• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan

Jalan merupakan infrastruktur yang mendukung dan berperan penting dalam sektor perhubungan, dengan kondisi jalan yang baik, memudahkan masyarakat di suatu daerah dalam menjalankan kegiatan sosial dan perekonomian (Priawitama,2019). “Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputsi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah atau air serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel” (UU 38/2004 Pasal 1 ayat 5).

“Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia”

(UU 38/2004 Pasal 5).

2.2. Perkerasan Jalan

Perkerasan Jalan adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti.

Struktur perkerasan jalan terdiri dari beberapa lapis material yang diletakkan pada tanah–tanah, komponen lapisan terdiri dari beberapa macam bahan granuler yang memberikan sokongan penting dari kapasitas struktural sistem perkerasan, khususnya untuk perkerasan lentur. Komponen material yang berkualitas tinggi diletakkan dibagian atas, semakin kebawah kualitas material semakin berkurang. Hal ini, karena tegangan akibat beban roda lalu – lintas,

(2)

disebarkan semakin kebawah semakin mengecil (Hardiyatmo,2019:1). Untuk mengetahui struktur perkerasan pada tampang melintang dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2. 1 Tampang Melintang Tipikal Perkerasan Lentur dan Kaku (Sumber: Hardiyatmo,2019: 2)

Perkerasan akan mempunyai kinerja yang baik, bila perencanaan dilakukan dengan baik maka seluruh komponen-komponen utama dalam sistem perkerasan berfungsi dengan baik. Perihal komponen komponen perkerasan jalan oleh Federal highway Administration (FHWA) dalam buku kutipan Hardiyatmo (2019:2):

1. Lapisan Aus (wearing course) yang memberikan cukup kekesatan, tahan, gesek, dan penutup kedap air atau drainase air permukaan.

2. Lapis perkerasan terikat atau tersementasi yang memberikan daya dukung yang cukup, dan sekaligus sebagai penghalang air yang masuk ke dalam material yang tak terikat dibawahnya.

3. Lapis pondasi (base course) dan lapis pondaso bawah (subbase course) tak terikat yang memberikan tambahan kekuatan, dan ketahanan terhadap pengaruh air yang merusak struktur perkerasan, serta pengaruh degradasi lain (erosi dan intrusi butiran halus).

4. Tanah dasar (subgrade) yang memberikan cukup kekakuan, kekuatan yang seragam dan merupakan landasan yang stabil bagi lapisan material perkerasan di atasnya.

(3)

5. Sistem drainase yang dapat membuang air dengan cepat dari sistem perkerasan, sebelum air menurunkan kualitas lapisan material granuler tak terikat dan tanah dasar.

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi (Sukirman 2010:4):

1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis dan terdiri atas lapisan permukaan (surface course) yaitu lapisan aus dan lapis antara. Lapisan di bawahnya ialah lapisan pondasi yang terdiri dari lapisan pondasi atas (base course) dan pondasi bawah (subbase course). Lapisan ini diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan (subgrade). Masing-masing elemen lapisan di atas termasuk tanah dasar secara bersama-sama memikul beban lalu lintas.

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

Konstruksi perkerasan terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan bawahnya. Pada gambar terlihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata, beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.

(4)

Pertimbangan tipe perkerasan yang dipilih terkait dengan dana pembangunan yang tersedia, biaya pemeliharaan, volume lalu lintas yang dilayani, serta kecepatan pembangunan agar lalu lintas tidak terlalu lama terganggu oleh pelaksanaan proyek.

Tipe perkarasan yang banyak digunakan adalah (Hardiyatmo,2019:12):

1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan lentur (Flexible Pavement) atau perkerasan aspal (asphalt pavement), umumnya terdiri dari lapis permukaan aspal yang berada di atas lapis pondasi dan lapis pondasi bawah granuler yang dihamparkan di atas tanah-dasar.

2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku (Rigid Pavement) terdiri dari pelat beton semen Portland yang terletak langsung di atas tanah dasar, atau di atas lapisan material granuler (subbase) yang berada di atas tanah dasar (subgrade).

3. Perkerasan Komposit (Composite Pavement)

Perkerasan komposit adalah perkerasan gabungan antara perkerasan beton semen portland dan perkerasan aspal. Perkerasan terdiri dari lapis beton aspal (asphalt concrete) yang berada di atas perkerasan beton semen Portland atau lapis pondasi yang dirawat

4. Jalan Tak Diperkeras

Jalan tak diperkeras (unpaved road) adalah jalan dengan perkerasan sederhana, yaitu permukaan jalan hanya berupa lapisan granuler (kerikil) yang dihamparkan di atas tanah dasar.

2.2.1. Fungsi Perkerasan Jalan

Fungsi utama perkerasan adalah menyebarkan beban roda ke area permukaan tanah-dasar yang lebih luas dibandingkan luas kontak roda dan perkerasan, sehingga mereduksi tegangan maksimum yang terjadi pada tanah- dasar, yaitu pada tekanan di mana tanah dasar tidak mengalami deformasi berlebihan selama masa pelayanan perkerasan. Secara umum, fungsi perkerasan jalan adalah (Hardiyatmo,2019:3):

1. Untuk memberikan struktur yang kuat dalam mendukung beban lalu lintas.

(5)

2. Untuk memberikan permukaan rata bagi pengendara.

3. Untuk memberikan kekesatan atau tahanan gelincir (skid resistance) di permukaan perkerasan.

4. Untuk mendistribusikan beban kendaraan ke tanah dasar secara memadai, sehingga tanah dasar terlindungi dari tekanan yang berlebihan.

5. Untuk melindungi tanah dasar dari pengaruh buruk perubahan cuaca.

2.2.2. Kinerja Struktur Perkerasan Jalan

Dalam struktur perkerasan jalan sebagai komponen dari prasarana transportasi sebagai berikut (Sukirman,2010:6):

1. Penerima beban lali lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.

Oleh karena itu struktur perkerasan perlu memiliki stabilitas yang tingi, kokoh selama masa pelayanan jalan dan tahan terhadap pengaruh lingkungan dan cuaca. Kelelehan (Fatigue resistance), kerusakan perkerasan akibat berkurangnya kekokohan jalan seperti retak (cracking), lendutan sepanjang lintasan kendaraan (rutting), bergelombang dana tau berlubang, tidak dikehendaki terjadi pada perkerasan jalan.

2. Memberikan rasa nyaman dan aman kepada pengguna jalan

Oleh karena itu permukaan perkerasan perlu kesat sehingga mampu memberikan gesekan yang baik antara muka jalan dan ban kendaraan, tidak mudah slip ketika permukaan basah akibat hujan atau menikung pada kecepatan tinggi. Disamping itu permukaan perkerasan harus tidak mengkilap, sehingga pengemudi tidak merasa silau jika permukaan jalan kena sinar matahari.

