• Tidak ada hasil yang ditemukan

JANTRIO PARHUSIP NIM : DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "JANTRIO PARHUSIP NIM : DEPARTEMEN HUKUM PIDANA"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Sumatera Utara ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA YANG MENYEBABKAN

KEMATIAN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (STUDI PUTUSAN NO. 296/PID.B/2018/PN KWG)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara OLEH:

JANTRIO PARHUSIP NIM : 150200479

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

Universitas Sumatera Utara

(3)

Universitas Sumatera Utara

(4)

i

Universitas Sumatera Utara berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Yang Menyebabkan Kematian Dalam Perspektif Kriminologi (StudiPutusan No.296/Pid.B/2018/PN Kwg) Adapun skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,Medan.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun skripsi ini. Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi penulisan skripsi ini. Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih tak terhingga dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua penulis yang paling banggakan,Herbin Parhusip dan Rugun Situmorang yang selalu mendukung dalam studi penulis dan selalu memberikan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini. Tidak lupa juga penulis memberikan terima kasih kepada saudara-saudari penulis, Zidon Parhusip, Elon Tamora Parhusip, Absalom Tiopan Parhusip, Sansuukyi Parhusip yang selalu memberi dorongan dan semangat selama perkuliahan.

Penulis juga ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara.

(5)

ii

Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Dr. OK Saidin, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I, Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan,S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum Pidana.

6. Ibu Liza Erwina, S.H, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Prof. Dr. Ediwarman, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Ibu Nurmalawaty, S.H, M.Hum, selaku Pembimbing II. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu atas segala bantuan, kritikan, bimbingan, saran, dan dukungannya yang sangat berarti dan bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak Syamsul Rizal, S.H, M.Hum selaku dosen pembimbing akademik penulis selama masa perkuliahan.

10. Bapak dan Ibu Dosen, serta staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Kepada teman-teman penulis selama perkuliahan.

(6)

iii

Universitas Sumatera Utara penulis.

15. Kepada para Alumni Fakultas Hukum USU yang telah memberi arahan dan bimbingan dalam proses penyusunan skripsi hingga selesai.

16. Seluruh keluarga besar Fakultas Hukum USU.

Akhir kata penulis mengucapkan sekali lagi ucapan syukur sebesar – besarnya kepada Tuhan yang Maha Esa. Penulis juga masih menyadari masih banyak kesalahan dalam pembuatan skripsi ini. Maka penulis mohon kepada semua pihak agar memberi petunjuk dan koreksi yang membangun guna penulisan skripsi ini yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan di Indonesia.

Medan, Maret 2019

Hormat saya

JANTRIO PARHUSIP NIM. 150200479

(7)

iv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHLUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Perumusan masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Keaslian penulisan... 9

E. Tinjauan kepustakaan ... 10

1. Pengaturan hukum mengenai tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga ... 10

2. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga ... 17

3. Kebijakan hukum terhadap tindak pidana tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga ... 18

F. Metode Penelitian ... 21

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA ... 23

(8)

v

Universitas Sumatera Utara Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 28 C. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang ... 34

BAB III FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA ... 41

A. Faktor Internal penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga ... 50 B. Faktor eksternal penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga ... 54

BAB IV PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA YANG MENYEBABKAN KEMATIAN (Sudi Putusan No. 296/Pid.B/2018/PN.Kwg). ... 59

A. Upaya Penal... 60

(9)

vi

Universitas Sumatera Utara

B. Upaya Non Penal ... 68

C. Penerapan hukum pidana terhadap Putusan No.296/Pid.B/2018/PN Kwg 1. Kronologi Kasus ... 74

2. Dakwaan ... 79

3. Tuntutan ... 79

4. Pertimbangan Hakim ... 80

5. Putusan Hakim ... 90

6. Analisis Kasus ... 90

BABV PENUTUP ... 96

A. Kesimpulan... 96

B. Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ...101

(10)

vii

Universitas Sumatera Utara Kekerasan terhadap anak merupakan salah satu masalah yang memiliki tingkat urgensi tinggi pada kehidupan yang modern ini. Banyak masalah yang mendera keluarga adalah faktor yang paling utama. Menurut data Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan di Indonesia tingkat kekerasan terhadap anak terbilang masih sangat tinggi, sehingga hal tersebut perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Dalam penelitian ini akan dibahas pengaturan hukum mengenai tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga, faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga, dan penerapan kebijakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga yang menyebabkan kematian.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal-pasal dan peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan dalam skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam praktiknya (studi putusan).

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pengaturan hukum tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga diatur dalam : Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga. Faktor Intern : faktor stres sosial, keluarga (broken home), penyakit parah gangguan mental (emosi), status orang tua tidak kandung, dan pendidikan orang tua. faktor ekstern :faktor ekonomi dan kelakuan anak itu sendiri. Penerapan kebijakan hukum pidana terhadap terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga dengan melakukan upaya penal dan non-penal.

* Mahasiswa

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(11)

1

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat). Hal ini secara jelas disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang rumusannya “Negara Indonesia adalah negara hukum.1

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu Negara besar yang sangat mengedepankan ketentuan hukum yang berlaku. Aturan hukum positif yang berlaku di Indonesia jelas menjadi komponen penting dalam membangun kehidupan yang aman, tentram dan damai.

Masing-masing anggota masyarakat mempunyai berbagai kepentingan, sehingga anggota-anggota masyarakat dalam memenuhi kepentingannya tersebut mengadakan hubungan – hubungan yang oleh hukum untuk menciptakan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat.2

Pada kenyataannya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya manusia lain, karena manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya secara alamiah mempunyai naluri dan hasrat untuk hidup bersama. Pergaulan dalam hidup ini, bertujuan

1 Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945, (Surabaya : CV. Cahaya Agency), Hlm. 4.

2 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010), Hlm. 3.

