• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN NILAI FAAL PARU PADA ORANG DEWASA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN MEROKOK DENGAN NILAI FAAL PARU PADA ORANG DEWASA SKRIPSI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

SALWA ZAHRA TSAMARA 170100008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN NILAI FAAL PARU PADA ORANG DEWASA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sarjana Kedokteran

Oleh :

SALWA ZAHRA TSAMARA 170100008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

i

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Merokok dengan Nilai Faal Paru Pada Orang Dewasa” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Asrul, S.Ag, M.Pd.I dan Ibunda Nurullaili, S.Pd atas segala doa, perhatian, dan dukungan yang tiada henti sebagai bentuk kasih sayang kepada penulis. Adik penulis, Fadia Humaira atas segala bentuk semangat yang telah diberikan.

2. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked (Paru), Sp.P(K) selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan waktu, tenaga, dan pikiran guna memberikan arahan, saran, ilmu serta semangat sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

4. dr. Fathia Meirina, M.Ked (Ped),Sp.A selaku Dosen Ketua Penguji dan Dr.dr. Noni Novisari Soeroso, M.Ked, Sp.P(K selaku Dosen Penguji yang

(5)

iii

telah memberikan saran dan nasehat dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

5. dr. Ismiralda Siregar M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan motivasi kepada penulis.

6. Sahabat, teman belajar dan semua teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 untuk kebersamaannya selama ini.

7. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis hingga terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan sebagai masukan penulisan selanjutnya. Semoga penelitian ini bermanfaat terutama bagi kita semua.

Medan, 23 Desember 2020 Hormat saya

Salwa Zahra Tsamara 170100008

(6)

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR SINGKATAN ...x

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I ...1

PENDAHULUAN...1

1.1 LATAR BELAKANG ...1

1.2 RUMUSAN MASALAH ...3

1.3 TUJUAN PENELITIAN ...3

1.3.1 TUJUAN UMUM ...3

1.3.2 TUJUAN KHUSUS ...3

1.4 MANFAAT PENELITIAN ...3

1.4.1 BIDANG PENELITIAN...3

1.4.2 BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT ...3

BAB II ...4

TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1 SISTEM PERNAPASAN ...4

2.1.1 ANATOMI SISTEM PERNAPASAN ...4

2.1.1.1 STRUKTUR UTAMA SISTEM PERNAPASAN...4

2.1.1.2 STRUKTUR PELENGKAP SISTEM PERNAPASAN ...13

2.1.2 FISIOLOGI PERNAPASAN ...15

2.1.3 UJI FAAL PARU...16

2.1.3.1 KVP dan VEP1 ...16

2.1.3.2 SPIROMETRI ...16

(7)

v

2.1.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN FUNGSI PARU

...19

2.1.4.1 USIA ...19

2.1.4.2 GENETIK ...20

2.1.4.3 MEROKOK...20

2.1.4.4 PAPARAN TERHADAP DEBU ...21

2.1.4.5 GIZI ...23

2.1.4.6 PENYAKIT YANG MEMPENGARUHI FUNGSI PARU ...23

2.2 ROKOK ...24

2.2.1 DEFINISI ROKOK...24

2.2.2 KANDUNGAN ROKOK ...24

2.2.3 PREVALENSI ROKOK ...26

2.2.4 KEBIASAAN MEROKOK ...27

2.2.5 JENIS ROKOK ...28

2.3 HUBUNGAN MEROKOK DENGAN FAAL PARU ...29

2.4 KERANGKA TEORI ...31

2.5 KERANGKA KONSEP ...32

2.6 HIPOTESIS PENELITIAN ...32

BAB III...33

METODE PENELITIAN ...33

3.1 KRITERIA INKLUSI ...33

3.2 PENELUSURAN LITERATUR ...33

3.3 METODE PENGUMPULAN DATA ...33

3.4 IDENTIFIKASI VARIABEL ...34

3.4.1 VARIABEL BEBAS ...34

3.4.2 VARIABEL TERIKAT ...34

3.5 DEFINISI OPERASIONAL ...34

3.5.1. Merokok ...34

3.5.2 FAAL PARU ...36

BAB IV ...38

HASIL DAN PEMBAHASAN ...38

4.1 PENCARIAN LITERATUR ...38

(8)

vi

4.2 KARAKTERISTIK DAN HASIL STUDI LITERATUR ...39

BAB V ...50

KESIMPULAN DAN SARAN ...50

5.1 KESIMPULAN ...50

5.2 SARAN...50

DAFTAR PUSTAKA ...51

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Anatomi hidung bagian luar (Adams, Boies and Higler, 2002). ...5

Gambar 2.2 Struktur anatomi dinding lateral hidung dengan konka dan tanpa konka (Adams, Boies and Higler, 2002) ...6

Gambar 2.3 Sinus Paranasal(Adams, Boies and Higler, 2002)...7

Gambar 2.4 Gambaran lateral dinding faring (Netter, 2013). ...8

Gambar 2.5 Otot intrinsik laring (Netter, 2013). ...9

Gambar 2. 6 Anatomi Trakea (Netter, 2013). ...10

Gambar 2.7 Nomenklatur Bronkus (Netter, 2013)...11

Gambar 2.8 Skema saluran napas intrapulmonal (Netter, 2013). ...12

Gambar 2.9 Anatomi paru kanan ...13

Gambar 2.10 Anatomi paru kiri ...13

Gambar 2.11 Anatomi otot- otot pernapasan ...14

Gambar 2.12 Karakteristik spirometri yang dapat dinilai ...17

Gambar 2.13 Spirometri normal dan obstruktif ...18

Gambar 2.14 Spirometri restriktif ...18

Gambar 2.15 Kandungan dalam sebatang rokok ...24

Gambar 2.16 Kerangka teori faktor yang mempengaruhi fungsi paru. ...31

Gambar 2.18 Kerangka konsep. ...32

Gambar 4.1 Penelusuran literatur ...38

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Penilaian pemeriksaan spirometri ...19

Tabel 2.2 Gangguan pada paru akibat merokok...30

Tabel 3.1 Kriteria inklusi penelitian...33

Tabel 3.2 Penilaian pemeriksaan spirometri ...37

Tabel 4.1 Karakteristik dan Hasil Studi ...44

(11)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran A ... 53

Lampiran B ... 55

Lampiran C ... 56

Lampiran D ... 57

(12)

x

DAFTAR SINGKATAN

APD : Alat Pelindung Diri

CO₂ : Karbon Dioksida

CO : Karbon Monoksida

FEV 1 : Forced Expiratory Volume in One Second

FRC : Functional Residual Capacity

FVC : Forced Vital Capacity

GABA : Asam γ-aminobutirik �

Ig A : Immunoglobulin A

Ig E :Immunoglobulin E

Ig G :Immunoglobulin G

KVP : Kapasitas Vital Paksa

nAChRs : Nicotinic Cholinergic Receptors

O₂ : Oksigen

PaO₂ : Tekanan Parsial Oksigen

PaCO₂ : Tekana Parsial Karbondioksida PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PPM : Parts Per Million

PVC : Polivinil Klorida

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

TLC : Total Lung Capacity

VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa dalan Satu Detik

VTA : Ventral Tegmental Area

WHO : World Health Organization

(13)

xi

ABSTRAK

Latar Belakang. World Health Organization(WHO) menyatakan bahwa 21% penduduk dunia yang berusia 15 tahun ke atas merupakan perokok aktif. Anak laki-laki berusia 13-15 tahun di daerah Asia tenggara merokok lebih banyak dibandingkan daerah belahan dunia lainnya.

