• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Analisis Kemampuan Koneksi Matematika Berdasarkan Tes GRE (Graduate Record Examination)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II Analisis Kemampuan Koneksi Matematika Berdasarkan Tes GRE (Graduate Record Examination)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

Analisis Kemampuan Koneksi Matematika Berdasarkan Tes GRE (Graduate Record Examination)

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Kemampuan Koneksi Matematika

Menurut Hasan Alwi (2003:145) dalam kamus Bahasa Indonesia

“kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti bisa atau dapat, kemudian mendapat awalan ke- dan akhiran –an, yang menjadi kata kemampuan mempunyai arti menguasai berasal dari nomina yang sifatnya manasuka.

Fathurohmah (2010:19) “kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan atau potensi bawaan sejak lahir atau hasil latihan yang dapat digunakan untuk melakukan suatu perbuatan.

Gagasan koneksi matematika telah lama diteliti oleh W.a Brownell tahun 1930-an, namun pada saat itu ide koneksi matematika hanya terbatas pada koneksi aritmatika, (Bergeson, 2000:37). Koneksi matematika diilhami oleh karena ilmu matmatika tidaklah terpartisi dalam berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika merupakan satu kesatuan.

NCTM (Sugiman, 2008:3) menyatakan bahwa Matematika bukan kumpulan dari topik dan kemampuan yang terpisah-pisah, walaupun dalam kenyataannya pelajaran matematika sering dipartisi dan diajarkan dalam beberapa cabang. Matematika merupakan ilmu yang terintegrasi. Memandang matematika secara keseluruhan sangat penting dalam belajar dan berpikir tentang koneksi diantara topik-topik dalam matematika. Kaidah koneksi dari Bruner dan kenney menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip dan keterampilan dalam matematika dikoneksikan dengan konsep, prinsip dan keterampilan lainnya.

Sarbani (2010:6), mengambil intisari dari makna koneksi matematis adalah pengaitan matematika dengan pelajaran lain atau dengan topik lain. (NCTM, 2000:146), koneksi matematika dapat dibagi kedalam tiga aspek kemampuan koneksi, yaitu:

(2)

a. Aspek koneksi antar topik matematika. Aspek ini dapat membantu siswa menghubungkan konsep-konsep matematika untuk menyelesaikan suatu situasi permasalahan matematika.

b. Aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain. Aspek ini menunjukan bahwa matematika sebagai suatu disiplin ilmu, Selain dapat berguna untuk pengembangan disiplin ilmu yang lain juga dapat berguna untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan bidang studi lainnya.

c. Aspek koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Aspek ini menunjukan bahwa matematika dapat bermanfaat untuk menyelesaikan suatu permasalahan dikehidupan sehari-hari.

Menurut NCTM (Herdian, 2010:1) bahwa Ada dua tipe umum koneksi matematika yaitu modeling connections dan mathematical connections.

Modeling connections merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul didalam dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematikanya, sedangkan mathematical connections hubungan antara dua representasi yang ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing representasi. keterangan NCTM tersebut mengindikasikan bahwa koneksi matematika terbagi kedalam tiga aspek kelompok koneksi, yaitu: koneksi antar topik matematika, aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan aspek koneksi dengan dunia nyata siswa/ koneksi dengan kehidupan sehari-hari.

(Sarbani,2010:6), koneksi matematika (mathematical connections) merupakan kegiatan yang meliputi:

1) Mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur;

2) Memahami hubungan antar topik matematika;

3) Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari;

4) Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama;

5) Mencari koneksi satu prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen;

6) Menggunakan koneksi antar topik matematika dan antar topik matematika dengan topik lain.

(3)

Kemampuan koneksi matematika merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat penting dalam pembelajaran matematika.

Tanpa koneksi matematika, siswa harus belajar dan mengingat terlalu konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah. Dengan koneksi matematika, mahasiswa bisa membangun pemahaman baru dari pengetahuan sebelumnya (NCTM, 2000:257). Salah satu indikator yang menentukan seorang siswa memahami konsep matematis adalah siswa mampu mengaitkan berbagai konsep matematika baik internal maupun eksternal. Kemampuan koneksi matematis mengacu pada pemahaman konsep, kelancaran berprosedur, dan kompetensi strategis.(Dalam Kanisius Mandur , I Wayan Sadra, I Nengah Suparta. 2013:5)

Kemampuan-kemampuan yang diharapkan setelah mahasiswa mendapatkan pembelajaran yang menekankan aspek koneksi matematik, menurut standart kurikulum NCTM (National Council Of Teachers Of Mathematics) (1989:32) ditingkat kelas K-4, studi matematika untuk koneksi adalah sebagai berikut:

1. Menghubungkan pengetahuan konseptual dengan pengetahuan prosedural (Link conceptual and procedural knowledge);

2. Menghubungkan berbagai representasi konsep atau prosedur satu sama lain (Relate various representations of condepts or prosecedures to one another);

3. Mengenali hubungan antara topik-topik berbeda dalam matematika (Recognize relationships among different topics in mathematics);

4. Menggunakan matematika dalam area-area kurikulum lainnya (use mathematics in other curriculum areas);

5. Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Use mathematics in their daily lives).

Kemampuan–kemampuan yang dirangkum dari standar kurikulum NCTM tersebut, biasa disebut kemampuan koneksi matematik, yang secara lebih ringkas dinyatakan sebagai kemampuan melakukan koneksi antara topik matematika, antara matematika dengan disiplin ilmu lain dan antara matematika dengan dunia nyata.

(4)

2.1.2 Pengertian dan Fungsi Matematika

a. Pengertian Matematika

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 723), “Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang dipergunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”. Sedangkan menurut Herman Hudojo menyatakan, matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah bentuk–bentuk atau sruktur–struktur abstrak dan hubungan-hubungan.