(12)

untuk mempertahankan diri, tentunya untuk mendapat kehidupan yang aman, damai tertib dan untuk mencapai tujuan yang dimaksud perlu adanya norma atau kaidah yang menentukan bagaimana seharusnya bertingkah laku di dalam masyarakat sehingga setiap pelanggaran terhadap kaidah atau norma dimaksud akan dikenakan sanksi yang tegas dan memaksa.

Mengingat kompleksnya kehidupan manusia, maka kaidah yang diperlukan bermacam-macam sesuai dengan sifat pergaulan hidup itu sendiri.

Kaidah-kaidah yang diperlukan itu salah satunya adalah kaidah hukum.3

Salah satu bidang hukum dalam rangka menjaga ketertiban dan keamanan warga Negara Indonesia sendiri yaitu hukum pidana. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan pendertiaan atau siksaan bagi yang bersangkutan.4

Salah satu bentuk kejahatan yang seringkali terjadi di sekitar kita yakni kejahatan dalam bentuk kekerasan seperti penganiyaan. Maraknya tindakan penganiayaan yang kita lihat dari berbagai sumber menjadi pertanda bahwa hal tersebut tidak lepas dari perilaku masyarakat yang kurang terkontrol baik itu yang dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan pengaruh lingkungan pergaulan yang kurang baik. Perselisihan baik secara personal ataupun kelompok dapat menjadi suatu faktor yang dapat mengundang terjadinya tindak kekerasan yang berujung pada penganiayaan.

3 CST.Kansil, Pengantar Ilmu Hukumdan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), 1980,Hlm. 32.

4 JB Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta : PT. Prenhallindo, 2001), Hlm. 88.

(13)

3

Kejahatan merupakan perbuatan yang menyalahi etika dan moral sehingga dari suatu kejahatan yang dilakukan seseorang maka tentu perbuatan tersebut memiliki dampak yang sangat merugikan orang lain selaku subjek hukum.

Kejahatan dapat timbul dimana saja dan kapan saja. Bahkan dapat dikatakan bahwa kejahatan itu terjadi hampir pada setiap masyarakat, namun karena sifatnya yang buruk atau merugikan, maka adalah wajar apabila masyarakat berusaha untuk mencegah ataupun menanggulangi terjadinya kejahatan. Disisi lain pemerintah telah membentuk berbagai peraturan untuk menanggulangi berbagai bentuk kejahatan, namun demikian hampir setiap hari masyarakat, dihadapkan pada berbagai berita dan pembicaraan yang menyangkut masalah kriminalitas.

Rumah tangga adalah institusi pertama tempat belajar bagi setiap insan manusia. Namun belakangan institusi yang kita kenal dalam sebuah lingkup keluarga tersebut yang awalnya sebagai tempat awal pembentukan karakter bagi anak mengalami pergeseran fungsi, hal ini sejalan dengan semakin maraknya kabar tentang kekerasan dalam linkup rumah tangga baik itu yang dilakukan orang tua terhadapa anak, maupun sebaliknya.

Kekerasan dalam rumah tangga ( disingkat KDRT ) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik yang dilakukan oleh suami maupun oleh istri. Menurut (Pasal 1 UU Nomor 23 Tahun 2004) tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah

(14)

tangga termasuk ancaman perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.5

Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Menentukan orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.6 Anak adalah amanah sekaligus karuni Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan dengan kekayaan harta benda lainnya.

Karenanya, anak sebagai amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa harus senantiasa dijaga dan dilindungi. Hal ini karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak – hak anak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak dalam hal ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang – undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hak – Hak Anak.

Kekerasan terhadap anak merupakan salah satu masalah yang memiliki tingkat urgensi tinggi pada kehidupan yang modern ini. Banyak masalah yang mendera pada ruang lingkup masyarakat paling kecil seperti keluarga adalah faktor yang paling utama. Kekerasan pada anak sering sering menjadi alasan pada rasa kekecewaan dan kemarahan pelakunya, serta sebuah pelampiasan ego yang tidak mendasar.

Pada konteks kekinian, terjadinya kekerasan terhadap anak dalam keluarga, sebagai pangkal penyebabnya adalah rapuhnya tatanan keluarga.

5 Andi Rahman dan Amiruddin Prabu,Kapita Selelkta Hukum Pidana,(Jakarta : Mitra Wacana Media, 2015),Hlm. 149.

6 Mohammad Taufik Makaro dan Weny Bukamo dan Saiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (Jakarta : Rineka Cipta, 2013), Hlm.

44.

(15)

5

Karakteristik tatanan keluarga yang rapuh diantaranya adalah ketidakmampuan orang tua dalam mendidik anak dengan sebaik – baiknya, yaitu tiadanya perhatian, kelembutan dan kasih sayang orang tua terhadap anak. Ruang keluarga yang dihiasi pertengkaran, perselisihan dan permusuhan adalah sumber terjadinya kekerasan fisik dan yang paling terkena sasaran kekerasannya adalah anak.7

Kedudukan anak dalam rumah tangga sebenarnya dalam posisi lebih lemah, lebih rendah karena secara fisik, mereka memang lebih lemah dari pada orang dewasa dan masih bergantung pada orang-orang dewasa di sekitarnya.

