• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. METIL ESTER CPO

1. Minyak Sawit Kasar (CPO)

Minyak kelapa sawit kasar (Crude Palm Oil, CPO) merupakan hasil olahan daging buah kelapa sawit melalui proses perebusan (dengan steam) Tandan Buah Segar (TBS), perontokan, dan pengepresan. CPO ini diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang telah mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi (Ketaren, 1986). Komposisi asam lemak yang terdapat dalam CPO disajikan pada Tabel 1 sedangkan sifat fisiko kimianya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi asam lemak dari CPO Asam Lemak Rantai C Komposisi (% b/b)

Asam Laurat 12:0 0,2 Asam Miristat 14:0 1,1 Asam Palmitat 16:0 44,0 Asam Stearat 18:0 4,5 Asam Oleat 18:1 39,2 Asam Linoleat 18:2 10,1 Sumber: Hui (1996)

Tabel 2. Sifat fisik dan kimia CPO

Sifat Fisiko Kimia Nilai

Trigliserida 95 %

Asam lemak bebas (FFA) 5-10 % Warna (5 ¼ ” Lovibond Cell) Merah orange Kelembaban & Impurities 0,15 – 3,0 % Bilangan Peroksida 1 -5,0 (meq/kg) Bilangan Anisidin 2 – 6 (meq/kg)

Kadar β-carotene 500-700 ppm

Kadar fosfor 10-20 ppm

Kadar besi (Fe) 4-10 ppm

Kadar Tokoferol 600-1000 ppm

Digliserida 2-6 %

Bilangan Asam 6,9 mg KOH/g minyak

Bilangan Penyabunan 224-249 mg KOH/g minyak

Bilangan iod (wijs) 44-54

Titik leleh 21-24ºC

(2)

CPO dapat digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng, industri sabun, dan industri margarin. Dilihat dari proporsinya, industri yang selama ini menyerap CPO paling besar adalah industri minyak goreng (79%), kemudian industri oleokimia (14%), industri sabun (4%), dan sisanya industri margarin (3%). Pemisahan CPO dan PKO dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri atas asam lemak dan gliserol. Proses pemurnian minyak sawit akan menghasilkan RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) sebesar 94% dan PFAD (Palm Fatty Acid Distillate). Proses fraksinasi RBDPO akan menghasilkan olein sebesar 73% dan stearin sebesar 21%. Bagian-bagian buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagian–bagian buah kelapa sawit 2. Metil Ester

Metil ester dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak kedelai, dan lainnya. Transesterifikasi berfungsi untuk menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol. Umumnya katalis yang digunakan adalah sodium metilat, NaOH atau KOH.

(3)

disajikan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester.

Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung kondisi reaksinya (Meher el al., 2004). Faktor tersebut di antaranya adalah kandungan asam lemak bebas dan kadar air minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar antara alkohol dengan minyak dan jenis alkoholnya, suhu dan lamanya reaksi, intensitas pencampuran dan penggunaan cosolvent organik. Kualitas metil ester dipengaruhi oleh: kualitas minyak (feedstock), komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca-produksi seperti kontaminan (Gerpen, 2004). Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin bebas, gliserin terikat, alkohol, FFA, sabun, residu katalis (Gerpen, 1996).

Reaksi transesterifikasi secara batch lebih sederhana, dan dapat mengkonversi minyak menjadi metil ester hingga 80 - 94% dalam waktu 30 – 120 menit. Hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh rasio molar minyak dengan alkohol, waktu reaksi, suhu, jenis katalis, konsentrasi katalis, karakteristik trigliserida dan intensitas pencampuran. Reaktor esterifikasi secara kontinyu telah dikembangkan untuk mengurangi ukuran reaktor dan waktu reaksi. Krisnangkura et al. (1992) melaporkan sebanyak 96% metil ester minyak sawit telah terbentuk dalam 60 menit pada rasio metanol dan minyak sawit 13:1 (minyak sawit dicampur toluen pada 1:1).

O

6 Gambar 2. Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol Trigliserida Metanol Gliserin Metil ester

(4)

7 Definisi metil ester menurut SNI (04-7182-2006) adalah ester lemak yang dibuat melalui proses esterifikasi asam lemak dengan metil alkohol, berbentuk cairan. Syarat mutu metil ester sebagai biodiesel dapat dilihat pada Tabel 3. Metil ester memiliki sifat tidak korosif (seperti halnya asam lemak nabati), lebih tahan terhadap oksidasi dan tidak mudah berubah warna (Darnoko et al., 2001).

