• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Komunikasi Pasangan Backstreet Dengan Orang Tua (Studi Kasus Komunikasi Verbal Dan Nonverbal Pasangan Backstreet Dengan Orang Tua Di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Komunikasi Pasangan Backstreet Dengan Orang Tua (Studi Kasus Komunikasi Verbal Dan Nonverbal Pasangan Backstreet Dengan Orang Tua Di Kota Medan)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

STRATEGI KOMUNIKASI PASANGAN BACKSTREET DENGAN ORANG TUA

(Studi Kasus Strategi Komunikasi Verbal dan Nonverbal Pasangan Backstreet dengan Orang Tua di Kota Medan)

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Stara 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara

Oleh:

Ira Santha Charolin 110904116

D E P A R T E M E N I L M U K O M U N I K A S I

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

M E D A N

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Ira Santha Charolin

NIM : 110904116 Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Strategi Komunikasi Pasangan Backstreet dengan Orang Tua (Studi Kasus Komunikasi Verbal dan Nonverbal Pasangan Backstreet dengan Orang Tua di Kota Medan)

Medan, April 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dr. Nurbani, M.Si Dra. Fatma Wardy Lubis, MA NIP. 196108021987012001 NIP. 196208281987012001

Dekan FISIP

(3)

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Ira Santha Charolin

NIM : 110904116

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Strategi Komunikasi Pasangan Backstreet dengan Orang Tua

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di :

(4)

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (Plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Ira Santha Charolin NIM : 110904116

Tanda Tangan :

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai grlar sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatra Utara (USU). Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada orang tua peneliti yaitu ayahanda Benyamin Ginting dan ibunda Kusriati Tarigan yang memberikan dukungan dan bantuan, baik secara moril maupun materil, serta seluruh doa yang tiada hentinya. Selain itu, peneliti juga menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi, Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A yang telah memberikan kesempatan dan dukungan bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Dosen Pembimbing, Ibu Nurbani, M.Si yang telah banyak menyediakan waktu dan pikiran untuk membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih telah mengarahkan dan membimbing saya dari awal pembuatan judul sampai akhirnya selesai menjadi skripsi.

3. Seluruh Staf Dosen dan Administrasi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU khususnya Kak Maya, yang telah memberikan pendidikan, pelajaran, bimbingan serta bantuan lainnya kepada peneliti dari awal hingga menamatkan perkuliahan.

4. Para informan yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.

(6)

6. Orang terkasih, Perlin Martua Limbong, ST yang selalu menemani, membantu dan memberikan semangat kepada peneliti dari awal pengerjaan skripsi hingga akhir.

7. Sahabat peneliti yang selalu ada dan menjadi pendengar yang baik, Fadhillah Nur Fitri, S.Ikom, Yolanda Eldhisa, Chyiona Azaria Sembiring, Melyani Sembiring, Phinita Lasmaria Limbong, Kharlina Adeliasta Limbong. Terima kasih atas kebaikan hati, menyediakan tempat untuk pengerjaan skripsi serta motivasi kalian selama ini, semoga kita sama-sama sukses untuk kedepannya.

8. Abang angkat peneliti Tora Sinabariba dan Nicho Purba yang tidak pernah lelah memberi semangat dan motivasi kepada peneliti dari awal pengerjaan skripsi hingga akhir.

9. Sepupu-sepupu yang juga menjadi sahabat dalam bertukar pikiran, Kak Siska, Kak Terry, Bang Dewen, Kak Sarma. Terima kasih sudah banyak membantu peneliti.

10.Pengurus IMAJINASI angkatan 2013-2014, terima kasih sudah memberikan banyak pelajaran organisasi untuk peneliti.

11.Teman-teman satu dosen pembimbing David Sebayang, S.Ikom, Nurul, Adhe, Tabita. Terima kasih sudah memberikan semangat kepada peneliti untuk sama-sama menyelesaikan skripsi ini.

12.Sahabat ANTO KOMUNIKASI 2011, Tetty Mutya Pasaribu, Aisyah Arfani, Devi Aini, Mhd Zahrawi, Yudha Ikhsan, Eva Kepot, Ewitha, Haritz Ardiansyah, Adin Lubis, Nitha, Nurhayati Noeg, Hendika Ganjang, Eki, Mira Dita, Sebrina Mentari, Gita Fiolanda, Desi Sonia, Gael, Angelia Putiana, Siska Juli, Sondang, dan teman-teman Anto lainnya yang telah menemani dari awal perkuliahan sampai penulisan skripsi. Terimakasih untuk empat tahun kita bersama-sama, dari mulai inisiasi di tongging sampai sekarang. Terimakasih Anak Tongging 2011.

(7)

Peneliti juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya bagi peneliti. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi seluruh pihak yang membacanya.

Medan, April 2015

(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ira SanthaCharolin NIM : 110904116

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive Royalty – Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul Strategi Komunikasi Pasangan Backstreet dengan Orang Tua (Studi Kasus Komunikasi Verbal dan Nonverbal Pasangan Backstreet dengan Orang Tua di Kota Medan). Dengan Hak Bebas Royalty Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : April 2015 Yang Menyatakan

(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Konteks Masalah ... 1

1.2. Fokus Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

II KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1. Paradigma Kajian ... 10

2.2. Uraian Teoritis ... 12

2.2.1. Komunikasi ... 13

2.2.2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi ... 14

2.2.3. Strategi Komunikasi ... 15

2.2.4. Jenis-Jenis Komunikasi ... 21

(10)

2.2.4.2. Komunikasi Nonverbal ... 23

2.2.5. Interpersonal Deception Theory (Teori Penipuan Antar Individu) ... 36

2.2.7. Teori Dialektika Relasional ... 39

2.2.7.1. Asumsi Teori Dialektika Rasional ... 39

2.2.7.2. Dialektika Konstektual ... 41

III METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Metodologi Penelitian ... 43

3.2. Objek Penelitian ... 44

3.3. Subjek Penelitian ... 44

3.4. Kerangka Analisis ... 44

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.6. Penentuan Informan ... 46

3.7. Keabsahan Data ... 46

3.8. Teknik Analisis Data ... 47

IV HASIL ... 50

4.1. Hasil ... 50

4.1.1. Proses Penelitian ... 50

4.1.2. Profil Informan ... 52

4.1.2.1. Informan DA ... 52

4.1.2.2. Informan CH ... 53

4.1.2.3. Informan DN ... 54

4.1.2.4. Informan YE ... 55

4.1.2.5. Informan AN ... 56

4.1.3. Hasil Pengamatan dan Wawancara ... 57

4.1.4. Klasifikasi Konflik yang Terjadi dengan Orang Tua ... 80

(11)

