• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Suhu dan Jangka Waktu Pemanasan Terhadap Kadar Protein Yang Terkandung Dalam Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphagus).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Suhu dan Jangka Waktu Pemanasan Terhadap Kadar Protein Yang Terkandung Dalam Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphagus)."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP KADAR PROTEIN YANG TERKANDUNG

DALAM SARANGBURUNG WALET PUTIH

(Collocalia fuciphagus)

Yani Elviani, 2013 Pembimbing I :dr.Sri Nadya J.S., M.Kes. Pembimbing II : dr.Sijani Prahastuti, M.Kes.

Sarang burung walet putih (Collocalia fuciphagus) banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, terutama sebagai food supplement. Sarang burung walet juga banyak digunakan dalam bidang kecantikan, seperti lotion ataupun

handcream. Pada saat pengolahan sarang burung walet tersebut sering tidak

diperhatikan beberapa faktor yang dapat menurunkan kadar protein, yang merupakan kandungan penting sarang burung walet. Salah satu faktor yang dapat menurunkan kadar protein adalah pemanasan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu dan jangka waktu pemanasan terhadap kadar protein yang terkandung dalam sarang burung walet. Desain penelitian adalah eksperimental sungguhan deskriptif. Bahan percobaan adalah sarang burung walet putih yang tidak dipanaskan dan yang dipanaskan pada suhu 45°C, 55°C, 65°C, 75°C, 85°C, dan 95°C, masing-masing dipanaskan selama 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Data yang diukur adalah kadar protein (%) sarang burung walet putih yang tidak dipanaskan sebagai kontrol dan sarang burung walet putih yang dipanaskan dengan suhu dan jangka waktu yang berbeda. Hasil penelitian menunjukan, dengan peningkatan suhu setiap 10⁰C, dari 45⁰C sampai 95⁰C terjadi penurunan kadar protein dari 47,56% menjadi 30,88% pada pemanasan 15 menit.Sedangkan, pada pemanasan 30 menit penurunan kadar protein dari 41,69% menjadi 30,50%, pada pemanasan 45 menit terjadi penurunan kadar protein dari 45,50% menjadi 30,06% dan pada pemanasan 60 menit terjadi penurunan kadar protein dari 42,94% menjadi 29,50%. Simpulan penelitian semakin tinggi suhu pemanasan semakin rendah kadar protein, dan semakin lama waktu pemanasan semakin rendah kadar protein sarang burung walet putih.

(2)

v

HEATING TO THE PROTEIN CONTENT IN WHITE SWALLOW

BIRD’S NEST(Collocalia fu

ciphagus)

Yani Elviani, 2013 Mentor I : dr.Sri Nadya J.S., M.Kes. Mentor II : dr.Sijani Prahastuti, M.Kes.

White bird's nests (Collocalia fuciphagus) are widely used in medicine, especially as a food supplement. Bird’s nests are also used in the field of beauty, such as lotion or handcream. At the time of the bird's nests processing there are often several overlooked factors that can reduce the protein content, which is an important content of the bird's nests. One of the factors that can reduce the protein content is the heating rate. The purpose of this research is to determine the effect of temperature and the duration of heating to the protein content of the

bird’s nests. This research is a descriptive true experimental design. The experiment specimens are white bird’s nests which were not heated, white bird’s nests which were heated at 45°C, 55°C, 65°C, 75°C, 85°C, and 95°C, and each one of them were heated for 15 minutes, 30 minutes, 45 minutes and 60 minutes. Data were measured on the protein content (%) of the white bird's nests that were not heated as the control and white bird's nests that were heated with different temperatures and duration of heating. The results showed that with an increase in temperature every 10C at 45C to 95C the protein content decreased from 47.56% to 30.88% on heating for 15 minutes. Meanwhile, the 30 minutes heating decrease the protein content from 41.69% to 30.50%, at the 45 minutes heating decrease the protein content from 45.50% to 30.06% and at the 60 minutes heating decrease the protein content from 42.94% to 29.50%. The research’s conclusions are the higher the heating temperature then the lower the protein content of the white bird’s nests become, and the longer the duration of heating time then the lower the protein content of the white bird’s nests become.