Secara umum, ada banyak jenis kekerasan pada anak mulai kekerasan fisik (seperti memukul), kekerasan seksual, emosional (seperti merendahkan), pengabaian (tak ada tempat tinggal) hingga eksploitasi (pekerja anak). Dan diyakini kasus-kasus kekerasan anak dalam rumah tangga di Indonesia sangat banyak terjadi. Data yang dilansir oleh Global Report 2017: Ending Violence in Childhood menyebut sebanyak 73,7% anak berusia 1-14 tahun di Indonesia

mengalami kekerasan berbagai jenis di rumah. Angka ini tentu mencengangkan dan wajib menjadi perhatian khusus kita semua terutama pemerintah dan lembaga-lembaga terkait yang seharusnya mencari solusi komprehensif untuk menghentikan kekerasan anak yang kian memprihatinkan ini. Tak berlebihan jika kekerasan anak ini sudah bisa dikategorikan masuk dalam kondisi darurat. Hal ini belum berbicara kekerasan pada anak yang dilakukan oleh masyarakat lingkungan di luar rumah baik di sekolah ataupun masyarakat umum.8

7 Abu Huraerah,Child Abuse(Kekerasan Terhadap Anak), (Bandung : Penerbit Nuansa, 2007), Hlm. 69.

8https://regional.kompas.com/read/2015/10/08/18245261/Menteri.Yohana.Indonesia.Daru rat.Kekerasan.terhadap.Anak Diakses pada tangga 1 Maret 2019 pukul 10.15 WIB

(16)

Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyebut jumlah aduan kasus kekerasan pada anak yang diterima KPAI selama 2017 masih sangat tinggi, yakni 3.849 kasus. Tahun 2016, jumlah aduan yang masuk ke KPAI berjumlah 4.620 kasus. Secara kuantitas memang menurun, namun bukan berarti angka itu menunjukkan kasus kekerasan anak menurun. Sebab, saat ini banyak bermunculan lembaga-lembaga perlindungan anak di daerah. Para korban kekerasan pada anak dimungkinkan juga banyak ditangani oleh lembaga-lembaga baru di daerah tersebut. Intinya adalah jumlah kekerasan apada anak masih sangat tinggi. kalau dipukul rata, jumlah setiap tahun angka kekerasan terhadap anak mencapai 3.700 dan rata-rata terjadi 15 kasus setiap harinya.9

Dari data tentang kekerasan terhadap anak diatas dapat dikatakan kekerasan pada anak di Indonesia semakin memprihatinkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Pemerintah harus segera mencari solusi permanen terkait makin maraknya kekerasan pada anak yang terus terjadi di Tanah Air.

Ada banyak penyebab mengapa sampai terjadi kekerasan anak dalam keluarga mulai dari penyimpangan perilaku, stress yang berkepanjangan, beban masalah yang tak bisa dipecahkan selama bertahun – tahun, belum siap berumah tangga, pengaruh globalisasi hingga masalah ekonomi. Faktor yang terakhir paling sering menjadi alasan orang tua tega menganiaya anak kandungnya.

Berkaca pada hal-hal di atas, pemerintah harus cepat menangkap fenomena ini untuk selanjutnya dicarikan solusi yang komprehensif. Tanpa adanya solusi yang lengkap, kejadian kekerasan pada anak akan terus terulang dan

9 https://nasional.sindonews.com/read/1273017/16/kekerasan-anak-dan-keluarga- 1515713113. Diakses pada tanggal 1 Maret 2019 pukul 10.30 WIB

(17)

7

akan berakibat buruk terhadap proses perkembangan kejiwaan anak yang akan membawa si anak pada tingkat mental yang rendah. Dan secara jangka panjang kekerasan anak ini akan mengancam tumbuhnya generasi penerus bangsa.

Berdasarkan keadaan yang sangat memprihatinkan tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini kedalam bentuk skripsi yang bejudul Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Yang Menyebabkan Kematian Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan No.296/Pid.B/2018/PN Kwg).

B. Perumusan Masalah

Kasus kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga yang sudah terjadi dan mengkhawatirkan banyak pihak karena anak yang menjadi korban dapat mengalami trauma atau merusak mentalnya dan anak adalah generasi penerus bangsa yang harusnya dilindungi oleh semua kalangan. Maka dari itu adapun permasalahan yang penulis bahas di skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hukum mengenai tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga?

2. Bagaimana Faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga dalam perspektif kriminologi?

3. Bagaimana penerapan kebijakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga yang menyebabkan kematian (Studi kasus No.296/Pid.B/2018/PN Kwg) ?

(18)

Hal tersebut diatas permasalahan yang menjadi acuan bagi penulis dalam menulis skripsi ini sehingga tidak lari dari jalur dengan judul sehingga sampailah apa yang hendak menjadi tujuan yang ingin disampaikan oleh penulis melalui skripsi ini.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang hendak menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh penulis melalui skripsi, adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui aturan hukum mengenai tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga.

2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga dalam perspektif kriminologi.

3. Untuk mengetahui penerapan kebijakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga yang menyebabkan kematian.

Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, skripsi ini dapat menyumbang pemikiran dan pemahaman dari masalah-masalah yang telah dirumuskan diatas terhadap bagaimna kajian kriminologi dan upaya penanggulangan kejahatan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga yang terjadi di Indonesia.

(19)

9

Dapat memberikan masukan serta memberi pengertian kepada masyarakat tentang hukum yang berlaku pada kejahatan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga yang di Indonesia.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, yaitu dimana dari permasalahan yang dibahas dalam skripsiini dapat memberikan masukan kepada masyarakat dan terkhusunya orang tua bahwa anak yang rentan menjadi korban dari kejahatan kekerasan yang dapat terjadi didalam rumah tangga sehingga dapat memberikan perlindungan yang lebih lagi sehingga anak-anak tidak ada lagi yang menjadi korban kejahatan kekerasan dalam rumah tangga. Kemudian menjadi masukan pada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bagaimana menanggulangi kejahatan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga yang semakin hari semakin marak terjadi.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini berjudul Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Yang Menyebabkan Kematian Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan No.296/Pid.B/2018/PN Kwg) merupakan hasil pemikiran penulis sendiri tanpa adanya suatu proses penjiplakan atas karya tulis manapun. Tulisan dengan judul Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Yang Menyebabkan Kematian Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan No.296/Pid.B/2018/PN Kwg) belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya bukti uji bersih dari pihak Fakultas Hukum

(20)

Universitas Sumatera Utara. Walaupun ada, sudut pandang dan pembahasannya pasti berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau secara akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih.10 Peran hukum sendiri dalam kehidupan manusia yaitu sebagai aturan yang bersifat memaksa sehingga harus ditaati oleh setiap manusia yang dimana dengan adanya hukum itu dibuat sebagai batasan apa yang dapat dilakukan manusia sehingga setiap perbuatannya tidak merugikan orang lain.