dan Komunikasi Nonverbal ... 83

4.1.8. Klasifikasi Gambaran Kecemasan dan Cara Mengatasinya 84 4.2. Pembahasan ... 86

4.2.1. Konflik yang Terjadi dengan Orang Tua ataupun Pasangan 87 4.2.2. Alasan Berpacaran Backstreet ... 88

4.2.3. Strategi Komunkasi Verbal dan Komunikasi Nonverbal yang Digunakan Pasangan Pacaran Backstreet ... 92

4.2.4. Gambaran Kecemasan dan Cara Mengatasinya ... 95

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

7.1. Kesimpulan ... 98

7.2. Saran ... 99

(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

4.1. Tabel Klasifikasi Konflik yang Terjadi dengan Orang Tua ... 80

4.2. Tabel Klasifikasi Pendapat Orang Tua Informan dan Orang Tua

Pasangan Mengenai Hubungan Anaknya ... 82

4.3. Tabel Klasifikasi Alasan Berpacaran Backstreet ... 82

4.4. Tabel Klasifikasi Strategi Komunikasi Verbal dan Komunikasi

Nonverbal ... 83

(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

3.1. Kerangka Analisis ... 45

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

1... Pedom an Wawancara

2... Hasil Wawancara

(15)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Pasangan Backstreet dengan Orang Tua (Studi Kasus Komunikasi Verbal dan Nonverbal Pasangan Backstreet dengan Orang Tua di Kota Medan). Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan, alasan, gambaran kecemasan dan cara mengatasi kecemasan, serta mengetahui konflik yang terjadi dalam berpacaran backstreet baik dengan orang tua, maupun pasangan itu sendiri. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Interpersonal Deception Theory (Teori Penipuan Antar Individu), Strategi Komunikasi, Komunikasi Verbal, Komunikasi Nonverbal, Dialektikal Relaksional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif Studi Kasus. Terdapat lima informan didalam penelitian ini. Adapun teknik yang digunakan dalam pemilihan informan adalah teknik Purposive Sampling, yaitu pemilihan informan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data adalah menggunakan Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan melalui metode wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konflik yang dihadapi informan tidak hanya dengan orang tua juga dengan diri sendiri. Berbagai alasan berpacaran backsteet yaitu: karena perbedaan suku (Informan DA), berbeda agama (Informan CH dan DN), orang tua informan yang lebih menyukai mantan pasangan anaknya (Informan YE) serta ketidakberanian anak untuk jujur kepada orang tuanya (Informan AN). Didalam menjalankan hubungan backstreet, mereka juga sering menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal dengan cara berbohong, merasakan kecemasan yaitu dengan perasaan yang tidak tenang, gemetaran, perasaan takut karena telah berbohong. Namun cara yang mereka gunakan untuk mengatasinya adalah dengan cara berfikiran positif.

Kata Kunci :

(16)

ABSTRACT

The title of this research is "Communication Strategy Of Backstreet Couple with Parents" (Case Study of Verbal and Nonverbal Communication of Backstreet Couple with Parents in Medan). This research uses a constructivist approach. This research aims to determine the verbal and nonverbal communication strategies that used, the reason, a description of anxiety and how to overcome anxiety, and knowing the conflict in dating backstreet with the parents, and the couple themselves. The theory of this research are; Interpersonal Deception Theory, Interpersonal Communication Theory, Communication Strategy, Verbal Communication, Nonverbal Communication, Dialectical Relational. The method of this research is a qualitative case study method. There are five informants in this research, one informant is a student of Polytechnic of Medan and four informants are student of University of North Sumatera. The techniques that used in the selection of informants is purposive sampling technique, the selection of informants based on certain criteria that made by the researcher based research purposes. The data collection techniques in this research are library research and field research with in-depth interviews. The results of this research indicate there are various conflicts faced by informants, not only with parents but also with themselves, various reasons dating backsteet are; differences in ethnicity (Informant DA), difference of religions (Informant CH and DN), informant's parents who prefers her former boyfriend (Informant YE), and cowardice of child to be honest with her parents (Informant AN). In backstreet relationship, they also often use verbal communication and nonverbal communication by means of lying, they also feel anxiety with an uneasy feeling, trembling, fear for lying to parents, but the way they use to deal with it is by way of a positive-minded.

(17)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Pasangan Backstreet dengan Orang Tua (Studi Kasus Komunikasi Verbal dan Nonverbal Pasangan Backstreet dengan Orang Tua di Kota Medan). Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan, alasan, gambaran kecemasan dan cara mengatasi kecemasan, serta mengetahui konflik yang terjadi dalam berpacaran backstreet baik dengan orang tua, maupun pasangan itu sendiri. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Interpersonal Deception Theory (Teori Penipuan Antar Individu), Strategi Komunikasi, Komunikasi Verbal, Komunikasi Nonverbal, Dialektikal Relaksional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Kualitatif Studi Kasus. Terdapat lima informan didalam penelitian ini. Adapun teknik yang digunakan dalam pemilihan informan adalah teknik Purposive Sampling, yaitu pemilihan informan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data adalah menggunakan Penelitian Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan melalui metode wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konflik yang dihadapi informan tidak hanya dengan orang tua juga dengan diri sendiri. Berbagai alasan berpacaran backsteet yaitu: karena perbedaan suku (Informan DA), berbeda agama (Informan CH dan DN), orang tua informan yang lebih menyukai mantan pasangan anaknya (Informan YE) serta ketidakberanian anak untuk jujur kepada orang tuanya (Informan AN). Didalam menjalankan hubungan backstreet, mereka juga sering menggunakan komunikasi verbal dan nonverbal dengan cara berbohong, merasakan kecemasan yaitu dengan perasaan yang tidak tenang, gemetaran, perasaan takut karena telah berbohong. Namun cara yang mereka gunakan untuk mengatasinya adalah dengan cara berfikiran positif.

Kata Kunci :

(18)

ABSTRACT

The title of this research is "Communication Strategy Of Backstreet Couple with Parents" (Case Study of Verbal and Nonverbal Communication of Backstreet Couple with Parents in Medan). This research uses a constructivist approach. This research aims to determine the verbal and nonverbal communication strategies that used, the reason, a description of anxiety and how to overcome anxiety, and knowing the conflict in dating backstreet with the parents, and the couple themselves. The theory of this research are; Interpersonal Deception Theory, Interpersonal Communication Theory, Communication Strategy, Verbal Communication, Nonverbal Communication, Dialectical Relational. The method of this research is a qualitative case study method. There are five informants in this research, one informant is a student of Polytechnic of Medan and four informants are student of University of North Sumatera. The techniques that used in the selection of informants is purposive sampling technique, the selection of informants based on certain criteria that made by the researcher based research purposes. The data collection techniques in this research are library research and field research with in-depth interviews. The results of this research indicate there are various conflicts faced by informants, not only with parents but also with themselves, various reasons dating backsteet are; differences in ethnicity (Informant DA), difference of religions (Informant CH and DN), informant's parents who prefers her former boyfriend (Informant YE), and cowardice of child to be honest with her parents (Informant AN). In backstreet relationship, they also often use verbal communication and nonverbal communication by means of lying, they also feel anxiety with an uneasy feeling, trembling, fear for lying to parents, but the way they use to deal with it is by way of a positive-minded.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Konteks Masalah

Manusia sebagai mahluk sosial senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya, lingkungan sekitarnya, bahkan apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu yang tinggi memaksa manusia untuk perlu berkomunikasi. Everett mengemukakan bahwa komunikasi sudah merupakan bagian dari kehidupan manusia, sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi (Cangara, 2006: 1). Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan untuk mengetahui hasrat orang lain merupakan awal manusia berkomunikasi. Tanpa melakukan komunikasi, maka seseorang akan mengalami kesulitan untuk melangsungkan hidupnya itu sebabnya, manusia dianggap sebagai mahluk yang paling unik dengan kemampuan yang dimilikinya dalam menyampaikan gagasan, ide, serta pendapat dalam proses komunikasi antar pribadi.