Matematika adalah salah satu bidang studi yang diberikan kepada siswa semenjak duduk di Pendidikan Sekolah Dasar (SD). Pendidikan matematika pada jenjang dasar mengutamakan keterampilan berhitung dan hafalan, sedangkan pendidikan pada jenjang menengah ditekankan pada penalaran, pemikiran logis dan rasional. Di samping itu juga pengajaran matematika di sekolah lanjutan bertujuan agar siswa dapat memahami pengertian–pengertian matematika maksudnya kemampuan keterampilan dalam mempelajari matematika, bukanlah hanya menghafal yang merupakan proses mekanis tetapi keterampilan yang merupakan penerapan dari pengertian yang ada.

Kebanyakan siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit sehingga minat belajar matematika menjadi kurang. Karena kurangnya minat belajar matematika mengakibatkan hasil belajar matematika menjadi kurang memuaskan. (Junsella Harmony, Roseli Theis. 2012: 2).

Pembelajaran matematika hendaknya menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran matematika yang dimulai dari konkrit ke abstrak, dari hal-hal yang mudah ke sulit dan terdapat materi yang terintegrasi pada saat pembelajaran berlangsung. Materi yang terintegrasi bisa dari intra mata pelajaran, maupun antar mata pelajaran dan tanpa melupakan keterkaitan atau mengintegrasikan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. (Ngh.

Jaya Wicaksana, I Nym. Wirya, I Gd. Margunayasa, 2014: 2)

Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar,

(5)

geometri dan analisis (Hamzah B. Uno, 2007:129). Dalam pembelajaran matematika selama ini, kongkrit tidak dijadikan tempat mengaplikasikan konsep-konsep matematika, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika. (Jhoni Hendra, 2012: 214).

Matematika merupakan mata pelajaran yang penting diberikan kepada anak. Ruang lingkup dari dasar matematika itu sendiri tidak akan terlepas dari konsep-konsep pengenalan bilangan, operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Untuk dapat mengoperasikan bilangan yang terdiri dari dua angka atau lebih, terlebih dahulu harus dipahami konsep nilai tempat dari bilangan tersebut. (Dita Risfamelia, 2012: 155)

Soedjadi (2000: 11) mengemukakan beberapa definisi matematika sebagai berikut:

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematis.

b. Matematika adalah ilmu tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta dan kuantitatif serta masalah ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur logik.

Berdasarkan definisi-definisi mengenai pengertian matematika tersebut, dapat dikatakan bahwa tidak ada definisi tunggal tentang matematika yang disepakati. Oleh karena itu untuk mengetahui dan memahami matematika dapat dipelajari melalui ciri-cirinya atau karakteristiknya. Karakteristik matematika secara umum menurut Soedjadi (2000: 11) adalah memiliki objek kajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan dan konsisten dalam sistemnya.

2 Fungsi Matematika Sekolah

Menurut Harris (dalam jurnal Risqi Rahman, 2012:19) banyak pemikiran yang dilakukan dalam pendidikan matematika formal hanya menekankan pada keterampilan analisis mengajarkan bagaimana siswa

(6)

memaham iklaim-klaim, mengikuti atau menciptakan suatu argument logis, menggambarkan jawaban, mengeliminasi jalur yang tak benar dan focus pada jalur yang benar. Sedangkan jenis berpikir lain yaitu berpikir kreatif yang fokus pada penggalian ide-ide, memunculkan kemungkinan-kemungkinan, mencari banyak jawaban benar dari pada satu jawaban kurang diperhatikan.

Matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi. Belajar matematika bagi para siswa juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Fungsi matematika sebagai ilmu pengetahuan maksudnya yaitu matematika memberikan pengetahuan kepada siswa tentang hal-hal tertentu, seperti bagaimana cara menghitung, mengenali bentuk-bentuk benda, dan lain sebagainya. Fungsi matematika sebagai alat maksudnya yaitu ilmu atau pengetahuan dalam matematika dapat digunakan sebagai penyampaian materi pelajaran kepada para siswa, selain itu matematika juga mempermudah aktivitas kehidupan manusia sehari-hari.

Sedangkan fungsi matematika sebagai pembentuk sikap maksudnya yakni pembelajaran matematika sebagai proses aktif, dinamik, dan generatif melalui kegiatan matematika, memberikan sumbangan yang penting bagi peserta didik dalam pengembangan nalar, berfikir logis, sistemati, kritis, dan cermat, serta bersikap obyektif, dan terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan. Russeffendi dalam jurnal Idrus Alhaddad (2012:160) mengemukakan ada sepuluh faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar antara lain sebagai berikut: (1) kecerdasan, (2) kesiapan belajar, (3) bakat, (4) kemauan belajar, (5) minat, (6) cara penyajian materi pembelajaran, (7) pribadi dan sikap pengajar, (8) suasana pengajaran, (9) kompetensi pengajar, dan (10) kondisi masyarakat luas.

Sebagaimana Ruseffendi (2006: 108) mengatakan, bahwa fungsi atau kegunaan sederhana dari matematika yakni:

1) Dengan belajar matematika kita mampu berhitung dan mampu melakukan perhitungan-perhitungan lainnya.

2) Dengan belajar matematika kita memiliki persyaratan untuk belajar bidang studi lain.

(7)

3) Dengan belajar matematika perhitungan menjadi lebih sederhana dan praktis.

4) Dengan belajar matematika diharapkan kita menjadi manusia yang tekun, kritis, logis, bertanggung jawab, mampu menyelesaikan permasalahan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa fungsi matematika adalah sebagai ilmu yang mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang berfikir secara logis, ilmiah, dan sistematik.

2.1.3 Pemahaman Materi pada Tes GRE

a. Pemahaman

(Depdikbud. 1996: 723) Arti pemahaman menurut bahasa adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami.

