TESIS
EFIKASI
PATIENT CONTROLLED ANALGESIA
MORFIN SUBKUTAN TERHADAP
PATIENT
CONTROLLED ANALGESIA
MORFIN INTRAVENA
PASCAOPERASI SEKSIO SESAREA
ELISMA NAINGGOLAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
EFIKASI
PATIENT CONTROLLED ANALGESIA
MORFIN
SUBKUTAN TERHADAP
PATIENT CONTROLLED
ANALGESIA
MORFIN INTRAVENA PASCAOPERASI
SEKSIO SESAREA
ELISMA NAINGGOLAN NIM 1114108207
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ABSTRAK
EFIKASI
PATIENT CONTROLLED ANALGESIA
MORFIN
SUBKUTAN TERHADAP
PATIENT CONTROLLED
ANALGESIA
MORFIN INTRAVENA PASCAOPERASI
SEKSIO SESAREA
Seksio sesarea menimbulkan nyeri sedang hingga berat dalam 48 jam pascaoperasi, sehingga membutuhkan penanganan nyeri perioperatif yang adekuat dimana tidak hanya agar ibu dapat cepat dipulangkan namun juga agar dapat melakukan kegiatannya setelah operasi seperti menyususi dan merawat bayinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efikasi patient controlled analgesia (PCA) morfin subkutan dalam menurunkan intensitas nyeri dengan VAS dan total konsumsi morfin serta efeksampingnya pasca operasi seksio sesarea dibandingkan dengan PCA morfin intravena.
Penelitian ini adalah suatu uji klinis eksperimental. Penapisan subjek menggunakan teknik consucutive sampling dan sebanyak 64 subjek dialokasikan kedalam kelompok PCA morfin subkutan (SC-PCA) dan kelompok PCA morfin intravena (IV-PCA) masing-masing terdiri dari 32 subjek, menggunakan permuted block randomization. Morfin konsentrasi 5mg/ml (kelompok SC-PCA) atau konsentrasi 1mg/ml (kelompok IV-PCA). Kedua kelompok dilakukan penilaian VAS, total konsumsi morfin serta efek samping pada jam ke-4, jam ke-8 dan jam ke-24. Analisa statistik menggunakan uji repeated measurment ANOVA dan uji t dan nilai p<0,05 dianggap signifikan.
bermakna statistik lebih rendah pada kelompok PCA morfin subkutan namun tidak bermakna secara klinis (1,06±0,71 vs 0,81±1,40 nilai p 0,029) dan jam ke-8 (1,03±0,59 vs 0,94±0,91nilai p 0,048). VAS gerak jam ke-4 bermakna statistik lebih rendah pada kelompok PCA morfin subkutan namun tidak bermakna secara klinis (2,31±0,47 vs 2,06±1,45 nilai p 0,019). Efek samping berupa mualmuntah lebih sering terjadi pada kelompok IV-PCA.
Disimpulkan bahwa PCA morfin subkutan efektif memberikan analgesia dan menurunkan efek samping pada pasien yang menjalani seksiosesarea cito dengan anestesi spinal.
ABSTRACT
postoperatively, thus requiring adequate perioperative pain management so the mother can be quickly discharged, also in order to perform its activities after surgery such as breastfeeding and care for her baby. The purpose of this study was to determine the efficacy of subcutaneouspatient controlled analgesia (PCA) morphine in lowering pain intensity by VAS, morphine consumption and postoperative side effects on cesarean section compared with intravenous PCA morphine.This study is an experimental clinical trial. Screening of the subject using consucutive sampling techniques and as many as 64 subjects were allocated into groups of subcutaneous PCA morphine (SC-PCA) and the group intravenousPCA morphine (IV-PCA) each consisting of 32 subjects, using permuted block randomization. Morphine concentration of 5mg / ml (group SC-PCA) or the concentration of 1mg / ml (group IV-PCA). Both groups performed VAS ratings, total morphine consumption and adverse effects on the hour all 4 hours of the 8th and the 24th hour. Statistical analysis using measurment repeated ANOVA test and t-test and p <0.05 was considered significant.
statistically significantly lower in the group subcutaneous PCA morphine but not significant clinically (1.06 ± 0.71 vs 0.81 ± 1.40 p-value 0.029) and 8th hours (1.03 ± 0.59 vs 0.94 ± 0,91 p-value 0.048). Move VAS 4th hours statistically significantly lower in the group subcutaneous PCA morphine but not significant clinically (2.31 ± 0.47 vs 1.45 ± 2.06, p-value 0.019). Side effects nausea and vomiting are more common in the group IV-PCA.
