• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ISI UJARAN KEBENCIAN CERAMAH HABIB BAHAR KEPADA PRESIDEN JOKOWI DI MEDIA SOSIAL YOUTUBE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS ISI UJARAN KEBENCIAN CERAMAH HABIB BAHAR KEPADA PRESIDEN JOKOWI DI MEDIA SOSIAL YOUTUBE"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIAL YOUTUBE

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

MAULIDA WAHID NIM: 11150510000023

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1440 H / 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

iv ABSTRAK

MAULIDA WAHID, 11150510000023, Analisis Isi Ujaran Kebencian Ceramah Habib Bahar Kepada Presiden Jokowi di Media Sosial Youtube, 2019

“Analisis Isi Ujaran Kebencian Ceramah Habib Bahar Kepada Presiden Jokowi di Media Sosial Youtube” menarik untuk diteliti.

Pertama, kebebasan menggunakan media sosial yang tidak dapat dibendung, sehingga semakin banyak individu yang melanggar batasan-batasan kebebasan menggunakan media sosial. Kedua, ujaran kebencian yang dibuat seseorang dimuka umum untuk tujuan menyebar atau menyulut kebencian sebuah kelompok terhadap kelompok lain, dapat dilakukan melalui berbagai media antara lain ceramah keagamaan maupun media elektronik lainnya. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor penyebab Habib Bahar melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam media sosial youtube dan bagaimanakah efek menanggulangi mengenai ceramah Habib Bahar melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech)dalam media sosial youtube.

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis isi. Jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Narasumber dalam akun youtube Talkshow tvOne dan News & Entertainment terdiri dari Habib Bahar, Ustadz Gus Miftah dan Masyarakat. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.

Temuan data penelitian ini pertama, berasal dari dalam diri individu diantaranya keadaan psikologis dan kejiwaan individu.

Faktor lainnya berasal dari luar diri individu. Diantaranya faktor lingkungan, faktor kurangnya kontrol sosial, faktor kepentingan masyarakat, faktor ketidaktahuan masyarakat, faktor politik yang lebih sering menjadi penyebab serta paling berpengaruh diantaranya faktor agama, faktor sarana fasilitas dan kemajuan

(6)

v

teknologi, dan faktor dari dalam diri individu. Kedua, efek penanggulangan yang dilakukan komunikator dan komunikan dapat dilakukan dengan cara, yakni kognitif, afektif dan behavioral.

Kata kunci: Ujaran Kebencian (Hate Speech), Habib Bahar, Media Sosial Youtube

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Raabbil‟alamin, tidak ada kata terindah yang terucap dari lisan maupun terbesit dalam hati penulis selain rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga jari jemari ini mampu menuangkan kata demi kata untuk menjadi sebuah karya yang bermakna.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabiyullah Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang tinggi akan peradaban dan budi pekerti yang luhur.

Suka dan cita mengiringi pembuatan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas ikut serta membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Dengan kerendahan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Suparto, M.Ed, Ph.D., Wakil Dekan I Bidang Akademik Dr. Siti Napsiyah, S.Ag., Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum Dr. Sihabudin Noor, M.Ag., serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Dr. Cecep Castrawijaya, M.A.

2. Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Dr. Armawati Arbi, M.Si, serta Sekretaris Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Dr. Edi Amin, M.A.

(8)

vii

3. Terima Kasih banyak kepada Bapak Dr. Sihabudin Noor, M.Ag sebagai Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Terima Kasih atas bimbingan, ilmu, dan pencerahan yang telah Bapak berikan selama mengerjakan skripsi.

4. Segenap dosen, karyawan dan staf Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang namanya tidak dapat penulis sabutkan satu persatu. Terima Kasih atas ilmu dan dedikasi yang diberikan kepada peneliti.

Menjadi amal saleh yang terus mengalir

5. Kedua orang tua saya, Ayahanda Mugni Wahid, S.Ag dan Ibunda Ani Suharni atas doa yang tiada putus, kesabaran yang tiada bertepi dan kasih sayang yang tiada henti.

6. Saudara-saudari saya, Aaz Fauzi Wahid dan Kesha Apriani Wahid. Terima Kasih atas dukungan yang diberikan.

7. Yang tersayang, Noufal Arif Muhajir Al-Batawi. Terima Kasih atas perhatian semangat, dukungan dan kasih sayang yang tiada henti.

8. Sahabat tersayang, Ihda Ainin Nawawi, Ryandita Azlia Putri, Sivaul Fuadah, Risha Shafira Deskhansa, Silvie Fauziah, Bella Descia Pratiwi Ruhiyat, Mega Wulandari, Wahyuni, Rismaya Fitria Utami, Alifiya Tazkia, Winda Fadillah. Terima Kasih atas perhatian dan dukungan serta menemani untuk menyusun skripsi.

(9)

viii

9. Teman-teman KPI A angkatan 2015 yang selalu menjadi teman berjuang dari awal perkuliahan hingga lulus.

10. Seluruh besar KPI angkatan 2015 yang sudah memberikan inspirasi kepada penulis.

11. KKN Pencakar Langit, Terima Kasih atas pengalaman tak terlupakan selama sebulan di lokasi KKN.

12. Orang-orang yang telah memberikan dukungan, mohon maaf penulis belum cantumkan namanya.

Peneliti berharap semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikianlah pengantar yang dapat peneliti sampaikan, akhir kata peneliti mohon maaf jika terdapat kesalahan penulisan dalam skripsi ini.

Jakarta, 03 Juli 2019

Maulida Wahid

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...

PERNYATAAN...i

LEMBAR PENGESAHAN...iii

ABSTRAK...iv

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...i

BAB I PENDAHULUAN…………...………...1

A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Permasalahan dan Batasan Masalah………...8

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian………...9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual………...10

E. Kajian Terdahulu………..23

F. Sistematika Penulisan………...26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………...………..28

A. Pengertian Ujaran Kebencian………...28

B. Teori Penyebab dan Akibat Ujaran Kebencian…………....32

C. Efek Penanggulangan Ujaran Kebencian………...39

D. Tinjauan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam Islam dan Media Sosial……….40

BAB III METODE PENELITIAN………..55

A. Pendekatan Masalah………...55

B. Subjek dan Objek Penelitian………...56

C. Sumber dan Jenis Data……….56

D. Penentuan Narasumber………...57

(11)

x

E. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data………..58

F. Analisis Data………...59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……....60

A. Faktor Penyebab Habib Bahar Melakukan Ujaran Kebencian Kepada Presiden Jokowi dalam Media Sosial Youtube…...62

B. Efek Penanggulangan Habib Bahar Melakukan Ujaran Kebencian Kepada Presiden Jokowi dalam Media Sosial Youtube………....87

BAB V PENUTUP………..93

A. Kesimpulan………...93

B. Saran………...94

DAFTAR PUSTAKA……….96

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

“Analisis Isi Ujaran Kebencian Ceramah Habib Bahar kepada Presiden Jokowi di Media Sosial Youtube”.Menarik untuk diteliti pertama, karena adanya kebebasan menggunakan media sosial yang tidak dapat dibendung, sehingga semakin banyak individu yang melanggar batasan-batasan kebebasan menggunakan media sosial. Kedua, ujaran kebencian yang dibuat seseorang dimuka umum untuk tujuan menyebar atau menyulut kebencian sebuah kelompok terhadap kelompok lain, dapat dilakukan melalui berbagai media antara lain ceramah keagamaan maupun media elektronik lainnya.