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 2

1.3 Maksud danTujuan ... 2

1.4 Manfaat Penelitian... 3

1.5 Landasan Teori ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Burung Walet (Collocalia sp) ... 4

2.1.1 Burung Walet Putih (Collocalia fuciphagus) ... 5

2.1.2 Komposisi Sarang Burung Walet Putih ... 6

2.1.3 Manfaat Sarang Burung Walet Putih ... 8

2.2 Protein... ... 9

2.2.1 Susunan Protein ... 10

2.2.2 Klasifikasi Protein... 14

2.2.2.1 Klasifikasi berdasarkan Susunan Molekulnya ... 14

2.2.2.2 Klasifikasi berdasarkan Kelarutannya ... 15

2.2.2.3 Klasifikasi berdasarkan terdapatnya Senyawa lain ... 15

(4)

2.2.2.5 Klasifikasi berdasarkan Fungsi ... 15

2.2.3 Mutu Protein... ... 16

2.2.3.1 Parameter menilai kualitas Protein ... 16

2.2.4 Kerusakan Protein ... 17

2.2.4.1 Denaturasi karena Pemanasan... 18

2.2.4.2 Denaturasi karena Alkohol ... 18

2.2.4.3 Denaturasi karena Asam dan Basa ... 19

2.2.4.4 Denaturasi karena Logam Berat... 20

2.2.5 Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Protein ... 20

2.2.5.1 Reaksi Maillard ... 21

2.2.5.2 Reaksi dengan Senyawa Polifenol ... 23

2.2.5.3 Pembentukan Lisinoalanin ... 23

2.2.5.4 Raseminasi Asam Amino ... 23

2.2.5.5 Interaksi antara Protein dengan Lipid Teroksidasi ... 24

2.3 Analisis Protein ... ... 24

2.3.1 Analisis protein secara kualitatif... 24

2.3.2 Analisis protein secara kuantitatif... 25

2.4 Pengolahan Sarang Burung Walet Putih ... 27

2.4.1 Pengolahan Pangan ... 27

2.4.2 Pengolahan Produk Walet ... 28

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Bahan dan Alat Penelitian ... 30

3.2 Metodologi Penelitian ... 30

3.2.1 Alur penelitian ... 30

3.2.2 DesainPenelitian ... 31

3.2.3 Data yang diukur ... 31

3.3 Variabel Penelitian... ... 31

3.3.1 Variabel Independent dan Dependent ... 31

3.3.2 Definisi Operasional Variabel ... 31

(5)

3.4.1 Persiapan Penelitian ... 32

3.4.2 Prosedur Penelitian ... 32

3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Hasil Penelitian... ... 34

4.2 Pembahasan Penelitian ... 37

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.2 Simpulan ... ...39

5.2 Saran ... ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN... ... 42

(6)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan gizi sarang burung walet dan beberapa makanan

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Burung walet ... 4

Gambar 2.2 Sarang burung walet putih ... 6

Gambar 2.3 Piramida protein makanan ... 9

Gambar 2.4 Struktur asam amino ... 10

Gambar 2.5 Karakter ikatan peptida dan bentuknya ... 11

Gambar 2.6 Struktur protein primer ... 12

Gambar 2.7 Struktur protein sekunder ... 13

Gambar 2.8 Struktur protein ... 14

Gambar 2.9 Denaturasi protein ... 17

Gambar 2.10 Denaturasi protein oleh alkohol ... 19

Gambar 2.11 Denaturasi protein karena asam basa ... 19

Gambar 2.12 Denaturasi protein karena logam berat... 20

Gambar 2.13 Reaksi Maillard ... 22

Gambar 2.14 Asam amino bentuk L dan D... 24

Gambar 4.15 Grafik kadar protein yang dipanaskan 15 menit pada berbagai suhu dengan kenaikan 10° dan yang tidak dipanaskan ... 34

Gambar 4.16 Grafik kadar protein yang dipanaskan 30 menit pada berbagai suhu dengan kenaikan 10° dan yang tidak dipanaskan ... 35

Gambar 4.17 Grafik kadar protein yang dipanaskan 45 menit pada berbagai suhu dengan kenaikan 10° dan yang tidak dipanaskan ... 35

(8)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sarang burung walet merupakan rajutan liur burung walet yang berbentuk seperti mangkuk. Khasiatnya dipercaya dapat memberikan kesegaran dan menjaga kesehatan tubuh manusia. Akhir-akhir ini sarang burung walet lebih dimanfaatkan di bidang kecantikan, baik dalam bentuk makanan, lotion, ataupun handcream. Sarang burung walet putih rumahan yang sering dimanfaatkan karena sarangnya yang bersih dan kandungan asam aminonya lebih tinggi (Alhaddad, 2003).

