HUBUNGAN FAKTOR SOSIO DEMOGRAFI DAN SOSIAL BUDAYA DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI TUBEKTOMI
DI KELURAHAN BELAWAN BAHAGIA KECAMATAN MEDAN BELAWAN
KOTA MADYA MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Oleh
ROSTINAH MANURUNG 127032159/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN FAKTOR SOSIO DEMOGRAFI DAN SOSIAL BUDAYA DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI TUBEKTOMI
DI KELURAHAN BELAWAN BAHAGIA KECAMATAN MEDAN BELAWAN
KOTA MADYA MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
OLEH
ROSTINAH MANURUNG 127032159/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : HUBUNGAN FAKTOR SOSIO DEMOGRAFI DANSOSIAL BUDAYA DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI TUBEKTOMI DI KELURAHAN BELAWAN BAHAGIA KECAMATAN MEDAN BELAWAN KOTA MADYA MEDAN TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : RostinahManurung
Nomor Induk Mahasiswa : 127032159
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(
Ketua
Drs. Heru Santosa. M.S, PhD) (Drs. Eddy Syahrial, M.S Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 28 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Heru Santosa. M.S., Ph.D Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, M.S
2. Drs. Tukiman, M.K.M
PERNYATAAN
HUBUNGAN FAKTOR SOSIO DEMOGRAFI DAN SOSIAL BUDAYA DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI TUBEKTOMI
DI KELURAHAN BELAWAN BAHAGIA KECAMATAN MEDAN BELAWAN
KOTA MADYA MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar pasca sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2014
ABSTRAK
Kontrasepsi wanita (MOW)/Tubektomi tergolong rendah di Kecamatan Medan Belawan (3,93%) yaitu belum mencapai target 20%. Keberadaan kontrasepsi tubektomi diduga kurang didukung oleh faktor sosial demografi masyarakat meliputi umur, pendidikan, pengetahuan, penghasilan dan jumlah anak serta faktor sosial budaya meliputi kepercayaan, nilai, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor sosio demografi dan sosial budaya dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan. J
Hasil penelitian menunjukkan faktor umur, pengetahuan, penghasilan dan jumlah anak, kepercayaan, nilai, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi. Sedangkan variabel pendidikan, pekerjaan dan agama tidak berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi.
enis penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi adalah semua peserta KB aktif yang berumur 20–49 tahun dan berdomisili di Kelurahan Belawan Bahagia sebanyak 1.315 responden. Sampel diambil sebanyak 136 responden dengan teknik simple random sampling dengan memilih nomor angka genap akseptor KB. Pengumpulan data melalui kuesioner dan Data dianalisis secara univariat dan bivariat.
Petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang kontrasepsi tubektomi khususnya usia di bawah 30 tahun supaya ibu lebih memahami dan tidak takut lagi terhadap proses pemasangan tubektomi melalui tindakan operasi, dan melalui pendekatan tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai panutan yang dapat memberikan keyakinan bahwa kontrasepsi tubektomi tidak dilarang agama.
ABSTRACT
Female contraception(MOW) / Tubectomy relatively low in Medan Belawan District (3.93%) is not reached the target of 20%. The presence of tubectomy contraception suspected less supported by the demographic social factors of community include age, education, knowledge, income and number of children,also socio-cultural factors including beliefs, values, customs and habits of the people.
The purpose of this study was to determine the effect of socio-demographic factors and socio-cultural in the use of tubecto my contraceptive in Village of Belawan Bahagia,Medan Belawan Subdistrict. The study was observational with cross sectional approach. The population is all active planning participants aged 20-49 years and residing in Village of Belawan Bahagia are 1,315 respondents. Sample had taken as many as 136 respondents through sampling random technique by selecting even number of family planning acceptors. The data collecting had done through questionnaires. Data were analyzed by univariat and bivariate.
The results showed there is effect of socio-demographic (number of children with pvalue=0.005), and socio-cultural with p value = 0.001, customs with p value =0.003, habits of the people with p value = 0.002) in the use of contraceptive tubectomy. Variable with dominant value influence the use of tubectomy contraceptive. Socio-demographic variables (age, education, knowledge, and income) and socio-cultural(beliefs) did not affect the use of contraception tubectomy.
The head of village and the other relevant agencies provide convenience of health care and incentives for tubectomy acceptors and provide health information about family planning of tubectomy be more easily adopted by the community/family. Empower health workers and community leaders as an instructorin activities of PKK and Posyandu.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan limpahan rahmatNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Hubungan Faktor Sosio
Demografi dan Sosial Budaya Dengan Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan Kota Madya Medan Tahun 2014 ”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan
Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Medan.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H., M.Sc (CTM)., Sp.A., (K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Drs. Heru Santosa. M.S., PhD dan Drs. Eddy Syahrial, M.S atas segala
ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan,
dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini
selesai.
5. Drs. Tukiman, M.K.M selaku Tim Penguji yang telah banyak memberikan saran,
bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.
6. Drs. Said Haidir, M.S.P, selaku Camat Kecamatan Medan Belawan, Sri Purwanti
selaku Ketua PPLKB kec Medan Belawan, Aji Torop S.Pd, selaku Lurah
kelurahan Belawan Bahagia yang telah memberikan izin penelitian dan
memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
7. Dr. H.R I Ritonga M.sC selaku Ketua yayasan Imelda Medan, dr. Imelda L
Ritonga, SKP. M.Pd. MN selaku Ketua STIKes Imelda Medan yang telah
memberikan izin dan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
8. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas
Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.
9. Teristimewa buat suami tercinta Sailan Panjaitan, SKM dan ananda tersayang
Aqila Putri Rosaila Panjaitan yang telah menjadi motivator untuk menyelesaikan
10.Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda H. Middin
Manurung, dan Ibunda Hj. Sofiah Br Sinurat, Mertua ayahanda Syahbuki Pjt dan
Ibunda Maimun Dalimunthe serta Kakak Yusrita M, AmKeb, dan adik Edi
Gunawan M. SP, Guntur Hendrawan M. SH, dr. Ratna S Dewi M, Indra S Bhakti
M, Budi E.S M dan seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan
dukungan moril serta doa & motivasi selama penulis menjalani pendidikan.
11.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam
penyusunan tesis ini.
Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Oktober 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Rostinah Manurung, lahir pada tanggal 05 Juni 1976 di Desa Padang Sari Kec
Tinggi Raja Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara, beragama Islam, anak
kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Middin Manurung dan Ibunda Hj.
Sofiah br Sinurat, penulis telah menikah pada tahun 2010 dengan Sailan Panjaitan,
SKM dan dikaruniai 1 (satu) orang putri yang bernama Aqila Putri Rosaila panjaitan,
bertempat tinggal di Jln Sakti Lubis Gg Bali No 52 Simpang Limun Medan.