Merokok telah diketahui sebagai faktor resiko Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), gagal jantung, dan beberapa jenis kanker, terutama kanker paru. Hampir 60% partikel yang terhisap dari asap rokok terdeposit pada paru yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan fungsi parenkim paru. Fungsi paru dapat diukur dengan beberapa variabel diantaranya kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (VEP1), variabel ini dapat diukur dengan menggunakan alat spirometri. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan nilai faal paru pada orang dewasa. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian studi literatur,yaitu metode pengumpulan data dengan mengambil data di pustaka, membaca, mencatat, dan mengolah bahan penelitian dengan mencari referensi yang bersumber dari jurnal maupun buku-buku yang relevan. Hasil. Enam studi dengan data yang relevan diteliti, dua studi menggambarkan hubungan merokok (tembakau dan rokok elektrik) dengan faal paru,. Satu studi menggambarkan hubungan merokok ( tembakau dan cerutu) dengan faal paru. Hasil dari telaah literatur ini adalah merokok baik dengan rokok tembakau, cerutu maupun rokok elektrik secara aktif atau paasif dapat menurunkan indeks spirometri KVP dan VEP1. Kesimpulan. Terdapat hubungan antara merokok dengan nilai faal paru. Penurunan indeks spirometri lebih tinggi pada perokok yang memiliki riwayat merokok lebih lama.

Kata kunci : Merokok, Faal paru, Spirometri, Pack-years

(14)

xii

ABSTRACT

Background. World Health Organization (WHO) report that 21% of the world's population aged over 15 years old are active smokers. Boys aged 13-15 in Southeast Asia are the most smokers in the world. Smoking is known as a risk factor for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), heart failure, and several types of cancer, especially lung cancer. About 60% of the particles inhaled in mainstream smoke are deposited, which is resulting in changes of the lung parenchyma structure and function. Lung function can be measured by several variables using a spirometry instrument including Forced Expiratory Volume in one second (FEV1) and Forced Vital Capacity (FVC). Aims.This study aims to see the relationship between smoking and lung function in adults.

Method. The design of this research is a literature study, method of collecting research materials by taking it from the references, reading, taking notes, and processing research materials by looking for references from journals and relevant books. Result. Six studies had relevant data, two studies research about relationship between smoking (cigarette and electric cigarette) and lung function. One study research about relationship between smoking (cigar and cigarette) and lung function. The result of this review is smoking with cigarette, cigar or electric cigarette, either active or passive can decrease spirometry index, FEV1and FVC. Conclusion. There is a relationship between smoking and lung function. Decrease of spirometri index was higher in a long time smokers.

Keywords : Smoking, Lung Function, Spirometry, Pack-years

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Merokok adalah tindakan mengisap rokok. Rokok merupakan salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Riset Kesehatan Dasar, 2013).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 21 % penduduk dunia yang berusia 15 tahun ke atas merupakan perokok aktif. Anak laki-laki berusia 13- 15 tahun di daerah Asia Tenggara merokok lebih banyak dibandingkan daerah belahan dunia lainnya (WHO, 2015).

Di Indonesia, jumlah anak laki-laki berusia 15 tahun ke atas yang merokok setiap harinya mencapai angka 59.4%. Hal ini menunjukan bahwa prevalensi perokok di Indonesia jauh melebihi rata-rata negara lain di Asia Tenggara. Bila dilihat dari skala yang lebih kecil menurut laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, 23.2 % penduduk DKI Jakarta merupakan perokok aktif (Riset Kesehatan Dasar, 2013).

WHO memperkirakan saat ini penggunaan tembakau (aktif maupun pasif) bertanggung jawab atas kematian sekitar enam juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Total ini termasuk sekitar 600.000 orang yang juga diperkirakan meninggal akibat menjadi perokok pasif. (WHO, 2015).

Penggunaan tembakau di Indonesia diperkirakan menyebabkan 70% kematian karena PPOK dan enfisema. Lebih dari setengah juta penduduk Indonesia menderita karena penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh penggunaan tembakau pada tahun 2001 (Kemenkes RI, 2008)

(16)

2

Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose response.

Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brinkman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok perhari dikalikan jumlah hari lamanya merokok (tahun), misalnya bronkhitis 10 bungkus tahun artinya kalau seseorang itu merokok sehari sebungkus, dia menderita bronkhitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok. Kanker paru minimal 20 bungkus tahun artinya kalau sehari mengkonsumsi sebungkus rokok berarti setelah 20 tahun merokok ia bisa terkena kanker paru (Kemenkes RI, 2008).

Paru yang terkena pajanan asap rokok setiap harinya akan mengalami perubahan fungsi, dua diantaranya adalah penurunan kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (VEP1). Perubahan faal paru tersebut menyebabkan keadaan restriksi dan obstruksi, yang dapat menyebabkan Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Hal ini menunjukkan bahwa bahaya merokok menyebabkan kerugian dalam jangka panjang (Lontoh, 2019).

Pada salah satu penelitian di Amerika menunjukkan hasil adanya hubungan dose respon antara kebiasaan merokok dengan dan rendahnya level VEP1/KVP.

Jumlah konsumsi rokok sebanyak 10 batang perhari ditemukan berhubungan dengan penurunan 25-75% dibanding orang yang tidak merokok (Junction et al., 1996).

Studi kasus kontrol pada pengunjung Rumah Sakit Ghaem Medical Centre di Iran, yakni semakin lama kebiasaan merokok, VEP1 semakin turun. Efek merokok pada tes fungsi paru menunjukkan bahwa merokok akan menimbulkan konstriksi saluran nafas ukuran sedang dan besar sebagai akibat dari lamanya riwayat merokok (Boskabady et al., 2011).

Fungsi paru atau fungsi sistem pernapasan yang utama adalah melaksanakan pertukaran gas antara O₂ dan CO₂ di membran respirasi (pada pernapasan eksterna) dan pada pernapasan interna meliputi pengangkutan O₂ dan CO₂ dalam peredaran darah serta utilisasi O₂ di jaringan-jaringan dan pembebasan sisa metabolisme CO₂ untuk di buang keluar tubuh oleh membran respirasi (West and B, 2010).

(17)

Fungsi paru dapat diukur dengan beberapa variabel diantaranya kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (VEP1) (Lontoh, 2019).

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui hubungan merokok dengan perubahan nilai faal paru pada orang dewasa.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Apakah terdapat hubungan antara merokok dengan perubahan nilai faal paru pada orang dewasa?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

Mengetahui hubungan antara merokok dengan perubahan nilai faal paru pada orang dewasa.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan perubahan nilai faal paru.

2. Mengetahui hubungan pack-years dengan perubahan nilai faal paru.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 BIDANG PENELITIAN

Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengetahuan tentang hubungan antara merokok dengan nilai faal paru pada orang dewasa.

1.4.2 BIDANG PELAYANAN MASYARAKAT

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang bahayanya mengkonsumsi rokok yang akan menyebabkan disfungsi repsirasi.

(18)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SISTEM PERNAPASAN

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang memiliki fungsi utama memperoleh O₂ untuk digunakan oleh sel tubuh dan mengeluarkan CO₂ yang diproduksi oleh sel. Sistem respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan : respirasi selular dan eksternal (Sherwood, 2014).

Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi internal adalah proses pertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan. Respirasi selular (pernapasan internal) berlangsung diseluruh sistem tubuh (Djojodibroto, 2009).

2.1.1 ANATOMI SISTEM PERNAPASAN

Sruktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama (principal structure), dan struktur pelengkap (accessory structure).

2.1.1.1 STRUKTUR UTAMA SISTEM PERNAPASAN

A. SALURAN NAPAS BAGIAN ATAS

1. HIDUNG

Hidung mempunyai beberapa fungsi: sebagai indra penghidu, menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru-paru, mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru dan memodifikasi bicara (Adams, Boies and Higler, 2002).

Anatomi hidung terdiri atas hidung bagian luar (eksternal nose) dan hidung bagian dalam (internal nose).

(19)

a. Hidung bagian luar (external nose)

Struktur hidung bagian luar dapat dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, kubah tulang, yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Belahan bawah aperfura piriforrnis hanya kerangka tulangnya saja, memisahkan hidung luar dengan hidung dalam.