Penggunaan sarang burung walet, sudah diketahui khasiatnya sejak lama terutama di negara China. Kebiasaan tersebut dilakukan terutama oleh para keturunan bangsawan, dikarenakan harganya yang cukup tinggi. Mitos baik sarang burung walet bagi kesehatan berdasarkan pengalaman pengguna yang semula disampaikan dari mulut ke mulut itu kemudian disebarluaskan pula oleh media massa. Itulah yang dipercaya masyarakat Indonesia dalam sebuah laporan penelitian Riset Unggulan Nasional Terpadu. Di Indonesia, cikal bakal perburuan sarang burung walet di habitat aslinya diperkirakan sudah ada sejak tahun 1700-an, yakni di gua Karangbolong yang terletak di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah (Yamin & Paimin, 2002).

Menurut penelitian yang dilakukan di Beijing, China sarang burung walet memiliki manfaat melancarkan aliran darah, melegakan pernafasan, memperbaiki sistem ginjal, meningkatkan regenerasi kulit, menyegarkan mata. Penelitian terakhir di Hong-Kong menyimpulkan, sarang burung walet dapat membantu meningkatkan imunitas penderita AIDS. Menurut Cheng Ce dari Universitas Hong-Kong, liur tersebut pun bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Sarang walet berfungsi sebagai food supplement ibarat multivitamin.

(10)

glikoprotein, sehingga dapat meningkatkan regenerasi sel dan pembentukan kolagen pada kulit (Depkes RI D. G., 2001).

Protein memiliki berat molekul (BM) sekitar lima ribu sampai satu juta sehingga protein sangat mudah mengalami perubahan fisis dan aktivitas biologisnya yang biasanya disebut denaturasi protein. Denaturasi protein adalah perubahan struktur protein yang pada keadaan terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier, dan kuartener. Salah satu penyebab denaturasi protein adalah pemanasan (Triyono, 2010).

Pengelolahan sarang burung walet umumnya, melalui proses pemanasan, baik yang dijadikan makanan, lotion, ataupun handcream. Kebanyakan makanan dipanaskan agar mempermudah enzim untuk mencerna makanan tersebut, sterilisasi dan merusak protein bakteri. Tapi pemanasan juga menyebabkan beberapa asam amino yang mempunyai gugus reaktif berikatan dengan komponen lain, juga menurunkan nilai gizi protein karena terjadinya penurunan daya cerna. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan diteliti pengaruh suhu dan jangka waktu pemanasan dalam mengelola sarang burung walet agar kerusakan proteinnya menjadi minimal.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian tersebut diatas, maka dilakukan penelitian sebagai berikut.

 Bagaimana efek suhu (pemanasan) terhadap kadar protein yang terkandung dalam sarang burung walet.

 Bagaimana efek jangka waktu pemanasan terhadap kadar protein yang terkandung dalam sarang burung walet.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

(11)

 Mengetahui efek jangka waktu pemanasan terhadap kadar protein sarang burung walet.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat akademis penelitian ini adalah menambah wawasan pembaca mengenai pengaruh suhu dan jangka waktu pemanasan terhadap kadar protein yang terkandung dalam sarang burung walet.

Manfaat praktis penelitian ini adalah diharapkan para pengolah sarang burung walet mengetahui pengaruh suhu dan jangka waktu pemanasan sarang burung walet, agar proteinnya mengalami kerusakan yang minimal, dan memberikan efek maksimal.

1.5 Landasan Teori

Sarang burung walet dimanfaatkan dalam bidang kesehatan dan kecantikan yang diolah menjadi berbagai produk. Umumnya dalam pengelolahan sarang burung walet baik itu sebagai makanan, hand cream, ataupun lotion akan melalui proses pemanasan. Pemanasan protein dapat menyebabkan terjadinya reaksi-reaksi baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan (Dan & Noel, 2004) . Salah satu reaksi yang tidak diharapkan adalah kerusakan protein. Protein mengalami kerusakan pada suhu 55˚C - 75°C (De man, 1997) selain itu adapun penelitian yang menyatakan terjadi pada 60°C – 90°C selama satu jam atau kurang (Aprianto, 2002).

(12)

39

5.1 Simpulan

 Semakin tinggi suhu pemanasan semakin rendah kadar protein sarang burung walet putih.