Penulis mulai melaksanakan pendidikan SD Negeri 014893 Terusan Tengah
tamat pada tahun 1989, melanjutkan pendidikan SMPAl-Washliyah Tinggi Raja
tamat pada tahun 1992,melanjutkan pendidikan SMA Taman Siswa Kisaran tamat
tahun 1995, melanjutkan pendidikan D-III Keperawatan Gita Matura Abadi Kisaran
tamat tahun 1998, serta Penulis melanjutkan pendidikan S1 Keperawatan di
Universitas Sari Mutiara Medan tamat tahun 2004. Kemudian pada tahun 2012
penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Penulis mulai bekerja sebagai Dosen tetap di yayasan Imelda medan mulai
DAFTAR ISI
2.1.2. Unsur-unsur Demografi ... 9
2.2. Konsep Sosial Budaya ... 18
2.2.1. Pengertian Sosial Budaya ... 18
2.2.2. Pembagian Kebudayaan ... 18
2.2.3. Unsur-unsur dalam Sosial Budaya ... 19
2.3. Kontrasepsi ... 21
2.3.1. Definisi ... 21
2.3.2. Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal ... 23
2.3.3. Pengertian Tubektomi ... 25
2.3.4. Syarat-syarat untuk Menjadi Akseptor Kontrasepsi Tubektomi ... 26
2.3.5. Indikasi yang Boleh Menjalani Tubektomi ... 26
2.3.6. Kontra Indikasi (Tidak Boleh Menjalani Tubektomi) 26
2.3.7. Waktu Pelaksanaan Tubektomi ... 27
2.3.9. Keterbatasan Tubektomi ... 28
2.3.10.Persiapan Klien Tubektomi ... 28
2.3.11.Mekanisme Tubektomi ... 29
2.3.12.Perawatan Pasca Bedah ... 32
2.3.13.Pesan Kepada Klien Sebelum Pulang ... 32
2.3.14.Kontrol Ulang ... 33
2.3.15.Kegagalan ... 33
2.4. Landasan Teori ... 34
2.5. Kerangka Teori ... 36
2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 36
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41
3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 44
3.5.1. Variabel Penelitian ... 44
3.5.2. Defenisi Operasional ... 44
3.6. Metode Pengukuran ... 46
3.7. Metode Analisis Data ... 47
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48
4.1 Deskripsi Wilayah Kelurahan Belawan Bahagia ... 48
4.1.1 Gambaran Pelaksanaan Program KB ... 48
4.1.2 Proses dan Prosedur Pelayanan Kontrasepsi Tubektomi ... 49
4.2 Analisis Univariat ... 50
4.2.1 Sosio Demografi Responden ... 50
4.2.2 Pengetahuan ... 51
4.2.3 Sosial Budaya ... 53
4.2.4 Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 59
BAB 5. PEMBAHASAN ... 65
5.1 Hubungan Sosio Demografi terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 65
5.1.1 Hubungan Umur terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 65
5.1.2 Hubungan Pendidikan terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 66
5.1.3 Hubungan Pekerjaan terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 67
5.1.4 Hubungan Pengetahuan terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 68
5.1.5 Hubungan Agama terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 70
5.1.6 Hubungan Penghasilan terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 71
5.1.7 Hubungan Jumlah Anak terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 73
5.2 Hubungan Sosial Budaya terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 74
5.2.1 Hubungan Kepercayaan terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 74
5.2.2 Hubungan Nilai terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 75
5.2.3 Hubungan Adat Istiadat terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 77
5.2.4 Hubungan Kebiasaan Masyarakat terhadap Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 78
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80
6.1 Kesimpulan ... 80
6.2 Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1. Distribusi Data Pencapaian Peserta KB Aktif Wanita sampai Bulan Februari 2014 Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan
Medan Belawan ... 38
3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian ... 43
3.3. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 46
4.1. Distribusi Sosio Demografi Responden ... 50
4.2. Distribusi Frekuensi Akses Informasi yang Diperoleh Responden ... 52
4.3 Kategori Pengetahuan Responden ... 52
4.4 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Kepercayaan .. 53
4.5 Kategori Kepercayaan Responden ... 54
4.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Nilai ... 55
4.7 Kategori Nilai Responden ... 55
4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Adat Istiadat .. 56
4.9 Kategori Adat Istiadat Responden... 57
4.10 Distribusi Jawaban Responden tentang Kebiasaan Masyarakat ... 58
4.11 Kategori Kebiasaan Masyarakat... 59
4.12 Kategori Penggunaan Kontrasepsi Tubektomi ... 59
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Kerangka Teori Hubungan Sosio Demografi dan Sosial Budaya
dengan Penggunaan Kontrasepsi Menurut Teori Bertrand (1980) 36
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 85
2. Kuesioner Penelitian ... 86
3. Hasil Pengolahan Data ... 90
4. Surat Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 115
5. Surat Balasan Penelitian dari Kecamatan Medan Belawan ... 116
ABSTRAK
Kontrasepsi wanita (MOW)/Tubektomi tergolong rendah di Kecamatan Medan Belawan (3,93%) yaitu belum mencapai target 20%. Keberadaan kontrasepsi tubektomi diduga kurang didukung oleh faktor sosial demografi masyarakat meliputi umur, pendidikan, pengetahuan, penghasilan dan jumlah anak serta faktor sosial budaya meliputi kepercayaan, nilai, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor sosio demografi dan sosial budaya dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan. J
Hasil penelitian menunjukkan faktor umur, pengetahuan, penghasilan dan jumlah anak, kepercayaan, nilai, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi. Sedangkan variabel pendidikan, pekerjaan dan agama tidak berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi.
enis penelitian adalah observasional analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi adalah semua peserta KB aktif yang berumur 20–49 tahun dan berdomisili di Kelurahan Belawan Bahagia sebanyak 1.315 responden. Sampel diambil sebanyak 136 responden dengan teknik simple random sampling dengan memilih nomor angka genap akseptor KB. Pengumpulan data melalui kuesioner dan Data dianalisis secara univariat dan bivariat.
Petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang kontrasepsi tubektomi khususnya usia di bawah 30 tahun supaya ibu lebih memahami dan tidak takut lagi terhadap proses pemasangan tubektomi melalui tindakan operasi, dan melalui pendekatan tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai panutan yang dapat memberikan keyakinan bahwa kontrasepsi tubektomi tidak dilarang agama.
ABSTRACT
Female contraception(MOW) / Tubectomy relatively low in Medan Belawan District (3.93%) is not reached the target of 20%. The presence of tubectomy contraception suspected less supported by the demographic social factors of community include age, education, knowledge, income and number of children,also socio-cultural factors including beliefs, values, customs and habits of the people.
The purpose of this study was to determine the effect of socio-demographic factors and socio-cultural in the use of tubecto my contraceptive in Village of Belawan Bahagia,Medan Belawan Subdistrict. The study was observational with cross sectional approach. The population is all active planning participants aged 20-49 years and residing in Village of Belawan Bahagia are 1,315 respondents. Sample had taken as many as 136 respondents through sampling random technique by selecting even number of family planning acceptors. The data collecting had done through questionnaires. Data were analyzed by univariat and bivariate.
The results showed there is effect of socio-demographic (number of children with pvalue=0.005), and socio-cultural with p value = 0.001, customs with p value =0.003, habits of the people with p value = 0.002) in the use of contraceptive tubectomy. Variable with dominant value influence the use of tubectomy contraceptive. Socio-demographic variables (age, education, knowledge, and income) and socio-cultural(beliefs) did not affect the use of contraception tubectomy.
