• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH PERDAGANGAN INTRA DAN EKSTRA REGIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ANGGOTA ASEAN T E S I S. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PENGARUH PERDAGANGAN INTRA DAN EKSTRA REGIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA ANGGOTA ASEAN T E S I S. Oleh"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH PERDAGANGAN INTRA DAN EKSTRA REGIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI NEGARA ANGGOTA ASEAN

T E S I S

Oleh

DESMAYANI SIREGAR 157018009 / MIE

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)
(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 23 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Dr. Rujiman, MA

Anggota : 1. Prof. Dr HB Tarmizi, SU

2. Prof. Dr. lic.rer. reg. Sirozujilam, SE 3. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec

4. Irsad, SE, M.Soc. Sc, Ph.D

(4)
(5)

ANALISIS PENGARUH PERDAGANGAN INTRA DAN EKSTRA REGIONAL TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI NEGARA ANGGOTA ASEAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh perdagangan intra-regional ASEAN, perdagangan ekstra-regional ASEAN, investasi asing langsung, inflasi dan jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi panel, dengan menggunakan software Eviews 7. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepuluh negara anggota ASEAN, dengan periode penelitian dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perdagangan intra-regional ASEAN, perdagangan ekstra-regional ASEAN, investasi asing langsung, inflasi dan jumlah penduduk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN. Secara parsial, perdagangan intra-regional ASEAN dan jumlah penduduk berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN. Sedangkan perdagangan ekstra- regional, investasi asing langsung dan inflasi secara parsial berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN.

Kata Kunci : Perdagangan Intra-Regional ASEAN, Perdagangan Ekstra- Regional ASEAN, Investasi Asing Langsung, Inflasi, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi.

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulisan tesis yang berjudul “Analisis Pengaruh Perdagangan Intra dan Ekstra Regional terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN” dapat berjalan dengan baik.

Tesis ini juga penulis persembahkan untuk kedua orangtua, Bapak Faedha Ara Siregar dan Ibu Nurmawati Pasaribu, yang telah memberikan kasih

sayang yang tiada terhingga dan semangat moril kepada penulis dalam menyusun dan menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa segala yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Runtung, SH.,M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsad, SE., M.Soc.,Sc.,Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang juga selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

4. Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan arahan dan saran dalam proses penelitian dan penyusunan tesis ini.

(8)

5. Bapak Prof. Dr. HB. Tarmizi, SU selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam proses penelitian dan penyusunan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec dan Bapak Prof. Dr lic. Rer. Reg Sirojuzilam, SE selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan tesis ini.

7. Bapak/Ibu dosen dan Staf di lingkungan Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara.

8. Suamiku, Hendri Irwanto, dan anak-anakku, Kevin Swandana, Khalista Dwi Putri, dan Niken Amalia atas dukungan dan motivasinya sejak awal memulai perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

9. Teman-teman di Program Magister Ekonomi Pembangunan, yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama perkuliahan.

Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun kepada segenap masyarakat, baik di lingkungan akademis maupun praktisi.

Medan, 23 Agustus 2017 Penulis,

Desmayani Siregar

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

1. Nama : Desmayani Siregar

2. Tempat/ Tanggal lahir : Pematang Siantar / 27 Desember 1976

3. Pekerjaan : PNS

4. Agama : Islam

5. Orangtua

a. Ayah : Faedha Ara Siregar b. Ibu : Nurmawati Pasaribu 6. Status : Sudah Menikah 7. Suami : Hendri Irwanto 8. Anak-Anak : 1. Kevin Swandana

2. Khalista Dwi Putri

3. Niken Amalia

9. Alamat Domisili : Jalan Marendal I Pasar V Gg. Keluarga No. 60

Data Pendidikan

1. SD Negeri 122351 : Tahun 1984 - 1989

2. SMP Negeri 1 Pematang Siantar : Tahun 1989 - 1992 3. SMA Surya Pematang Siantar : Tahun 1992 - 1995 4. D-3 Amik Kesatria Medan : Tahun 1996 - 1999 5. S-1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU : Tahun 2000 - 2003

Data Pekerjaan

PNS Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan : Tahun 2000 - Sekarang

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ... 13

1.4. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 15

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi ………... 15

2.1.2. Perdagangan Internasional ... 22

2.1.3. Investasi Asing ... 27

2.1.4. Inflasi ... 30

2.1.5. Pertumbuhan Penduduk ... 34

2.1.6. Hubungan Perdagangan Internasional, Investasi Asing, Inflasi dan Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 37

2.2. Penelitian Terdahulu ... 42

2.3. Kerangka Konseptual ... 43

2.4. Hipotesis Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.3. Definisi Operasional ... 46

(11)

3.5. Model Analisis Data ... 48

3.6. Teknik Analisis Data ... 49

3.6.1. Perumusan Model Regresi Panel ... 49

3.6.2. Uji Asumsi Klasik ... 51

3.6.2.1. Uji Normalitas ... 51

3.6.2.2. Uji Multikolinieritas ... 52

3.6.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 53

3.6.2.3. Uji Autokorelasi ... 53

3.6.3. Uji Statistik ... 54

3.6.3.1. Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 55

3.6.3.2. Uji Signifikan Simultan (Uji-F) ... 55

3.6.3.3. Uji Koefisien Determinasi (Uji R2) ... 56

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 57

4.1.1. Gambaran Perkembangan Perdagangan Intra-Regional ASEAN ... 57

4.1.2. Gambaran Perkembangan Perdagangan Ekstra-Regional ASEAN ... 59

4.1.3. Gambaran Perkembangan Investasi Asing Langsung (FDI) di Negara Anggota ASEAN ... 64

4.1.4. Gambaran Perkembangan Inflasi di Negara Anggota ASEAN ... 67

4.1.5. Gambaran Perkembangan Jumlah Penduduk di Negara Anggota ASEAN ... 69

4.1.6. Gambaran Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Negara Anggota ASEAN ... 72

4.2. Hasil Uji Kesesuaian Model ... 74

4.2.1. Hasil Uji Chow ……... 75

4.2.2. Hasil Uji Hausman ……... 76

(12)

4.3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 77

4.3.1. Hasil Uji Normalitas ……... 78

4.3.2. Hasil Uji Multikolinearitas ……... 79

4.3.3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ……... 80

4.3.4. Hasil Uji Autokorelasi ……... 81

4.4. Hasil Uji Statistik ... 82

4.4.1. Hasil Estimasi Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN ... 82

4.4.2. Hasil Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 86

4.4.3. Hasil Uji Signifikan Simultan (Uji-F) ... 89

4.4.4. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Uji R2) ... 89

4.5. Pembahasan Hasil Penelitian ... 90

4.5.1. Pengaruh Perdagangan Intra-Regional ASEAN Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN ... 90

4.5.2. Pengaruh Perdagangan Ekstra-Regional ASEAN Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN ... 92

4.5.3. Pengaruh Investasi Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN ... 94

4.5.4. Pengaruh Inflasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN ... 95

4.5.5. Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN ... 96

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 99

5.2. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ……….. 116

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal.

