 2,27

Rogojampi 7.618 0,65 21.640 1,70 29.256 2,35 Banyuwangi 8.475 0,24 21.926 0,93 30.401 1,17 Angka Kabupaten 35.504 2,76 116.258 9,03 151.762 11,79

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

23

(31)

24

Gambar 4.1

Banyaknya Buta Huruf Dirinci Menurut Kelopok Umur Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

10-14 15-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-64 65 +

0,07 0,04 0,23 0,69

2,3 2,63

1,19

4,96

Berdasarkan jumlah penduduk yang buta huruf tersebut, Apabila dihitung perbandingannya antara penduduk laki-laki dengan perempuan yang buta huruf diperoleh 1 orang laki-laki dibanding 3 hingga 4 orang perempuan yang buta huruf.

Selain itu angka buta huruf tersebut bila dirinci menurut kelompok umur, diperoleh informasi bahwa semakin tua umur penduduk Kabupaten

Banyuwangi semakin banyak yang buta huruf. Angka buta huruf terendah ada pada kelompok umur 10 – 39 tahun dan tertinggi pada kelompok umur ≥ 60 tahun. Kondisi yang demikian ini tampak searah dengan tingkat capaian program pembangunan bidang pendidikan yang secara bertahap terus diupayakan peningkatannya oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Secara rinci disajikan pada Gambar 5.1.

Variabel ketiga adalah pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Variabel ini mengukur sampai seberapa tinggi pendidikan yang ditamatkan penduduk Kabupaten Banyuwangi. Umur penduduk yang diukur pendidikannya menggunakan pendekatan penduduk berumur ≥ 15 tahun. Diplihnya kelompok umur ini karena ada keterkaitannya dengan kelompok umur pendidikan dasar sembilan tahun. Pada tahun 2009 bagi penduduk Kabupaten Banyuwangi yang berumur ≥ 15 tahun terbanyak menamatkan pendidikannya pada jenjang SD sederajat yang jumlahnya mencapai 32,11 persen atau sekitar 387.043 orang.

Kedua terbanyak pada mereka yang menamatkan pendidikannya di jenjang SMP

sederajat dengan jumlah 20,62 persen atau sekitar 248.564 orang. Urutan ketiga

pada mereka yang belum tamat SD sederajat sebesar 16,90 persen atau sekitar

203.784 orang. Secara rinci disajikan pada Tabel 4.3 dan 4.4.

(32)

Tabel 4.3

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Laki-laki ≥ 15 Tahun, 2009 Wilayah Eks

Kawedanan

Tdk Pernah Sekolah

Blm Tamat

SD

SD SMP SMA

D-I/II/III D-IV/S-1 S-2/3 Bangorejo 4.123 7.731 21.646 14.431 11.853 515 Benculuk 7.605 22.694 47.578 30.440 19.176 1.074 Genteng 14.447 28.041 57.671 43.686 39.386 2.665 Rogojampi 8.988 16.261 28.989 24.774 14.278 1.032 Banyuwangi 6.241 20.054 36.147 24.177 31.110 1.078 Angka Kabupaten 41.404 94.781 192.031 137.508 115.803 6.364

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

Penduduk Kabupaten Banyuwangi yang berumur ≥ 15 tahun pada tahun 2009 jumlahnya ada sekitar 1.205.532 orang. Bila ditinjau dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta dibedakan antara laki-laki (Tabel 5.3) dan perempuan (Tabel 5.4), mempunyai kecenderungan semakin rendah jenjang pendidikan yang ditamatkan semakin banyak jumlah penduduk perempuan.

Sebaliknya semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan semakin banyak jumlah penduduk laki-laki.

Tabel 4.4

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Perempuan ≥ 15 Tahun, 2009 Wilayah Eks

Kawedanan

Tdk Pernah Sekolah

Blm Tamat

SD

SD SMP SMA

D-I/II/III D-IV/S-1 S-2/3 Bangorejo 16.492 8.761 14.430 14.430 5.153 964

Benculuk 23.596 27.508 39.763 28.849 13.328 1.488 Genteng 42.532 33.973 68.417 33.106 20.209 2.011 Rogojampi 30.789 19.010 29.114 14.836 4.689 522 Banyuwangi 24.272 19.751 43.288 19.835 14.029 2.496 Angka Kabupaten 137.681 109.003 195.012 111.056 57.408 7.481

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

Berikut adalah gambaran umum berdasarkan situasi pembangunan manusia di bidang pendidikan, diambil dari tiga variabel pendidikan yang dikaji dan dibedakan menurut wilayah Eks kawedanan diperoleh informasi sebagai berikut :

25

(33)

1. Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo

Situasi pembangunan manusia di wilayah Eks kawedanan Bangorejo ini masih belum cukup untuk dikatagorikan berhasil, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang masih berada di bawah angka Kabupaten Banyuwangi.