The head of village and the other relevant agencies provide convenience of health care and incentives for tubectomy acceptors and provide health information about family planning of tubectomy be more easily adopted by the community/family. Empower health workers and community leaders as an instructorin activities of PKK and Posyandu.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kontrasepsi merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan,
Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Kontrasepsi yang
bersifat permanen pada wanita dinamakan tubektomi dan pada pria vasektomi.
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus
memenuhi syarat-syarat, yaitu dapat dipercaya, tidak ada efek yang mengganggu
kesehatan, daya kerjanya dapat diatur sesuai kebutuhan, tidak menimbulkan
gangguan sewaktu melakukan hubungan seksual, tidak memerlukan motivasi terus –
menerus, mudah pelaksanaannya, murah harganya sehingga mudah dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, serta dapat diterima penggunaannya oleh pasangan yang
bersangkutan (Wiknjosastro, 2010).
Indonesia adalah Negara yang memiliki banyak masalah kependudukan
hingga saat ini belum bisa diatasi. Untuk mewujudkan Indonesia yang berkualitas
maka pemerintah memiliki visi dan misi baru.Visi baru pemerintah tersebut yaitu
mewujudkan “Keluarga yang berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas
adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, mempunyai jumlah anak ideal,
berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertaqwa kepada Tuhan
sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai
integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (Saifuddin, 2006).
Masalah kependudukan yang tengah dihadapi Indonesia adalah angka
kematian ibu hamil dan melahirkan yang masih tinggi yaitu 359 per 100.000
kelahiran hidup (Survei demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012). Angka ini
merupakan angka tertinggi dinegara Asia Tenggara bila dibanding dengan Filipina
yang hanya 20 per100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian para ibu itu sebagian
besar akibat perdarahan, infeksi, dan keracunan kehamilan dalam masa
reproduksi.(Kemenkes, 2012).
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 bahwa
penggunaan metode kontrasepsi mantap masih rendah, jumlah peserta KB yang
menggunakan kontrasepsi tubektomi (MOW) yaitu 3,2%, padahal tubektomi
merupakan alat kontrasepsi yang dianggap sangat efektif, murah dan aman dalam
menghentikan kehamilan.
Data BKKBN Provinsi Sumatera Utara menunjukkan sampai bulan Februari
2014 jumlah PUS 328.240Pasangan Usia Subur, Jumlah akseptor KB aktif 222.449
peserta (67,77%), akseptor KB Non Aktif 105.791 peserta (32,23%), Suntik
sebanyak 3563 peserta, Pil sebanyak 10018 peserta, Kondom 14164 peserta
(86,62%), implant sebanyak 17953 peserta (28,72%), IUD sebanyak 29275 peserta
(46,83%), MOW sebanyak 13097 peserta (20,95%), MOP sebanyak 2187 peserta
(3,50%) dilihat dari data diatas peserta KB MOW sdh tinggi tapi belum mencapai
BKKBN Kota Medan Melaporkan sampai Februari 2014 Jumlah PUS
328.240 Pasangan Usia Subur, Jumlah akseptor KB aktif 222.449 peserta (67,77%),
akseptor KB Non Aktif 105.791 peserta (32,23%), Suntik sebanyak 3563 peserta, Pil
sebanyak 10018 peserta, Kondom 14164 peserta (86,62%), implant sebanyak 17953
peserta (28,72%), IUD sebanyak 29275 peserta (46,83%), MOW sebanyak 13097
peserta (20,95%), MOP sebanyak 2187 peserta (3,50%). (BKKBN Kota Medan,
2014)
Berdasarkan data laporan PPLKB Kecamatan Medan Belawan sampai
Februari 2014 jumlah PUS sebanyak 16.328 Pus, dan akseptor KB Aktif sebanyak
11995(73,22%), Akseptor KB non Aktif 4387 (26,78%), Suntik sebanyak 4383
peserta (36,54%), PIL sebanyak 4285 peserta (35,70%), Kondom 546 Peserta
(4,56%), Implant 1070 peserta (8,92%), IUD 969 peserta (8,10%), MOW 472 peserta
(3,93%), MOP 270 Peserta (2,25%). Dilihat dari data diatas bahwa pemakaian
kontrasepsi permanen metode operasi wanita (MOW)/Tubektomi masih pada kategori
rendah belum mencapai target yaitu 20%.
Berdasarkan data laporan PPLKB aktif di Kelurahan Belawan Bahagia
Kecamatan Medan Belawan sampai Februari 2014 jumlah PUS sebanyak 1794
PUS, dan akseptor KB Aktif sebanyak 1315 (73,3%), Akseptor KB non Aktif 479
(26,7%), Suntik sebanyak 404 peserta (30,7%), PIL sebanyak 568 peserta (43,2%),
Kondom 35 Peserta (2,7%), Implant 151 peserta (11,5%), IUD 60 peserta (4,5%),
pemakaian kontrasepsi permanen metode operasi wanita (MOW)/Tubektomi masih
pada kategori rendah. Setelah dilakukan wawancara dengan beberapa akseptor
MOW/Tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia masih ditemukan masalah, hasil
wawancara bahwa 2 akseptor yang sudah dilakukan tindakan MOW/tubektomi belum
mengetahui kontrasepsi MOW/Tubektomi dan keuntungan memilih kontrasepsi
MOW/Tubektomi, dan perilaku akseptor KB yang tidak berusaha untuk memperoleh
informasi mengenai KB ke pelayanan kesehatan, sehingga dapat berdampak terhadap
penyesalan.
Tantangan berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan
diIndonesia adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup
tinggi serta penyebaran penduduk yang tidak merata diseluruh wilayah. Selain
masalah tersebut, masalah lain yang masih perlu diperhatikan adalah masalah sosial
budaya masyarakat, seperti tingkat pengetahuan yang belum memadai, terutama pada
golongan wanita, kebiasaan negatif yang berlaku dimasyarakat, adat istiadat, perilaku
dan kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Angka
kematian dan kesuburan di Indonesia berkaitan dengan faktor sosial budaya
masyarakat, faktor ini meliputi tingkat pendidikan penduduk khususnya wanita yang
masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang masih rendah, petugas kesehatan
yang belum merata, dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah
penduduk, kebiasaan adat istiadat serta perilaku masyarakat yang kurang menunjang
Demografi dalam pengertian yang sempit dinyatakan sebagai “demografi
Formal” yang memperhatikan ukuran atau jumlah penduduk, distribusi atau
persebaran penduduk.Struktur penduduk atau komposisi, dan dinamika atau
perubahan penduduk, ukuran penduduk menyatakan jumlah orang dalam suatu
wilayah tertentu.Distribusi penduduk menyatakan jumlah orang dalam suatu wilayah
tertentu.Distribusi penduduk menyatakan persebaran penduduk di dalam suatu
wilayah pada suatu waktu tertentu, baik berdasarkan wilayah geografi maupun
konsentrasi daerah pemukiman.Struktur penduduk menyatakan komposisi penduduk
berdasarkan jenis kelamin atau golongan umur.