Menurut Ruseffendi (2006: 36) pemahaman berkenaan dengan pengertian, tetapi tahap-tahapnya masih rendah, belum bisa melihat kegunaan atau aplikasinya dalam situasi lain. Dalam pemahaman ini termasuk pada kemampuan mengunakan informasi ke dalam bentuk lain yang serupa atau paralel, memberikan arti atau intepretasi, dan menghitung.

Berdasarkan pendapat di atas, Pemahaman bukan sekedar mengetahui yang terbatas dan mengingat kembali apa yang telah dimengerti, tetapi harus mampu menggunakan sesuatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang dipahami dan mampu mengaplikasikannya, sehingga pemahaman melibatkan proses atau tingkat kegiatan mental sehingga sifatnya lebih dinamis. Jadi, untuk mencapai tingkat pemahaman (comprehersion) matematika terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan (knowledge) terhadap konsep tersebut.

b. Pengertian GRE (Graduate Record Examination)

GRE (Graduate Record Examination) merupakan ujian standar yang diberikan di berbagai lokasi di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.

Sedangkan CAT (Computer Adaptive Test) GRE merupakan ujian berbasis komputer yang diberikan sepanjang tahun di universitas dan pusat-pusat

(8)

pembelajaran. Program pengujian GRE termasuk General Test serta Uji Subyek dalam disiplin ilmu seperti Biologi, Matematika, dan Psikologi (Thomas H.Martinson. 2001:5).

Dalam tahun-tahun sebelumnya, GRE adalah ujian berbasis kertas, tetapi seperti yang sekarang, GRE benar-benar komputerisasi. GRE CAT berbeda dari ujian berbasis kertas, dalam sebuah program komputer memilih masalah berdasarkan tanggapan kandidat untuk pertanyaan sebelumnya.

Dengan demikian, CAT adalah "adaptif" atau "interaktif." Sedangkan calon mengambil tes berbasis kertas disajikan dengan berbagai pertanyaan (termasuk mudah, cukup sulit, dan sulit), CAT memilih pertanyaan sesuai dengan kemampuan masing-masing kandidat.

GRE CAT menggunakan prosedur pengujian sebagai berikut:

Komputer memiliki akses ke sejumlah besar item tes diklasifikasikan menurut jenis pertanyaan (grafik, antonim, pemahaman bacaan, dan sebagainya) dan diatur dalam urutan kesulitan. Pada awalnya, komputer menyajikan beberapa

"benih" Pertanyaan, item rata-rata tingkat dificulty. Jika Anda menjawab pertanyaan-berhasil, program ini memilih untuk pertanyaan berikutnya yang item kesulitan yang lebih besar; jika Anda tidak menjawab "benih"

pertanyaan dengan benar, program menurunkan tingkat kesulitan. Proses ini reapetead, dengan program yang berkelanjutan untuk menyesuaikan tingkat kesulitan pertanyaan, sampai Anda telah memberikan semua jawaban bahwa komputer perlu untuk menghitung skor Anda.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa tes GRE dapat digunakan dengan dua versi yaitu berbasis kertas dan berbasis komputer (GRE CAT).

Pada intinya tipe soal yang disajikan sama hanya penyajiannya saja yang berbeda dan pada komputer lebih disesuaikan dengan kemampuan dari peserta tes tersebut.

c. Jenis Pertanyaan pada Tes GRE

Pertanyaan pada tes GRE mencakup verbal, matematika, dan pertanyaan analitis, karena peneliti ingin mengetahui kemampuan koneksi matematika pada mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon maka jenis pertanyaan matematika saja yang diambil.

(9)

Pertanyaan matematika dalam Thomas H.Martinson (2001:7) mencakup tiga hal, yaitu:

1) Perbandingan kuantitatif.

Pertanyaan perbandingan kuantitatif menguji kemampuan dalam membandingkan informasi dan memperkirakan. Pertanyaan perbandingan kuantitatif terdapat dua kuantitas. Salah satu di kolom A dan satu di kolom B. tugas ini adalah untuk membandingkan dua kuantitas dan memutuskan apakah satu lebih besar dari yang lain, jika mereka sama, atau jika mungkin tidak ada perbandingan.

Perbandingan kuantitatif disajikan dalam format yang tidak biasa dengan instruksi khusus. Tanpa mencoba memahami semua seluk-beluk jenis, kita bisa mendapatkan gambaran umum tentang perbandingan kuantitatif dengan membaca petunjuk dan mempelajari contoh pertanyaan yang mengikuti.

Contoh :

Petunjuk: untuk masing-masing pertanyaan berikut dua kuantitas yang diberikan, salah satu di kolom A dan satu di kolom B. Bandingkan dua kuantitas dan pilih:

(A). Jika nilai di kolom A lebih besar dari kolom B (B). Jika nilai di kolom B lebih besar dari kolom A (C). Jika dua kuantitas bernilai sama

(D). jika hubungan tidak dapat ditentukan dari informasi yang diberikan

1. Kolom A Kolom B 6 - 4/2 5- 4/4

Jawaban yang benar adalah (C). Kolom A hanya 6-2 = 4, dan Kolom B adalah 5-1 = 4. Kedua kolom memiliki nilai 4, sehingga mereka sama.

2. Kolom A Kolom B x + 1 x - 1

(10)

Jawaban yang benar adalah (A). Apapun nilai x, yang menggantikan nilai x pada x + 1 adalah salah satu lebih dari x, dan menggantikan nilai x pada x - 1 adalah salah satu kurang dari x. Jadi tidak peduli apa nilai x, kolom A adalah 2 lebih besar dari kolom B.