Di bagian superior, struktur tulang hidung bagian luar berupa prosesus maksila yang berada di atas dan kedua tulang hidung, yang disokong oleh prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis tulang etmoidalis, Spina nasalis anterior merupakan bagian dari prosesus maksilaris medial embrio yang rneliputi premaksila anterior, dapat pula dianggap sebagai bagian dari hidung luar. Bagian berikutnya, yaitu kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan, dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi di garis tengah serta berfusi pula dengan tepi atas kartilago septum kuadrangularis.

Sepertiga bawah hidung luar atau lobulus hidung, dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus menutup vestibulum nasi dan dibatasi di sebelah medial oleh kolurnela, di lateral oleh ala nasi, dan anterosuperior oleh ujung hidung (Adams, Boies and Higler, 2002)

Gambar 2.1 Anatomi hidung bagian luar (Adams, Boies and Higler, 2002).

(20)

6

b. Hidung bagian dalam (internal nose)

Struktur hidung bagian dalam membentang dari os internun di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.

Septum nasi merupakan struktur tulang di garis tengah, secara anatomi membagi organ menjadi dua bagian hidung. Selanjutnya, pada dinding lateral hidung terdapat konka dengan rongga udara yang tidak beraturan di antaranya meatus superior, media dan inferior. Sementara kerangka tulang menentukan diameter dari rongga udara, struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung bervariasi tebalnya, juga dapat mengubah resistensi, dan mengakibatkan tekanan dan volume aliran udara inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa, perubahan badan vaskular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas, dan dari krusta dan deposit atau sekret mukosa.

Duktus nasolakrimalis berrnuara pada meatus inferior di bagian anterior.

Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus frontalis, etmoidalis anterior dan sinus maksilaris. Sel- sel sinus etrnoidalis posterior bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sfenoidalis bermuara pada resesus sfenoetmoidalis (Adams, Boies and Higler, 2002)

Gambar 2.2 Struktur anatomi dinding lateral hidung dengan konka dan tanpa konka (Adams, Boies and Higler, 2002).

(21)

2. SINUS PARANASAL

Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang rongga udara hidung.

Jumlah, bentuk, ukuran, dan simetri bervariasi. Sinus-sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, yaitu sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis dan etmoidalis.

Sel etmodialis anterior dan posterior yang saling berhubungan, masing-masing kelompok bermuara ke dalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara (Adams, Boies and Higler, 2002).

Gambar 2.3 Sinus Paranasal(Adams, Boies and Higler, 2002).

3. FARING

Di belakang mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang sfenoid dan dasar tulang oksiput disebelah atas, kemudian bagian depan tulang atlas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan ke hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring. Di samping, muara tuba eustasius kartilaginosa terdapat di depan lekukan yang disebut fosa Rosenmiiller. Kedua struktur ini berada di atas batas bebas otot konstriktor faringis superior. Otot tensor veli palatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustaki, masuk ke faring melalui ruangan ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar hamulus tulang

(22)

8

untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatini dipersarafi oleh saraf mandibularis melalui ganglion otic (Adams, Boies and Higler, 2002)

Gambar 2.4 Gambaran lateral dinding faring (Netter, 2013).

4. LARING

Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa tulang karlilago yang berpasangan maupun tidak berpasangan. Di bagian superior terdapat os hioideum, struktur yang berbentuk U dan dapat dipalpasi di leher depan dan melwati mulut pada dinding faring lateral. Meluas dari masing-masing sisi bagian tengah os atau korpus hioideum adalah suatu prosesus panjang dan pendek yang mengarah ke posterior dan suatu prosesus pendek yang mengarah ke superior.

Tendon dan otot-otot lidah, mandibula dan kranium, melekat pada permukaan superior korpus dan kedua prosesus. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini mengangkat laring. Namun bila laring dalam keadaan stabil, maka otot-otot tersebut akan membuka mulut dan ikut berperan dalarn gerakan lidah. Di bawah os hioideum dan menggantung pada ligamentum thyrohioideum adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea (persai). Kedua alae menyatu di garis tengah pada sudut yang lebih dulu dibentuk pada pria, lalu membentuk jakun (Adam apple).

Pada tepi posterior masing-masing alae, terdapat kornu superior dan inferior.

(23)

Artikulasio kornu inferius dengan karlilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau gerakan antara karlilago tiroidea dan krikoidea.

Gambar 2.5 Otot intrinsik laring (Netter, 2013).

B. SALURAN NAPAS BAGIAN BAWAH

1. TRAKEA

Trakea merupakan tabung udara besar yang mengarah dari laring (kotak suara) menuju ke bronkus (saluran udara besar bercabang yang memasuki paru-paru).

Panjang trakea antara 10-12 cm, dibentuk oleh sekitar 20 lapis kartilagoyang berbentuk huruf C dan berakhir ketika bercabang di karina. Bagian posterior yang tidak berkartilago disebut trakea membranosa (Djojodibroto, 2009).

(24)

10

Gambar 2. 6 Anatomi Trakea (Netter, 2013).

2. BRONKUS DAN BRONKIOLUS

Trakea bercabang dua di karina menjadi bronkus kanan dan kiri. Di atas tempat masuknya bronkus utama, kedua ujung kartilago bertemu membentuk cincin yang sempurna, tidak lagi berbentuk C, melainkan O. Sudut yang dibentuk bronkus utama kanan lebih tajam dibandingkan sudut yang dibentuk oleh brokus kiri dan trakea. Selanjutnya bronkus kanan dan kiri bercabang menjadi bronkiolus.

Bronkiolus (jamak bronkioli kemudian menjadi tempat percabangan alveolus.

Luas permukaan bronkiolus menentukan besar oksigen yang dapat diikat secara efektif oleh paru-paru.percabangan berkisar 20-25x dari Bronkus Tersier (Djojodibroto, 2009).

(25)

Gambar 2.7 Nomenklatur Bronkus (Netter, 2013).

C. SALURAN PERNAPASAN TERMINAL

1. ALVEOLI

Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru.

Parenkim paru mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan

kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius, yang merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan aveoli. Seluruh dari unit alveoli terdiri atas duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). (Djojodibroto, 2009)

(26)

12

Gambar 2.8 Skema saluran napas intrapulmonal (Netter, 2013).

2. PARU

Ada dua buah paru, Paru kanan terdiri atas 3 lobus, dan pada paru kiri terdapat 2 lobus. Paru kanan terdiri atas sepuluh segmen, dan paru kiri terdiri atas delapan segmen. Pada paru kanan lobus – lobusnya antara lain yakni lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Sementara pada paru kiri hanya terdapat lobus superior dan lobus inferior. Namun pada paru kiri terdapat satu bagian di lobus superior paru kiri yang analog dengan lobus medius paru kanan, yakni disebut sebagai lingula pulmonis. Di antara lobus – lobus paru kanan terdapat dua fissura, yakni fissura horizontalis dan fissura obliqua, sementara di antara lobus superior dan lobus inferior paru kiri terdapat fissura obliqua (Djojodibroto, 2009).

(27)

Gambar 2.9 Anatomi paru kanan (Netter, 2013).

Gambar 2.10 Anatomi paru kiri (Netter, 2013).

2.1.1.2 STRUKTUR PELENGKAP SISTEM PERNAPASAN

Struktur pelengkap sistem pernapasan merupakan struktur penunjang yang diperlukan untuk bekerjanya sistem pernapasan. Struktur pelengkap sistem pernapasan terdiri atas tulang iga dan otot-otot pernapasan, diafragma serta pleura (Djojodibroto, 2009).

