• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 Hakekat IPA

IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Permendiknas, 2006). IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

Menurut Sumardi (2005:170), pendidikan IPA berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan, wawasan, dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Sumardi (2005:170) menyatakan bahwa mempelajari IPA tidak cukup sekedar menghafal suatu konsep melalui buku pelajaran, namun lebih dari itu belajar IPA pada hakekarnya merupakan suatu proses dan produk. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (BSNP,2006).

Pembelajaran IPA di sekolah khususnya di sekolah dasar diharapkan siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang optimal baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun produk ilmiah. Kemampuan siswa dalam menggunakan ilmiah perlu dikembangkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata karena pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah.

(2)

2.1.2 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Sebagaimana yang dikemukakan Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Pengalaman belajar siswa tersebut diperoleh dari kegiatan belajar yang dilakukan di kelas seperti yang dikemukakan oleh Abdurahman (2003 : 37), “Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh setelah melalui kegiatan belajar”.

Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Bloom dalam Suprijono (2009:6) ).

Menurut Suprijono (2009:7), hasil belajar adalah perubahan tingkah laku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.

Artinya, hasil pembelajaran tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (Winarti 2012). Hasil belajar dapat dipandang dari dua sisi, yaitu dari sisi siswa dan guru. Dari sisi siswa dikatakan hasil belajar adalah tingkat perkembangan mental siswa lebih baik dibandingkan sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar adalah saat terselesaikannya bahan pelajaran atau materi pembelajaran yang harus disampaikan. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa atau bukti keberhasilan siswa melalui proses pembelajaran diukur dengan alat evaluasi tertentu dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Hasil belajar memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran yaitu guna menginformasikan kepada guru mengenai tindak lanjut, guru menyusun atau merancang apa yang akan dilakukan ketika siswa mendapat nilai memenuhi standar KKM maupun siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Pemerolehan hasil belajar yang baik akan mmberikan kebanggaan pada diri sendiri, orang tua, dan orang lain.

(3)

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

Menurut Slameto (2010: 54-72) ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

a. Faktor intern terdiri dari :

1) Faktor Jasmaniah antara lain, faktor kesehatan, dan cacat tubuh.

2) Faktor Psikologi yaitu, intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan.

3) Faktor Kelelahan

Faktor kelelahan sangat mempengaruhi hasil belajar, agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan.

b. Faktor Ekstern terdiri dari :

1) Faktor Keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

2) Faktor Sekolah, seperti metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

3) Faktor Masyarakat, seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

Berdasarkan pengertian hasil belajar yang dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh seseorang setelah belajar, menerima pengalaman belajar, mengalami aktivitas belajar atau kegiatan belajar sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang positif.

Perubahan tingkah laku berupa kemampuan kognitif yaitu pengetahuan dan kemampuan afektif yaitu minat dimana hasil belajar diukur dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru dan minat belajar diukur dengan angket minat kuesioner. Keberhasilan belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor intern

(4)

salah satunya adalah faktor psikologi yaitu minat yang berasal dari dalam diri seseorang dan faktor ekstern seperti faktor sekolah yaitu metode mengajar guru.

1. Belajar

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010:2).

Menurut Suryabrata (dalam Uno & Mohamad, 2011:138), belajar adalah suatu proses yang menghasilkan perubahan tingkah laku yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman baru ke arah yang lebih baik.

Menurut Gagne (dalam Wilis R.D. 2006:2), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.

Beberapa pandangan para ahli tentang pengertian belajar antarai lain sebagai berikut (dalam Uno & Mohamad, 2011:138-139):

a. Moh. Surya (1997): “Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.”

b. Witherington (1952): “Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.”

c. Crow & Crow (1995): “Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap baru.”

d. Hilgrad (1962): “Belajar adalah proses di mana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi.

e. Di Vesta dan Thompson (1970): “Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.”

f. Gage & Berliner: “Belajar adalah suatu proses perubahan yang muncul karena pengalaman.

(5)

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari latihan pengalaman individu akibat interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya berbagai bentuk perubahan.

2. Hasil Belajar IPA

Hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan hakikat IPA. Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakikat sains yang meliputi IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA meliputi pencapaian IPA sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah.

a. IPA dalam segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. IPA dalam segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, pengetahuam, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.

c. IPA dalam segi ilmiah, siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar.

Dengan demikian hasil belajar IPA yang dikembangkan di SD adalah hasil belajar yang mencakup penguasaan produk, proses, dan sikap ilmiah.

2.1.3 Minat Belajar

Menurut Slameto (2010:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat dengan hubungan tersebut, semakin besar minat.

