T E S I S
Oleh:
AHMAD FAUZI LUBIS 197001002
PROGRAM STUDI MAGISTER AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021
T E S I S
Oleh:
AHMAD FAUZI LUBIS 197001002
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Gelar Magister dalam Program Studi Magister Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MAGISTER AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021
IiBERINGIN, LANGKAT Nama : Ahmad Fauzi Lubis
NIM : 197001002
Program Studi : Agroteknologi
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Tanggal Lulus : 9 Agustus 2021 (Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc., Ph.D.)
Ketua
(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M.S.) Anggota
Ketua Program Studi
(Luthfi Aziz Mahmud Siregar, S.P., M.Sc., Ph.D.)
Dekan
(Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S.)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc, Ph.D.
Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M.S.
2. Dr. Mariani Br. Sembiring, S.P., M.P.
3. Dr. Lisnawita, S.P., M.Si.
4. Dr. Ir. Marheni, M.P.
ABSTRAK
Organisme di dalam tanah terdiri atas mikroorganisme dan makroorganisme, organisme tanah memiliki peranan yang sangat penting terhadap kelangsungan kehidupan tumbuhan di atasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur keanekaragaman dan mengidentifikasi organisme tanah pada rhizosfer kelapa sawit (tanaman belum melihatkan serangan Ganoderma boninense, tanaman terserang G.boninense, tanaman mendapat perlakuan kitosan Syncephalastrum racemosum) di daerah endemik G. boninense kebun Tanjung Beringin, Langkat. Sampel diambil secara purposive pada 3 rhizosfer kelapa sawit yaitu rhizosfer dengan perlakuan kitosan, rhizosfer sawit terserang Ganoderma dan rhizosfer sawit tanpa gejala Ganoderma. Sampel makrofauna diambil menggunakan 2 metode pitfall trap, kuadrat dan hand sorting. Sampel mesofauna diamati dibawah mikroskop setelah diperangkap menggunakan Barless tullgren funnel. Hasil penelitian menunjukkan pada lokasi rhizosfer kelapa sawit perlakuan kitosan populasi bakteri 41x103 CFU/ml, jumlah isolat bakteri yang didapat 6 isolat, populasi jamur 37,5x102 CFU/ml, jumlah isolat jamur yang didapat 9 isolat, populasi Ganoderma 43,4x101 CFU/ml, derajat infeksi mikoriza 30%, mesofauna ditemukan 4 famili, jumlah makrofauna ditemukan 6 famili. Pada lokasi rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma populasi bakteri 34x103 CFU/ml, jumlah isolat bakteri yang didapat 5 isolat serta, populasi jamur 39,5x102 CFU/ml, jumlah isolat jamur yang didapat 9 isolat, populasi Ganoderma 67,5x101 CFU/ml, derajat infeksi mikoriza 24,3%, mesofauna ditemukan 10 famili, makrofauna ditemukan 6 famili. Pada lokasi rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala serangan Ganoderma populasi bakteri 36 x103 CFU/ml, jumlah isolat bakteri yang didapat 8 isolat, populasi jamur 26 x102 CFU/ml, jumlah isolat jamur yang didapat 16 isolat, populasi Ganoderma 58,3x101 CFU/ml, derajat infeksi mikoriza 11,8%, mesofauna ditemukan 6 famili, makrofauna ditemukan yaitu 4 famili. Dapat disimpulkan pohon yang terkena penyakit busuk pangkal batang mempengaruhi populasi dan keanekaragaman dari mikroorganisme, mesofauna dan makrofauna tanah di daerah rhizosfer kelapa sawit.
Kata kunci: Ganoderma, Keanekaragaman, Kitosan, Makrofauna, Mesofauna, Mikroorganisme.
ABSTRACT
Organisms in the soil consist of microorganisms and macroorganisms, soil organisms have a very important role in the survival of plant life on it. This study aims to measure the diversity and identify soil organisms in the rhizosphere of oil palm (plants have not shown Ganoderma boninense attack, plants are attacked by G. boninense, plants are treated with chitosan Syncephalastrum racemosum) in the endemic area of G. boninense in Tanjung Beringin plantation, Langkat. Samples were taken purposively on 3 oil palm rhizosphere, namely rhizosphere treated with chitosan, oil palm rhizosphere attacked by Ganoderma and oil palm rhizosphere without Ganoderma symptoms. Macrofauna samples were taken with 2 pitfall trap methods, squared and hand sorting. Mesofauna samples were observed under a microscope after being trapped with a Barless tullgren funnel. The results showed that at the location of the rhizosphere of oil palm chitosan treatment the bacterial population was 41x103 CFU/ml, the number of bacterial isolates were obtained 6 isolated, the fungal population was 37,5x102 CFU/ml, the number of fungal isolates were obtained 9 isolated, the Ganoderma population was 43,4x101 CFU/ml, the degree of mycorrhizal infection was 30%, mesofauna found 4 families, the number of macrofauna found 6 families. At the location of the oil palm rhizosphere attacked by Ganoderma, the bacterial population was 34x103 CFU/ml, the number of bacterial isolates were obtained 5 isolated and, the fungal population was 39,5x102 CFU/ml, the number of fungal isolates obtained were 9 isolated, the Ganoderma population was 67,5x101 CFU/ml, the degree of mycorrhizal infection was 24,3%, mesofauna found 10 families, macrofauna found 6 families. At the location of the oil palm rhizosphere without symptoms of Ganoderma attack the bacterial population was 36 x103 CFU/ml, the number
of bacterial isolates were obtained 8 isolated, the fungal population was 26 x102 CFU/ml, the number of fungal isolates obtained was 16 isolated, the
Ganoderma population was 58,3x101 CFU/ml, Mycorrhizal infection degree was 11,8%, mesofauna were found in 6 families, macrofauna were found in 4 families. It can be concluded that trees affected by root rot disease affect the population and diversity of microorganisms, mesofauna and soil macrofauna in the rhizosphere of oil palm.
Keywords: Chitosan, Diversity, Ganoderma, Macrofauna, Mesofauna, Microorganisms.
KEANEKARAGAMAN ORGANISME TANAH PADA KELAPA SAWIT DI DAERAH ENDEMIK Ganoderma boninense Pat.
DI KEBUN TANJUNG BERINGIN, LANGKAT
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master Agroteknologi pada Program Studi Magister Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumber secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat pada bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Oktober 2021 Penulis,
Ahmad Fauzi Lubis
1996. Penulis merupakan putra ke 3 dari 3 bersaudara dari Bapak Abdul Wahid Lubis dan Ibu Musnaini.
Pada tahun 2002 penulis menjalani pendidikan Sekolah Dasar Negeri 064988 Medan, pendidikan menengah pertama di SMP Swasta Al-Azhar Medan pada tahun 2008, dan pendidikan menengah atas pada tahun 2011 di SMA Swasta Unggulan Al-Azhar Medan.
Pada tahun 2014, penulis lulus dalam pendidikan menengah atas dan melanjutkan studinya ke Universitas Suamatera Utara (USU) Medan melalui jalur SNMPTN (jalur undangan) pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dengan minat Ilmu Tanah. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam mengikuti beberapa organisasi dan termasuk ke dalam anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi) Fakultas Pertanian USU, panitia dalam acara ekspedisi sinabung FORMATANI (Forum Mahasiswa Agroekoteknologi/Agroteknologi Indonesia), dan panitia dalam acara pertemuan wilayah 1 FOKUSHIMITI (Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia). Penulis pernah menjadi Asisten di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Sub Tanah, Ilmu Tanah Hutan, Konservasi Tanah dan Air, serta Bioteknologi Sub Tanah, dan selesai selama 4 tahun 2 bulan, pada tahun 2019 penulis melanjutkan ke program magister Agroekoteknologi di Universitas Sumatera Utara Fakultas Pertanian.
dan karunia-Nya sehingga usul penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini berjudul “Keanekaragaman Organisme Tanah Pada Kelapa Sawit Di Daerah Endemik Ganoderma boninense Pat. Di Kebun Tanjung Beringin, Langkat”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Abdul Wahid Lubis dan Ibunda Musnaini yang telah mendidik dan membesarkan penulis, Ibu Prof. Ir. T. Sabrina, M.Agr, Sc. Ph.D selaku ketua komisi pembimbing yang banyak membantu dari segi materil maupun dukungan moril dalam proses penulisan dan penyusunan tesis dan kepada Bapak Prof. Dr.