Agar struktur perkerasan jalan kokoh selama masa pelayanan, aman, dan nyaman bagi pengguna jalan maka (Sukirman,2010:7):

1. Pemilihan jenis perkerasan dan perencanaan tebal perkerasan perlu memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas, keadaan lingkungan, masa pelayanan atau umur rencana, ketersediaan dan karakteristik material pembentuk perkerasan jalan di sekitar lokasi.

(6)

2. Analisis dan rancangan campuran dari bahan yang tersedia perlu memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat sehingga sesuai dengan spesifikasi pekerjaan dari jenis lapisan perkerasan.

3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuai prosedur pengawasan yang ada, dengan memperhatikan sistem penjaminan mutu pelaksanaan jalan sesuai spesifikasi pekerjaan. Pemilihan jenis lapisan perkerasan dan perencanaan tebal perkerasan, analisis campuran yang baik, belum menjamin dihasilkan perkerasan yang memenuhi apa yang diinginkan, jika pelaksanaan dan pengawasan tidak dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan spesifikasi jalan.

4. Pemeliharaan jalan selama masa pelayanan perlu dilakukan secara periodic sehingga umur rencana dapat tercapai. Pemeliharaan meliputi tidak saja struktur perkerasan jalan, tetapi juga drainase di sekitar lokasi tersebut.

2.2.3. Syarat Konstruksi Perkerasan

Dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan, maka konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok (sukirman,2010:5):

1. Syarat berlalu lintas

Konstruksi perkerasan lentur dalam persyaratan yang harus dipenuhi dipandang dari keamanan dan kenyamanan adalah sebagai berikut (sukirman, 2010:5-6):

a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.

b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.

c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehinga tidak mudah selip.

d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silai jika kena sinar matahari.

2. Syarat kekuatan /struktural

(7)

Konstruksi perkerasan jalan jika ditinjau dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, maka syarat syarat yang harus dipenuhi adalah:

a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu lintas ke tanah dasar.

b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap kelapisan dibawahnya.

c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat dialirkan.

d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi

2.3. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan aspal dan perkerasan beton aspal (Ashpalt concrete pavement), serta disebut juga perkerasan lentur (Flexible Pavement), adalah campuran agregat batu pecah. Pasir, material pengisi, dan aspal, yang dihamparkan dan dipadatkan. Perkerasan lentur dirancang untuk melendut dan kembali ke posisi semula bersama sama dengan tanah dasar. Konsep dasar dalam perancangan adalah dengan menghamparkan lapisan lapisan permukaan dan lapis pondasi beserta lapisan antarnya, sedemikian hingga regangan pada tanah dasar dapat dikendalikan guna mencegah terjadinya defleksi permanen. Tipe dan tebal dari komponen struktur perkerasan yang diletakkan di atas tanah dasar, harus dipilih sebagai pertimbangan kekuatan dari tanah dasar (Hardiyatmo,2019:153).

Konstruksi lentur disebut “lentur” karena konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas. Perkerasan lentur jalan raya telah dirancang untuk bertahan sampai 20 tahun, dengan memperhitungkan pertumbuhan lalu lintas tiap tahun (asumsi pertumbuhan lalu lintas sebesar 2%

adalah umum untuk dilakukan.

Perkerasan lentur akan mempunyai kinerja yang baik, bila perancangan komponen komponen utama dalam sistem perkerasan berfungsi dengan baik.

(8)

Perihal komponen komponen perkerasan jalan oleh Federal high way Administration (FHWA) dalam buku kutipan Hardiyatmo (2019:2):

1. Sistem drainase yang dapat membuang air dengan cepat dari sistem perkerasan, sebelum air menurunkan kualitas lapisan material granuler tak terikat dan tanah dasar.

2. Tanah dasar (subgrade) yang memberikan cukup kekakuan, kekuatan yang seragam dan merupakan landasan yang stabil bagi lapisan material perkerasan di atasnya.

3. Lapis pondasi (base course) dan lapis pondasi bawah (subbase course) tak terikat yang memberikan tambahan kekuatan, dan ketahanan terhadap pengaruh air yang merusak struktur perkerasan, serta pengaruh degradasi lain (erosi dan intrusi butiran halus).

4. Lapis perkerasan terikat atau tersementasi yang memberikan daya dukung yang cukup, dan sekaligus sebagai penghalang air yang masuk ke dalam material yang tak terikat dibawahnya.

5. Lapisan Aus (wearing course) yang memberikan cukup kekesatan, tahan, gesek, dan penutup kedap air atau drainase air permukaan.

2.3.1. Syarat Konstruksi Perkerasan

Struktur perkerasan lentur terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu lapis permukaan (surface course), lapis pondasi atas (base course), dan lapis pondasi bawah (subbase course). Lapis permukaan biasanya dibagi menjadi lapis aus (wearing course), dan lapis pengikat (binder course) yang diletakkan terpisah.

Lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah juga dapat diletakkan dalam bentuk komposit yang terdiri dari material material yang berbeda, yaitu pondasi atas (upper base) dan pondasi bawah (lower base), atau bagian atas (upper subbase) dan pondasi bawah bagian bawah (lower subbase). Lapisan ini diletakkan diatas tanah dasar yang dipadatkan (subgrade) (Hardiyatmo,2019:154).

Untuk mengetahui struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan Gambar2.3

(9)

Gambar 2. 2 Lapis Perkerasan (Sumber: Sukirman, 2003:8)

Gambar 2. 3 Komponen Struktur Perkerasan Lentur (Sumber: Hardiyatmo, 2019 :155)

1. Lapis Permukaan (Surface)

Lapis permukaan (surface couse) adalah lapisan paling atas dari perkerasan lentur yang terletak di atas lapis pondasi. Lapis pondasi terdiri dari lapis aus (wearing course) dan lapis pengikat (binder course). Agar lapis aus tetap awet, kedap air, rata, dan mempunyai kekesatan, maka lapisan ini harus disusun dari campuran beraspal panas, bergradasi padat. Lapis pengikat adalah lapisan transisi antara lapis pondasi dan lapis aus (Hardiyatmo, 2019:156).

Lapis permukaan merupakan lapis paling atas dari perkerasan jalan, yang fungsi utamanya sebagai (Sukirman, 2010:15):

1. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atas lapis permukaan tidak meresap ke lapis di bawahnya yang berakibat rusaknya struktur perkerasan jalan.

(10)

2. Lapis aus (wearing course) karena menerima gesekan dan getaran roda kendaraan yang mengerem.

3. Lapis yang menyebarkan beban ke lapis pondasi.

4. Lapis penahan beban vertical dari kendaraan, oleh karena itu lapisan harus memiliki stabilitas yang tinggi selama masa pelayanan.

