TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia bisnis di Indonesia, sering dijumpai istilah pembiayaan.
Pembiayaan banyak digunakan untuk tujuan konsumtif, produktif maupun
perdagangan. Pengertian pembiayaan secara umum adalah penyediaaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yan ng mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil. 1 Sedangkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998
tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan (Undang-Undang Perbankan) adalah penyediaan uang/tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan pesetujuan/kesepakatan antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dengan imbalan atau bagi hasil.
Salah satu pembiayaan yang banyak digunakan masyarakat adalah pembiayaan
investasi. Pada umumnya yang banyak ditemui, untuk pilihan investasi masyarakat
menjatuhkan pilihannya pada emas. Tidak hanya diminati masyarakat menengah
kebawah tetapi juga menengah keatas karena berbagai alasan. Emas yang dari waktu
kewaktu mengalami peningkatan menjadikannya sebagai salah satu primadona
1Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada Edisi Ke-6, Cet. Ke-6,
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
investasi. Investasi adalah penempatan sejumlah kekayaan untuk mendapatkan
keuntungan di masa yang akan datang, dengan penanaman modal saat ini untuk
diperoleh manfaatnya di masa depan.2 Investasi (investment) didefinisikan oleh black
law dictionary sebagai: an expenditure to acquire property or assets to produce revenue; a capital outlay.3 Menurut kamus bahasa Indonesia, investasi diartikan sebagai penanaman uang atau modal dalam suatu perusahaan atau proyek dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan.4
Hingga kini pemerintah terus berupaya meningkatkan perkembangan dibidang
sektor perekonomian masyarakat sehingga banyak kebijakan-kebijakan ekonomi
yang terus diciptakan. Salah satunya berupa kemudahan dalam berinvestasi emas
atau logam mulia. Seperti yang kita ketahui bahwa untuk berinvestasi emas, maka
dibutuhkan sejumlah uang yang kemudian akan digunakan untuk membeli emas.
Sangatlah sederhana serta mudah jika memiliki cukup uang untuk berinvestasi emas.
Namun bagaimana jika keinginan berinvestasi emas tersebut tidak didukung dengan
keadaan finansial yang memadai. Pemerintah memberikan kemudahan untuk
berinvestasi emas, dalam hal ini tujuan pemerintah adalah untuk memenuhi keinginan
masyarakat yang hendak berinvestasi tanpa memiliki kesediaan dana yang
mencukupi, yaitu dengan cara dicicil. Salah satu wadah yang mewujudkan
2Huda Nurul & Nasution Mustafa Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Kencana Jakarta,
2008, h.7.
3Mas Rahmah, Hukum Investasi, Kencana, Jakarta Timur, 2020, dikutip dari Bryan A. Garner
(ed.),2009, black law dictionary, USA:West Publishing Co. Thomson Reuters, h.902.
4Ibid, dikutip dari Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa , 2008, Kamus Bahasa Indonesia , Jakarta,
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
kemudahan tersebut adalah Bank Syariah Mandiri (selanjutnya disebut BSM). BSM
merupakan salah satu bank yang menjalankan usahanya dengan menerapkan prinsip
syariah yang berdasarkan hukum Islam. Hukum Islam secara garis besar mengenal dua macam sumber hukum, yaitu sumber hukum yang bersifat “naqly” dan sumber hukum yang bersifat “aqliy”. Sumber hukum naqliy ialah Al Qur’an dan As-sunnah, sedangkan sumber hukum aqliy ialah hasil usaha menemukan hukum dengan
mengutamakan olah pikir dengan beragam metodenya.5 Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah.6
Syariah dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang diturunkan Tuhan
kepada manusia secara tertib sebagai pedoman dalam berhubungan dengan Tuhan,
sesama, lingkungan dan kehidupan sehari-hari.7 Sebagai lembaga intermediasi yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, bank syariah dituntut
untuk melaksanakan dua kepatuhan yaitu kepatuhan prinsip syariah dan kepatuhan
hukum.8 Sehingga dalam menjalankan kegiatan usahanya, bank syariah tidak boleh bertentangan dengan kaidah-kaidah dalam prinsip syariah.
5Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, Edisi Revisi,
Kencana, Jakarta, 2012, h.2, dikutip dari Literature standar tentang topic ini, Abdul Wahhab Khallaf, Mashadiru-t-Tasyri’I I-Islami Fima la Nashsha, fihi, Darul Qalam, Kuwait, 1972.; Mustafa Ahmad Al-Zarqa, Al Istisan wa-Al-Mushalih al-Mursalah fi al-Syari’ah al-Islamiyah wa Ushul Fiqh.
6Trisadini P. Usanti dan A. Shomad I, Hukum Perbankan, Kencana Prenamedia Group, Depok ,
2017,h.36.
7Prawitra I, “Distinction of Characteristics Sharia and Fiqh on Islamic Law”, Yuridika, Volume
33, No.3, September 2018.
8Arista Nurul, “Pengawasan Dewan Pengawas Syariah Pada Akta Pembiayaan Notaris Dalam
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
Keberadaan Bank Syariah ditengah-tengah perbankan konvensional adalah
untuk menawarkan sistem perbankan alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan
layanan jasa perbankan tanpa harus khawatir atas persoalan bunga. Bank syariah
merupakan salah satu aplikasi dari sistem ekonomi syariah Islam yang merupakan
bagian dari nilai-nilai dari ajaran Islam mengatur perekonomian umat dan tidak
terpisahkan dari aspek-aspek lain ajaran Islam yang komprehensif dan universal.
Komprehensif berarti ajaran Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual
maupun sosial kemasyarakatan yang bersifat universal. Universal bermakna bahwa
syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat tanpa memandang ras,
suku, golongan dan agama sesuai prinsip Islam sebagai “rahmatan lil alamin”.9 Fungsi utama bank syariah yaitu menghimpun dana masyarakat dengan
menggunakan prinsip titipan atau dikenal dengan akad al wadiah dari dana
masyarakat kemudian disalurkan dalam bentuk pembiayaan.10 Adapun dalam prinsip
syariah menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Perbankan diartikan sebagai
aturan perjanjian beradsarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dan dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi
hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah),
9Trisadini I, Op.Cit., h.5, diikutip dari Trisdini P. Usanti dan Abd. Shomad, Transaksi Bank
Syariah, Bumi Aksara, Jakarta, 2013, h.3.
10Arista Nurul, Op.Cit., dikutip dari Trisadini P. Usanti, “Penanganan Pembiayaan Bermasalah Di
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah),
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Produk BSM Cicil Emas bertujuan membantu nasabah untuk membiayai
pembelian/kepemilikan emas berupa lantakan (batangan) minimal 10 gram dan
maksimal 250 gram. Harga perolehan emas ditentukan pada saat akad. Plafond
pembiayaannya maksimum 80% dari harga perolehan untuk emas jenis lantakan
(batangan). Jangka waktu pembiayaan dari BSM Cicil Emas ini adalah paling singkat
2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.11 Akad / pengikat yang digunakan untuk produk BSM Cicil Emas ini menggunakan akad Murabahah (di bawah tangan),
pengikatan agunan dengan menggunakan akad rahn (gadai).12Adapun dasar hukum
dari pembiayaan kepemilikan emas secara khusus adalah Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai dan
Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/16/DPbS/2012 perihal Pembiayaan Kepemilikan
Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Pada Pasal 1 angka 1 disebutkan
bahwa Pembiayaan Kepemilikan Emas adalah pembiayaan untuk kepemilikan emas
dengan menggunakan akad murabahah.
Menurut Sutan Remi Sjahdeni, murabahah adalah jasa pembiayaan dengan
mengambil bentuk transaksi jual beli dengan cicilan. Pada perjanjian murabahah atau
11Profil Bank Syariah Mandiri, (Internet Resources).
<https://www.mandirisyariah.co.id/consumer-banking/emas/cicil-emas> , diakses pada 15 Oktober 2020.
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
markup, bank membiayai pembelian barang atau aset yang dibutuhkan oleh
nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian
menjualnya dengan nasabah tersebut dengan menambahkan suatu markup atau
keuntungan. Dengan kata lain, penjualan barang oleh bank kepada nasabah dilakukan
atas dasar cost plus profit. Baik mengenai barang yang dibutuhkan oleh nasabah
maupun tambahan biaya atau markup yang akan menjadi imbalan bagi bank,
dirundingkan dan ditentukan dimuka oleh bank dan nasabah yang bersangkutan.