Komunikasi adalah sebuah proses interaksi untuk berhubungan dari satu pihak ke pihak lainnya, yang pada awalnya berlangsung sangat sederhana dimulai dengan sejumlah ide-ide yang abstrak atau pikiran dalam otak seseorang untuk mengolah data atau informasi yang kemudian dikemas atau dikonversi menjadi sebentuk pesan yang kemudian disampaikan secara langsung maupun tidak langsung menggunakan bahasa berbentuk visual, kode suara, atau kode tulisan. Komunikasi juga dibedakan menjadi dua, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal yang dilakukan antara pengirim dan penerima untuk merubah tingkah laku melingkupi proses yang lebih luas.

(20)

masyarakat setempat maka kita bisa menggunakan bahasa isyarat nonverbal. Ketiga, komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa nonverbal. Melalui komunikasi verbal kita mengkomunikasikan gagasan dan konsep-konsep yang abstrak.

Komunikasi nonverbal adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan kata-kata atau nonlinguistik, komunikasi nonverbal penting sebab apa yang sering kita lakukan mempunyai makna yang lebih penting dari pada apa yang kita katakan. Ucapan atau ungkapan klise seperti “ sebuah gambar sama nilainya dengan seribu kata” menunjukkan bahwa alat-alat indera yang kita gunakan untuk menangkap isyarat-isyarat nonverbal sebetulnya berbeda dari kata-kata yang kita gunakan. Salah satu dari beberapa alasan yang dikemukakan oleh Richard L. weater II (1993) bahwa kata-kata pada umumnya memicu salah satu sekumpulan alat indera seperti pendengaran, sedangkan komunikasi nonverbal dapat memicu sejumlah alat indera seperti penglihatan, penciuman, dan perasaan.

Komunikasi dengan tatap muka adalah komunikasi yang banyak menyampaikan gagasan dan pikiran lewat pesan-pesan verbal. Pada gilirannya orang lain pun lebih banyak membaca pikiran-pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal. Kita dapat dikatakan melakukan komunikasi nonverbal melalui pakaian yang kita gunakan, mobil yang kita kendarai, atau kantor yang kita tempati. komunikasi nonverbal sangat penting dikarenakan komunikasi nonverbal dapat memperkuat dan memperjelas atau melengkapi komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal juga merupakan penggambaran emosi yang tidak dapat diungkapkan dalam komunikasi verbal. Hal itu dikarenakan komunikasi tidak dapat dipisahkan (saling berkaitan) dengan komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal dapat digunakan kapan saja dan oleh siapa saja termasuk orang-orang yang memiliki kelainan fisik serta saat seseorang itu sulit mengungkapkan perasaan melalui komunikasi verbal.

(21)

hubungan backstreet agar tidak diketahui oleh orang tua. Komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan juga rentan menimbulkan masalah-masalah atau konflik kecil yang mengganggu, seperti salah memahami pesan yang dibaca, atau salah memahami percakapan yang sedang dibicarakan. Terlalu seringnya menggunakan komunikasi verbal menyampingkan pentingnya komunikasi nonverbal. Padahal, komunikasi non verbal mengandung lebih banyak muatan emosional dari pada komunikasi verbal. Sementara kata-kata umumnya digunakan untuk menyampaikan fakta, pengetahuan dan keadaan, pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan seseorang, yang terdalam sekalipun, seperti rasa sayang atau rasa sedih (Mulyana, 2007:349).

Backstreet kalau diartikan secara harfiah adalah jalan belakang. Dengan

kata lain, backstreet adalah hubungan percintaan yang dilakukan diam-diam atau sembunyi (Kenya 2005;1). Backstreet juga dapat terjadi jika sebelumnya anak sudah berasumsi bahwa orang tuanya tidak akan mengizinkan dia berpacaran. Remaja memiliki banyak cara untuk menyembunyikan hubungannya seperti diam-diam berkomunikasi dengan pasangannya melalui via telepon, sms, dan bahkan untuk bertemu dengan pasangannya ia akan berbohong kepada orang tuanya sendiri. Jika anak sampai menjalin hubungan pacaran diam-diam seperti ini, akan lebih sulit bagi orang tua untuk memantau perilaku berpacaran anak mereka dan membimbing mereka menjalani hubungan pacaran yang sehat. Secara tidak langsung sikap ataupun perilaku bahasa verbal dan nonverbal akan ditunjukkan seorang remaja terhadap orangtuanya untuk menutup-nutupin hubungan pacarannya agar tidak ketahuan.

(22)

a. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

b. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain: mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan, mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, berkhayal tentang aktifitas seks.

c. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain: pengungkapan identitas diri, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berpikir abstrak .

Menurut Monks (2001: 262) Masa remaja akhir adalah masa transisi perkembangan antara masa remaja menuju dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 17-22 tahun. Pada masa ini terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Mahasiswa masuk ke dalam kategori remaja akhir (18-21tahun), namun sebagian pula terkategori sebagai dewasa awal pada periode pertama (22-28 tahun).

Pada masa remaja, sudah mulai timbul minat dan emosi heteroseksual yaitu ketertarikan dengan lawan jenis yang merupakan salah satu bagian dari perkembangan remaja seiring dengan berjalannya masa pubertas. Pubertas adalah periode pada masa remaja awal yang dicirikan dengan perkembangan kematangan fisik dan seksual sepenuhnya (Seifert & Hoffnung, 1987). Masa puber menimbulkan rasa keingintahuan tentang lawan jenisnya. Remaja laki-laki dan perempuan mulai saling memperhatikan satu dengan yang lainnya. Remaja juga memiliki minat untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosio-seksual seperti berpacaran.

(23)

langkah awal laki-laki dan perempuan mengadakan hubungan emosional secara khusus dengan lawan jenisnya (Surbakti, 2008: 1).

Berpacaran tidak dilakukan hanya semata-mata karena ketertarikan seseorang terhadap lawan jenisnya, akan tetapi berpacaran juga merupakan sesuatu yang diharapkan atau dituntut dari remaja lain karena berpacaran merupakan bentuk suatu hubungan yang popular di masa remaja. Biasanya tuntutan itu berasal dari teman-temannya yang pada masa remaja ini sangat mempengaruhi tingkah laku remaja tersebut. Akibat adanya tuntutuan dari teman-temannya, semakin banyak remaja yang ingin menjalin hubungan pacaran dengan lawan jenisnya. Akhirnya, remaja dan berpacaran menjadi dua hal yang selalu terkait dan semakin sulit dipisahkan.

Perkembangan dalam pembentukan hubungan-hubungan baru dengan lawan jenis ditandai dengan saling mengenal antar individu, baik dari segi kekurangan ataupun kelebihan masing-masing individu yang kemudian dilanjutkan ke dalam fase berpacaran. Kegiatan berpacaran sering menimbulkan hal-hal negatif bagi banyak remaja, akibatnya banyak sekali orang tua yang melarang anaknya untuk berpacaran. Tindakan orang tua yang melarang anaknya untuk berpacaran membuat banyak anak memilih untuk menjalani hubungan backstreet, padahal backstreet bisa dianalogikan sebagai tindakan membohongi orang tua. Pada beberapa contoh kasus, ada juga orang tua yang menyetujui anaknya untuk berpacaran pada masa remaja.