PQ QR

3. Kolom A Kolom B

x 60

Jawaban yang benar adalah (B). PQ tegak lurus terhadap QR, sehingga PQR adalah sudut 90 derajat. Karena salah satu dari dua sudut yang membentuk sudut yang tepat adalah 31 derajat, yang lain harus 59 derajat. Jadi x = 59, dan kolom B (yang 60) lebih besar.

4. Kolom A Kolom B harga sweater harga mantel yang yang ditandai 25% off ditandai 20% off

Jawaban yang benar adalah (D). Kita diminta untuk membandingkan harga dua artikel. Meskipun kita tahu diskon persen diambil pada masing-masing, kita tidak memiliki cara untuk mengetahui biaya aktual barang. Karena perbandingan tidak dapat dibuat atas dasar apa yang diberikan, pilihan yang tepat adalah (D).

2) Pemecahan masalah.

Pertanyaan Pemecahan masalah ini berupa pilihan ganda yang mencakup aritmatika, aljabar dasar, dan geometri dasar.

Pertanyaannya menguji penguasaan keterampilan dasar matematika dan kemampuan kita untuk memecahkan masalah dengan menggunakan aritmatika, aljabar dasar, dan geometri. Beberapa

31o

X Q

P

R

(11)

masalah yang ketat pertanyaan matematika seperti pemecahan untuk nilai variabel; sisanya akan disajikan sebagai masalah kata kehidupan nyata yang membutuhkan solusi matematika.

Berikut adalah langkah-langkah agar dapat mengerjakan soal pemecahan masalah dengan baik:

a) Membaca pertanyaan dengan hati-hati. Beberapa masalah GRE cukup sederhana, tetapi yang lain yang lebih kompleks, masalah kata yang sangat praktis dan masalah geometri lebih sulit. Semakin kompleks pertanyaan, semakin mudah untuk salah membaca dan berangkat ke trek yang salah.

b) Sebelum memecahkan masalah, periksa jawaban. Ketika kita mengatasi setiap masalah, mulai dengan melihat pilihan jawaban. Dengan cara itu kita akan tahu apa bentuk solusi kita yang harus diambil. Sebagai contoh, adalah pilihan semua dalam mil per jam? Jika demikian, itu bentuk jawaban Anda harus mengambil. Apakah mereka semua desimal? Jika demikian, solusi Anda harus desimal, bukan sebagian kecil atau radikal.

c) Menghilangkan pilihan yang benar-benar dari layar radar.

Pilihan yang salah tidak hanya memilih secara acak. Mereka biasanya ditulis untuk sesuai dengan kemungkinan kesalahan (misreadings, dll). ini benar-benar membantu kita untuk menggambarkan hal ini, di sini adalah pertanyaan yang sebenarnya untuk pergi dengan jawaban bodoh.

d) Untuk pertanyaan yang kompleks, memecah masalah.

Beberapa masalah kata praktis cukup kompleks, dan sangat mudah untuk tersesat. Kita akan lebih baik jika kita memutuskan proses ke dalam langkah-langkah terpisah.

Pertama, merumuskan pernyataan apa yang dibutuhkan;

Kedua, menemukan angka yang kita butuhkan; dan ketiga, melakukan perhitungan yang diperlukan.

Contoh soal pemecahan masalah:

(12)

1. Betty meninggalkan rumah dengan $60 di dompetnya. Dia menghabiskan 1/3 dari jumlah itu di supermarket, dan dia menghabiskan ½ dari apa yang tersisa di toko obat. Jika Betty tidak membuat pengeluaran lain, berapa banyak uang yang dia miliki ketika ia kembali ke rumah?

A. $10 C. $20 E. $50

B. $15 D. $40

Sebuah perhitungan cepat akan menunjukkan bahwa jawaban yang benar adalah (C). Betty menghabiskan 1/3 dari $60 yaitu $20 di supermarket, sehingga sisa uangnya $40. Dari $40 ia menghabiskan ½ yaitu $20 di toko obat. Jadi banyak uang yang dia miliki ketika ia kembali ke rumah adalah $20.

2. Jika 2x + 3y = 8 dan y = 2x, lalu apa nilai x?

A. -6 B. -4 C. 0 D. 1 E. 4

Jawaban terbaik adalah (D). Untuk menjawab pertanyaan itu, Anda perlu untuk memecahkan x. Karena y=2x, Anda dapat mengganti 2x untuk y dalam persamaan:

2x + 3 (2x) = 8 substitusi y = 2x 2x + 6x = 8 kalikan 3(2x)

8x = 8 tambahkan

x = 1 dibagi

3.

Pada gambar di atas lingkaran O dan P yang bersinggungan satu sama lain. Jika lingkaran dengan pusat O memiliki diameter 8 dan lingkaran dengan pusat P memiliki diameter 6, berapakah panjang segmen OP / A. 7 B. 10 C.14 D. 20 E. 28

Jawaban yang benar adalah (A). Segmen OP terdiri dari jari-jari lingkaran O dan jari-jari lingkaran P. Yang panjang dari OP, Anda

o p

(13)

perlu mengetahui panjang kedua jari-jari tersebut. Karena panjang dari jari-jari adalah setengah dari diameter, maka jari-jari lingkaran O adalah ½ (8) = 4, dan jari-jari dari lingkaran P adalah ½ (6) = 3. Jadi panjang dari OP adalah 3 + 4 = 7.

3) Grafik.

Pertanyaan Grafik menyajikan informasi matematika dalam bentuk gambar. Setiap grafik diikuti oleh pertanyaan tentang hal yang berkaitan dengan grafik tersebut.

Contoh :

INFORMASI KEUANGAN HILLTOP DAY SCHOOL

i. Anggaran tahunan total Hilltop Day School meningkat berapa persen dari tahun 1985 to 1991?