(28)

14

A. DINDING DADA

1. TULANG PEMBENTUK RONGGA DADA

Tulang yang membentuk dinding dada atau dinding toraks antara lain ; tulang iga (12 buah), vetebra torakalis (12 buah

),

satu buah sternum, dua buah klavikula, dan dua buah skapula (Djojodibroto, 2009)

2. OTOT PEMBATAS RONGGA DADA

Otot pembatas rongga dada terdiri atas : Otot ekstremitas superior, yang terdiri atas muskulus pektoralis mayor, muskulus pektoralis minor, muskulus serratus anterior dan muskulus subklavius. Lalu terdapat otot anterolateral abdominal yang terdiri atas muskulus abdominal oblikus eksternus, dan muskulus rektus abdominis. Dan pada bagian dalam dinding torak terdapat otot torak intrinsik yang terdiri ataas muskulus interkostalis eksterna, muskulus interkkostalis interna, muskulus sternalis, dan muskulus torakalis transversus (Djojodibroto, 2009).

Gambar 2.11 Anatomi otot- otot pernapasan (Netter, 2013).

(29)

3. PLEURA

Pleura merupakan jaringan yang berasal dari mesodermal. Pleura dibedakan atas pleura visceralis yang melapisi paru, dan pleura parietalis yang melapisi dinding dalam hemithoraks. Diantara kedua pleura terdapat rongga pleura yang merupakan ruang potensial yang berisi cairan pleura (film) setebal 10-20 µm yang menyelaputi kedua pleura (Djojodibroto, 2009).

2.1.2 FISIOLOGI PERNAPASAN

Sistem pernafasan atau disebut juga sistem respirasi berperan dalam menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbondioksida. Empat fungsi utama pernapasan adalah: (1) ventilasi paru, yaitu masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru; (2) difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah; (3) pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel jaringan tubuh; dan (4) pengaturan ventilasi dan segi lain dari pernapasan (Hall and Guyton, 2011).

Faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi, distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dengan perfusi pada orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO₂ dan PaCO₂ ) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah keadaan ketika jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat (Djojodibroto, 2009).

Tekanan parsial gas darah arteri yang normal adalah PaO₂ sekitar 96 mmHg dan PaCO₂ sekitar 40 mmHg. Tekanan parsial ini diupayakan untuk dapat dipertahankan tanpa memandang kebutuhan oksigen yang berbeda-beda, yaitu saat tidur kebutuhan oksigen 100 mL/menit dibandingkan dengan saat ada beban kerja, 2000-3000 mL/menit (Djojodibroto, 2009).

Proses pertukaran gas tersebut memerlukan 4 proses yang saling bergantungan satu sama lain yaitu: 1) Proses yang berkaitan dengan volume udara napas dan distribusi ventilasi; 2) Proses yang berkaitan dengan volume darah di paru dan distribusi aliran darah; 3) Proses yang berkaitan dengan difusi O₂ dan CO₂ ; 4) Proses yang berkaitan dengan regulasi pernapasan (Djojodibroto, 2009).

(30)

16

2.1.3 UJI FAAL PARU

2.1.3.1 KVP dan VEP1

Kapasitas Vital Paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC), yaitu jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi maksimal.

Pada gangguan obstruksi nilai KVP selalu lebih kecil dari nilai kapasitas vital karena ada udara terperangkap atau air trapping di dalam paru. Nilai air trapping pada keadaan normal kurang dari 6% (Hall and Guyton, 2011).

Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) atau Forced Expiratory Volume in one second (FEV1), yaitu volume udara ekspirasi detik pertama pada pengukuran KVP. Nilai pada individu normal adalah 80% dari nilai VEP1 prediksi. Perbandingan VEP1 dan KVP merupakan suatu parameter tersering digunakan untuk menentukan derajat obstruksi. Nilai normal perbandingan ini adalah lebih dari 75%. Reversibilitas suatu obstruksi dapat ditentukan dengan perbandingan nilai ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator, hasil >20% berarti reversibel dan <20% berarti irreversibel melalui spirometri (Hall and Guyton, 2011).

2.1.3.2 SPIROMETRI

Fungsi paru dapat diukur dengan menggunakan spirometri. Spirometri adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi/faal paru, di mana pasien diminta untuk meniup sekuat-kuatnya melalui suatu alat yang dihubungkan dengan mesin spirometer yang secara otomatis akan menghitung kekuatan, kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan, sehingga dengan demikian dapat mengetahui kondisi faal paru seseorang (Sherwood, 2014).

Spirometri merupakan suatu pemeriksaan yang menilai fungsi terintegrasi mekanik paru, dinding dada dan otot-otot pernapasan dengan mengukur jumlah volume udara yang dihembuskan dari kapasitas paru total (TLC) ke volume residu (ZN, Anna Uyainah, Amin and Thufeilsyah, 2014).

Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin, mentukan

(31)

nilai referensi normal FEV1 dan FVC pasien berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe spirometri dapat menghitung nilai normal dengan memasukkan data pasien). Kemudian pilih 3 hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemerikssan spirometri yang selanjutnya dibandingkan dengan nilai normal yang sudah ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan persentase nilai prediksi.

Karakteristik spirometri yang dapat dinilai tertera pada gambar (ZN, Anna Uyainah, Amin and Thufeilsyah, 2014).

Secara umum gangguan fungsi pernapasan memiliki dua pola yaitu gangguan restriktif dan gangguan obstruktif. Dari hasil penilaian pemeriksaan spirometri, penilaian fungsi faal paru dapat dilihat dalam tabel.

Gambar 2.12 Karakteristik spirometri yang dapat dinilai ((ZN, Anna Uyainah, Amin and Thufeilsyah, 2014).

(32)

18

Gambar 2.13 Spirometri normal dan obstruktif (ZN, Anna Uyainah, Amin and Thufeilsyah, 2014).

Gambar 2.14 Spirometri restriktif (ZN, Anna Uyainah, Amin and Thufeilsyah, 2014).

(33)

Tabel 2.1 Penilaian pemeriksaan spirometri (ZN, Anna Uyainah, Amin and Thufeilsyah, 2014).

2.1.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN FUNGSI PARU

2.1.4.1 USIA

Perubahan paru-paru tergantung pada usia dan akan memperlihatkan perbedaan seiring bertambahnnya usia. Kenaikan FEV1 dan FVC terjadi sejak lahir hingga usia 25 tahun, kemudian akan tetap stabil selama 5-10 tahun atau lebih, dan akan mulai menurun pada usia dewasa akhir sekitar 40-60 tahun. FEV1 dan FVC pada orang dewasa berhubungan dengan tingkat maksimum yang

Value Normal Obstruksi Restriksi

Kombinasi Obstruksi dan

Restriksi FVC

FEV1 FEV1/FVC

(FEV1 %) FVC/FVC

Pred (FVC %)

TIC Notes

≥80%

pred (N) Atau

≥80%

pred (N) N (>70%)

≥80%

80- 120%

N

<N

<70%

Severity ~

%pred FEV1(=FEV1/F

EV1pred)

<N

N/<N

>70%

<N

<80%

Severity ~%pred FVC(=FVC/FVC

pred)

<80%pred

<80%pred

<70%

(34)

20

dicapai, dan akan terus mengalami penurunan terus menerus seiring bertambahnya usia (Ostrowski and Barud, 2006).

2.1.4.2 GENETIK

Pengaruh faktor genetik pada fungsi pulmonal, seperti yang digambarkan sebagian besar oleh FEV1 dan FVC,dan telah diteliti dalam beberapa penelitian.

Pada penelitiangejala pernafasan dan fungsi paru pada 376 keluarga dan memiliki 816 anak, didapati adanya hubungan yang sangat signifikan antara prevalensi mengi pada orang tua dan anak-anak mereka yang lebih muda. Mengi pada anak- anak juga secara bermakna dikaitkan dengan riwayat asma orang tuanya. Fungsi paru akan lebih rendah pada anak-anak dengan riwayat keluarga asma. Bahkan setelah diukur untuk tinggi badan, berat badan, usia, jenis kelamin, dan ras, fungsi paru anak berkorelasi secara signifikan dengan orang tua. Dalam 271 pasang orang tua dan anak-anak ditemukan agregasi pada fungsi paru-paru dan habitus tubuh, perkiraan dari pewarisan sifat adalah 0,43 untuk FVC dan 0,42 untuk FEV1 jika orangtua tidak merokok dan 0,65 untuk FVC dan 0,44 untuk FEV1 jika kedua orang tua merokok (Ostrowski and Barud, 2006).