Keseluruhan harga barang dibayar oleh pembeli (nasabah) secara mencicil .
pemilikan (ownership) dari aset tersebut dialihkan kepada nasabah (pembeli) secara
proporsional sesuai dengan cicilan-cicilan yang telah dibayar. Dengan demikian,
barang yang dibeli berfungsi sebagai agunan tambahan dari nasabah yang
bersangkutan.13
Hal yang harus berdampingan dalam membicarakan keuntungan yaitu risiko.
Risiko pembiayaan sering dikaitkan dengan risiko gagal bayar. Risiko ini
mengacu pada potensi kerugian yang dihadapi bank ketika pembiayaan yang
diberikan kepada nasabah macet. Kegagalan nasabah melunasi kewajibannya
dianggap sebagai kondisi gagal bayar, yaitu gagal dalam membayar cicilan pokok
maupun porsi keuntungan. Ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah bahwa Perbankan Syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
13Trisadini I, Op.Cit., h.66, dikutipdari Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-Produk
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian disini merupakan suatu landasan hukum yang
memberikan pedoman kepada Bank Syariah untuk melaksanakan kegiatan usahanya
atas dasar asas-asas perbankan yang sehat.14 Pembiayaan pada sisi aktiva neraca bank syariah merupakan bagian yang terbesar dari dana operasional. Kenyataan ini
menggambarkan bahwa pembiayaan adalah sumber pendapat bank yang terbesar
sekaligus merupakan sumber risiko bisnis yang terbesar.15
Dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, maka BSM dalam memberikan
pembiayaan juga membuat perjanjian tambahan atau yang disebut dengan perjanjian
accessoir. Hal tersebut sebagai langkah antisipasi jika terjadi gagal bayar oleh
nasabah. Selain pada pembiayaan cicil emas BSM, produk cicil emas serupa juga
terdapat pada lembaga keuangan lainnya seperti tabungan emas pegadaian,
pembiayaan emas iB Hasanah BNI Syariah, emas iB barokah Bank JATIM Syariah,
emas iB BCA Syariah, cicil emas BRI Syariah, maupun Bank Syariah lainnya.
Namun terdapat perbedaan antara pembiayaan cicil emas BSM dengan produk
perbankan lainnya. Diantaranya yaitu 16
1. Aman: Emas Anda diasuransikan
2. Menguntungkan: Tarif yang murah
3. Layanan Profesional: Perusahaan terpercaya dengan kualitas layanan terbaik
14Trisadini I, Op.Cit., h.151.
15Trisadini II, “Penanganan risiko Hukum Pembiayaan Di Bank Syariah”, Yuridika, Vol.29, No.1,
Januari-April 2014.
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
4. Mudah: Pembelian emas dengan cara dicicil
5. Likuid: Dapat diuangkan dengan cara digadaikan untuk kebutuhan mendesak.
Sedangkan untuk fasilitas dengan tujuan investasi, BSM memiliki pilihan produk lain
yaitu Deposito, Bancassurance, Sukuk ritel, Reksadana dan BSM Cicil Emas.
Pembiayaan kepemilikan emas pada BSM menggunakan akad murabahah atau jual
beli yang merupakan salah satu cara kepemilikan yang diperbolehkan dalam Islam.
Sesuai hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Al-Hakim: Rasulullah SAW
ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik.
Rasulallah SAW menjawab:
“Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati”.
Berbicara tentang jual beli emas yang kepemilikannya tidak secara langsung
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan melalui pemberian pembiayaan
dengan sistem jual beli, terdapat perselisihan mengenai sistem jual beli yang
diterapkan mengandung unsur riba.