Ir. Darma Bakti, M.S. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan tesis ini serta kepada teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Magister Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU yang pernah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2021
Penulis
ABSTRACT ... ii
PERYATAAN... iii
RIWAYAT HIDUP ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penulisan ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit ... 5
Makrofauna Tanah ... 6
Mesofauna Tanah... 7
Fauna Tanah ... 9
Fungi G boninense Pat. ... 11
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian ... 14
Pelaksanaan Percobaan ... 14
Penentuan Sempel Tanah... 14
Pengambilan Sampel Makrofauna Tanah ... 15
Metode Pitfall Trap ... 15
Metode Kuadrat dan Hand Sorting ... 15
Pengambilan Sampel Mesofauna Tanah... 16
Metode BerleseTullgren Funnel ... 16
Pengambilan Sampel Mikrofauna Tanah ... 17
Persiapan Media ... 17
Pembuatan Media Potato Dextrose Agar ... 17
Pemurnian ... 19
Teknik Pewarnaan Gram ... 19
Uji Molekuler Bakteri ... 20
Uji Molekuler Jamur ... 21
Parameter Amatan ... 22
Karakterisasi Morfologi, dan Molekuler Bakteri ... 22
Karakterisasi Morfologi, dan Molekuler Jamur ... 22
Identifikasi Sampel Makrofauna Tanah ... 22
Identifikasi Sampel Mesofauna Tanah ... 22
Populasi G. boninense Pat. ... 23
Populasi Mikroba Tanah ... 23
Derajat Infeksi Mikoriza ... 23
Tekstur Tanah, Bulk Density Tanah, Permeabilitas Tanah ... 23
pH Tanah, Kelembaban Tanah, Suhu tanah ... 24
KTK, N-total, P-total, C-organik ... 24
Analisis Makrofauna Tanah ... 24
Analisis Mesofauna Tanah ... 26
Analisis Korelasi ... 28
HASIL PENELITIAN Hasil ... 30
Populasi Bakteri ... 30
Karakteristik Morfologi,Bakteri ... 31
Populasi Jamur ... 37
Karakteristik Morfologi Jamur ... 38
Identifikasi Secara Molekuler ... 45
Mesofauna Tanah yang Ditemukan ... 52
Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Mesofauna Tanah ... 58
Indeks Keanekaragaman (H’) Mesofauna Tanah ... 62
Indeks Similaritas (Kesamaan) Mesofauna Tanah ... 62
Makrofauna Tanah yang Ditemukan ... 64
Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran Makrofauna Tanah ... 71
Indeks Keanekaragaman (H’) Makrofauna Tanah ... 74
Indeks Similaritas (Kesamaan) Makrofauna Tanah ... 74
Populasi Ganoderma dan Derajat Infeksi Mikoriza ... 76
Analisis Tanah ... 77
Analisis Korelari Pearson (r) ... 78
PEMBAHASAN Mikroorganisme pada Rhizosfer Sawit Daerah Endemik Ganoderma . 84 Mesofauna pada Rhizosfer Sawit Daerah Endemik Ganoderma ... 89
Makrofauna pada Rhizosfer Sawit Daerah Endemik Ganoderma ... 91
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 98 Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Pohon Filogenik Bakteri 48
2. Pohon Filogenik Jamur 49
1. Jumlah populasi bakteri pada setiap perlakuan 30 2. Karakteristik Morfologi dari koloni bakteri dan pewarnaan gram 32
3. Jumlah populasi jamur pada setiap perlakuan 37 4. Hasil identifikasi morfologi dari jamur pada setiap perlakuan
rhizosfer tanaman 38
5. Hasil Identifikasi Molekuler Bakteri 45
6. Hasil Identifikasi Molekuler Jamur 46
7. Klasifikasi dan deskripsi famili mesofauna tanah yang ditemukan
pada penelitian 52
8. Mesofauna tanah yang ditemukan pada berbagai lokasi penelitian 57
9. Jumlah mesofauna tanah yang ditemukan pada berbagai lokasi
penelitian 58
10. Nilai kepadatan (individu/meter2), kepadatan relatif (%), dan frekuensi kehadiran (%) beserta konstansi mesofauna tanah pada setiap perlakuan penumbangan batang kelapa sawit 59 11 Kerapatan Relatif ≥ 10% dan Frekuensi Kehadiran ≥ 25%
mesofauna 61
12 Nilai indeks keanekaragaman mesofauna pada setiap lokasi 62
13 Nilai indeks similaritas (kesamaan) mesofauna tanah pada setiap lokasi penelitian
63
14 Klasifikasi dan deskripsi famili makrofauna tanah yang ditemukan
pada penelitian 64
15 Makrofauna tanah yang ditemukan pada berbagai lokasi penelitian 70
16 Jumlah makrofauna tanah yang ditemukan pada berbagai lokasi penelitian
71
18 Kerapatan Relatif ≥ 10% dan Frekuensi Kehadiran ≥ 25%
makrofauna 73
19 Nilai indeks keanekaragaman makrofauna pada setiap lokasi 74
20 Nilai indeks similaritas (kesamaan) makrofauna tanah pada setiap lokasi penelitian
75
21 Populasi Ganoderma pada setiap perlakuan 76
22 Derajat infeksi jamur mikoriza pada akar kelapa sawit di setiap
lokasi perlakuan 76
23 Analisis kimia tanah C-Organik(%), N Total (%), P Total (%),
KTK (me/100g) dan pH tanah di setiap perlakuan 77 24 Analisis fisika tanah bulk density (g/cm3), suhu tanah (oC),
kelembaban Tanah (%), tekstur tanah, pada setiap perlakuan 78 25 Koefisien korelasi antara nilai faktor fisik dan kimia tanah dengan
kelas makrofauna dan mesofuna tanah yang ditemukan 80
1. Lama Penelitian Dan Jenis Kegiatan 106
2. Peta Pengambilan Sempel Tanah 107
3. Contoh Perhitungan Makrofauna 108
4. Contoh Perhitungan Mesofauna 108
5. Foto Kerja 109
6. Hasil Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah dengan Kelas Makrofauna Tanah
112
7. Hasil Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Nilai Faktor Fisik dan Kimia Tanah dengan Kelas Mesofauna Tanah
116
8. Hasil Identifikasi Isolat Jamur 121
9. Hasil Identifikasi Isolat Bakteri 125
PENDAHULUAN Latar Belakang
Organisme di dalam tanah terdiri atas mikroorganisme dan fauna tanah.
Tanah, vegetasi dan organisme tanah memiliki hubungan timbal balik yang khas.
Organisme tanah memiliki peranan yang sangat penting terhadap kelangsungan kehidupan tumbuhan di atasnya. Sebaliknya aktivitas organisme tanah juga sangat tergantung pada kondisi vegetasi. Peran organisme tanah yaitu menjalankan proses dekomposisi bahan organik, mendistribusi dan mencampur bahan organik serta dapat menjadi musuh alami bagi patogen tanaman.
Peran biota tanah dalam kesehatan tanah mendukung keseimbangan ekologi tanah, belakangan ini telah disinyalir ada perubahan terhadap sifat biologi tanah di perkebunan kelapa sawit yang mengakibatkan serangan Ganoderma boninense, ledakan populasi organisme yang disebabkan keseimbangan ekosistem di tanah terganggu terutama berkurangnya populasi predator. Populasi organisme tanah dapat ditingkatkan. Pemberian bahan organik berupa pemberian TKKS dengan cara
disebar di piringan kelapa sawit dapat meningkatkan populasi mesofauna (Ananda et al., 2017), demikian juga populasi cacing tanah meningkat dengan
aplikasi TKKS yang diinokulasikan dengan Trichoderma harzianum pada piringan kelapa sawit (Sebayang et al., 2015).
Kelembaban tanah dapat mempengaruhi laju infeksi penyakit busuk pangkal (Ganoderma sp.) (Utami et al., 2016). Kelembaban tanah akan mempengaruhi keanekaragaman dan populasi organisme tanah lainnya. Perbedaan pH tanah, ketebalan serasah dan vegetasi akan mempengaruhi keanekaragaman komposisi serangga di dalam tanah (Kinasih et al., 2017).
Identifikasi makro, meso, dan mikroorganisme diperlukan untuk mengetahui keanekaragaman dari biota tanah. Keanekaragaman dari ledakan suatu populasi dari organisme tertentu pada penggunaan lahan maupun vegetasi akan mempengaruhi jumlah dan jenis biota tanah. Ledakan jamur Ganoderma yang mengakibatkan tanaman yang terserang akan mempengaruhi daerah rhizosfer berupa aktivitas dan jumlah organisme tanah. Mikroba tanah dapat menghasilkan bahan organik atau unsur hara.