Pengaruh Sosial Budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting
dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial
budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu
daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan
sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.Demikian juga
budaya masyarakat yang kurang mendukung inovasi alat kontrasepsi dan kurang
dapat menerima kehadiran alat kontrasepsi MOW/Tubektomi dalam kehidupan suami
Istri.Sistem sosial budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang bersifat
abstrak yang terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan, konsep, serta keyakinan. Dengan
demikian sistem kebudayaan merupakan bagian dari kebudayaan yang dalam bahasa
Indonesia disebut adat–istiadat. Dalam adat istiadat terdapat juga sistem norma dan
disitulah salah satu fungsi sistem budaya adalah menata serta menetapkan tindakan
saling berkaitan satu dengan lainnya, sehingga tercipta tata kelakuan manusia
terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai suatu kesatuan (Kalangie, 1994).
Pengetahuan mengenai pembatasan kelahiran dan keluarga berencana (KB)
merupakan salah satu aspek penting kearah pemahaman tentang berbagai alat/cara
kontrasepsi yang tersedia. Selanjutnya pengetahuan tersebut akan berpengaruh
kepada pemakaian alat/cara kontrasepsi yang tepat dan efektif. Pengetahuan
responden mengenai metode kontrasepsi diperoleh dengan cara menanyakan semua
jenis alat atau cara kontrasepsi yang pernah didengar untuk menunda atau
menghindari terjadinya kehamilan dan kelahiran. Informasi mengenai pemakaian
kontrasepsi penting untuk mengukur keberhasilan program KB. Informasi ini
diperoleh dengan cara menanyakan apakah pada saat wawancara dilakukan responden
atau pasangannya menggunakan suatu jenis alat atau cara kontrasepsi (Tukiran,
2010).
Pada tahun 2012, program Keluarga Berencana di Indonesia menetapkan visi
“Penduduk tumbuh seimbang tahun 2015”, misi dari Program Keluarga Berencana
adalah mewujudkan pembangunan berwawasan kependudukan dan mewujudkan
keluarga kecil bahagia sejahtera. Strategi utama mencakup penguatan kemitraan
dengan sektor terkait maupun dengan pemerintah daerah. Strategis khusus telah
dikembangkan untuk provinsi yang memiliki penduduk besar serta yang mengalami
masalah kesehatan. Program Keluarga Berencana juga bertujuan mempercepat
pencapaian Millenium Development Goals(MDGs) pada tahun 2015 (SDKI 2012).
tentang hubungan faktor sosio demografi dan sosial budaya dengan penggunaan
kontrasepsi tubektomi di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan
Kota Madya Medan.
1.2. Permasalahan
Penggunaan kontrasepsi permanen yaitu metode operasi wanita
(MOW)/Tubektomi masih pada kategori rendah di Kelurahan Belawan Bahagia
Kecamatan Medan Belawan Kota Madya Medan dibandingkan metode kontrasepsi
lainnya yaitu MOW 62 peserta (4,7%), sedangkan suntik sebanyak 404 peserta
(30,7%), PIL sebanyak 568 peserta (43,2%), implant 151 peserta (11,5%), dan IUD
60 peserta (4,5%), maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan
faktor sosio demografi dan sosial budaya dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi
di Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor sosio
demografi dan sosial budaya dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi di Kelurahan
Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan.
1.4. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan faktor sosio demografi (umur, pendidikan, pengetahuan,
pekerjaan, agama, penghasilan, jumlah anak) dengan penggunaan kontrasepsi
2. Ada hubungan faktor sosial budaya (kepercayaan, nilai, adat istiadat, kebiasaan
masyarakat) dengan penggunaan kontrasepsi tubektomi.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada pasangan usia
subur (PUS) yang akan menggunakan kontrasepsi tubektomi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi petugas kesehatan dalam
memberikan pelayanan Keluarga Berencana (KB) kepada pasangan usia subur
(PUS) dan dapat melaksanakan pemasangan alat kontrasepsi dengan baik dan
benar.
3. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang akan melanjutkan penelitian ataupun
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sosio Demografi 2.1.1. Defenisi
Demografi adalah tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai rakyat
atau penduduk. Demografi merupakan ilmu yang mempelajari secara statistik dan
matematik tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk dan
perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya lima komponen demografi yaitu
kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial
(FE UI. 2007).
Demografi merupakan ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaaan
perubahan-perubahan penduduk atau dengan kata lain segala hal ihwal yang
berhubungan dengan komponen-komponen perubahan tersebut seperti : kelahiran,
kematian, migrasi, sehingga menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk
menurut jenis kelamin tertentu (Kalangie, 1994).
2.1.2. Unsur-unsur Demografi
1. Umur
Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa
awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa madya adalah 41 sampai
60 tahun, dewasa lanjut > 60 tahun. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih
banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia
tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk
membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan verbal
dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini (Cahyono, 2009).
2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan didalam dan luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari
media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya
dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka
orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan
bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dipendidikan formal
akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang
negative, kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang
terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obtek yang diketahui
akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.
Beberapa negara maju yang wanitanya berpendidikan lebih tinggi cenderung
menggunakan kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilan. Karena umumnya mereka
menyadari perlunya mengatur jarak kehamilan. Peningkatan partisipasi pasangan di
bidang pendidikan akan berdampak pada pembatasan jumlah dan jarak anak yang
dilahirkan, terutama disebabkan meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab dalam
hidup berumah tangga (Bappenas, 2007).
3. Pekerjaan
Menurut Wales (2009), Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang
dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit istilah pekerjaan digunakan untuk suatu
tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan
sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi.
Menjadi seorang ibu merupakan anugerah tersendiri bagi perempuan.
Sementara menjadi ibu bekerja juga kebutuhan hidup sekaligus keasyikan tersendiri.
Saat keduanya harus bersinergi realisasinya tidaklah mudah.
Pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan (posisi) yang memiliki persamaan
kewajiban atau tugas – tugas pokoknya. Dalam kegiatan analisis jabatan, satu
pekerjaan dapat diduduki oleh satu orang, atau beberapa orang yang tersebar
4. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu seseorang setelah melakukan
penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi malalui panca indra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
(Notoadmotjo, 2007).
Pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan
perilaku manusia melalui pengajaran. Tingkat pendidikan yang tinggi menjadi dasar
keberhasilan dalam bisnis atau bidang profesi, yang akan membuka jalan bagi
individu bersangkutan untuk menjalin hubungan dengan orang yang statusnya lebih
tinggi. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan hidup manusia akan semakin
berkualitas (Hurlock, 2004).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang oleh karena itu dari pengalaman dan penelitian
ternyata sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada
sikap dan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmotjo, 2007).
5. Agama
Agama berasal dari bahasa sansekerta yang menunjukan pada system
kepercayaan dalam Hinduisme dan Budhisme di India, agama terdiri dari kata “a”
peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan , serta mengantarkan manusia
menuju keteraturan dan ketertiban.