1.1 Perkembangan Perdagangan Intra dan Ekstra-Regional Negara Anggota ASEAN

Tahun 2010-2014 (US$ Juta) ... 6

1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN Tahun 2010-2014 (%) ... 8

2.1 Penelitian Terdahulu ... 42

3.1 Kriteria Autokorelasi Durbin-Watson ... 54

4.1 Hasil Uji Chow ... 75

4.2 Hasil Uji Hausman ... 76

4.3 Hasil Uji Normalitas ... 77

4.4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 78

4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 79

4.6 Hasil Uji Autokorelasi ... 80

4.7 Hasil Regresi Pertumbuhan Ekonomi ASEAN ... 82

4.9 Hasil Uji-F Persamaan Kedua ... 66

4.10 Hasil Uji R2 Persamaan Kedua ... 66

4.11 Hasil Uji -t Persamaan Ketiga ... 67

4.12 Hasil Uji-F Persamaan Ketiga ... 69

4.13 Hasil Uji R2 Persamaan Ketiga ... 69

4.14 Dekomposisi Analisis Jalur ... 74

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal.

2.1 Hubungan Output per Pekerja dan Modal per Pekerja ... 18

2.2 Dampak Teknologi Terhadap Output per Pekerja ... 18

2.3 Kerangka Konseptual ... 44

3.1 Langkah Menentukan Data Panel ... 50

4.1 Persentase Total Perdagangan Intra-Regional di Negara Anggota ASEAN dari Tahun 2010-2014 ... 58

4.2 Persentase Total Perdagangan Ekstra-Regional di Negara Anggota ASEAN dari Tahun 2010-2014 ... 60

4.3 Perkembangan Perdagangan Ekstra-Regional di Negara Anggota ASEAN dari Tahun 2010-2014 (Dalam US$ juta) ... 60

4.4 Perkembangan Investasi Asing Langsung di Negara Anggota ASEAN dari Tahun 2010-2014 (Dalam US$ juta) ... 64

4.5 Perkembangan Inflasi di Negara Anggota ASEAN dari Tahun 2010-2014 (Dalam %) ... 67

4.6 Tingkat Pertumbuhan Penduduk di Negara Anggota ASEAN dari Tahun 2010-2014 (dalam ribu jiwa) ... 70

4.7 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi di Negara Anggota ASEAN dari Tahun 2010-2014 (Dalam %) ... 73

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Hal.

1 Data Perdagangan Intra-Regional

ASEAN Tahun 2010 – 2014 (Juta US$) ... 105

2 Data Perdagangan Ekstra-Regional ASEAN Tahun 2010 – 2014 (Juta US$) ... 106

3 Data Investasi Asing Langsung Negara Anggota ASEAN Tahun 2010 – 2014 (Juta US$) ... 107

4 Data Inflasi Negara Anggota ASEAN Tahun 2010 – 2014 (%) ... 108

5 Data Jumlah Penduduk Negara Anggota ASEAN Tahun 2010 – 2014 (ribuan jiwa/ orang) ... 109

6 Data Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN Tahun 2010 – 2014 (%) ... 110

7 Hasil Uji Chow ... 111

8 Hasil Uji Hausman ... 112

9 Hasil Uji Normalitas ... 113

10 Hasil Uji Multikolinearitas ... 114

11 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 115

12 Hasil Uji Autokorelasi ... 116

13 Hasil Regresi Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN ... 117

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Assosiation of Southeast Asian Nations (ASEAN) dibentuk berdasarkan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 yang ditandatangani oleh lima wakil pemerintahan Asia Tenggara yaitu Tun Abdul Razak sebagai Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia, Menteri Luar Negeri Adam Malik dari Indonesia, Thanat Koman dari Thailand, Narsisco Ramos dari Filipina dan S. Rajaratman dari Singapura. Pembentukan perhimpunan ini pada hakikatnya merupakan suatu pernyataan politik untuk mengukuhkan kemerdekaan masing- masing negara anggota dari kepentingan super power, sekaligus melegitimasi kedaulatan negara-negara anggota dalam upaya mewujudkan stabilisasi di kawasan Asia Tenggara (Sekretariat Nasional ASEAN, Deplu, RI, 2008).

Deklarasi ASEAN juga menggarisbawahi bahwa organisasi ASEAN merupakan asosiasi terbuka untuk partisipasi negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara, selama negara-negara tersebut memiliki komitmen yang sama terhadap tujuan pembentukan kerjasama ASEAN. Sejak terbentuk tahun 1967, ASEAN tetap pada usahanya untuk mengembangkan kerjasamanya hingga menuju pembentukan masyarakat ASEAN dengan meningkatkan kerjasama antar anggota di berbagai bidang. Dalam hal kerjasama ekonomi, ASEAN telah merintisnya sejak tahun 1960-an, namun, pada saat itu kerjasama di bidang ini memang masih sangat terbatas. Seiring dengan meningkatnya hubungan antar anggota, kerjasama di bidang ekonomi juga makin erat.

(17)

Kerjasama-kerjasama tersebut terealisasi dalam program-program seperti;

ASEAN Industrial Project Plan pada tahun 1976, Preferential Trading Arrangement atau ASEAN PTA pada tahun 1977, ASEAN Industrial Complementation Scheme tahun 1981, ASEAN Joint Ventures Scheme tahun 1983 dan Enhanced Preferential Trading Arrangement pada tahun 1987. Hal ini diupayakan oleh negara anggota guna menghadapi tantangan globalisasi yang makin keras (Anabarja, 2010).

Awalnya ASEAN dibentuk untuk memajukan kerjasama di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan sosial budaya, bidang kerjasama politik dan keamanan belum disebutkan di dalam Deklarasi ASEAN tersebut. Kerjasama politik dan keamanan baru dimulai dalam pertemuan para Menteri Luar Negeri di Kuala Lumpur pada tanggal 27 November 1971, dengan Deklarasi Kuala Lumpur yang disebut Deklarasi ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Naturality Declaration). Oleh karena itu, ASEAN mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan krisis-krisis yang terjadi di dalam kawasan (ASEAN Sekretariat, 1998).

Hingga tahun 1967, ASEAN belum mempunyai suatu lembaga yang dapat menyelesaikan konflik diantara sesama anggotanya. Pertikaian antara anggota diselesaikan secara bilateral, antara negara yang mengalami konflik saja. Konflik antarnegara tidak dapat dibicarakan dalam forum ASEAN dan anggota ASEAN yang lain tidak dapat menyampaikan pendapatnya mengenai permasalahan tersebut karena dianggap melanggar prinsip non-intervensi. Keterlibatan pihak ketiga hanya dapat dilaksanakan apabila para pihak yang bersengketa menyetujui

(18)

keterlibatan pihak ketiga tersebut dan tidak melibatkan ASEAN sebagai institusi politik.