Masalah dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor penyebab Habib Bahar melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam media sosial youtube dan bagaimanakah efek menanggulangi mengenai ceramah Habib Bahar melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech)dalam media sosial youtube.

Media sosial mempunyai ciri-ciri yaitu pesan yang disampaikan hanya untuk satu orang saja namun bisa ke berbagai banyak orang. Pesan yang disampaikan bebas tanpa harus melalui suatu Gatekeeper. Pesan yang disampaikan bebas cenderung lebih cepat dibanding media lainnya, dan penerima pesan yang menentukan waktu interaksi.

(13)

Dalam teori Stimulus Organism Respons juga memandang bahwa pesan dipersepsikan dan didistribusikan secara sistematik dan dalam skala yang luas. Pesan, karenanya tidak ditujukan kepada orang dalam kapasitasnya sebagai individu, tapi sebagai sebagian dari masyarakat.

Untuk mendistribusikan pesan sebanyak mungkin, penggunaan teknologi merupakan keharusan. Sedangkan individu yang tidak terjangkau oleh terpaan pesan, diasumsikan tidak akan terpengaruh oleh isi pesan.1

Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau sering disebut dengan media sosial (social media) seperti Youtube, Facebook, Twitter, Skype dan sebagainya merupakan media yang digunakan untuk mempublikasikan konten profil, aktivitas atau bahkan pendapat pengguna juga sebagai media yang memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial di ruang siber.2

Media sosial menjanjikan kemudahan berkomunikasi bagi manusia. Kebebasan berselancar di media sosial seperti menjadi sebuah kebutuhan primer bagi setiap lapisan masyarakat Indonesia. Memiliki akun media sosial sudah seperti hal yang lazim, bahkan ketika seseorang tidak memliki akun media sosial seperti tidak mengikuti zaman. Media sosial yang kini dapat memfasilitasi orang-orang untuk menyalurkan ekspresi serta mengeluarkan gagasan dengan bebas. Dengan beragam kemudahan yang ditawarkan oleh

1Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta:

Kencana, 2005), h. 22.

2Dr. Rulli Nasrullah, M. Si, Cyber Media, (Yogyakarta: IDEA Press), h. 43.

(14)

media sosial, maka semakin banyak pula masyarakat yang menggunakannya.

Secara konsep, peran media sosial adalah untuk bertukar informasi forum diskusi. Bahkan, media sosial dapat disebut sebagai ruang publik baru (new public sphere) karena karakter yang dimiliki oleh media sosial. Media sosial memungkinkan setiap orang dapat memberikan informasi, hampir bisa disebut setiap orang dapat berperan sebagai produsen informasi, karena ketika sudah tersebar satu berita dan disebar oleh pengguna aktif lainnya, dan begitu selanjutnya secara berulang. Sehingga semua orang pengguna media sosial dapat disebut sebagai produsen informasi.

Pengguna media sosial di Indonesia semakin meningkat. Dengan terbukanya beragam akses komunikasi di dunia maya, media sosial menjadi salah satu hal yang tidak dapat ditinggalkan atau tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Dirunut dari tahun 2017, pengguna media sosial di Indonesua terus meningkat. Berdasarkan data Asosiasi Pengguna Jaringan Internet Indonesia (APJII) per Januari 2017 menyebut ada 143,26 juta pengguna internet dan media sosial di Indonesia, dan diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat. Berbagai kemudahan termasuk forum diskusi banyak digunakan oleh para pegiat media sosial. Terlihat

(15)

dalam beberapa penelitian membuktikan adanya peningkatan intensitas diskusi di media sosial dalam berbagai bidang.3

Keluasan serta keterbukaan yang menjadi karakter utama dari media sosial membuat para pengguna terkadang tidak memahami batasan-batasan yang seharusnya tidak mereka lewati. Dengan kebebasan berselancar di media sosial, seseorang dapat dengan mudah mengutarakan ekspresinya dan terkadang menimbulkan beberapa efek negatif. Salah satunya yang terlihat jelas adalah hadir dan meningkatnya intensitas ujaran kebencian.

Ujaran kebencian merupakan ucapan atau tulisan yang dibuat seseorang dimuka umum untuk tujuan menyebar atau menyulut kebencian sebuah kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda baik ras, agama, keyakinan gender, etnis, kecacatan dan orientasi seksual.4

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa: menghina adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang.

Yang diserang ini biasanya merasa malu.5 Objek penghinaan adalah berupa rasa harga diri atau martabat mengenai

3Lihat di Anna Triwiwjayati, dkk, Gaya Pengambilan Keputusan Pembelian Pakaian Secara Online Pada Generasi Z Indonesia. Jur. Ilm. Kel.

& Kons, Vol. 11, No. 1, September 2018, h. 1.

4Pia Khoirotun Nisa, “Sosiologi Komunikasi Massa Dalam Teori dan Praktek”, (Jakarta, 2016), h. 84

5R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap Pasal demi Pasal, (Bogor, Politea; 1991), h. 225.

(16)

kehormatan dan mengenai nama baik orang baik bersifat individual ataupun komunal (kelompok).

Kasus mengenai ujaran kebencian kerap kali terjadi di Indonesia, dengan alasan kebebasan berekspresi di media sosial bukan berarti tidak ada batasannya.Indonesia sebenarnya sudah punya aturan tersendiri mengenai ujaran kebencian di sosial media. UU NO. 40 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang biasa kita kenal dengan UU ITE. Di Indonesia, pers dianggap sebagai lembaga sosial yang menjadi alat komunikasi massal, sistem pers di Indonesia sudah mengalami beberapa perubahan dalam beberapa undang-undang, antara lain UU No. 11 Th 1996 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pers dan UU no. 40 th. 1999 tentang Pers.6 Dalam undang-undang terakhir tahun 1999, pers didefinisikan sebagai lembaga sosial dan bahan komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Dalam Social Responsibilty ini dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi pers sebagai pelayan masyarakat. Selain itu, dengan Social Responsibility, pers diharapkan dapat melaksanakan kontrol sosial, sehingga pers tidak hanya merupakan milik individu yang bekerja untuk kepentingan

6Lihat di Bachruddin Jusuf habibie, Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, digi-journalism, h. 1-11.

(17)

pribadi semata, tetapi pers dapat menjadi milik masyarakat yang melayani dan berusaha menghilangkan kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat.7

Sementara itu segala aktivitas pers tergantung pada falsafah yang dianut oleh masyarakat dimana pers itu berada, Lyod Sommerlad menyatakan, sebagai institusi sosial, pers mempunyai fungsi dan sifat yang berbeda tergantung pada sistem politik dan ekonomi.Kebebasan pers (freedom of the press) adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan menerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah. Melalui kebebasan pers masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri. Karena itu, media dapat dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sebab, internet memberi kemudahan akses warga dalam membuat akun di situs jejaring sosial hingga membuat situs sendiri pada kenyataannya menambah sumber- sumber untuk memproduksi dan mendistribusikan media.8

Padahal, media pers (cetak, radio, televisi, online,) dan wartawan atau jurnalis sesungguhnya merupakan kepanjangan

7Lihat di Inge Hutagalung, Dinamika Sistem Pers di Indonesia, JURNAL INTERAKSI, Vol. II, No. 2, Juli 2013, h. 54.