KB secara principal dapat diterima oleh Agama Islam, bahkan KB dengan
maksud menciptakan keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan
yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari’at Islam yaitu mewujudkan
kemaslahatan bagi umatnya. Selain itu, KB juga memiliki sejumlah manfaat yang
dapat mencegah timbulnya kemudaratan Alat kontrasepsi yang dibenarkan menurut
Islam adalah yang cara kerjanya mencegah kehamilan (man’u al-haml), bersifat
sementara (tidak permanen) dan dapat dipasang sendiri oleh yang bersangkutan atau
oleh orang lain yang tidak haram memandang auratnya atau oleh orang lain yang
pada dasarnya tidak boleh memandang auratnya tetapi dalam keadaan darurat ia
dibolehkan. Selain itu bahan pembuatan yang digunakan harus berasal dari bahan
yang halal, serta tidak menimbulkan implikasi yang membahayakan (mudarat) bagi
kesehatan.
Diberbagai daerah kepercayaan religius dapat mempengaruhi klien dalam
memilih metode. Sebagai contoh penganut Katholik yang taat membatasi pemilihan
kontrasepsi mereka pada KB alami. Sebagai pemimpin Islam pengklaim bahwa
sterilisasi dilarang sedangkan sebagian lainnya mengijinkan. Walaupun agama Islam
tidak melarang metode kontrasepsi secara umum, para akseptor wanita berpendapat
bahwa pola perdarahan yang tidak teratur yang disebabkan sebagian metode
hormonal akan sangat menyulitkan mereka selama haid mereka dilarang sembahyang
sehingga pola haid yang tidak teratur dapat menjadi masalah. KB bukan hanya
masalah demografi dan klinis tetapi juga mempunyai dimensi sosial – budaya dan
agama, khususnya perubahan system nilai dan norma masyarakat (Handayani, 2010).
Program KB juga telah memperoleh dukungan dari Departemen Agama
Republik Indonesia, hal ini terlihat dengan penandatangan bersama Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Memorandum of Understanding (MoU)
Nomor 1 Tahun 2007 dan Nomor 36/HK.101/FI/2007 tentang advokasi, komunikasi,
informasi dan Edukasi Program KB Nasional melalui peran lembaga keamanan, pada
9 Februari 2007. Dalam islam tetap ada orang atau kelompok yang mendukung KB.
Alasannya yang dikemukakan antara lain AL-Quran tidak membolehkan pemakaian
alat kontrasepsi yang dianggap sebagai membunuh bayi atau agama islam
menginginkan agar islam mempunyai umat yang besar dan kuat. Para ulama yang
membolehkan KB sepakat bahwa KB yang dibolehkan syariat adalah usaha
pengaturan atau penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara
atas kesepakatan suami-istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan
(maslahat) keluarga. Jadi jelas bahwa islam membolehkan KB karena penting untuk
menjaga kesehatan ibu dan anak, menunjang program pembangunan kependudukan
lainnya dan menjadi bagian dari hak asasi manusia. Sementara itu, agama–agama lain
di Indonesia umumnya mendukung KB. Agama Hindu memandang bahwa setiap
kelahiran harus membawa manfaat. Untuk itu kelahiran harus diatur jaraknya dengan
ber KB. Agama Budha yang memandang setiap manusia pada dasarnya baik, tidak
dalam pemahaman holistik sesuai dengan kehendak Allah. Untuk mengatur kelahiran
anak, suami-istri harus tetap menghormati dan menaati moral Katolik. Gereja Katolik
hanya menerima abstinensia dan pantang berkala (hubungan seksual hanya dilakukan
pada masa tidak subur dalam siklus bulanan seorang wanita) sebagai metode keluarga
berencana yang sesuai dengan pandangan gereja dan menolak secara tegas metode
KB lainnya (Proverawati 2009).
Pandangan iman Kristen Protestan tentang Keluarga berencana, etika sosial
keputusan ber KB yang diambil pasangan suami istri adalah tepat, karena mengingat
kegiatan sang istri yang sangat padat dan rencana keselamatan sang buah hati yang
belum ada. Mungkin jika sang istri memaksakan diri untuk hamil, selain aktivitasnya
akan terganggu, keselamatan calon anakpun akan terancam. Namun etika Kristen
berbicara tentang kehendak tuhan. Ukuran untuk menilai tindakan atau tingkah laku
manusia menurut etika Kristen harus dilihat dan dipertimbangkan dalam kaitannya
dengan kehendak tuhan. Hal ini penting sebab tindakan yang dinilai benar adalah
tindakan yang sesuai dengan kehendak tuhan. Sedangkan mencari kehendak tuhan
berarti juga mencari tuhan itu sendiri. Berangkat dari pemahaman ini, keputusan yang
diambil pasangan suami istri telah bertentangan dengan kehendak tuhan, sebab dalam
(kej 1:28) telah dijelaskan bahwa salah satu tugas manusia adalah untuk berketurunan
walaupun alasan yang diajukan masuk akal dan manusiawi. Menunda kehadiran anak
dalam keluarga sama juga menolak anugerah tuhan dalam hidup manusia. Sesuai
dengan firman tuhan dalam Matius 18:5 “barang siapa menyambut seorang anak
Penyelenggaraan program KB diIndonesia khususnya, sangatlah bermanfaat
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Dalam KB terdapat aspek yang ingin
dicapai dalam bidang pembangunan seperti pembangunan sosial, kesehatan,
pendidikan dan pengetahuan umum, modernisasi kehidupan, pembangunan melalui
ekonomi dan sosial serta kesejahteraan rakyat (Rahmaniar, 2013)
6. Penghasilan
Menurut Undang-undang No 17 tahun 2004 penghasilan adalah setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa penghasilan adalah tambahan
kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup ekonomisnya dalam suatu
periode tertentu, sepanjang tambahan kemampuan ini berupa uang atau dapat dinilai
dengan uang.
7. Jumlah Anak
Di daerah pedesaan anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak
dapat memberikan kebahagiaan kepada orang tuanya selain itu akan merupakan
jaminan di hari tua dan dapat membantu ekonomi keluarga, banyak masyarakat
didesa di Indonesia yang berpandangan bahwa banyak anak banyak rezeki. Dari
penelitian Mohamad Koesnoe tahun 2001 di daerah Tengger, petani yang mempunyai
yang dilakukan oleh proyek VOC (Value of children) menemukan bahwa
keluarga-keluarga yang tinggal dipedesaan Taiwan, Philipina, Thailand, mempunyai anak yang
banyak dengan alasan bahwa anak memberikan keuntungan ekonomi dan rasa aman
bagi keluarganya (Radita, 2009).
Preferensi jenis kelamin anak mayoritas budaya masyarakat didunia ini
memang menunjukan kecendrungan untuk lebih menyenangi kelahiran anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Preferensi jenis kelamin laki-laki terutama terjadi
dikalangan budaya orang-orang Islam, Cina, India, dan di Indonesia, budaya ini
ditemukan dimasyarakat Batak dan masyarakat Bali. Preferensi anak laki-laki,
nampaknya menjadi hambatan untuk mewujudkan cita-cita dua anak harus dianggap
ideal dan juga untuk mengurangi tingkat fertilitas di China modern. Kebiasaan atau
adat dari suatu masyarakat yang memberikan nilai anak laki-laki lebih dari anak
perempuan atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan satu keluarga mempunyai
anak banyak. Bagaimana kalau keinginan untuk mendapatkan anak laki-laki ataupun
perempuan tidak terpenuhi mungkin akan menceraikan isterinya dan kawin lagi agar
terpenuhi keinginan memiliki anak laki-laki ataupun anak perempuan. Disinilah
norma adat istiadat perlu diluruskan karena tidak banyak menguntungkan bahkan
2.2. Konsep Sosial Budaya 2.2.1. Pengertian Sosial Budaya
Menurut Poerwadarminta (2008), sosial adalah segala sesuatu yang mengenai
masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan
kepentingan umum (kata sifat). Sosial berasal dari kata “socius” yang berarti segala
sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama.