Keanekaragaman organisme tanah pada daerah kelapa sawit dapat dilihat dari mikroorganisme, mesofauna dan makrofauna tanah yang terdapat pada daerah rhizosfer tanaman. Banyaknya jumlah maupun spesies dari organisme tanah yang didapat atau yang ditemukan merupakan gambaran dari keanekaragaman dari suatu habitat. Gambaran keanekaragaman pada daerah rhizosfer kelapa sawit di kebun Aek Loba yaitu makrofauna dengan nilai total kepadatan populasi 401,53 individu/m2 dengan 29 spesies terdiri dari 2 filum, 3 kelas, 11 ordo, 21 famili, dan 27 genus (Jhon et al., 2019). Keanekaragaman makrofauna berupa populasi cacing tanah sekitar 177.1 individu/m2 dengan pemberian bahan organik di daerah piringan (Sebayang et al., 2015).
Lokasi endemik G. boninense merupakan suatu keadaan yang muncul ketika penyebaran penyakit hanya terjadi pada satu area tertentu dalam jangka waktu lama dan konstan. Dilakukannya penelitian keanekaragaman pada lahan endemik Ganoderma di perkebunan kelapa sawit yang merupakan habitat dari G. boninense dimana akan mempengaruhi keanekaragaman apakah menurun atau meningkat. Pada rhizosfer kelapa sawit pada daerah perkebunan memiliki
keanekaragaman dan kelimpahan organisme tanah yang terdiri dari 20 jenis cendawan (Julyanda, 2011).
Perumusan Masalah
Perubahan sistem dari multiple cropping ke monokultur pada jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan berbagai perubahan. Hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme, dan antara organisme dengan lingkungan tempat hidup dan perubahan juga dapat terjadi pada komposisi organisme tanah.
Serangan G. boninense menyebabkan kerugian yang cukup besar, pola penyebaran G. boninense terutama melalui tanah (soil born disease) dipengaruhi berbagai faktor yang banyak salah satunya aneka organisme di sekitar rhizosfer tanaman yang telah terkena penyakit G. boninense. Untuk itu perlu identifikasi komposisi organisme pada daerah rhizosfer untuk mendapat gambaran keadaan di daerah terserang penyakit dengan yang tidak. Selain organisme tanah, sifat tanah (fisik dan kimia) juga mempengaruhi keberadaan organisme tanah. Pada penelitian ini akan diamati sifat kimia (pH dan KTK), sifat fisik (kadar liat tanah dan jenis mineral liat) dan sifat biologi lainnya (bahan organik tanah).
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi populasi dan keanekaragaman organisme tanah pada rhizosfer kelapa sawit dengan berbagai keadaan di daerah endemik G. boninense kebun Tanjung Beringin, Langkat.
Hipotesis Penelitian
1. Perbedaan rhizosfer kelapa sawit yang diberi perlakuan kitosan, rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma, dan rhizosfer tanpa gejala serangan Ganoderma terhadap jenis dan populasi mikroorganisme tanah.
2. Perbedaan rhizosfer kelapa sawit yang diberi perlakuan kitosan, rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma, dan rhizosfer tanpa gejala serangan Ganoderma terhadap jenis dan populasi mesofauna tanah.
3. Perbedaan rhizosfer kelapa sawit yang diberi perlakuan kitosan, rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma, dan rhizosfer tanpa gejala serangan Ganoderma terhadap jenis dan populasi makrofauna tanah.
Kegunaan Penulisan
1. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar magister dalam program studi Magister Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan informasi tentang identifikasi makrofauna, mesofauna dan mikroorganisme tanah pada rhizosfer kelapa sawit.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa Sawit dan kelapa, sumber utama minyak nabati di Indonesia. Pada tahun 1940, areal seluas 110.000 ha ditanam pohon kelapa sawit, pada tahun 1956 luas pertanaman meningkat sebesar 15%, pada akhir 1960-an areal penanaman pohon di Indonesia banyak dikelola oleh kelompok perkebunan besar. Tujuh diantaranya menguasai 90.000 ha pada tahun 1971 di Sumatera, dan 36.000 ha lainnya dimiliki oleh perusahaan swasta. Pada tahun 1996 industri kelapa sawit mencapai luas penanaman 2,3 juta hektar, 50% merupakan perkebunan swasta, 33%
pada perkebunan rakyat dan 17% dalam kepemilikan perusahaan oleh masyarakat (Corley dan Tinker, 2003).
Kelapa sawit termasuk famili Arecaceae (dulu Palmae), sub famili Cocoideae, genus Elaeis yang mempunyai 3 spesies yaitu Elaeis guineensis Jacq, Elaeis oleifera (HBK) Cortes, dan Elaeis Odora W. Spesies pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan. Dua spesies lainnya digunakan untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik dalam rangka program pemuliaan. Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: divisi:
Embryophyta siphonogama, kelas: Angiospermae, ordo: Monocotyledonae, famili:
Arecaceae : sub-famili: Cocoideae, genus; Elaeis spesies: E. guineensis Jacq.
(Puslitbang Perkebunan, 2012).
Kelapa sawit dapat tumbuh pada hamper semua jenis tanah antara lain jenis tanah Latosol, Podsolik, Alluvial, Hidromorf Kelabu atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5.0-5.5.Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1.500-
4.000 mm, temperatur optimal 24-28oC. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 m dpl. Kelembaban optimum yang ideal untuk tanaman sawit sekitar 80-90% dan kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan (BBPPTP, 2008).
Tanaman tahunan yang berumur panjang, kelapa sawit memiliki satu apikal meristem dan tidak bercabang, perbungaan kelapa sawit besar dan biasanya menghasilkan tandan yang berisi 100–4.000 buah, tergantung pada usia kelapa sawit, buah matang sekitar 150 hari setelah penyerbukan, berubah dari hitam menjadi merah, dan mulai rontok saat matang. Buahnya adalah buah berbiji (buah batu) terdiri dari mesocarp berdaging dan inti inti terlindung oleh cangkang (endocarp) (Setiawati et al., 2018).
Makrofauna Tanah
Aktivitas hewan tanah khususnya cacing dalam proses dekomposisi bahan organik dapat merangsang aktivitas mikroorganisme. Penghancuran bahan organik menjadi ukuran yang lebih halus disertai proses enzimatis dalam pencernaan cacing membuat bahan organik menjadi lebih mudah untuk dicerna mikroorganisme.
Hewan tanah mampu mengubah lapisan top soil, karena di lapisan tersebut mudah terdapat akar tanaman dan makanan. Keberadaan cacing tanah berkaitan dengan
sifat kimia tanah terutama KTK dan Ca yang dapat dipertukarkan (Sabrina et al., 2009).
Makrofauna tanah yang terdapat pada lahan bekas tambang silika terdapat kelimpahan yang tertinggi di bawah tegakan vegetasi campuran, yaitu sebesar 240 individu dalam 9 plot pengamatan. Tempat ditemukannya makrofauna tanah pada lapisan tanah (0-10 cm) yang memiliki kelimpahan lebih besar dari pada yang
dijumpai pada lapisan serasah. Kondisi vegetasi yang semakin beragam dan rapat membuat keanekaragaman makrofauna tanah semakin tinggi, dan kandungan bahan organik yang terdapat pada lahan dapat mempengaruhi tingkat keanekaragaman makrofauna tanah (Wibowo dan Slamet, 2017).
Indeks keanekaragaman makrofauna tanah berkisar antara 1.61 sampai 2.26 pada tanah di perkebunan tanaman coklat. Indeks keanekaragaman makrofauna tanah yang tertinggi terdapat pada daerah C-organik yang tinggi dan residu organophospat yang dapat dikategorikan sedang yakni sebesar 2,26. Pemberian organofosfat yang memiliki kandungan carbofuran sebesar 4.4192 µg/100g dapat mempengaruhi indeks keanekaragaman makrofauna pada lahan perkebunan coklat (Nurrohman et al., 2018).
Secara umum populasi makrofauna di dalam tanah lebih sedikit, oleh sebab itu tidak menjadi penyebab utama perubahan pada tanah, adapun beberapa organisme yang tergolong ke dalam makrofauna adalah cacing tanah, moluska, tungau, dan serangga (insektisida) (Utomo et al., 2016).
Mesofauna Tanah
Keanekaragaman mesofauna dapat menjadi indikator bahwa suatu tanah dapat dikatakan subur atau tidak, dimana kandungan C-organik tanah yang melimpah akan menentukan mesofauna tanah tersebut dapat bertahan hidup, bahwa kandungan C-organik tinggi berbanding lurus dengan keanekaragaman mesofauna tanah, tetapi ada faktor yang mempengaruhi hal tersebut seperti organofosfat di tanah yang mengakibatkan C-organik tinggi tetapi keanekaragaman mesofauna rendah ditunjukkan adanya residu pestisida atau insektisida yang terakumulasi (Ibrahim et al., 2014).