Salah satu bidang hukum yang mengatur mengenai tindak pidana dan upaya penangulangannya adalah hukum pidana. Sebelum masuk kepada

10 https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum diakses pada tanggal 1 Maret 2019 pukul 11.15 WIB

(21)

11

pengertian hukum pidana sangat perlu kita mengetahui arti hukum sendiri. Hukum mempunyai arti luas dan sukar. Hukum merupakan suatu instrumen yang memiliki aturan dengan tujuan untuk memberikan keadilan, kemanfaatan serta kepastian hukum kepada masyarakat.didalam literatur hukum sudah ada beberapa defenisi hukum dari para ahli yang dapat dipandang memadai rumusnya. Definisi tersebut yakni :11

Capitant:

Hukum adalah keseluruhan daipada norma – norma yang secara mengikat hubungan yang berbelit – belit antara manusia dan masyarakat.

Drs. C. Utrecht, SH:

Hukum adalah himpunan peraturan – peraturan yaitu yang berisi perintah – perintah dan larangan – larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.

Roscoe Pound:

Hukum adalah sekumpulan penuntun yang berwibawa atau dasar – dasar ketetapan yang dikembangkan dan ditetapkan dengan suatu teknik yang berwenang atas latar belakang cita – cita tentang ketertiban masyarakat dan hukum yang sudah diterima.

Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dan mengatur anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan – ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku

11 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta : Rineka Cipta, 2004), Hlm. 42-43

(22)

dalam masyarakat. Untuk menjaga agar peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas – asas keadilan dari masyarakat tersebut.12

Setelah membahas mengenai pengertian hukum. Maka selanjutnya akan dibahas pengertian tentang hukum pidana. Ada beberapa ahli yang memberikan pengertian tentang hukum pidana, antar lain :

a) Definisi Hukum Pidana menurut Moeljatno.

Dalam bukunya yang berjudul “Asas – Asas Hukum Pidana” 1987 antara lain sebagai berikut 13:

Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

1) Menentukan perbuatan – perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.

2) Menentukan kapan dan dalam hal – hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan – larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

12 Saifullah. Refleksi Sosiologi Hukum, (Semarang : Refika Aditama, 2007), Hlm. 40.

13 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Bina Aksara, 1987), Hlm. 1.

(23)

13

a. Hukum Pidana menurut Mohammad Ekaputra adalah sebagai berikut14 : Hukum pidana itu sendiri setidaknya merupakan hukum yang mengatur tentang :

1) Larangan untuk melakukan suatu perbuatan

2) Syarat – syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana

3) Sanksi Pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan suatu tindak pidana yang dilarang (delik)

4) Cara mempertahankan atau memberlakukan hukum pidana.

b. Definisi hukum pidana menurut Prof.Simons

Secara teoritis, kekerasan terhadap anak (Child Abuse) dapat didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.

Suharto mengelompokkan child abuse menjadi : physichal abuse(kekerasan fisik), Psychological abuse (kekerasan secara psikologis), sexual abuse (kekerasan secara seksual), dan social abuse (kekerasan secara sosial).

Keempat bentuk child abuse ini dapat dijelaskan sebagai berikut 15:

1) Kekerasan anak secara fisik, adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda – benda tertentu, yang menimbulkan luka – luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau

14 Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana Edisi 2, (Medan : USU Press, 2014), Hlm. 5.

15 Abu Huraerah, Op. Cit, Hlm. 47-49

(24)

kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang atau rotan. Dapat pula berupa rokok atau setrika, lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan mulut, pipi, dada perut, punggung, atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingklah laku anak yang tidak disukai orang tuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus menerus , menangis minta jajan, buang air, kencing atau muntah disembarang tempat, memecahkan barang berharga.

2) Kekerasan anak secara psikis, meliputi penghardikan, penyampaian kata- kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini pada umumnya menunjukkan perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu orang lain.

3) Kekerasan anak secara seksual, dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa ( incest, perkosaan, eksploitasi seksual).

4) Kekerasan anak secara sosial, dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran adalah sikap dan perilaku orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya, anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi

(25)

15

anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang – wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik- pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.

Dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) terdapat beberapa Pasal yang mengatur tentang bentuk – bentuk kekerasan terhadap anak dan juga aturan pidananya baik yang secara langsung disebutkan objeknya adalah anak, maupun secara tidak langsung. Beberapa Pasal dalam KUHP yang mengaturnya adalah:

1) Tindak pidana (kejahatan) terhadap asal – usul dan perkawinan, yaitu melakukan pengakuan anak palsu (Pasal 278);

2) Bab XV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 283, 285, 287, 289, 290, 291, 292, 293, 294, 295, 297,300, 301 dan 305 KUHP;

3) Kejahatan terhadap kemerdekaan orang, seperti menarik orang yang belum cukup umum dari kekuasaan yang menurut UU ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang lain (Pasal 330), menyembunyikan orang yang belum dewasa (Pasal 331), melarikan wanita yang belum dewasa tanpa

(26)

dikehendaki orang tuanya atau walinya, tetapi disetujui oleh wanita itu (Pasal 332);

4) Kejahatan terhadap nyawa, seperti seperti pembunuhan (Pasal 338), pembunuhan dengan pemberatan (Pasal 339), pembunuhan berencana (Pasal 340), merampas nyawa (pembunuhan) anak sendiri yang baru lahir (Pasal 341 dan 342);

5) Kejahatan penganiayaan. (Pasal 351-356).