Menurut Enda (2010), Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling
berhubungan.
Sedangkan budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta
“buddhayah” yang merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi atau
akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Soemardjan (2004) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya (masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah yang
diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya), rasa (jiwa manusia), dan cipta
(kemampuan mental dan kemampuan berpikir) masyarakat. Dalam pandangan
sosiologi, kebudayaan mempunyai arti yang lebih luas. Kebudayaan meliputi semua
hasil cipta, karsa, seni, dan karya manusia baik yang material maupun non material
(baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat kerohanian) (Ahmadi, 2003).
2.2.2. Pembagian Kebudayaan
Dalam pandangan sosiologi, budaya dibagi menjadi dua yaitu:
1. Kebudayaan Material
atau alat-alat pengolahan alam, seperti : gedung, pabrik-pabrik, jalan-jalan,
rumah, alat-alat komunikasi, alat-alat hiburan, mesin dan sebagainya.
2. Kebudayaan Nonmaterial
Merupakan cipta, karsa yang berwujud kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat,
kesusilaan, ilmu pengetahuan, keyakinan, keagamaan, dan sebagainya.
2.2.3. Unsur-unsur dalam Sosial Budaya
Menurut Kalangie (1994) Unsur-unsur yang terkait dalam sosial budaya
meliputi :
1. Kepercayaan
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan di beberapa
wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun. Petugas kesehatan
pemerintah dianggap sabagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat di
wilayahnya. Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang
lain dimana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan merupakan kondisi
mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Ketika
seseorang mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan
pilihan dari orang-orang yang lebih dapat ia percaya dari pada yang kurang
dipercayai.
2. Nilai
Nilai adalah yang berguna bagi kehidupan manusia jasmani dan rohani. Nilai
adalah suatu perangkat preperensi yang diakui syahnya menurut aturan yang ada.
menghasilkan norma–norma dan mengajarkan bahwa norma – norma tersebut adalah
benar (Meriam, 2010).
Nilai adalah merupakan suatu hal yang nyata yang dianggap baik dan apa
yang dianggap buruk, indah atau tidak indah, dan benar atau salah. Kimball Young
mengemukakan nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak di sadari tentang
apa yang di anggap penting dalam masyarakat. Sedangkan norma adalah kebiasaan
umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan
wilayah tertentu (Sarwono, 2007).
Nilai juga berarti Segala sesuatu yang dianggap berharga oleh masyarakat,
anggapan masyarakat tentang sesuatu yang diharapkan, indah, dan benar - keberadaan
nilai bersifat abstrak dan ideal, Bentuk-bentuk nilai, Pemikiran, Perilaku, Benda.
Nilai mempengaruhi individu berperilaku atau mengambil keputusan sesuai
dengan nilai tersebut. Nilai berfungsi sebagai rujukan dalam memilih dan
mengevaluasi tingkah laku dan kejadian – kejadian. Nilai berfungsi sebagai pengaruh
tingkah laku dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam penelitian ini, nilai yang terkait dengan pemilihan kontrasepsi
Tubektomi secara umum dengan pemahaman tentang sejauh mana makna kontrasepsi
tubektomi serta memahami bahwa Tubektomi suatu kontrasepsi yang efektif.
3. Adat Istiadat
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan,
norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan disuatu
Adat istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu negeri yang mengikuti
pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya
menyangkut pengejawatahan untuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara
keramaian anak negeri, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan
aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan,
pengangkatan penghulu, maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung. Adat
istiadat semacam ini sangat tergantung pada situasi sosial ekonomi masyarakat. Bila
sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan sebaliknya.
Kebiasaan, adat istiadat, dan perilaku masyarakat sering kali merupakan
penghalang atau penghambat tercipatanya pola hidup sehat di masyarakat.
Kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat. Contohnya : ada
beberapa daerah
4. Kebiasaan Masyarakat
yang menganggap mengonsumsi akohol berfungsi untuk
menghangatkan tubuh. Namun dalam kesehatan apabila kita mengonsumsi alkohol
secara berlebihan, maka akan membahayakan kerja tubuh (Mubarak, 2012).
Tradisi atau kebiasaan dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu
yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau agama
yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi kegenerasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya
2.3. Kontrasepsi 2.3.1. Definisi
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi sehingga kontra
berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel
telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari
kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat
adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu berdasarkan maksud
dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang
aktif melakukan hubungan seks dan keduanya memiliki kesuburan normal namun
tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).
Kontrasepsi secara harfiah diartikan sebagai suatu metode yang digunakan
untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2007). Kontrasepsi adalah
usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan usaha-usaha-usaha-usaha itu bersifat sementara, dapat
juga bersifat permanen (Winkjosastro. 2010).
Program keluarga berencana yaitu usaha langsung untuk mengurangi angka
kematian mengatur jarak kelahiran yang bertujuan untuk memenuhi perintah
masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas,
menurunkan tingkat/ angka kematian bayi, ibu dan anak serta penangulangan masalah
kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas (Arum,
2009).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini
dengan cara, alat atau obat. Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda,
menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari
kata “kontra” dan “konsepsi”.Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan
konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma
tersebut. Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan
kontrasepsi modern (metode efektif). Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas
kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa
alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala, sedangkan
kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom,
diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet) (Pinem, 2009).
Ada beberapa faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih kontrasepsi
yaitu faktor pasangan, Faktor kesehatan, dan metode kontrasepsi. Dalam faktor
pasangan, harus mempertimbangkan dari segi umur, gaya hidup, frekuensi senggama,
dan jumlah anak yang diinginkan. Dalam faktor kesehatan, mempertimbangkan status
kesehatan, riwayat keluarga, dan pemeriksaan fisik. Sedangkan dalam faktor alat
kontrasepsi, harus mempertimbangkan efektifitas, dapat dipakai untuk jangka yang
panjang, komplikasi atau tidak menambah kelainan yang ada dan biaya (Pinem,
2009).
2.3.2. Persyaratan Metode Kontrasepsi Ideal
Tidak satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien
klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah sebagai
berikut :
a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan.
b. Berdaya guna dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat
mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keefektifan
dari suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah kefektifan teoritis, keefektifan
praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (Theoretical effectiveness)
yaitu kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terus menerus
dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan
keefektifan praktis (Use effectiveness ) adalah keefektifan yang terlihat dalam
kenyataan dilapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu
yang mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan
lain-lain.
c. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya
dimasyarakat. Ada dua macam penerimaan terhadap kontrasepsi yakni
penerimaan awal (Initial acceptability) dan penerimaan lanjut (Continued
acceptability). Penerimaan awal tergantung pada bagaimana motivasi dan
persuasi yang diberikan oleh petugas KB, penerimaan lanjut dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti umur, motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang
d. Terjangkau harganya oleh masyarakat.
e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali
kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap (Meilani, 2010).