Kondisi mengenai pelarangan anak untuk berpacaran terutama dialami oleh seorang remaja perempuan, dikarenakan orang tua yang merasa khawatir terhadap anaknya yang sudah remaja dan sudah mulai tertarik dengan lawan jenisnya tersebut sehingga orang tua tidak mengizinkan anaknya untuk berpacaran karena ingin melindungi dan menjaga anaknya.

(24)

membuat mereka menggunakan strategi komunikasi verbal dan non verbal untuk menjaga hubungan pacaran backstreet mereka tidak diketahui. Hubungan yang dijalani secara diam-diam atau backstreet rasanya memang sangat tidak nyaman, selain itu suatu hubungan atau pacaran yang backstreet memang menimbulkan perasaan was-was atau cemas sehingga perasaan tersebut terkadang membuat hubungan komunikasi anak dengan orang tua tidak baik.

Anak yang takut akan ketahuan oleh orang tuanya telah pacaran akan sering berbohong kepada orang tuanya. Saat ini, bukanlah hal yang aneh lagi jika seorang remaja mengatakan bahwa ia telah menjalin hubungan pacaran baik secara terang-terangan maupun sembunyi atau secara diam-diam (backstreet). Ketika seseorang sudah menjalin sebuah hubungan pacaran, tentunya remaja tersebut telah memiliki suatu konsep tentang pacaran. Konsep merupakan ide umum tentang sesuatu yang digunakan untuk berbagai fungsi kognitif. Konsep remaja tentang pacaran ini menjadi suatu hal yang penting untuk diketahui karena ketidaktahuan banyak pihak, khususnya orang tua, mengenai konsep pacaran remaja yang cenderung membuat orang tua langsung menilai negatif terhadap remaja yang sudah berpacaran.

Selain konsep pacaran, hal yang paling penting untuk diketahui adalah perilaku pacaran pada remaja. Dengan masuknya budaya Barat yang mengangungkan kebebasan individu yaitu gaya pacaran yang lebih terbuka sampai perilaku seperti seks pra nikah sudah sering terdengar. Beberapa penelitian telah membuktikan hal tersebut, misalnya dari survei yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah (dalam Husni, 2005; Sugiyati, 2007) ditemukan bahwa 25 % remaja sudah saling meraba (payudara dan kelamin), dan 7,6 % sudah melakukan hubungan seks (http://www.freelists.org).

(25)

terlalu kecil. Hal ini justru dapat membuat remaja yang sudah tidak ingin dianggap sebagai anak kecil menjadi kesal dan dapat menimbulkan konflik antara anak dan orang tua karena si anak ingin . Pertentangan terjadi karena orang tua ingin melindungi si anak dari akibat buruknya berpacaran yang terlalu jauh. Browann (1978) mengatakan bahwa remaja yang tidak menjalin hubungan pacaran sementara temannya berpacaran dapat ditolak oleh teman-temannya. Tentu saja hal tersebut tidak akan mau terjadi, sehingga remaja tersebut sangat ingin memiliki pacar. Jika orang tua langsung menentang ataupun melarang, ada kemungkinan terjadi konflik diantara mereka. Remaja mungkin saja tetap berpacaran tanpa memberitahu orang tuanya (Backstreet).

Backstreet merupakan bentuk perlawanan remaja pada sikap orangtua

yang melarangnya. Pacaran dengan model seperti ini tidak jarang menimbulkan dampak yang tidak sehat. Wiwit Puspitasari M.Psi, psikolog rumah sakit Awal Bros Batam mengatakan, bahwa pacaran dengan model backstreet biasanya dilakukan dengan rahasia. Tidak lagi terbuka dan memilih sembunyi-sembunyi, karena takut diketahui orang lain (http://www.psikologizone.com).

Berikut ini adalah contoh kasus seorang remaja yang telah berstatus mahasiswa yang memilih hubungan jalur belakang ataupun backstreet : tidak seperti biasanya, pada hari Sabtu, hati Nisa (nama disamarkan) cewek asli Magelang ini lebih girang dari biasanya. Pasalnya, itu hari pertemuan cewek murah senyum tersebut dengan kekasih hatinya. Setelah sepekan menjalani kesibukan masing-masing, pacaran pada akhir pekan selalu menjadi momentum manis yang tidak tergantikan.

Begitulah Nisa (nama disamarkan) yang menjalani hubungan asmaranya selama empat tahun. Tapi siapa sangka, meski sudah lama berpacaran, jalinan cinta mereka belum diketahui oleh ayah dan ibu keduanya. Nisa dan pacarnya lebih memilih berhubungan secara backstreet. Perbedaan keyakinan yang membuat keduanya merasa lebih baik menjalani kemanisan cinta dengan cara begitu.''Sering banget aku bercerita tentang kebaikan dia di depan ortangtua. Berharap mereka bakal suka dengan pacarku. Tapi untuk mengaku kami telah

(26)

Hasilnya, ketika menjelang waktu pertemuan untuk pacaran, Nisa harus sembunyi-sembunyi agar ayah dan ibunya tidak curiga.

(http://www.suaramerdeka.com/)

Para pengikut backstreet memang selalu merasa serba salah. Mereka ingin menjalani pacaran yang normal agar hidup dia dan pacar ''damai dan tentram''. Tapi apa daya, keberanian untuk menyatakan dan menerima risiko paling buruk dari orang tua ataupun lingkungan seperti mengaharuskan mereka untuk putus terdengar jauh lebih mengerikan. Walaupun banyak tantangan dan ketakutan yang timbul pada saat menjalaninya, backstreet tetap saja membuat yang menjalaninya merasa senang dan menikmatinya.

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa yang termasuk remaja akhir (18-21 tahun) karena banyaknya pasangan pada usia remaja akhir yang masih menjalani hubungan backstreet. Usia remaja akhir merupakan usia dimana seorang remaja akan memasuki tahap dewasa, tetapi masih memiliki ketakutan untuk mengakui hubungan dengan pasangan kepada orang tua. Penelitian ini difokuskan pada remaja akhir karena beberapa alasan. Alasan pertama adalah usia remaja akhir yang dapat dikatakan tahap awal menuju kedewasaan, tetapi diusia yang sudah menginjak masa dewasa mereka masih mendapat larangan berpacaran dari orang tua. Mereka belum memperoleh hak untuk menentukan pilihannya sendiri dalam artian belum diberikan kebebasan untuk mandiri. Alasan kedua adalah untuk mengetahui komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan remaja akhir yang melakukan backstreet dalam menyembunyikan hubungannya dari orang tua.

(27)

Melalui uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian terhadap remaja akhir yaitu mahasiswa untuk mengetahui hubungan backstreet yang mereka atau informan jalani. Penelitian ini akan didukung beberapa teori untuk memperkuat alasan-asalan dan kesimpulan yang bisa penulis simpulkan dari hasil pengamatan dan analisis terhadap pasangan yang menjalani hunungan backstreet.

1.2. Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan sebelumnya diatas, maka dapat dikemukakan bahwa fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “ Bagaimana Strategi Komunikasi Verbal dan Nonverbal Pasangan Backstreet Dengan Orang Tua?”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui alasan pasangan menjalani pacaran Backstreet.