 Semakin lama jangka waktu pemanasan semakin rendah kadar protein sarang burung walet putih.

5.2 Saran

 Diperlukan penelitian mengukur kadar protein pada suhu yang lebih rendah dari 45°C.

 Diperlukan penelitian dengan metode analisis protein yang berbeda.

 Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis hasil pemecahan protein sarang burung walet setelah dipanaskan.

 Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya cerna hasil degradasi protein sarang burung walet yang telah dipanaskan.

(13)

 Nama : Yani Elviani  Nomor Pokok Mahasiswa : 1010006

 Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 15 November 1991

 Alamat : Jl.IR.H.Juanda no234 Ciamis 46211

 Riwayat Pendidikan :

o 2004 Lulus SDN Janggala Ciamis

o 2007 Lulus SMPK BPK Penabur Tasikmalaya o 2010 Lulus SMAK BPK Penabur Tasikmalaya o 2010 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

(14)

1

Collocalia fuciphagus

Yani Elviani

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung

ABSTRAK

Sarang burung walet putih (Collocalia fuciphagus) banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, terutama sebagai food supplement. Sarang burung walet juga banyak digunakan dalam bidang kecantikan, seperti lotion ataupun handcream. Pada saat pengolahan sarang burung walet tersebut sering tidak diperhatikan beberapa faktor yang dapat menurunkan kadar protein, yang merupakan kandungan pentingsarang burung walet. Salah satu faktor yang dapat menurunkan kadar protein adalah pemanasan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu dan jangka waktu pemanasan terhadap kadar protein yang terkandung dalam sarang burung walet. Desain penelitian adalah eksperimental sungguhan deskriptif. Bahan percobaan adalah sarang burung walet putih yang tidak dipanaskandan yang dipanaskan pada suhu 45°C, 55°C, 65°C, 75°C, 85°C, dan 95°C, masing-masing dipanaskan selama 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Data yang diukur adalah kadar protein (%) sarang burung walet putih yang tidak dipanaskan sebagai kontrol dan sarang burung walet putih yang dipanaskan dengan suhu dan jangka waktu yang berbeda. Hasil penelitian menunjukan, dengan peningkatan suhu setiap 10⁰C, dari 45⁰C sampai 95⁰C terjadi penurunan kadar protein dari 47,56% menjadi 30,88% pada pemanasan 15 menit.Sedangkan, pada pemanasan 30 menit penurunan kadar protein dari 41,69% menjadi 30,50%, pada pemanasan 45 menit terjadi penurunan kadar protein dari 45,50% menjadi 30,06% dan pada pemanasan 60 menit terjadi penurunan kadar protein dari 42,94% menjadi 29,50%. Simpulan penelitian semakin tinggi suhu pemanasan semakin rendah kadar protein, dan semakin lama waktu pemanasan semakin rendah kadar protein sarang burung walet putih.

Kata kunci : sarang burung walet putih (collocalia fuciphagus), suhu dan jangka waktu pemanasan, kadar protein (%)

ABSTRACT

(15)

decrease the protein content from 45.50% to 30.06% and at the 60 minutes heating decrease the protein content from 42.94% to 29.50%. The research’s conclusions are the higher the heating temperature then the lower the protein content of the white bird’s nests become, and the longer the duration of heating time then the lower the protein content of the white bird’s nests become.

Keywords : white bird’s nest (Collocalia fuciphagus), temperature and duration of heating, protein content (%)

PENDAHULUAN

Sarang burung walet

merupakan rajutan liur burung

walet yang berbentuk seperti

mangkuk. Khasiatnya dipercaya

dapat memberikan kesegaran dan menjaga kesehatan tubuh manusia. Akhir-akhir ini sarang burung walet

lebih dimanfaatkan di bidang

kecantikan, baik dalam bentuk makanan, lotion, ataupun handcream. Penggunaan sarang burung walet, sudah diketahui khasiatnya sejak lama terutama di negara China. Di Indonesia, cikal bakal perburuan sarang burung walet di habitat aslinya diperkirakan sudah ada sejak tahun 1700-an, yakni di gua Karangbolong yang terletak di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah (1) .

Menurut penelitian yang

dilakukan di Beijing, China sarang burung walet memiliki manfaat

melancarkan aliran darah,

melegakan pernafasan, memperbaiki

sistem ginjal, meningkatkan

regenerasi kulit, menyegarkan mata. Penelitian terakhir di Hong-Kong

menyimpulkan, sarang burung

walet dapat membantu

meningkatkan imunitas penderita AIDS. Menurut Cheng Ce dari

Universitas Hong-Kong, liur

tersebut pun bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Sarang walet berfungsi sebagai food supplement ibarat multivitamin.