2.1.4.3 MEROKOK

Hubungan antara rokok dengan gangguan faal paru adalah “dose response”

yaitu semakin banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan semakin lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan juga akan lebih besar (Ginting, Yunus and Antariksa, 2015).

Asap rokok dapat menimbulkan kerusakan lokal saluran pernapasan, seperti hilangnya fungsi silia. Silia berfungsi sebagai penghalau benda asing yang masuk ke rongga hidung, sehingga benda asing dan polutan lain tidak akan mudah masuk ke dalam paru. Penurunan fungsi silia ini meningkatkan risiko terjadinya gangguan faal paru, karena debu dan polutan dapat dengan mudah masuk ke dalam paru. Teori ini jelas menyatakan bahwa asap rokok mampu mengakibatkan

(35)

terjadinya penurunan faal paru, sehingga gangguan faal paru tidak hanya dialami pada perokok aktif dan mantan perokok, namun dapat juga dialami oleh perokok pasif (Ardam and Yolanda, 2015).

Asap rokok yang dihisap ke dalam paru oleh perokoknya disebut asap rokok utama (main stream smoke), sedang asap yang berasal dari ujung rokok yang terbakar disebut asap rokok sampingan (side stream smoke). Polusi udara yang ditimbulkan oleh asap rokok utama yang dihembuskan lagi oleh prokok dan asap rokok sampingan disebut asap rokok lingkungan (ARL) atau Environmenttal Tobacco Smoke (ETS)

Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata lebih tigggi dibanding asap rokok utama, antara lain karena tembakau terbakar pada temperatur lebih rendah ketika rokok sedang tidak dihisap, membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan lebih banyak bahan kimia. Oleh karena itu ARL berbahaya bagi kesehatan dan tidak ada kadar pajanan minimal ARL yang aman. Terdapat sekitar 4.000 zat kimia berbahaya keluar melalui asap rokok tersebut, antara lain terdiri dari aseton (bahan cat), amonia (pembersih lantai), arsen (racun), butane (bahan bakar ringan), kadmium (aki kendaraan), karbon monoksida (asap knalpot). DDT (insektisida), hidrogen sianida (gas beracun), methanol (bensin roket), naftalen (kamper), toluene (pelarut industri), dan vinil klorida (plastik).

2.1.4.4 PAPARAN TERHADAP DEBU

Debu dapat mempengaruhi kesehatan seseorang dikarenakan debu memiliki sifat inert, fibrogenik serta karsinogen. Sedangkan,sifat reaktivitas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu organik dan anorganik. Debu organik memiliki sifat kurang reaktif tetapi dapat menimbulkan reaksi allergik, debu anorganik lebih reaktif serta dapat menyebabkan reaksi iritasi. Cuaca kerja juga turut mempengaruhi kesehatan seseorang, cuaca kerja yang dimaksud merupakan lingkungan kerja. Sebagai contoh apabila lingkungan kerja panas dan kering dapat

(36)

22

menimbulkan debu, dan debu yang ditimbulkan lebih reaktif (Sholihah and Tualeka, 2015).

Masa kerja pada pekerja berhubungan dengan lamanya seseorang terpapar debu dalam kurun waktu tertentu. Masa kerja juga berhubungan dengan masa inkubasi debu berada dalam tubuh. Sehingga, apabila pekerja dengan masa kerja yang lama maka kondisinya akan berbeda dengan pekerja yang memiliki masa kerja yang singkat. Lama paparan dikategorikan menjadi 2, ≤ 8 jam dan ≥8 jam.

Kategori tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011, yang menyatakan bahwa lama paparan yang diperbolehkan untuk kadar nilai ambang batas, yaitu 8 jam kerja setiap harinya.. (Sholihah and Tualeka, 2015).

Menurut Khairiah dalam Sholihah dan Tualeka (2015), salah satu kerusakan yang disebabkan oleh debu merupakan akibat dari lama paparan atau kontak dengan debu. Pekerja yang mengalami gangguan faal paru sebagian besar merupakan pekerja dengan lama paparan lebih dari 8 jam. Semakin lama pekerja bekerja dalam tempat kerja tersebut memungkinkan pekerja mengalami lama paparan yang lebih lama dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan lama paparan yangrelatif lebih singkat.

Debu yang mengganggu tersebut dapat dicegah atau dimanimalisir dengan menggunakan pengendalian risiko dalam upaya pencegahan.Tahapan pertama adalah eliminasi, yaitu menghilangkan faktor risiko. Sedangkan, tahapan kedua merupakan substitusi atau mengganti faktor risiko. Tahapan selanjutnya merupakan tahapan rekayasa, yaitu merekayasa faktor risiko. Tahapan keempat selanjutnya adalah tahapan administrative dan tahapan yang terakhir merupakan pemakaian dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Untuk itu ketersediaan dan pemakaian Alat Pelindung Diri juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi paru dikarenakan bagian dari upaya pengendalian faktor resiko pemaparan debu pada pekerja dengan masa kerja yang lama (Sholihah and Tualeka, 2015).

(37)

2.1.4.5 GIZI

Angka kecukupan gizi seseorang turut mempengaruhi nilai faal paru.

Seseorang dengan obesitas memiliki risiko tinggi mengalami gangguan faal paru, karena otot pernapasan pada orang obesitas harus bekerja lebih keras dibandingkan kerja otot pada orang normal (Hood and H, 2010).

Menurut Salome dalam Dwiputra (2019), pada orang obesitas, terdapat jaringan adiposa di sekitar tulang rusuk dan perut dan di rongga viseral yang memuat dinding dada dan mengurangi kapasitas residu fungsional (functional residual capacity / FRC). Pengurangan FRC dalam volume cadangan ekspirasi akan terdeteksi, bahkan pada kenaikan berat badan yang kurang signifikan. FRC yang rendah meningkatkan risiko keterbatasan aliran ekspirasi dan penutupan jalan napas. Penurunan volume ekspirasi ditandai dengan kelainan pada distribusi ventilasi, penutupan saluran udara di zona paru-paru dan ketidaksempurnaan perfusi ventilasi. Penutupan saluran nafas yang lebih besar saat pernapasan juga dikaitkan dengan penurunan saturasi oksigen. Bronkokontriksi juga merupakan efek pada orang obesitas. Dengan demikian obesitas memiliki efek pada fungsi paru-paru yang dapat mengurangi kesehatan terutama kesehatan paru-paru (Dwiputra, 2019).

2.1.4.6 PENYAKIT YANG MEMPENGARUHI FUNGSI PARU

Terdapat dua kategori umum disfungsi respirasi yang menyebabkan kelainan hasil spirometri yaitu, penyakit paru obstruktif (kesulitan dalam mengosongkan paru) dan penyakit paru restriktif (kesulitan dalam pengisisan paru) (Sherwood, 2014).

Adapun beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi nilai faal paru ialah Asma, hiperresponsif bronkial, penyakit paru obstruktif kronik, batuk kronis, dispnea saat aktivitas, gagal jantung, penyakit arteri koroner, β-mimetik, hipertensi, diet (kurang gizi, antioksidan makanan), gangguan toleransi glukosa, diabetes mellitus, gangguan otot, dan gangguan hormonal (Ostrowski and Barud, 2006).

(38)

24

2.2 ROKOK

2.2.1 DEFINISI ROKOK

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas peraturan Menteri kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau, rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.

2.2.2 KANDUNGAN ROKOK

Di antara kandungan asap rokok termasuklah aceton (bahan pembuat cat), naftalene (bahan kapur barus), arsen, tar (bahan karsinogen penyebab kanker), methanol (bahan bakar roket), vinyl chloride (bahan plastik PVC), phenol butane (bahan bakar korek api), potassium nitrate (bahan baku pembuatan bom dan pupuk), polonium-201 (bahan radioaktif), ammonia (bahan pencuci lantai), dan sebagainya (Jaya, 2009).