Dengan jumlah anggota yang sekarang ini ada sepuluh negara, ASEAN perlu menciptakan suatu mekanisme sehingga keragaman pandangan dan perbedaan yang cenderung semakin meningkat diantara negara anggota tidak mengancam kesatuan dan solidaritas ASEAN. Keinginan untuk meningkatkan kerjasama ASEAN yang lebih efektif dan solid merupakan aspirasi yang terus berkembang dalam rangka memperkuat kedudukan ASEAN menghadapi dinamika perkembangan global. Beranjak dari pemikiran tersebutlah maka dibentuk Piagam ASEAN yang antara lain bertujuan menata kembali proses pengambilan keputusan. Kesepakatan atau komitmen yang dicapai akan dibuat mengikat dan yang tidak patuh memliki konsekuensi atau sanksinya.

Pada akhir dekade 1990-an terjadi perubahan lingkungan strategis global yang menuntut negara-negara di dunia melakukan peningkatan daya saingnya.

Globalisasi membuka nuansa baru dalam hubungan ekonomi antarnegara di seluruh dunia. Kondisi ini memungkinkan terbukanya pasar ekonomi secara

luas tanpa adanya hambatan geografis dan teritorial (Saleh, 2010). Globalisasi diindikasikan dengan berkembangnya arus modal, percepatan alih teknologi dan perkembangan telekomunikasi lintas batas negara terutama dalam bidang ekonomi dan perdagangan.

Kondisi iklim perekonomian global di satu sisi membuka kesempatan bagi negara-negara miskin dan berkembang untuk mendapatkan akses pasar, teknologi dan informasi dari negara yang lebih maju namun, di sisi lain telah menyebabkan kompetisi dan daya saing antar negara-negara tersebut. Globalisasi

(19)

mengakibatkan meningkatnya keterkaitan dan ketergantungan satu negara dengan negara lain (Scholte, 2001). Terbentuknya kerjasama regional didorong adanya globalisasi. Globalisasi membuat dunia semakin terintegrasi dan mempersempit jarak dan waktu. Kerjasama yang menjadi trend berkembang luas bahkan Asia Tenggara pun menjadi salah satu contoh kawasan yang mengadakan kerjasama regional.

Dengan adanya kerjasama regional, negara-negara yang tergabung dalam anggotanya tersebut terdorong untuk meminimalisasi atau menghapuskan hambatan perdagangan dengan anggota kerjasama kawasan tersebut. Dengan demikian, adanya kerjasama regional yang pada awalnya implikasinya bersifat hanya dalam kawasan tersebut, pengaruhnya juga dapat dirasakan secara mengglobal. Dalam hal ini, ASEAN yang bekerjasama dengan banyak negara akhirnya dapat memperluas pasarnya hingga ke negara-negara kawasan lain meskipun banyak hambatan-hambatan yang ditemui dalam prosesnya (Winarno, 2011).

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan salah satu bentuk perjanjian kerjasama di bidang ekonomi yang disepakati oleh seluruh negara anggota ASEAN tahun 1992. AFTA merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN, dengan menciptakan pasar regional bagi penduduknya dan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia, sehingga dapat menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antarnegara anggota ASEAN, melalui skema Common Effective Preferential Tariffs (CEPT). Dalam skema CEPT, tarif yang dikenakan oleh setiap

(20)

negara anggota ASEAN terhadap barang-barang impor dari negara ASEAN lainnya harus dikurangi tidak lebih dari 5% (Deperindag, 2002).

Dengan adanya AFTA, maka peluang kerjasama ekonomi tersebut sangat berpotensi untuk meningkatkan nilai trade openness atau ekspor dan impor masing-masing negara di ASEAN. Sehingga dengan meningkatnya ekspor dan impor tersebut maka akan meningkatkan cadangan devisanya yang akan menggerakkan perekonomian dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara kawasan tersebut.

Selain itu, telah dirintis pula kerangka kerjasama untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community, AEC) pada tahun 2015 dan Masyarakat Ekonomi Asia Timur (East Asian Economic Community, EAEC) yang dipelopori oleh negara-negara ASEAN, China, Jepang dan Korea Selatan atau dikenal dengan sebutan ASEAN+3. Kerjasama regional ASEAN+3 dimaksudkan untuk menjadikan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia, selain European Union (EU) di Benua Eropa dan North American Free Trade Area (NAFTA) di Kawasan Amerika Utara (Purwanto, 2011).

Dalam melakukan perdagangan, negara anggota ASEAN tidak hanya berinteraksi dengan sesama negara anggota. Sesuai dengan teori Heckscher-Ohlin mengenai perdagangan luar negeri, bahwasannya negara-negara dapat melakukan ekspor dan impor karena faktor kelimpahan sumberdaya (resources endowment) yang berbeda-beda (Krugman, 1991). Pada umumnya perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN terdiri dari perdagangan intra-regional dan perdagangan ekstra-regional. Perdagangan intra-regional meliputi perdagangan satu negara ASEAN sesama negara anggota ASEAN, sedangkan perdagangan

(21)

ekstra-regional meliputi perdagangan satu negara ASEAN terhadap negara di luar anggota ASEAN.

Berikut akan disajikan perkembangan perdagangan intra-regional dan perdagangan ekstra-regional yang dilakukan negara-negara anggota ASEAN dari tahun 2010 sampai dengan 2014.

Tabel 1.1 Perkembangan Perdagangan Intra dan Ekstra-Regional Negara Anggota ASEAN Tahun 2010-2014 (US$ Juta)

Negara Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Intra-ASEAN

Brunei Darussalam 2,267.6 2,912.1 3,340.1 4,488.0 3,860.7

Cambodia 2,384.6 3,003.8 5,142.9 4,119.1 7,615.5

Indonesia 80,472.6 99,353.2 95,654.5 94,661.8 90,725.3

Lao PDR 2,576.5 2,530.3 2,337.2 3,729.3 3,496.3

Malaysia 95,270.6 108,217.9 115,812.7 119,032.2 118,965.0

Myanmar 5,733.1 7,207.7 7,525.4 9,869.0 11,455.0

Phillipines 27,827.5 23,675.6 24,758.3 22,786.2 25,370.0 Singapore 181,198.4 205,673.7 209,621.3 206,672.3 203,196.4 Thailand 86,610.7 111,450.8 99,535.5 103,668.6 102,725.3

Viet Nam 26,678.3 34,298.1 38,320.2 39,531.9 40,797.7

Total 511,019.9 598,323.2 602,048.1 608,558.4 608,207.2 Ekstra-ASEAN

Brunei Darussalam 8,731.5 11,910.2 13,516.2 10,569.2 10,320.1

Cambodia 8,095.8 9,840.3 13,520.8 14,205.0 22,039.1

Indonesia 212,969.7 281,579.1 286,066.8 274,518.7 263,746.2

Lao PDR 1,932.6 1,425.5 3,821.6 2,155.6 1,892.5

Malaysia 268,263.7 307,287.2 308,117.6 315,196.5 323,812.9

Myanmar 6,065.2 7,717.4 10,977.9 13,756.5 15,801.8

Phillipines 81,832.9 88,076.0 92,623.3 96,322.7 104,196.9 Singapore 481,459.8 569,493.4 578,495.6 576,593.2 572,819.6 Thailand 298,430.1 347,453.5 377,766.4 374,578.7 352,800.6 Viet Nam 130,314.8 165,284.0 189,473.1 225,242.1 252,979.4 Total 1,498,096.1 1,790,066.6 1,874,379.3 1,903,138.2 1,920,409.1

*Sumber: ASEAN Statistical Year Book 2015

(22)

Dari tabel 1.1 dapat dilihat perkembangan perdagangan intra-regional dan perdagangan ekstra-regional ASEAN selama lima tahun. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2010, total perdagangan intra-regional ASEAN mencapai angka US$ 511,019.9 juta sedangkan perdagangan ekstra-regionalnya sudah mencapai US$ 1,498,096.1 juta. Dengan kata lain, perdagangan ekstra-regional ASEAN tiga kali lebih besar dibandingkan perdagangan intra-regionalnya.