Pada lahan gambut dengan vegetasi tanaman karet memiliki mesofauna tanah lebih banyak dengan jumlah 287 individu dibandingkan dengan jumlah makrofauna tanah dengan jumlah 217 individu, dan dapat dilihat juga bahwa makrofauna dan mesofauna memiliki jumlah lebih banyak diantara tanaman di bandingkan dengan dekat tanaman disebabkan jumlah serasah di antara tanaman lebih tebal dibandingkan dengan di dekat tanaman (Risman dan Alikhsan, 2017).
Pola pertumbuhan tiap organisme hampir sama dimana pada saat jumlah makanan cukup tersedia dan faktor pembatas sedikit maka perkembangbiakan lebih cepat. Sejalan dengan waktu populasi organisme bertambah dan jumlah makanan semakin berkurang, serta akan berkurang juga jika faktor pembatas semakin bertambah. Pertumbuhan mikroba sangat penting pada ekosistem tanah. Serupa halnya dengan makro dan mesofauna, pertumbuhan mikroba dalam tanah tidak kekal dan tergantung pada ketersediaan hara dan kondisi fisikokimia yang sesuai.
Skenario pertumbuhan akan berbeda tergantung pada hara yang tersedia, sebagai contoh pada tanah yang kering, maka bahan-bahan yang dapat didekomposisi (kotoran hewan, sisa tanaman) mungkin akan terakumulasi karena tidak cukup air untuk mendukung aktivitas mikroba. Saat air tersedia, maka akan terjadi ledakan pertumbuhan mikroba yang cepat pada daerah tersebut. Sementara pada daerah rhizosfer di mana hara konsisten tersedia atau dengan bahan organik dalam bentuk kurang labil yang banyak atau humus sehingga organisme yang tumbuh hanyalah yang mampu menghasilkan enzim yang dapat menggunakan bahan tersebut.
Pertumbuhan mikroba tanah memiliki beberapa fase seperti dengan syarat kondisi
menguntungkan dengan makanan tidak terbatas pada awal pertumbuhan (Utomo et al., 2016).
Fauna Tanah
Biota tanah merupakan komponen hidup dan eksternal dan internal.
Konsekuensinya, kelimpahan organisme tanah (soil biodiversity) berkaitan langsung dengan kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan keberlanjutan tanah sebagai mesin produksi atau pabrik biologis bahan pangan dan sandang. Kondisi terkini mengindikasikan bahwa ekosistem lahan pertanian sudah sangat mengkhawatirkan dan kritis. Hasil kajian dengan hanya menggunakan 2 indikator kesehatan tanah (soil health indicator) saja, yaitu kemasaman tanah (pH tanah) dan kandungan bahan organik, ternyata sebagian besar lahan kering maupun lahan basah di Indonesia adalah lahan bermasalah atau lahan sub optimal dan termasuk kategori tanah sakit (sick soils) (Simarmata, 2012).
Di dalam tanah terdapat berbagai organisme yang bisa dikelompokkan, seperti pengelompokan berdasarkan fungsi, ukuran tubuh, hubungan interaksi maupun makanan, dan berdasarkan pengelompokan ukuran tubuh organisme tanah dibagi menjadi 3 kelompok yaitu i) makrofauna, ii) mesofauna, dan ii) mikroorganisme, semua organisme tanah berukuran besar tergolong kepada hewan tanah mempunyai ukuran >2 mm, mesofauna dengan ukuran 0.1 mm - 2 mm, dan mikroorganisme berukuran <0.1mm (Utomo et al., 2016)
Mikrofauna memacu proses dekomposisi bahan organik dengan memperkecil ukuran bahan dengan enzim selulase yang kemudian dimanfaatkan oleh mikroba perombak lainnya. Mesofauna dan makrofauna selain memperkecil ukuran bahan organik, aktivitas metabolismenya menghasilkan feses yang
mengandung berbagai hara dalam bentuk tersedia bagi tanaman dan biota tanah lainnya. Beberapa makrofauna seperti cacing tanah mempunyai
peranan penting dalam mempengaruhi kesehatan dan produktivitas tanah (Rahardjanto dan Hudha, 2017).
Keanekaragaman fauna tanah dapat berpengaruh dari aspek lingkungan biotik maupun abiotik, pemberian pestisida maupun pupuk kimia yang bersifat anorganik dapat mempengaruhi keanekaragaman fauna tanah, teknik budidaya anorganik juga dapat membuat keanekaragaman menurun atau sedikit. Fauna tanah yang ditemukan pada perkebunan jambu biji organik terdapat 14 famili sedangkan pada fauna yang ditemukan pada perkebunan jambu biji anorganik terdiri dari 8 famali (Mutho, 2012).
Kelompok hewan tanah sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga Vertebrata. Hewan tanah dapat pula dikelompokkan atas dasar ukurannya, dihadirkan di tanah, habitat yang dipilihnya, dan kegiatan makannya. Berdasarkan ukuran dari hewan-hewan tersebut dikelompokkan atas mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara 20 hingga dengan 200 mikron, mesofauna antara 200 mikron hingga dengan satu sentimeter, dan makrofauna lebih dari satu sentimeter ukurannya. Berdasarkan kehadirannya, hewan terbagi atas kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya hewan tanah ada yang digolongkan sebagai epigeon, hemiedafon dan euedafon. Hewan epigeon hidup pada lapisan tumbuh- tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan organik tanah, dan yang euedafon hidup di tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan makannya hewan
tanah itu ada herbivora yang berfungsi, saprovora, fungivora, dan predator (Suin, 2006).
Aktivitas utama dari semua organisme hidup adalah tumbuh dan berkembang atau reproduksi. Kelangsungan hidupnya akan tergantung dengan interaksinya dengan organisme lain. Produk sampingan (by product) dari akar tanaman yang tumbuh dan residu tanaman merupakan bahan makanan bagi organisme tanah. Sebaliknya, organisme tanah menguraikan bahan organik, mendaur hara atau mentransformasi, memperbaiki struktur tanah, mengendalikan populasi organisme tanah patogen dan hama maupun penyakit untuk meningkatkan kesehatan tanaman dan mendukung pertumbuhan tanaman (Simarmata, 2012).
Fungi G. boninense Pat.
Ganoderma boninense adalah jamur poliporoid yang tumbuh di atas kayu.
famili Ganodermataceae dan diklasifikasikan dalam Basidiomycetes, jenis jamur lignolitik yang umumnya tergolong dalam jamur pelapuk kemampuannya dalam menurunkan komponen lignin kayu, jamur ini lebih aktif di dalam menurunkan lignin dibandingkan dengan kelompok lain. Ganoderma telah dilaporkan berhubungan dengan busuk batang dasar kelapa sawit, berdasarkan morfologi basidiomata dan basidiospora yang dikumpulkan dari kelapa sawit atau diinduksi secara in vitro, bahwa dua spesies yaitu G. boninense dan G. tornatum merupakan penyebabnya patogen BSR (basal stem rot disease) (Chong et al., 2017).
Cendawan penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit yang disebabkan G. boninense Pat. merupakan penyakit utama di perkebunan kelapa sawit, jamur Ganoderma memiliki pola penyebaran yang menggunakan basidiospora yang melalui udara sehingga mengakibatkan gejala penyakit yang timbul akibat serangan Ganoderma berupa busuk batang atas. Patogen penyebab penyakit busuk batang atas pada kelapa sawit merupakan patogen primer karena tanda penyakit berupa
tubuh buah ditemukan pada tanaman yang masih hidup. Tubuh buah ini juga ditemukan pada tanaman yang sudah menunjukkan gejala busuk batang atas. Gejala busuk batang atas atau busuk pangkal batang ditentukan melalui pembedahan pada pangkal batang. Jika batang menunjukkan sehat atau tidak ada pembusukan dari arah bawah berarti gejala busuk batang atas (Susanto et al., 2013).