Dalam UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 22 tahun 2003 tentang tentang Perlindungan Anak juga mengatur bagaimana bentuk- bentuk tindak pidana kekerasan terhadap anak beserta sanksi pidananya yang diatur dalam BAB XI pelaksanaan hukum terhadap pihak yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Undang – Undang Perlindungan anak ini telah mengalami perubahan yang kedua kali menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang Pengaturan mengenai kekerasan terhadap anak juga diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang

“Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga” (UU KDRT), terbagi dalam beberapa bab. Mengenai perlindungan korban KDRT, ditetapkan dalam Bab IV tentang “Hak-hak Korban”, Bab VI tentang “Perlindungan” dan Bab VII tentang

“Pemulihan Korban”. Hak – hak, perlindungan maupun pemulihan korban, dalam UU KDRT, dimaksudkan untuk semua korban KDRT, tentunya termasuk perlindungan terhadap anak korban KDRT.

(27)

17

2. Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Kriminologi

Tindak Pidana atau Kejahatan merupakan suatu tindakan yang dianggap negatif oleh masyarakat, dan juga telah melanggar unsur – unsur yang disebutkan dalam peraturan perundang – undangan. Keluarga merupakan lingkup terkecil dari kehidupan manusia. Tidak ada seorang pun yang terlahir tanpa keluarga.

Meskipun terlahir tanpa seorang ayah, namun si anak tetap memiliki keluarga yaitu hubungan yang terjalin antara ibu dan anak. Dan keluarga juga merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh si anak. Oleh karena itu, keluarga merupakan salah satu faktor penentu terhadap baik – buruknya tumbuh – kembang anak.

Apabila keluarga yang seharusnya menjadi tempat curahan hati seorang anak malah menjadi tempat yang membuatnya merasa tidak nyaman, ini merupakan masalah. Permasalahan ini tidak hanya menyangkut tumbuh – kembang si anak saja, melainkan menjadi permasalahan bagi generasi penerus keluarga selanjutnya, atau bahkan menjadi permasalahan bagi bangsa ini karena anak merupakan generasi penerus bangsa pula.

Masalah kekerasan anak ini menjadi perhatian serius bagi semua kalangan.

Hal ini karena kekuatan bangsa terletak pada perkembangan generasi anak sehingga anak menjadi perhatian khusus bagi setiap bangsa. Kita tidak bisa menutup mata atas kasus tindak pidana kekerasan anak oleh orang tua di dalam rumah tangga. Karena itu perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan kriminologi untuk mengkaji sebab-sebab terjadinya Kekerasan Anak tersebut.

(28)

Ada dua faktor yang dapat menyebabkan oknum orang tua sampai melakukan kekerasan terhadap anaknya :

1) Faktor Internal, yaitu faktor dari dalam diri si pelaku kekerasan terhadap anak adalah faktor stres sosial, faktor keluarga, faktor penyakit parah gangguan mental (emosi), faktor status orang tua tidak kandung, faktor pendidikan orang tua.

2) Faktor Eksternal, yaitu faktor dari luar diri si pelaku yang mendorong si pelaku untuk melakukan kekerasan anak adalah faktor ekonomi dan faktor karena kelakuan anak itu sendiri.

Dari dua faktor di atas, maka sebab-sebab kekerasan tersebut bisa terungkap. Terjadinya kekerasan anak oleh orang tua di dalam rumah tangga pasti tidak hanya disebabkan oleh hal-hal sederhana tetapi hal-hal yang terakumulasi dan kompleks yang perlu untuk diteliti. Faktor – faktor penyebab terjadinya kekerasan anak oleh orang tua di dalam rumah tangga akan dikaji menggunakan teori – teori kriminologi mengenai penyebab kejahatan dalam Etiologi Kriminal, yaitu usaha ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan.

3. Penerapan Kebijakan Hukum Pidana Kekerasan Terhadap Anak Dalam Rumah Tangga Yang Menyebabkan Kematian

Upaya pencegahan maupun upaya pemberantasan (upaya represif maupun upaya preventif), dapat dilakukan dengan berbagai bentuk kebijakan hukum pidana. Kebijakan hukum pidana pada dasarnya merupakan saran untuk melakukan upaya – upaya penegakan hukum terhadap adanya tindak pidana atau kejahatan.

(29)

19

Sudah menjadi kewajiban negara melalui perangkat hukum yang ada untuk menanggulangi setiap bentuk tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, hal ini sebagaimana penulis paparkan sebelumnya bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap kegiatan manusia dalam pergaulan hidup sehari – hari telah diatur dalam bentuk peraturan atau norma-norma.

Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat dari politik hukum maupun dari politik kriminal. Menurut Prof. Sudarto, Politik Hukum Adalah :

a) Usaha untuk mewujudkan peraturan – peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat.

b) Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan – peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mencapai apa yang dicita – citakan.16

Menurut M. Hamdan, upaya penaggulangan yang merupakan bagian dari kebijakan sosial pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) yang dapat ditempuh dengan 2 jalur, yaitu:17

a. Jalur penal, yaitu dengan menerapkan hukum pidana (criminal law application)

b. Jalur non penal, yaitu dengan cara :

16 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), Hlm 27.

17 M. Hamdan, Politik Hukum Pidana, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), Hlm.45.

(30)

1) Pencegahan tanpa pidana (prevention without punisment), termasuk di dalamnya penerapan sanksi administratif dan sanksi perdata.

2) Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pembinaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment).

Sistem Hukum Indonesia yang menganut sistem civil law mengenal dua bentuk kebijakan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana.

Kebijakan yang terdapat dalam sistem hukum Indonesia dibagi dalam bentuk kebijakan penal dan kebijakan non penal.

Kebijakan terhadap tindak pidana kekerasan terhadap anak, juga dapat dilakukan dengan cara penal baik non penal. Bentuk kebijakan penal terkait tindak pidana kekerasan terhadap anak adalah dengan adanya peraturan perundang – undangan yang mengatur mengenai perbuatan tindak pidana yang dilakukannya, dan adanya sistem peradilan yang dilakukan untuk melakukan penjatuhan pidana kepada pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak.