Lapis permukaan yang berfungsi untuk memberikan keamanan dan permukaan yang halus/rata, harus memenuhi syarat (Hardiyatmo,2019:156-157):

1. Dapat mencegah masuknya air ke dalam struktur perkerasan.

2. Mampu menahan beban kendaraan dan deformasi permanen.

3. Mempunyai kekesatan atau tahanan terhadap penggelinciran.

Jenis lapisan permukaan (surface course) yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain (Sukirman,2010:9-10):

1. Lapisan bersifat nonstruktural, yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air yang meliputi:

a. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.

b. Burda (lapisan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi agregat, yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal maksimum 3,5 cm.

c. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat maksimum 1-2 cm.

d. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inci.

e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur dalam keadaan dingin dengan ketebalan maksimum 1 cm.

f. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Rolled Sheet (HRS) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi timpang/senjang, filler dan aspal keras dengan perbandingan

(11)

tertentu, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu panas dengan tebal padat maksimum 2,5-3 cm.

2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, yaitu antara lain:

a. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT).

b. Laston (lapis aspal beton) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri atas campuran aspal keras dan agregat bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu panas.

c. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri atas campuran agregat asbuton dan bahan pelunak yang dihampar dan dipadatkan dalam keadaan dingin dengan ketebalan padat pada tiap lapisan antara 3-5 cm

d. Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri atas agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dengan ketebalan maksimum 4-10 cm.

Lapis permukaan aspal dalam perkerasan lentur dapat dibagi menjadi beberapa sub lapisan. Secara tipikal dari atas ke bawah oleh Federal highway Administration (FHWA) 2006, di kutip dalam buku (Hardiyatmo, 2019:158-159):

1. Seal coat adalah suatu tipe perawat permukaan yang biasanya digunakan untuk pemeliharaan lapis permukaan. Aspal seal coat yang diletakkan di atas lapis aus adalah lapis tipis aspal dengan tebal kurang dari ½ in yang digunakan untuk melindungi perkerasan terhadap air, dan memperbaiki tekstur lapis aus.

2. Lapis Aus (Wearing course) adalah lapisan paling atas (jika tanpa seal coat) dari perkerasan. Lapisa ini, biasanya berupa beton aspal berhradasi padat. Lapis aus merupakan lapisa kedap air, mempunyai tahanan gelincir, tahan terhadap terbentuknya alur dan mempunyai kehalusan.

3. Lapis pengikat (binder course) juga disebut lapis pondasi aspal (Asphalt base course) adalah lapisan campuran aspal panas yang diletakkan tepat dibawah lapis aus.

(12)

Pelapis aspal cair tipis yang digunakan dalam perkerasan, adalah:

1. Tack coat adalah suatu lapisan aspal relative tipis sebagai lapis pengikat antara aspal beton atau perkerasan beton semen Portland (PCC) yang telah ada, pada kecepatan yang telah ditentukkan. Tack coat diberikan pada bidang kontak antara lapis aus dan lapisan pengikat.

2. Prime coat ( Pelapis dasar) adalah suatu perawat permukaan yang terdiri dari aspal cair yang dihamparkan/ disemprotkan pada permukaan tanah, kerikil, atau batu pecah. Tujuan dari pemberian prime coat adalah untuk menutup pori pori-pori tanah yang memungkinkan adanya rembesan air dari tanah dasar, untuk mengikat debu dan material butiran lepas, dan untuk meningkatkan adhesi antara lapis pondasi dan lapis permukaan.

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Lapis pondasi atas (Base Course) adalah lapisan yang di hamparkan di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi terletak di atas lapis pondasi bawah, atau jika lapis pondasi bawah tidak digunakan di atas tanah dasar. Material lapis pondasi terdiri dari agregat, seperti batu pecah, sirtu, terak pecah (Crushed slag) atau campuran campuran material tersebut (Hardiyatmo,2019:160).

Dalam sistem lapis perkerasan, lapis pondasi atas memiliki fungsi sebagai berikut (sukirman,2010:23):

1. Bantalan atau perletakkan lapisan permukaan.

2. Lapis peresap untuk lapis pondasi bawah.

3. Bagian struktur perkerasan yang menahan gaya vertical dari beban kendaraan dan disebarkan ke lapis dibawahnya.

Pertimbangan utama dalam perancangan lapis pondasi atas adalah (Hardiyatmo,2019:161):

1. Ketahanan terhadap pelapukan.

2. Stabilitas akibat beban lalu lintas 3. Ketebalannya

(13)

Dalam lapis perkerasan, berbagai jenis lapis pondasi yang umum digunakan di Indonesia adalah (Sukirman,2010:23-24):

1. Lapis pondasi agregat semen (LFAS) adalah agregat kelas A, agregat kelas B, atau agregat kelas C yang diberi campuran semen dan berfungsi sebagai lapis pondasi. Lapis ini diletakkan di atas lapis pondasi bawah agregat kelas C.

2. Lapis pondasi tanah semen adalah lapisan yang dibuat dengan menggunakan tanah pilihan yang diperoleh dari daerah setempat , yaitu tanah lempung dan tanah berbutir sepert pasir dan kerikil kepasiran dengan plastilitas rendah.

3. Lapis pondasi agregat adalah lapisan pondasi dari butir agregat. Berdasrkan gradasinya lapis pondasi agregat dibedakan atas agregat kelas A dan kelas B.

tebal minimum setiap lapis minimal 2 kali ukuran agregat maksimum.

4. Lapis peneterasi Macadam (Lapen) adalah lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergrdasi seragam. Setelah agregat pengunci dipadatkan disemprotkan ke aspal kemudian diberi agregat penutup dan dipadatkan.

5. Lasbutag lapis pondasi adalah campuran antara agregat asbuton dan peremaja yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Lapis Lasbutag lapis pondasi bertebal minimal 50mm dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (2 inci).

6. Laston lapis pondasi (Asphalt Concrete Base = AC-Base), adalah laston yang digunakan untuk lapis pondasi, tebal nominal minimum 60mm dengan tebal toleransi + 5mm. agregat yang digunakan berukuran maksimum 37,5mm (1,5 inci).

3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak di antara lapis pondasi dan tanah. Lapis pondasi bawah adalah untuk membentuk lapisan perkerasan yang relative cukup tebal (dengan maksud penyebaran beban ), dengan biaya yang lebih murah (Hardiyatmo,2019:161).

Lapis pondasi bawah berfungsi sebagai (sukirman,2010:26-27):

1. Efisiensi penggunaan material yang relatife murah, agar lapis diatasnya dapat dikurangi tebalnya.

(14)

2. Bagian dari struktur perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban kendaraan ke lapis tanah dasar. Lapis ini harus cukup stabil dan mempunyai CBR sama atau lebih besar dari 20% serta indeks platis (ip) sama atau lebih kecil dari 10%.

3. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan lancar, ssehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutp tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda alat berat.

4. Lapis filler untuk mencegah partikel partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi.

5. Lapis peresap, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

Jenis lapisan pondasi bawah yang umum digunakan di Indonesia adalah:

1. Agregat bergradasi baik, dibedakan atas:

a. Sirtu/pitrun kelas A b. Sirtu/pitrun kelas B c. Sirtu/pitrun kelas C

Sirtu kelas A bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas B, begitu sebaliknnya Sirtu kelas B bergradasi lebih kasar dari sirtu kelas C.