Tabel 3. Syarat mutu biodiesel (SNI, 04-7182-2006)

No Parameter Satuan Nilai

1 Massa jenis pada 40 °C kg/m3 850 – 890

2 Viskositas kinematik pd 40 °C mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0

3 Angka setana min. 51

4 Titik nyala (mangkok tertutup) °C min. 100

5 Titik kabut °C maks. 18

6 Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 °C)

maks. no 3 7 Residu karbon

- dalam contoh asli, atau - dalam 10 % ampas distilasi

%-massa maks 0,05 maks. 0,30

8 Air dan sedimen %-vol. maks. 0,05*

9 Temperatur distilasi 90 % °C maks. 360

10 Abu tersulfatkan %-massa maks.0,02

11 Belerang ppm-m (mg/kg) maks. 100

12 Fosfor ppm-m (mg/kg) maks. 10

13 Angka asam mg-KOH/g maks.0,8

14 Gliserol bebas %-massa maks. 0,02

15 Gliserol total %-massa maks. 0,24

16 Kadar ester alkil %-massa min. 96,5

17 Angka iodium %-massa

(g-I2/100 g)

maks. 115

18 Uji Halphen Negatif

Catatan dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum Menurut Hui (1996), C16-C18 mempunyai daya deterjensi yang baik,

sehingga metil ester C16-C18, minyak sawit merupakan sumber bahan baku

(5)

Distilasi Fraksinasi

Gambar 3. Pengolahan metil ester lebih lanjut menjadi oleokimia (Darnoko et al., 2001; Matheson, 1996)

B. SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT (MES) 1. Surfaktan MES

Surfaktan sodium metil ester sulfonat (MES) termasuk golongan surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active). Struktur kimia sodium metil ester sulfonat (MES) adalah sebagai berikut (Watkins, 2001).

Menurut Swern (1979), kemampuan surfaktan dalam hubungannya untuk meningkatkan kestabilan emulsi tergantung dari kontribusi gugus polar (hidrofilik) dan gugus non polar (lipofilik), yang dapat dilihat dari ukuran HLB (Hydrophile Lyphophile Balance). Semakin rendah nilai HLB maka surfaktan cenderung semakin larut dalam minyak. Sebaliknya, semakin tinggi nilai HLB maka surfaktan semakin cenderung larut dalam air. Kisaran HLB dan aplikasi penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 4.

O R-CH-C-OCH3

SO3Na

(6)

9 Tabel 4. Kisaran HLB dan aplikasi penggunannya

Kisaran Aplikasi Penggunaan

3 – 6 Emulsifier water in oil (W/O)

7 – 9 Bahan pembasah

8 – 15 Emulsifier oil in water (O/W) 13 – 15 Deterjen

15 – 18 Bahan pelarut

Sumber : Swern (1979)

Menurut Watkins (2001) jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, atau tallow. MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C10, C12 dan C14 biasa digunakan untuk light duty dishwashing

detergent, sedangkan MES dari minyak nabati dengan atom karbon C16-C18

dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (liquid laundry detergent). Menurut Yuliasari et al. (1997), minyak sawit dipilih sebagai bahan baku karena komponen asam lemak penyusun trigliseridanya, yaitu asam lemak C16-C18 mampu berperan terhadap kekerasan dan sifat

deterjensinya, sedangkan asam lemak C12-C14 berperan terhadap efek

pembusaan.

Panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air. Hal ini akan ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan di dalam air. Demikian juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen tidak akan terlalu bersifat aktif permukaan (surface active) karena ketidakcukupan gugus hidrofobik dan akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon (Swern, 1979).

(7)

10 baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16

dan C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat mudah

didegradasi (good biodegradability).

Daya deterjensi linear alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS) dan MES selain dipengaruhi oleh panjang rantai karbon juga dipengaruhi oleh kesadahan air yang digunakan. Semakin panjang rantai karbon asam lemak, maka daya deterjensinya semakin meningkat. MES palmitat (C16) mempunyai

daya deterjensi paling tinggi dibandingkan dengan LAS dan AS, yaitu sekitar 76%, sedangkan LAS dan AS masing-masing hanya sebesar 70% dan 60%. Semakin tinggi kesadahan air yang digunakan, maka daya deterjensi LAS, AS dan MES semakin rendah. Pada tingkat kesadahan 360 ppm CaCO3 daya

deterjensi dari MES lebih tinggi (56%) dibandingkan dengan LAS (20%) dan AS (38%) (Yamane and Miyawaki, 1990).