Demikian pula pada tahun 2014, total perdagangan intra-regional ASEAN mencapai US$ 608,207.2 juta sedangkan perdagangan ekstra-regionalnya sudah mencapai US$ 1,920,409.1 juta, sehingga dapat disimpulkan bahwa total perdagangan intra-regional lebih kecil daripada perdagangan ekstra-regional ASEAN.

Selain itu, dalam tabel 1.1 juga dapat dilihat bahwa perkembangan total perdagangan intra-regional ASEAN dari tahun 2010 sampai dengan 2014 mengalami penurunan untuk periode akhir 2014. Empat tahun terakhir, data menunjukkan masih adanya peningkatan total perdagangan intra-regional ASEAN hingga mencapai nomimal US$ 608,558.4 juta, kemudian mengalami penurunan sebesar US$ 351.2 juta di tahun 2014 menjadi sebesar US$ 608,207.2 juta.

Sementara dari sisi perdagangan ekstra-regional ASEAN-nya, setiap periode penelitian terus mengalami peningkatan. Sehingga kerjasama di kawasan ASEAN belum secara optimal memberikan manfaat dalam perdagangan kesepuluh negara anggota ASEAN tersebut karena perdagangan negara anggota ASEAN dengan negara lain diluar anggota ASEAN justru lebih menguntungkan.

Adapun tujuan dilakukannya kerjasama ekonomi di bidang perdagangan baik perdagangan intra maupun ekstra-regional adalah untuk meningkatkan

(23)

pemerataan kesejahteraan masing-masing negara anggota ASEAN. Kesejahteraan ini diukur melalui pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagai dampak positif dari hubungan kerjasama regional di kawasan Asia Tenggara. Semakin tinggi nilai perdagangan yang dilakukan maka diharapkan pertumbuhan ekonomi masing-masing negara anggota ASEAN juga berpotensi menjadi lebih baik.

Berikut akan disajikan perkembangan pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN dari tahun 2010 sampai dengan 2014.

Tabel 1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN Tahun 2010-2014 (%)

Negara Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Brunei Darussalam 2.6 3.4 0.9 -2.1 -2.3

Cambodia 6.0 7.1 7.3 7.4 7.0

Indonesia 6.2 6.5 6.3 5.6 5.0

Lao PDR 8.1 8.0 7.9 8.0 7.6

Malaysia 7.4 5.3 5.5 4.7 6.0

Myanmar 9.6 5.6 7.3 8.4 8.7

Phillipines 7.6 3.7 6.7 7.1 6.1

Singapore 15.3 6.2 3.7 4.6 3.3

Thailand 7.5 0.8 7.2 2.7 0.8

Viet Nam 6.4 6.2 5.2 5.4 6.0

*Sumber: ASEAN Statistical Year Book 2015

Dari tabel 1.2 tersebut, dapat dilihat bahwa perkembangan pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan pertumbuhan ekonomi Brunei Darussalam dari tahun 2010 sampai dengan 2014 cenderung mengalami penurunan hingga mencapai angka -2.3% pada akhir periode 2014. Hal yang sama juga dialami negara Thailand, dimana

(24)

perkembangan pertumbuhan ekonominya cenderung mengalami penurunan hingga mencapai angka 0.8% pada akhir tahun 2014. Sementara tiga negara yang pertumbuhan ekonominya cenderung mengalami tren peningkatan adalah Kamboja, Malaysia, Myanmar dan Vietnam.

Pertumbuhan ekonomi Kamboja dari 6.0% di tahun 2010 dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 7.0% di tahun 2014. Malaysia, pada tahun 2010 mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7.4%, kemudian mengalami penurunan di tahun 2012 menjadi 5.5% dan kemudian mengalami kenaikan kembali pada akhir tahun 2014 menjadi 6.0%. Untuk Myanmar, pada tahun 2010 mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 9.6%, kemudian mengalami penurunan di tahun 2012 menjadi 7.3% dan kemudian mengalami kenaikan kembali pada akhir tahun 2014 menjadi 8.7%. Vietnam, pada tahun 2010 mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6.4%, kemudian mengalami penurunan di tahun 2012 menjadi 5.2% dan kemudian mengalami kenaikan kembali pada akhir tahun 2014 menjadi 6.0%.

Adapun keempat negara anggota ASEAN lainnya; yaitu Indonesia, Laos, Filipina dan Singapura; cenderung mengalami tren penurunan hingga akhir tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010 mencapai 6.2%, kemudian mengalami penurunan hingga mencapai 5.0% pada akhir tahun 2014.

Laos mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8.1% untuk tahun 2010 sebelum akhirnya mengalami penurunan menjadi 7.6% pada akhir tahun 2014, sedangkan Filipina, pertumbuhan ekonominya pada tahun 2014 mencapai angka 6.1% setelah akhirnya menurun dibandingkan pada tahun 2010 sebesar 7.6%.

(25)

Hal yang sama juga terjadi di Singapura, dimana pertumbuhan ekonominya mencapai angka 15.3% pada tahun 2010 dan kemudian mengalami penurunan yang cukup signifikan di tahun 2014 menjadi 3.3%. Dari penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa perkembangan pertumbuhan ekonomi di negara anggota ASEAN tidak merata. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa negara yang mengalami peningkatan yang signifikan, sementara ada negara lainnya yang mengalami penurunan yang signifikan. Sehingga tujuan pembentukan kerjasama ASEAN untuk mencapai pemerataan kesejahteraan bagi semua negara anggota belum dapat dicapai.

Pertumbuhan ekonomi menjadi penting karena setiap negara akan selalu berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya dan menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target ekonomi dan keberhasilan perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya dimana kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat yang disebabkan oleh faktor-faktor produksi yang selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup penduduk yang jumlahnya terus meningkat (Riyad, 2012).

Kemudian dengan melihat perkembangan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda di kawasan ASEAN, maka timbul pertanyaan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Menurut Barro (1997), berdasarkan penelitiannya terhadap kurang lebih 80 negara terdapat beberapa faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor tersebut meliputi

(26)

human capital, tingkat kelahiran, konsumsi pemerintah, aturan hukum, ketentuan perdagangan, rasio investasi dan inflasi.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi sebagai dampak perdagangan antarnegara juga dipengaruhi oleh banyak faktor yang diantaranya adalah tingkat inflasi, jumlah investasi dan jumlah penduduk suatu negara (Mankiw, 2007). Berdasarkan fakta ini dapat diketahui bahwa inflasi, jumlah investasi dan populasi dapat berdampak postif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Tingkat inflasi yang masih rendah yaitu berkisar 0-9% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Jumlah populasi yang tinggi juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa apabila tingginya jumlah populasi tersebut dapat diberdayakan secara maksimal.