2.3.3. Pengertian Tubektomi
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) seorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2010).
Tubektomi adalah suatu kontasepsi permanen untuk mencegah keluarnya
ovum dengan cara tindakan mengikat dan atau memotong pada kedua saluran tuba
(Suratun, 2008).
Tubektomi adalah setiap tindakan (Pemotongan dan pengikatan) pada kedua
saluran telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan mendapatkan keturunan
lagi (Mansjoer A, 2001).
Tubektomi adalah tindakan oklusi atau pengambilan sebagian sel telur wanita
untuk mencegah proses fertilisasi. Setelah tubektomi fertilitas dari pasangan tersebut
akan terhenti secara permanen. Waktu yang terbaik untuk melakukan tubektomi
adalah pasca persalinan yaitu tidak lebih dari 48 jam sesudah melahirkan karena
posisi tuba mudah dicapai oleh sub umbilicus dan rendahnya resiko infeksi. Bila
masa 48 jam pasca persalinan telah terlampaui maka pilihan untuk memilih tetap
tubektomi, dilakukan setelah 6-8 minggu persalinan atau pada masa interval
(Saifuddin, 2010).
Tubektomi adalah prosedur bedah suka rela untuk menghentikan fertilitas
insisi melintang rendah yang memisahkan otot dan setiap tuba fallopi dikeluarkan
melalui luka dipotong. Pasien harus masuk rumah sakit dan oprasi dilakukan didalam
ruang oprasi dengan kondisi steril penuh (Manuaba, 2010).
2.3.4. Syarat-syarat untuk Menjadi Akseptor Kontrasepsi Tubektomi
Menurut Saifuddin (2010) syarat untuk menjadi akseptor kontrasepsi
tubektomi adalah :
a. Sukarela
b. Bahagia
c. Sehat
2.3.5. Indikasi yang Boleh Menjalani Tubektomi
Menurut Meilani 2010 Indikasi yang boleh menjalani tubektomi adalah :
a. Umur termuda 25 tahun dengan anak 4 hidup.
b. Umur 30 tahun dengan 3 anak hidup.
c. Umur 35 tahun dengan 2 anak hidup.
d. Indikasi medis umum, yaitu adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi
lebih berat bila wanita ini hamil lagi.
e. Indikasi medis yaitu toksemia gravidarum yang berulang, secsio saesarea yang
berulang, histerektomi yang obstetrik, dan sebagainya.
f. Indikasi medis ginekologi yaitu pada waktu melakukan operasi ginekologi dapat
juga dipertimbangkan untuk melakukan sterilisasi.
g. Indikasi social ekonomi yaitu indikasi yang berdasarkan beban sosial ekonomi
2.3.6. Kontra Indikasi (Tidak Boleh Menjalani Tubektomi)
Menurut Meilani (2010) yang tidak boleh menjalani tubektomi adalah :
a. Hamil
b. Perdarahan vagina yang belum terjelaskan
c. Infeksi sistemik atau pelviks yang akut
d. Memiliki penyakit jantung dan paru-paru, hernia diafragmatika, hernia
umbilicalis dan peritonitis akut.
e. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
f. Kurang pasti mengenai fertilitas dimasa depan
2.3.7. Waktu Pelaksanaan Tubektomi
Menurut Meilani (2010) Tubektomi dilakukan pada saat :
a. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tidak hamil.
b. Hari ke -6 hingga ke -13 dari siklus menstruasi (Fase proliferasi)
c. Pasca persalinan, yaitu sebaiknya dilakukan dalam 24 jam pertama atau
selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila lewat dari 48 jam maka tubektomi
akan dipersulit oleh oedema tuba uterine, infeksi dan kegagalan. Oedema tuba
uterine akan berkurang setelah hari VII – X pasca persalinan. Tubektomi setelah
hari itu akan lebih dipersulit oleh adanya penciutan alat-alat genital dan
mudahnya terjadi perdarahan.
d. Pasca keguguran yaitu triwulan pertama dengan minilap atau laparaskopi atau
2.3.8. Kelebihan Tubektomi
Menurut Meilani (2010) kelebihan tubektomi adalah :
a. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan)
b. Tidak mempengaruhi proses menyusui
c. Tidak bergantung pada faktor senggama
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius
e. Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal
f. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (Tidak ada efek pada produksi
hormone ovarium)
2.3.9. Keterbatasan Tubektomi
Menurut Pinem (2009) keterbatasan tubektomi adalah :
a. Karena bersifat permanen (tidak dapat dipulihkan kembali), kecuali dengan
rekanalisasi, maka sebelum tindakan perlu pertimbangan matang dari pasangan.
b. Klien (akseptor) dapat menyesal dikemudian hari
c. Ada rasa sakit atau tidak nyaman dalam jangka pendek setelah tindakan.
d. Harus dilakukan oleh dokter yang terlatih (Dokter spesialis ginekologi atau
spesialis bedah)
e. Tidak melindungi terhadap IMS, termasuk HBV dan HIV / AIDS.
2.3.10. Persiapan Klien Tubektomi
a. Klien dianjurkan mandi sebelum mengunjungi tempat pelayanan. Bila tidak
sempat minta klien untuk membersihkan bagian abdomen atau perut bawah,
pubis, dan vagina dengan menggunakan sabun dan air.
b. Bila menutupi daerah operasi rambut pubis cukup digunting, pencukuran hanya
dilakukan apabila rambut tersebut sangat menutupi daerah operasi dan waktu
pencukuran adalah saat sebelum operasi dilaksanakan.
c. Bila menggunakan elevator Rahim, sebaiknya dilakukan pengusapan antiseptik
pada serviks dan vagina.
d. Setelah pengolesan betadine/povidon iodin pada kulit, tunggu 1-2 menit agar
yodium bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik.
2.3.11. Mekanisme Tubektomi
Menurut Meilani (2010), mekanisme tubektomi adalah :
a. Saat Operasi
Pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval. Pasca persalinan dianjurkan
24 jam atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin.
b. Cara mencapai tuba
Laparatomi, laparatomi mini, laparaskopi.
1. Laparatomi biasa
Tindakan ini paling banyak dilakukan pada tubektomi diIndonesia sebelum
tahun 70 an. Tubektomi dengan tindakan laparatomi biasa dilakukan terutama
2. Laparatomi mini
Tindakan ini paling mudah dilakukan 1-2 hari pasca persalinan. Saat itu uterus
masih besar tuba uterina masih panjang dan dinding perut masih longgar
sehingga mudah dalam mencapai tuba uterina dengan sayatan kecil 1-2 cm
dibawah pusat.
Pasien dibaringkan, lipatan kulit dibawah pusat yang berbentuk bulan sabit
ditegangkan antara dua buah doek klem hingga menjadi lurus. Pada tempat
lipatan itu dilakukan sayatan kecil 1-2 cm sampai hampir menembus rongga
peritoneum.
c. Cara penutupan tuba
1. Promeroy
Tuba dijepit pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai melipat. Dasar
lipatan diikat dengan sehelai catgut biasa no 0 /no 1.Lipatan tuba kemudian
dipotong diatas ikatan cutgut tadi.