Gambar 2.15 Kandungan dalam sebatang rokok (Kemenkes RI, 2017).

Adapun kandungan dalam rokok yang umumnya berbahaya antara lain :

(39)

1. NIKOTIN

Nikotin terdapat dalam asap rokok dan masuk ke paru-paru, kemudian masuk ke dalam aliran darah dan selanjutnya dibawa ke otak. Otak manusia memiliki reseptor yang menerima nikotin disebut Nicotinic Cholinergic Receptors (nicotinic acetylcholine receptors atau nAChRs). Ikatan nikotin pada permukaan di antara dua subunit reseptor ini membuka jalur, yang memungkinkan masuknya ion sodium atau kalsium. Masuknya dua kation ini dalam sel langsung mengaktifkan tegangan saluran kalsium yang mengijinkan masuknya kalsium lebih banyak. Salah satu efek dari masuknya kalsium di dalam sel saraf adalah dilepaskannya neurotransmiter (Benowitz, 2010).

Salah satu neurotransmitter yang dilepas adalah dopamin. Senyawa kimia ini bekerja menstimulasi perasaan bahagia pada seseorang dan efek yang lebih kuat sama seperti rangsangan memicu rasa lapar. Sebelum dopamin dikeluarkan, nikotin terlebih dahulu telah mengaktivasi glutamin, yakni neurotransmitter yang memfasilitasi pelepasan dopamin dan pelepasan asam γ-aminobutirik (GABA) yang menghambat aktivasi dari dopamin (Benowitz, 2010).

Waktu yang dibutuhkan nikotin untuk mencapai otak sekitar sepuluh menit setelah seseorang merokok . Dengan paparan nikotin yang berulang pada seorang perokok, kemampuan adaptasi otak terhadap nikotin mulai meningkat. Saat kemampuan adaptasi meningkat, jumlah unit-unit reseptor nAChR juga meningkat. Selanjutnya aktivasi VTA dan neuron-neuron di nucleus accumbens akan meningkat. Karena perasaan senang terjadi, manusia cenderung ingin mengulangi kejadian (merokok) itu terus menerus (Benowitz, 2010).

2. TAR

Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air diasingkan. Tar adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik (zat yang dapat menyebabkan pertumbuhan sel kanker). Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok.

(40)

26

Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3mg-40mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24mg-45mg, sedangkan bagi rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5mg-15mg. Walaupun rokok diberi filter, efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru ketika pada saat asap rokok dihirup dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan bertambah banyak (Sitepoe, 1997).

3.KARBON MONOKSIDA (CO)

Gas karbonmonoksida bersifat toksik yang bertentangan dengan oksigen dalam transpor hemoglobin. Dalam rokok terdapat karbonmonoksida sejumlah 2%-6% pada saat merokok sedangkan karbonmonoksida yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboks-ihaemoglobin dalam darah sejumlah 2%–16%.

Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1% pada bukan perokok, dan seiring berjalannya waktu akan menyebabkan terjadinya polisitemia yang dapat mempengaruhi saraf pusat (Sitepoe, 1997).

4. TIMAH HITAM

Timah hitam merupakan partikel yang terdapat di dalam asap rokok. Setiap satu batang rokok yang diisap mengandung 0,5 mikrogram timah hitam. Apabila seseorang mengisap 1 bungkus rokok perhari,maka 10 mikrogram timah hitam dihasilkan dan masuk kedalam tubuh, sedangkan batas bahaya kadar timah hitam di dalam tubuh adalah 20 mikrogram/hari (Sitepoe, 1997).

2.2.3 PREVALENSI ROKOK

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 21 % penduduk dunia yang berusia 15 tahun ke atas merupakan perokok aktif. Anak laki-laki berusia 13-

(41)

15 tahun di daerah Asia Tenggara merokok lebih banyak dibandingkan daerah belahan dunia lainnya (WHO, 2015).

Di Indonesia, jumlah anak laki-laki berusia 15 tahun ke atas yang merokok setiap harinya mencapai angka 59.4%.2 Hal ini menunjukan bahwa prevalensi perokok di Indonesia jauh melebihi rata-rata negara lain di Asia Tenggara. Bila dilihat dari skala yang lebih kecil menurut laporan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, 23.2 % penduduk DKI Jakarta merupakan perokok aktif (Riset Kesehatan Dasar, 2013).

WHO memperkirakan saat ini penggunaan tembakau (aktif maupun pasif) bertanggung jawab atas kematian sekitar enam juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Total ini termasuk sekitar 600.000 orang yang juga diperkirakan meninggal akibat menjadi perokok pasif. Meskipun sering dikaitkan dengan kesehatan yang buruk, cacat dan kematian akibat penyakit kronis yang tidak menular, merokok juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian akibat penyakit menular (WHO, 2015).

2.2.4 KEBIASAAN MEROKOK Seseorang dapat digolongkan sebagai : 1. Tidak merokok (bukan perokok).

2. Perokok (jika dalam hidupnya pernah merokok sebanyak 100 batang rokok dan di anamnesis masih sering merokok).

3.Perokok berat atau heavy smoker (jika hasil perkalian anatara jumlah batang rokok yang diisap per hari dan lamanya rokok dalam hitungan tahun lebih dari 400 batang tahun atau 200 pack-years).

4. Bekas perokok (jika seorang perokok saat dianamnesis telah berhenti merokok 3 tahun yang lalu dan tidak pernah merokok lagi) (Djojodibroto, 2009)

Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun:

(42)

28

a. Ringan : 0 – 200 b. Sedang : 200 – 600

c. Berat : > 600 (Djojodibroto, 2009)

2.2.5 JENIS ROKOK

1. Rokok Putih ( Cigaret)

Rokok yang ahan bakunya hanya tembakau baik menggunakan filter maupun non filter dikenal sebagai rokok putih. Rokok filter adalah rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok non filter adalah rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus (Kemenkes RI, 2017).

2. Rokok Kretek (Cigar)

Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan digulung dengan kertas sigaret boleh memakai bahan tambahan asalkan diizinkan pemerintah (Kemenkes RI, 2017).

3. Rokok Campuran

Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih (Kemenkes RI, 2017).

4. Rokok Pipa

Rokok pipa terdiri dari ruang kecil (seperti mangkuk) untuk pembakaran zat yang diisap dengan sebuah gagang yang tipis yang berakhir dibagian tempat untuk mulut menghisap. Pipa-pipa ini terbuat dari berbagai material (beberapa tidak dikenal): Briar, Corncob, Meerschaum, tanah liat, kayu, kaca, labu manis dan bambu, dan berbagai material lainnya seperti logam (Kemenkes RI, 2017).

(43)

5. Hookah (Sheesa)

Hookah (Sheesa) merupakan jenis rokok pipa air tradisional dari timur tengah dan asia selatan, pipa ini memakai filtrasi air dan pemanasan tidak langsung.

Hookah kadang diisi dengan hashih atau opium (Kemenkes RI, 2017)

6. Rokok Elektrik

Rokok elektrik adalah suatu alat yang berfungsi seperti rokok namun tidak menggunakan ataupun membakar daun tembakau, melainkan mengubah cairan menjadi uap yang dihisap oleh perokok ke dalam paru - parunya, rokok elektronik umumnya mengandung nikotin, zat kimia lain, serta perasa/flavour dan bersifat toksik/racun (Kemenkes RI, 2017)

2.3 HUBUNGAN MEROKOK DENGAN FAAL PARU

Hampir 60% partikel yang terhisap dari asap rokok terdeposit pada paru yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan fungsi parenkim paru. Paparan asap rokok akan mengakibatkan respon inflamasi berupa: edema, pembentukan proteoglikan dan kolagen di jaringan submukosa dan intertisial, membesarnya sel mukuos dan sel goblet serta meningkatnya jumlah pembuluh darah kecil yang kemudian berdilatasi, hipertrofi dan hiperplasi otot-otot jalan napas. Akibat obstruksi saluran napas lebih mudah mengempis daripada saluran normal (Hall and Guyton, 2011).

