Manajemen Sumber Daya Manusia diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi.
Tujuannya adalah memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas) yang tepat.
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses
menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan,
pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat
menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya
mengurusi SDM adalah Departemen Sumber Daya Manusia atau
dalam bahasa inggris disebut HRD atau Human Resource
Department. Manajemen sumber daya manusia adalah suatu
prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu
(2)
organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya (Stoner, 2005). Mondy (2008) menjelaskan bahwa, “Manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan sejumlah individu untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi”.
Dari beberapa pengertian para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia sebenarnya merupakan serangkaian kegiatan perekrutan, pengembangan, pemeliharaan, serta merupakan sebuah ilmu dan seni mengatur sebuah pemanfaatan sumber daya manusia yang dikelola secara profesional guna mencapai tujuan individu maupun organisasi secara terprogram dan terpadu serta dilaksanakan secara efektif dan efisien agar menghasilkan sumber daya manusia yang produktif dan berkualitas serta mempunyai etos kerja dan loyalitas yang tinggi.
2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Umar (2005), Fungsi manajemen sumber daya manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a) Fungsi Manajerial:
1) Perencanaan (Planning) adalah merencanakan tenaga kerja
agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan efektif serta
efisien dalam membantu terwujudnya tujuan.
(3)
2) Pengorganisasian (Organizing) adalah kegiatn untuk mengorganisasikan semua pegawai dengan menetapkan pembagian keja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi.
3) Pengarahan (Directing) adalah kegiatan mengarahkan semua pengawas agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan organisasi pegawai dan masyarakat.
4) Pengendalian (Controlling) adalah kegiatan mengendalikan semua pegawai agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana”.
b) Fungsi Operasional:
1) Pengadaan (Procurement) adalah proses penarikan seleksi penempatan orientasi dan induksi untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
2) Pengembangan (Development) adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis. Konseptual dan moral pegawai melalui pendidikan dan pelatihan.
3) Kompensasi (Compensation) adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsumg, uang atau barang kepada pegawai sebagai imbalan jasa.
4) Pengintegrasian (Integration) adalah kegiatan untuk
mempersatukan kepentingan organisasi dan kebutuhan
(4)
pegawai agar tercipta kerja sama yang sesuai dan saling menguntungkan.
5) Pemeliharaan (Maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara/ peningkatan kondisi fisik, mental dan loyalitas pegawai agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
6) Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujudnya tujuan yang maksimal.
7) Pemberhentian (Separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan.
B. Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam manajemen seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak orang. Walaupun demikian antara keduanya terdapat perbedaan yang penting untuk diketahui. Pada hakekatnya, kepemimpinan mempunyai pengertian agak luas dibandingkan manajemen. Manajemen merpakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi.
Menurut Thoha (2007) ada dua bentuk perilaku pemimpin
dalam suatu organisasi diantaranya adalah perilaku tugas dan perilaku
hubungan. Dua bentuk perilaku tugas dan perilaku hubungan
(5)
merupakan titik pusat dari konsep kepemimpinan situasional. Perilaku tugas adalah suatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur dan merumuskan peranan-peranan anggota-anggota kelompok atau para pengikut; menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing- masing anggota, kapan dilakukan, dimana melaksanakannya dan bagaimana tugas-tugas itu harus dicapai.
Perilaku hubungan adalah suatu perilaku seorang pemimpin yang ingin memelihara hubungan-hubungan antar pribadi diantara dirinya dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara mambuka lebar-lebar jalur komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab, dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk menggunakan potensinya. Hal semacam ini di sifati oleh dukungan sosioemosional, kesetiakawanan, dan kepercayaan bersama.
Menurut Hasibuan (2005) menyatakan bahwa pemimpin adalah seorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi.
Faktor yang mempengaruhi baik buruknya hubungan antara
karyawan dan pimpinannya adalah faktor sikap dan tindakan
pemimpin (Gaya kepemimpinan) terhadap bawahannya. Pernyataan ini
didukung oleh definisi yang dikemukakan oleh Dubrin (2005), Gaya
kepemimpinan merupakan pola khas dari perilaku yang ditunjukkan
oleh pemimpin saat berhadapan dengan karyawannya.