(A) 4% (B) 8% (C) 50% (D) 125% (E) 200%

Jawaban yang benar adalah (D). Anggaran operasi meningkat dari $0,4 juta pada tahun 1985 menjadi $ 0,9 juta pada tahun 1991-an meningkat $0,5 juta.

Disajikan sebagai persentase kenaikan: 0,5 / 0,4 x 100 = 1,25 x 100 = 125%

14%

31%

6%

29%

20%

1991 Expenditures

miscellaneous salaries insurance food & supplies Rent

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991

(14)

ii. berapa banyak uang yang dihabiskan Hilltop Day School untuk sewa di tahun 1991?

(A) $ 180,000 (C) $ 240,000 (E) $ 2.000.000 (B) $ 225.000 (D) $ 800.000

Jawaban yang benar adalah (A). Dari grafik di bawah, kita belajar bahwa total anggaran untuk tahun 1991 adalah $ 0,9 juta. Grafik pada istirahat naik turun anggaran untuk tahun 1991. Hal ini menunjukkan bahwa 20% dari anggaran 1991 pergi untuk disewa: 20% dari $ 0,9 juta = $ 180.000

2.2 Kerangka Pemikiran

Kemampuan koneksi matematika pada mahasiswa pada umumnya masih rendah.

Hal ini terjadi karena mahasiswa sering kali melakukan kesalahan pada saat mengerjakan soal. Kesalahan tersebut dapat menjadi salah satu indikator untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman mahasiswa terhadap materi matematika yang mengakibatkan rendahnya kemampuan matematika siswa, khususnya pada materi tes GRE.

Tes GRE diambil dari materi matematika yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA), oleh karena itu mahasiswa harus bisa memahami materi tersebut dengan baik karena kelak mahasiswa akan menjadi seorang guru yang akan mengajarkan materi itu kembai ke anak didiknya.

koneksi matematika memiliki dua tipe umum yaitu modeling connections dan mathematical connections. Modeling connections merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul didalam dunia nyata atau dalam disiplin ilmu lain dengan representasi matematikanya, sedangkan mathematical connections hubungan antara dua representasi yang ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing representasi. Dari keterangan tersebut mengindikasikan bahwa koneksi matematika terbagi kedalam tiga aspek kelompok koneksi, yaitu: koneksi antar topik matematika, aspek koneksi dengan disiplin ilmu lain, dan aspek koneksi dengan dunia nyata siswa/

koneksi dengan kehidupan sehari-hari.

2.3 Penelitian yang Relevan

Berikut ini merupakan penelitian yang relevan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan:

(15)

2.3.1 Kokom Komalasari. 2013. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Tadris Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa (Studi Eksperimen terhadap siswa kelas VII SMPN 2 Sindangagung Kabupaten Kuningan Pada Pokok Bahasan Segiempat)”. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan koneksi siswa yang diperoleh dari hasil tes kemampuan koneksi matematika siswa setelah diterapkan model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) didapat nilai rata-rata sebesar 80,81. Ini menunjukan nilai rata- rata siswa sangat baik. Selain itu juga terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) terhadap kemampuan koneksi matematika siswa. Dari hasil uji hipotesis menunjukan bahwa thitung

> ttabel yaitu 6,760 > 2,045 maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh penerapan model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) terhadap kemampuan koneksi matematika siswa. Dengan persamaan regresi untuk kedua variabel yaitu ̂ = -39.325 + 1.448X dari persamaan tersebut koefisien regresi sebesar 1.448 menyatakan bahwa setiap penambahan (peningkantan) model pembelajaran penemuan (Discovery Learning) akan mempengaruhi kemampuan koneksi matematika siswa. (Kokom Komalasari, 2013:71) 2.3.2 Iis Marliyana. 2014. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Tadris

Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dalam skripsinya yang berjudul

“Pengaruh Pemahaman Matematika terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 2 Kasokandel Kabupaten Majalengka”. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Imu Pendidikan Matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1). Pemahaman matematika siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kasokandel berdasarkan data distribusi frekuensi termasuk dalam kategori baik yaitu dengan nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 62,62 dan rata-rata nilai tes kemampuan koneksi matematika sebesar 67,06 yang

(16)

termasuk kedalam kategori baik. 2). Adapun dari hasil koefisien determinasi yaitu sebesar 0,379 atau 37,9% pemahaman matematika mempengaruhi koneksi matematika siswa. Didapat persamaan regresi ̂=36,713 + 0,485 X. Koefisien regresi sebesar 0,485 menyatakan bahwa setiap penambahan pemahaman matematika akan mempengaruhi peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa sebesar 0,485. 3). Terdapat pengaruh yang positif pemahaman matematika terhadap kemampuan koneksi matematika siswa kelas VII sekolah menengah pertama. Hasil analisi uji t diperoleh nilai thitung sebesar 3,981 serta nilai signifikan dari variabel bebas (pemahaman matematika) sebesar 0,000. Nilai signifikan 0,000 < 0,05 dengan pengujian dua sisi (a = 0,05) dan diperoleh ttabel sebesar 2,056. Karena nilai thitung >

ttabel yaitu 3,981 > 2,056, maka Ho ditolak, artinya terdapat pengaruh pemahaman matematika terhadap kemampuan koneksi matematika siswa kelas VII SMP. (Iis Marliyana, 2014:72)

2.3.3 Nur Azizah. 2013. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Tadris Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dalam skripsinya yang berjudul

“Pengaruh Penggunaan Strategi Mastery Learning terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa pada Kubus dan Balok di SMP NU Kabupaten Indramayu”. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Imu Pendidikan Matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1). Hasil belajar kelas eksperimen yaitu menggunakan strategi pembelajaran mastery learning memperoleh nilai rata-rata kemampuan koneksi matematika sebesar 81,07 yang termasuk kategori sangat baik. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan koneksi matematika setelah menggunakan strategi pembelajaran mastery learning meningkat dengan baik. Dan berdasarkan nilai rata-rata kemampuan koneksi matematika sebesar 81,07 artinya strategi mastery learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. 2). Pengaruh penggunaan strategi mastery learning tehadap kemampuan koneksi matematika siswa dilihat dari hasil uji hipotesis yang diketahui thitung (3,308) lebih besar dari ttabel (2,052) berdasarkan ini maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh

(17)

penggunaan strategi mastery learning terhadap kemampuan koneksi matematika siswa. (Nur Azizah. 2013:74)

2.3.4 Yomi Nurkhomsah. 2014. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan JurusanTadris Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Penerapan Strategi REACT (Relating, Experiencing, Appliying, Cooperating, Transfering) terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok (Studi Eksperimen dikelas VIII MTsN Cirebon II Kabupaten Cirebon”. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Imu Pendidikan Matematika. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1). Skala respon siswa terhadap penerapan strategi REACT menunjukan respon yang positif.

Pernyataan diperoleh dari hasil perhitungan data dengan nilai rata-rata dari setiap aspek yaitu aspek A(relating) dengan prosentase 85,78% termasuk kategori sangat kuat, aspek B (experiencing) dengan prosentase 81,96%

termasuk kategori sangat kuat, aspek C (appliying) dengan prosentase 74,67% termasuk kategori kuat, aspek D (cooperating) dengan prosentase 79,94% termasuk kategori kuat, aspek E (transering) dengan prosentase 85,78% termasuk kategori sangat kuat. Dari data yang diperoleh dalam kegiatan pembelajaran dapat dikatakan bahwa rata-rata skala respon siswa terhadapa strategi REACT yaitu sebesar 81,50, artinya rata-rata respon siswa termasuk dalam kategori sangat kuat. 2). Aspek kemampuan koneksi dengan dunia nyata/kehidupan sehari-hari dengan prosentase 91,78%

termasuk kategori sangat baik, aspek kemampuan koneksi matematika antar topik matematika dengan prosentase 77,04% termasuk kategori baik, aspek kemampuan koneksi dengan disiplin ilmu lain (bidang studi lain) dengan prosentase 88,61% termasuk kategori sangat baik. Dari ketiga aspek tersebut diperoleh rata-rata tes kemampuan koneksi matematika siswa terhadap strategi REACT yaitu sebesar 85,81% artinya rata-rata kemampuan koneksi matemtika siswa termasuk kedalam kategori sangat baik. 3). Adapun hubungan antara strategi REACT dengan kemampuan koneksi matematika siswa kelas VIII MTsN Cirebon II Kabupaten Cirebon

(18)

memiliki hubungan yang rendah dengan harga r sebesar 0,439 hasil uji statistik juga menunjukan bahwa hubungan antar strategi REACT dengan kemampuan koneksi matematika siswa itu berkorelasi positif artinya semakin tinggi reaksi REACT maka semakin meningkat kemampuan koneksi matematika hal tersebut ditunjukan oleh koefisien determinasi yang relatif kecil yaitu 19,3% yang artinya masih ada 80,7% faktor lain yang mempengaruhinya. (Yomi Nurkhomsah, 2014:73)

2.3.5 Yesy Wulandari. 2012. Jurusan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan alam Universitas Negeri Semarang. Dalam skripsinya yang berjudul “Keefektifan Pembelajaraan Berbasis Proyek pada Materi Segiempat terhadap Koneksi Matematik dan Keyakinan Diri Siswa Smp”

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang telah disampaikan didapatkan simpulan sebagai berikut. 1). Model pembelajaran berbasis proyek efektif terhadap kemampuan koneksi matematik siswa. Hal ini terlihat dari: (a). nilai rata- rata hasil tes kemampuan koneksi matematik siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek (kelas eksperimen) siswa telah mencapai nilai KKM; (b). banyaknya siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek (kelas eksperimen) dengan nilai hasil tes kemampuan koneksi matematikanya mencapai nilai KKM telah memenuhi ketuntasan klasikal yaitu sekurang-kurangnya 75%;

(c). terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata hasil tes kemampuan koneksi matematika siswa dengan model pembelajaran berbasis proyek (kelas eksperimen) dengan nilai rata-rata hasil tes kemampuan koneksi matematika siswa dengan pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Karena hasil uji beda dua rata-rata dengan thitung>ttabel maka nilai rata-rata hasil tes kemampuan koneksi matematik siswa dengan model pembelajaran berbasis proyek lebih baik dari pada nilai rata-rata hasil tes kemampuan koneksi matematik siswa dengan pembelajaran konvensional.

2). Model pembelajaran berbasis proyek efektif terhadap keyakinan diri siswa. Hal ini dapat terlihat dari adanya perbedaan yang signifikan antara

(19)

skor rata-rata skala keyakinan diri siswa dengan model pembelajaran berbasis proyek (kelas eksperimen) dengan skor rata-rata skala keyakinan dirisiswa dengan pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Karena hasil uji beda dua rata-rata dengan thitung>ttabel maka skor rata-rata skala keyakinan diri siswa dengan model pembelajaran berbasis proyek lebih baik dari pada skor rata-rata skala keyakinan diri dengan pembelajaran konvensional. (Yesy Wulandari. 2012:92)

2.3.6 Zulaicha Ranum Frastica. 2013. Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi Univesitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan kemampuan Koneksi Matematis Melalui Pendekatan Open-Ended pada Siswa SMP Ditinjau dari Perbedaan Gender” Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis terhadap uji yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1). Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa antar kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa pada kelas eksperimen adalah 0,51 lebih tinggi signifikan dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 0,12.

Variansi data n-gain kelas eksperimen memiliki variansi 0,09 dan kelas kontrol variansinya 0,01, sehingga skor peningkatan kemampuan koneksi matematis pada kelas eksperimen lebih heterogen dari pada kelas kontrol.

2). Tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis pada siswa laki-laki dan siswa perempuan. Rata-rata peningkatan kemampuan koneksi matematis pada siswa laki-laki adalah 0, 27 tidak berbeda secara signifikan dngan siswa perempuan yang memiliki rata-rata 0.36. variansi data n-gain siswa laki-laki adalah 0,07 dan siswa perempuan variansinya 0,11 sehingga skor peningkatan kemampuan koeksi matematis pada siswa perempuan lebih heterogen dari pada siswa laki-laki. 3). Tidak terdapat interaksi antara kemampuan koneksi matematis siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dengan gender. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan software SPSS 16, diperoleh nilai probabilitas (sig.) 0,40 > 0,05 maka H0 diterima atau tidak ada interaksi antara

(20)

kemampuan koneksi matematis siswa pada kelas kontrol dengan gender.

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol tidak dipengaruhi oleh perbedaan gender. (Zulaicha Ranum Frastica. 2013:90).

2.3.7 Dwi Kurniati Zaenab. 2010, Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa” Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1). Kemampuan koneksi matematika yang berkembang pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan pembelajaran kontekstual adalah koneksi internal (koneksi antar topik matematika) dan koneksi eksternal (koneksi diluar topik matematika). Pada siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran kontekstual, pada umumnya lebih menggunakan proses penyelesaian dengan cara mengaitkan pengetahuan yang berbeda-beda dalam menyelesaikan masalah (siswa memahami hubungan antar) representasi yang sama dalam topik matematika sehingga dapat mengoneksikannya). Dan tidak mengutamakan hasil akhir. Hal ini dikarenakan setting pembelajaran kontekstual membuat siswa lebih aktif dan merasa dilibatkan dalam poses pembelajaan, karena dalam pembelajaran kontekstual siswa dilatih untuk berfikir dan menggunakan pengetahuan-pengetahuan matematika sebelumnya dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan, sehingga siswa dapat menggunakan hubungan (koneksi) antara satu konsep matematika dengan konsep matematika lain atau dengan disiplin ilmu lain atau dengan kehidupan sehari-hari, sehingga dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik.

2). Rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran kontekstual adalah 36,78 sedangkan rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional adalah 30,37. Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa “rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa kelas

(21)

eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa kelas kontrol” perbedaan tersebut terjadi karena adanya perbedaan perlakuan selama proses pembelajaran. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematik siswa yang menggunakan pembeajaran kontekstual lebih baik dari pada kemampuan koneksi matematik siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran konvensional, sehingga pembelajaran kontekstual dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika yang dapat diterapkan dikelas. (Dwi Kurniati Zaenab. 2010:61)

2.3.8 Mega Kusuma Listyotami. 2011. Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

Dalam skripsinya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Kelas VIII A SMP N 15 Yogyakarta Melalui Model Pembelajaran Learning Cycle “5e”.” Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Sains. Setelah dilaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Learning Cycle “5E” di kelas VIII A SMP N 15 Yogyakarta, kemampuan koneksi matematika siswa mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan koneksi matematika siswa sebelum pemberian tindakan, untuk indikator 1, siswa yang mempunyai skor kemampuan koneksi matematika dalam kategori sangat kurang, kurang, cukup, baik, dan sangat baik, berturut-turut ada sebesar 63,89%, 25%, 8,33%, 0%, dan 2,78%. Untuk indikator 2, ada sebesar 36,11%, 16,67%, 19,44%, dan 27,78%. Untuk indikator 3, ada sebesar 80,55%, 13,89%, 2,78%, 2,78%, dan 0%. Setelah dilakukan pemberian tindakan dengan model pembelajaran Learning Cycle “5E”, banyak siswa yang berhasil meningkatkan kemampuan koneksi matematika pada akhir siklus II, untuk indikator 1, indikator 2, dan indikator 3 berturut-turut ada sebesar 77,77%, 72,22%, dan 72,22%. (Mega Kusuma Listyotami.

2011:114).

2.3.9 Khorotun Ayuni. 2013. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Tadris Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dalam skripsinya yang

(22)

berjudul “Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Inquiri Berorientasi Discovery Terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa (Studi Eksperimen di Kelas VII MTs DU PUI Ranji Kab. Majalengka)”. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Imu Pendidikan Matematika. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV dapat disimpulkan bahwa: 1). Respon siswa terhadap penerapan metode pembelajaran inquiry berorientasi discovery dalam kegiatan pembelajaran dapat diketahui dari rata-rata skor respon siswa terhadap penerapan metode pembelajaran inquiry berorientasi discovery ,yaitu sebesar 73,875, artinya rata-rata skor respon siswa termasuk dalam kategori kuat berdasarkan tabel 3.4. 2). kemampuan koneksi matematika siswa terhadap hasil belajar setelah diterapkan metode pembelajaran inquiry berorientasi discovery sebesar 67,625 yang termasuk kategori cukup berdasarkan tebel 3.6. hal ini menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematika siswa setelah diterapkan metode pembelajaran inquiry berorientasi discovery meningkat dengan cukup. 3). Pengaruh penerapan metode pembelajaran inquiry berorientasi discovery terhadap kemampuan koneksi matematika siswa dapat dilihat dari hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa thitung (3,118), dan ttabel (2,05), maka dapat disimpulkan bahwa thitung > ttabel dengan demikian maka H0 ditolak, artinya bahwa ada pengaruh penerapan metode pembelajaran inquiry berorientasi discovery terhadap kemampuan koneksi matematika siswa. Selain itu dengan persamaan regresi untuk kedua variabel tersebut yaitu ̂ = 32,494+ 0,531X, dari persamaan tersebut koefisien regresi sebesar 0,531 menyatakan bahwa setiap penerapan metode pembelajaran inquiry berorientasi discovery akan mempengaruhi peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa sebesar 0,531.

berdasarkan tabel 3.16 korelasi antara variabel X dan Y sebesar 0,69 dalam kategori tinggi artinya metode pembelajaran inquiry berorientasi discovery saling berhubungan (korelasi) terhadap kemampuan koneksi matematika siswa. (Khorotun Ayuni. 2013:74).