Gejala penyakit yang disebabkan oleh jamur G. boninense Pat. adalah busuk pangkal batang atas (upper stem rot disease), dan penyakit Ganoderma juga sering dikenal sebagai penyakit busuk pangkal batang (basal stem rot disease) yang penyebarannya melalui soil born disease sehingga penyebaran cenderung lambat dikarenakan mekanisme melalui kontak akar, dengan adanya pola penyebaran menggunakan basidiospora yang melalui udara mengakibatkan gejala penyakit yaitu busuk pangkal atas (USR). Pada masing-masing daerah pembusukan batang BSR dan USR memiliki morfologi tubuh buah yang relatif sama baik dalam bentuk dan warna (Susanto et al., 2008).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan PT. Langkat Nusantara Kepong Tanjung Beringin, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada bulan Maret 2020 sampai Desember 2020.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang diambil bawah vegetasi sawit sehat, sawit terinfeksi Ganoderma, sawit yang diberi perlakuan Syncephalastrum racemosum, alkohol 70%, aquades, air steril dan diphenylamine, Serbuk nutrient agar siap pakai sebagai bahan utama media, aquades sebagai pelarut, kapas steril sebagai penutup, aluminium foil sebagai pembungkus, plastik wrap sebagai perekat, Bacto peptone, MgSO4.7H2O, K2HPO4, Streptomisin sulfat, Chloramphenicol, Etanol, Ridomil 25% WP, dan Asam Laktat sebagai bahan komposisi media selektif, agar sebagai pengeras media, aquades sebagai pelarut, label sebagai penanda, kapas steril sebagai penutup, aluminium foil sebagai pembungkus, plastik wrap sebagai perekat.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position System), kamera digital, termometer, monolith kuadrat, pH meter, spectrophotometer, bor tanah, timbangan analitik, pipet skala, dan mikroskop stereo, Erlenmeyer 250 ml sebagai wadah media, timbangan analitik untuk menimbang bahan, gelas ukur untuk mengukur larutan, autoclave untuk mensterilkan bahan, kompor untuk memanaskan bahan yang digunakan, tabung
reaksi sebagai wadah pengenceran, mikropipet sebagai alat bantu mengambil hasil pengenceran, laminar air flow sebagai tempat isolasi.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan GPS lapangan (Peta), dimana penentuan titik pengambilan sampel tanah (Lampiran 2), Pengamatan yang dilakukan adalah dengan melihat Makrofauna, Mesofauna, dan Mikroorganisme diambil pada 3 jenis perlakuan (i) areal rhizosfer tanaman yang telah beri perlakuan kitosan, (ii) areal rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma, (iii) areal rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala serangan Ganoderma. Pengamatan makrofauna juga dilakukan dengan metode Pitfall Trap dan metode kuadrat hand sorting, Pengamatan mesofauna dengan metode Barlese Tullgren Funnel dan mikroorganisme dilakukan di laboratorium, Makro, meso dan mikroorganisme yang diperoleh diidentifikasi. Khusus untuk mikroorganisme, menggunakan pemarkahan gen. Sampel tanah juga diuji sifat fisik : tekstur, bulk density, permeabilitas, sifat kimia: pH, kapasitas tukar kation, kadar N, P , sifat biologi: C organik tanah.
Pelaksanaan Percobaan Penentuan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dengan kedalaman 0-30 cm, sampel tanah diambil dari daerah 5 rhizosfer tanaman sawit dengan perlakuan kitosan, 5 rhizosfer tanaman sawit terserang Ganoderma dan 5 rhizosfer tanaman sawit tanpa gejala serangan Ganoderma. Perlakuan kelapa sawit yang telah diberi kitosan dari areal
penelitian uji coba kitosan dan potongan batang sawit yang dilakukan Pakpahan (2020).
Pengambilan Sampel Makrofauna Tanah Metode Pitfall Trap
Pitfall trap digunakan untuk menangkap makrofauna yang hidup di atas permukaan tanah, serangga yang aktif pada siang hari dan malam hari. Prinsip dari metode ini yaitu hewan tanah yang berkeliaran di atas permukaan tanah atau secara kebetulan menuju ke perangkap akan jatuh terjebak ke dalam perangkap.
Pengambilan sampel makrofauna tanah yang aktif (beraktivitas atau bergerak secara cepat) di permukaan tanah dilakukan dengan metode Pitfall Trap, yaitu: pada masing-masing titik sampling yang telah ditentukan, ditempatkan dan ditanam ember plastik berdiameter permukaan 8,3 cm sebanyak 5 ember pada 3 rhizosfer kelapa sawit. Bagian permukaan ember tersebut ditanam sejajar dengan permukaan tanah dan diberi atap dari terpal dengan ukuran 30×30 cm setinggi 15 cm dari tanah untuk menghindari masuknya air hujan dan sinar matahari ke dalamnya. Kemudian ember diisi dengan larutan alkohol 30% sebanyak 5 cm dari dasar ember dan sedikit deterjen untuk menghilangkan tegangan permukaan agar spesimen tidak bergerak-gerak pada saat tenggelam. Ember Pitfall Trap ini dipasang pada sore hari dan dibiarkan selama 24 jam diambil dalam rujukan buku BPPP (2013). Makrofauna tanah yang terperangkap dimasukkan ke dalam botol sampel sesuai dengan kode sampel dan diawetkan dengan alkohol 70%.
Metode Kuadrat dan Hand Sorting
Metode hand sorting merupakan salah satu metode penyortiran dengan tangan. Dimana metode ini menggunakan tangan untuk mengambil atau meneliti suatu sampel. Pada metode ini tanah diambil pada kuadrat yang telah ditentukan
luas dan kedalamannya, dan tanah itu diletakkan diatas sebuah alas dan tanah dan langsung disortir.
Metode kuadrat digunakan untuk pengambilan sampel makrofauna tanah yang kurang aktif (beraktifitas atau bergerak secara lambat) di permukaan tanah tetapi lebih aktif di dalam tanah. Sampel tanah pada masing-masing titik sampling diambil sebanyak 5 titik di setiap pengamatan menggunakan alat monolit kuadrat ukuran 25×25 cm, tanah diambil sampai kedalaman 30 cm. Tanah yang diperoleh dimasukkan ke dalam goni plastic diambil dalam rujukan buku BPPP (2013).
Pengambilan sampel dilakukan antara pukul 06.00–09.00 WIB. Selanjutnya makrofauna tanah yang ditemukan pada tanah tersebut diambil dengan metode hand sorting (disortir dengan tangan) secara teliti. Makrofauna tanah yang didapat kemudian dikumpulkan dan dibersihkan dengan air lalu dimasukkan ke dalam botol sampel sesuai dengan plotnya dan diawetkan dengan alkohol 40%.
Pengambilan Sampel Mesofauna Tanah Metode Berlese Tullgren Funnel
Berlese merupakan metode ekstraksi mesofauna tanah dengan menempatkan sampel tanah pada alat Berlese extractor, dimana prinsip kerja Balese adalah bagian corong dipengaruhi suhu dengan dilengkapi sumber pencahayaan dan mengarahkan mesofauna tanah menjauhi sumber cahaya sehingga mengumpul pada wadah penampung.
Pengambilan sampel mesofauna tanah, sampel tanah pada masing masing titik sampling diambil sebanyak 5 titik pada setiap satu sampel menggunakan bor tanah sedalam 10-20 cm, kemudian dimasukkan contoh tanah sebanyak 1000 g ke dalam corong Berlese-Tullgren. Digoyang-goyangkan dan pukul pelan-pelan di
sekeliling tabung sedemikian rupa sehingga partikel tanah atau bahan organik yang berukuran ≤ 1,5 mm jatuh ke bawah. Penggoyangan dihentikan setelah tidak ada lagi partikel tanah yang jatuh. Tampung semua partikel tanah yang jatuh dengan botol dan masukkan kembali ke dalam corong. Isi tabung penampung yang telah berlabel dengan alkohol 60% setinggi 3-5 cm, diletakkan tepat di bawah lubang corong Berlese-Tullgren, dan pastikan semua fauna yang keluar dari tabung jatuh ke dalam tabung penampung. Pasang penutup corong, nyalakan lampu di dalam corong, dan biarkan selama 2-4 hari diambil dalam rujukan buku BPPP (2013).
Fauna tanah yang telah tertampung pada botol penampung kemudian dipisah- pisahkan menggunakan mikroskop lalu dihitung.
Pengambilan Sampel Mikroorganisme Tanah
Pengambilan sampel mikroorganisme tanah, sampel tanah pada masing masing rhizosfer diambil sebanyak 4 titik menggunakan bor tanah sedalam 10-20 cm, tanah diambil tanah sebanyak 1000 g yang dikompositkan dan dimasukkan kedalam kantong plastik agar tanah tetap basah contoh, dan contoh tanah tersebut dibawa ke laboratorium.