Jumlah populasi yang rendah akan menuntut suatu bangsa untuk menyerap tenaga kerja dari negara lain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya (Muchtolifah, 2010). Demikian halnya dengan jumlah investasi yang semakin tinggi, yang juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui masuknya investor-investor asing yang menanamkan modal baik dalam bentuk obligasi, saham dan lainnya. Dengan demikian, investasi tersebut akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui teknologi yang semakin baik sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya (Ikiara, 2003).

Berdasarkan kajian empirik tersebut, maka variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN adalah sebagai berikut:

(27)

1. Perdagangan Intra dan Ekstra-Regional ASEAN, dimana semakin tinggi nilai perdagangan suatu negara maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

2. Foreign Direct Investment (FDI), dimana semakin besar FDI yang masuk maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai suatu negara.

3. Inflasi, dimana semakin tinggi tingkat inflasi suatu negara maka semakin sulit meningkatkan pertumbuhan ekonominya.

4. Jumlah penduduk, dimana pendayagunaan penduduk secara optimal maka akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Melihat berbagai fenomena yang telah diuraikan sebelumnya, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai dampak kegiatan integrasi ekonomi pada kawasan Asia Tenggara terhadap peningkatan kesejahteraan negara-negara anggota ASEAN. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut maka sangat menarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Perdagangan Intra dan Ekstra Regional terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh perdagangan intra-regional ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN?

2. Bagaimana pengaruh perdagangan ekstra-regional ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN?

(28)

3. Bagaimana pengaruh investasi asing langsung terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN?

4. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN?

5. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN?

6. Bagaimana pengaruh perdagangan intra-regional, ekstra-regional, investasi asing langsung, inflasi dan jumlah penduduk secara simultan terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh perdagangan intra-regional ASEAN terhadap

pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN.

2. Untuk menganalisis pengaruh perdagangan ekstra-regional ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN.

3. Untuk menganalisis pengaruh investasi asing langsung terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN.

4. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN.

5. Untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi negara anggota ASEAN.

6. Untuk menganalisis pengaruh perdagangan intra-regional, ekstra-regional, investasi asing langsung, inflasi dan jumlah penduduk secara simultan

(29)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama:

1. Bagi pemerintah negara-negara anggota ASEAN, khususnya Indonesia mengenai kondisi pembangunan dan posisi Indonesia dalam ekonomi regional ASEAN serta faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan ekonomi dan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.

2. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dan referensi yang dapat mendukung bagi peneliti maupun pihak lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang sama.

3. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang perdagangan regional di kawasan Asia Tenggara terutama mengenai kerjasama ekonomi ASEAN.

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Dalam landasan teori, akan dibahas lebih lanjut mengenai teori-teori yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara sebagai dampak adanya perdagangan regional antarnegara ASEAN. Adapun teori yang akan diuraikan yaitu mengenai pertumbuhan ekonomi, perdagangan internasional, investasi asing, inflasi dan pertumbuhan penduduk.

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu proses, output per kapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dan waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita (Boediono, 1999). Aspek lain dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka waktu suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila dalam waktu yang cukup lama (10, 20 atau 50 tahun atau bahkan lebih lama lagi) mengalami kenaikan output per kapita.

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan apabila pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat tahun sebelumnya dan indikator yang biasanya digunakan adalah tingkat pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan teori ekonomi terdapat tiga pendekatan metode untuk

(31)

menghitung angka PDB, salah satunya yaitu Metode Pengeluaran (Expenditure Approach). PDB untuk tahun tertentu dihitung dari sisi pengeluaran dengan menjumlahkan berbagai pengeluaran yang diperlukan untuk membeli keluaran final. Pengeluaran total pada keluaran final merupakan jumlah dari empat kategori pengeluaran: konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto (Riyad, 2012).

Blanchard (2006) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah fungsi produksi agregat yang menggambarkan hubungan antara output agregat dan input yang digunakan dalam melakukan produksi. Fungsi tersebut mengasumsikan hanya ada dua input faktor produksi yang digunakan yaitu input tenaga kerja dan input modal atau kapital yang dapat dilihat dalam persamaan berikut:

Y = F (K, N) ……….……… (2.1) Dimana Y merupakan output agregat, K merupakan input dari modal yang merupakan penjumlahan dari semua mesin, pabrik dan gedung kantor dalam suatu perekonomian, sedangkan N merupakan input dari tenaga kerja. Jika kedua input tersebut digandakan maka hasil dari output akan sama besar dengan penggandanya yang disebut dengan constant return to scale yang dapat dilihat dalam persamaan berikut:

2Y = F (2K, 2N) ………. (2.2) Jika salah satu dari dua variabel input mengalami peningkatan maka output juga tetap akan meningkat, tetapi dengan asumsi bahwa kenaikan yang sama atas salah satu variabel input akan menyebabkan kenaikan yang semakin kecil atas kenaikan output periode sebelumnya. Jika pada awal produksi sudah digunakan

(32)

sedikit modal maka dengan adanya sedikit tambahan modal akan banyak meningkatkan output. Begitu juga sebaliknya, jika sudah digunakan banyak modal pada awal produksi maka dengan adanya sedikit tambahan modal hanya akan memberikan sedikit perubahan pada output.

Kondisi tersebut dimana terjadi tingkat pengembalian modal yang semakin berkurang dari periode ke periode didefinisikan sebagai decreasing return to capital. Begitu juga terhadap input tenaga kerja, jika semakin banyak penambahannya dalam proses produksi maka akan menyebabkan semakin sedikit tambahan output dari periode ke periode. Untuk melihat pengaruh modal terhadap output maka bias digunakan persamaan dengan melihat kondisi output per pekerja yaitu semua variabel dalam persamaan dibagi dengan jumlah pekerja (N), sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut:

Y/N = F (K/N, N/N) ………...……….. (2.3) Y/N = F (K/N, 1) ……….………. (2.4) Jika diasumsikan bahwa N adalah konstan maka faktor produksi yang berubah hanya modal kapital saja. Sehingga dengan asumsi bahwa tidak ada perbaikan teknologi maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara output dan kapital per pekerja adalah:

Y/N = F (K/N) ……….. (2.5) Berikut akan dijelaskan dalam bentuk grafik hubungan antara output per pekerja dan kapital per pekerja.