(23)

2.3.10 Setiati Rahayu. 2013. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Tadris Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dalam skripsinya yang berjudul

“Analisis Kemampuan Berfikir Aljabar Di Kelas VII SMP Negeri 1 Krangkeng Kabupaten Indramayu (Studi Survei Di Kelas VII Tahun Akademik 2012/2013)”. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam Imu Pendidikan Matematika. Berdasarkan hasil analisis dan kajian pada BAB IV tentang kemampuan belajar siswa dalam memahami aljabar di kelas VII Negeri 1 Krangkeng Kabupaten Indramayu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1). Kemampuan berfikir aljabar siswa kelas VII di SMP N 1 Krangkeng tahun ajaran 2012/2013 sangat tinggi, dikarnakan dari hasil nilai tes kemampuan berfikir aljabar adalah diatas rata-rata 75. 2). Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan siswa berdasarkan hasil tes, yaitu: kemampuan memahami pengertian koefisien, variabel, konstanta, faktor, suku sejenis adalah sebesar 89.58%, sedangkan kemampuan melakukan operasi hitung, tambah, kurang, kali, bagi dan pangkat pada bentuk aljabar adalah sebesar 90.00%, dan untuk kemampuan menggunakan simbol matematika adalah sebesar 77.08%, sedangkan kemampuan menggunakan bahasa sehari-hari atau matematika adalah sebesar 83.59%, sedangkan jika dilihat menyederhanakan operasi aljabar adalah sebesar 79.69%, sedangkan kemampuan dalam menyatakan berbagai hubungan sebesar 97.92%, sedangkan kemampuan menggunakan diagram alur untuk mempresentasikan angka adalah sebesar 93.75% dan kemampuan memahami invers adalah sebesar 85.94% Komponen utama yang dikuasai pada materi aljabar oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Krangkeng tahun ajaran 2012/2013 adalah pada materi mengggunakan diagram alur, pengertian koefisien, variabel, konstanta, faktor, suku sejenis, dan menyederhanakan operasi aljabar. (Setiati Rahayu. 2013:71)

Dari kesepuluh hasil penelitian diatas memang tidak ada penelitian yang sama persis dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Akan tetapi terdapat kaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian yang dilakukan oleh kesembilan

(24)

penelitian diatas sama-sama melakukan tes untuk mengetahui apakah ada pengaruh model atau strategi pembelajaran yang mereka terapkan terhadap kemampuan koneksi matematika pada siswanya. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model atau strategi pembelajaran yang mereka terapkan mereka melakukan dua kali tes yaitu pada kelas yang tidak diberikan model atau strategi pembelajaran dan kelas yang diberikan model atau strategi pembelajaran yang mereka terapkan.

Keterkaitan penelitian yang dilakukan saya dengan penelitian yang pertama samapai semilai adalah materi yang digunakan berdasarkan indikator kemampuan koneksi matematika sedangkan penelitian yang ke sepuluh sama-sama analisis dan pengolahan datanya hampir sama.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal ini yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya (Sudjana,1996:19). Berdasarkan kerangka pemikiran dalam studi literatur yang telah dikemukakan di atas dapat diasumsikan ada lima indikator yaitu:

1. Menghubungkan pengetahuan konseptual dengan pengetahuan prosedural (Link conceptual and procedural knowledge);

2. Menghubungkan berbagai representasi konsep atau prosedur satu sama lain (Relate various representations of condepts or prosecedures to one another);

3. Mengenali hubungan antara topik-topik berbeda dalam matematika (Recognize relationships among different topics in mathematics);

4. Menggunakan matematika dalam area-area kurikulum lainnya (use mathematics in other curriculum areas);

5. Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Use mathematics in their daily lives).

Dari lima indikator diatas dapat diketahui kemampuan koneksi matematika pada mahasiswa, serta mengetahui indikator mana yang paling dominan dari lima indikator tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

STP adalah Segmentasi,Target,Positioning ini merupakan dimana peneliti menentukan STP yang mana yang dituju sehingga hasil desain atau perancangan program kampanye

Gugatan tim sukses Jusuf Kalla-Wiranto terhadap hasil pemilu presiden bisa dipahami sebagai salah satu dinamika demokrasi yang terus berkembang di

Metode Resources Leveling dalam perencanaan sumber daya manusia suatu proyek dapat menghasilkan histogram kebutuhan tenaga kerja yang ideal dibandingkan dengan

Carolina, 2013, Pengujian Aktivitas Hipoglikemik Ekstrak Air Daun Angsana (Pterocarpus Indicus Willd) terhadap Histopatologi Sel Beta Pankreas yang Diinduksi Tikus

Adapun tetang perbedaan konsep kurban dalam perspektif agama Islam ataupun Hindu baik dalam asal-usul, dasar, hukum, bentuk, kaidah dan tujuan serta hikmahnya

• Bukti laporan capaian indikator dari unit kerja ke Komite PMKP • Bukti validasi dan analisis data di Komite PMKP.. • Bukti desiminasi data dari Komite PMKP ke unit yan, staf

pidana karenanya harus dapat dihubungkan dengan fungsi preventif hukum pidana. Pada konsep tersebut harus terbuka kemungkinan untuk sedini mungkin pembuat menyadari

Dari pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana penerapan metode eksperimen yang sebenarnya diterapkan di MI Ma‟arif NU 1 Pengadegan,