Riba menurut bahasa berasal dari kata Rabaa’-yarbuu,riba-an yang berarti az
Ziadah, tambahan, bertambah atau tumbuh,17 pertumbuhan (growth), naik (rise),
17Abd. Shomad, Op.cit, h.94, dikutip dari Muhammad Mahmud Bably, kedudukan harta menurut
pandangan islam, terjemahan Abdul Fatah Idris, Kalam Mulia, Jakarta , 1989, h.150,167, bandingkan
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
membengkak (swell) , bertambah (increase), dan tambahan (addition)18 berkembang
(an-numuw), meningkat (al-irtifa), membesar (al-‘uluw). Jadi, riba ialah tambahan
atas modal, baik tambahan itu sedikit maupun banyak secara ilegal. Ahmad salaim
mahmud berpendapat adanya penambahan terhadap jumlah pokok utang sebagai
imbalan atas perpanjangan batas waktu pembayaran yang telah diberikan/imbalan
atas penangguhan utang.19
Telah disepakati oleh sebagian besar ulama (ijma), emas dan perak
dikategorikan sebagai barang ribawi. Menurut jumhur ulama khususnya Imam Empat
Mazhab, bahwa emas dan perak memiliki kesamaan illat, sedangkan kurma, gandum, sya’ir, dan garam juga memiliki illat tersendiri, dan hukumnya haram jika diperjual belikan secara kredit. 20 Secara etimologi illat berarti alasan atau sebab, sesuatu yang menyebabkan berubahnya keadaan sesuatu yang lain dengan keberadaannya.21 Dalam Islam, riba menjadi larangan karena merupakan dosa besar sesuai firman Allah:
Qur’an Surah al Baqarah:130
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda”
18Ibid, dikutip dari Sutan Remi Sjahdeini, Op.cit., h.9, dikutip dari Eliaz G. Kazarian, Islamic
versus Traditional Banking , Financial Innovation in Egyp. Boulder et al.: Westview Press, 1993,
h.49. lihat pula M. Umer Chapra , Towards a Just Monetary System. London: the Islamic foundation, 1985,h. 56.
19 Ibid.
20Syaikh Al-Alamah Muhammad, Fiqh Empat Mazhab, Hasyimi Press, Jakarta, 2010, h.226.
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
Qur’an Surah al-Baqarah ayat 275 :
“……dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
Selain dalil Al Qur’an juga terdapat Hadits-Hadits berkaitan. Diriwayatkan oleh Abu Daud, No.3349 dari Ubaidah bin Ash Shamit Ra:
“tidak mengapa menjual emas dengan perak, dan perak lebih banyak, jika
langsungserah terima. Adapun jika bertangguh tidak boleh…” (HR Abu Daud).
Dalam hadits Ubadah bin ash- Shamit, Rasulullah SAW bersabda,
"(Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gan dum, syair
dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan g a ram (dengan syarat) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendak mu jika dilakukan secara tunai." (HR Muslim).
Hadits dari Umar bin Khatthab, Rasulullah SAW bersabda,
"(Jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali secara tunai." (HR Muslim)
Membicarakan mengenai dalil Al Qur’an maupun hadits tentunya tidak terlepas dari istilah fiqh dan Ushul fiqh. Adapun ilmu dasar fiqh berasal dari
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
atau al ilmu. secara spesifik fiqh bisa dikatakan sebagai pemahaman atau ilmu
syariah, yaitu digunakan untuk memahami ilmu syariah sebagai kaidahnya Allah
untuk manusia.22 Namun, perlu dipahami sifat umum syariah itu adalah yang mutlak, abadi, suci dan sakral karena berasal langsung dari Allah, jadi tidak bisa dan tidak
boleh dimodifikasi oleh siapa pun, sedangkan fiqh adalah ilmu yang istimewa, relatif
dan sangat dipengaruhi oleh kondisi tempat dan waktu (qabil lin niqash, qabil lit
taghyir).23
Agar terhindar dari dosa riba, sudah seharusnya dalam melakukan transaksi
pembiayaan untuk kepemilikan emas ini dapat dipastikan bebas dari unsur-unsur riba
tersebut. Definisi prinsip syariah yang diterapkan dalam perbankan syariah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
(Undang-Undang Perbankan Syariah), menyatakan bahwa prinsip hukum Islam
tersebut diaplikasikan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapam fatwa. Sehingga perlu diperhatikan apakah
penetapan fatwa tersebut sudah sesuai dengan kaidah hukum Islam. Para ulama
mengartikan kaidah secara etimologis dan terminologis (lughatan wa istilahan).
Menurut bahasa, kaidah bermakna asas, dasar, atau fondasi, baik dalam arti yang
konkret maupun yang abstrak. Seperti kata-kata Qawa’id al-din diartikan sebagai
dasar agama, sedangkan Qawa’id al-‘ilm, diartikan sebagai kaidah ilmu. Perkataan ini
22Prawitra I, Op.Cit.