(33)

Gambar 2.1. Hubungan Output per Pekerja dan Modal per Pekerja

Ada dua sumber pertumbuhan output berdasarkan fungsi agregat yaitu berasal dari kenaikan jumlah modal atau juga dapat berasal dari perbaikan teknologi yang nantinya akan menggeser fungsi produksi F yang akan menambah jumlah output per pekerja. Hal ini disebabkan karena dengan adanya perbaikan teknologi dalam perekonomian, maka akan menyebabkan proses produksi output menjadi lebih efisien dan produktif seperti yang digambarkan pada gambar berikut:

Gambar 2.2. Dampak Teknologi terhadap Output per Pekerja

(34)

Harrod-Domar menganalisis hubungan antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan investasi. Pada tingkat pendapatan nasional tertentu yang cukup untuk menyerap seluruh tenaga kerja dengan tingkat upah di satu periode maka pada periode berikutnya tidak akan mampu lagi untuk menyerap seluruh tenaga kerja yang tersedia, sehingga untuk menumbuhkan perekonomian diperlukan investasi baru sebagai tambahan modal yang digunakan untuk mencapai tingkat penyerapan tenaga kerja yang penuh pada periode berikutnya (Riyad, 2012).

Harrod-Domar memberi peranan kunci investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, terutama mengenai sifat yang dimiliki investasi yaitu dapat menciptakan pendapatan yang merupakan dampak dari permintaan investasi dan investasi juga dapat memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok kapital yang merupakan dampak dari penawaran investasi. Selama investasi netto tersedia dan tetap berlangsung maka pendapatan riil dan output akan meningkat, tetapi untuk mempertahankan tingkat ekuilibrium pendapatan pada kapasitas full employment, maka pendapatan riil dan output harus dalam laju yang sama pada saat kapasitas produktif kapital meningkat.

Pendapatan riil dan output yang tidak dalam laju yang sama akan menyebabkan perbedaan dimana setiap perbedaan antara keduanya akan menimbulkan kelebihan kapasitas atau ada kapasitas yang menganggur (idle capacity).

Hal tersebut akan memaksa pengusaha membatasi pengeluaran investasinya yang akhirnya membawa dampak buruk terhadap perekonomian yaitu menurunkan pendapatan dan kesempatan kerja pada periode berikutnya, yang akan menggeser perekonomian keluar jalur steady growth. Sehingga apabila employment hendak dipertahankan dalam jangka panjang maka investasi harus

(35)

senantiasa diperbesar. Hal tersebut memerlukan pertumbuhan pendapatan riil secara terus menerus pada tingkat yang cukup untuk menjamin penggunaan kapasitas secara penuh atas stok kapital yang terus tumbuh.

Dalam model pertumbuhan Harrod-Domar tersebut terlihat bahwa steady state sangat tidak stabil. Apabila rasio tabungan, rasio kapital output dan laju kenaikan tenaga kerja meleset sedikit saja, maka akibatnya akan berupa inflasi atau meningkatnya pengangguran. Kemudian Solow memperbaiki model pertumbuhan yang disampaikan Harrod-Domar tersebut. Solow mengatakan bahwa rasio kapital output dalam model Harrod-Domar tersebut tidak bisa dianggap sebagai eksogenus, karena dalam kenyataannya rasio kapital output tersebut merupakan adjusting variable yang akan menggiring kembali sistem pada jalur pertumbuhan steady state. Model pertumbuhan yang dihasilkan inilah yang dikenal dengan model pertumbuhan Solow.

Model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana hubungan interaksi antara pertumbuhan kapital, pertumbuhan tenaga kerja dan perbaikan teknologi dalam suatu perekonomian dan pengaruhnya terhadap jumlah output perekonomian tersebut. Solow membangun model dengan asumsi bahwa ada satu komoditi gabungan yang diproduksi, yang dimaksud output adalah output netto yaitu sesudah dikurangi biaya penyusutan kapital, fungsi produksi adalah homogen pada derajat satu atau bersifat constant return to scale, faktor produksi kapital dan tenaga kerja dibayar sesuai dengan produktifitas fisik marginal mereka, harga dan upah fleksibel, perekonomian dalam kondisi full employment, stok kapital yang ada juga penuh, tenaga kerja dan kapital dapat disubstitusikan satu sama lain dan kemajuan teknologi bersifat netral. Sehingga dengan asumsi-

(36)

asumsi tersebut, Solow menunjukkan dalam modelnya bahwa dengan koefisien teknik yang bersifat variabel, rasio kapital tenaga kerja akan cenderung menyesuaikan dirinya ke arah keseimbangan.

Kondisi steady state menjadi penting karena menunjukkan kondisi keseimbangan jangka panjang dalam suatu perekonomian. Setiap perekonomian yang berada dalam kondisi stabil akan tetap berada dalam kondisi yang sama.

Bagi perekonomian yang belum mencapai kondisi keseimbangan tersebut, maka dengan berjalannya waktu pada akhirnya akan menuju ke titik steady state tersebut. Saat stok kapital mencapai posisi steady state dimana jumlah investasi sama dengan jumlah depresiasi maka tidak ada lagi tekanan terhadap stok kapital untuk bertambah atau berkurang. Dalam perkembangannya, teknologi telah memegang peranan penting dalam efisiensi produksi output.

Sehingga model pertumbuhan Solow dimodifikasi dengan memasukkan variabel perkembangan teknologi. Variabel perubahan teknologi ini disebut sebagai efisiensi tenaga kerja yang menggambarkan kondisi pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi sehingga saat teknologi berkembang maka tingkat efisiensi tenaga kerja juga akan naik. Dengan penambahan variabel perbaikan teknologi, maka model pertumbuhan Solow dapat menjelaskan penambahan yang berkelanjutan pada standar hidup karena perbaikan teknologi dapat menciptakan pertumbuhan output per pekerja yang berkelanjutan. Tingkat tabungan yang tinggi akan menciptakan tingkat pertumbuhan yang tinggi hanya sampai kondisi steady state tercapai dan pada saat kondisi tersebut tercapai maka tingkat pertumbuhan output per pekerja hanya tergantung pada faktor perbaikan teknologi.

(37)

2.1.2. Perdagangan Internasional

Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005), sebab- sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara.

Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.

Teori pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan perdagangan dapat dilacak kembali pada teori keunggulan absolut oleh Adam Smith pada tahun 1776 dan teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo pada tahun 1817 (Salvatore, 1997). Menurut teori keunggulan absolut (absolute advantage theory), jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas (memiliki keunggulan absolut), namun kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi komoditas lainnya (memiliki kerugian absolut) maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing- masing melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut.

Sementara itu, menurut teori keunggulan komparatif (comparative advantage theory), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditas (tidak memiliki keunggulan absolut) maka

(38)

kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Caranya adalah negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif (Purwanto, 2011).

Lebih lanjut, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factor- proportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk memproduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher- Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut.

Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem) menyatakan bahwa perdagangan Internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, diantara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen, demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan (Salvatore, 1997).

(39)

Jovanovic (2006) mendokumentasikan berbagai definisi integrasi yang berkembang dari Tinbergen, Balassa, Holzman, Kahneert, serta Menis dan Sauvant dan kemudian menyimpulkan bahwa konsep integrasi ekonomi merupakan konsep yang cukup kompleks dan harus didefinisikan secara hati-hati.