2. Mengetahui strategi komunikasi verbal dan nonverbal yang digunakan dalam pacaran backstreet.

3. Mengetahui konflik yang terjadi dalam berpacaran backstreet.

4. Mengetahui gambaran kecemasan dan cara mengatasi kecemasan dalam menjalini hubungan backstreet.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sumber bacaan.

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Paradigma Kajian

Paradigma ibarat sebuah jendela tempat seseorang bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya. Sebagian orang menyatakan paradigma (paradigm) sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Namun secara umum paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Paradigma adalah basis kepercayaan utama dari sistem berpikir basis dari ontologi, epistemologi, dan metodologi. Dalam pandangan filsafat, paradigma merupakan pandangan awal yang membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berpikir seseorang. Hal ini membawa konsekuensi praktis terhadap perilaku, cara berpikir, intepretasi dan kebijakan dalam pemilihan masalah. Paradigma memberi representasi dasar yang sederhana dari informasi pandangan yang kompleks sehingga orang dapat memilih untuk bersikap atau mengambil keputusan.

Menurut Moleong (2009: 49), ada berbagai macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah Scientifik Paradigm (paradigma ilmiah) dan Naturalistic Paradigm (paradigma almiah). Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme (lazimnya disebut sebagai paradigma kuantitatif) sedangkan pandangan alamiah bersumber pada pandangan fenomenologis (lazimnya disebut sebagai paradigma kualitatif).

(29)

dinyatakan sebagai paradigma tradisional, positivisme, eksperimental, atau empiris. Sedangkan paradigma kualitatif (alamiah/fenomenologis) bersumber dari pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deutcher. Pendekatan ini berawal dari tindakan balasan terhadap tradisi positivisme.

Pendekatan fenomenologis berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak orang itu sendiri. Bagi mereka yang penting ialah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau dipikirkan oleh orang itu sendiri. Paradigma kualitatif menyatakan pendekatan konstruktif atau naturalistis (Lincoln & Guba), pendekatan interpretatif (J. Smith) atau sudut pandang postpositivist (postmodern). Antara kedua paradigma tersebut, tentu saja memiliki asumsi yang berbeda.

Sesuai dengan metodologi penelitian ini yakni penelitian kualitatif, maka dalam penelian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Asumsi ontologism pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap sebagai konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu (Kriyanto, 2008:51).

Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksikan realitas sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku soaial yang diteliti.

(30)

melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly (dalam Budyatna dan ganiem, 2011: 221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalmannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persaman-persamaan dan perbedaan-perbedaanya. Perbedaan- perbedaan yang dipresepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan didalam system kognitif individu.

Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami norang lain. Para individu berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya. Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu tersebut cenderung melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki perbedaan secara kognitif, maka individu tersebut akan melakukan perbedaan-perbedaan secara halus dan lebih sensitive. Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain.

Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan stategi atau strategy-choice theory. Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya

menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan mengklasifikasikannya yang berkenaan dengan kategori-kategori strategi (Budyatna dan Ganiem, 2011: 225).

2.2. Uraian Teoritis

(31)

peneliti melakukan penelitian, hendaknya mengetahui teori-teori apa saja yang digunakan dalam menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti.

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:

2.2.1. Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio, dan bersumber dari kata Communis yang berarti sama. Dalam hal ini adalah sama makna. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Selain itu, kata lain yang mirip dengan komunikasi yaitu komunitas yang menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas.

Komunikasi jika ditinjau dari defenisinya, tidak ada defenisi yang benar maupun salah. Seperti juga model atau teori, defenisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefenisikan dan mengevaluasinya. Beberapa defenisi mungkin terlalu sempit, misalnya “komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau lebih luas, misalnya “komunikasi adalah interaksi antara dua makhluk hidup atau lebih.”

Komunikasi adalah istilah yang begitu populer di zaman sekarang ini. Manusia modern disuguhkan dengan pesan-pesan komunikasi dari berbagai jurusan, baik secara terang-terangan, halus, verbal maupun non verbal. Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individual). (Effendy, 2007 : 10).

(32)

pihak satu ke pihak yang lain dengan tujuan mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan. Hal ini berarti bahwa komunikasi juga dipandang sebagai sebuah konsekuensi dari hubungan sosial (social relation). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain secara otomatis akan menimbulkan interaksi sosial (social interaction).

Istilah komunikasi ini juga dapat dipandang dari segi pragmatisnya. Artinya bahwa komunikasi dalam arti pragmatis mengandung tujuan tertentu ada yang dilakukan secara lisan, secara tatap muka, atau melalui media massa seperti: surat kabar, radio, televisi, atau film, maupun media non masssa seperti: surat, poster, spanduk dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pengertian ini bersifat intensional (intentional) dan mengandung tujuan dan tentunya terlebih dahulu harus dilakukan dengan sebuah perencanaan. Sejauh mana kadar perencanaan itu, bergantung kepada pesan yang akan dikomunikasikan dari komunikator kepada komunikasn dan pada komunikan yang dijadikan sasaran. Intinya bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain secara langsung untuk memberi tahu, merubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara langsung, maupun tidak langsung melalui media.

2.2.2. Fungsi dan Tujuan Komunikasi

Berdasarkan pengertian yang ada, komunikasi dipandang tidak hanya sekedar mengelola suatu informasi tertentu. Fungsi komunikan bukan hanya menyampaikan berita untuk informasi saja tetapi juga mendidik dan mempengaruhi agar khalayak melakukan suatu kegiatan tertentu, dan menghibur khalayak. Oleh sebab itulah maka pengelolaan suatu informasi harus benar-benar terarah berdasarkan fungsi komunikasi tersebut. (Effendy,2007 :31).

(33)

maju khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dalam arti luas, kegiatan mendidik ini artinya memberikan informasi yang dapat menambah kemajuan masyarakat dalam tataan komunikasi massa. Sedangkan kegiatan mendidik dalam arti sempit memberikan informasi dalam tatanan komunikasi kelompok pada pertemuan-pertemuan, kelas-kelas dan lain sebagainya.Mempengaruhi (to persuade). Kegiatan ini memberikan berbagai informasi kepada masyarakat dimana komunikasi sekaligus dijadikan sebagai sarana untuk mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang diharapkan berubah ke arah perubahan sikap dan perubahan perilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator. Contohnya: dapat mempengaruhi khalayak melalui komunikasi dalam pemilihan umum (kampanye), propaganda dan lainnya. Menghibur (to entertain). Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kegiatan memberikan informasi kepada masyarakat atas ketidaktahuan mereka dan juga menjadi hiburan masyarakat. Contohnya media-media yang menyediakan space khusus untuk hiburan melalui kegiatan dan pemanfaatan komunikasi tentunya.”

Dari berbagai tujuan komunikasi tadi tentu saja komunikasi yang telah dijelaskan dapat dilihat juga berfungsi dalam hal perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), dan perubahan perilaku (behavior

change).