Sarang burung walet

merupakan salah satu sumber asam amino yang lengkap. Telah tercatat sekitar 17 asam amino yang terdiri dari asam amino esensial, semi esensial dan non esensial. Seratus

gram sarang burung walet

mengandung gizi sebagai berikut (a) kalori 281 kal, (b) protein 37,5 gram, (c) lemak 0,3 gram, (d) karbohidrat 32,1 gram, (e) kalsium 485 mg, (f) fosfor 18 mg, (g) zat besi 3 mg, dan (h) air 24,5 gram. Kandungan

protein utamanya adalah

glikoprotein, sehingga dapat

meningkatkan regenerasi sel dan pembentukan kolagen pada kulit (2).

Protein memiliki berat

molekul (BM) sekitar lima ribu sampai satu juta sehingga protein

sangat mudah mengalami

perubahan fisis dan aktivitas

biologisnya yang biasanya disebut

denaturasi protein. Denaturasi

protein adalah perubahan struktur

protein yang pada keadaan

terdenaturasi penuh, hanya struktur primer protein saja yang tersisa, protein tidak lagi memiliki struktur sekunder, tersier, dan kuartener. Salah satu penyebab denaturasi protein adalah pemanasan (3).

(16)

mengelola sarang burung walet agar

kerusakan proteinnya menjadi

minimal.

TUJUAN PENELITIAN

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek suhu (pemanasan) terhadap kadar protein sarang burung walet dan mengetahui efek jangka waktu pemanasan terhadap kadar protein sarang burung walet.

BAHAN, ALAT DAN PROSEDUR PENELITIAN

Bahan penelitian yang digunakan adalah sampel ( sarang burung walet putih rumahan), H2SO4 pekat, katalisator (K2SO4 dan HgO), NaOH 30%, indikator MR-BCG (methyl red-brome cresol green), H3BO3 4%, HCl 0,02N, akuades.

Alat penelitian yang digunakan

adalah labu ukur 100 ml,

Erlenmeyer 250 ml, batang

pengaduk, corong, pipet tetes, pipet ukur 1 ml, pipet volume 5 ml, labu Kjehdahl, alat destilator, alat titrasi.

Persiapan Penelitian

1.Menyiapkan sampel dengan

memotong dan

membersihkanya dari kotoran yang menempel.

2.Menghaluskan dan

memasukan sampel masing-masing 1 gram untuk 25 cawan.

Prosedur Penelitian (Efter Johan Kjeldahl)

1.Memanaskan sarang burung

walet putih pada suhu 45°C, 55°C, 65°C, 75°C, 85°C, dan 95°C, yang masing-masing dipanaskan selama 15 menit,

30 menit, 45 menit, dan 60 menit.

2.Memanaskan sampel dalam

tabung Kjeldahl dengan 9

gram H2SO4 pekat dan

katalisator yang terdiri dari K2SO4 dan HgO, kemudian mendinginkannya.

3.Menambahkan 100 ml akuades

dan 20 ml NaOH-Na2S2O3 pada sampel dan memasang

labu Kjeldahl pada alat

destilasi, kemudian

memanaskannya sampai dua lapis cairan bercampur.

4.Menampung destilat dalam

erlenmeyer yang telah diisi dengan 5 ml H3BO3 4% dan indikator BCG-MR sebanyak 5 tetes, dan memastikan ujung pipa kaca destilator masuk ke dalam larutan asam klorida. 5.Proses destilasi selesai jika

destilat yang ditampung

kurang lebih 75 ml dan larutan

asam dalam erlenmeyer

berwarna biru.

6.Langkah terakhir adalah titrasi

jenis Acidi Alkalimetri.

Menggunakan HCl 0,02 N sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya larutan biru menjadi larutan merah muda dalam suasana asam (indikator BCG-MR). Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam bentuk NH4.

7.Menghitung kadar nitrogen (%

N) dan mengkonversikan

(17)

Pada pemanasan selama 15 menit, dengan peningkatan suhu setiap 100C dari suhu 45°C hingga 95°C terjadi penurunan protein 47,56% menjadi 30,88%.