23Prawitra I, Op.Cit., dikutip dari Muhyar Fanani, Ilmu Ushul Fiqh Di Mata Filsafat Ilmu
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
Arti dapat ditemui dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 127 dan surah an-Nahl
ayat 26:
“dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail…” (Q.S al-Baqarah : 127)
“…..Allah menghancurkan bangunan mereka dari fondasi-fondasinya ….”
(Q.S. an-Nahl: 26).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, dapat disimpulkan makna dari kaidah adalah asas,
dasar, atau fondasi, yang merupakan penyangga untuk berdirinya bangunan.24
Berbicara tentang kaidah-kaidah hukum Islam, tentu akan selalu merujuk
kepada dua sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Al-Sunnah. Kaidah-kaidah atau
bahasa Arabnya disebut dengan qawa’id yang memiliki arti patokan-patokan atau
aturan-aturan. Sedangkan hukum Islam adalah keputusan dan ketentuan abadi, karena
konsep hukum yang bersifat otoriter, Ilahi dan absolut. Dalam Islam tidak
memperoleh perubahan dalam konsep-konsep dan institusi-institusi hukum. Sebagai
konsekuensi logis dari konsep ini, maka sanksi yang diberikannya bersifat Ilahiyah
24H.A Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih (Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
yang karenanya tidak bisa berubah.25 Mengenai hukum jual beli emas secara
angsuran, ulama berbeda pendapat sebagai berikut: 26
a. Dilarang; dan ini pendapat mayoritas fuqoha’, dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali;
b. Boleh; dan ini pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan ulama kontemporer
yang sependapat.
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa beberapa
dalil dan pendapat mayoritas ulama besar mengenai jual beli emas secara angsuran
adalah dilarang (karena adanya unsur riba). Sedangkan setiap fasilitas atau produk
dari BSM, salah satunya pembiayaan kepemilikan emas dinyatakan sesuai dengan
prinsip syariah sehingga menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut mengenai
karakteristik pembiayaan kepemilikan emas berdasarkan prinsip syariah dan juga
eksekusi objek jaminannya. Sehingga diperlukan pembahasan lebih mendalam terkait
teori kepemilikan berdasarkan hukum Islam yang dihubungkan dengan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi
pokok permasalahan yang akan dibahas adalah :
25Neneng Hasanah, Dkk , Kaidah-Kaidah Islam Menjawab Permasalahan Sosial Dan Ekonomi
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
1.2.1 Karakteristik Pembiayaan Kepemilikan Emas
1.2.2 Eksekusi Objek Jaminan Emas Bilamana Nasabah Ingkar Janji
Pembiayaan Kepemilikan Emas
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk menganalisis konsep yang berkaitan dengan karakteristik
pembiayaan kepemilikan emas
1.3.2 Untuk menganalisis Eksekusi objek jaminan Eksekusi objek jaminan
emas jika nasabah ingkar janji
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis/Akademis dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum,
khususnya dibidang hukum perjanjian, hukum perbankan syariah, serta
hukum jaminan.
1.4.2 Manfaat Praktis dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian
kontribusi dalam menambah wawasan praktisi terkait karakteristik
pembiayaan kepemilikan emas dan eksekusi objek jaminan apabila
nasabah ingkar janji.
1.5 Kajian Pustaka
1.5.1 Bank Syariah
Beradasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perbankan Syariah, yang
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Sedangkan Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Menurut Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio bahwa
perbedaan bank konvensional dan bank syariah, sebagai berikut:27
a. Bank syariah mendasar perhitungan pada margin keuntungan dan bagi
hasil, sedangkan pada bank konvensional memakai angkat bunga.
b. Bank syariah tidak saja berorientasi pada keuntungan (profit), tetapi juga
pada al falah oriented. Adapun pada bank konvensional semata-mata profit
oriented.
c. Bank syariah melakukan hubungan dengan nasabahdalam bentuk hubungan
kemitraan. Adapun bank konvensional melakukan hubungan dengan
nasabah dalam bentuk hubungan debitur kreditur saja.
d. Bank syariah meletakkan penggunaaan dana secara riil (user of real funds).
Adapun bank konvensional sebagai (creator of money supply).
e. Bank syariah melakukan investasi dalam bidang yang halal saja. Adapun
bank konvensional melakukan investasi yang halaldan haram.