2.2.3. Strategi Komunikasi

Manusia tidak menyadari kalau setiap hari sedang membuat “stategi”. Strategi berkomunikasi dengan pihak lawan atau mitra kerja. Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi. Komunikasi manusia harus direncanakan, diorganisasikan, ditumbuh kembangkan agar menjadi komunikasi yang lebih berkualitas. Salah satu langkah terpenting dalam berkomunikasi adalah menetapkan “strategi komunikasi”. Dalam banyak kasus, komunikasi manusia, yang disebut sebagai strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menetapkan atau menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam komunikasi dengan lawan komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan.

(34)

tujuan tersebut, strategi tidak sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi (Effendy, 1993: 301).

Kata “strategi” berasal dari akar kata bahasa Yunani strategos yang secara harafiah berarti “ seni umum”, kemudian ini berubah menjadi kata sifat strategia berarti “keahlian militer” yang belakangan diadaptasikan lagi ke dalam lingkungan bisnis modern. Kata strategos bermakna sebagai (Liliweri, 2011: 240):

1. K

eputusan untuk melakukan suatu tindakan dalam jangka panjang dengan segala akibatnya.

2. P

enentuan tingkat kerentanan posisi kita dengan posisi para pesaing (ilmu perangan bisnis).

3. P

emanfaatan sumber daya dan penyebaran informasi yang relative terbatas terhadap kemungkinan penyadapan informasi oleh para pesaing.

4. P

enggunaan fasilitas komunikasi untuk penyebaran informasi yang menguntungkan berdasarkan analisis geografis dan topografis.

5. P

enemuan titik-titik kesamaan dan perbedaan sumber daya dalam pasar informasi.

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan beberapa, defenisi dari strategi komunikasi adalah :

1. Strategi yang menjelaskan dan mempromosikan suatu visi komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam rumusan yang baik.

2. Strategi untuk menciptakan komunikasi yang konsisten, komunikasi yang dilakukan berdasarkan satu pilihan (keputusan) dari beberapa opsi komunikasi.

(35)

4. Tujuan akhir komunikasi, strategi berperan memfasilitasi perubahan prilaku untuk mencapai tujuan komunikasi manajemen.

Ketika membayangkan strategi komunikasi, maka ada tujuan yang ingin dicapai dan jenis materi yang dipandang dapat memberikan kontribusi bagi tercapainya tujuan ini. Khusus untuk setiap tujuan tertentu yang berkaitan dengan aktivitas, maka tujuan komunikasi menjadi sangat penting karena meliputi, announcing, motivating, educating, and supporting decision making. (Liliweri,

2011: 248-249).

1. Memberitau (Announcing)

Tujuan pertama dari strategi komunikasi adalah announcing, yaitu pemberitauan tentang kapasitas dan kualitas informasi (one of the first goal of your communications strategy is to announce the availability of information on quality). Oleh karena itu, informasi yang akan dipromosikan sedapat mungkin berkaitan dengan informasi utama dari seluruh informasi yang sedemikian penting.

2. Motivasi (Motivating)

Memotivasi artinya informasi yang diberikan untuk sasaran dapat memberikan akses cepat kepada hal-hal yang berhubungan dengan yang akan disampaikan. Informasi yang diberikan harus dipersiapkan matang-matang dan menggunakan beberapa media agar sasaran mendapatkan informasi yang jelas.

3. Mendidik (Educating)

Tiap informasi yang diberikan kepada sasaran harus bersifat mendidik. Misalnya informasi tentang tips-tips penting yang sebelumnya belum diketahui oleh komunikasn

4. Menyebarkan Informasi (Informating)

Salah satu tujuan strategi komunikasi adalah menyebarkan informasi kepada komunikan atau audiens yang menjadi sasaran. Diusahakan agar informasi yang disebarkan ini merupakan informasi yang spesifik dan aktual, sehingga dapat digunakan komunikasn. Apalagi jika informasi ini tidak saja sekedar pemberitahuan, atau motivasi semata-mata tetapi mengandung unsur pendidikan.

5. Mendukung Pembuatan Keputusan (Supporting Decision Making)

Strategi komunikasi terakhir adalah strategi yang mendukung pembuatan keputusan. Dalam rangka pembuatan keputusan, maka informasi yang dikumpulkan, dikategorisasi, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan informasi utama bagi pembuatan keputusan

(36)

dijadikan pendukung strategi komunikasi ialah sesuai dengan formula yang dikemukakan Harold D.Lasswell (Effendy, 1993: 301), yaitu mengandung:

1. Who ? 2. Says What?

3. In Which Channel? 4. To Whom?

5. With What Effect?

Rumusan Lasswell tersebut mengandung banyak pertautan yang selanjutnya juga mempunyai teori-teori tersendiri. Sebagai contoh “persuation” yang merupakan kegiatan komunikasi yang mengharapkan “behavior Change” meliputi berbagai teknik. Jika sudah tahu sifat-sifat komunikasn, dan tahu pula efek apa yang akan dikehendaki dari mereka, memilih cara mana yang akan diambil untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media yang harus digunakan.

1. Komunikasi tatap muka (face to face communication) 2. Komunikasi bermedia (mediated communication)

(37)

visi yang ingin dicapai serta meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi tentunya.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa strategi komunikasi yang dijalankan dalam sebuah kegiatan komunikasi tentu saja tidak akan terlepas dari hambatan-hambatan komunikasi. Hambatan- hambatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Hambatan Teknis

Hambatan ini timbul karena lingkungan yang memberikan dampak pencegahan terhadap kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan, dari sisi teknologi keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi akan semakin berkurang dengan adanya temuan baru di bidang teknologi komunikasi dan sistem informasi, sehingga saluran komunikasi dalam media komunikasi dapat diandalkan serta lebih efisien.

b. Hambatan Semantik

Hambatan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau ide secara efektif. Defenisi semantik adalah studi atas pengertian yang diungkapkan lewat bahasa. Suatu pesan yang kurang jelas akan tetap menjadi tidak jelas bagaimanapun baiknya transmisi. Hambatan semantik dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Salah pengucapan kata atau istilah karena teralu cepat berbicara.

2. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang pengucapannya sama. Contohnya beda daerah berbeda juga maknanya 3. Adanya pengertian konotatif (perbedaan menafsirkan suatu makna yang

menjadi kesepakatan bersama. Contohnya saja semua setuju bahwa binatang anjing adalah binatang berbulu dan berkaki empat, sedangkan dalam makna konotatif banyak orang menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan.

Untuk menghindari miss-komunikasi ini tentu saja seorang komunikator harus mampu memilih kata-kata yang tepat dan sesuai dengan karakteristik komunikannya, serta melihat dan mempertimbangkan kemungkinan penafsiran yang berbeda terhadap kata-kata yang digunakannya. Seperti pepatah yang mengatakan dimana tanah dipijak disitu tanah dijunjung.

c. Hambatan Manusiawi

Hambatan jenis manusiawi ini muncul dari masalah-masalah pribadi yang dihadapi orang-orang yang terlibat dalam komunikasi, baik komunikator maupun komunikan.

Ada beberapa hambatan terhadap komunikasi yang efektif, yaitu: 1. Mendengar.

Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak informasi yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua kita dengar dan tanggapi. Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.

(38)

3. Menilai Sumber.

Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada anak kecil yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung mengabaikannya.

4. Persepsi yang Berbeda.

Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan. 5. Kata yang Berarti Lain Bagi Orang yang Berbeda.