2. Stabilisasi

a. Stabilasasi agregat dengan kapur (Lime Treated Subbase) b. Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Subbase) c. Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Lime Stabilization) d. Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement Stabilization) 4. Lapis Tanah Dasar (Subgrade)

Merupakan lapisan yang berada di pondasi bawah (subbase). Yang berukuran setebal 50-100 cm. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan, tanah yang di datangkan dari tempat lain dan di padatkan atau tanah yang di stabilisasi dengan bahan kimia atau bahan lainnya. Pemadatan yang baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai dengan perlengkapan drainase yang memenuhi syarat. Berdasarkan elvasi muka tanah dimana struktur

(15)

perkerasan jalan diletakkan. Lapis tanah dasar di bedakan menjadi (sukirman, 2010:29-30):

1. Lapis tanah dasar atau tanah asli, adalah tanah dasar yang merupakan muka tanah asli di lokasi tersebut. Pada umumnya lapis tanah dasar ini hanya di siapkan dengan membersihkan, dan memadatkan lapis atas setebal 30-50 cm, dari muka tanah dimana struktur perkerasan direncanakan diletakkan.

2. Lapis tanah dasar urug atau tanah timbunan, adalah lapis tanah dasar yang lokasinya terletak di atas muka tanah asli. Pada pelaksanaan membuat lapis tanah dasar urug perlu diperhatikan tingkat kepadatan yang diharapkan.

3. Lapis tanah dasar tanah galian, adalah lapis tanah dasar yang lokasinya terletak di bawah muka tanah asli. Dalam kategori ini termasuk penggantian tanah asli setebal 50-100 cm akibat daya dukung tanah asli yang kurang baik.

2.4. Kinerja Perkerasan Jalan (Pavement Performance)

Kinerja perkerasan jalan (Pavement Performance) berdasarkan 3 hal yaitu:

1. Fungsi pelayanan, sehubungan dengan bagaimana perkerasan dan fungsi pelayanan umurnya merupakan satu kesatuan yang dapat digambarkan dengan

“Kenyamanan mengemudi” (Riding quality).

2. Wujud perkerasan (struktur perkerasan), sehubungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut adanya retak-retak, amblas, alur, gelombang dan sebagainya.

3. Keamanan, yaitu ditentukkan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak ban dan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, kondisi cuaca dan sebagainya.

2.5. Perencanaan Perkerasan Lentur

Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan jalan tersebut. Dalam perencanaan perlu dipertimbangkan faktor- faktor yang dapat mempengaruhi fumgsi pelayanan perkerasan jalan seperti: Fungsi

(16)

jalan, kinerja perkerasan, umur rencana, lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan jalan, sifat tanah dasar, kondisi lingkungan, sifat dan jumlah material tersedia di lokasi yang akan dipergunakan sebagai bahan lapis perkerasan (Tenriajeng,1999:48). .

Dalam perancangan jalan baru, estimasi volume lalu lintas pada saat jaln dibuka pertama kali sangat penting. Umtuk itu dibutuhkan survey lalu lintas. Dalam suvei tersebut, dilakukan pencatatan kendaraan yang lewat untuk arah yang berbeda dengan memperhatikan kategori kendaraanya (Hardiyatmo,2019:112).

Dalam menentukkan lalu lintas rancangan (design Traffic), maka diperlukan estimasi (Hardiyatmo,2019:112):

1. Volume dan komposis lalu-lintas tahun pertama.

2. Laju pertumbuhan lalu lintas tahunan menurut tipe kendaraan.

3. Distribusi arah lalu lintas dan lajur rencana.

4. Besarnya beban roda menurut tipe kendaraan.

5. Jumlah aplikasi beban-beban roda dalam lajur lalu lintas rencana.

Langkah 1 dan 2 diperoleh dari survei lalu lintas dan perkiraan yang di dasarkan pada kecenderungan atau prediksi dari model transportasi. Data dan parameter lalu lintas yang dibutuhkan dalam perencanaan tebal perkerasan meliputi (Hardiyatmo,2019:112):

1. Jenis kendaraan

2. Volume lalu lintas harian rata rata 3. Pertumbuhan lalu lintas tahunan 4. Umur rancangan

5. Faktor distribusi arah 6. Faktor distribusi lajur

7. Equivalent Single Axle Load (ESAL) 2.5.1. Fungsi Jalan

Berdasarkan undang undang tentang jalan, No. 13 tahun 1980 dan peraturan pemerintah No. 26 Tahun 1985, sistem jaringan jalan di Indonesia dibedakan atas (Tenriajeng,1999:48).:

(17)

1. Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan semua simpul jasa dan distribusi yang kemudian berwujud kota. Sistem jaringan jalan primer menghubungkan simpul simpul jasa distribusi sebagai berikut:

a. Dalam satu wilayah pengembangan menghubungkan secara menerus kota jenjang pertama (ibukota propinsi), kota jenjang kedua (Ibukota Kabupaten,kotamadya), kota jenjang ketiga(kecamatan), dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil

b. Menghubungkan kota antar jenjang pertama antar satuan wilayah pengembangan

2. Sistem Jaringan Sekunder

Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota, ini berarti sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke perumahan.

Berdasarkan fungsinya, jalan dapat dibagi atas (Tenriajeng,1999:49-50):

1. Jalan arteri, adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

2. Jalan kolektor, adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata- rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan lokal, adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan lingkungan, adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah.

(18)

Dengan sistem jaringan jalan primer terdiri dari(Tenriajeng,1999:49-50):

1. Jalan arteri primer : dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam, lebar badan jalan tidak kurang 8 meter, jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, jarak antara jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek 500 meter, kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata rata, jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota.

2. Jalan kolektor primer : dirancang dengan kecepatan rencana 40 km/jam, lebar badan jalan tidak kurang 7 meter, jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien dan jarak antaranya lebih dari 400, indeks permukaan tidak kurang dari 2, jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah kota.

3. Jalan lokal primer : dirancang untuk kecepatan rencana 20 km/jam, kendaraan angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini, lebar jalan tidak kurang 6 meter, jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa, indeks permukaan tidak kurang dari 2.

Sistem jaringan jalan sekunder (Tenriajeng,1999:49-50).:

1. Jalan arteri sekunder : dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam, lebar jalan tidak kurang 8 meter, kapasitas jalan sama atau lebih dari volume lalu lintas rata rata, indeks permukaan minimal 1,5.

2. Jalan lokal sekunder : dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam, lebar badan tidak kurang 5 meter, angkutan barang dan bus tidak diijinkan melewati jalan ini, indeks permukaan tidak kurang dari 1,0.

3. Jalan Kolektor Sekunder : dirancang berdasarkan kecepatan rencana kurang dari 20km/jam, lebar jalan kurang dari 7 meter, indeks permukaan minimal 1,5.