Persiapan Media
Pembuatan Media Potato Dextrose Agar
Kentang yang telah dikupas dan dipotong–potong dengan ukuran ± 1 x 1 x1 cm sebanyak 200 g direbus dalam 500 ml air suling sampai cukup empuk. Hal ini dapat diketahui dengan menusuk kentang dengan garpu. Jika di tusuk terasa mudah, berarti kentang telah mengeluarkan sarinya. Kemudian 15 g agar-agar larut, selanjutnya dekstrosa (dapat diganti dengan gula pasir) sebanyak 15 g dimasukkan ke dalamnya. Air ekstrak kentang selanjutnya dituangkan ke dalam larutan agar-
agar. Larutan ini kemudian disaring dengan kain katun yang tipis, larutan ditambahkan air steril sampai volumenya menjadi 1000 ml. Setelah dididihkan, larutan PDA dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas steril dan ditutup lagi dengan menggunakan aluminium foil. Kemudian disterilkan dalam autoclave selama kurang lebih 15 menit dengan suhu 121 -124 pada tekanan 1,25 atm. Setelah itu PDA dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin (10 -20 oC).
Pembuatan Media Nutrien Agar
Media Nutrient Agar (NA) dibuat dengan cara menimbang 23 g serbuk NA siap pakai, dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 1 liter dengan pH 6,6- 6,7., kemudian ditutup dengan kapas steril dan ditutup lagi dengan menggunakan aluminium foil. Kemudian disterilkan di dalam autoclave selama kurang lebih 15 menit dengan suhu 121-124oC pada tekanan 1,25 atm. Setelah itu NA dikeluarkan dan dibiarkan hingga dingin (10 -20 oC).
Pembuatan Media Selektif Ganoderma
Media selektif digunakan untuk membiakkan cendawan G. boninense sehingga jumlah populasinya dapat diketahui. Komposisi media selektif menurut penelitian Risanda (2008) sebagai berikut; bagian A: Bacto-pepton (5 g), Agar (20 g), MgSO4.7H2O (0,25 g), K2HPO4 (0,5 g), dan air destilata (900 ml); bagian B: Streptomisin sulfat (0,3 g), Chloramphenicol (0,1 g), Etanol (3 ml), Ridomil 25%
WP (0,13 g), Asam Laktat (2 ml), Benlate (0,15 g), Tannic Acid (1.25 g).
Isolasi Mikroba
Isolasi mikroba dilakukan menggunakan metode agar tuang dengan membuat seri pengenceran. Pengenceran 10-2 digunakan untuk mengisolasi fungi yang diulang sebanyak 2 kali, sedangkan pengenceran 10-3 digunakan untuk
mengisolasi bakteri yang diulang sebanyak 2 kali. Media NA digunakan untuk menumbuhkan dan mengisolasi bakteri tanah, sedangkan media PDA dengan modifikasi penambahan antibiotik digunakan untuk menumbuhkan dan mengisolasi fungi. Proses inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 3-7 hari.
Pemurnian
Pemurnian (purification) bertujuan agar diperoleh biakan murni yang diinginkan tanpa ada kontaminan dari mikroba lain. Pemilihan koloni mikroba yang dimurnikan berdasarkan perbedaan kenampakan morfologi koloni, baik dari segi warna, elevasi, tekstur permukaan, garis-garis radial, lingkaran konsentris maupun tetes eksudat sehingga diperoleh isolat murni. Pemurnian isolat bakteri dilakukan dengan cara memindahkan bakteri menggunakan metode garis yang kemudian ditumbuhkan pada media NA, sedangkan pada pemurnian isolat fungi menggunakan metode titik dalam proses pemindahan ke dalam media PDA.
Teknik Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram atau metode Gram merupakan suatu metode untuk membagi spesies bakteri menjadi 2 kelompok besar, yaitu gram positif dan gram negatif. Pengamatan sel bakteri dilakukan dengan meneteskan 1 tetes aquades pada kaca preparat ditambahkan 1 ose isolat, lalu fiksasi diatas api. Selanjutnya bakteri diwarnai dengan kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditetesi iodine, dibiarkan selama 1 menit dan kembali dicuci dengan air mengalir. Selanjutnya bakteri ditetesi etil alkohol dan dibiarkan selama 30 detik, dicuci dengan air mengalir dan ditambahkan safranin kemudian dibiarkan selama 30 detik lalu dicuci lagi dengan air mengalir. Selanjutnya kaca preparat dikeringkan dengan menggunakan kertas serap dan ditambahkan minyak emersi.
Bentuk dan warna sel bakteri diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000 kali. Bakteri gram negatif berwarna merah dan bakteri gram positif berwarna biru (Schaad et al., 2001).
Uji Molekuler Bakteri
Isolat bakteri yang dipilih untuk dilakukannya uji molekuler telah diamati terlebih dahulu dari morfologi dan pewarnaan gram. Pemiilihan isolat yang diuji secara molekuler didasari dari bentuk morfologi bakteri yang belum dapat dilihat jelas.
Isolasi DNA dilakukan dengan metode isolat bakteri murni ditumbuhkan pada media cair LB (Luria Bertani). Sebanyak satu ose isolat disuspensikan ke dalam tabung eppendorf yang berisi 100 µl aquabidest steril dan dipanaskan pada suhu 95 oC selama 15 menit. Kemudian diputar dengan sentrifugasi pada kecepatan 12.000xg selama 5 menit. Supernatan (yang telah mengandung DNA bakteri) disimpan pada suhu 40 oC. DNA hasil isolasi digunakan untuk amplifikasi gen 16S rRNA dengan menggunakan mesin Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer
yang digunakan untuk untuk amplifikasi gen 16S rRNA adalah primer 63f (5’ – CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC - 3’) dan 1387r (5’ – GGG CGG WGT
GTA CAA GGC - 3’) yang merupakan primer universal untuk berbagai strain bakteri. Sebanyak 5 µl DNA template; 2,5 µl 10 x PCR buffer (PCR core, Promega); 2,5 µl MgCl2; 0,5 µl dNTP; 1 µl (5pmol) masing-masing primer; 0,2 µl (1 unit) Taq DNA polymerase dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 500 µl. PCR dilakukan pada volume total 25 µl dengan menambahkan 12,3 µl aquabidest.
Kemudian mesin PCR diprogram dan dijalankan pada kondisi pradenaturasi 94 oC
selama 2 menit 45 detik, annealing 45 oC selama 45 menit, ekstensi 72 oC selama 5 menit.
Hasil PCR divisualisasi pada gel agarosa 1% dan diwarnai dengan etidium bromida. DNA hasil amplifikasi tersebut dimurnikan lalu disekuens secara komersial untuk mengetahui urutan basa DNA-nya. Lalu data sekuens tersebut dibandingkan dengan data di GenBank dari database The National Center for Biotechnology Information (NCBI) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov), menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST).
Uji Molekuler Jamur
Isolat jamur yang dipilih untuk dilakukannya uji molekuler telah diamati terlebih dahulu dari morfologi mikroskopis. Pemiilihan isolat yang diuji secara molekuler didasari dari bentuk morfologi jamur yang belum dapat dilihat jelas dari bentuk konidia dan konidiofor dari jamur.
Identifikasi isolat fungi dilakukan secara molekuler berdasarkan analisis genetika secara parsial pada lokus Internal Transcribed Spacer (ITS) ribosomal DNA fungi. Isolasi DNA diawali dengan menumbuhkan isolat fungi dalam media cair Potato Dextrose Broth (PDB) dan diinkubasi selama 72 jam.
Amplifikasi PCR pada ITS menggunakan Primer ITS 4: 5`-- TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC – 3` dan Primer ITS 5: 5`--GGA AGT AAA AGT CGT AAC AAG G –3` (White et al., 1990). Amplifikasi DNA dilakukan dengan membuat volume 25 µl yang mengandung 10 µl nuclease free water, 12,5 µl DreamTaq®
green master mix (Thermo scientific, USA), 0,5 µl forword dan reverse primer, 0,5 µl DMSO, dan 1 µl DNA template. Reaksi amplifikasi dilakukan sebanyak 35 siklus sebagai berikut: pre-denaturasi pada 95 oC selama 5 menit, denaturasi pada
94 oC selama 1,5 menit, annealing pada 50 oC selama 30 detik, pemanjangan pada 72 oC selama 2 menit, dan terakhir ekstensi pada suhu pada suhu 72 oC selama 10 menit.
Hasil PCR divisualisasi pada gel agarosa 1% dan diwarnai dengan etidium bromida. DNA hasil amplifikasi tersebut dimurnikan lalu disekuens secara komersial untuk mengetahui urutan basa DNA-nya. Lalu data sekuens tersebut dibandingkan dengan data di GenBank dari database The National Center for Biotechnology Information (NCBI) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov), menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST).