Secara umum patofisiologi gangguan fungsi paru akibat merokok terdapat dalam tabel.

(44)

30

Tabel 2.2 Gangguan pada paru akibat merokok (Caldwell, 2009).

Jenis Kelainan

1. Gangguan pada saluran napas a. Kehilangan silia

b. Hiperplasia kelenjar mucus c. Peningkatan jumlah sel goblet

d. Perubahan epitel pseudostratifiedciliated menjadi metaplasia skuamosa, sel karsinoma in situ, dan karsinoma bronkogenik invasif

e. Gangguan pada saluran napas perifer f. Inflamasi dan atrofi

g. Metalapsia sel goblet h. Mucusplugging i. Hipertropi otot polos j. Fibrosis peribronkial

2. Gangguan pada alveoli dan kapiler a. Kerusakan pada alveoli peribronkial b. Pengurangan jumlah arteri kecil

c. Abnormalitas pada bronchoalveolar lavage fluid d. Peningkatan jumlah IgA dan IgG

e. Peningkatan aktivasi makrofag dan neutrophil 3. Gangguan pada sistem imunitas

a. Peningkatan jumlah leukosit pada sistem perifer b. Peningkatan jumlah eosinofil pada sistem perifer c. Peningkatan jumlah IgE serum

d. Penurunan uji alergi pada kulit (lower allergy skin test reactivity) e. Penurunan respon sistem imun terhadap antigen terinhalasi

(45)

Usia a

Rokok Genetik

Kenaikan FEV1 dan FVC sejak lahir hingga 25 tahun

2.4 KERANGKA TEORI

Gambar 2.16 Kerangka teori faktor yang mempengaruhi fungsi paru.

Keterangan :

= Variabel yang tidak diteliti = Variabel yang ditelit

FUNGSI PARU

Debu masuk ke dalam paru dan

Kurangnya kesadaran penggunaan alat pelindung pernapasan

Lama Kerja

Otot pernapasan bekerja lebih berat dari

orang normal Perkiraan dari pewarisan sifat adalah 0,43 untuk FVC dan 0,42 untuk FEV1 jika orangtua tidak merokok dan 0,65 untuk FVC dan 0,44 untuk FEV1 jika kedua orang tua merokok

Gizi

Obesitas Paparan debu

Penyumbatan jalan napas

Menurunkan fungsi silia,

pembengkakan epitel, hipersekresi mukus

(46)

32

Kebiasaan Merokok (Pack-years)

Perubahan Nilai Faal Paru 2.5 KERANGKA KONSEP

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.18 Kerangka konsep.

2.6 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis Penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan perubahan nilai faal paru.

Ha : Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan nilai faal paru.

(47)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 KRITERIA INKLUSI

Tabel 3.1 Kriteria inklusi penelitian.

Kriteria Inklusi

Jangka waktu Rentang waktu penerbitan jurnal dalam sepuluh tahun terakhir

Bahasa Indonesia atau Inggris

Subyek penelitian Laki-laki atau perempuan berusia diatas 40 tahun

Jenis jurnal Original artikel penelitian (bukan review penelitian)

Tema isi jurnal Tema Hubungan Merokok (Pack-years) dengan Nilai Spirometri

3.2 PENELUSURAN LITERATUR

Penelusuran literatur online bersumber dari Cochrane, PubMed, Clinical Key, dan Google Scholar. Kata kunci menggunakan mesh word “SMOKING” AND

“LUNG FUNCTION” AND “SPIROMETRIC TEST” dan “MEROKOK” DAN

“FUNGSI PARU”.

3.3 METODE PENGUMPULAN DATA

Literatur yang digunakan adalah literatur yang dipulikasikan dari tahun 2010 s.d tahun 2020. Seluruh literatur kemudian diseleksi kembali dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Flow diagram dari pencarian dan proses seleksi literatur digambarkan pada diagram.

(48)

34

3.4 IDENTIFIKASI VARIABEL

3.4.1 VARIABEL BEBAS

Variabel bebas pada penelitian ini adalah Pack-years

3.4.2 VARIABEL TERIKAT

Variabel terikat pada penelitian ini adalah perubahan nilai faal paru.

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

3.5.1. Merokok

Merokok adalah tindakan menghisap rokok. Rokok merupakan produk tembakau yang dihasilkan dari tanaman nicotina tabacum, nicotina rustica, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan lainnya (Riset Kesehatan Dasar, 2013)

Jenis- jenis rokok antaralain : 1. Rokok Putih ( Cigaret)

Rokok yang ahan bakunya hanya tembakau baik menggunakan filter maupun non filter dikenal sebagai rokok putih. Rokok filter adalah rokok yang bagian pangkalnya terdapat gabus. Rokok non filter adalah rokok yang bagian pangkalnya tidak terdapat gabus (Kemenkes RI, 2017).

2. Rokok Kretek (Cigar)

Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa filter yang menggunakan tembakau rajangan dengan cengkeh rajangan digulung dengan kertas sigaret boleh memakai bahan tambahan asalkan diizinkan pemerintah (Kemenkes RI, 2017).

3. Rokok Campuran

Rokok campuran adalah rokok yang dihisap oleh seseorang dalam waktu tidak tentu dengan jenis rokok kretek maupun rokok putih (Kemenkes RI, 2017).

(49)

4. Rokok Pipa

Rokok pipa terdiri dari ruang kecil (seperti mangkuk) untuk pembakaran zat yang diisap dengan sebuah gagang yang tipis yang berakhir dibagian tempat untuk mulut menghisap. Pipa-pipa ini terbuat dari berbagai material (beberapa tidak dikenal): Briar, Corncob, Meerschaum, tanah liat, kayu, kaca, labu manis dan bambu, dan berbagai material lainnya seperti logam (Kemenkes RI, 2017).

5. Hookah (Sheesa)

Hookah (Sheesa) merupakan jenis rokok pipa air tradisional dari timur tengah dan asia selatan, pipa ini memakai filtrasi air dan pemanasan tidak langsung.

Hookah kadang diisi dengan hashih atau opium (Kemenkes RI, 2017).

6. Rokok Elektrik

Rokok elektrik adalah suatu alat yang berfungsi seperti rokok namun tidak menggunakan ataupun membakar daun tembakau, melainkan mengubah cairan menjadi uap yang dihisap oleh perokok ke dalam paru - parunya, rokok elektronik umumnya mengandung nikotin, zat kimia lain, serta perasa/flavour dan bersifat toksik/racun (Kemenkes RI, 2017).

Kebiasaan merokok seseorang dapat digolongkan sebagai : 1. Tidak merokok (bukan perokok).

2. Perokok (jika dalam hidupnya pernah merokok sebanyak 100 batang rokok dan di anamnesis masih sering merokok).

3.Perokok berat atau heavy smoker (jika hasil perkalian anatara jumlah batang rokok yang diisap per hari dan lamanya rokok dalam hitungan tahun lebih dari 400 batang tahun atau 200 pack-years).

4. Bekas perokok (jika seorang perokok saat dianamnesis telah berhenti merokok 3 tahun yang lalu dan tidak pernah merokok lagi) (Djojodibroto, 2009)

(50)

36

3.5.2 FAAL PARU

Faal paru atau fungsi sistem pernapasan yang utama adalah melaksanakan pertukaran gas antara O₂ dan CO₂ di membran respirasi (pada pernapasan eksterna) dan pada pernapasan interna meliputi pengangkutan O₂ dan CO₂ dalam peredaran darah serta utilisasi O₂ di jaringan-jaringan dan pembebasan sisa metabolisme CO₂ untuk di buang keluar tubuh oleh membran respirasi (West and B, 2010).