27Trisadini II, Op.cit., h.6 dikutip dari Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad syafi’i Antonio,
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
f. Bank syariah dalam melakukan pergerakan dan penyaluran dana harus
sesuai dengan pendapat Dewan Pengawas Syariah. Adapun bank
konvensional tidak terdapat dewan sejenis yang mengawali bank tersebut.
1.5.2 Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh suatu
pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan.28 Akad pembiayaan disamping akad dengan prinsip bagi hasil adalah akad dengan prinsip jual beli. Implementasi akad jual beli merupakan
salah satu cara yang ditempuh bank syariah dalam rangka menyalurkan dana
kepada masyarakat. Salah satu skim fiqh yang paling popular digunakan oleh
bank syariah adalah skim jual beli murabahah.29 Secara sederhana,
murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah
keuntungan yang disepakati.30 Oleh karena itu, dalam definisinya disebut adanya “keuntungan yang disepakati “. Karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberitahu pembeli tentang harga pembelian barang dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. 31
28 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah , UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2005,
h. 17.
29Tri Sadini II, Op.Cit., h.65.
30Ibid, dikutip dari Adiwarman Karim, Bank Islam, Analisi Fiqh dan Keuangan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004.
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
Menurut Fatwa DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, murabahah
adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Dalam diktum pertama angka empat fatwa tentang murabahah di atas juga ditegaskan bahwa bank membeli barang yang diperlukan nasabah “atas nama bank sendiri”, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. Sedangkan Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya disebut PBI) Nomor : 10/16/PBI/2008
tentang Perubahan Atas PBI Nomor : 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan
Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana
Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah mendefinisikan pembiayaan murabahah
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa
transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah. Berdasarkan fatwa
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No: 111/DSN-MUI/2017
tentang akad jual beli murabahah, Akad murabahah adalah akad jual beli
suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Namun Faqih mazhab
Hanafi, Marghinani (w.593/1197), membenarkan keabsahan murabahah
berdasarkan syarat-syarat yang penting bagi keabsahan suatu jual beli ada
dalam murabahah, dan juga karena orang memerlukannya. Sedangkan Faqih mazhab Syafi’i, Nawawi (w.676/1277) cukup menyatakan “Murabahah adalah boleh tanpa ada penolakan sedikit pun.”32
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH 1.5.3 Rahn Emas
Seiring dengan perkembangan zaman, aktivitas gadai tidak hanya
dilakukan oleh lembaga jaminan seperti pegadaian (konvensional). Saat ini
praktik gadai yang sesuai dengan syariah pun mulai dilakukan di bank syariah.
Praktik gadai syariah atau yang disebut rahn ini sangat menekankan tidak
adanya pengenaan riba atau pungutan bunga atas pinjaman yang diberikan.33
Dalam lingkup utang-piutang, hukum Islam menjaga kepentingan kreditur,
jangan sampai ia dirugikan. Oleh sebab itu, ia dibolehkan meminta barang
dari debitur sebagai jaminan utangnya. Sehingga apabila debitur itu tidak
mampu melunasi pinjamannya, barang jaminan dapat dijual oleh kreditur.
Konsep tersebut dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah Rahn.34
Rahn menurut istilah syariat adalah menjadikan benda yang memiliki
nilai menurut syariat sebagai jaminan utang, sehingga seseorang boleh
mengambil utang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut. Secara
etimologis rahn berarti “tetap atau lestari”. Sedangkan menurut syara’ gadai
artinya menyandra sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara
hak, tetapi dapat diambil kembali dengan tebusan.35 Secara sederhana, rahn
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012. h. 145.
33Sunan Fanani, “Kesesuaian Produk Gadai Emas Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Di Bank Syariah Mandiri Surabaya”, Jurnal ekonomi syariah
teori dan terapan, Vol.2, No.12 Desember 2015, dikutip dari Naida dan Dodik, 2012, Praktik Dan
Karakteristik Gadai Syariah Di Indonesia , jurnal universitas Indonesia , Jakarta.2012.
34 Chuzaimah T. Yanggo, Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Lembaga
Studi dan Kemasyarakatan (LSIK) Cet. Ke-3, Jakarta, 2004, h. 78.
35Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi 2, Ekanisa, Yogyakarta, 2004, h.
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
dapat diartikan sebagai jaminan utang atau gadai. Rahn emas merupakan salah
satu produk yang ditawarkan oleh BSM dalam rangka memberikan jalan bagi
masyarakat untuk berinvestasi. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor: 26/DSN-MUI/III2002 tentang rahn emas, rahn emas hukumnya
mubah atau diperbolehkan didasari oleh prinsip rahn dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn.
1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Tipe Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses yang dilakukan untuk
memecahkan isu hukum yang dihadapi dengan mengidentifikasi masalah
hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisi masalah yang dihadapi dan
kemudian memberikan pemecahan atas permasalahan tersebut.36 Tipe penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian hukum
atau penelitian normatif yang bentuknya berupa penelitian doktrinal.
Penelitian hukum normatif digunakan untuk analisis terhadap peraturan
peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, Sedangkan penelitian doktrinal
digunakan untuk analisis terhadap asas-asas hukum, literatur hukum,
pandangan para sarjana hukum yang mempunyai kualifikasi tinggi (doktrin),
serta perbandingan hukum.37 1.6.2 Pendekatan Masalah
36Peter I, Penelitian Hukum, Edisi 1, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, h.35.
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
Dalam penelitian ini ada beberapa pendekatan yang digunakan, yaitu:
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) yaitu pendekatan
yang dilakukan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang
terkait dengan isu hukum yang sedang ditangani.38 Dimana diantara
peraturang perundang-undangan tersebut diantaranya yaitu BW,
Undang-Undang Perbankan Syariah, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan Fatwa
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia.
b. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach) yang merupakan
pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin
yang berkembang dalam ilmu hukum.39 Pendekatan konseptual , peneliti perlu merujuk prinsip-prinsip hukum, prinsip-prinsip ini dapat ditemukan
dalam pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum. Meskipun tidak
secara eksplisit, konsep hukum juga dapat ditemukan didalam
undang-undang, hanya saja dalam mengidentifikasi prinsip tersebut, peneliti
terlebih dahulu memahami konsep tersebut dengan doktrin-doktrin yang
ada.40
Dalam penelitian ini konsep yang akan dibahas adalah konsep
pembiayaan kepemilikan emas dalam kaidah hukum Islam, pembiayaan
kepemilikan emas bedasarkan prinsip syariah yang merujuk pada
38Ibid, h.133.
39Ibid, h. 135.
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
Undang-Undang Perbankan Syariah dan konsep ingkar janji dalam
pembiayaan kepemilikan emas.
1.6.3 Sumber Bahan Hukum a. Sumber bahan hukum primer
bahan hukum primer memiliki sifat authoratif yang diartikan bahwa
bahan hukum tersebut mempunyai otoritas.41 Sumber bahan hukum
primer antara lain terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan
resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan juga dapat
berupa putusan hakim.42 Dalam penelitian ini sumber bahan hukum primer yang digunakan adalah:
1. Burgelijk Wetboek voor Indinesie;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan ;
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang
perubahan Undang undang RI Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan;
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah;
5. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan;
41Peter I, Op.cit, h.181.
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 Tentang
Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
7. Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank;
8. Peraturan Bank Indonesia No.9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan
Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dan Juga Penyaluran
Dana Serta Pelayanan Jasa Bagi Bank Syariah;
9. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 Tahun 2008
Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan
Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa
Bank Syariah;
10. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan
atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang
Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah;
11. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
12. Surat Edaran Bank Indonesia No.10/34/DpbS Tanggal 22 Oktober
2008 Perihal Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Umum Dan Unit
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
13. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/18/DpbS Tanggal 30 Mei
2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi
Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
14. Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/16/DPbS/2012 perihal
Pembiayaan Kepemilikan Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah;
15. Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/28/DPNP tanggal 31 juli 2013
Perihal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum;
16. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/SEOJK.03/2015
Tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah Dan Unit
Usaha Syariah.
17. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 36/SEOJK.03/2015
Tentang Produk Dan Aktivitas Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha
Syariah.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan publikasi tentang hukum yang tidak
termasuk dokumen resmi.43 Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku
teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
atas putusan pengadilan.44 Dalam melakukan proses penelitian ini bahan
hukum sekunder yang digunakan yaitu:
1. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000
tentang Murabahah
2. Fatwa DSN No.13/DSN-MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam
Murabahah.