It was concluded that subcutaneous morphine PCA effectively provide analgesia and decrease side effects in patients undergoing seksiosesarea cito with spinal anesthesia.
2.1.1 Defenisi Nyeri... 7
2.1.2 Patofisiologi Nyeri Pasca Operasi ... 8
2.1.2.1 Reseptor nyeri dan primary afferent ... 10
2.1.2.2Modulasi pada level medula spinalis... ... 14
2.1.2.3 Traktus Ascending ... 20
2.1.2.4Traktus Descending ... 21
2.1.3 Konsekuensi Negatif Nyeri Akut ... 23
2.1.4 Penilaian Nyeri... .... 24
2.1.4.1 Instrumen penilaian nyeri... .... 25
2.2 Nyeri Pada Laparatomi Seksio Sesarea... 28
2.3 Patient Controlled Analgesia (PCA) ... 29
2.3.1 Defenisi Patient Controlled Analgesia (PCA) ... 35
2.3.2 Metode Administrasi PCA... 36
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 60
3.2 Kerangka Konsep ... 60
3.3 Hipotesis Penelitian ... 62
BAB IV METODE PENELITIAN ... 63
4.1 Rancangan Penelitian ... 63
4.2 Lokasidan Waktu Penelitian ... 65
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ... 65
4.6 Instrumen Penelitian... 73
4.7 Prosedur Penelitian... 73
4.7.1 Cara kerja... ... 73
4.8 Pengolahan dan Penyajian Data Analisis Statistik ... 76
4.8.1 Analisis statistik deskripsi ... 76
4.8.2 Uji normalitas ... 76
4.8.3 Uji homogenitas varian ... 77
4.8.4.1 Perbandingan nilai VAS ... 77
4.8.4.2 Perbandingan total kumulatif dosis PCA morfin ... 77
4.8.4.3 Perbandingan efek samping PCA morfin ... 77
BAB V HASIL PENELITIAN ... 79
5.1 Karakteristik Sampel ... 79
5.2 Uji Normalitas Data Variabel Berdasarkan Kelompok ... . 83
5.3 Nilai Statistik Variabel Berdasarkan Kelompok ... 83
5.3.1 Perbandingan nilai VAS saat diam pascaoperasi ... 83
6.3 Konsumsi Morfin Pascaoperasi ... 95
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Morfin jalur intravena memang dapat menangani nyeri dengan cepat, namun juga diikuti dengan resiko tinggi terjadinya depresi nafas. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif lain pemberian obat analgesia, oleh karena itu ditemukanlah jalur subkutan.
Seksio sesarea menimbulkan nyeri sedang hingga berat dalam 48 jam pascaoperasi, sehingga membutuhkan penanganan nyeri perioperatif yang adekuat dimana tidak hanya agar ibu dapat cepat dipulangkan namun juga agar dapat melakukan kegiatannya setelah operasi seperti menyususi dan merawat bayinya. PCA-IV saat ini merupakan teknik yang paling sering digunakan dan merupakan teknik yang direkomendasikan untuk mengendalikan nyeri sedang hingga berat pascaoperasi. Namun PCA-IV memberikan efek samping yang berat juga yaitu berupa depresi nafas, mual muntah, dan pruritus. Oleh karena itu perlu dipikirkan alternatif lain pemberian PCA. Didingkan dengan pemberian intramuskular maupun epidural, PCA-IV menyebabkan efeksamping lebih besar berupa pruritus dan mual muntah. (Ismail, S. 2016)
dihentikan sehingga obat berjalan terus hingga semua obat habis dalam 30 menit yang mengakibatkan pasien mengalami depresi nafas, penurunan kesadaran dan hipotensi. Hal ini terjadi oleh karena pasien tidak menyadari obat dapat masuk dalam jumlah yang banyak ke dalam intravaskuler. Berbeda halnya dengan pemberian subkutan dimana pasien akan merasakan setiap obat dimasukkan secara subkutan. Kekurangan PCA-IV seperti demikian diatas tidak akan terjadi pada pemberian subkutan. (Yuri, Y. 2013)
Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2007 melaporkan bahwa sekitar 50-70% pasien merasakan nyeri akut pascaoperasi dengan intensitas sedang berat. Nyeri akut pascaoperasi yang tidak mendapat penanganan yang adekuat menimbulkan konsekuensi negatif terhadap psikologis, fungsi fisiologis sistem respirasi, kardiovaskular dan sistem saraf otonom, gastrointestinal, renal dan hepatik, neuroendokrin, serta fungsi imunologis pasien. Adanya perubahan ini menyebabkan terjadinya imobilisasi yang lebih lama, terhambatnya penyembuhan luka, meningkatnya pembiayaan dan lama tinggal di rumah sakit, serta berpotensi untuk berkembang menjadi nyeri kronik (Coda, 2001).