Pada pemanasan selama 30 menit, dengan peningkatan suhu setiap 100C dari suhu 45°C hingga 95°C terjadi penurunan protein 41,69% menjadi 30,5%.

Pada pemanasan selama 45 menit, dengan peningkatan suhu setiap 100C dari suhu 45°C hingga 95°C terjadi penurunan protein 45,5% menjadi 30,06%.

(18)

DISKUSI

Secara keseluruhan dapat dilihat terjadi penurunan kadar protein seiring bertambah tingginya suhu dan jangka waktu pemanasan. Keadaan tersebut dapat terjadi karena dengan semakin tingginya

suhu pemanasan maka energi

kinetik akan semakin meningkat yang menyebabkan getaran molekul menjadi semakin cepat dan keras, sehingga mengakibatkan putusnya

ikatan hidrogen dan interaksi

hidrofobik.

Dari hasil penelitian

memperlihatkan bahwa penurunan kadar protein sudah dimulai pada

suhu 45°C. Sedangkan pada

penelitian sebelumnya dikatakan penurunan kadar protein mulai dari 55°C bahkan ada juga penelitian yang mengatakan penurunan kadar

protein mulai dari 60°C (5).

Perbedaan hasil tersebut

kemungkinan dikaitkan dengan

lamanya pemanasan, yang pada

penelitian sebelumnya tidak

dijelaskan secara jelas durasi

pemanasannya. Pada penelitian ini waktu pemanasan mulai dari 15 menit, sedangkan pada penelitian sebelumnya tidak diuraikan lama pemanasan hingga terjadi kerusakan protein.

Penurunan kadar protein terjadi dengan meningkatnya suhu dan jangka waktu pemanasan, kecuali pada pemanasan suhu 75°C, terjadi peningkatan kadar protein. Hal tersebut kemungkinan terjadi reaksi kimiawi yang berbeda dengan pemanasan lainnya sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Pada grafik diatas pun dapat dilihat setelah suhu mencapai 85°C dan 95°C, penurunan kadar protein

tidak terlalu mencolok.

Kemungkinan dikaitkan dengan

energi kinetik yang telah mencapai kecepatan yang maksimal. Sehingga dengan penambahan suhu tidak akan mempengaruhi peningkatan kecepatan energi kinetiknya lagi. Perubahan kadar protein pada suhu 85°C ke 95°C hanya dipengaruhi oleh faktor jangka waktu pemanasan yang tidak terlalu berpengaruh.

SIMPULAN

Semakin tinggi suhu pemanasan semakin rendah kadar protein sarang burung walet putih.

Semakin lama jangka waktu

pemanasan semakin rendah kadar protein sarang burung walet putih.

SARAN

Diperlukan penelitian mengukur kadar protein pada suhu yang lebih rendah dari 45°C.

Diperlukan penelitian dengan

metode analisis protein yang

berbeda.

Diperlukan penelitian lebih lanjut

untuk mengetahui jenis hasil

pemecahan protein sarang burung walet setelah dipanaskan.

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya cerna hasil degradasi protein sarang burung walet yang telah dipanaskan.

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komposisi, efek dan mekanisme dari lotion dan handcream sarang burung walet.

DAFTAR PUSTAKA

1. Yamin and Paimin. Universitas Sumatra Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/

25157/4/Chapter%20II.pdf. [Online] 2002.

[Cited: Januari 20, 2013.]

2. Depkes RI, Direktorat Gizi.

http://www.gizikia.depkes.go.id/. [Online] 2001.

(19)

3. Triyono, Agus. Seminar rekayasa kimia

dan proses.

http://eprints.undip.ac.id/27996/1/C-10.pdf.

[Online] Agustus 4-5, 2010. [Cited: Januari 20, 2013.]

4. Trubus, Redaksi. Budidaya pengalaman langsung para pakar dan praktisi. Jakarta : PT penebar swadaya, 2000.

5. Aprianto, Anton. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan.

http://www.pdf-search-engine.com. [Online]

(20)

40

Daftar Pustaka

Anonim. (2008). Protein. Retrieved Juni 2013, from (http://www.wikipedia.com) .

Aprianto, A. (2002, Desember 16-22). Pengaruh pengolahan terhadap nilai

gizi dan keamanan pangan. Retrieved Januari 19, 2013, from

http://www.pdf-search-engine.com.

Aprianto, A. (2002). Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. Makalah Kharisma .