Selain itu, kebijakan non penal juga dapat dilakukan untuk menekan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang ada di Indonesia. Upaya non penal dapat disebut sebagai upaya preventif, yaitu dengan cara mengeluarkan kebijakan oleh pemerintah, memberikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak serta adanya peran masyarakat di dalam nya untuk mengurangi terjadinya tindak pidana.

(31)

21

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi penelitian

Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian hukum Yuridis Normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier. Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada:18

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.

b. Penelitian terhadap sistematika hukum.

c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum.

d. Penelitian terhadap sejarah hukum.

e. Penelitian terhadap perbandingan hukum.

Dalam hal penelitian hukum normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan berbagai literature yang berkatian dengan permasalahan skripsi ini.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan perundang-undangan dan putusan.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi kepustakaan/studi dokumen (Documentary Study) yaitu dengan melakukan

18 Ediwarman. Monograf Metodologi Penelitian Hukum Panduan penulisan skripsi, Tesis dan Disertasi, (Medan : PT. Sofmedia, 2015), hlm. 94.

(32)

peneltian terhadap data sekunder yang meliputi Peraturan – peraturan Nasional yang berhubungan dengan tulisan ini, Yurisprudensi yaitu putusan Pengadilan Negeri Karawang serta penelitian terhadap Bahan Sekunder, yang meliputi karya penelitian, karya dari kalangan hukum lainnya, dan hasil penelitian, dan bahan- bahan penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan sebagainya.

4. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Prosedur pengambilan dan pengumpulan data diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan (library research) dengan tujuan mencari konsep – konsep, teori – teori, pendapat – pendapat atau penemuan-penemuan yang relevan dengan pokok permasalahan.19 Melalui peraturan perundang-undangan yang tentang tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga.

5. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan cara kualitatif, yaitu dengan menganalisis melalui data lalu diorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

19 Ibid.,

(33)

23

Universitas Sumatera Utara BAB II

PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM RUMAH TANGGA

A. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana

Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan sebuah perilaku, baik yang terbuka atau tertutup, baik yang bersifat menyerang maupun bertahan yang disertai penggunaan kekuatan pada orang lain.20

Kekerasan adalah suatu perbuatan dengan menggunakan tehaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah, membuat orang tidak berdaya. Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau jasmani secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya, atau membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya.21

Kekerasan pada dasarnya merupakan tindakan agresif, yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Kekerasan diartikan sebagai penggunaan kekuatan yang bertentangan dengan kemauan orang lain, dan yang berakibat pada pembinasaan, kerugian pada orang lain, atau harta benda, atau hilangnya kemerdekaan orang lain.22 Kekerasan disebut sebagai tindakan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan baik fisik maupun psikis adalah kekerasan

20 Nursariani Simatupang dan Faisal,Hukum Perlindungan Anak (Medan : Pustaka Prima, 2018), Hlm. 66.

21 Maidin Gultom, Op.Cit , Hlm, 1.

22 Ibid.

(34)

yang bertentangan dengan hukum, maka oleh karena itu kekerasan adalah sebagai suatu bentuk kejahatan.23

Tindakan kekerasan menunjukkan pada tingkah laku yang pertama-tama harus bertentangan dengan undang – undang, baik berupa ancaman saja maupun sudah merupakan tindakan nyata dan memiliki akibat – akibat kerusakan terhadap harta benda atau fisik atau dapat mengakibatkan kematian pada seseorang. Dilihat dari perspektif kriminologi, kekerasan menunjukkan pada tingkah laku yang berbeda – beda baik motif maupun mengenai tindakannya.24

Abuse adalah kata yang biasa diterjemahkan sebagai kekerasan, penganiayaan, penyiksaan atau perlakuan salah. Dalam the Social Work Dictionary Barker mendefenisikan Abuse sebagai ”improper behavior intended to causephsycal, psychological, or financial harm to an individual or group” ( Kekerasan adalah perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik yang dialami individu maupun kelompok). Sedangkan istilah child abuse atau kadang-kadang Child maltreatment adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut kekerasan terhadap anak. Richard J. Gelles dalam Encyclopedia Article from Encarta, mengartikan child abuse sebagai “intentional acts that result inphysical or emotional harm to children. The term child abuse covers a wide range of behavior, from actual physical assault by parents or other adult caretakers to neglect at at a child’s basic needs (kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahya terhadap anak – anak secara

23Ibid.

24 Nursariani Simatupang dan Faisal, Op. Cit.

(35)

25

fisik maupun emosional. Istilah child abuse meliputu berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan – kebutuhan dasar anak).25

Sementara itu, Barker mendefenisikan child abuse, yaitu”the recurrent infliction of physical or emotional injury on a dependent minor,through intentional beatings, uncontrolled corporal punishment, persistent redicul and degradation, or sexual abuse, usually commited by parents or others in charge of child’s scare” ( Kekerasan terhadap anak adalah tindakan melukai berulang – ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual biasanya dilakukan oleh para orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak.26

Selanjutnya, akan diuraikan beberapa pasal dari Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), namun perlu diuraikan lagi tentang pengertian

“kekerasan” yang terdapat dalam Pasal 89 KUHP, yang berbunyi :

“Membuat orang Pingsan atau tidak berdaya, disamakan dengan menggunakan kekerasan”27

Akan tetapi, selanjutnya tidak dijelaskan bagaimana cara membuat tidak berdaya orang tersebut. Karena dalam kenyataannya membuat orang tidak

25 Abu Huraerah, Op. Cit., Hlm. 47.

26 Ibid.

27 Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis – Viktimologis, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), Hlm. 156-157.

(36)

berdaya bisa dilakukan dengan 2 (dua) cara, secara fisik, misalnya dipukul dan secara nonfisik, misalnya dibius.

Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang bentuk – bentuk kekerasan terhadap anak dan juga aturan pidananya baik yang secara langsung disebutkan objeknya adalah anak, maupun secara tidak langsung. Beberapa pasal dalam KUHP yang mengaturnya adalah: 28

a) Tindak pidana (kejahatan) terhadap asal – usul dan perkawinan, yaitu melakukan pengakuan anak palsu (Pasal 278);

b) Bab XV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 285, 287, 289, 290, 291, 292, 293, 294, 295, 297, dan 305 KUHP.

c) Kejahatan yang melanggar kesusilaan, seperti menawarkan, memberikan, untuk terus menerus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa (Pasal 283), bersetubuh dengan wanita yang diketahui belum berumur lima belas tahun di luar perkawinan (Pasal 287), melakukan perbuatan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul terhadap orang yang belum berumur lima belas tahun (Pasal 290), melakukan perbuatan cabul terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya,

28 Sri Sumarwani, Kekerasan Pada Anak Bentuk, Penanggulangan, dan Perlindungan Pada Anak Korban Kekerasan. http://sumarwani.blog.unissula.ac.id/2011/10/07/kekerasan- padaanak-bentuk-penanggulangan-dan-perlindungan-pada-anak-korban-kekerasan/ diakses pada tanggal 18 Maret 2019, pukul 07.32

(37)

27

yang belum dewasa (Pasal 294), menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak di bawah pengawasan, pemeliharaan, pendidikan, atau penjagaannya, yang belum dewasa dengan orang lain (Pasal 295), melakukan perdagangan anak (Pasal 297), membikin mabuk terhadap anak (Pasal 300), memberi atau menyerahkan seorang anak yang ada di bawah kekuasaannya kepada orang lain untuk melakukan pengemisan atau pekerjaan yang berbahaya atau pekerjaan yang dapat merusakkesehatannya (Pasal 301);

d) Kejahatan terhadap kemerdekaan orang, seperti menarik orang yang belum cukup umum dari kekuasaan yang menurut UU ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang lain (Pasal 330), menyembunyikan orang yang belum dewasa (Pasal 331), melarikan wanita yang belum dewasa tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya, tetapi disetujui oleh wanita itu (Pasal 332);

e) Kejahatan terhadap nyawa, seperti seperti pembunuhan (338), pembunuhan dengan pemberatan (339), pembunuhan berencana (340), merampas nyawa (pembunuhan) anak sendiri yang baru lahir (Pasal 341 dan 342);

f) Kejahatan penganiayaan (Pasal 351 – 356).

(38)

B. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Berdasarkan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang PKDRT pada pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Demikian juga pada pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:

a) Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);

b) Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau

c) Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).29

Pada bagian konsideran dijelaskan, UU Nomor. 23 Tahun 2004 dibentuk dengan 3 pertimbangan utama, yaitu bahwa :30

1) Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus

29 https://www.academia.edu/9305737/Makalah_KDRT diakses pada tanggal 9 Maret 2019 Pukul 17.15

30 Azis Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), Hlm 102

(39)

29

2) Korban KDRT, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancama kekerasan, penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan

3) Dalam kenyataan kasus KDRT banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban KDRT.

Mengenai bentuk – bentuk kekerasan terhadap orang dalam lingkup rumah tangga telah diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2004 dala pasal 5, yaitu:

a. Kekerasan fisik b. Kekerasan psikis c. Kekerasan seksual

d. Penelantaran rumah tangga

Bentuk- bentuk tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004, tercantum dalam pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9, yaitu :31

1. kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004).

Adapun kekerasan fisik dapat diwujudkan dengan perilaku di antaranya:

menampar, menggigit, memutar tangan, menikam, mencekek, membakar, menendang, mengancam dengan suatu benda atau senjata, dan membunuh.

Perilaku ini sungguh membuat korban kdrt menjadi trauma dalam hidupnya, sehingga mereka tidak merasa nyaman dan aman.

31 Moerti Hadiati Soeroso, Op. Cit., Hlm.83-84

(40)

2. kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004). Adapun tindakan kekerasan psikis dapat ditunjukkan dengan perilaku yang mengintimidasi dan menyiksa, memberikan ancaman kekerasan, mengurung di rumah, penjagaan yang berlebihan, ancaman untuk melepaskan penjagaan anaknya, pemisahan, mencaci maki, dan penghinaan secara terus menerus.

3. kekerasan seksual yaitu pemaksaan hubungan seksual yang yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Selain itu juga berarti pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil atau tujuan tertentu ( Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004)

4. penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

Penelantaran tersebut jugatindak –pidana berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004).

(41)

31

Ketentuan pidana dalam UU Nomor 23 tahun 2004 diatur dalam Bab VIII mulai dari pasal 44 pasal 53. Lama waktu penjara dan juga besarnya denda berbeda-beda sesuai dengan tindak kekerasan yang dilakukan. Dalam proses pengesahan UU ini, bab mengenai ketentuan pidana sempat dipermasalahkan karena tidak menentukan batas hukuman minimal, melainkan hanya mengatur batas hukuman maksimal. Sehingga dikhawatirkan seorang pelaku dapat hanya dikenai hukuman percobaan saja. Meskipun demikian, ada dua pasal yang mengatur mengenai hukuman minimal dan maksimal yakni pasal 47 dan pasal 48.

Kedua pasal tersebut mengatur mengenai kekerasan seksual.32

Di samping memuat pasal-pasal yang melarang tindak pidana KDRT, UU No.23 Tahun 2004 juga merumuskan ketentuan pidana sebagai bagian penegakan hukum atas UU No.23 Tahun 2004. Rumusan ketentuan pidana dimaksud tertuang dalam Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 UU No.23 Tahun 2004.

Ketentuan Pasal 44 ayat (1),(2), dan (3) berbunyi sebagai berikut :

1. “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam ruang lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lam 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana

32 https://mitrawacana.or.id/kebijakan/uu-n0-23-tahun-2004-penghapusan-kekerasan- dalam-rumah-tangga/ diakses pada tanggal 19 Maret 2019 Pukul 20.15 WIB.

(42)

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 45 ayat (1) berbunyi sebagai berikut : “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 46berbunyi sebagai berikut :

“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 47 berbunyi sebagai berikut :

“Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 ( tiga ratus juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 48 UU no.23 tahun 2004 berbunyi sebagai berikut.