(6)
Sikap dan tindakan pemimpin tidak jarang menimbulkan pertengkaran, perselisihan dengan dan atau diantara karyawan. Namun dapat juga berlaku sebaliknya, sikap pemimpin tersebut justru mendorong karyawannya untuk lebih berprestasi.
2. Teori dan Model Kepemimpinan
Pada dasarnya ada teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Adapula yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya kelompok-kelompok, orang-orang, dan ia melakukan pertukaran dengan yang dipimpin (Thoha, 2007).
a) Teori Perilaku – Teori X dan Teori Y Mc. Gregor
Teori perilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
Teori X. Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya
manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta
senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk
mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta
jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus
(7)
diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Teori Y. Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Penelitian teori x dan y menghasilkan teori gaya kepemimpinan ohio state yang membagi kepemimpinan berdasarkan skala pertimbangan dan penciptaan struktur.
b) Teori Kepribadian Perilaku
1) Studi dari University of Michigan
Pemimpin yang Job-Centered
Pemimpin yang berorientasi pada tugas menerapkan pengawasan ketat sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang telah ditentukan.
Pemimpin ini mengandalkan kekuatan paksaan, imbalan
dan hukuman untuk mempengaruhi sifat-sifat dan Kinerja
pengikutnya.
(8)
Pemimpin yang berpusat pada bawahan
Mendelegasikan pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang suportif. Pemimpin yang berpusat pada karyawan memiliki perhatian terhadap kemajuan, pertumbuhan dan prestasi pribadi pengikutnya.
2) Studi dari Ohio State University
Membentuk Struktur
Melibatkan perilaku dimana pemimpin mengorganisasikan dan mendefiniskan hubungan-hubungan di dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas dan menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang benar.
Konsiderasi
Melibatkan perilaku yang menunjukkan
persahabatan, saling percaya, menghargai, kehangatan dan
kimunikasi antara pimpinan dan pengikutnya. Pemimpin
yang memilik konsiderasi tinggi menekankan pentingnya
komunikasi yang terbuka dan partisipasi.
(9)
Teori Kontijensi
Menurut Robbins (2002) bahwasanya Teori Kontijensi terdiri dari: Model Fiedler, Model pertama kontijensi yang menyeluruh tentang kepemimpinan telah dikembangkan oleh Fred Fiedler. Model ini menyatakan bahwa kinerja kelompok yang tergantung pada pasangan yang cocok antara gaya pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya dan tingkatan dimana keadaan memberi pengaruh serta kendali terhadap pemimpin.
Teori Path Goal merupakan suatu model kontijensi
kepemimpinan dimana tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuaii dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Menurut Teori Path-Goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang.
Model Leader-Participation. Teori ini dikaitkan dengan
prilaku dan peran serta kepemimpinan dalam pembuatan
keputusan. Menyadari bahwa struktur tugas memiliki unit-unit
bervariasi terhadap aktivitas rutin dan non rutin. Dijelaskan
(10)
bahwasanya perilaku pemimpin harus disesuaikan untuk memahami struktur tugas.
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan norama perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempegaruhi perilaku orang lain. Dalam hal ini usaha menyelaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang perilakunya akan dipengaruhi menjadai amat penting kedudukannya. (Thoha, 2007).
Menurut Nawawi (2003) gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya.
Menurut Dharma (2003) terdapat 4 (empat) gaya kepemimpinan yaitu:
1) Kepemimpinan Instruksi, dimana pemimpin membatasi peranan bawahan dan memberitahukan mereka tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melakukan pekerjan. Gaya kepemimpinan ini bersifat instruktif atau dinamakan gaya bos karena dicirikan oleh komunikasi satu arah.
2) Kepemimpinan Konsultasi. Pemimpin mengambil keputusan dan berusaha menjual gagasan keputusannya kepada bawahannya.
Gaya kepemimpinan ini sifatnya konsultatif yang biasa disebut
(11)
sebagai gaya dokter karena pemimpin banyak memberikan arahan dan mengambil hampir semua keputusan.