MES (C16) bersifat lebih mudah terbiodegradasi dibandingkan dengan

LAS dan AS. Pada hari ke-5, MES (C16) terbiodegradasi sempurna dan tidak

meninggalkan residu karbon organik, sedangkan AS terbiodegradasi secara sempurna setelah hari ke-5,5, sedangkan LAS, walaupun senyawa tersebut mengandung rantai karbon pendek tetapi relatif lebih sulit terbiodegradasi secara sempurna. Hal ini disebabkan karena LAS mengandung senyawa karbon aromatik (rantai karbon berbentuk cincin). Biodegradasi maksimum dari LAS terjadi setelah hari ke-10 dengan menghasilkan residu C organik sebesar 34% (Yamane and Miyawaki, 1990). Karakteristik surfaktan metil ester sulfonat (MES) komersial dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik surfaktan metil ester sulfonat (MES) komersial

Spesifikasi MES (C16 – C18)

Metil ester sulfonat (MES), (% b/b) a 83,0

Disodium karboksi sulfonat (di-salt), (% b/b) a 3,5

Air, (% b/b) a 2,3

Nilai pH a 5,3

Warna Klett, 5% aktif (MES + di-salt) a 45

Tegangan permukaan (mN/m) b 39,0 - 40,2

Tegangan antarmuka (mN/m) b 8,4 – 9,7

(8)

11 2. Proses Sulfonasi

Sadi (1994) menyatakan bahwa pada umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester asam lemak dan fatty alkohol. Salah satu proses untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sulfonasi untuk menghasilkan metil ester sulfonat. MES termasuk golongan surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active).

Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak (fatty acid), ester, dan alkohol lemak (fatty alcohol). Jenis minyak yang biasanya disulfonasi adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya. Bahan baku minyak yang digunakan pada industri adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1983).

Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit, NaHSO3, atau gas SO3 dengan ester asam lemak (Bernardini, 1983;

Watkins 2001). Menurut Foster (1996), proses sulfonasi berbeda dengan sulfatasi, walaupun secara struktur memiliki kesamaan. Pada proses sulfonasi, SO3 terikat langsung pada atom karbon C sedang pada sulfatasi membentuk

ikatan karbon-oksigen-sulfur. Proses sulfonasi dengan gas SO3 menghasilkan

produk dengan kualitas yang tinggi, namun kelemahannya yaitu proses ini bersifat kontinyu dan paling sesuai untuk volume produksi yang besar, membutuhkan peralatan yang mahal dengan tingkat ketepatan yang tinggi, dan mensyaratkan personel pengoperasian yang memiliki skill tinggi (highly trained), selain itu memiliki sifat yang sangat reaktif sehingga diperlukan kontrol yang sangat ketat agar tidak terbentuk produk intermediet dan warna yang dihasilkan berwarna hitam sehingga memerlukan proses pemucatan.

Menurut Sheats dan MacArthur (2002), penelitian mengenai produksi MES skala pilot plant secara sinambung telah dilakukan oleh Chemiton Corporation di Amerika Serikat. Produksi MES dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap proses sulfonasi dimulai dengan pemasukan bahan baku metil ester dan gas SO3 ke reaktor dan selanjutnya diikuti dengan tahap

(9)

12 pengeringan. Bahan baku metil ester dimasukkan ke reaktor pada suhu 40 - 56 0C, dengan konsentrasi gas SO3 adalah 7 persen dan suhu gas SO3 sekitar

42 0C. Nisbah mol antara reaktan SO3 dan metil ester sekitar 1,2 - 1,3. MES

segera ditransfer ke digester pada saat mencapai suhu 85 0C, dengan lama waktu pencampuran adalah 0,7 jam (42 menit). Proses pemucatan dilakukan dengan mencampurkan MES hasil digester dengan pelarut metanol sekitar 31 - 40 persen (b/b, MES basis) dan H2O2 50 persen sekitar 1 - 4 persen (b/b, MES

basis) pada suhu 95 - 100 0C selama 1 - 1,5 jam. Ditambahkan oleh Sheats dan Foster (2003) bahwa bleached MES secara kontinyu dinetralisasi hingga mencapai nilai pH 6,5-7,5. Proses netralisasi dilakukan dengan mencampurkan bleached MES dengan pelarut NaOH 50 persen pada suhu 55 0C.

Untuk menghasilkan MES yang memiliki daya kinerja yang lebih baik perlu dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian dilakukan menggunakan metanol. Metanol berfungsi untuk mengurangi pembentukan disalt, mengurangi viskositas, dan mampu meningkatkan transfer panas dalam proses pemutihan. Proses pemurnian palm C16-18 kalium metil ester sulfonat (KMES) yang diteliti oleh Sherry et al. (1995) dilakukan tanpa melalui proses pemucatan. Pemurnian produk dilakukan dengan mencampurkan ester sulfonat dengan 10-15 persen metanol di dalam digester, dan dilanjutkan dengan proses netralisasi berupa penambahan 50 persen KOH.

Sheats dan Mac Arthur (2002) menggunakan metanol 31 sampai 40% dan hidrogen peroksida 1-4% dengan suhu 95 sampai 100 oC selama 1 sampai 1,5 jam pada proses pembuatan MES dengan menggunakan pereaksi gas SO3.