2. Wilayah Eks Kawedanan Benculuk

Sebagaimana situasi pembangunan manusia yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo, Wilayah Eks Kawedanan Benculuk ini juga masih belum cukup untuk dikatagorikan berhasil, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang masih berada di bawah angka Kabupaten Banyuwangi.

3. Wilayah Eks Kawedanan Genteng

Situasi pembangunan manusia di Wilayah Eks Kawedanan Genteng ini tampak lebih berhasil bila dibandingkan dengan Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang sudah berada di atas angka Kabupaten Banyuwangi.

4. Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi

Sebagaimana situasi pembangunan manusia yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Bangorejo dan Benculuk, Wilayah Eks Kawedanan Rogojampi ini juga tampak kurang berhasil, karena menurut ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang masih berada di bawah angka Kabupaten Banyuwangi.

5. Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi

Situasi pembangunan manusia yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Banyuwangi ini tampak berhasil seperti yang terjadi di Wilayah Eks Kawedanan Genteng, yaitu dengan ketiga variabel pendidikan yang diukur dengan rata-rata tingkat capaian yang sudah berada di atas angka Kabupaten Banyuwangi.

26

(34)

27

42,11 43,30

43,91 44,85

46,32

32,09 32,20

35,09 35,32

36,65

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

2005 2006 2007 2008 2009 B.Wangi Jatim

Gambar 4.2

AKB Kab.Banyuwangi dan Jawa Timur Thn 2005 – 2009

Dari variabel AKB. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 AKB di Kabupaten Banyuwangi jumlahnya tergolong tinggi bila dibandingkan dengan AKB Propinsi Jawa Timur.

Kisaran selisih-nya rata- rata mencapai 10 bayi yang meninggal dari setiap

seribu kelahiran.

Contohnya pada tahun 2009 AKB Kabupaten Banyuwangi angkanya sekitar 42 hingga 43 bayi yang meninggal dari setiap

seribu kelahiran. Pada tahun yang sama AKB Propinsi Jawa Timur tercatat 32 hingga 33 bayi yang meninggal dari setiap seribu kelahiran.

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

4.2 INDIKATOR KESEHATAN

Mendasarnya kebutuhan kesehatan bagi setiap orang sama halnya dengan mendasarnya kebutuhan pendidikan. Terkait dengan hal tersebut pemerintah kerap mencanangkan program-program yang diarahkan untuk memajukan tingkat capaian pembangunan di bidang kesehatan ini. Seperti Indonesia Sehat Tahun 2010, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan seterusnya.

Untuk mengukur tingkat capaian program pembangunan bidang kesehatan ada beberapa variabel yang biasa digunakan oleh para pemerhati. Di antaranya adalah Angka Kematian Bayi (AKB), balita gizi buruk dan pemberian imunisasi terhadap balita,

Variabel balita gizi buruk. Ada empat katagori dalam pengklasifikasian

status gizi balita, yaitu buruk, kurang, baik dan lebih. Dari tahun 2008 sampai

dengan tahun 2009 kondisi gizi buruk dan kurang jumlahnya tampak menurun,

kondisi yang demikian ini searah dengan jumlah gizi buruk dan kurang rata-rata

balita di Propinsi Jawa Timur. Demikian juga untuk status gizi baik dan lebih yang

(35)

kenaikan angkanya searah dengan kenaikan angka Propinsi Jawa Timur. Artinya perbaikan gizi balita yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi tampak berhasil yang didukung dengan rendahnya jumlah balita gizi buruk dan kurang yang angkanya berada di bawah angka Propinsi Jawa Timur.

Untuk balita atau anak usia 1 sampai dengan 4 tahun

pada tahun 2009 kelengkapan imunisasinya masih perlu mendapat perhatian serius, karena dari sejumlah balita yang ada di Kabupaten Banyuwangi baru sebanyak 96,89 persen yang mendapatkan imunisasi. Khusus untuk balita berumur 0 – 11 bulan atau balita umur < 1 tahun dengan angka 88,69 persen yang sudah pernah mendapatkan pelayanan imunisasi. Hal ini menunjukkan masih belum berhasilnya program Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL) di Kabupaten Banyuwangi. Dari ketiga variabel kesehatan ini dua di antaranya yaitu AKB dan balita gizi buruk masih belum layak apabila disajikan sampai dengan tingkat wilayah Eks kawedanan. Karena keterbatasan jumlah sampel yang digunakan serta kejadian di lapangan dari kedua variabel itu sangatlah jarang terjadi. Misalnya kematian bayi per seribu kelahiran, akan dibutuhkan setidaknya ada seribu kelahiran di wilayah Eks kawedanan dan hal ini kecil kemungkinannya untuk terjadi.