2.5.2. Klasifikasi Jalan

Menurut Undang Undang Republik Indonesia nomor 38 Tahun 2004 tentang klasifikasi jalan dan lalu lintas adalah sebagai berikut:

1. “Jalan Nasional merupakan jalan arteri dan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi, jalan strategis nasional, dan jalan tol”;

(19)

2. “Jalan Provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten/kota, atau antar ibu kota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi”;

3. “Jalan Kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, antar ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten”;

4. “Jalan Kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota”;

5. “Jalan Desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan”.

Dalam klasifikasi ini jalan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (Alamsyah, 2001:11):

1. Tipe jalan I (jalan masuk/akses langsung sangat dibatasi efisien)

Untuk mengetahui pembagian fungsi dan kelas jalan pada akses langsung sangat dibatasi dapat dilihat pada Tabel 2.1

2. Tipe jalan II (jalan masuk/akses langsung diijinkan secara terbatas seperti tabel berikut ini:)

Untuk mengetahui pembagian fungsi dan kelas jalan pada akses langsung diijinkan sangat terbatas dapat dilihat pada Tabel 2.2

(20)

Kecepatan rencana merupakan kecepatan yang telah dipergunakan untuk perencanaan atau desain dilihat dari korelasi segi segi fisiknya yang mempengaruhi operasi kendaraan. Kecepatan ini merupakan kecepatan maksimum yang dapat distabilkan agar kendaraan yang berjalan seolah diarahkan dalam gerakannya.

Kecepatan diperkotaan untuk jalan diperkotaan dapat dibedakab berdasrkan tipe dan kelasnya, yaitu tabel (Hadihardaja,1987:14). Untuk menentukkan tipe jalan,

kelas jalan, dan kecepatan rencana dapat disajikan pada Tabel 2.3

2.6. Metode Analisa Komponen SKBI-2.3.26.1987

Metode analisis komponen SKBI.2.3.26.1987 adalah metode yang bersumber dari AASHTO’72 dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi jalan di Indonesia dan merupakan penyempurnaan dari Buku pedoman Penentuan Tebal Perkerasaan Lentur Jalan Raya No.01/PD/B/1983. Rumus dasar metode ini diambil dari rumus AASHTO’72 revisi 1981. (Sukirman, 2010:141)

(21)

2.6.1. Jumlah Jalur dan Koefisien

Kendaraan melintasi jalan secara berulang pada lajur jalannya, maka lintas ekvalen yang merupakan beban bagi perkerasan jalan diperhitungkan hanya untuk satu lajur, yaitu lajur yang tersibuk (lajur dengan volume tertinggi), lajur ini disebut lajur rencana. Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar di bawah ini (SKBI 1987:7). Maka dalam menentukkan lebar pekerasan dan jumlah lajur maka dapat disajikan dalam Tabel 2.4 dibawah ini.

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar Tabel 2.5 di bawah ini

(22)

Dalam menghitung pertumbuhan lalu lintas pada tahun berikutnya, maka dapat ditentukkan dengan persamaan sebagai berikut:

b = (1 + ) ………...2.1 i = [ ( ) – 1 ] × 100%...2.2

Dimana:

b = volume lalu lintas tahun ke-n a = volume lalu lintas tahun a I = tingkat pertumbuhan lalu lintas

Untuk mengetahui perkiraan jumlah data lalu Lintas pada tahun ke-n, maka persamaan dapat ditentukkan sebagai berikut:

LHRn = (1 + ) . LHRo………2.3

Keterangan:

LHRn = Lalu Lintas Harian Rata rata tahun ke-n LHRo = Lalu lintas Harian rata rata tahun ke-0 i = Tingkat Pertumbuhan Lalu Lintas n = tahun ke n

2.6.2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Untuk mendapatkan angka ekivalen (E) ditentukkan dalam rumus berikut berikut (SKBI 1987:8):

a. E sumbu Tunggal = ( ) ………..2.4

b. E sumbu ganda =( ) . 0.086………..2.5

(23)

2.6.3. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen a. Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan di tentukan pada

awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.

b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

"#$ % & "'()* +)* #)

), ………...2.6

Dimana:

Cj = jenis kendaraan.

Ej = angka ekivalen tiap kendaraan

c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

"#- % & "'() (1 + )./ * +)* #)

), ... ..2.7 Keterangan:

Ci = perkembangan lalu lintas.

Cj = jenis kendaraan.

Ej = angka ekivalen tiap jenis kendaraan

(24)

d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

"#0 % 1 2 * ("#$ + "#-)... 2.8 e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

"#( % "#0 + 2$ ... 2.9 Faktor penyesuaian (FP) tersebut di atas ditentukan dengan rumus:

2$ % 3(/10 ... 2.10

2.6.4. Daya Dukung tanah (DDT)

Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepdatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan mempertahankan volume selama masa pelayanan walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. Daya dukung tanah dasar dinyatakan dengan parameter Daya Dukung Tanah (DDT) yang merupakan korelasi dari nilai CBR. Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1“ / 0,2 “ dengan beban yang ditahan batu pecah sebesar 0,1” /0,2” . Harga CBR dinyatakan dalam %, jadi harga CBR adalah nilai yang menyatakan kwalitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang memiliki nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas (Sukirman, 1999:30). Untuk menentukkan nilai DDT dan CBR maka dapat ditentukkan dengan menggunakan grafik kolerasi seperti pada Gambar 2.4

(25)

Sumber: (Sukirman, 1999: 117)

Untuk mengetahui nilai pada DDT (Daya Dukung Tanah ), maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

DDT = 4,3 * "56 +7( + 1,7………...…2.11 Setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar dan dipergunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan dari segmen tersebut. Dalam perhitungan untuk mendapatkan nilai CBR dapat ditentukkan menggunakan cara analisis atau dengan cara grafis

a. secara analitis

CBRsegmen = CBRrata rata- (CBRmaks-CBRmin)/R………..2.12 Dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat di dalam 1 segmen.

Menentukkan nilai R pada perhitungan rumus CBRsegmen maka dapat dilihat pada Tabel 2.7.

b. Penentuan nilai CBR segmen secara grafis

Menurut sukirman (1999), prosedur dalam menentukkan nilai CBR segmen adalah sebagai berikut:

1. Tentukkan nilai CBR terendah,Tentukkan berapa banyak nilai CBR yang sama atau lebih besar dari masing masing nilai CBR dan kemudian disusun secara tabelaris mulai dari nilai CBR terkecil hingga terbesar.

2. Angka terbanyak diberi nilai 100, sedangkan angka yang lain merupakan presentase dari 100%.

Gambar 2. 4 Grafik Kolerasi DDT dan CBR

(26)

3. Dibuat grafik hubungan antara CBR dan presentase jumlah tadi.

4. Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90%.