Secara umum integrasi ekonomi didefinisikan sebagai sebuah proses dimana sekelompok negara berupaya untuk meningkatkan tingkat kemakmurannya.

United Nation Conference on Trade and Development. (UNCTAD) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai kesepakatan yang dilakukan untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan pergerakan faktor produksi lintas negara. Pelkman (2003) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai integrasi yang ditandai oleh penghapusan hambatan-hambatan ekonomi (economic frontier) antara dua atau lebih ekonomi atau negara.

Hambatan-hambatan ekonomi tersebut meliputi semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi dan juga aliran komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah. Ketika integrasi ekonomi berlangsung, terjadi perlakuan diskriminatif antara negara anggota dengan negara- negara bukan anggota integrasi didalam pelaksanaan perdagangan, sehingga akan memberikan dampak kreasi dan dampak diversi bagi negara-negara anggota.

Krugman (1991) memperkenalkan suatu anggapan bahwa secara alami blok perdagangan didasarkan pada pendekatan geografis yang dapat memberikan efisiensi dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya.

Solvatore (1997) menguraikan integrasi ekonomi atas beberapa bentuk : 1. Pengaturan Perdagangan Preferensial (Preferential Trade Arragements) dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan

(40)

perdagangan di antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota.

2. Kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area) dimana semua hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif di antara negara-negara anggota dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota masih berhak menentukan sendiri apakah mempertahankan atau menghilangkan hambatan- hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negara-negara non-anggota.

3. Persekutuan Pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara lain non-anggota

4. Pasaran bersama (Common Market), yaitu suatu bentuk integrasi di mana bukan hanya perdagangan barang saja yang dibebaskan namun arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal juga dibebaskan dari semua hambatan.

5. Uni Ekonomi (Economic Union), yaitu dengan menyeragamkan kebijakan- kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota di dalam suatu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan.

Hasil kajian Dollar (1992), Sach dan Warner (1995), Edwards (1998), dan Wacziarg (2001) menunjukkan bahwa integrasi ekonomi yang menurunkan atau menghilangkan semua hambatan perdagangan di antara negara-negara anggota, dapat meningkatkan daya saing dan membuka besarnya pasar pada negara anggota, dapat meningkatkan persaingan industri domestik yang dapat memacu efisiensi produktif di antara produsen domestik dan meningkatkan kualitas dan kuantitas input dan barang dalam perekonomian, produsen domestik dapat

(41)

meningkatkan profit dengan semakin besarnya pasar ekspor dan meningkatkan kesempatan kerja.

Integrasi ekonomi kawasan melalui pembentukan blok perdagangan bebas regional memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena diversi perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan sebaliknya (Krugman dan Obstfeld, 2000). Kreasi perdagangan adalah keadaan dimana sebuah perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement, FTA) dapat menciptakan perdagangan di antara anggota yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Dengan adanya kreasi perdagangan, sebuah negara anggota FTA akan memperoleh barang-barang yang diproduksi secara lebih efisien dari negara anggota FTA lainnya. Oleh sebab itu, kreasi perdagangan dianggap sebagai dampak positif dari sebuah FTA. Sebaliknya, diversi perdagangan dapat diartikan sebagai masuknya produk-produk yang tidak efisien dari negara-negara anggota FTA, dan mencegah produk yang lebih efisien dari negara di luar FTA. Hal ini terjadi karena negara-negara non-FTA dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan dengan negara anggota FTA. Perbedaan perlakukan tarif impor menyebabkan perdagangan beralih dari negara-negara non-FTA ke negara anggota FTA. Diversi perdagangan memberikan dampak negatif terhadap kesejahteraan karena menyebabkan pengalihan sumber-sumber pasokan yang efisien.

(42)

2.1.3. Investasi Asing

Investasi merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus- menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran masyarakat. Menurut Sukirno (1995), pengaruh tersebut bersumber dari tiga fungsi penting kegiatan investasi di dalam perekonomian, yaitu: (i) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional yang diikuti oleh pertambahan kesempatan kerja;

(ii) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kepastian memproduksi dimasa depan dan menstimulir pertambahan produksi nasional; dan (iii) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi yang memberi sumbangan penting pada kenaikan produktivitas dan pendapatan per kapita masyarakat.

Model pertumbuhan Harrod-Domar (Harrod-Domar growth model) merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang (Todaro dan Smith, 2006).

Harrod-Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda yang dimainkan oleh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi memengaruhi permintaan agregat melalui proses pengganda investasi (investment multiplier) dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital serta meningkatkan kapasitas produksi sehingga berpengaruh pula pada penawaran agregat. Harrod-Domar menjawab tingkat investasi yang diperlukan agar kenaikan permintaan agregat sama dengan

(43)

kapasitas produksinya sehingga pemanfaatan kapasitas secara penuh dapat dipertahankan.

Permasalahan yang muncul di sejumlah negara, khususnya negara berkembang adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan investasi dengan kemampuan mengakumulasi tabungan (saving-investment gap), sehingga solusi yang bisa ditempuh adalah mencari pinjaman, bantuan, atau investasi dari luar negeri. Menutut Jhingan (2008), penanaman modal asing (PMA) berarti perusahaan dari negara asal modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan atas aset yang ditanam di negara penerima; pembentukan suatu perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham; pembentukan suatu perusahaan yang dibiayai oleh perusahaan penanam modal atau menaruh aset tetap di negara penerima.

Investasi langsung berupa PMA lebih disukai daripada investasi portofolio karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (i) PMA memperkenalkan manfaat ilmu pengetahuan, teknologi dan organisasi yang mutakhir ke negara berkembang;

(ii) mendorong perusahaan lokal atau melalui kerja sama dengan perusahaan asing mendirikan industri-industri pendukung; (iii) sebagian laba PMA akan ditanamkan kembali untuk pengembangan, modernisasi atau pembangunan industri terkait; dan (iv) pada tahap awal pembangunan, arus PMA akan meringankan beban neraca pembayaran negara berkembang.

Terdapat dua motif utama investasi asing atau Foreign Direct Investment (FDI) yaitu (i) untuk memperoleh input yang lebih murah bagi pasar domestik dan pasar lainnya. Motif pertama disebut sebagai horizontal FDI, terjadi ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk menduplikasi fasilitas produksi dan menjualnya

(44)

pada dua pasar yang berbeda di lokasi yang berbeda (ii) Pencarian biaya input yang rendah, juga dikenal sebagai vertical FDI (Shatz dan Venables, 2000).

Sistem ini melibatkan pengalokasian vertical chain produksi ke dalam beberapa tahap dan menempatkannya pada bagian yang berbeda dari rantai produksi di beberapa negara yang berbeda dimana biaya akan menjadi lebih rendah. Aldaba dan Yap, 2009 menyatakan bahwa secara umum, berdasarkan pengalaman EU dan NAFTA menunjukkan bahwa integrasi regional memiliki peran yang penting dalam menarik FDI. Dalam EU, implementasi program single market mengakibatkan peningkatan yang signifikan pada investasi manufaktur dan sektor jasa. Pengalaman NAFTA mengindikasikan peningkatan yang besar terjadi pada aliran masuk FDI sejak pembentukan NAFTA. Sejak NAFTA dibentuk FDI dari Amerika dikategorikan sebagai vertikal FDI.