(43)

33

“Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang kurangnya selama 4 (empat) minggu terus-menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Ketentuan Pasal 49 berbunyi sebagai berikut :

“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :

i. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);

ii. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).”

Ketentuan Pasal 50 berbunyi sebgaia berikut: “Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa :

a) Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;

b) Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.”

(44)

C. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang

Hukum Indonesia pada dasarnya cukup tegas dalam memayungi hak dan perlindungan anak, hal ini dibuktikan dengan adanya undang-undang yang mengatur secara spesifik dengan beberapa penyesuain yang dilakukan mengikuti kebutuhan masyarakat dan tentunya perkembangan zaman dan teknologi yang terus berkembang. Undang-undang No.17 tahun 2016 merupakan perubahan terakhir atas undang-undang perlindungan anak di Indonesia, perubahan ini dilakukan mengingat kebutuhan yang sangat genting kala itu, walaupun pada dasarnya undang-undang sebelumnya yakni Undang-undang Nomor 35 Tahun 2004 juga sudah cukup baik, hanya saja ada beberapa hal yang di tambahkan dan dilakukan perubahan. Namun Penulis dalam tulisan ini lebih banyak membahas undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 oleh disesuaikan dengan putusan yang

Keberadaan Undang – Undang Nomor 35 tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mempertegas perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak terutama kepada kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial anak.

Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi anak (korban kejahatan) dikemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama. Karena berdasarkan fakta yang terungkap pada saat pelaku kejahatan terhadap anak (terutama pelaku

(45)

35

kejahatan seksual) diperiksa di persidangan, pada kenyataannya ada beberapa pelaku yang mengaku bahwa pernah mengalami tindakan pelecehan seksual ketika pelaku masih berusia anak.

Undang- Undang Nomor 35 tahun 2014 mulai efektif berlaku pertanggal 18 Oktober 2014 banyak mengalami perubahan, diantaranya memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua atau wali dalam hal penyelenggaraan perlindungan anak, serta dinaikkannya ketentuan pidana minimal bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, serta diperkenalkannya sistem hukum baru yakni adanya hak restitusi.33 Yang dimaksud dengan “restitusi” adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.34

Dalam ketentuan umum Pasal 1 point 1 Undang–Undang ini diatur dalam ketentuan umum : “Anak adalah seorang yang belum berusia 18 ( delapan belas) tahun termasuk yang masih dalam kandungan”. Undang–Undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara, merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus – menerus demi terlindungnya hak – hak anak.

33 http://pn-palopo.go.id/index.php/publikasi/artikel/164-paradigma-baru-hukum- perlindungan-anak-pasca-perubahan-undang-undang-perlindungan-anak diakses pada tanggal 15 Maret 2019 Pukul 18. 15.30 WIB.

34Lihat Penjelasan Pasal 71 D ayat 1 Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan.

(46)

Menurut Pasal 2 UU Perlindungan Anak bahwa penyelenggaraan perlindungan anak dilaksanakan berasaskan Pancasila dan berdasarkan Undang–

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip – prinsip dasar Konvensi Hak – Hak anak meliputi :35

a. Prinsip non diskriminasi

b. Prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak

c. Prinsip hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan d. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak.

Non diskriminasi merupakan salah satu prinsip dasar Konvensi Hak anak.

Seluruh prinsip dasr dalam Konvensi Hak Anak telah diadopsi ke dalam UU Perlindungan Anak. Di Indonesia telah mengatur Hak asasi manusia, juga mengatur tentang perlindungan terhadap anak-anak. Hal tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.36

Undang-undang tersebut mengatur mengenai perlindungan – perlindungan terhadap anak apabila mengalami kekerasan ataupun hal – hal yang membahayakan jiwa serta masa depannya. Berikut ini merupakan hak anak untuk dilindungi :37

1) Anak berhak mendapatkan perlindungan dari keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan bagi anak tersebut.

35 Nursariani Simatupang dan Faisal, Op. Cit., Hlm. 35

36 Ibid., Hlm.52.

37 Ibid., Hlm.52-53.

(47)

37

2) Apabila anak mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dari hukum maka ia berhak untuk mendapatkan perlindungan

3) Anak juga berhak mendapat perlindungan apabila ia dieksploitasi 4) Perlindungan terhadap tindak kekerasan dan penelantaran.

UU Perlindungan anak Pasal 13 menyatakan yang dimaksud kekerasan terhadap anak adalah “diskriminasi, eksploitasi baik fisik maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya”.38

Bentuk tindak pidana terhadap anak dalam UU Perlindungan Anak adalah sebagai berikut:39

a) Dalam Pasal 76 yang terdiri dari 10 pasal yang mengatur : Pasal 76A

Setiap orang dilarang:

a. memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau

b. memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas secara diskriminatif.

Pasal 76B

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.

38 Ibid., Hlm. 69-70.

39 Lihat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dalam memaksimalkan loyalitas pelanggan, yang harus dilakukan selanjutnya ialah memaksimalkan customer relationship management (CRM) karena Amstrong dan

Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan sebanyak dua siklus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP N 2 Ngawen dan guru mata

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana menciptakan simulator suhu yang murah (kurang dari satu juta rupiah) untuk media pembelajaran keterampilan medik

Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah membantu Pemerintah Kabupaten Probolinggo dalam penentuan kebijakan pembangunan kawasan yang potensial

 Dalam hal kemiringan tanah bangunan lebih besar dari 10%, maka pondasi bangunan harus dibuat rata atau merupakan tangga dengan bagian atas dan bawah pondasi yang datar. 

Serangkaian manifestasi sikap politik yang disampaikan oleh kalangan pemikir Islam liberal tersebut, mengundang kontroversi tidak saja dari kalangan yang disebut Islam

Writing is the one of skills in English that should be mastered by student. Through writing they can express their view and thoughts that can not be