Untuk menentukkan nilai dari CBR segmen grafis dan analitis maka dapat ditentukkan dengan rumus dibawah ini:

CBR = : / ;< => ?: / > >

@ ……….………..2.13

2.6.5. Faktor Regional (FR)

Fr sangat berhubungan dengan kondisi terkait.kondisi lapangan dan iklim mendominasi keadaan beban daya dukung tanah dan perkerasan adalah kondisi kondisi yang dimaksud. Dengan demikian faktor faktor regional dalam bentuk kelandaian tikungan dipengaruhi oleh penentuan tebal perkerasan (Analisis Komponen SKBI 1987:10). maka pengaruh keadaan lapangan yang menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat dianggap sama. Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan). Menentukkan FR pada konstruksi perkerasan lentur dapat dilihat pada Tabel 2.8

Keterangan:

Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pember-hentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.

% kendaraan berat = )) A A < << * 100%...2.14

(27)

2.6.6. Indeks Permukaan (IP)

Untuk tingkatan lau lintas yang melintas sangat dipengaruhi dengan Indeks Permukaan.Indeks Permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu- lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti di bawah ini (Analisis Komponen SKBI 1987:10):

IP = 1,0: adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu Iintas kendaraan.

IP = 1,5: adalah tingkat pelayanan rendah.

IP = 2,0: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.

IP = 2,5: adalah permukaan jalan yang masih cukup stabil dan baik.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER), dapat dilihat Tabel 2.9

*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.

Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT / jalan murah atau jalan darurat maka IP dapat diambil 1,0.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana, Dalam menentukkan Indeks Permukaan pada awal umur Rencana (IPo) pada perencanaan perkerasan lentur dapat ditentukkan dengan melihat Tabel 2.10.

(28)

Tabel 2. 1 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo)

Jenis Permukaan Ipo Roughness *)

(mm/km)

LASTON ≥ 4 ≤ 1000

3,9 – 3,5 > 1000

LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 >2000

HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000

3,4 – 3,0 > 2000

BURDA 3,9 – 3,5 < 2000

BURTU 3,4 – 3,0 < 2000

LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000

2,9 – 2,5 > 3000

LATASBUM 2,9 – 2,5

BURAS 2,9 – 2,5

LATASIR JALAN TANAH JALAN KERIKIL

≤ 2,4

≤ 2,4

≤ 2,4

Sumber : Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisis komponen (1987:11)

Alat pengukur roughness yang dipakai adalah roughometer NAASRA, yang dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 station wagon, dengan kecepatan kendaraan ± 32 km per jam. Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat roughometer melalui kabel yang dipasang ditengah-tengah sumbu belakang kendaraan, yang selanjutnya dipindahkan kepada counter melalui

"flexible drive”. Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal antara sumbu belakang dan body kendaraan. Alat pengukur roughness type lain dapat digunakan dengan mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap roughometer NAASRA.

2.6.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan

(29)

beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith Triaxial. Berikut dapat dilihat pada Tabel 2.11

Tabel 2. 2 Koefesien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan

Jenis Bahan

a1 a2 a3 MS (kg) Kt

(kg/cm) CBR (%)

0,40 - - 744 - -

0,35 - - 590 - -

Laston

0,35 - - 454 - -

0,30 - - 340 - -

0,35 - - 744 - -

0,31 - - 590 - -

Lasbutang

0,28 - - 454 - -

0,26 - - 340 - -

0,30 - - 340 - - HRA

0,26 - - 340 - - Aspal macadam

0,25 - - - - - Lapen (mekanis)

0,20 - - - - - Lapen (manual)

- 0,28 - 590 - -

- 0,26 - 454 - - Laston Atas

- 0,24 - 340 - -

- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)

- 0,19 - - - - Lapen (manual)

- 0,15 - - 22 -

Stab. Tanah dengan semen

- 0,13 - - 18 -

- 0,15 - - 22 -

Stab. Tanah dengan kapur

- 0,13 - - 18 -

- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)

- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)

- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)

- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A)

- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B)

- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C)

- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran

Sumber: (SKBI-2.3.26.1987)

(30)

2.6.8. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Indeks tebal perkerasan untuk perkerasan lentur didapatkan dengan menarik garis pada grafik nomogram yang sudah tersedia pada SNI 1732-1989-F dalam lampiran, dengan melihat masing-masing nilai yang diambil dari indeks permukaan (IPod an IPt). Dimana nilai Daya Dukung Tanah Dasar (DDT), Lintas Ekivalen Rata-rata (LER), Faktor Regional (FR) saling berpengaruh. Lihat Gambar 2.5

Gambar 2. 5 Nomogram

Sumber: (SKBI-2.3.26.1987)

Langkah-langkah untuk menggunakan nomogram tersebut adalah sebagai berikut:

1. Nomogram yang disediakan ada 9 (Sembilan) macam, tergantung pada nilai indeks permukaan awal (IPo) dan indeks permukaan akhir (IPt).

2. Menentukan titik nilai Daya Dukung Tanah (DDT) yang telah didapat dari korelasi dengan nilai CBR.

3. Menentukan titik nilai LER yang telah didapat dari perhitungan,

4. Kemudian tarik garis lurus dari 2 titik (DDT dan LER) hingga mengenai garis ITP

5. Tentukan titik nilai FR dari Tabel 2.5

6. Dari titik ITP yang didapat, disambungkan dengan titik FR hingga mengenai garis ITP

(31)

2.6.9. Batas – Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

Pada Tabel 2.12 dalam perencanaan perkerasan lentur adalah menentukkan indeks Tebal Perkerasan (ITP) pada lapis permukaan serta bahan yang akan direncanakan

Tabel 2. 3 Lapis Permukaan

ITP Tebal Minimum (cm) Bahan

< 3,00 5 Lapis pelindung: (Buras/Burtu/Burda)

3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutang, Laston 6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutang, Laston

7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston

≥ 10,00 10 Laston

Sumber : Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisis komponen (1987):13

Untuk menentukkan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) lapis pondasi atas dan penentuan bahan pada perencanaan perkerasan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.13

Tabel 2. 4 Lapis Pondasi

ITP Tebal Minimum

(cm)

Bahan

< 3,00 15 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur

3,00 – 7,49 20*) Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur

10 Laston Atas

7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam

15 Laston Atas

10 – 12,14 20 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam

Lapen, Laton Atas

≥ 12,25 25 Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam,

Lapen, Laston Atas

Sumber : Petunjuk perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisis komponen (1987):13

(32)

2.6.10. Analisa Komponen Perkerasan

Perhitungan perencenaan didasrkan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan jangka panjang, dimana angka penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP dengan rumus dibawah ini:

C0$ % 1. D1 + 2. D2 + 3. D3 ... (2.7) Keterangan:

a1,a2,a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan D1,D2,D3 = tebal masing-masing lapisan perkerasan

*) 1 = lapisan permukaan 2 = lapisan pondasi atas 3 = lapisan pondasi bawah

2.7. Perencanaan Perkerasan Lentur Menggunakan Desain Manual Perkerasan Menggunakan Metode Bina Marga 2013

Metode Bina Marga 2013 ini menjelaskan faktor-faktor terkait pemilihan struktur perkerasan jalan seperti pendetailan desain, drainase dan persyaratan konstruksi. Metode desain perkerasan jalan ini digunakan untuk menghasilkan desain awal yang hasilnya kemudian diperiksa terhadap pedoman desain perkerasan Pd T-01—2002-B, dan software Desain Perencanaan Jalan Perkerasan Lentur (SDPJL) untuk desain perkerasan lentur, dan dengan Pd T-14-2003 untuk desain perkerasan kaku. Metode ini dapat membantu dalam meyakinkan kecukupan structural dan kepastian konstruksi untuk kondisi beban dan iklim di Indonesia (Bina Marga 2013:1).