Kita sering mendengar kata yang tidak sesuai dengan pengertian kita. Seseorang menyebut dan datang sebentar lagi, mempunyai arti yang berbeda bagi orang yang menanggapinya. Sebentar lagi bisa berarti satu menit, lima menit, setengah jam, atau satu jam kemudian.

6. Sinyal Nonverbal yang Tidak Konsisten.

Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan bicara, tetapi dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita mempengaruhi proses komunikasi yang berlangsung.

7. Pengaruh Emosi.

Pengaruh emosi juga sangat berpengaruh dalam kelancaran komunikasi. Pada keadaan marah, seseorang akan kesulitan untuk menerima informasi. Apapun berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya dengan baik.

8. Gangguan. Gangguan ini bisa berupa suara bising pada saat kita berkomunikasi, jarak yang jauh serta gangguan psikologis seseorang sebagai lawan bicara kita ketika berkomunikasi.

(http://www.academia.edu/)

Ketika mengetahui hambatan tentu saja ada juga cara atau alternatif untuk megurangi maupun mengatasi hambatan tersebut. Cara mengatasinya adalah sebagai berikut:

1. Membuat suatu pesan secara berhati-hati, tentukan maksud dan tujuan komunikasi serta komunikan yang akan dituju.

2. Meminimalkan gangguan dalam proses komunikasi, komunikator harus berusaha dapat membuat komunikan lebih mudah memusatkan perhatian pada pesan yang disampaikan sehingga penyampaian pesan dapat berlangsung tanpa gangguan yang berarti.

3. Mempermudah upaya umpan balik antara si pengirim dan si penerima pesan. Hal ini berarti bahwa cara dan waktu penyampaian dalam komunikasi harus direncanakan dengan baik agar menghasilkan umpan

balik dari komunikasi sesuai harapan.

(39)

2.2.4. Jenis-Jenis Komunikasi 2.2.4.1.Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata (verbs), baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian sebenarnya defenisi komunikasi verbal ini sama dengan kebanyakan defenisi dari komunikasi itu sendiri seperti yang diungkapkan oleh para ahli. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari masuk kedalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan (Mulyana, 2007: 260).

Komunikasi verbal menggunakan sistem lambang verbal yang disebut bahasa. Bahasa dapat didefenisikan sebagai alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan idea tau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntunagn komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk saling merespon secara langsung. Bahasa memiliki bebrapa fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Adapun ketiga fungsi tersebut adalah pertama, untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita. Kedua, untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia. Ketiga adalah untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, kita dapat mengetahui sikap, perilaku, dan pandangan suatu bangsa, walaupun kita belum pernah berkunjung ke negaranya.

(40)

Menurut Larry L.Barker dalam (Mulyana, 2007:266), bahasa memiliki tiga fungsi : penamaan (naming atau labeling), interaksi dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukkan merujuk pada usaha mengedentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menurut Barker, menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Seseorang juga menerima informasi setiap hari, sejak bagun tidur hingga tidur kembali dari orang lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut transmisi.

Baker berpandangan, keistimewaan bahasa sebagai sarana transmisi informasi yang lintas-waktu dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi. Tanpa bahasa seseorang tidak mungkin bertukar informasi, tidak mungkin menghadirkan semua objek dan tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi ( Mulyana, 2007:261).

Komunikasi verbal selalu berhubungan dengan pesan verbal. Pesan-pesan verbal merupakan tema yang dibicarakan bersama oleh peserta komunikasi. Penyampaian pesan oleh seorang komunikator membutuhkan : pengetahuan tentang bentuk-bentuk pesan verbal, masyarakat sasaran (Liliweri, 2001: 193)., yang terdiri dari :

1. Struktur pesan : ditujukan oleh pola penyimpulan (tersirat atau tersurat), pola urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu, argumentasi yang disenangi atau tidak disenangi), pola obyektifitas (satu atau dua sisi). 2. Gaya pesan : menunjukkan variasi linguistic dalam penyampaian pesan

(perulangan dan mudah dimengerti).

3. Appeals pesan : mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan (rasional-emosional)

Dalam mempelajari interaksi bahasa dan verbal, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan (Devito, 1997: 117), diantaranya:

1. Kata-kata kurang dapat menggantikan perasaan atau pikiran kompleks yang ingin kita komunikasikan. Oleh karenanya, kata-kata hanya dapat mendeteksi makna yang kita sampaikan.

(41)

isyarat-isyarat verbal dan nonverbal, dan efektivitasnya bergantung pada bagaimana kedua macam isyarat ini dipadukan.

3. Bahasa adalah institusi sosial dari budaya kita dan mencerminkan budaya tersebut. Pandanglah bahasa dalam suatu konteks sosial, selalu mempertimbangkan implikasi sosial dari penggunaan bahasa.

Pengetahuan terhadap isi pesan, sebagai contoh apabila materi pesan itu berisi inovasi informasi maupun teknologi, maka pesan yang disampaikan sebaiknya mengandung sesuatu cara yang dapat membantu masyarakat memecahkan masalah yang dihadapinya. Secara teknis isi pesan harus mudah dipahami secara verbal, agar cepat dikerjakan meskipun dalam skala kecil agar hasilnya cepat dirasakan

2.2.4.2.Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan kata - kata. Komunikasi nonverbal adalah penting, sebab apa yang sering kita lakukan mempunyai makna jauh lebih penting dari pada apa yang kita katakan (Budyatna & Ganiem, 2011: 110). Komunikasi nonverbal pastilah merupakan kata-kata yang sedang popular saat ini. Setiap orang tampaknya tertarik pada pesan yang di komunikasikan oleh gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak (ruang), kecepatan dan volume bicara, bahkan juga keheningan. Kita ingin belajar bagaimana “membaca seseorang seperti sebuah buku,” (Nierenberg & Calero, 1971, dalam Devito, 2011:193).

(42)

disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Perilaku artinya bahasa tubuh, sentuhan, penampilan sampai bau-bauan.

Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga tidak universal, melainkan terkait oleh budaya, jadi dipelajari bukan bawaan. Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Menurut Edward T.Hall bahasa nonverbal juga dinamai “bahasa diam” (silent language) dan dimensi tersembunyi (hidden dimension) suatu budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan-pesan

nonverbal tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan rasional dalam transaksi komunikasi, pesan non verbal member isyarat-isyarat konteksual. Pesan nonverbal membantu menafsirkan seluruh makna pengalaman komunikasi.

Menurut Richard L. Weaver (dalam Budyatna & Ganiem 2011: 111) komunikasi nonverbal memiliki beberapa karakteristik, dan enam diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi nonverbal memiliki sifat berkesinambungan, mengirim dan menerima pesan-pean nonverbal dalam arus yang tidak terputus dan terus menerus. Selagi kita mengamati sikap dan perilaku seseorang, orang tersebut mungkin sedang mengamati kita juga.

2. Komunikasi nonverbal kaya dalam makna, isyarat-isyarat nonverbal semacam alis yang terangkat, senyum, kedipan mata atau sentuhan tangan sangat berguna apabila saat berkomunikasi lisan dan tulisan tidak tepat. Komunikasi nonverbal kaya dengan makna.