8Dr. Rulli Nasrullah, M. Si, Cyber Media, (Yogyakarta: IDEA Press, 2013), h. 47.

(18)

tangan dari hak-hak sipil publik, masyarakat umum atau dalam bahasa politik desebut rakyat. Dimana kekuasaan berada di tangan rakyat, publik punya hak mkontrol terhadap kekuasaan agar tidak terjadi penyalah gunaan kekuasaan. Dalam kondisi itulah dibutuhkan pers yang secara bebas dapat mewakili publik untuk mengakses informasi. Maka dari itu social responsibility dan freedom of the press saling berkaitan.

Beragam kasus mengenai ujaran kebencian kerap muncul mewarnai dinamika media sosial masyarakat Indonesia. Belum lama ini, ujaran kebencian telah sampai di tataran orang nomor satu di Indonesia, Presiden Jokowi. Salah satu akun youtube telah mengundang pro dan kontra, di dalam debatnya Ali Mochtar bersama Habib Bahar selaku ulama, ia mengatakan bahwa, Imam Ahmad di dalam hadisnya adalah “Siapa yang menghina pemimpinnya, maka Allah akan menghina dia”.

Dan adapun surat Al-Hujuraat Ayat 12-13 yang berbunyi :











































































































Yang artinya adalah “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka (kecurigaan),

(19)

sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?Tentu kamu merasa jijik.Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”(12).“Wahai manusia!

Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti” (13).9

Tentu bukan hal yang asing lagi di telinga ketika disebut namaHabib Bahar. Habib Bahar memulai aksi perlakuan ujaran kebencian terhadap presiden Jokowi dalam pidatonya di panggung acara ikhtitam di Palembang. Isi ceramah Habib Bahar berdurasi 2 menit yang viral di media sosial khususnya youtube mengandung ujaran kebencian yang menyebut Jokowi pengkhianat, banci, bahkan menilai bahwa Jokowi yang sebelumnya merupakan penjual mebel, tidak pantas menjadi Presiden RI. Habib Bahar membuat ujaran kebencian terhadap presiden Jokowi sampai tersebar di seluruh media sosial.

B. Permasalahan dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah

9Lihat di Ahmad Thamyis “Konsep Pemimpin dalam Islam (Analisis terhadap Pemikiran Politik Al-Mawardi), h. 66.

(20)

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Apa saja yang menjadi faktor penyebab Habib Bahar melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) kepada Presiden Jokowi dalam Media Sosial?

b. Bagaimanakah efek penonton mengenai Habib Bahar yang telah melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) kepada Presiden Jokowi dalam Media Sosial?

2. Batasan Masalah

Mengingat luasnya kajian ilmu dakwah dan komunikasi, dalam penelitian ini, penulis membuat pembatasan penelitian yang ada di masalah penelitian terpilih. Pembatasan penelitian terletak pada isi video ceramah Habib Bahar dalam Media Sosial Youtube dan pada umumnya melihat literatur-literatur yang terkait dalam pokok pembahasan ini, penelitian ini dilakukan pada tahun 2019.

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:

a. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan pelaku melakukan ujaran kebencian (Hate Speech) dalam media sosial.

(21)

b. Untuk mengetahui efek penonton yang dilakukan Habib Bahar karena telah melakukan ujaran kebencian (Hate Speech) dalam media sosial.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis hasil penelitian diharapkan memberikan masukan bagi perkembangan ilmu dakwah dan komunikasi khususnya dakwah tentang faktor penyebab Habib Bahar melakukan ujaran kebencian (Hate Speech) dalam media sosial.

b. Diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang mengambil jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dalam mencari sebuah informasi.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka teoritis

Kerangka teoritis merupakan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi yang dianggap relevan. 10 Membahas permasalahan dalam penelitian ini penulis mencoba mengadakan pendekatan- pendekatan menggunakan teori penyebab dan akibat terjadinya ujaran kebencian dan efek penanggulangan ujaran kebencian atau kejahatan.

3 Prof. Dr. Hamidi, M.Si. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi.

cet. 3 (Malang: UMM Press, 2010), hal.02.

(22)

Faktor-faktor ini berpokok pangkal pada lingkungan di luar dari diri manusia (ekstern) terutama hal yang mempunyai hubungan dengan timbulnya kejahatan.11

a. Faktor Ekonomi

Perkembangan perekonomian di abad modern, ketika tumbuh persaingan bebas, menghidupkan daya minat masyarakat dengan memasang iklan-iklan dan sebagainya. Hal ini cenderung menimbulkan keinginan-keinginan untuk memiliki barang atau uang sebanyak-banyaknya sehingga dengan demikian, seseorang mempunyai kecendrungan pula untuk mempersiapkan diri dalam berbagai cara penipuan dan sebagainya.

b. Faktor Agama

Norma-norma yang terkandung di dalam agama semua mengajarkan kebenaran dan kebaikan, dan agama itu senantiasa baik dan membimbing manusia kearah jalan yang diharuskan, maka tidak akan berbuat hal-hal yang merugikan orang lain termasuk tindakan mengujar kebencian. Sebaliknya, jika agama itu tidak berfungsi bagi manusia, hanya sekedar lambang saja, maka tidak berarti sama sekali, bahkan iman manusia akan menjadi lemah.

c. Faktor Bacaan

11Soejono, D, Doktrin-Doktrin Kriminologi, hal. 42.

(23)

Faktor yang dapat menimbulkan kejahatan atau ujaran kebencian yaitu faktor bacaan yang buruk, porno, kriminal contohnya mulai cerita-cerita, menghina orang, gambar erotic, dan pornografi, dan yang berhubungan dengan seksm sehingga cenderung dapat memberikan dorongan terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum atau kejahatan.

d. Faktor Film (termasuk televisi)

Pengaruh film terhadap timbulnya kejahatan atau mengujar kebencian hampir sama dengan pengaruh bacaan, hanya bedanya terletak pada khayalan si pembaca atau penonton. Bacaan dapat menimbulkan khayalan secara tidak langsung tentang kejadian yang dibacanya, sedangkan penonton dapat langsung menganalohikan dirinya pada film yang sedang ditontonnya.

2. Teori Stimulus Organism Respons (S-O-R) Melvin De Fleur

Teori komunikasi massa yang dimengerti. Paul Lazarsfeld dan Robert Merton telah mendiskusikan kecenderungan komunikasi massa untuk memperkuat status qou ekonomi dan sosial, dan ahli teori komunikasi Joseph Klapper telah menunjukkan bahwa dampak umum komunikasi massa adalah penguatan sikap.12

12Werner J. Severin, james W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, & Terapan, h. 146-147

(24)

Kerangka teori ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan dipakai sebagai suatu landasan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model teori Stimulus Organism Respons atau juga bisa disebut teori jarum hipodermik. Model ini mempunyai asumsi bahwa komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan dan media) yang amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Dikatakan dengan model teori jarum suntik atau stimulus organism respons karena dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi disuntikkan langsung dalam jiwa komunikan. Model ini juga disebut dengan Bullet Theory (teori peluru) karena komunikan dianggap secara pasif menerima suatu pesan-pesan komunikasi.13

Teori stimulus organism respons juga memandang bahwa pesan dipersepsikan dan didistribusikan secara sistematik dan dalam skala yang luas. Pesan, karenanya tidak ditujukan kepada orang dalam kapasitasnya sebagai individu, tapi sebagai sebagian dari masyarakat. Untuk mendistribusikan pesan sebanyak mungkin, penggunaan teknologi merupakan keharusan. Sedangkan individu yang tidak terjangkau oleh terpaan pesan, diasumsikan tidak akan terpengaruh oleh isi pesan.14

13Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, cet. 8, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000) h. 6.

14Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta:

Kencana, 2005), h. 22.

(25)

Asumsi dasar teori ini bahwa dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek “how” bukan “what” dan “why”. Jelasnya “how to communicate”, dalam hal ini “how to change the attitude”, bagaimana mengubah sikap komunikan. 15 Untuk memahami bagaimana media (konten pesan ceramah mengenai ujaran kebencian Habib Bahar kepada Presiden Jokowi di Youtube) menimbulkan sikap, maka langkah pertama adalah:

a. Stimulus (konten pesan dari ceramah Habib Bahar melakukan ujaran kebencian kepada Presiden Jokowi di youtube) yang diberikan kepada organism (penonton) dapat diterima atau ditolak, maka proses selanjutnya terhenti. Ini berarti bahwa stimulus (konten pesan dari ceramah Habib Bahar melakukan ujaran kebencian kepada Presiden Jokowi di youtube) tidak efektif dalam mempengaruhi organism (penonton), maka tidak ada perhatian dari organism (penonton). Dalam hal ini stimulus (konten dari ceramah Habib Bahar melakukan ujaran kebencian kepada Presiden Jokowi di youtube) adalah efektif dan ada reaksi.

b. Langkah berikutnya adalah stimulus (konten pesan dari ceramah Habib Bahar melakukan ujaran

15Prof. Dr. H.M. Burhan Bungin, S.Sos. M.Si, Sosiologi Komunikasi (Teori Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat), cet.

Ke 5 (Jakarta: Kencana, 2006), h. 281.

(26)

kebencian kepada Presiden Jokowi di youtube) telah mendapat perhatian dari organism (penonton), maka proses selanjutnya adalah mengerti terhadap stimulus (konten pesan dari ceramah Habib Bahar melakukan ujaran kebencian kepada Presiden Jokowi di youtube) atau correctly comprehended. Kemampuan dari organism (penonton) inilah yang dapat melanjutkan proses berikutnya.

c. Langkah terakhir adalah bahwa organism (penonton) dapat menerima secara baik apa yang telah diolah sehingga terjadi kejadian untuk perubahan sikap.

Fokus penelitian dalam teori ini adalah pada efek atau akibat pesan media diantaranya:

a. Efek Kognitif

Akibat yang timbul pada diri komunikan sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan membahas tentang bagimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya.

b. Efek Afektif

Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak diharapkan dapat terus merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, benci, marah dan sebagainya.

c. Efek Beharvioral

(27)

Merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku tindakan atau kegiatan.16 3. Konseptual

a. Ujaran Kebencian

Dalam era sekarang,kebebasan berpendapat sudah menjadi hak bagi setiap orang.Setiap individu dapat bebas berekspresi di media sosial. Semenjak hadirnya kebebasan di media sosial, maka mulai dikenal kata ujaran kebencian atauhate speech di media sosial, dimana seseorang tanpa beban dapat menghina, mengejek atau membully orang yang tidak ia sukai di media sosial, bahkan sampai bisa melakukan pencemaran nama baik.Dalam ujaran kebencian memiliki tujuh komponen sehingga seseorang dapat dikatakan telah melakukan ujaran kebencian diantaranya: pernyataan penghinaan, pencemaran nama baik, pembohongan publik, memprovokasi, penistaan, penghasut dan kebencian.17

b. Media Sosial

Media merupakan salah satu hal yang tidak asing lagi di telinga masyarakat global.Hampir sebagian besar masyarakat dunia melakukan komunikasi melalui media.Dengan segala kemudahan yang ditawarkan, media menjadi suatu alat yang sangat digandrungi

16Warner J. Severin, “Teori Komunikasi (Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa)”, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 16.

17 Pia Khoirotun Nisa, “Sosiologi Komunikasi Massa Dalam Teori dan Praktek”, (Jakarta, 2016), h. 85

(28)

masyarakat untuk berkomunikasi.Definisi media sosial menurut Kaplan dan Haenlein adalah sekelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun atas dasar ideologis dan teknologi web 2.0 yang memungkinkan terjadi penciptaan dan pertukaran yang dihasilkan dari pengguna konten.18

Pengertian dari web 2.0 adalah internet generasi kedua, dimana internet generasi kedua ini lebih baik dari pada generasi pertama.Pada generasi pertama hanya digunakan untuk mencari informasi dan hanya orang- orang yang memiliki pengetahuan teknis saja yang bisa memanfaatkan potensi internet, maka digenerasi kedua ini dibuat sedemikian rupa sehingga semua orang bahkan orang awam bisa memanfaatkan internet untuk berinteraksi dan bersosialisasi.19

Sehingga dapat dikatakan bahwa media sosial merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk membuka komunikasi dua arah secara interaktif dan memberikan kesempatan untuk bertukar informasi serta ruang untuk kebebasan berekspresi.

Media sosial dapat diartikan sebagai medium di internet yang memungkinkan pengguna mempresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja

18Kaplan dan Haenlein, “Users of the Worlds,Unite!TheChallenge and opportunities of Social Media”. Bussines Horizon 2010, h.59

19 Andy Shera, Step by Step internet marketing, (Jakarta: Pt Elex Media Kompetindo), h. 119

(29)

sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial secara virtual. 20

Sehingga satu hal yang wajar ketika seseorang menjadikan media sosial sebagai tempat berekspresi dan berkarya secara bebas tanpa batasan.Meskipun banyak kesamaan antara media sosial dan media siber, namun ada perbadaan diantara keduanya.Dimana ada beberapa karakteristik dari media sosial yang tidak dimiliki oleh media siber. Berikut adalah karakteristik dari media sosial:

c. Pesan

Suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang atau bahasa lainnya disampaikan kepada orang lain.21

Kemudian pesan ini juga bisa disampaikan secara bebas, tidak harus melalui Gatekeeper.Selain itu, penyampaian pesan di media sosial juga cenderung jauh lebih cepat daripada media lainnya.Ciri terakhir bahwa yang menentukan waktu untuk berinteraksi adalah si penerima pesan.

d. Jaringan (Network) Antar Pengguna

Media sosial memilki karakter jaringan sosial.Media sosial terbangun dari struktur sosial yang

20Rulli Nasrullah, Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h. 11

21Effendy, Management Information Systems, (Bandung: Mandar Maju, 1989), h. 224.

(30)

terbentuk di dalam jaringan atau internet.Jaringan yang terbentuk antar pengguna merupakan jaringan yang secara teknologi dimediasi oleh perangkat teknologi, seperti komputer, telepon genggam, atau tablet.Jaringan yang dimaksud sebagai karakteristik media sosial adalah media sosial pada dasarnya terbentuk dari sistem yang berjejaring atau manusia yang saling terkoneksi dengan bantuan teknologi.22 e. Informasi

Informasi dapat dikatakan sebagai entitas penting dalam media sosial. Sebab tidak seperti media lain di internet, pengguna media sosial mengkreasikan representasi identitasnya, memproduksi konten, dan melakukan informasi berdasarkan informasi. Bahkan informasi menjadi semacam komoditas dalam masyarakat informasi.Informasi diproduksi, dipertukarkan, dan dikonsumsi yang menjadikan suatu informasi tersebut bernilai.23

f. Arsip

Bagi pengguna maedia sosial, arsip menjadi sebuah karakter yang menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bisa diakses kapanpun dan melalui perangkat apapun arsip juga merupakan salah satu

22Lihat di Jalu Aji Pamungkas, Tindak Pidana Ujaran Kebencian di Media Sosial (Analisis Putusan PN Jakarta Selatan No. 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt-Sel), repository.Uinjkt.ac.id, h. 30.

23Lihat di Neng Dewi Kurnia, dkk, Hubungan Pemanfaatan Media Sosial Instagram dengan Kemampuan Literasi Media di UPT Perpustakaan ITENAS. Tahun 8, Vol. 8, No. 1, Mei 2018, h. 4.

(31)

kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial.

Dengan mudahnya seseorang yang menyimpan data di media sosial, dapat mengunggahnya lagi atau melihatnya lagi kapan saja. Setiap informasi yang diunggah tidak akan hilang begitu saja saat pergantian hari, bulan maupun tahun.24

g. Interaksi

Secara sederhana, interaksi yang terjadi di media sosial minimal berbentuk saling mengomentari atau memberikan tanda tanda yang ada di media sosial.

Seperti halnya ketika kita melihat seseorang mengunggah foto, kita bisa berinteraksi dengan orang tersebut dengan cara memberikan like ataupun komentar. 25

h. Simulasi Sosial

Dalam pemahaman simulasi, dapat dilihat dari karya Jean Boudrillard yang membahas mengenai.

Boudrillard mengungkapkan makna simulasi bahwa kesadaran akan yang real di benak khalayak semakin berkurang dan tergantukan dengan realitas semu. Hal tersebut disebabkan oleh adanya imaji yang disajikan media secara terus menerus. Khalayak seolah tidak

24Zulfikri Amsyah, Manajemen Kearsipan, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2003), h. 5.

25Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005), h. 23.

(32)

dapat membedakan antara yang nyata dan yang ada di layar kaca.26

i. Konten Oleh Pengguna

Hal yang menjadi basis dari media sosial adalah kekayaan informasi, karena setiap individu berhak mengunggah informasi apapun. Oleh karena itulah term ini menunjukkan bahwa setiap konten di media sosial sepenuhnya milik dan berdasarkan kontribusi masing-masing individu atau pemilik akun.27

j. Penyebaran

Penyebaran merupakan karakter lainnya dari media sosial. Medium ini tidak hanya menghasilkan konten yang dibangun dari dan dikonsumsi oleh penggunanya, tetapi juga didistribusikan sekaligus dikembangkan oleh penggunanya. Praktik ini menunjukkan bahwa khalyak aktif menyebarkan konten sekaligus mengembangkannya.

k. Level Realitas di Media Sosial

Sebuah realitas yang terjadi di media sosial bisa dilihat melalui dua konsep, yakni konten dan bentuk (form) media sosial. Menurut Taylor dan Every sebuah aksi dari komunikasi dan interaksi yang terjadi di

26Lihat di Neng Dewi Kurnia, dkk, Hubungan Pemanfaatan Media Sosial Instagram dengan Kemampuan Literasi Media di UPT Perpustakaan ITENAS. Tahun 8, Vol. 8, No. 1, Mei 2018, h. 4.

27Lihat di Neng Dewi Kurnia, dkk, Hubungan Pemanfaatan Media Sosial Instagram dengan Kemampuan Literasi Media di UPT Perpustakaan ITENAS. Tahun 8, Vol. 8, No. 1, Mei 2018, h. 5.

(33)

internet harus dilihat pula dari apa yang membawa (site) komunikasi itu dan apa yang tampak dari yang disampaikan. Berdasarkan hal tersebut, realitas sosial di media siber yang ada di media sosial bisa dibagi ke dalam dua kerangka besar, yakni level mikro maupun makro. Level mikro berada dan merujuk pada teks yang dikonstruksi oleh pengguna, sedangkan level makro merujuk pada konteks yang mengelilingi teks.28

Ada empat level dalam realitas sosial siber di media sosial. Level-level ini bisa juga digunakan sebagai panduan dalam meneliti realitas dan hubungannya antara online- offline.29 Level-level tersebut antara lain:

a) Ruang Media (Media Space) b) Dokumen Media (Media Archive) c) Level Objek Media (Media Object) d) Level pengalaman (Experiential Stories) l. Youtube

Youtube merupakan sebuah website yang memfasilitasi penggunanya untuk berbagi video yang mereka miliki, atau sebatas menikmati berbagai video klip yang diunggah oleh berbagai pihak. Terdapat berbagai macam video yang dapat diunggah ke situs ini, seperti

28Rulli Nasrullah, Media Sosial, h. 59.

29Rulli Nasrullah, Media Sosial, h. 60.

(34)

misalnya video edukasi, film pendek, trailer film dan masih banyak lagi.30

E. Kajian Terdahulu

Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi pada Perpustakaan Utama, Repository.com dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ada beberapa skripsi yang fokusnya sama, yaitu mengenai penerapan teori Stimulus Organism Respon (SOR) dan penelitian kualitatif, namun belum ada satupun yang mengambil objek penelitian pada ceramah Habib Bahar di youtube.

Beberapa skripsi yang menjadi referensi atau pembanding yang penulis pelajari, diantaranya adalah:

1. Skripsi yang pertama ialah karya Endah Sri Rahayu, mengenai “Ujaran Kebencian di Media Sosial (Studi Sikap Komunikasi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Angkatan 2012)”, yang ditulis oleh Endah Sri Rahayu, mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sikap mahasiswa terhadap ujaran kebencian di media sosial.

Perbedaan dan persamaan antara kajian terdahulu dengan apa yang menjadi judul penulis adalah mengenai objek dan

30Lihat di Fatty Faiqah, dkk, Youtube Sebagai Sarana Komunikasi bagi Komunitas Makassarvidgram, Jurnal Komunikasi KAREBA, Vol. 5, No.

2, Desember 2016, h. 259.

(35)

subjek Penelitian. Pada skripsi yang ditulis oleh Endah Sri Rahayu, yang membahas tentang “Ujaran Kebencian di Media Sosial (Studi Sikap Komunikasi Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Angkatan 2012)”.

Pada skripsi ini sama-sama meneliti ujaran di media sosial dan menggunakan metode analisis kualitatif. Perbedaannya terletak pada objek Penelitian, objek yang penulis teliti adalah mengenai ujaran kebencian terhadap sikap mahasiswa prodi komunikasi dan penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Angkatan 2012.