2.7.1. Umur Rencana (UR)

Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlahn tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan structural (sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan). Selain umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan, seperti pelapisan nonstrktural yang berfungsi sebagai lapis aus (Tenriajeng, 1999:53).

(33)

Dalam Manual Deasin Perkerasan Jalan Nomor 02/m.bm/2013 umur rencana digunakan untuk menentukkan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan elemen elemen perkerasan berdasarkan analisis discounted whole of life cost terendah. Berikut ini adalah tabel ketentuan umur rencana dengan mempertimbangkan elemen perkerasan yang diasajikan dalam manual desain perkerasan jalan nomor 02/M.BM/2013 (Pratama, 2015). Untuk menentukkan umur rencana jalan baru yang akan direncanakan pada pembangunan proyek dapat dilihat pada Tabel 2.14

Tabel 2. 5 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru

Jenis Perkerasan Elemen Perkerasan Umur Rencana

(tahun)(1)

Perkerasan lentur

Lapisan aspal dan lapisan berbutir(2). 20 Fondasi Jalan

40 Semua perkerasan untuk daerah yang tidak

dimungkinkan pelapisan ulang (overlay), seperti: jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan.

Cement Treated Based (CTB)

Perkerasan kaku Lapis fondasi atas, lapis fondasi bawah, lapis

beton semen, dan fondasi jalan. 40

Jalan tanpa

penutup Semua elemen (termasuk fondasi jalan) Minimum 10

Sumber: Bina Marga 2013:9 2.7.2. Lalu Lintas

Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukkan dari beban yang akan dipikul, hal ini berhubungan dengan arus lalu lintas yang hendak melewati jalan tersebut.

Besarnya arus lalu lintas dapat diperoleh dari (Tenriajeng,1999:53):

1. Analisa lalu lintas saat ini, sehingga diperoleh data mengenai: jumlah kendaraan yang akan memakai jalan, jenis kendaraan, konfigurasi sumbu dari setiap jenis kendaraan, serta beban masing masing sumbu kendaraan.

2. Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antara lain berdasarkan atas analisa.

Perencanaan teknik jalan lalu lintas sangat diperlukan, karena kapasitas dan

(34)

konstruksi struktur perkerasan yang akan direncanakan tergantung pada komposisi lalu lintas yang akan menggunkan jalan pada suatu segmen jalan yang ditinjau, adapun pendahuluan Manual PD T-19-2004-B survei lalu lintas dapat dilakukan dengan cara manual, semi manual (dengan bantuan kamera video), ataupun otomatis (menggunakan tube maupun loop) (Rahadian, 2013).

1. Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (hari, jam, atau menit). Lalu lintas harian rata rata adalah volume lalu lintas rata rata dalam satu hari. Dari lama waktu pengamatan untuk mendapat nilai lalu lintas harian rata rata, dikenal dengan 2 jenis lalu lintas harian rata rata (Sukirman,2010:46):

a. Lalu lintas Harian Rata Rata Tahunan (LHRT), Yaitu volume lalu lintas harian yang diperoleh dari nilai rata rata jumlah kendaraan selama satu tahun penuh.

b. Lalulintas Harian Rata rata (LHR), yaitu volume lalu lintas harian yang diperoleh dari nilai rata rata jumlah kendaraan selama beberapa hari pengamatan.

Dalam desain manual perkerasan jalan Nomor 02/m.bm/2013. Analisis volume lalu lintas di dasarkan pada survey faktual. Umtuk keperluaan desain, volume lalu lintas diperoleh dari(Bina Marga 2013:15):

a. Survey lalu lintas aktual, dengan durasi minimal 7x 24 jam.

Pelaksanaan survey agar ,engacu pada pedoman survei pencacahan lalu lintas dengan cara manual Pd T-19-2004-B atau dapat menggunakan peralatan dengan pendekatan yang sama

b. Hasil hasil survey lalu lintas sebelumnya

c. Untuk jalan dengan lalu lintas rendah dapat menggunakan nilai perkiraan.

Dalam analisis lalu lintas, terutama untuk penentuan volume lalu lintas pada jam sibuk dan lintas harian rata – rata tahunan (LHRT) agar mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis kendaraan kecuali sepeda motor, ditambah 30% jumlah sepeda motor.

(35)

2. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Dalam perancangan perkerasan jalan baru, estimasi volume lalu lintas pada saat jalan dibuka pertama kali sangat penting. Untuk ini di butuhkan data survei lalu lintas. Dalam survei tersebut, dilakukan pencatatan kendaraan yang lewar untuk arah yang berbeda dengan memperhatikan kategori kendaraanya (Hardiyatmo, 2019:138).

Dalam kebijakan pada Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data – data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid. Dalam mendapatkan faktor pertumbuhan lalu lintas pada perencanaan perkerasan jalan baru disajikan di Tabel 2.15

Tabel 2. 6 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

KELAS JALAN

FAKTOR PERTUMBUHAN LALU LINTAS (%) 2011 – 2020 >2021 – 2030

Arteri perkotaan 5 4

Kolektor rural 3.5 2.5

Jalan desa 1 1

Sumber: Bina Marga 2013:15

Menghitung pertumbuhan lalu litas selama umur rencana Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 menyajikan rumus sebagai berikut:

R=( ? , >)FGH

, > ………...2.16

 R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalu lintas

 i = Tingkat pertumbuhan lalu lintas tahunan

 UR = Umur Rencana (tahun) 3. Faktor Lajur

Lajur rencana adalah salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang menampung lalu lintas kendaraan niaga terbesar. Kendaraan niaga adalah kendaraan yang mempunyai paling sedikit 2 gandar, yang setiap kelompok rodanya.

Paling tidak, mempunyai satu roda tunggal dengan berat total minimum 5 ton ( 50Kn).

(36)

Dalam menentukkan arah dan lajur rancangan adalah dengan cara menghitung volume lalu lintas jalan raya pada seluruh lajur yang ada. Untuk menentukkan volume lalu lintas rancangan di dalam lajur rencana, maka harus dilakukan pembagian volume lalu lintas berdasrkan arah dan mendistribusikan arah lalu lintas berdasrkan arah lalu lintas menurut kajurnya.

Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga (truk dan bus) beban desain pada setiap lajur tidak boleh melampaui kapasitas lajur pada setiap tahun selama umur rencana.Kapasitas lajur mengacu kepada Permen PU No.19/PRT/M/2011 mengenai Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan berkaitan Rasio Volume Kapasitas (RVK) yang harus dipenuhi.Kapasitas lajur maksimum agar mengacu pada MKJI. Dalam merencanakan pembangunan jalan baru maka menentukkan terlebih dahulu jumlah lajur dan presentase kendaraan niaga yang terdapat pada Tabel 2.16

Tabel 2. 7 Faktor Distribusi Lajur

Jumlah lajur setiap arah Kendaraan niaga pada lajur desain (% terhadap populasi kendaraan niaga)

1 100

2 80

3 60

4 50

Sumber: Bina Marga 2013: 16

4. Perkiraan Faktor Ekivalen Bebas (Vehicle Damage Factor)

Perusakan jalan oleh kendaraan dihitung dalam bentuk satuan faktor yang disebut dalam faktor perusak jalan (Vehicle Damage Vactor). Menghitung faktor kerusakan jalan perlu diperoleh gambaran tentang beban sumbu kendaraan dan konfigurasi sumbu kendaraan yang ada. Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah diperlukan dalam tahap perhitungan dalam kebutuhan konstruksi jalan.

Pada panduan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 perhitungan beban lalu lintas dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu (Pratama,2015):

Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting. Beban lalu lintas tersebut diperoleh dari (Bina Marga 2013:16):

(37)

I. Studi jembatan timbang/timbangan statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang didesain.

II. Studi jembatan timbang dan standar yang pernah dikeluarkan dan dilakukan sebelumnya juga telah publikasikan serta dianggap cukup resprensentatif untuk ruas jalan yang didesain.

III. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Binamarga Teknik.

IV. Tabel Klarifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standard Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 pada tabel 2.17.

Dari keempat ketentuan sumber pengumpulan data beban lalu lintas berbeda terhadap prasarana jalan yang akan dibangun. Ketentuan untuk cara pengumpulan data beban lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 2.17:

Tabel 2. 8 Pengumpulan Data Beban Lalu Lintas

Spesifikasi penyediaan prasarana jalan Sumber data beban lalu lintas

Jalan bebas hambatan 1 atau 2

Jalan raya 1 atau 2 atau 4

Jalan sedang 1 atau 2 atau 3 atau 4

Jalan kecil 1 atau 2 atau 3 atau 4

Sumber: Bina Marga 2013: 16

2.7.3. Menentukkan Jenis Struktur Perkerasan

Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi berdasarkan volume lalu lintas, umur rencana dan kondisi fondasi jalan. Batasan pada Tabel 2.18 tidak mutlak, perencana harus mempertimbangkan biaya terendah selama umur rencana, keterbatasan dan kepraktisan pelaksanaan. Pemilihan alternatif desian berdasarkan manual ini harus didasarkan pada discounted lifecycle cost terendah. Dapat dilihat Tabel 2.18

Dalam pemilihan jenis perencanaan struktur perkerasan, maka yang dapat diperhatikkan adalah kondisi tanah dan jalan tersebut sehingga banyak faktor untuk menentukkan jenis bahan yang dipakai dan dilihat dari perhitungan CESA 4 dalam perhitungan umur rencana pada 20 tahun yang akan datang sesuai proesedur perhitungan yang ada.

(38)

Tabel 2. 9 Pemilihan Jenis Perkerasan

Struktur Perkerasan Bagian desain

ESA (juta) dalam 20 tahun (pangkat 4 kecuali ditentukan lain) 0 – 0,5 0,1 - 4 > 4 - 10 > 10 - 30 > 30 Perkerasan kaku dengan lalu

lintas berat (di atas tanah dengan CBR ≥ 2,5%)

4 - - 2 2 2

Perkerasan kaku dengan lalu lintas rendah (daerah pedesaan dan perkotaan)

4A - 1,2 - - -

AC WC modifikasi atau SMA modifikasi dengan CTB (ESA pangkat 5)

3 - - - 2 2

AC dengan CTB (ESA

pangkat 5) 3 - - 2 2 2

AC tebal ≥ 100 mm dengan lapis fondasi berbutir (ESA pangkat 5)

3A - - 1,2 2 2

AC atau HRS tipis diatas

lapis fondasi berbutir 3A 1,2 - - -

Burda atau Burtu dengan

LPA Kelas A atau batuan asli 6 3 3 - - -

Lapis Fondasi Soil Cement 6 1 1 - - -

Perkerasan tanpa penutup

(Japat, jalan kerikil) 6 1 - - - -

Sumber: (Bina Marga, 2013) Catatan :

= solusi yang diutamakan karena murah = alternatif

Tingkat Kesulitan:

1. Kontraktor kecil- medium

2. Kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai

3. Membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus- dibutuhkan kontrakktor spesialis burda

2.7.4. Beban Lalu Lintas

Beban lalu lintas berupa berat kendaraan yang dilimpahkan melalui kontak antara roda dan perkerasan jalan, merupakan beban berulang (reptisi beban ) yang terjadi selama umur rencana atau masa pelayanan jalan. Konfigurasi dan beban sumbu kendaraan bermacam macam, sedangkan reptisi beban dinyatakan dalam

Referensi

Dokumen terkait

Pondasi Tiang Pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton dan baja, yang digunakan untuk mentransmisikan beban- beban permukaan ke tingkat

Bila tanah keras terletak pada kedalaman hingga 20 meter atau lebih dibawah permukaan tanah maka jenis pondasi yang biasanya dipakai adalah pondasi tiang pancang atau pondasi

Pemakaian tiang pancang kayu adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang kayu sebagai pondasi. Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon dan biasanya diberi bahan

Tujuan dari penelitian yang dilakukan Amanda Aisya yaitu untuk mengetahui perbandingan kapasitas dukung ultimit hasil desain eksisting (tiang pancang terpasang pada

1) Pemadatan lapis permukaan dan pondasi (base) kurang, sehingga akaibat beban lalu lintas lapis pondasi memadat lagi. 2) Kualitas campuran aspal rendah, ditandai dengan gerakan

Secara umum pondasi tiang merupakan element struktur yang berfungsi meneruskan beban pada tanah, baik beban dari arah vertikal maupun arah horizontal.Pemakaian

2.2.2 Tiang Pancang Tiang pancang merupakan bagian dari konstruksi yang umumnya terbuat dari baja, kayu atau beton yang berfungsi untuk dapat menyalurkan beban yang diterima dari

15 Tabel 2.1 Nilai – nilai nh untuk tanah kohesif 2.7 Daya Dukung dan Gaya Aksial Tiang Pancang Kelompok Dalam perhitungan fondasi tiang pancang pada abutment, perhitungan daya