Fungsi paru dapat diukur dengan menggunakan spirometri. Spirometri adalah suatu teknik pemeriksaan untuk mengetahui fungsi/faal paru, di mana pasien diminta untuk meniup sekuat-kuatnya melalui suatu alat yang dihubungkan dengan mesin spirometer yang secara otomatis akan menghitung kekuatan, kecepatan dan volume udara yang dikeluarkan, sehingga dengan demikian dapat mengetahui kondisi faal paru seseorang (Sherwood, 2014).

(51)

Tabel 3.2 Penilaian pemeriksaan spirometri (ZN, Anna Uyainah, Amin and Thufeilsyah, 2014)

Value Norma l

Obstruksi Restriksi

Kombinasi Obstruksi

dan Restriksi FVC

FEV1

FEV1/FVC (FEV1 %) FVC/FVC

Pred (FVC %)

TIC

Notes

≥80%

pred (N) Atau

≥80%

pred (N)

N (>70%)

≥80%

80- 120%

N

<N

<70%

Severity ~ %pred FEV1(=FEV1/FEV

1pred)

<N

N/<N

>70%

<N

<80%

Severity ~%pred FVC(=FVC/FVC

pred)

<80%pred

<80%pred

<70%

(52)

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PENCARIAN LITERATUR

Dari 16.741 literatur yang ditelusuri dari Cochrane,PubMed, Clinical Key, dan Google Scholar, 117 literatur dieksklusikan karena duplikasi, dan 16.597 literatur memiliki ketidaksesuaian judul dan tahun. Sebanyak 27 literatur yang tersisa diteliti secara detil, tujuh diantaranya dieksklusikan karena berbentuk review article, dan tiga belas lainnya dieksklusikan karena meneliti aspek yang berbeda.

Selanjutnya, dari total enam literatur yang divalidasi berdasarkan seluruh kriteria inklusi ditelaah. Alur penelusuran literatur disajikan pada gambar 4.1

Data-data yang dikumpulkan adalah nilai spirometri dan indeks brinkman untuk menggambarkan hubungan merokok dengan nilai faal paru pada orang dewasa disajikan pada tabel 4.1.

Gambar 4.1 Penelusuran literatur.

16.741 literatur diperoleh dari 4 database pencarian hingga september 2020

27 literatur dinilai scera detil

16.714 literatur dieksklusikan berdasarkan judul dan tahun publikasi

21 literatur diekslusikan karena meneliti aspek yang berbeda

6 literatur valid dan relevan dianalisis

(53)

4.2 KARAKTERISTIK DAN HASIL STUDI LITERATUR

Pada tabel 4.1 disajikan karakteristik dan hasil studi dari 6 literatur yang menyajikan judul penelitian, tempat penelitian, jumlah sampel, jenis kelamin, usia, desain studi, jenis prokok dan jenis rokok, serta hasil utama hubungan kebiasaan merokok terhadap faal paru.

Pada ke enam literatur yang didapat, dua diantaranya meneliti tentang perbandingan rokok elektrik dan rokok tembakau pada fungsi paru. Pada literatur pertama dan kedua yang meneliti tentang hubungan rokok elektrik dan rokok tembakau pada fungsi paru, didapati bahwa merokok dengan rokok elektrik menghasilkan perubahan yang lebih kecil pada fungsi paru dibandingkan dengan rokok tembakau pada jumlah isapan tertentu. Pada literatur pertama dinyatakan bahwa perokok yang berhenti merokok (Quitter dan Reducers) dengan mengganti ke rokok elektrik, mampu meningkatkan faal parunya pada indeks spirometri

%FEF prediksi dari (mean ±S.D.) 85,7 ±15,6% pada baseline (BL) hingga 100,8

± 14,6% pada minggu ke-52.

WHO terus mendorong masyarakat agar berhenti merokok untuk mengurangi bahaya tembakau dengan berbagai metode, salah satunya adalah menggunakan Nicotine Replacement Therapy (NRT) yaitu terapi pengganti nikotin. electronic cigarette (rokok elektronik) atau e-cigarette merupakan salah satu NRT yang menggunakan listrik dari tenaga baterai untuk memberikan nikotin dalam bentuk uap dan oleh WHO disebut sebagai Electronic Nicotine Delivery System. Namun pada pengaplikasiannya rokok elektrik tidak terbukti lebih aman dari rokok konvensional.

Menurut penelitian, rokok elektrik mengandung nikotin, propilen glikol, gliserin, air dan flavoring (perisa) yang dapat menyebabkan perubahan struktur, fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru.

Nikotin adalah zat yang sangat adiktif yang dapat merangsang sistem saraf, meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, penyempitan pembuluh darah tepi, dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Roomans

(54)

40

dalam penelitiannya membuktikan bahwa nikotin dapat menyebabkan perubahan homeostasis epitel paru-paru dan meningkatkan reaksi inflamasi. Inflamasi saluran pernapasan mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam mediator yang dapat mengaktivasi sel target di saluran napas. Kerusakan epitel pada saluran pernapasan terjadi karena adanya mediator inflamasi yaitu eosinophil yang dilepaskan pada saat proses inflamasi, kebocoran mikrovaskular, hipersekresi mukus, dan adanya radikal bebas reaktif akibat aktivasi sel dan pelepasan mediator inflamasi yang merusak membran biologis penyusun sel-sel epitel.

Propilen glikol adalah zat dalam kepulan asap buatan yang biasanya di acara- acara panggung teatrikal, atau juga digunakan sebagai antifrezee, pelarut obat dan pengawet makanan. Zat ini jika dihirup menyebabkan iritasi pernapasan, dan secara kronis menyebabkan asma, mengi (wheezing), sesak dada, penurunan fungsi paru-paru, dan obstruksi jalan pernapasan.

Pada literatur ke lima yang diteliti di India, literatur tersebut meneliti kedua efek dari rokok tembakau dan rokok cerutu terhadap indeks spirometri PEFR (arus puncak ekspirasi), dimana didapatkan hasil bahwa PEFR menurun secara signifikan pada perokok tembakau dan perokok cerutu dibandingkan dengan non- perokok, besarnya nilai Nilai PEFR pada non perokok adalah (513.43 ± 87.58), perokok tembakau (409.79 ± 90.31) dan perokok cerutu (288 ± 42.89). Hal ini menunjukkan bahwabahwa merokok dengan rokok cerutu menghasilkan penurunan PEFR yang lebih besar dibandingkan dengan merokok tembakau.

Cerutu umumnya berbentuk seperti kapal selam dengan ukuran lebih besar dan panjang dari dua jenis rokok pertama (rokok kretek dan rokok putih), dan terdiri atas tembakau kering yang digulung-gulung membentuk silinder gemuk lalu dilem, akibatnya cerutu memiliki kandungan tar dan nikotin paling besar dibanding jenis rokok lain.

Pada keenam literatur yang diteliti, terdapat kesimpulan hasil yang sama terkait hubungan merokok dengan nilai faal paru, yaitu merokok, baik secara

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, kontak sosial antara orang perorang. Misalnya ada seseorang remaja SMA dengan orang lainnya baik dengan siapapun dan dimanapun. Kedua, kontak sosial antara

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tax avoidance jangka panjang terhadap nilai perusahaan dengan karakter eksekutif sebagai variabel

[r]

Mengacu pada kondisi tersebut dan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2006 tentang Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN) Hotel Rich Palace memenuhi

Penelitian ini menghasilkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial antara variabel reference group dan brand awareness Terhadap buying

Pada akuades dan NaCl 20% jumlah tetesan tidak terlalu banyak karena tegangan permukaan pada akuades dan NaCl tinggi sehingga daya tolak untuk mempertahankan luas permukaan

Dari mekanisme rancangan bangun prototipe kincir angin sebagai penggerak pompa air sangat cocok digunakan di Provinsi kepulauan Bangka Belitung dikarenakan pompa