2. Skripsi yang kedua ialah karya Rizki Amalia, mengenai

“Efek Tayangan On The Spot Terhadap Pesan Media Massa Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman”, yang ditulis oleh Rizki Amalia mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawaran, tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa sikap mahasiswa terhadap tayangan On The Spot terhadap pesan media massa.

Perbedaan dan persamaan antara kajian terdahulu dengan apa yang menjadi judul penulis adalah mengenai objek dan subjek Penelitian. Pada skripsi yang ditulis oleh Rizki Amalia, yang membahas tentang “Efek Tayangan On The Spot Terhadap Pesan Media Massa Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman”. Pada skripsi ini sama-sama meneliti masalah pada media sosial dan menggunakan teori efek komunikasi massa yaitu efek kognitif, efek afektif dan efek behavioral. Perbedaannya

(36)

terletak pada subjek dan objek Penelitian, objek yang penulis teliti adalah mengenai ujaran efek tayangan on the spot terhadap pesan media massa bagi mahasiswa prodi komunikasi di Universitas Mulawarman dan menggunakan metode analisis kuantitatif.

3. Skripsi yang ketiga ialah karya Meri Febriyani, mengenai “Analisis Faktor Penyebab Pelaku Melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam Media Sosial”, yang ditulis oleh Meri Febriyani, mahasiswi Jurusan Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Lampung Bandar Lampung, tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor dan penyebab pelaku melakukan ujaran kebencian di media sosial.

Perbedaan dan persamaan antara kajian terdahulu dengan apa yang menjadi judul penulis adalah mengenai objek dan subjek Penelitian. Pada skripsi yang ditulis oleh Meri Febriyani, yang membahas tentang “Analisis Faktor Penyebab Pelaku Melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam Media Sosial”. Pada skripsi ini sama-sama meneliti ujaran kebencian di media sosial konsep pembahasan dan menggunakan metode analisis isi kualitatif. Perbedaannya terletak pada subjek dan objek Penelitian, subjek dan objek yang penulis teliti adalah mengenai Analisis Faktor Penyebab Pelaku Melakukan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam Media Sosial.

4. Skripsi yang keempat ialah karya Kiki Rizkiyah Albarikah, mengenai “Pesan Moral Dalam Film (Analisis

(37)

Isi Kualitatif Pesan Moral Dalam Film Trash)”, yang ditulis oleh Kiki Rizkiyah Albarikah, mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta, tahun 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pesan moral dalam film Trash.

Perbedaan dan persamaan antara kajian terdahulu dengan apa yang menjadi judul penulis adalah mengenai objek dan subjek Penelitian. Pada skripsi yang ditulis oleh Kiki Rizkiyah Albarikah, yang membahas tentang “Pesan Moral Dalam Film (Analisis Isi Kualitatif Pesan Moral Dalam Film Trash)”.Pada skripsi ini sama-sama meneliti di media dan menggunakan metode penelitian analisis isi kualitatif.

Perbedaannya terletak pada objek dan subjek Penelitian, objek yang penulis teliti adalah mengenai pesan moral dalam fim Trash.

F. Sitematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan sistematis, penulis mengklarifikasikan permasalahan dalam beberapa bab yang saling berhubungan dan mengacu pada “Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sistematika penulisan pertama adalah BAB I yaitu PENDAHULUAN yang memuat latar bekalang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian terdahulu dan sistematika penulisan.

(38)

Selanjutnya BAB II yaitu TINJAUAN PUSTAKA yang memuat pengertian dan teori yang mendukung penelitian. Di dalam bab ini dibahas tentang pengertian dan teori, pengertian ujaran kebencian secara umum, pengertian ujaran kebencian secara agama islam, dan teori penyebab dan akibat mengujar kebencian.

BAB III yaitu METODOLOGI PENELITIAN, bab ini menjelaskan metode serta pendekatan penelitian yang digunakan, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data, pengelohan data dan analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN, bab ini membahas mengenai temuan hasil penelitian mengenai analisis isi ceramah Habib Bahar kepada Presiden Jokowi di media sosial youtube.

Yang terakhir BAB V yaitu PENUTUP, merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan juga saran penulis atas permasalahan yang telah diteliti.

(39)

28 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ujaran Kebencian

Ujaran kebencian merupakan ucapan atau tulisan yang dibuat seseorang dimuka umum untuk tujuan menyebar atau menyulut kebencian sebuah kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda baik karna ras, agama, keyakinan gender, etnis kecacatan dan orientasi seksual.

Dalam era sekarang, kebebasan berpendapat sudah menjadi hak bagi setiap orang. Setiap individu dapat bebas berekspresi di media sosial. Semenjak hadirnya kebebasan di media sosial, maka mulai dikenal kata ujaran kebenciam atau hate speech di media sosial, dimana seseorang tanpa beban dapat menghina, mengejek atau membully orang yang tidak ia sukai di media sosial, bahkan sampai bisa melakukan pencemaran nama baik.

Dalam ujaran kebencian memiliki tujuh komponen sehingga seseorang dapat dikatakan telah melakukan ujaran kebencian diantaranya: pernyataan penghinaan, pencemaran nama baik, pembohongan publik, memprovokasi, penistaan, penghasutan dan kebencian.1

Kehadiran situs jejaring sosial (social networking site) atau sering disebut dengan media sosial (social media) seperti Youtube, Facebook, Twitter, Skype dan sebagainya

1Pia Khoirotun Nisa, “Sosiologi Komunikasi Massa Dalam Teori dan Praktek”, (Jakarta, 2016), h. 85.

(40)

merupakan media yang digunakan untuk mempublikasikan konten profil, aktivitas atau bahkan pendapat pengguna seperti hate speech juga sebagai media yang memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial di ruang siber.2

Dalam arti hukum, hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukam yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut. Website yang menggunakan atau menerapkan hate speech ini disebut hate site. Kebanyakan dari situs ini menggunakan forum internet dan berita untuk mempertegas suatu sudut pandang tertentu.

Para kritikus berpendapat bahwa istilah hate speech merupakan contoh modern dari novel Newspeak, ketika hate speech dipakai untuk memberikan kritik secara diam-diam kepada kebijakan sosial yang diimplementasikan dengan buruk dan terburu-buru seakan-akan kebijakan tersebut terlihat benar secara politik.

Menurut R. Susilo menerangkan bahwa yang dimaksud dari “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang terkena dampak hate speech biasanya merasa malu. 3 Menurutnya, penghinaan terhadap satu individu ada 6 macam yaitu:

2Dr. Rulli Nasrullah, M. Si, Cyber Media, (Yogyakarta: IDEA Press).

h. 43.

3R. Susilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1983), h. 12.

(41)

1. Menista secara lisan

2. Menista dengan surat/tertulis 3. Memfitnah

4. Penghinaan ringan

5. Mengadu secara memfitnah 6. Tuduhan secara mefitnah

Semua penghinaan tersebut hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari individu yang terkena dampak penghinaan, kecuali kalau penghinaan tersebut dilakukan kepada seorang pegawai negeri yang sedang melakukan pekerjaannya secara sah.