Parameter Amatan
Karakterisasi Morfologi dan Molekuler Bakteri
Pengamatan morfologi koloni dan sel bakteri dilakukan untuk mengetahui morfologi dari isolat bakteri. Uji sifat fisiologi bakteri untuk mengetahui bakteri tersebut gram positif atau gram negatif dari pewarnaan yang dilakukan dan uji biokimia. Uji molekuler bakteri dengan menggunakan analisa Polymerase Chain Reaction (PCR).
Karakterisasi Morfologi dan Molekuler Jamur
Pengamatan mikroskopis dapat dilihat dengan bantuan alat mikroskop yang meliputi bersekat atau tidaknya hifa dari jamur, bercabang atau tidaknya hifa dari jamur, warna hifa (transparan atau gelap), ada atau tidak adanya konidia (bulat, lonjong, berantai, atau tidak beraturan dengan menggunakan buku acuan Watanabe (2010). Uji molekuler jamur dengan menggunakan analisa Polymerase Chain Reaction (PCR).
Identifikasi Sampel Makrofauna Tanah
Sampel makrofauna tanah yang dibawa dari lapangan dikelompokkan sesuai dengan kesamaan ciri-ciri morfologinya kemudian diawetkan dalam alkohol 70% dan formalin 5%. Proses determinasi dan identifikasi dilakukan dengan memperhatikan morfologi (bentuk luar tubuhnya) melalui loup dan mikroskop stereo serta menggunakan buku acuan Borror (1992).
Identifikasi Sampel Mesofauna Tanah
Mesofauna yang didapatkan dari hasil ekstraksi dalam botol koleksi berisi alkohol 70% selanjutnya diamati dengan menggunakan mikroskop untuk menentukan jenis dan populasinya. Pengamatan terhadap mesofauna hanya dilakukan sampai dapat ditentukan famili dari mesofauna tersebut serta menggunakan buku acuan Borror (1992).
Populasi G. boninense
Perhitungan dilakukan dengan cara mengencerkan 10 g tanah dari masing- masing sampel dengan metode pengenceran bertingkat 10-1 pada media biakan spesifik Ganoderma saat, lalu diinkubasi pada suhu ruang, antara 25-30°C selama 5-7 hari dan dengan metode direct plate count (Hermana et al., 2018).
Populasi Mikroba Tanah
Perhitungan dilakukan dengan cara mengencerkan 1 g tanah dari masing- masing sampel, kemudian tanah tersebut diencerkan dengan pengenceran bertingkat 10-3 dan dibiakkan pada media biakan Nutrient Agar, serta diinkubasi pada suhu ruang, antara 25-30°C selama 5-7 hari dan dihitung dengan metode direct plate count (Hermana et al., 2018).
Derajat Infeksi Mikoriza
Pengamatan Derajat Infeksi mikoriza dilakukan dengan metode Kormanik dan Mc Graw. Akar dilihat di bawah mikroskop dengan cara menghitung berapa banyak akar yang terinfeksi mikoriza. Kriteria akar yang terinfeksi adalah terdapatnya struktur mikoriza pada akar.
Tekstur Tanah, Bulk Density Tanah, Permeabilitas Tanah
Pengukuran Tekstur tanah dengan menggunakan metode hidrometer, Bulk Density Tanah diambil pada setiap titik dengan menggunakan ring sampel.
Permeabilitas tanah di lakukan di laboratorium dengan menggunakan ring sampel.
pH, Kelembaban Tanah, Suhu Tanah
Pengukuran kelembaban tanah, suhu tanah dilakukan di lapangan sebelum tanah diambil dari plot kuadrat. Kelembaban tanah menggunakan alat soil tester dan suhu tanah menggunakan alat soil thermometer. Pengukuran pH tanah dan C-Organik tanah dilakukan di laboratorium. pH tanah diukur menggunakan alat pH meter.
KTK , C- Organik Tanah
Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan metode Ekstraksi NH4OAc pH 7, dan C-Organik metode Walkley and Black (modifikasi).
Analisis Makrofauna Tanah
a. Kepadatan Populasi (K) K = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡)
b. Kepadatan Relatif (KR) KR = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠𝑥 100%
c. Frekuensi Kehadiran (FK)
FK = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑥 100%
Suin (2006) menerangkan nilai FK berdasarkan konstansinya sebagai berikut:
Nilai FK = 0-25% : Konstansinya Aksidental (sangat jarang) Nilai FK = 25-50% : Konstansinya Assesori (jarang)
Nilai FK = 50-75% : Konstansinya Konstan (sering) Nilai FK = >75% : Konstansinya Absolut (sangat sering) d. Indeks Diversitas/Keanekaragaman Shannon-Wienner (H')
Untuk mengetahui nilai keanekaragaman makrofauna tanah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
H' = Indeks diversitas Shannon-Wiener pi = ni / N
ln = Logaritma natural
ni = Jumlah individu spesies ke-i S = Total jumlah spesies
N = Total jumlah individu
Fachrul (2007) menerangkan Nilai H' sebagai berikut:
Nilai H' = < 1 : Keanekaragaman rendah
Nilai H' = 1 ≤ H' ≥ 3 : Keanekaragaman sedang Nilai H' = > 3 : Keanekaragaman tinggi
e. Indeks Similaritas/Kesamaan Sorensen (Q/S)
Untuk mengetahui nilai kesamaan setiap makrofauna tanah antar lokasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Q/S = Indeks Similaritas antar lokasi
J = Jumlah jenis yang sama pada dua lokasi yang berbeda A = Jumlah jenis pada lokasi I
B = Jumlah jenis pada lokasi II
Suin (2002) menerangkan nilai Q/S sebagai berikut:
Nilai Q/S = < 25% : Kesamaan jenisnya sangat tidak mirip Nilai Q/S = 25% - 50% : Kesamaan jenisnya tidak mirip Nilai Q/S = 50% - 75% : Kesamaan jenisnya mirip Nilai Q/S = > 75% : Kesamaan jenisnya sangat mirip Analisis Mesofauna Tanah
a. Kepadatan Populasi (K) K = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑙𝑜𝑡)
b. Kepadatan Relatif (KR) KR = 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠𝑥 100%
c. Frekuensi Kehadiran (FK)
FK = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡𝑖 𝑆𝑢𝑎𝑡𝑢 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑥 100%
Suin (2006) menerangkan nilai FK berdasarkan konstansinya sebagai berikut:
Nilai FK = 0-25% : Konstansinya Aksidental (sangat jarang) Nilai FK = 25-50% : Konstansinya Assesori (jarang)
Nilai FK = 50-75% : Konstansinya Konstan (sering) Nilai FK = >75% : Konstansinya Absolut (sangat sering)
d. Indeks Diversitas/Keanekaragaman Shannon-Wienner (H')
Untuk mengetahui nilai keanekaragaman mesofauna tanah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
H' = Indeks diversitas Shannon-Wiener pi = ni / N
ln = Logaritma natural
ni = Jumlah individu spesies ke-i S = Total jumlah spesies
N = Total jumlah individu
Fachrul (2007) menerangkan Nilai H' sebagai berikut:
Nilai H' = < 1 : Keanekaragaman rendah Nilai H' = 1 ≤ H' ≥ 3 : Keanekaragaman sedang Nilai H' = > 3 : Keanekaragaman tinggi
e. Indeks Similaritas/Kesamaan Sorensen (Q/S)
Untuk mengetahui nilai kesamaan setiap mesofauna tanah antar lokasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
Q/S = Indeks Similaritas antar lokasi
J = Jumlah jenis yang sama pada dua lokasi yang berbeda A = Jumlah jenis pada lokasi I
B = Jumlah jenis pada lokasi II
Suin (2002) menerangkan nilai Q/S sebagai berikut:
Nilai Q/S = < 25% : Kesamaan jenisnya sangat tidak mirip Nilai Q/S = 25% - 50% : Kesamaan jenisnya tidak mirip Nilai Q/S = 50% - 75% : Kesamaan jenisnya mirip Nilai Q/S = > 75% : Kesamaan jenisnya sangat mirip Analisis Korelasi
Untuk mengetahui korelasi antara mesofauna tanah yang ditemukan dengan faktor fisik kimia tanahnya dilakukan Analisis Korelasi Pearson (r).
Usman dan Akbar (2000) menerangkan nilai r sebagai berikut:
a. Nilai r terbesar adalah +1 dan nilai r terkecil adalah -1
b. r = +1 menunjukkan hubungan positif sempurna (searah), sedangkan r = -1 menunjukkan hubungan negatif sempurna (berlawanan arah).
c. r tidak mempunyai satuan atau dimensi.
d. Tanda + atau – hanya menunjukkan arah hubungan.