(6)

Secara sederhana Surya (2010:27) mengartikan minat sebagai suatu keinginan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan atau kehendak. Dimana dengan minat itu bisa melihat bahwa sesuatu yang dilihat akan mendatangkan keuntungan, sehingga dapat menimbulkan kepuasaan jika melakukan atau mendapatkannya.

Pengukuran minat belajar siswa dapat diukur dengan menggunakan instrumen minat yang dikembangkan dari teori-teori minat (Muljono & Djaali, 2007).

Berdasarkan pengertian minat menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa minat adalah merupakan perasaan senang dan ketertarikan pada sesuatu, dan kesenangan itu lalu cenderung untuk memperhatikan dan akhirnya aktif mengikuti kedalam hal sesuatu yang disenangi tersebut. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktifitas akan memperhatikannya secara konsisten dengan rasa senang dan apabila minat terhadap suatu yang sedang dipelajari maka hasil belajar akan dapat meningkat

1. Indikator Minat

Untuk menganalisis minat belajar dapat digunakan beberapa indikator minat sebagai berikut:

Menurut Slameto (2010:180), suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal yang lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.

Selain itu Djamarah (2011:166-167) mengungkapkan bahwa minat dapat diekspresikan anak didik melalui:

a. Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.

b. Partisipasi aktif dalam suatu kegiatan.

c. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus).

. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut disimpulkan bahwa minat belajar siswa dapat dilihat dari perhatian yang lebih besar dalam melakukan

(7)

aktivitas yang mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Indikator minat yang digunakan sebagai acuan penelitian ini adalah indikator-indikator minat sebagaimana diuraikan sebelumnya yaitu meliputi perasaan senang dalam belajar, konsentrasi/perhatian dalam belajar, ketertarikan dalam belajar. Angket kuesioner minat yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah mengadopsi dari angket minat Fitriyani (2012) yang telah dimodifikasi peneliti disesuaikan dengan tahap-tahap model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

2. Meningkatkan Minat Belajar Siswa

Menurut Surya (2010:27), jika anak merasakan keinginan yang kuat dalam belajar, tentunya semakin besar minat anak untuk melakukan kegiatan belajar.

Anak akan dengan senang gembira melakukan kegiatan belajar. Anak akan memahami manfaat mengapa harus melakukan kegiatan belajar dan mengetahui apa yang dipelajari memang nyata yang akan mendatangkan kepuasan.

Jadi untuk meningkatkan minat belajar IPA pada siswa dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa dimasa yang akan datang. Minat belajar IPA siswa dapat pula dicapai dengan menggunakan media-media nyata dan benda asli didalam pembelajarannya sehingga siswa akan lebih tertarik dan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA menjadi meningkat. IPA lebih cenderung mempelajari alam dimana sebaiknya siswa diberikan suatu konsep yang nyata agar siswa mudah memahaminya.

Guru juga harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, inovatif, menyenangkan, menarik, dan melibatkan semua siswa berpartisipasi dalam pembelajaran IPA sehingga akan lebih tertarik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPA. Maka dengan adanya pembelajaran yang aktif, inovatif, menyenangkan, menarik, dan melibatkan semua siswa berpartisipasi minat belajar siswa akan menjadi tinggi dan meningkat. Dengan minat belajar IPA siswa yang tinggi akan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA dimana hasil belajar IPA juga akan mengalami peningkatan.

(8)

2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) 1. Model Pembelajaran

Mills dalam Suprijono (2009:45) berpendapat bahwa “model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”. Model merupakan interprestasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh beberapa sistem.

Pembelajaran adalah proses kegiatan belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa dalam pencapaian tujuan/ indikator yang telah ditentukan. (Uno &

Mohamad, 2011:142). Istilah pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Sedangkan konsep dasar pembelajaran yang dirumuskan dalam Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar” (Winataputra, 2008:1.20).

Model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial (Suprijono, 2009:46).

Setiap Model pembelajaran dapat mengarahkan ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu siswa sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai.

Tujuan pembelajaran mengacu pada kemampuan atau kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti suatu proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa (Winataputra, 2008:1.21).

Berdasarkan pengertian model pembelajaran dari para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola atau konsep yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan kegiatan pembelajaran di kelas sehingga proses belajar mengajar yang dilakukan dalam pembelajaran dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kegiatan pembelajaran tersebut

(9)

melibatkan guru dan siswa dimana guru menggunakan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya secara profesional sesuai dengan model pembelajaran yang direncanakan.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (Sanjaya, 2006:240).

Menurut Suprijono (2009:54), pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksud.

Dalam Uno & Mohamad (2011:120), Shlomo Sharan mengilhami peminat model pembelajaran kooperatif untuk membuat setting kelas dan proses pembelajaranyang memenuhi tiga kondisi, yaitu (a) adanya kontak langsung, (b) sama-sama berperan serta dalam kerja kelompok, dan (c) adanya persetujuan antar-anggota dalam kelompok tentang setting kooperatif tersebut.

Hal yang penting dalam model pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan teman. Bahwa teman yang lebih mampu menolong teman yang lemah. Setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Para siswa juga mendapat kesempatan untuk bersosialisasi. (Uno & Mohamad, 2011:120)

Trianto (2009) memberikan beberapa model pembelajaran kooperatif yang sangat berguna untuk guru, yaitu: (1) STAD . (2) Jigsaw, (3) Group Investigation, (4) Think Pair Share (TPS), (5) Number Head Together (NHT), (6) Teams Games Tournment (TGT).

(10)

Berbagai model pembelajaran kooperatif diatas peneliti memilih dalam penelitian menggunakan Number Head Together (NHT) untuk meningkatkan hasil dan minat belajar IPA pada siswa kelas V.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) a. Pengertian Number Head Together

Number Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran.

Menurut Trianto (2009: 82), Number Head Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Number Head Together (NHT) merupakan varian dari diskusi kelompok dengan ciri khas guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya.

Menurut Slavin dalam Huda (2013:203), Number Head Together (NHT) yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok.

Tujuan dari Number Head Together (NHT) adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain untuk meningkatkan kerja sama siswa, NHT juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Number Head Together

Tahapan dalam pembelajaran Number Head Together (NHT) antara lain penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir bersama, dan menjawab pertanyaan (Trianto, 2009:82).

Tahap 1 - Penomoran (Numbering)

Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 kelompok dan setiap anggota kelompok dibagikan nomor kepala yang berbeda.

(11)

Tahap 2 - Mengajukan Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban.

Tahap 3 - Berpikir Bersama (Heads Together)

Pada tahap ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

Tahap 4 – Menjawab Pertanyaan (Answering)

Guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dar guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua siswa dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah sebagai berikut:

1. Pendahuluan

Langkah 1 : Persiapan

a. Guru melakukan apersepsi tentang materi yang akan dipelajari.

b. Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT.

c. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan Inti

Langkah 2 : Pelaksanaan Pembelajaran NHT Tahap 1: Penomoran

a. Siswa dibagi kelompok yang telah dirancang oleh guru secara acak.

b. Setiap siswa diberi kepala nomor dalam setiap kelompok oleh guru.

Tahap 2: Mengajukan pertanyaan

a. Siswa diberi pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Tahap 3: Berpikir Bersama

a. Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan yang diajukan oleh guru dan meyakinkan tiap anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban tersebut.

(12)

Tahap 4: Menjawab Pertanyaan

a. Guru memanggil nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai melaporkan hasil diskusi atau mencoba menjawab pertanyaan sebagai perwakilan dari masing-masing kelompok.

b. Guru mengamati hasil yang diperoleh masing-masing kelompok dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik.

c. Guru memberikan soal latihan sebagai pemantapan terhadap hasil dari tugas yang diberikan guru.

3. Kegiatan Akhir

a. Siswa bersama guru menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

b. Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah diajukan dan materi selanjutnya.

c. Guru memberikan tes evaluasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran tipe NHT merupakan model pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa dalam pembelajaran dan melatih siswa bekerjasama dalam diskusi kelompok serta berinteraksi dengan siswa yang lainnya maupun dengan guru. Dengan begitu diharapkan siswa akan mampu menerima pelajaran dengan baik karena Number Head Together (NHT) mempunya kelebihan (Hamdani, 2010:90) sebagai berikut :

1) Setiap siswa menjadi siap semua.

2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

(13)

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isyuniarsih (2012) dengan judul “Upaya Meningkatan Hasil Belajar Kognitif dan Afektif pada Mata Pelajaran IPA Melalui Penerapkan Model Pembelajaran Number Head Together (NHT) pada Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri 03 Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2011/2012”, menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar kognitif dan afektif IPA Siswa. Terbukti dengan hasil belajar kognitif siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yaitu terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas 8 orang (33,33%) dan yang tidak tuntas 16 (66,67%) orang. Pada siklus 1 siswa yang tuntas 22 0rang (91,67%) dan yang tidak tuntas 2 orang (8,33%). Sedangkan pada siklus 2, semua siswa tuntas 100% dari 24 siswa. Terbukti juga dengan hasil belajar afektif IPA siswa yang terjadi peningkatan yaitu pada kondisi awal keaktifan siswa tergolong kurang aktif (41,67%), pada siklus 1 menjadi cukup aktif (45,83%), dan pada siklus 2 menjadi aktif (58%).

Penelitian lain dilakukan oleh Maimunah (2012), yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas IV SD Negeri Simpar Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester II 2011/2012”. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Pada siklus I nilai hasil belajar siswa mengalami peningkatan 72, 73% (16 dari 22 anak). Nilai rata-rata 62,95 dengan ketuntasan belajar 40,19%

(13 dari 22 anak). Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 72,27 dengan ketuntasan 83,36% (19 anak dari 22 anak). Kriteria ketuntasan adalah 65. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SD Negeri Simpar Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester II tahun pelajaran 2011/2012 telah terbukti.

(14)

2.3 Kerangka Berfikir

Kondisi awal pada pembelajaran IPA kelas V SDN 4 Randublatung Blora adalah Siswa kurang antusias untuk belajar karena pembelajaran IPA yang sering dilakukan oleh guru menggunakan metode konvensional seperti hanya ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas saja. Sebagian besar siswa enggan untuk menyelesaikan tugas dan mengerjakan PR yang diberikan guru. Dalam proses pembelajaran berlangsung siswa hanya diam, kadang bermain sendiri, dan tidak memperhatikan guru yang menyampaikan materi sehingga siswa pasif tidak terlibat aktif serta kurang berpartisipasi dalam kegiatan proses belajar mengajar.

Hal inilah yang menyebabkan hasil belajar IPA siswa masih rendah. Agar hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dapat meningkat, guru harus mampu menumbuhkan rasa minat belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA.

Guru harus mampu menarik perhatian siswa pada saat mengikuti pembelajaran. Untuk mengatasinya adalah dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat yang dapat mencapai proses kegiatan pembelajaran yang ideal. Oleh karena itu peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT karena NHT memberikan suasana yang menyenangkan dan menarik dalam pembelajaran khususnya pembelajaran IPA. NHT merupakan model pembelajaran koopeartif yang terdiri dari 4 tahap dalam pelaksanaannya yaitu (1) Penomoran (Numbering), (2) Mengajukan pertanyaan (Questioning), (3) Berpikir Bersama (Heads Together), dan (4) Menjawab Pertanyaan (Answering). Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan hasil dan minat belajar siswa. Minat belajar yang tinggi maka juga akan dapat meningkatkan hasil belajar. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini didasarkan pada skema kerangka berfikir yang dapat dilihat pada bagan gambar 2.1 :

(15)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir 2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar dan minat belajar IPA pada siswa kelas V SDN 4 Randublatung Blora Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.

Hasil dan minat belajar IPA siswa rendah.

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru cenderung hanya

menggunakan metode

konvensional (ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas saja).

 Siswa tidak suka mata pelajaran IPA dan siswa tidak terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

 Sebagian siswa enggan mengerjakan tugas dan PR.

 Siswa tidak memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi.

 Siswa bermain sendiri dengan teman sebangku saat kegiatan pembelajaran.

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dengan langkah- langkah:

1) Penomoran

2) Mengajukan pertanyaan 3) Berfikir bersama 4) Menjawab pertanyaan

Hasil dan minat belajar IPA siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) meningkat.

Siklus 1

Siklus II Kondisi Awal

Tindakan

Kondisi Akhir

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir  2.4  Hipotesis Tindakan

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menunjukkan bahwa angka asam minyak biji Callophyllum inophyllum dan Ceiba pentandra yang didapatkan pada penelitian ini hanya melebihi sedikit dari

kenaikan diakib ngalami penin asil tersebut an bahwa kest ga setelah dila r DG 2 (swing energi aktif: ditunjukkan has DG 3 trip, saat s a 2 generator sebesar 84.112

Pokorny (2001) menyatakan bahwa pengukuran kapasitas antioksidan menggunakan DPPH (2,2- diphenyl-1-picrylhydrazil atau 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) merupakan aplikasi

Subjek pada penelitian ini adalah semua penderita epilepsi yang datang di poliklinik Saraf RS Z Yogyakarta dan masih dalam pengobatan dengan obat antiepilepsi. Penelusuran data

TABELA 2: Karakteristike podatkov v tabeli dejstev in dimenzijski tabeli Tabela dejstev Dimenzijska tabela Milijoni ali milijarde vrstic Deset do nekaj milijonov vrstic Več

Salah satu masalah utama dalam pengukuran tahanan tinggi adalah kebocoran yang terjadi di sekitar dan sekeliling komponen atau bahan yang diukur, atau didalam

dari masing-masing waktu perjalanan dari semua kendaraan dari arus lalu-lintas untuk bergerak dari satu titik ke titik yang lain. Traffic counting Proses penghtungan

[r]