digunakan sehingga mampu menekan efek samping yang ditimbulkan (Buvanendran dkk., 2009). Penggunaan kombinasi analgetika opioid dan non opioid (termasuk agen ajduvant) yang bekerja di titik tangkap yang berbeda di sistem saraf pusat dan perifer, dapat meningkatkan efikasi analgesia pascaoperasi, menurunkan efek samping opioid yang menyertai, diantaranya mual muntah atau PONV (post operative nausea and vomiting), sedasi, pruritus, depresi respirasi, retensi urin dan konstipasi (Vadivelu,2010).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kontrol cepat terhadap nyeri adalah dengan menggunakan Patient-Controlled Analgesia (PCA). Teknologi PCA telah digunakan sejak tahun 1970an. Pompa PCA memungkin pasien untuk memiliki satu set dosis yang tersedia sesuai kebutuhan dalam menangani nyeri sesegera mungkin.Hasil dari suatu studi meta-analisis menunjukan bahwa PCA memberikan hasil yang lebih baik dalam penanganan nyeri dibandingkan dengan metode konvensional. Intensitas nyeri pasien dengan menggunakan skala VAS (Visual Analog Scale) lebih rendah pada pasien yang mendapat terapi
PCA.Terdapat kelemahan pada PCA, yaitu diperlukan petugas medis yang yang
terlatih untuk mengawasi PCA. Pemberian edukasi kepada pasien juga sangat
penting agar pasien memahami dan mengerti instruksi penggunaan tombol
permintaan pada mesin PCA. Kedua hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan
efektifitas dan keamanan pasien yang sedang diberikan analgetik melalui mesin
PCA.
intravena pada pasien luka bakar. Jalur subkutan sangat menguntungkan dalam mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mempertahankan akses intravena, mudah untuk ditempatkan dan mudah untuk dipertahankan (Edward, 1993). Penelitian pada pasien post operasi tulang belakang didapatkan bahwa PCA subkutan efektif dalam menangani nyeri post operasi, dan tidak ditemukan efek samping berupa depresi nafas pada pasien (Edward, 1993).
Sejak tahun 1988, lebih dari 25% angka kelahiran hidup pada ibu hamil dicapai melalui bedah sesarsehingga bedah sesar telah menjadi prosedur yang biasa dilakukan pada proses persalinan. Pemilihan teknik anestesi untuk bedah sesar tergantung pada indikasi pembedahan, derajat kegawatan, status fisik ibu dan keinginan pasien. Dalam kurun waktu dua puluh lima tahun terakhir ini kecenderungan utama dalam bidang anestesia obstetrik menunjukkan peningkatan penggunaan teknik anestesia regional baik untuk bedah sesar maupun persalinan (Wlody,2003).
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian ini adalah:
2.Apakah PCA morfin subkutan menurunkan VAS tidak berbeda dengan PCA morfin Intravena pascaoperasi pasien seksio sesarea yang diberikan anestesi spinal?
3 Apakah total konsumsi morfin PCA morfin subkutan lebih banyak dibandingkan dengan PCA intravena pascaoperasi seksio sesarea dengan anestesi spinal.
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk membandingkan efikasi PCA morfin subkutan dengan PCA morfin intravena sebagai analgesia pascaoperasi seksio sesarea yang dilakukan anestesi spinal.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menilai kejadian efek samping pemberian PCA morfin subkutan dengan PCA intravena (depresi nafas, mual muntah, pruritus).
2. Untuk membandingkan intensitas nyeri yang diukur dengan menggunakan VAS dalam 24 jam pertama pascaoperasi seksio sesarea antara PCA morfin subkutan dengan PCA intravena.
1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini bermanfaat secara keilmuan dalam rangka mengetahui efektifitas PCA morfin subkutan sehingga dapat membantu anestesi dalam menentukan pilihan obat analgesia yang akan digunakan pascaoperasi seksio sesarea sehingga dapat meningkatkan kepuasan bagi pasien pascaoperasi.
1.4.2 Manfaat Praktis