Tabel 4.5

Persentase Balita Berdasarkan Status Gizi Kabupaten Banyuwangi dan Prov. Jatim ‘09

Banyuwangi Prop. Jatim Status

Gizi 2008 2009 2008 2009

Buruk 2,14 2,38 2,71 2,63 Kurang 14,74 14,66 16,57 14,94 Baik 80,83 81,05 78,74 80,27 Lebih 2,29 1,91 1,98 2,16

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

4.3 INDIKATOR DAYA BELI

Pada dasarnya indikator daya beli ini bisa didekati dengan menggunakan indikator lain yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemampuan daya beli penduduk dalam suatu daerah. Di antara indikator itu adalah indikator ketenagakerjaan, karena dengan tersedianya perluasan usaha dan kesempatan kerja sudah barang tentu akan diikuti dengan meningkatnya pendapatan penduduk bagi daerah tersebut.

28

(36)

4.3.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Gambar: 4.3

TPAK di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009.

71,37 69,04 70,91 67,71 71,73

64 66 68 70 72

Bangorejo Benculuk Genteng Rogojampi Banyuwangi

Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

Angka TPAK

dihitung berdasarkan jumlah angkatan kerja dibagi dengan usia kerja dalam persen. Indikator ini menunjukkan jumlah penduduk yang mem-

butuhkan pekerjaan, yang

dimaksud dengan membutuhkan pekerjaan di

sini bisa saja penduduk tersebut sudah memiliki

pekerja-an maupun sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah diterima tetapi belum mulai bekerja dan mereka yang putus asa sebagai akibat dari usahanya dalam mencari pekerjaan yang tidak pernah berhasil tetapi masih mengharapkan dari pekerjaan yang mereka cari tersebut. Pada tahun 2009 penduduk Kabupaten Banyuwangi yang membutuhkan pekerjaan ada sekitar 70,37 persen yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 44,79 persen dan perempuan 25,58 persen. Sedang selebihnya yang sebanyak 29,63 persen merupakan akumulasi dari jumlah penduduk yang sedang bersekolah, mengurus rumahtangga dan mereka yang melakukan kegiatan lain seperti hanya melakukan olehraga dan sejenisnya.

Adapun indikasi dari angka TPAK ini masih belum bisa dipastikan apakah semakin tinggi angka TPAK akan memberikan informasi semakin baik pula kegiatan yang diukur dengan indikator ini. Karena masih harus dilihat seberapa banyak mereka yang sedang mencari pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah diterima tetapi belum mulai bekerja dan mereka yang putus asa sebagai akibat dari usahanya dalam mencari pekerjaan yang tidak pernah berhasil tetapi masih mengharapkan dari pekerjaan yang mereka cari tersebut apabila ikut naik, maka angka TPAK yang tinggi tidak akan mempunyai makna yang signifikan. Kecuali apabila angka TPAK tinggi dan

29

Gambar

Gambar 2.1  Status Pembangunan Manusia     IPM  100…………..    Tinggi    80……………  Menengah atas    66……………     Menengah bawah    50……………    Rendah      0……………

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga kenaikan pendapatan ini dapat menyebabkan kenaikan akan kebutuhan dasar, kesempatan untuk meningkatkan tingkat pendidikan juga bertambah, tingkat kesehatan juga akan

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM), PENGANGGURAN, DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN. (STUDI KASUS 15 KABUPATEN/KOTA PROVINSI

Adapun fokus program pembangunan di bidang pendidikan hendaknya diarahkan pada kecamatan kabuh dimana status capaian indeks tingkat pendidikannya masih tergolong menengah

Capaian yang rendah pada salah satu komponen tidak dapat ditutupi oleh. komponen lain yang capaiannya

Peningkatan pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan berhubungan positif terhadap IPM di Provinsi Sumatera Barat dan hasil yang diperoleh sesuai dengan teori yang

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DAN INFLASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI..

Proyeksi capaian AHH Provinsi Lampung tersebut diatas menjadikan nilai indeks kesehatan dalam penentuan IPM menjadi tinggi dengan capaian pada tahun 2025 diperkirakan

Syamsuddin HM “Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Tanjung Jabung Barat” Hasil penelitian menggunakan variabel pertumbuhan ekonomi Y, indeks harapan hidup X1, indeks