Dalam arti Islam, Islam sebuah agama yang rahmatan lil alamin yang mengajarkan hubungan keTuhanan dan kemanusiaan secara baik dan benar dengan berbagai macam syarat yang ada didalamnya sebagai hukum dalam melaksanakan sesuatu agar tidak bertentangan dengan larangan agama. Kemanusiaan menuntun untuk kehidupan sosial kemasyarakatan yang sesuai dengan syariat, bertujuan untuk melindungi harkat serta martabat manusia. Setiap perilaku yang merendahkan harkat dan martabat manusia baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat tentu dilarang oleh Allah SWT.4

Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin benar- benar mengharamkan perbuatan menggunjing, mengadu domba, mematai-matai, mengumpat, mencaci maki,

4Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 60.

(42)

memanggil dengan julukan tidak baik, dan perbuatan- perbuatan sejenis yang menyentuh kehormatan atau kemuliaan manusia. Islam pun, menghinakan orang-orang yang melakukan dosa ini, juga mengancam mereka dengan janji yang pedih pada hari kiamat, dan memasukkan mereka dengan golongan orang-orang yang fasik, karena islam bukanlah agama yang mengajarkan untuk merendahkan orang lain.

Ujaran kebencian sangat erat katanya dengan menyangkut harkat dan martabat orang lain, yang berapa penghinaan biasa, fitnah/tuduhan melakukan perbuatan tertentu, berita yang terkait dengan ujaran kebencian sangat besar pengaruhnya dan sangat jauh akibatnya, karena dapat menghancurkan reputasi, keluarga, karir dan kehidupan di dalam masyarakat tentunya. Didalam Alquran Allah SWT, berfirman:

Dalam kitab Tafsir Jalalain, Imam Jalalaludin membagi tiga model karena ujaran kebencian yaitu:

a. Sukhriyyah: yaitu meremehkan atau menganggap remeh orang lain karena sebab tertentu.

b. Lamzu: yaitu menjelek-jelekkan dengan cacian atau hinaan atau dengan kejelekan orang lain.

c. Tanabuz: yaitu model cacian atau penghinaan dengan menyebut atau memanggil lawan bicara dengan sebutan yang jelek, dan sebutan yang paling buruk adalah

(43)

memanggil wahai fasik atau wahai Yahudi pada orang Islam.5

Sementara dalam pandangan al-Ghazali perbuatan yang dilakukan oleh seseorang berupa ujaran kebencian adalah menghina (merendahkan) orang lain di depan manusia atau didepam umum. 6 Sedangkan Abdul Rahman Al-Maliki membagi penghinaan menjadi tiga:

a. Al-Zammu: penisbahan sebuah perkara tertentu kepada seseorang berbentuk sindiran halus yang menyebabkan kemarahan dan pelecehan manusia.

b. Al-Qadhu: segala sesuatu yang berhubungan dengan reputasi dan harga diri tanpa menisbahkan sesyatu hal tertentu.

c. Al-Tahqir: setiap kata yang bersifat celaan atau mengindikasikan pencelaan atau pelecehan.7

B. Teori Penyebab dan Akibat Ujaran Kebencian

Teori Abdulsyani menyatakan bahwa sebab-sebab timbulnya kejahatan atau mengujar kebencian dapat dijumpai dalam berbagai faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejahatan tertentu, sehingga faktor-faktor yang dapat menimbulkan jenis kriminalis:8

1. Faktor Intern

5Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain, (Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2010), h. 428.

6Abdul Hamid Al-Ghazali, Ihyaul Ulumuddin, (Ciputat: Lentera hati, 2003), h. 379.

7Abdurrahman Al-Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam, (Bogor:

Pustaka Thariqul Izzah, 2002), h. 12.

8Abdul Syani, Sosiologi Kriminologi, hal. 44.

(44)

Faktor intern dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Faktor intern yang bersifat khusus, yaitu keadaan psikologis diri individu, antara lain sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental, kebingungan.

b. Faktor intern yang bersifat umum, dapat dikategorikan atas beberapa macam, yaitu umur, jenis kelamin, kedudukan individu di dalam masyarakat, pendidikan individu, masalah rekreasi atau hiburan individu.

2. Faktor Ekstern

Faktor-faktor ini berpokok pangkal pada lingkungan di luar dari diri manusia (ekstern) terutama hal yang mempunyai hubungan dengan timbulnya kejahatan.9

a. Faktor Ekonomi

Perkembangan perekonomian di abad modern, ketika tumbuh persaingan bebas, menghidupkan daya minat masyarakat dengan memasang iklan- iklan dan sebagainya. Hal ini cenderung menimbulkan keinginan-keinginan untuk memiliki barang atau uang sebanyak-banyaknya sehingga dengan demikian, seseorang mempunyai kecendrungan pula untuk mempersiapkan diri dalam berbagai cara penipuan dan sebagainya.

b. Faktor Agama

9Soejono, D, Doktrin-Doktrin Kriminologi, hal. 42.

(45)

Norma-norma yang terkandung di dalam agama semua mengajarkan kebenaran dan kebaikan, dan agama itu senantiasa baik dan membimbing manusia kearah jalan yang diharuskan, maka tidak akan berbuat hal-hal yang merugikan orang lain termasuk tindakan mengujar kebencian.

Sebaliknya, jika agama itu tidak berfungsi bagi manusia, hanya sekedar lambang saja, maka tidak berarti sama sekali, bahkan iman manusia akan menjadi lemah.

c. Faktor Bacaan

Faktor yang dapat menimbulkan kejahatan atau ujaran kebencian yaitu faktor bacaan yang buruk, porno, kriminal contohnya mulai cerita-cerita, menghina orang, gambar erotic, dan pornografi, dan yang berhubungan dengan seksm sehingga cenderung dapat memberikan dorongan terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum atau kejahatan.

d. Faktor Film (termasuk televisi)

Pengaruh film terhadap timbulnya kejahatan atau mengujar kebencian hampir sama dengan pengaruh bacaan, hanya bedanya terletak pada khayalan si pembaca atau penonton. Bacaan dapat menimbulkan khayalan secara tidak langsung tentang kejadian yang dibacanya, sedangkan

(46)

penonton dapat langsung menganalohikan dirinya pada film yang sedang ditontonnya.

Dapat dikatakan bahwa film tidak kalah besar pengaruhnya terhadap timbulnya kejahatan dibandingkan bacaan.

Adapun faktor akibat terjadinya kejahatan atau mengujar kebencian dalam media menurut teori lainnya yaitu sebagai berikut:

1. Teori Stimulus Organism Respons (SOR) Melvin De Fleur

Teori komunikasi massa yang dimengerti. Paul Lazarsfeld dan Robert Merton telah mendiskusikan kecenderungan komunikasi massa untuk memperkuat status qou ekonomi dan sosial, dan ahli teori komunikasi Joseph Klapper telah menunjukkan bahwa dampak umum komunikasi massa adalah penguatan sikap.10

Kerangka teori ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan dipakai sebagai suatu landasan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model teori Stimulus Organism Respons atau juga bisa disebut teori jarum hipodermik. Model ini mempunyai asumsi bahwa komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan dan media) yang amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Dikatakan dengan

10Werner J. Severin, james W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, & Terapan, h. 146-147

(47)

model teori jarum suntik atau stimulus organism respons karena dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi disuntikkan langsung dalam jiwa komunikan. Model ini juga disebut dengan Bullet Theory (teori peluru) karena komunikan dianggap secara pasif menerima suatu pesan-pesan komunikasi.11

Teori stimulus organism respons juga memandang bahwa pesan dipersepsikan dan didistribusikan secara sistematik dan dalam skala yang luas. Pesan, karenanya tidak ditujukan kepada orang dalam kapasitasnya sebagai individu, tapi sebagai sebagian dari masyarakat.