Interpretasi nilai r adalah sebagai berikut:
Jika r = 0 : Tidak berkorelasi
Jika r = 0,01 – 0,2 : Korelasi sangat rendah Jika r = 0,21 – 0,4 : Korelasi rendah Jika r = 0,41 – 0,6 : Korelasi agak rendah Jika r = 0,61 – 0,8 : Korelasi cukup Jika r = 0,81 – 0,99 : Korelasi tinggi
Jika r = 1 : Korelasi sangat tinggi (korelasi sempurna)
HASIL PENELITIAN Hasil
Mikroorganisme dari tiga rhizosfer yaitu rhizosfer kelapa sawit perlakuan kitosan, rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma, dan rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala Ganoderma. Pengamatan dilakukan dengan mengisolasi bakteri dan jamur untuk melihat jumlah dan jenis. Mesofauna dan makrofauna tanah juga diamati di tiga lokasi tersebut dengan mengidentifikasi jenis mesofauna dan makrofauna. Pengamatan juga dilakukan dengan menganalisis sifat kimia dan fisika tanah di daerah tiga lokasi rhizosfer untuk dilakukannya analisis korelasi dengan mesofauna dan makrofauna yang didapat.
Populasi Bakteri
Berdasarkan hasil penelitian terhadap tiga perlakuan rhizosfer kelapa sawit yang telah diberi perlakuan kitosan, rhizosfer kelapa sawit yang terserang Ganoderma, dan rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala serangan Ganoderma. Dapat dilihat jumlah populasi bakteri di lokasi penelitian. Dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah populasi bakteri pada setiap perlakuan.
Perlakuan
Jumlah Populasi
Bakteri Keragaman (Koloni Bakteri) (…x103 CFU/ml)
Perlakuan pemberian kitosan (A) 41 + 2,95 6 Tanaman terserang Ganoderma (B) 34 + 2,88 5
Tanaman tanpa gejala serangan
Ganoderma (C) 36 + 1,70 8
Keterangan: n: 10 per perlakuan
Populasi bakteri yang tertinggi pada rhizosfer kelapa sawit yang diberi perlakuan kitosan yaitu 41x103 CFU/ml, sedangkan populasi bakteri yang terendah pada rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma yaitu 34x103 CFU/ml hal ini
menunjukkan bahwa populasi bakteri dipengaruhi oleh serangan Ganoderma.
Keragaman koloni bakteri yang tertinggi yaitu rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala serangan Ganoderma sebesar 8 koloni bakteri (Tabel 1).
Karakterisasi Morfologi Bakteri
Hasil Isolasi di setiap daerah perlakuan rhizosfer kelapa sawit yang telah diberi 3 perlakuan terdapat beberapa karakteristik morfologi bakteri, pewarnaan gram dengan melihat bentuk koloni bakteri yang telah didapat. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
19 isolat diambil dari purifikasi berdasarkan bentuk dan pewarnaan gram. 6 isolat bakteri pada lokasi rhizosfer kelapa sawit perlakuan kitosan. 5 isolat bakteri dari lokasi rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma. 8 isolat bakteri dari lokasi rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala Ganoderma.
Pada lokasi rhizosfer kelapa sawit perlakuan kitosan memiliki 6 isolat yaitu BA1, BA2, BA3, BA4, BA5, dan BA6 yang memiliki pewarnaan gram positif 4 isolat dan gram negatif 2 isolat, pada lokasi rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma memiliki 5 isolat yaitu BB1, BB2, BB3, BB4, dan BB5 yang memiliki pewarnaan gram positif 4 isolat dan gram negatif 1 isolat, serta pada lokasi rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala serangan Ganoderma memiliki 8 isolat yaitu BC1, BC2, BC3, BC4, BC5, BC6, BC7, dan BC8 yang memiliki pewarnaan gram positif 7 isolat dan gram negatif 1 isolat.
Tabel 2. Karakteristik Morfologi dari koloni bakteri dan pewarnaan gram.
No. Kode Isolat Bentuk Koloni Elevasi Tepi Koloni Warna Koloni Pewarnaan
Gram Perlakuan pemberian kitosan (A)
1. BA1
Batang
Datar bergelombang Tepi berlekuk Putih keabuan Positif
2. BA2
Batang
Datar bergelombang Tepi berlekuk Putih keabuan Positif
3. BA3
Bulat
Datar bergelombang Tepi berlekuk Putih
kekuningan Positif
4. BA4
Bulat
Datar bergelombang Tepi berlekuk Putih keabuan Positif
5. BA5
Bulat
Datar bergelombang Tepi rata Keputih-putihan Negatif
6. BA6
Batang
Datar bergelombang Tepi rata Keputih-putihan Negatif
33
Tanaman terserang Ganoderma (B)
7. BB1
Batang
Datar bergelombang Tepi rata Keputih-putihan Positif
8. BB2
Batang
Datar bergelombang Tepi rata Keputih-putihan Positif
9. BB3
Bulat
Datar bergelombang Tepi rata Keputih-putihan Positif
10. BB4 Datar bergelombang Tepi rata Keputih -
putihan Positif
33
v11. BB5
Bulat
Cembung Tepi rata Kuning Negatif
Tanaman tanpa gejala serangan Ganoderma (C)
12. BC1
Batang
Datar Tepi rata Keputih -
putihan Positif
13. BC2
Bulat
Datar bergelombang Tepi berlekuk Putih
kekuningan Positif
34
14. BC3
Bulat
Datar bergelombang Tepi berlekuk Putih
kekuningan Positif
15. BC4
Bulat
Datar bergelombang Tepi rata Putih
kekuningan Positif
16. BC5
Batang
Datar bergelombang Tepi berlekuk Putih
kekuningan Positif
17. BC6
Batang
Datar bergelombang Tepi berlekuk Keputih-putihan Positif
35
18. BC7
Batang
Datar Tepi rata Keputih-putihan Positif
19. BC8
Batang
Datar bergelombang Berbentuk seperti akar
Keputih-
putihan Negatif
Ket : kode BA = bakteri di rhizosfer kelapa sawit pemberian kitosan, kode BB= bakteri di rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma, kode BC= bakteri di rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala serangan Ganoderma.
36
Populasi Jamur
Berdasarkan hasil penelitian terhadap tiga perlakuan rhizosfer kelapa sawit yang telah diberi perlakuan kitosan, rhizosfer kelapa sawit yang terserang Ganoderma, dan rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala serangan Ganoderma. Dapat dilihat jumlah populasi jamur di lokasi penelitian. Dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah populasi jamur pada setiap perlakuan.
Perlakuan
Jumlah Populasi
Jamur Keragaman
(Koloni Jamur) (…x102 CFU/ml)
Perlakuan pemberian kitosan (A) 37,5 + 1,47 8 Tanaman terserang Ganoderma (B) 39,5 + 1,78 8
Tanaman tanpa gejala serangan
Ganoderma (C) 26 + 2,05 15
Keterangan: n: 10 per perlakuan
Populasi jamur yang tertinggi pada rhizosfer kelapa sawit terserang Ganoderma yaitu 40x102 CFU/ml, sedangkan populasi jamur yang terendah pada rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala serangan yaitu 26x102 CFU/ml. Keragaman koloni jamur yang tertinggi yaitu rhizosfer kelapa sawit tanpa gejala serangan Ganoderma sebesar 15 koloni jamur (Tabel 3).
Pada semua lokasi penelitian didapat bahwa populasi jamur yang tertinggi terdapat pada tanaman kelapa sawit yang terserang Ganoderma, sedangkan populasi jamur yang terendah pada lokasi kelapa sawit tanpa gejala serangan Ganoderma.
Hal ini menunjukkan bahwa kelapa sawit yang terserang Ganoderma pada daerah rhizosfer mengalami perubahan dalam bentuk populasi jamur yang yang meningkat.
Karakterisasi Morfologi dan Jamur
Hasil Isolasi di setiap daerah rhizosfer kelapa sawit yang telah diberi 3 perlakuan terdapat beberapa jenis jamur dan diperoleh identifikasi dengan melihat warna permukaan koloni dan bentuk koloni dari mikroskop. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil identifikasi morfologi dari jamur pada setiap perlakuan rhizosfer tanaman
No. Isolat Genus
Perlakuan pemberian kitosan (A)
1. JA1
Aspergillus
2. JA2
Mortirella
3. JA3
Verticillium
b
a
a b
b a