Apriyantono, A. d. (1989). Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

BPOM. (2003). Bahan tambahan pangan. Retrieved Januari 20, 2013, from http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17486/2/Reference.p df.

Budiman, D. (2009). Memproduksi walet kualitas atas. Jakarta: PT.Niaga swadaya.

Budiman, D. (2008). Sebab dan solusi gedung walet kosong. Jakarta: Agro media.

Dan, R. E., & Noel, J. P. (2004). Methods in enzymatology (Vol. 388). London, USA: Elsevier Academic press.

Depkes RI, D. (2001). Retrieved Januari 20, 2013, from http://www.gizikia.depkes.go.id/.

Elvidasari, D. (2006). Keragaman Mangsa Bagi Tiga Jenis Kuntul Di Cagar Alam Pulau Dua Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Biodiversitas ,

7, 361-367.

Horensey, S. (2011). Make skin care products : how to create a range of

nourishing and hydrating skin care products. oxford: Spring Hill.

http://hargawalet.wordpress.com/harga-walet-jual-bersih/. (2013, Juli).

Retrieved Juli 27, 2013

Kumar, V., Cotran, R. S., & Robbins, S. L. (2007). Buku Ajar Patologi

Robbins (7 ed., Vol. 1). (d. Asoruddin, d. Hartanto, & d. Darmaniah,

(21)

Muchtadi, D. (2009). Pengantar Ilmu gizi. Bandung: Alfabeta.

Ophardt, C. E. (2003). Protein and Its Properties. New York: Marcel Dekker Inc.

Palupi, N. S., Zakaria, F. R., & Prangdimurti, E. (2007). Pengaruh

pengolahan terhadap gizi pangan. Retrieved Januari 19, 2013, from

http://xa.yimg.com/kq/groups/20875559/2110434976/name/TOPIK8 .pdf.

Palupi, N. S., Zakaria, F. R., & Prangdimurti, E. (2007). Pengaruh

pengolahan terhadap nilai gizi pangan. Modul e-Learning ENBP . Deddy Muchtadi, M. (2009). Pengantar Ilmu gizi. Bandung: Alfabeta. PS, T. p. (2009). Panduan lengkap walet. Jakarta: Penebar swadaya.

RI, D. (1996). Peraturan Pemerintah RI No 32. Retrieved Januari 20, 2013, from

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_pp/PP%20No.%2032%20T h%201996%20ttg%20Tenaga%20Kesehatan.pdf.

RI, P. (1996). Undang-undang RI No.7 tentang pangan. Jakarta: Lembaran negara RI.

Sudarmadji, S., & Suhard, B. H. (1989). Analisa Bahan Makanan. Yogyakarta: Liberty.

Sumardjo, D. (2009). Pengantar kimia buku panduan mahasiswa kedokteran. Jakarta: ECG.

Triyono, A. (2010, Agustus 4-5). Seminar rekayasa kimia dan proses. Retrieved Januari 20, 2013, from

http://eprints.undip.ac.id/27996/1/C-10.pdf.

Redaksi Trubus. (2000). Budidaya pengalaman langsung para pakar dan

praktisi. Jakarta: PT Penebar swadaya.

Yamin, & Paimin. (2002). Universitas Sumatra Utara. Retrieved Januari 20, 2013, from

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan mesin juga menghasilkan produksi yang lebih baik dengan produksi rata-rata harian 87,1 % dan penggunaan mesin penebar pakan juga menghemat biaya tenaga kerja dari

Alhamdulillahirobbil alamin, segala puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidyahNya sehingga atas dengan Izin dan

Dari hasil penelitian didapatkan laju aliran massa air tidak berpengaruh signifikan terhadap suhu ruangan rata-rata, tetapi laju aliran massa air dan suhu air

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Sikap, Perilaku dan

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling dengan criteria tertentu yaitu penentuan sampel dipilih berdasarkan kriteria, yaitu setiap gugus terwakili meliputi :

c. Kegagalan pemegang rekening menerima keuntungan berupa dividen, bunga atau hak-hak ODLQ DWDV KDUWD GDODP SHQLWLSDQ ´ Kenyataannya, beberapa Perbankan milik Negara

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) pola keterlambatan siswa SMA Negeri 1 Gresik, (2) faktor penyebab keterlambatan siswa di SMA Negeri 1 Gresik, (3) penanganan

Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang telah disebutkan di atas, maka guru sebagai tenaga professional di bidang pendidikan dituntut untuk bisa mengelola