Untuk mendistribusikan pesan sebanyak mungkin, penggunaan teknologi merupakan keharusan. Sedangkan individu yang tidak terjangkau oleh terpaan pesan, diasumsikan tidak akan terpengaruh oleh isi pesan.12

Asumsi dasar teori ini bahwa dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek “how” bukan “what” san “why” jelasnya “how to communicate”, dalam hal ini “how to change the attitude”, bagaimana mengubah sikap komunikan.13 Untuk memahami bagaimana media (isi pesan mengenai ceramah ujaran kebencian Habib Bahar kepada Presiden

11Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, cet. 8, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000) h. 6.

12Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta:

Kencana, 2005), h. 22.

13Prof. Dr. H.M. Burhan Bungin, S.Sos. M.Si, Sosiologi Komunikasi (Teori Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat), cet.

Ke 5 (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 281.

(48)

Jokowi di media sosial youtube) menimbulkan sikap, maka langkah pertama adalah:

a. Stimulus (isi pesan mengenai ceramah ujaran kebencian Habib Bahar kepada Presiden Jokowi di media sosial youtube) yang diberikan kepada organism (penonton) dapat diterima atau ditolak, maka proses selanjutnya terhenti. Ini berarti bahwa stimulus (isi pesan mengenai ceramah ujaran kebencian Habib Bahar kepada Presiden Jokowi di media sosial youtube) tidak efektif dalam mempengaruhi organism (penonton), maka tidak ada perhatian dari organism. Dalam hal ini stimulus (isi pesan mengenai ceramah ujaran kebencian Habib Bahar kepada Presiden Jokowi di media sosial youtube) adalah efektif dan ada reaksi.

b. Langkah berikutnya adalah jika stimulus (isi pesan mengenai ceramah ujaran kebencian Habib Bahar kepada Presiden Jokowi di media sosial youtube) telah mendapat perhatian dari organism (penonton), maka proses selanjutnya adalah mengerti terhadap stimulus (isi pesan mengenai ceramah ujaran kebencian Habib Bahar kepada Presiden Jokowi di media sosial youtube) atau correctly comprehended.

Kemampuan dari organism (penonton) inilah dapat melanjutkan proses berikutnya.

c. Langkah terakhir adalah bahwa organism (penonton) dapat menerima secara baik apa yang

(49)

telah diolah sehingga terjadi kejadian untuk perubahan sikap.14

Fokus skripsi dalam teori ini adalah pada efek pesan diantaranya:

1. Efek Kognitif

Akibat yang timbul pada diri komunikan sifatnya formatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan membahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya.

2. Efek Afektif

Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif.

Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak diharapkan dapat terus merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, benci, marah dan sebagainya.

3. Efek Beharvioral

Efek ini merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku tindakan atau kegiatan.15

14Lihat di Khalikul Bahri, Dampak Film Kartun Terhadap Tingkah Laku Anak (Studi Kasus Pada Gampong Seukeum Bambong Kecamatan Delima Kabupaten Pidie), Skripsi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, repository.ar-raniry.ac.id, 2017, h. 39.

15Warner J. Severin, “Teori Komunikasi (Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa)”, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 16.

(50)

C. Efek Penanggulangan Ujaran Kebencian

Ujaran kebencian dalam keberadaannya dirasakan sangat meresahkan, disamping itu juga kebebasan yang ditawarkan oleh media sosial membuat masyarakat semakin melupakan fungsi sebenarnya dari media sosial. Karena mereka menganggap, melakukan hal tersebut adalah salah satu kebebasan berekspresi yang disajikan oleh media sosial. Juga mengganggu ketertiban dan ketentraman dalam masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menanggulangi ujaran kebencian tersebut. Efek ujaran kebencian yang telah dilakukan masyarakat khususnya Habib Bahar telah menjadi kemarahan bagi masyarakat yang menonton. Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan sambil terus menerus mencari cara paling tepat dan efektif untuk mengatasi masalah tersebut.

Ujaran kebencian adalah masalah sosial yang bisa dilakukan oleh siapapun di seluruh negara semenjak dahulu dan pada hakekatnya merupakan produk dari masyarakat sendiri. Ujaran kebencian menjadi salah satu kejahatan yang sensitif di mata Allah dan hukum bagi negara Indonesia.

Kejahatan dalam arti luar, menyangkut pelanggaran dari norma-norma yang dikenal masyarakat, seperti norma-norma agama, norma-norma hukum. Norma hukum dalam islamdan hukum dalam negara pada umumnya dirumuskan dalam kitab suci al-qur’an dan hadits dan undang-undang yang dipertanggungjawabkan oleh Allah SWT di akhirat dan aparat pemerintah untuk menegakkannya, terutama

(51)

kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Namun, karena kejahatan ujaran kebencian langsung mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, karena setiap orang mendambakan kehidupan bermasyarakat yang tenang dan damai. Menyadari tingginya tingkat kejahatan, maka secara langsung atau tidak langsung mendorong pula perkembangan dari pemberian reaksi terhadap kejahatan yang dilakukan Habib Bahar mengujar kebencian pada hakekatnya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari usaha efek penanggulangan kejahatan mengujar kebencian tersebut.

D. Tinjauan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam Islam dan Media Sosial

1. Konsep-Konsep Ujaran Kebencian (menghina) kepada pemimpin dalam Ajaran Islam

Hakikatnya setiap manusia menurut ajaran islam adalah seorang pemimpin. Bagi manusia yang lahir ditakdirkan untuk saling mengenal, supaya tidak berprasangka buruk. Menjadi manusia merupakan fitrah sebagaimana yang telah diterapkan Allah dalam firman- Nya:











































































































Gambar

Gambar ke 1, Talkshow tvOne
Gambar ke 2, News & Entertaiment

Referensi

Dokumen terkait

karunia- Nya skripsi yang berjudul “ ANALISIS MENGENAI HATE SPEECH (UJARAN KEBENCIAN) YANG BERINDIKASI ADANYA PENGHINAAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ” ini, dapat

Karena mengunggah ujaran kebencian di media sosial youtube di akun Donald Bali, seorang koki restoran di Kuta berinisial DIS (39) ditangkap Tim Cyber Crime Polda Bali di

Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah sesuai Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech), telah melakukan beberapa tindakan

Selain pengaturan melalui Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008, diatur juga mengenai penangan perilaku ujaran kebencian ( hate speech ) yang dituangkan dalam Surat

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Ujaran Kebencian

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa penerapan hukum pidana dalam tindak pidana ujaran kebencian di media sosial menggunakan peraturan perundang-undangan yang

Diagram Media sosial yang Paling Sering Ditemukan Ujaran Kebencian Pada gambar 5 dapat diketahui bahwa sebanyak 17 responden atau 24,6% memilih Instagram sebagai media sosial yang

Penelitian ini menemukan bahwa menurut ahli hukum bahasa kasar yang diujarkan untuk pihak lain pada sosial media memiliki potensi masuk kedalam ujaran kebencian daripada hanya