3. Komunikasi nonverbal dapat membingungkan, meskipun komunikasi nonverbal kaya dengan makna, tetapi dapat juga membingungkan. Isyarat-isyarat tertentu dapat berarti sesuatu yang secara keseluruhan berbeda dari apa yang dibayangkan. Setiap orang harus berhati-hati dalam menfsirkan isyarat nonverbal. Kita tidak selalu mendapatkan informasi yang cukup untuk membuat penilaian, dan dugaan-dugaan kita bisa saja jauh dari akurat atau tidak tepat.

4. Komunikasi nonverbal menyampaikan emosi, apabila ingin menunjukkan kesungguhan atau ketulusan hati, maka wajah dan isyarat tubuh akan lebih efektif dari pada ucapan-ucapan, meskipun kata atau ucapan yang diperbuat oleh isyarat-isyarat nonverbal terkait begitu dekat kepada emosi, sejauh mana pengertian kita mengenai pesan-pesan nonverbal. Memahami ekspresi nonverbal memerlukan kemampuan yang lebih, ekspresi nonverbal, dipelajari lebih dini dan sering kali terkait secara dekat kepada emosi manusia secara universal, adakalanya lebih mudah untuk memberikan makna meskipun makna itu bisa kurang sempurna keakuratannya.

(43)

satu budaya kebudaya yang lain. Kebanyakan norma dan peraturan dipelajari sejak kecil yaitu dari bimbingan orang tua atau keluarga. Beberapa dari norma dan peraturan dipelajari dari hasil pengamatan orang lain. Ada juga yang dipelajari dari hasil pengamatan orang lain dan ada juga yang dipelajari dari kesalahan dan kegagalan serta hukuman. 6. Komunikasi nonverbal terkait pada budaya, perbedaan-perbedaan

cultural dapat diketahui berkenaan dengan setiap bentuk perilaku nonverbal dari penampilan kegerak isyarat, perilaku wajah dan mata, perilaku vocal yang berkenaan dengan suara, ruang, sentuhan, lingkungan, tempat atau waktu. Berkenaan dengan penampilan, apa yang menarik di satu budaya belum tentu menarik pada budaya lain. Gerak isyarat dan gerak tubuh mempunyai makna yang berbeda diantara budaya. Ekspresi wajah dan kontak mata, perilaku vocal, aspek lingkungan seperti bau-bauan, warna, pencahayaan, atau artefak yang mengkomunikasikan makna yang berbeda pada semua budaya.

Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. komunikasi nonverbal mengidentifikasikan enam fungsi utama (Ekman, 1965 dan Knapp, 1978, dalam DeVito, 2011) yaitu:

1. Untuk Menekankan. Kita menggunakan komunikasi nonverbal untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal. misalnya saja, anda mungkin tersenyum untuk menekankan kata atau ungkapan tertentu, atau anda dapat memukulkan tangan anda kemeja untuk menekankan suatu hal tertentu.

2. Untuk Melengkapi (Complement). Kita juga menggunakan komunikasi nonverbal untuk memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal. jadi anda mungkin tersenyum ketika menceritakan kisah lucu, atau menggeleng-gelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran seseorang.

(44)

4. Untuk Menunjukkan Kontradiksi. Kita juga dapat secara sengaja mempertentangkan pesan verbal kita dengan gerakan nonverbal. Sebagai contoh, anda dapat menyilangkan jari anda atau mengkedipkan mata untuk menunjukkan bahwa yang anda katakan adalah tidak benar.

5. Untuk Mengulangi. Kita juga dapat mengulangi dan merumuskan ulang makna dari pesan verbal, misalnya anda dapat menyertai pernyataan verbal “Apa benar?” dengan mengangkat alis mata anda, atau anda dapat menggerakkan kepala atau tangan untuk mengulangi pesan verbal “Ayo kita pergi.”

6. Untuk Menggantikan. Komunikasi nonverbal juga dpat menggantikan pesan verbal. Anda dapat, misalnya mengatakan “Oke” dengan tangan anda tanpa berkata apa-apa. Anda dapat menganggukkan kepala untuk mengatakan “Ya” atau menggelengkan kepala untuk mengatakan “Tidak”.

Dari berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya,kode nonverbal dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk, antara lain (Cangara, 2006: 101-110):

a. Kinesics

Kinesics adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan

badan. Menurut Paul Ekhman dan Wallace V. Friesen (dalam DeVito, 2011) kedua priset ini membedakan lima kelas (kelompok) gerakan nonverbal, di antaranya:

(45)

simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan “saya tidak sungguh -sungguh”.

2. Illustrator. Merupakan perilaku nonverbal yang menyertai dan secara harfiah “ mengilustrasikan” pesan verbal. dalam mengatakan “ayo, bangun.” Misalnya, anda mungkin menggerakkan kepala dan tangan anda kearah menaik. Dalam menggambarkan lingkaran atau bujur sangkar anda mungkin sesekali membuat gerakan berputar dengan tangan anda. Begitu biasanya kita melakukan gerakkan demikian sehingga sukar bagi kita untuk menukar-nukarnya atau menggunakan gerakkan yang tidak tepat. Kita hanya menyadari sebagian ilusator yang kita gunakan. Kadang-kadang ilusator ini perlu kita perhatikan. Ilusator bersifat lebih alamiah, kurang bebas dan lebih universal dari pada emblim. Mungkin sesekali ilusator ini mengandung komponen-komponen yang sudah dibawa sejak

lahir selain juga yang dipelajari. Sama seperti pandangan kebawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan.

3. Regulator. Adalah perilaku nonverbal yang “mengatur,”memantau, memelihara atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Ketika anda mendengarkan orang lain, anda tidak pasif. Anda menganggukkan kepala, mengerutkan bibir, menyesuaikan fokus mata dan membuat berbagai suara para linguistic seperti ”mm-mm” atau “tsk.” Regulator jelas terikat pada kultur dan tidak universal. Regulator mengisyaratkan kepada pembicara apa yang kita harapkan mereka lakukan –misalnya, “Teruskanlah,” lalu apalagi?,” atau “Tolong agak lambat sedikit.” Bergantung pada kepekaan mereka, mereka mengubah perilaku sesuai dengan pengarahan dari regulator.

Gambar

Gambar 3.2. Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Huberman (1994)
Tabel 4.1. Klasifikasi Konflik yang Terjadi dengan Orang Tua (Lanjutan)
Tabel 4.2. Klasifikasi Pendapat Orang Tua Informan dan Orang Tua
Tabel 4.3. Tabel Klasifikasi Strategi Komunikasi Verbal dan Komunikasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku komunikasi merupakan penggunaan simbol-simbol atau lambang- lambang komunikasi yaitu baik penggunaan dalam bentuk verbal dan nonverbal yang dimaknai oleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana konsep diri serta perilaku komunikasi verbal dan nonverbal anak tunagrahita dalam berinteraksi di lingkungan SDLB

Penelitian ini “Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di

Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian ini adalah Strategi komunikasi verbal yang diterapkan di Yayasan Tali Kasih kepada anak didiknya adalah

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang gambaran komunikasi nonverbal dosen di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dan untuk

Komunikasi nonverbal juga merupakan penggambaran emosi yang tidak dapat.. diungkapkan dalam

Penelitian ini “Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di

Berdasarkan tujuan dan uraian dari hasil penelitian tentang perilaku komunikasi verbal dan nonverbal anak tunagrahita dengan pendekatan interaksi simbolik dapat