2. Kroener
Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari jepitan diikat
dengan sehelai benang sutera, atau dengan cat gut yang tidak mudah di
reasorbsi. Bagian tuba distal dari jepitan dipotong (Fimbriektomi).
3. Irving
Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung potongan
ditanamkan didalam myometrium dinding depan uterus ujung potongan distal
ditanamkan didalam ligamentum.
4. Pemasangan cincin falope
Dengan aplikator, bagian isthmus tuba ditarik dan cincin dipasang pada bagian
tuba tersebut. Sesudah terpasang lipatan tuba tampak keputih-putihan oleh
karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi fibrotik. Cincin
falope dapat dipasang pada laparatomi mini, laparaskopi, atau laprokator.
5. Pemasangan Klip
Berbagai jenis klip telah dikembangkan untuk memperoleh kerusakan minimal
agar dapat dilakukan rekanalisasi bila diperlukan kelak. Klip Filshine
mempunyai keuntungan dapat digunakan pada tuba yang edema. Klip Huka –
Clemens digunakan dengan cara menjepit tuba, oleh karena tidak
memperpendek panjang tuba maka rekanalisasi lebih mungkin dikerjakan.
6. Elektro Koagulasi dan Pemutusan Tuba
Cara ini dahulu banyak dikerjakan pada tubektomi laparaskopi. Dengan
memasukkan Grasping Forcepsmelalui laparaskop, tuba dijepit kurang lebih 2
cm dari koruna kemudian diangkat menjauhi uterus dan alat-alat panggul
lainnya. Setelah itu dilakukan kauterisasi, Tuba terbakar kurang lebih 1 cm
keproksimal dan distal serta mesosalping terbakar sejauh 2 cm. pada waktu
kauterisasi tuba tampak menjadi putih, menggembung, lalu putus. Cara ini
2.3.12. Perawatan Pasca Bedah
Menurut Saifuddin (2010) perawatan pasca bedah dan pengamatan lanjut pada
tubektomi yaitu setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan nadi. Bila
telah diperbolehkan minum, sebaiknya klien diberikan cairan yang mengandung gula
untuk membantu meningkatkan kadar glukosa darah. Lakukan Romberg Sign (klien
disuruh berdiri dengan mata tertutup), bila klien tampak stabil, dianjurkan
mengenakan pakaian dan pemulihan kesadaran, apabila semua berjalan baik klien
dapat dipulangkan.
2.3.13. Pesan Kepada Klien Sebelum Pulang
Menurut Saifuddin (2010) sebelum pulang klien akan mendapatkan pesan
atau anjuran sebagai berikut :
a. Istirahat dan jaga tempat sayatan operasi agar tidak basah minimal selama 2 hari,
lakukan pekerjaan secara bertahan (sesuai dengan perkembangan pemulihan),
umumnya klien akan merasa baik setelah 7 hari.
b. Dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas seksual selama 1 minggu dan apabila
setelah itu masih merasa kurang nyaman, tunda kegiatan tersebut.
c. Jangan mengangkat benda yang berat atau menekan daerah operasi
sekurang-kurangnya selama 1 minggu.
d. Bila terdapat gejala-gejala tersebut dibawah ini, segera memeriksakan keklinik
atau rumah sakit :
1. Panas atau demam diatas 38o
3. Nyeri perut menetap atau meningkat
4. Keluar cairan atau darah melalui luka sayatan
5. Untuk mengurangi nyeri, pergunakan analgetik setiap 2-6 jam, jangan
pergunakan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan.
6. Segera kunjungi rumah sakit atau klinik bila klien merasakan ada tanda-tanda
kehamilan. Hamil setelah tubektomi sangat jarang, tetapi bila terjadi hal ini
merupakan hal serius karena kemungkinan besar kehamilan tersebut terjadi
pada tuba.
7. Lebih baik dibuatkan catatan untuk klien dan pasangannya tentang hal-hal apa
yang harus diperhatikan setelah tubektomi.
2.3.14. Kontrol Ulang
Menurut Saifuddin (2010) kontrol ulang dilakukan setelah 1 minggu pasca
tubektomi dan kontrol lanjutan dilakukan 1 minggu kemudian. Pemeriksaan meliputi
daerah operasi, apakah ada tanda-tanda komplikasi, atau hal-hal lain yang dikeluhkan
oleh klien. Bila digunakan benang sutera pada saat kontrol pertama benang itu
dicabut.
2.3.15. Kegagalan
Menurut Saifuddin (2010) tubektomi sangat efektif, tetapi kemungkinan
terjadinya kehamilan tetap ada, baik dalam Rahim maupun diluar Rahim (ektopik)
sehingga petugas klinik terdekat harus mengetahui gejala-gejala kehamilan tersebut,
ke Klinik atau dokter untuk membuat diagnosis pasti. Bila ternyata terjadi kehamilan
ektopik, harus dilakukan tindakan segera untuk mengatasinya.
2.4. Landasan Teori
Usia reproduksi perempuan pada umumnya adalah 19 – 49 tahun, oleh karena
itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita atau
pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat atau cara KB. Upaya untuk
mencapai keberhasilan dalam menurunkan tingkat kelahiran ini diperlukan dukungan
segenap warga masyarakat, faktor yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan keluarga berencana adalah umur, pendidikan, pengetahuan, kesadaran,
dan sikap dari setia pasangan usia subur untuk membatasi jumlah kelahiran,
disamping hal tersebut masih ada masyarakat yang sulit menentukan pilihan
kontrasepsi yang tersedia, pemakaian alat kontrasepsi merupakan salah satu bentuk
prilaku kesehatan.
Pemikiran penggunaan kontrasepsi yang digunakan mengadopsi kerangka
teori berdasarkan Bertrand (1980) yang telah dimodifikasi, perilaku kesehatan
berperan dalam menentukan keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana, tiga
faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi / KB yaitu
faktor faktor sosio demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor pemberi pelayanan.
Teori Bertrand (1980) mengemukakan tiga kategori utama dalam pemberian
a. Faktor sosio demografi yaitu pendidikan, jumlah anak, pekerjaan, dan
sebagainya. Dari segi umur kelompok umur 20-30 tahun dengan jumlah anak tiga
anak atau lebih merupakan kelompok wanita terbesar menggunakan alat
kontrasepsi, faktor agama juga berhubungan dengan penerimaan kontrasepsi.
b. Faktor psikologis yaitu kepercayaan, kepuasan, dukungan dalam pelayanan
keluarga berencana /KB, hal ini dapat diumpamakan jika terjadi issue / desas –
desus dari efek samping kontrasepsi maka kepercayaan masyarakat untuk
mengikuti KB akan berkurang dan jika tidak ada dukungan dari keluarga maupun
pasangan maka memungkinkan untuk tidak menjadi akseptor KB dan dapat
menjadi penghambat dalam program KB.
c. Faktor pemberi pelayanan yaitu jika faktor pemberi pelayanan tidak berfungsi
dengan baik sebagaimana mestinya akan berhubungan terhadap penerimaan
pemakaian KB yang termasuk dalam pemberi pelayanan adalah sumber