3) Kepemimpinan Partisipasi. Dengan menerapkan gaya ini, pemimpin dan bawahannya bertukar pikiran dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Gaya ini bersifat partisipatif dan dapat dinamakan sebagai gaya konsultan karena pemimpin mengikutsertakan bawahan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
4) Kepemimpinan Delegasi. Gaya kepemimpinan yang sifatnya mendelegasi disebut dengan gaya bebas karena pemimpin dan bawahan hanya mendiskusikan batasan masalah bersama-sama hingga tercapai kesepakatan.
4. Indikator Perilaku Kepemimpinan
Menurut Hasibuan (2005) menyatakan bahwa pemimpin adalah seorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan pengertian tersebut, maka indikator Perilaku Kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan Berkomunikasi 2) Sikap
3) Kemampuan Memimpin 4) Kekuasaan
5) Kemampuan Pengambilan Keputusan
(12)
C. Komitmen Karyawan
1. Definisi Komitmen Karyawan
Jurnal dari Natarajan (2011) yang berjudul” Relationship of Organizational Commitment with Job Satisfaction” ditemukan bahwa komitmen afektif merupakan prediktor yang kuat untuk menghitung varians intrinsik, ekstrinsik dan total kepuasan kerja.
Menurut Panggabean (2004:132) komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Dilain pihak komitmen sebagai kecendrungan untuk terikat dalam garis kegiatan yang konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan kegiatan yang lain (berhenti bekerja).
Komitmen karyawan mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih baik dari sekedar kesetiaan yang pasif melainkan menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan secara aktif.
Karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasinya.
Menurut Sunarto (2005:25), komitmen adalah kecintaan dan kesetiaan, terdiri dari:
a) Penyatuan dengan tujuan dan nilai-nilai perusahaan.
b) Keinginan untuk tetap berada dalam organisasi.
c) Kesediaan untuk bekerja keras atas nama organisasi
(13)
2. Jenis Komitmen Karyawan
Komitmen karyawan menurut Munandar (2004) terbagi atas tiga komponen, yaitu:
a) Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. Pegawai dengan afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
b) Komponen normatif merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Komponen normatif berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai.
c) Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban kepada pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi.
d) Komponen continuance berarti komponen yang berdasarkan
persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika
meninggalkan organisasi. Pegawai dengan dasar organisasi
tersebut disebabkan karena pegawai tersebut membutuhkan
organisasi. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi
dengan dasar afektif memiliki tingkah laku yang berbeda
dengan pegawai dengan dasar continuance. Pegawai yang ingin
menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk berusaha yang
(14)
sesuai dengan tujuan organisasi.
Menurut Panggabean (2004) ada beberapa jenis komitmen organisasi, diantaranya:
a) Affective Commitment adalah tingkat seberapa jauh seorang
karyawan secara lebih terikat, mengenal, dan terlibat dalam organisasi.Karyawan dengan Affective Commitment yang tinggi tentang tinggal dengan organisasi karena mereka mau. Orang- orang ini mengenal organisasi dan terikat untuk tetap menjadi anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
b) Normative Comitment. Menunjuk kepada tingkat seberapa jauh
seseorang secara psychological terikat untuk menjadi karyawan dari sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, affeksi, kehangatan, pemilikan, kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan, dll.
Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja
maknanya dengan menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan
janji yang membatasi kebebasan seseorang untuk melakukan
sesuatu. Jadi karena sudah punya komitmen maka dia harus
mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya
ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya. Di sisi lain komitmen
berarti adanya ketaatasasan seseorang dalam bertindak sejalan
dengan janji-janjinya. Semakin tinggi derajad komitmen karyawan
semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Suatu ketika
(15)
komitmen diujudkan dalam bentuk kesetiaan pengabdian pada organisasi. Namun dalam prakteknya tidak semua karyawan melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan ada yang sangat rendah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat komitmen adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik karyawan bersangkutan. Faktor- faktor intrinsik karyawan dapat meliputi aspek-aspek kondisi sosial ekonomi keluarga karyawan, usia, pendidikan, pengalaman kerja, kestabilan kepribadian, dan gender. Sementara faktor ekstrinsik yang dapat mendorong terjadinya derajat komitmen tertentu antara lain adalah keteladanan pihak manajemen khususnya manajemen puncak dalam berkomitmen di berbagai aspek organisasi.