Studi pada integrasi ekonomi Eropa secara umum memberikan dukungan secara empiris bahwa integrasi merupakan determinan yang positif bagi FDI. Hal ini mengindikasikan bahwa proses integrasi memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan investasi di Eropa, sejalan dengan perubahan pada pola dan arus FDI setiap tahun. Beberapa studi menyatakan hal yang sebaliknya, integrasi regional bukan merupakan pendorong untuk peningkatan investasi asing. Studi mengenai dampak NAFTA pada FDI cenderung mengarah pada pengaruh positif integrasi regional. Pada studi yang sama ditemukan bahwa penerima manfaat utama proses integrasi adalah US dan Kanada dan manfaat yang diterima oleh Mexico tidak sebesar bila dibandingkan dengan apa yang teori prediksi (Wika, 2014).

(45)

2.1.4. Inflasi

Angka inflasi sebagai salah satu indikator stabilitas ekonomi selalu menjadi pusat perhatian orang. Paling tidak turunnya angka inflasi mencerminkan gejolak ekonomi di suatu negara. Tingkat inflasi yang tinggi jelas merupakan hal yang sangat merugikan bagi perekonomian negara. Pengalaman menunjukkan bahwa dibelahan dunia ketiga, keadaan perekonomian yang tidak menguntungkan (buruk) telah memacu tingkat inflasi yang tinggi dan pada gilirannya akan menjadi malapetaka bagi masyarakat terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.

Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus (Boediono,1992). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.

Inflasi sebagai gejala peningkatan harga-harga secara umum dalam perekonomian terjadi secara terus-menerus. Dengan demikian, tingkat inflasi adalah perubahan yang terjadi pada tingkat harga dalam jangka waktu yang relatif lama (Blanchard, 2004).

Pengertian umum mengenai inflasi mengandung tiga aspek penting, yaitu:

1. Ada kecenderungan harga-harga yang meningkat, artinya dalam kurun waktu tertentu, harga-harga menunjukkan tren atau tendensi yang meningkat.

2. Peningkatan harga berlangsung secara terus-menerus (sustained), artinya dari waktu ke waktu mengalami peningkatan.

(46)

3. Pengertian harga adalah tingkat harga umum (general level of price), artinya harga tersebut mencakup keseluruhan komoditas dan bukan hanya pada satu atau beberapa komoditas saja.

Penyebab inflasi dengan pendekatan pasar riil atau pasar barang dibagi menjadi dua, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kelebihan permintaan (demand pull inflation) dan yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi (cost push inflation). Tipe pertama, penyebabnya adalah ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang tidak dapat mencukupi kelebihan permintaan masyarakat secara umum sehingga menyebabkan kenaikan harga secara agregat. Secara implisit, ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang menyiratkan kapasitas produksi optimum dari suatu perekonomian sehingga hal tersebut sesungguhnya mencerminkan kondisi output potensial.

Tipe kedua, penyebabnya adalah kenaikan harga yang terjadi merupakan kondisi yang tidak diantisipasi dan hal tersebut disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. Kondisi yang tidak diantisipasi ini salah satunya disebabkan oleh adanya shock dari sisi penawaran. Inflasi dalam praktiknya dihitung berdasarkan pendekatan indeks harga. Beberapa alternatif yang sering digunakan adalah indeks harga konsumen (IHK), indeks harga produsen (IHP), dan indeks harga implisit yang diturunkan dari penghitungan PDB yakni sering disebut sebagai GDP deflator. Dari beberapa alternatif tersebut, biasanya digunakan indeks harga konsumen karena secara umum nilai uang terkait dengan kekuatan daya beli dari uang di tingkat konsumen.

Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing teori ini menyatakan aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing

(47)

bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga. Teori tersebut diantaranya yaitu :

a. Teori Kuantitas

Menurut teori ini inflasi terjadi karena adanya penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang giral atau kartal) tanpa diimbangi oleh penambahan arus barang dan jasa serta harapan masyarakat mengenai kenaikan harga dimasa akan datang (Boediono,1985).

b. Teori Keynes

Menurut teori ini adalah inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi, menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia.

c. Teori Strukturalis

Teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi. Struktur pertambahan produksi barang- barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa, akibatnya, adalah kenaikan harga-harga lain, sehingga terjadi inflasi.

Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Prathama, 2008), diantaranya yaitu:

(48)

a. Indeks harga konsumen (consumer price index atau CPI). Indeks Harga Konsumen atau disingkat IHK adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu.

Dalam indeks harga konsumen, setiap jenis barang ditentukan suatu timbangan atau bobot tetap yang proporsional terhadap kepentingan relatif dalam anggaran pengeluaran konsumen.

b. Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index). Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen (producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.

c. Indeks harga implisit (GNP Deflator). Indeks harga implisit (GNP Deflator) adalah suatu indeks yang merupakan perbandingan atau rasio antara GNP nominal dan GNP riil dikalikan dengan 100. GNP riil adalah nilai barang-barang dan jasa- jasa yang dihasilkan di dalam perekonomian, yang diperoleh ketika output dinilai dengan menggunakan harga tahun dasar (base year).

d. Alternatif dari indeks harga implisit. Mungkin saja terjadi, pada saat ingin menghitung inflasi dengan menggunakan IHI tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data IHI. Hal ini bisa diatasi, sebab prinsip dasar penghitungan inflasi berdasarkan deflator PDB (GDP deflator) adalah membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil. Selisih keduanya merupakan tingkat inflasi.

Inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa dampak atau akibat yaitu sebagai berikut :

Gambar

Gambar 2.1. Hubungan Output per Pekerja dan Modal per Pekerja
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Perdagangan intra-regional
Gambar 3.1. Langkah Menentukan Data Panel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perancangannya, estetika dan struktur bangunan menerapkan konsep desain yang diadopsi dari bentuk pohon yang mengelilingi tapak dan dijadikan sebagai karakteristik

Dalam menggunakan alat pengambilan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut. a) Alat yang dipergunakan untuk mengambil contoh muatan sedimen melayang harus disesuaikan

hewan uniseluler memiliki vakuola vakuola (tapi (tapi tidak sebesar yang dimiliki tumbuhan). tidak sebesar yang dimiliki tumbuhan). Yang biasa dimiliki

Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dengan sikap terhadap pernikahan usia dini pada siswa kelas

8 | Husein Tampomas, Soal dan Solusi Try Out Matematika SMA IPS Dinas Kabupaten Bogor,

Penelitian ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah reliabilitas skala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori yang baik,

Sediaan yang telah dimasukan ke dalam botol dievaluasi organoleptis Sediaan yang telah dimasukan ke dalam botol dievaluasi organoleptis dengan memperhatikan bentuk, warna, bau,

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh