• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Hal tersebut turut menghadirkan perjalanan komedi di Indonesia yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Hal tersebut turut menghadirkan perjalanan komedi di Indonesia yang"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Komedi masih menjadi program televisi yang diminati oleh penonton televisi Indonesia. Itulah sebabnya, acara komedi masih menghiasi stasiun televisi sampai saat ini. Hal tersebut turut menghadirkan perjalanan komedi di Indonesia yang mengalami perkembangan dari masa ke masa. Dahulu, acara komedi ditampilkan dalam bentuk sandiwara, seperti acara Srimulat. Lalu, muncul Ketoprak Humor, sandiwara berbudaya Jawa. Selanjutnya, pertunjukan komedi bernuansa modern, seperti Extravaganza, Opera Van Java, dan yang terbaru adalah program televisi Yuk Keep Smile. Program komedi tersebut memiliki fokus yang sama yaitu mengandalkan adegan pemain, setting, dan bahasa.

Di sisi yang lain terdapat jenis komedi situasi. Komedi ini ditampilkan dalam bentuk sandiwara. Komedi ini mengandalkan latar situasi untuk membangkitkan kelucuan sebagai unsur utama. Contoh komedi situasi misalnya acara OB (Office Boy) yang tayang di RCTI (2006) dan yang terbaru adalah Tetangga Masa Gitu?

yang tayang di Net TV (2014). Komedi jenis ini tidak begitu mengandalkan adegan pemain yang dilucu-lucukan, tetapi pada situasi dan kondisi yang diciptakan sudah menimbulkan kelucuan.

Selain komedi yang bernuansa drama atau sandiwara yang berbentuk dialog, sekarang ini sedang berkembang komedi monolog. Komedi ini berjenis stand up

(2)

comedy. Aliran komedi ini sebenarnya telah berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun 1960-an. Komedi ini baru dikenal di Indonesia sekitar tahun 1992, ketika Ramon Papana dan Harry de Fretes menggelar acara Lomba Lawak Tunggal di kafe milik mereka (Papana, 2012:9). Saat itu, Papana mensyaratkan bahan lawakan yang menceritakan pengalaman atau kehidupan pribadi dan sudut pandang pelawak. Sejak saat itu Papana menggelar open-mic (acara yang menampilkan para komika untuk mencoba materi barunya) secara rutin di kafenya. Komedi ini baru dikenal luas setelah dua stasiun TV menayangkan acara SUCI (stand up comedy Indonesia), yaitu Metro TV dan Kompas TV.

Stand up comedy memiliki beberapa perbedaan dengan aliran komedi terdahulu. Berdasarkan pendapat Papana (2012:4—5) dan Pragiwaksono (2012:xxi), penulis menemukan sekurang-kurangnya lima perbedaan stand up comedy dengan komedi lain. Pertama, komedi ini disampaikan secara langsung di depan penonton.

Kedua, penyampaiannya dengan cara bermonolog di atas panggung. Ketiga, lokasi stand up comedy biasanya diadakan di gedung pertunjukan, kafe, atau comedy club.

Keempat, bahan lawakan berupa pengamatan, pendapat, dan pengalaman pribadi, bukan joke telling (cerita lucu). Bukan pula mengambil materi dari buku, internet, atau komik lain. Kelima, pelaku stand up comedy mempunyai istilah khusus yaitu komika atau komik. Maka, dalam SUCI materi yang dibawakan sesuai dengan pengalaman komika. Atas dasar hal tersebut, Papana (2012:43) dan Pragiwaksono (2012:6) menyebut SUCI ini sebagai komedi pintar. Pintar yang dimaksud di sini adalah komik harus membuat materi sendiri dan penonton dapat menikmati komedi

(3)

tersebut jika memiliki pengetahuan latar belakang komedi yang sesuai dengan materi yang disampaikan komika.

Pada setiap penampilan SUCI, para komika tampil di atas panggung dengan membawakan satu topik yang akan dibahas sesuai dengan ciri khas para komika.

Sebagai contoh dalam acara Stand Up Comedy Show dan Battle of Comic Metro TV berformat berikut ini. Para komika diundang naik ke atas panggung dengan membawakan satu topik, lalu komika terbaik diputuskan berdasarkan tepuk tangan terbanyak dari penonton. Biasanya, para pengisi acara adalah seorang komika dengan berbagai latar belakang profesi, seperti mahasiswa, dosen, dokter, karyawan, wirausaha, selebriti, dan lain-lain. Tema-tema yang dibawaka pada stand up ini biasanya seputar isu-isu sosial.

Selain itu, terdapat acara SUCI yang tayang di Kompas TV yang berjudul SUCI Kompas TV dengan format kompetisi untuk mendapatkan satu juara dengan hadiah total 50 juta rupiah. Para komika yang tampil di atas pentas adalah hasil audisi dari beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, dan Yogyakarta. Mereka tampil setiap minggu dengan tema yang berbeda. Penampilan mereka dinilai oleh dewan juri. Karena kompetisi profesional, komika yang tampil pada acara tersebut menulis materi dengan sungguh-sungguh. Dengan alasan tersebut, penulis bermaksud meneliti acara SUCI yang tayang di Kompas TV karena komika yang tampil lebih terjaga role stand up-nya dengan adanya juri, mengingat genre stand up comedy ini masih baru di Indonesia. Alasan lainnya adalah materi yang disampaikan komika lebih terstruktur dengan adanya tema setiap minggu.

(4)

Kompas TV telah menyeleggarakan SUCI sebanyak empat sesi sampai dengan tahun 2014. Penulis akan menganalisis wacana stand up comedy yang diselenggarakan pada sesi keempat karena sebagian besar komika telah sukses tampil dengan „nyawa‟ stand up comedy. Berbeda dengan sesi sebelumnya, para komika dalam sesi keempat ini konsisten membawakan topik-topik yang terjadi dalam keseharian mereka sesuai dengan tema yang diberikan. SUCI 4 ini diikuti oleh komika-komika dari berbagai latar belakang budaya, sehingga didapatkan bahan- bahan lawakan yang lebih beragam. Berikut ini contoh wacana SUCI 4 Kompas TV untuk memahami hal tersebut.

(1) Assalamu alaikum.

Ni, gimana kabarnya, pada sehat, Alhamdulillah ya.

Lu tahu eenggak, orang itu sering mengidentikkan band dengan sekadar gitar listrik, drum, bas. Padahal secara definitif band itu kumpulan dari beberapa instrument musik. Itu artinya, pesantren juga punya band, marawis! Sekarang kita banding-bandingin deh, drumer main itu pakai stick, marawis.. tangan kosong! Band pulang, bawa duit, marawis… tangan kosong!

Dan band juga ngajarin kita jadi pribadi yang boros, Man. Lihat, gitaris Gun and Roses, habis manggung gitar dibanting-banting. Marawis…

Astagfirulahhal adzim… dana umat.

Band Indonesia yang paling gue suka itu adalah itu yang keren itu namanya. Kangen Band, itu iya bener! Tapi gue malu mengakuinya, katanya kalau yang suka Kangen Band itu karena selera musik kita rendah. Makanya, kalau gue nyimpan Kangen Band itu gue ganti foldernya ganti tugas kampus.

Tapi beneran, gue suka sama Kangen Band. Gue pengin fanbase-nya, namanya Kangen Ranger. Jadi ke mana-mana kita pakai topeng Power Ranger. Bukan apa-apa, malu saja kalau ketahuan kita fans-nya. Lu tahu eenggak sih, kalau kita disuruh nyebutin ciri-ciri orang, kita cenderung sebutin ciri negatifnya. Contohnya, eh Andika yang mana ya? Itu tu yang rambutnya kayak gorden. Bener enggak? Kenapa kita enggak ambil sisi positifnya. Eh, Andika yang mana si? Itu tu yang… anjir.. enggak ada positifnya lagi.

Terima kasih.

Gua Dzawin. (Wacana 3) (Dzawin, pertunjukan ke-2)

(5)

Data di atas bertema musik. Komika mengembangkan tema tersebut menjadi topik-topik yang berkaitan dengan musik dalam latar belakang budaya mereka.

Misalnya Komika Dzawin pada data (3) di atas menceritakan marawis yang merupakan musik khas pesantren. Biasanya, komika menceritakan musik dari sudut pandang umum yang diketahui banyak orang, tapi pada sesi keempat ini beberapa komika mengembangkan stand up comedy pada materi-materi yang kontekstual.

Apalagi jika dikaitkan dengan komedi masa lalu yang mengandalkan plesetan sebagai sumber kelucuan. Berbeda dengan hal tersebut, SUCI 4 menghadirkan kelucuan melalui kejutan-kejutan yang dibangun dari cerita yang biasa.

Kejutan-kejutan yang dihadirkan komika SUCI 4 sebagai sumber kelucuan juga berupa penyimpangan praanggapan dari komika dengan memanfaatkan background knowledge pembaca. Kutipan wacana (3) SUCI 4 berikut ini adalah contohnya.

(2) Band Indonesia yang paling gue suka itu adalah itu yang keren itu namanya Kangen Band, itu iya bener! (Wacana 3.5)

(Dzahwin, petunjukan ke-2)

Pada data di atas, Komika Dzawin menghadirkan sisi lucu komedi berupa kejutan yang berasal dari pranggapan penutur. Bagian yang dicetak tebal adalah bagian punchline atau kejutan. Komika menyebutkan grup band keren. Ternyata, komika mengejutkan penonton bahwa yang dimaksud adalah Kangen Band. Telah diketahui bersama oleh komika dan penonton, grup Kangen Band sering dikabarkan negatif di masyarakat. Cara tersebut adalah strategi komika membuat kelucuan.

(6)

Dengan mencermati data di atas, wacana SUCI 4 Kompas TV memiliki beberapa hal yang menarik untuk diteliti. Pertama, struktur wacana. Setiap wacana memiliki pola keteraturan yang dapat dirumuskan. Oleh karena itu, wacana SUCI 4 Kompas TV ini akan dicari strukturnya. Selain terdiri atas isi yang berupa lawakan- lawakan, SUCI 4 Kompas TV ini memiliki unsur opsional. Dengan mencermati kembali data (3) di atas wacana SUCI 4 terdiri atas lima bagian, yaitu (1) salam pembuka (paragraf 1), (2) pertanyaan tentang kabar (paragraf 2), (3) isi (paragraf 3—

4), (4) kalimat penutup (paragraf 5), dan (5) penyebutan nama komika (paragraf 6).

Kelima bagian tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu unsur wajib dan opsional.

Unsur wajib adalah isi yang terletak pada paragraf 3 dan 4. Semua wacana SUCI selalu memiliki bagian isi tersebut yang dirinci lagi menjadi dua bagian, yaitu pengantar dan punchline. Pengantar atau set up adalah bagian awal dari joke yang mempersiapkan tawa (Papana, 2012:83). Pengantar ini berisi harapan-harapan yang ditawarkan komika tentang suatu hal. Punchline atau pokok adalah joke yang membuat tertawa. Punchline ini berisi kejutan yang dihadirkan komik atas harapan yang sebelumnya telah ditawarkan. Berikut ini kutipan wacana (3) di atas.

(3) Lu tahu nggak sih, kalau kita disuruh nyebutin ciri-ciri orang, kita cenderung sebutin ciri negatifnya. Contohnya, “Eh Andika yang mana ya?” “Itu, tu, yang rambutnya kayak gorden. (Wacana 3.8.)

(Dzahwin, petunjukan ke-2)

Pada data di atas, selain tulisan yang dicetak biasa adalah bagian pengantar.

Bagian tersebut berupa cerita para komika tentang suatu topik, sedangkan bagian

(7)

yang dicetak tebal adalah punchline yang merupakan kejutan yang diberikan untuk memancing tawa dari penonton.

Selanjutnya, penulis akan mengamati asal cerita sehari-hari yang manjadi bahan lawakan, serta karakterisik punchline. Karakteristik punchline meliputi letak dan jumlah punchline karena ternyata ditemukan bagian wacana yang memiliki lebih dari satu punchline. Data-data berikut ini adalah contohnya.

(4) Gue pernah pergi ke restoran Chinese Food yang hobi ngasih nama makanannya lebay. Jadi waktu itu gue pesen menu yang dikasih nama Kaki Naga. Begitu makanannya dateng, gue sumpit, gue angkat, ternyata apa, Ceker ayam. (Wacana 5.1)

(Liant, pertunjukan ke-3)

(5) Desa saya itu gersang, Teman-teman tidak ada susu sapi. Jangankan susu sapi, sapinya saja tidak ada. Bahkan saking gersangnya, kalau Teman-teman bawa susu sapi ke sana. Itu sapi berdoa biar jadi batu karang saja. (Wacana 6.2)

(Abdur, pertunjukan ke-3)

Pada data (4) di atas, ditemukan satu buah punchline di akhir bit. Akan tetapi, pada data (5), satu bagian wacana memiliki dua punchline, sehingga letak punchline menjadi di tengah dan di akhir. Punchline pertama adalah sapinya saja tidak ada.

Lalu, komika melanjutkan cerita dengan memberi kalimat penjelas tentang tanah di Indonesia Timur yang gersang. Ternyata, di bagian akhir penjelasan diikuti dengan punchline lagi, sehingga terwujud punchline ganda.

Semantara itu, kembali pada data (3) paragraf ke-3 dan 4 yang merupakan bagian isi. Bagian tersebut merupakan bagian isi atau lawakan yang disusun atas dua premis. Premis merupakan ide pokok suatu stand up comedy. Penentuan premis ini diputuskan karena dua bagian tersebut telah membicarakan hal yang berbeda. Oleh

(8)

karena itu, pada bagian selanjutnya akan diteliti kepaduan antarpremis dalam wacana SUCI 4. Pada paragraf ke-3 komika membicarakan tentang marawis sebagai salah satu grup band, sedangkan pada paragraf ke-4 komika membicarakan grup Kangen Band. Maka, secara bentuk kedua topik tersebut padu karena mengandung hubungan hiponimi antara grup band dan Kangen Band. Akan tetapi, secara makna, kedua topik tersebut kurang padu. Wacana tersebut dinamakan kohesif.

Permasalahan lain pada wacana SUCI 4 Kompas TV adalah penggunaan permainan bahasa. Bagian punchline pada data (4) berikut ini menunjukkan penggunaan bahasa yang disimpangkan. Pada data (4), terdapat permainan kohiponim, yaitu antara kaki naga dan ceker ayam. Keduanya sama-sama membicarakan alat gerak bagian bawah pada hewan. Akan tetapi, kaki naga dan ceker ayam ini dibicarakan pada konteks nama makanan, bukan alat gerak sehingga dinamakan permainan bahasa. Permainan bahasa ini akan diteliti lagi dengan mempertimbangkan jenis-jenis tataran kebahasaan yang dipermainkan.

Bahasa yang dipakai oleh para komika tersebut selain sengaja dilakukan untuk menciptakan materi humor yang menarik, juga memiliki tujuan tertentu. Tujuan tersebut dapat ditelusuri dari pemilihan topik dan permainan bahasa. Para komika menyampaikan komedi dengan tujuan untuk menertawakan diri sendiri dengan pemilihan topik wacana berupa pengalaman pribadi mereka. Data berikut ini adalah contohnya.

(6) Gue mau cerita ya, gue ini jomblo, gue selalu sedih karena jomblo ini sering dihina ya. Tapi Lu tahu enggak sih kenapa jomblo itu selalu dihina karena jomblo itu adalah status yang minoritas. Ras gue Cina,

(9)

minoritas. Agama gue Budha, minoritas. Gue adalah minoritas di dalam minoritas di dalam minoritas. (Wacana 21.1)

(Liant, pertunjukan ke-7)

Pada data di atas, komika menceritakan pengalaman pribadi mereka dengan tujuan untuk menertawakan diri sendiri. Kejadian malang yang mereka alami ditertawakan bersama untuk mendapatkan simpati dan menjadi pelajaran. Selain itu, fungsi komunikatif wacana SUCI 4 Kompas TV juga bisa ditemukan dari permainan bahasa. Data berikut ini adalah contohnya.

(7) Di sini ada yang tahu Tanjidor? Tanjidor itu musik asli Betawi, sejak tahun 1918. Enggak cuma musiknya yang tua, pemainnya juga.

(Wacana 4.6)

(David, pertunjukan ke-2)

Pada data di atas, fungsi komunikatif untuk mengkritik dihadirkan komika melalui permainan bahasa. Permainan polisemi pada kata tua dijadikan sindiran untuk anak muda Betawi yang enggan mempelajari musik-musik tradisional. Melalui, permainan bahasa, komika menghadirkan kritik-kritik sosial untuk menanggapi permasalahan dalam masyarakat.

SUCI 4 ini bukan sekadar komedi yang memberikan hiburan semata. Fungsi bahasa yang lain sebagai alat komunikasi untuk memperbaiki nilai-nilai masyarakat dihadirkan dalam komedi ini. Wacana ini memiliki struktur yang khas sebagai wacana komedi yang baru di Indonesia. Kelucuan dalam wacana ini disampaikan dengan permainan bahasa untuk menyimpangkan konteks agar menimbulkan kelucuan. Dengan demikian, penulis tertarik untuk meneliti wacana Stand Up

(10)

Comedy Session 4 Kompas TV untuk menemukan struktur, permainan bahasa, dan fungsi bahasa di dalamnya.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas pada tesis ini adalah berikut ini.

1. Bagaimanakah struktur wacana SUCI 4 Kompas TV?

2. Bagaimanakah permainan bahasa pada wacana SUCI 4 Kompas TV?

3. Bagaimanakah fungsi komunikatif pada wacana SUCI 4 Kompas TV?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan:

1. struktur wacana SUCI 4 Kompas TV,

2. permainan bahasa pada wacana SUCI 4 Kompas TV, dan 3. fungsi komunikatif pada wacana SUCI 4 Kompas TV.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoretis untuk melengkapi dan mengembangkan penelitian wacana tentang komedi. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat merumuskan struktur SUCI sehingga memberikan pengetahuan pembaca tentang genre komedi ini. Selain itu, penelitian ini diharapkan menambah khasanah cara berhumor di Indonesia melalui strategi pemanfaatan aspek- aspek kebahasaan dalam bentuk permainan bahasa. Selanjutnya, penelitian ini

(11)

diharapkan dapat menemukan bahwa komedi itu bisa dimanfaatkan untuk mengubah tatanan sosial melalui kritik sosial yang kontekstual dari topik yang dibawakan dalam SUCI.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang analisis wacana komedi atau humor sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, tidak banyak yang menganalisis stand up comedy. Berikut ini adalah penelitian dari Wijana (1995), Rohmadi (2002), Suwanto (2012), Maryam (2012), dan Triandana (2014) yang menginspirasi penulis untuk menulis tesis tentang wacana SUCI 4 ini.

Wacana humor diteliti oleh Wijana (1995) dalam disertasinya yang berjudul Wacana Kartun dalam Bahasa Indonesia. Disertasi tersebut meneliti humor yang disajikan dalam bentuk kartun. Kartun yang diteliti memiliki dua bentuk, yaitu kartun nonverbal dan verbal. Humor dalam Wacana kartun terjadi karena penyimpangan- penyimpangan pragmatik, seperti prinsip kerja sama, kesopanan, dan parameter pragmatik. Selain itu, wacana kartun ini memanfaatkan aspek-aspek kebahasaan seperti ortografis, fonologis, ketaksaan, metonimi, hiponimi, sinonimi, antonimi, eufemisme, nama, deiksis, kata ulang, pertalian kata dalam frase, pertalian elemen intraklausa, konstruksi aktif-pasif, pertalian antarklausa, dan pertalian antarproposisi untuk menciptakan kelucuan. Lebih lanjut, disebutkan bahwa wacana kartun memiliki tipe non-monolog (non-dialog) dan dialog. Berbeda dengan penelitian tersebut, penulis akan meneliti salah satu jenis humor yang hanya mengandalkan aspek verbal

(12)

dalam bentuk monolog sebagai objek penelitian, yaitu stand up comedy Indonesia.

Akan tetapi, penulis akan meneliti aspek kebahasaan dalam bentuk permainan bahasa.

Perbedaannya, penelitian Wijana juga menjelaskan penyimpangan pragmatik dan tipe wacana humor, sedangkan penulis akan fokus pada struktur dan fungsi wacana.

Selain itu, penelitian tentang humor juga dilakukan oleh Suwanto (2012) berjudul Analisis Wacana Humor Verbal Bahasa Inggris (Studi Kasus pada Serial Komedi Situasi How I Met Your Mother) dan Maryam (2014) berjudul Analisis Wacana Humor dalam Kumpulan Komik Serial Mice Cartoon. Kedua penelitian tersebut memiliki persamaan dengan yang akan penulis lakukan yaitu meneliti aspek- aspek kebahasaan dalam wacana humor. Perbedaanya, kedua penelitian juga melihat humor dari sudut pandang aspek sosiolinguistik pada penelitian Suwanto (2012) dan pragmatik pada penelitian Maryam (2014). Dari segi pemanfaatan aspek-aspek kebahasaan, kedua penelitian tersebut menguraikan dari tataran kebahasaan terendah sampai tertinggi, mulai dari aspek fonologis, morfologis, ketaksaan, metonimi, hominimi, eufemisme, hiperbola, metafora, pertaian antarklausa, dan pertalian antarproposisi.

Sementara itu, penelitian Rohmadi (2002) yang berjudul Asosiasi Pornografis Judul-judul Berita Artis dalam Media Massa Cetak (Kajian Sosiolinguistik) dan Maryam (2014) juga membahasa tentang fungsi kebahasaan dalam suatu wacana.

Rohmadi (2002) menyebutkan fungsi asosiasi pornografis seperti mengecoh pikiran penonton, menarik dan membuat penasaran pembaca, serta mengkritik pembaca dan masyarakat terdapat dalam bahasa yang digunakan untuk mengasosiasikan tersebut.

(13)

Maryam (2014) menyebutkan fungsi kritik sosial, politik, menyindir, membingungkan pembaca, mengacaukan pemahaman pembaca, memberi hiburan, dan mengejek sebagai fungsi wacana humor tersebut. Penulis juga akan menemukan fungsi wacana SUCI 4 Kompas TV seperti kedua peneliti tersebut.

Penelitian tentang stand up comedy telah dilakukan oleh Triandana (2014).

Dengan objek seorang komika asal Amerika bernama Chris Rock, Triandana meneliti struktur dan tipe wacana stand up comedy; pemanfaatan aspek pragmatik; aspek- aspek kebahasaan; dan fungsi humor. Data tersebut berupa Film berdurasi 80 menit berjudul Kill The Messenger dan berisi stand up comedy yang dilakukan oleh Chris Rock di London, New York, dan Johannesberg. Kajian ini fokus pada satu komika saja. Penulis akan meneliti beberapa orang komika. Selain itu, stand up comedy yang akan diteliti oleh penulis adalad stand up comedy Indonesia, sama dengan negara asal dan tempat tinggal penulis. Harapan penulis, permainan bahasa dan fungsinya dapat ditemukan lebih cermat.

1.6 Landasan Teori

Kerangka berpikir yang penulis pakai untuk menjelaskan permasalahan dalam tesis ini adalah teori tentang analisis wacana, Stand-Up Comedy Indonesia Session 4 Kompas TV, kepaduan wacana, permainan bahasa, dan fungsi bahasa.

1.6.1 Analisis Wacana

Analisis wacana dalam bidang linguistik adalah analisis atas bahasa yang digunakan (Brown dan Yule, 1996:1). Penganalisis wacana meneliti sampai pada

(14)

untuk apa bahasa tersebut dipakai, selain meneliti sifat-sifat formal suatu bahasa. Hal yang dianalisis pada wacana, meliputi topik, struktur, referensi, dan pertalian dalam wacana. Rani, dkk (2004:9) mengatakan analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Analisis wacana SUCI 4 ini termasuk menganalisis bahasa yang digunakan secara lisan. Hal yang dianalisis dalam wacana SUCI 4 ini adalah struktur yang dibentuk dari wacana tersebut, seperti yang dikatakan oleh Rani, dkk (2004:10) analisis wacana pada umumnya bertujuan mencari keteraturan, bukan kaidah. Keteraturan tersebut berkaitan dengan keberterimaan di masyarakat. Analisis wacana cenderung tidak merumuskan kaidah secara ketat seperti dalam tata bahasa.

Oleh karena itu, struktur suatu wacana SUCI 4 Kompas TV dapat dirumuskan berdasarkan keteraturan yang diamati dari data penelitian.

1.6.2 Stand Up Comedy Indonesia Session 4 di Kompas TV

Segala hal tentang stand up comedy Indonesia telah ditulis dalam bentuk buku oleh dua orang komika Papana (2012) dan Pragiwaksono (2010). Pragiwaksono (2012:xxi) mendefinisikan stand up comedy sebagai sebuah genre di dalam komedi, biasanya satu orang di atas panggung melakukan monolog yang lucu dan memberikan pengamatan, pendapat, dan pengalaman pribadinya. Para komika mengutarakan keresahan, mengangkat kenyataan, memotret kehidupan sosial masyarakat, dan menyuguhkan kembali kepada masyarakat dengan jenaka. SUCI adalah berkomedi secara monolog dengan cerita sehari-hari. Jadi, lawakan dalam

(15)

stand up comedy tidak menitikberatkan pada properti yang digunakan, menyakiti lawan main, dan protes sosial.

Stand-Up Comedy Indonesis Session 4 merupakan acara kompetisi stand up comedy. Tujuannya adalah untuk mencari satu orang komik pemenang atau disebut dengan istilah jawara. Acara ini diselenggarakan oleh Kompas TV yang tayang setiap hari Kamis, pukul 22.00 sampai 00.00 WIB. Para komika diseleksi melalui audisi yang diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia. Pada musim keempat audisi digelar di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Padang, dan Denpasar.

Dari hasil audisi tersebut, terpilih 13 orang komika yang dinilai oleh para juri. Juri pada musim keempat ini adalah Indro Warkop (komedian Warkop DKI yang merupakan cikal bakal stand up comedy Indonesia), Raditya Dika (komika profesional dan penulis buku komedi), dan Feni Rose (pewara dan selebriti). Satu orang komika yang penampilannya dinilai oleh juri kurang baik akan dipulangkan setiap minggu.

Setiap komik diberi waktu sekitar 5 menit sekali tampil untuk membawakan tema yang diberikan oleh penyelenggara acara. Para komika menyuguhkan tema- tema tersebut menjadi beberapa premis. Pertunjukan pertama tidak ditentukan temanya, pertunjukan ke-2: musik, pertunjukan ke-3: makanan, pertunjukan ke-4:

teknologi, pertunjukan ke-5: film, pertunjukan ke-6: politik, pertunjukan ke-7:

sekolah, pertunjukan ke-8: perempuan, pertunjukan ke-9: olah raga, pertunjukan ke- 10: transportasi.

(16)

Dalam penampilan stand up comedy dikenal istilah premis, bit, pengantar, punchline, 1st story, dan 2nd story. Penjelasan istilah-istilah tersebut menurut Papana (2012) adalah sebagai berikut. Premis adalah konsep utama dari serangkaian jokes yang ditulis. Jadi, premis ini adalah konsep abstrak yang diinginkan komika dari komedi mereka. Bit adalah sebuah bagian dari pertunjukan stand up comedy. Dalam wacana SUCI 4 ini, penulis menyebut bit adalah satuan-satuan komedi yang ada di dalam topik. Di dalam satu bit terdapat dua unsur wajib komedi, yaitu pengantar dan punchline. Pengantar atau set up merupakan bagian depan dari sebuah cerita. Bagian tersebut adalah cerita yang bukan untuk ditertawakan, sedangkan punchline adalah bagian “lucu” dari sebuah lelucon. Pada bagian ini, penonton diharapkan tertawa.

Bagian pengantar (set up) mengandung 1st story yaitu suatu keadaan atau bayangan (skenario) dalam pikiran penonton berdasarkan set up dari sebuah joke, sedangkan dalam punchline mengandung 2nd story yaitu suatu keadaan atau bayangan dari penonton berdasarkan punchline dari joke. Dengan demikian, cara kerja sebuah lawakan dalam SUCI adalah komika menceritakan hal yang biasa atau tidak lucu kemudian dikejutkan dengan hal di luar dugaan penonton sehingga menjadi lucu.

1.6.3 Teori Humor

Suatu bentuk kebahasan dapat menimbulkan kelucuan jika telah disimpangkan menggunakan teori humor. Wilson dalam Wijana (2004, 20—28) memaparkan tiga teori utama humor, yaitu teori ketidaksejajaran, pertentangan, dan pembebasan. Teori ketidaksejajaran mengemukakan bahwa humor secara tidak kongruen menyatukan dua makna atau penafsiran ke dalam suatu objek yang kompleks. Penciptaan humor

(17)

diharapkan dapat membawa pembaca dari keadaaan penuh tekanan menuju keadaan lepas dari tekanan. Pada wacana SUCI 4 ini, penciptaan humor dilakukan dengan mempertentangkan hal yang baik dengan buruk atau sebaliknya sehingga menimbulkan kelucuan. Pada akhirnya, dipilihnya pertentangan tersebut sebagai bentuk pembebasan dari tekanan yang dialami oleh komika mewakili masyarakat lainnya.

1.6.4 Kepaduan Wacana

Salah satu bagian yang penting dalam analisis wacana adalah menemukan kepaduan. Senada dengan Sunaryati dalam Rohmadi (2010:19) yang mengatakan salah satu kaidah wacana adalah memiliki koherensi atau pertalian makna antarunsur- unsurnya dan kohesi atau pertalian bentuk antarunsur-unsurnya. Oleh karena itu, kepaduan wacana menyangkut kepaduan bentuk dan makna. Kepaduan wacana SUCI 4 Kompas TV akan dilihat dari hubungan antarpremis karena setiap wacana terdiri atas premis-premis.

Kepaduan bentuk dalam wacana dapat diteliti dari sarana-sarana kepaduan yang tampak antarbagian wacana. Wacana yang padu secara bentuk dinamakan kohesif. Sarana kohesi wacana menurut Halliday dan Hasan (1976) terdiri atas dua macam: kohesi gramatikal, yitu referensi, substitusi, dan elipsis, sedangkan kohesi leksikal seperti reiterasi dan kolokasi (Tarigan, 1993:97; Rani, dkk, 2004:94;

Mulyana, 2005:26). Kepaduan bentuk wacana SUCI 4 akan dilihat dari sarana kepaduan wacana yang ditunjukkan pada data.

(18)

Kepaduan makna suatu wacana dapat dilihat dengan menemukan sarana keutuhannya. Kridalaksana (1978) menyebutkan lima belas jenis kepaduan makna yaitu, hubungan (1) sebab-akibat, (2) alasan-akibat, (3) sarana-hasil, (4) sarana- tujuan, (5) latar-kesimpulan, (6) hasil-kegagalan, (7) syarat-hasil, (8) perbandingan, (9) parafrastis, (10) amplikatif, (11) aditif temporal, (12) aditif nontemporal, (13) identifikasi, (14) generik-spesifik, (15) ibarat (Tarigan, 1993:110; Mulyana, 2005:32—35). Hubungan-hubungan tersebut menyiratkan hubungan yang logis dalam suatu wacana. Akan tetapi, tidak semua wacana memiliki kepaduan bentuk dan makna. Tarigan (1993:114) mengatakan suatu wacana kadang dari segi bentuk terlihat kerapian hubungan, tetapi dari segi makna terasa janggal. Wacana SUCI 4 Kompas TV akan dilihat kepaduan bentuk dan maknanya.

1.6.5 Permainan Bahasa

Konsep permainan bahasa adalah penggunaan bahasa yang disimpangkan.

Crystal (1998:1) mengatakan permainan bahasa tersebut dapat dilihat dari pemanfaatan fitr-fitur linguistik, seperti: kata, frasa, kalimat, bagian dari kata, gabungan bunyi, dan huruf. Fitur linguistik tersebut berkerja dengan normal sehingga dapat diteliti dengan konsep berbahasa yang wajar. Akan tetapi, penggunaannya yang disimpangkan, sehingga dikatakan permainan bahasa. Wijana (2003:12) menjelaskan aspek-aspek kebahasaan yang dimainkan dapat berwujud aspek ortografis, fonologis, ketaksaan, hiponimi, sinonimi, antonimi, deiksis, perulangan, kostruksi subklausal, kontruksi klausal, konstruksi antarklausal, dan konstuksi proposisional.

(19)

1.6.6 Fungsi Bahasa

Bahasa merupakan ciri pembeda antara manusia dan akhlukk hidup lainnya di dunia ini. Manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi vital dalam hidup. Tarigan (1993:6) menyatakan bahasa memiliki fungsi yang penting bagi manusia, terutama fungsi komunikatif. Chaer dan Agustina (2004) membedakan fungsi bahasa menurut Halliday (1973) dan Jacobson (1960) berdasarkan komponen dasar komunikasi.

Dengan demikian, fungsi-fungsi ujaran dapat difokuskan pada salah satu dari enam komponen dasar komunikasi (Tarigan, 1993:11). Fungsi bahasa ini akan dikaji dari teori Halliday (1973) dan Jacobson (1960). Dilihat dari sudut pandang penutur, bahasa memiliki fungsi personal atau pibadi (emotif). Fungsi ini memberikan kesempatan pada seseorang pribadi untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam. Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa berfungsi instrumental (retorikal). Dengan fungsi ini, bahasa menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar, bahasa memiliki fungsi interaksi (interpersonal). Fungsi interaksi bertugas untuk menjamin serta memantapkan ketahanan serta kelangsungan komunikasi. Dilihat dari topik ujaran, bahasa berfungsi pemerian (kognitif).

Penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta- fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan realitas yang sebenarnya, seperti yang dilihat oleh seseorang. Dilihat dari kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalinguistik (Jacobson, 1960), yaitu bahasa digunakan untuk

(20)

membicarakan bahasa itu sendiri. Dilihat dari amanat yang akan disampaikan, bahasa berfungsi imajinatif (poetic speech). Fungsi ini memuat penciptaan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif (Tarigan, 1993:6—8); Chaer dan Agustina, 2004:17—19).

Pada wacana SUCI 4 Kompas TV akan melihat fungsi-fungsi tersebut dari salah satu sudut pandang untuk menemukan fungsi komunikatif yang paling menentukan. Fungsi-fungsi tersebut kemudian dinyatakan secara nyata dalam bentuk- bentuk yang komunikatif, seperti yang dikatakan Wijana (2014:64—75) humor pada teka-teki memiliki fungsi untuk bercanda, mengejek lawan bicara, mengkritik, menyombongkan diri, bergaya, mempelajari ilmu pengetahuan, serta menguji kecerdasan dan ketelitian. Penulis akan mengamati wacana SUCI 4 Kompas TV sehingga diperoleh fungsi-fungsi tersebut.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah wacana stand up comedy Indonesia. Data penelitian ini berupa pertunjukan SUCI Session 4 yang tayang di Kompas TV. Sumber data berasal dari data lisan. Dari data lisan berupa wacana SUCI Session 4 di Kompas TV yang diunggah di laman www.youtube.com.

Penulis memilih beberapa komik yang stand up-nya diterbitkan di laman youtube. Beberapa komika yang penulis pilih untuk dijadikan sumber data adalah komik-komik yang membawakan materi stand up-nya sesuai pengalaman dan

(21)

pengamatan terhadap lingkungan sekitarnya. Komika-komika yang dipilih adalah mereka yang membawakan topik sesuai dengan ciri khas budaya yang mereka bawakan. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengambil sampel 4 komik yaitu Liant, Abdur, Dzawin, dan David.

Penampilan komika yang dijadikan data adalah penampilan ke-2 sampai ke-10 karena Kompas TV mulai menentukan adanya tema dari penampilan tersebut. Setelah dikumpulkan terdapat 36 wacana dari keempat komika.

Pelaksanaan penelitian bahasa terdiri dari tiga tahap (Sudaryanto, 1993: 5-8).

Tahap pertama adalah tahap pengumpulan data. Tahap kedua adalah tahap analisis data. Tahap ketiga adalah tahap penyajian hasil penelitian. Masing-masing tahap mempunyai metode yang berbeda yang akan dijelaskan berikut ini.

1.7.1 Tahap Pengumpulan Data

Data akan dikumpulkan dengan metode simak bebas libat cakap (Mastoyo, 2007:44), yaitu peneliti menyimak data tanpa terlibat dalam proses pengambilan data.

Penulis menyimak data dengan cara mengunduh dari laman www.youtube.com.

Selanjutnya, penulis mentranskripsi data tersebut. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik catat. Maksudnya adalah mencatat hasil penjaringan data yang telah diamati. Dari penjabaran tersebut, langkah pengumpulan data yang didapat adalah:

a. menemukan rekaman video SUCI, lalu memilih penampilan komika Liant, Abdur, Dzawin, dan David dari pertunjukan ke-2 sampai ke-10;

b. setelah video tersebut didapatkan, penulis mentranskrip video tersebut. Pada bagian ini penulis menggunakan teknik simak bebas libat cakap;

(22)

c. data hasil pengamatan yang telah dipilih kemudian dicatat pada kartu data. Tahap ini menerapkan teknik lanjutan berupa teknik catat.

Tahap pengumpulan data telah dilakukan sehingga didapatkan data penelitian.

Data tersebut akan dianalisis dalam tahap selanjutnya, yaitu tahap analisis data penelitian.

1.7.2 Tahap Analisis Data

Analisis data menggunakan metode kontekstual. Metode kontekstual, padan, dan agih. Metode kontekstual adalah menghubungkan fenomena kebahasaan dengan konteks pertuturan (situasi tutur) yang terdiri atas penutur, lawan tutur, tempat, dan waktu tuturan dan sebagainya yang pada hakikatnya adalah keseluruhan pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan lawan tutur (Sperber dan Wilson dalam Wijana, 2014:6). Metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993:13), sedangkan metode agih analisis penentunya di dalam dan merupakan bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993:15). Langkah-langkah analisis data adalah sebagai berikut.

a. Membagi setiap wacana pada kartu data menjadi beberapa struktur. Kartu data tersebut diubah menjadi tabel-tabel yang telah diisi fitur-fitur struktur wacana.

Penetuan stuktur wacana dengan metode kontekstual. Nama-nama bagian ditentukan berdasarkan tujuannya dari sudu pandang penutur, mitra tutur, dan topik.

(23)

b. Mengamati kemunculan bagian-bagian yang selalu ada dalam wacana dan bagian yang tidak selalu ada. Selain itu, penulis mengamati cara komika menyampaikan bagian-bagian tersebut. Penulis menentukan topik-topik wacana dengan cara menemukan inti-inti premis setiap bagian. Bagian ini menggunakan metode kontekstual.

c. Setiap wacana akan diamati kepaduan antarpremisnya dengan menemukan sarana kohesif antarpremis, lalu menemukan hubungan makna dengan kelogisan wacana dengan metode agih. Penulis memutuskan wacana kohesif atau koheren berdasarkan penanda yang ada di dalam data.

d. Setiap wacana kemudian dipecah menjadi beberapa bit atau satuan-satuan lawakan. Setiap bit tersebut ditentukan bagian pengantar dan punchline-nya dengan metode kontekstual. Dengan metode kontekstual, penulis menentukan suatu bagian dibatasi menjadi pengantar atau punchline berdasarkan konteks ujaran.

e. Selanjutnya, penulis mengamati tiap bagian pengantar untuk menemukan sumber materi. Pada bagian punchline, penulis menemukan letak dan jumlah punchline.

Pada bagian ini digunakan metode kontekstual dengan mempertimbangkan penutur dan konteks.

f. Selanjutnya, penulis menemukan jenis-jenis permainan bahasa dari hubungan antara bagian pengantar dan punchline dengan metode padan. Penulis memanfaatkan teknik pilah unsur penentu untuk menemukan satuan kebahasaan

(24)

yang dimainkan, lalu teknik hubung banding untuk membandingkan dengan fenomena linguistik yang nomal.

g. Selanjutnya, dengan melihat bit wacana, yaitu bagian dan punchline akan ditemukan fungsi komunikatif dengan cara melihat fungsi wacana dari salah satu sudut pandang menurut Halliday (1973) atau Jacobson (1960). Dengan metode kontekstual, penulis akan menentukan sudut pandang penentu fungsi komunikatif.

1.7.3 Tahap Penyajian Hasil Penelitian

Tahap berikutnya adalah penulisan hasil penelitian. Hasil penelitian akan ditulis dengan metode formal dan informal (Sudaryanto, 1993:145). Dengan metode formal akan ditulis berdasarkan tabel dan bagan, sedangkan metode informal akan ditulis dengan penjelasan-penjelasan.

1.8 Sistematika Penyajian

Pembahasan pada penelitian ini dibagi ke dalam lima bab. Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi pembahasan tentang struktur wacana SUCI 4 Kompas TV yang terdiri atas bagian-bagian dan kepaduan wacana. Bab III mendeskripsikan permainan bahasa yang akan memuat tataran linguistik terendah sampai tertinggi. Bab IV menjelaskan fungsi komunikatif wacana SUCI 4. Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

UAJY akan selalu mengupayakan terciptanya budaya organisasi yang mampu membangun komunitas sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas, etos kerja serta komitmen tinggi

Perairan laut NKRI yang memiliki Dokumen RTRLN *) *) *) BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Program Penyelenggaraa n Informasi Geospasial Pemetaan Tata Ruang dan Atlas

Peraturan Daerah (Qanun) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor

Sеsuаi dеngаn hаsil tеrsеbut mаkа dаpаt disimpulkаn bаhwа city br а nding mеrupаkаn sаlаh sаtu vаriаbеl yаng mеmbеrikаn pеngаruh positif pаdа wisаtаwаn

Adapun judul dalam penelitian Akibat Hukum Pailit Pada Perusahaan Asuransi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan

Penelitian ini dilakukan dengan mengamati volume kendaraan di dua lokasi di Surabaya pada durasi dua jam sibuk, yaitu mulai jam 6.20 sampai jam 8.20 kemudian mengkonversikan emisi

kolom. 2.) Atribut, merupakan kolom yang terdapat pada sebuah relasi. 3.) Kardinalitas, merupakan jumlah baris dalam relasi. 4.) Kunci kandidat atau candidate key, adalah

Sensor berfungsi merespon besaran yang akan diukur dengan menghsilkan sinyal, pengkondisi sinyal menerima sinyal dari sensor dan merubahnya menjadi kondisi yang