(10)

13 sulfat yang ditambahkan (SO3, NaHSO3, asam sulfit), waktu netralisasi, pH

dan suhu netralisasi (Foster, 1996).

Mekanisme reaksi yang terjadi selama reaksi sulfonasi dapat dijelaskan sebagai berikut. Urutan proses yang terjadi adalah metil ester (I) bereaksi dengan gas SO3 membentuk senyawa intermediet (II), pada umumnya berupa

senyawa anhidrad. Dalam kondisi reaksi yang setimbang, senyawa intermediet (II) tersebut akan mengaktifkan gugus alfa (α) pada rangkaian gugus karbon metil ester sehingga membentuk senyawa intermediet (III). Selanjutnya, senyawa intermediet (III) tersebut mengalami restrukturisasi dengan melepaskan gugus SO3. Gugus SO3 yang dilepaskan bukanlah gugus yang

terikat pada ikatan alfa. Dengan terlepasnya gas SO3 selama proses post

digestion tersebut, maka terbentuklah MESA (IV) (MacArthur et al., 1998). Suhu dan rasio mol reaktan merupakan faktor penting dalam proses sulfonasi dimana peningkatan suhu dapat mempercepat laju reaksi dengan meningkatkan jumlah fraksi molekul yang mencapai energi aktivasi (Steinfeld, 1989) sedangkan rasio mol reaktan harus dikendalikan dalam proses sulfonasi karena kelebihan reaktan (SO3) akan menyebabkan pembentukan produk

samping. Penelitian tentang pengaruh suhu dan rasio mol reaktan dalam proses sulfonasi untuk menghasilkan MES telah dilakukan oleh Sheats dan Arthur (2002) dengan mereaksikan gas SO3 dan metil ester dalam tubullar falling film

reactor pada perbandingan reaktan gas SO3 dan metil ester 1,2:1 hingga 1,3:1

pada suhu 50-60 oC sedangkan Baker (1995) telah memperoleh paten (US Patent No. 5.475.134) tentang proses pembuatan sulfonated fatty acid alkyl ester dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Bahan baku yang digunakan berasal dari asam lemak minyak nabati komersial. Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan alkil ester dan gas SO3 dalam falling film reactor, dengan

perbandingan reaktan antara SO3 dan alkil ester yaitu 1,1:1 hingga 1,4:1, pada

suhu 75–95 oC selama 20-90 menit.

(11)

14 dalam falling film reactor pada suhu 80-90 oC. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga dibutuhkan proses pemurnian meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan metanol dan H2O2 yang dilanjutkan

dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali (KOH atau NaOH), setelah melewati tahap netralisasi, produk yang berbentuk pasta dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan berbentuk pasta, serpihan, atau granula.

Sheats dan Mac Arthur (2002) melakukan proses sulfonasi dengan menggunakan Falling Film Reactor (FFR) dengan laju sekitar 0,1 kg mol perjam. Suhu masuk gas SO3 ke dalam reaktor adalah 42 oC dan suhu masuk

untuk metil ester sekitar 40-56 oC. Proses pemucatan dan pemurnian dilakukan dengan menggunakan metanol (31 sampai 41% (w/w) dan hidrogen peroksida (1-4% w/w) pada suhu 95-100 oC selama 1-1,5 jam. Hasil tersebut dinetralisasi dengan menggunakan NaOH 50% pada suhu 55 oC sampai mencapai nilai pH 5,5–7,5. Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan suhu inlet 145 oC dengan kondisi vakum 120 atau 200 Torr.

Gambar

Gambar 3. Pengolahan metil ester lebih lanjut menjadi oleokimia  (Darnoko et al., 2001; Matheson, 1996)

Referensi

Dokumen terkait

Dari sifat fisik dan mekanis serat, proses perlakuan permukaan pada serat batang melinjo tidak hanya terlihat pada topografi permukaan serat tapi juga pada distribusi

Pada praktikum ini, perlu dilakukan pengaturan suhu supaya tidak terjadi tekanan ke atas yang berlebih, yang dapat menyebabkan molases tertarik ke tabung untuk uap alkohol.Pada bagian

Pada bab ini akan dikemukakan mengenai hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan, meliputi pertumbuhan kapang Aspergillus terreus, sifat fisik

  (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar

Dalam jurnal karangan H.Teman Koesmono (2005:171-188) yang berjudul Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub

Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan rerata tekanan darah sebelum dan setelah masase kaki menggunakan minyak sereh wangi, yaitu tekanan darah sistolik

Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik relaksasi nafas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi nafas dalam untuk mengendalikan nyeri

Tindak pidana yang berhubungan dengan dunia perbankan dimulai dengan perampokan uang di bank, ketika kejahatan pada umumnya dilakukan oleh orang- orang berasal