3. Fatwa DSN No.23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan
Dalam Murabahah.
4. Fatwa DSN No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh).
5. Fatwa DSN No.47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang
Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
6. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 26/DSN-MUI/III2002
tentang Rahn Emas.
7. Fatwa MUI No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali
Tagihan Murabahah
8. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 77/DSN-MUI/V/2010
tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai.
9. Fatwa DSN No.92/DSN-MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan yang
Disertai Rahn (AtTamwil Al-Mautsuq Bi Al-Rahn).
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
10. Jurnal ilmiah, Artikel ilmiah dan Situs internet yang berkaitan dengan
topik yang dibahas.
1.6.4 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Setelah menetapkan isu hukum, kemudian dilakukan pencarian untuk
menemukan materi hukum yang relevan dengan masalah yang dihadapi.45 Bahan hukum primer, sekunder dan non hukum yang relevan dengan
penelitian ini dikumpulkan untuk kemudian dipilih dan disesuaikan
berdasarkan rumusan masalah yang dibahas. Selanjutnya diolah dan
dirumuskan secara sistematis sesuai dengan tiap-tiap pokok bahasan mengenai
karakteristik pembiayaan kepemilikan emas di Bank Syariah Mandiri dan
eksekusi objek jaminan emas bilamana nasabah ingkar janji.
1.6.5 Analisis Bahan Hukum
Metode yang digunakan terhadap bahan hukum yang ada dalam
penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu merupakan
metode yang menitikberatkan pada permasalahan hukum yang diteliti dengan
mengumpulkan bahan hukum yang ada untuk dilakukan analisis dan
diidentifikasi secara mendalam berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang ada serta konsep-konsep hukum yang relevan. Penggunaan metode ini
didasari pada pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini.
45Peter III, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2016, h.
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
Dalam pembahasan, setiap permasalahan dibahas dan diuraikan satu per
satu secara sistematis dan juga teratur untuk mendapatkan jawaban terhadap
permasalah atau isu hukum dalam penulisan tesis ini. Penggunaan metode ini
diharapkan dapat diketahui ketentuan-ketentuan mana yang dapat digunakan
dan dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas.
1.7 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman agar semua pembaca dapat memahami
isi tesis ini, maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. sistematika
penulisan tesis ini terdiri dari empat bab yang tiap babnya saling berkaitan satu
sama lain. Tiap bab berdasarkan urutannya mulai dari yang awal memberikan
landasan untuk pembahasan pada bab berikutnya:
Bab I yaitu pendahuluan yang merupakan bab yang membahas mengenai
hal yang melatar belakangi dan yang menjadi dasar pemikiran dalam
pembahasan tesis ini dan sekaligus menjadi landasan acuan bagi pembahasan
bab-bab berikutnya. Dalam pembahasan bab I yang merupakan bab pendahuluan,
sekaligus sebagai bab pengantar ini memaparkan mengenai latar belakang dan
rumusan masalah dari permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, dilanjutkan
dengan tujuan dan manfaat penulisan, kajian pustaka, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab II merupakan uraian dan pembahasan yang menjawab atas rumusan
masalah terkait karakteristik pembiayaan kepemilikan emas. Dalam bab ini akan
TESIS PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN EMAS SA’BANIAH
dan pembiayaan kepemilikan emas berdasarkan prinsip syariah sehingga
menjawab apa saja yang menjadi karakteristik pembiayaan kepemilikan emas di
bank syariah.
Bab III merupakan uraian dan pembahasan akhir dari rumusan masalah
yang terkait dengan eksekusi objek jaminan emas bilamana nasabah ingkar janji.
Dalam bab ini akan dibahas mengenai prinsip kehati-hatian bank syariah dalam
memberikan pembiayaan kepemilikan emas, konsep ingkar janji dalam
pembiayaan kepemilikan emas dan juga pelaksanaan eksekusi objek jaminan
emas oleh bank syariah.
Bab IV merupakan bab terakhir sekaligus sebagai bab penutup. Berisi
kesimpulan dan saran . kesimpulan tersebut berupa jawaban dari rumusan
masalah sedangkan saran merupakan masukan yang ditujukan dengan