Dukungan fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia lainnya tidak boleh diabaikan. Kalau tidak diprogramkan secara terencana, maka pengingkaran pada komitmen sama saja memperlihatkan adanya kekeroposan suatu organisasi. Penurunan kredibilitas atau kepercayaan terhadap karyawan pada gilirannya akan mengakibatkan hancurnya kredibilitas perusahaan itu sendiri.
Dan ini akan memperkecil derajat loyalitas pelanggan dan mitra bisnis kepada perusahaan tersebut.
3. Indikator Komitmen Karyawan
Menurut Panggabean (2004) komitmen adalah kuatnya
pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu.
(16)
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka dapat dibentuk indikator Komitmen Karyawan yang dapat dirinci sebagai berikut:
a) Keterlibatan Kerja b) Keikutsertaan c) Keterikatan D. Kinerja Karyawan
1. Definisi Kinerja Karyawan
Dalam usaha meningkatkan Kinerja karyawan, organisasi atau perusahaan harus memberikan perhatian cukup kepada karyawan karena dengan meningkatnya kinerja karyawan berarti terjadi peningkatan produktivitas. Hal ini sangat diharapkan oleh organisasi atau perusahaan sehingga apa yang menjadi tujuan akan tercapai. Oleh karena itu diperlukan pimpinan yang dapat memberikan motivasi yang efektif kepada karyawan dalam menunjang kinerja. Berikut pengertian Kinerja menurut beberapa ahli:
Menurut Prawirosentono (2008), “kinerja adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-
masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan atau organisasi dan
dapat diukur.
(17)
Pendapat yang sama juga dikemukakan Wells dan Spinks (2006) yang dikutip dalam buku Rivai (2008) bahwa kinerja menunjukkan hasil-hasil perilaku yang bernilai dengan standar mutu atau kriteria.
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya dicapai oleh
seseorang). Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan Bambang Kusriayanto dalam Mangkunegara (2007) adalah, perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per-jam). Sedangkan menurut Rivai et. al (2008) kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Berdasarkan beberapa teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan organisasi dalam upaya mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral maupun etika.
2. Tujuan dan Kegunaan Penilaian Kinerja
Suatu perusahaan melakukan penilaian kinerja didasarkan pada dua
alasan pokok, yaitu:
(18)
a) Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang akan dating.
b) Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan karir dan memperkuat kualitas hubungan antar manajer yang bersangkutan dengan karyawan.
3. Indikator-indikator Kinerja Karyawan
Pada penelitian ini, indicator kinerja karyawan yang digunakan merupakan aspek-aspek yang dinilai dalam kinerja, seperti yang diungkapkan dari hasil studi Lazer dan Wikstrom (1997) yang dikutip dalam buku Rivai (2008) bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam kinerja dapat dikelompokkan menjadi:
a) Kemampuan Teknis, yaitu kemampuan menggunaan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
b) Kemampuan Konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami
kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit
masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara
menyeluruh, yang pada intingya individual tersebut memahami
tugas, fungsi serta tnaggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
(19)
c) Kemampuan Hubungan Interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan melakukan negoisasi dan lain-lain.
Sedangkan menurut Hasibuan (2012), unsure-unsur yang dinilai dalam prestasi kerja adalah:
a) Kesetiaan. Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya, dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari wewenang yang tidak bertanggung jawab.
b) Prestasi Kerja. Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaannnya.
c) Kejujuran. Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas- tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada bawahannya.
d) Kedisiplinan. Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan yang ada dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.
e) Kreativiras. Penilai menilai kemampuan karyawan dalam
mengembangkan kreativitasnya untuk menyelesaikan
pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil
guna.
(20)
f) Kerja Sama. Penilai menilai kesediaan karyawan berpatisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertical atau horizontal di dalam maupun diluar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
g) Kepemimpinan. Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.
h) Kepribadian. Pennilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, member kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar.
i) Prakarsa. Penilai menilai kemampuan berfikir orisinal dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, meberikan alas an, mendapatkan kesimpulan, dan mebuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya.
j) Kecapakan. Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen.
k) Tanggung Jawab. Penilai menilai kesediaan karyawan dalam
mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil
(21)
kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya serta perilaku kerjanya.
E. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
NO. NAMA JUDUL PENDEKATAN
ILMIAH HASIL
1. Miswan Pengaruh Perilaku
Kepemimpinan, Iklim Organisasi dan Komitmen Dosen terhadap Kinerja Dosen Pegawa Negeri Sipil pada Universitas Swasta di Kota Bandug (2009)
Kuantitatif dengan menggunakan metode Explanatory Survey.
Dengan populasi 43 jurusan/program studi pada tujuh universitas swasta di Kota Bandung.
Teknik analisa yang digunakan adalah Analisa deskriptif dan pengujian hipotesis analisis jalur.
Hasil penelitian menunjukkan kepemimpinan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen PNS.
Iklim organisasi
berpengaruh positif tapi tidak signifikan,
sedangkan komitmen dosen berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen PNS pada universitas swasta Kota
Bandung.
2. Dwi
Arisanti
Pengaruh Komitmen Karyawan dan Perilaku Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. PG Unit I Buluwalang, Malang) (2007)
Kuantitatif dengan menggunakan metode Explanatory Survey .
Sampel yang diambil sebanyak 43 orang karyawan tetap bagian Sumberdaya Manusia PT.PG Unit I Bululawang-Malang
Metode analisa yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier Berganda.
Variabel Komitmen Karyawan
berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan yang berarti bahwa dengan
semakin meningkatnya komitmen karyawan maka kinerja
karyawan juga semakin meningkat.
Variabel perilaku kepemimpinan juga memiliki
pengaruh positif
terhadap kinerja
karyawan yang berarti
(22)
bahwa dengan perilaku
kepemimpinan yang tepat sasaran maka kinerja karyawa akan meningkat.
3. Ismayani Pengaruh Perilaku Pemimpin dan Komitmen Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Asuransi Ramayana, Medan (2010)
Populasi adalah karyawan pada PT.
Asuransi Ramayana, Medan
Metode analisa yang digunakan adalah Analisa Regresi Linier Berganda.
variabel perilaku pemmipin dan komitmen karayawan tidak berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan PT.
Asuransi Ramayana, Medan. Berdasarkan pengujian secara parsial menunjukkan variabel perilaku pemimpin berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja karyawan,
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai penelitian yang dilakukan dari variabel yang akan diteliti.
Teori Michigan menyatakan bahwa pemimpin yang berorientasi karyawan memiliki hubungan dengan kinerja kelompok kerja (Robbins, 2003), Sedangkan Teori Jalur Tujuan menggambarkan kepemimpina yang berorientasi prestasi akan meningkatkan pengharapan bawahan dalam upaya mendorong kinerja yang tinggi.
Menurut Rivai (2004) Kinerja karyawan dipengaruhi oleh bermacam-
macam ciri pribadi dari masing- masing individu. Dalam perkembangan
kompetitif dan mengglobal, perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi
(23)
tinggi. Pada saat yang sama pekerja memerlukan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman bagi tindakan-tindakan mereka pada masa yang akan datang.
Kinerja akan dipengaruhi secara langsung oleh perilaku atasan yang bersangkutan dari sikap karyawan di tempat kerja baik positif atau negatif.
Adanya pengaruh positif yang diberikan akan memperkuat komitmen karyawan dalam berprestasi.
Gambar 2.1 Rerangka Konseptual
Sumber: Rivai (2004) dan Robbins (2003)
2.3 Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2006), hipotesis adalah suatu perumusan atau kesimpulan sementara mengenai suatu penelitian yang dibuat untuk menjelaskan penelitian itu, menuntun dan mengarahkan penelitian selanjutnya. Sesuai dengan permasalahan, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1 Diduga terdapat pengaruh positif yang signifikan antara Perilaku Pemimpin dan Komitmen Karyawan terhadap Kinerja Karyawan PT.
Asuransi Allianz Utama Indonesia, Jakarta.
Perilaku Kepemimpinan (X
1
)
Komitmen Karyawan (X
2
)
Prestasi Kerja Karyawan
(Y)
(24)
H2 Diduga terdapat pengaruh positif yang signifikan pada Perilaku Pemimpin terhadap Kinerja Karyawan PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia, Jakarta.
H1 Diduga terdapat pengaruh positif yang signifikan antara pada
Komitmen Karyawan terhadap Kinerja Karyawan PT. Asuransi