• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3.8. Teknik Analisis Data

4.1.3. Hasil Pengamatan dan Wawancara

Setelah peneliti melakukan wawancara dengan 5 informan, berikut hasil wawancara dengan masing-masing informan :

1. Informan I

Inisial informan : DA

Tanggal Wawancara : Pada tanggal 15 Desember 2014

Pukul : 13.00- 18.00 WIB

Tempat : Kediaman rumah Informan

Informan pertama yang diwawancarai dalam penelitian ini berinisial DA. Informan DA juga sedang menyusun Tugas Akhir sama seperti yang sedang di kerjakan oleh peneliti. Tidak hanya sedang menyusun tugas akhirnya, DA juga memiliki kesibukan lain dengan bekerja menjadi guru les kerumah-rumah untuk mengajar anak-anak kecil yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar didekat rumahnya. Informan pada saat ini berumur 21 Tahun dan merupakan mahasiswi Politeknik Negeri Medan jurusan Akutansi

Pertama sekali peneliti berangkat dari rumahnya menuju rumah informan yang tidak jauh dari rumah peneliti. Peneliti berangkat menggunakan sepeda motor, di bawah sinar matahari yang terik dan cukup panas pada hari itu peneliti tetap melaju menuju rumah informan. Kondisi cuaca yang begitu panas dan kemacetan kota Medan tidak melunturkan semangat peneliti untuk melakukan proses wawancara kerumah informan. Sesampainya peneliti di rumah informan

DA, peneliti melihat gerbang rumah informan yang terbuka lebar dan langsung saja peneliti memarkirkan sepeda motor di halaman rumah informan. Setelah memarkirkan sepeda motornya, peneliti melihat ayah informan yang bernama BY duduk diteras rumahnya pada saat itu ayahnya memakai kaos berkera garis dengan pencampuran warna cokelat putih dan memakai celana pendek cokelat sambil tersenyum dan menyapa peneliti. Peneliti membalas sapaan ayah informan dan tersenyum kepadanya. Ayah informan, BY berkerja sebagai PNS di Kodam I/Bukit Barisan sedangkan ibu informan DA berkerja sebagai guru honorer di salah satu sekolah SD yang letaknya tidak jauh dari rumanya.

Ayah informan bertanya kepada peneliti “dari mana?” peneliti langsung menjawab “ Dari rumah pak, DAnya ada pak?” “ada didalam kamar, masuk aja” balas ayah informan. Peneliti yang sudah terbiasa mengunjungi rumah informan tidak segan-segan lagi untuk langsung masuk ke rumah informan dan langsung menuju kamar informan. Tanpa mengetuk pintu kamar informan peneliti langsung saja masuk dan melihat informan yang sedang menonton film korea kesukaannya. Hubungan peneliti dengan informan adalah teman semasa duduk dibangku SMP dan hubungan tersebut tetap terjalin hingga saat ini, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan proses wawancara dengan informan. Sejak duduk di bangku SMP peneliti dan informan berteman dengan akrab, keduanya sering menghabiskan waktu bersama.

Seketika informan menghentikan menonton dan bertanya kepada peneliti “jadi wawancaranya?” peneliti menjawab pertanyaan informan dengan cara mengangukan kepalanya. “Tapi aku tutup pintu dulu ya biar gak kedengaran ayah.” Informan berjalan pelan dan menutup pintu kamarnya secara perlahan. Peneliti mengambil buku yang berisi pertanyaan dan pena yang telah ia siapkan dari rumah sebelumnya dan tidak lupa ia juga mengeluarkan telepon genggam miliknya untuk merekam semua percakapan dengan informan agar tidak ada satupun kata-kata informan yang terlewatkan oleh peneliti. Sebelum peneliti menanyakan pertanyaan yang telah di siapkan, peneliti terlebih dahulu mengutarakan tujuan dan maksud dari penelitiannya serta menjelaskan secara

singkat kepada informan DA. Peneliti melakukan wawancara dengan informan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah peneliti siapkan.

Dalam proses wawancara, peneliti menanyakan biodata lengkap informan terlebih dahulu dan latar belakang dirinya. Meskipun peneliti telah mengenal informan DA namun peneliti tetap menanyakan biodata informan karena agar data yang dihasilkan lebih akurat.

DA memiliki kekasih yang berinisial BN. BN merupakan orang yang bersuku Tionghua yang bertempat tinggal tidak jauh dari rumah informan. Meski BN bersuku Tionghua namun ia memeluk agama yang sama dengan informan DA yaitu Kristen Protestan. Mereka telah menjalani hubungan backstreet selama 2 tahun belakangan ini. Mereka berpacaran mulai dari tahun 2013 tepatnya pada tanggal 31 Januari 2013 hingga sekarang. Tanggal 31 januari 2015 hubungan mereka genap 2 tahun, namun untuk berpacaran secara backstreet setelah mereka berpacaran 3 bulan. Proses mereka berkenalan adalah melalui media sosial Facebook. Meskipun rumah mereka berdekatan, pasangan backstreet ini tidak pernah berkenalan ataupun bertemu awalnya, DA berkata,

iya jadi dulu itu dekatnya lewat facebook dia suka nglike (menyukai) foto-foto aku terus kami chatting, eh gak lama chatting ternyata dia tinggal gak jauh dari komplek rumahku. Tapi herannya gak pernah liat. Awalnya gak ada niat buat dekat atau pacaran dengan dia tapi lama kelamaan anaknya asik, enak banget diajak bicara, nyaman deh kalo dekat dia, ya udah tepat tanggal 31 januari 2013 kami resmi pacaran deh.” Informan DA juga mengaku awal pacarannya dengan BN tidak ada niat untuk menjalani pacaran backstreet bahkan ia sudah memberi tahu ibunya bahwa ia telah berpacaran dengan BN. Namun ia harus menerima kenyataan karena sang ayah tidak menyetujui hubungan mereka dikarenakan perbedaan suku yakni informan bersuku Batak dan BN bersuku Tionghua dimana adat diantara mereka jelas berbeda seperti upacara pernikahan.

Ketidak setujuan ayahnya diketahui Informan pertama sekali pada saat informan lewat di depan kamar orang tuanya dan secara tidak sengaja mendengar pembicaraan orang tuanya mengenai hubungan informan DA. Lebih tepatnya

ayah DA melarang informan DA untuk berpacaran dengan orang yang berbeda suku. Ayahnya menginginkan semua anak-anaknya berpacaran dan pada akhirnya dapat menikah dengan orang yang sukunya sama dengan orangtuanya yaitu suku Batak. Dari keempat anaknya hanya informan DA lah yang dilarang untuk berpacaran oleh ayahnya, hal ini dikarenakan abang dan adik-adiknya berpacaran dengan seseorang yang tidak berbeda suku. Sebenarnya ayahnya tidak mempermasalahkan anak-anaknya berpacaran dengan siapa saja selama masih satu suku dengan ayahnya. Berbeda dengan ayahnya, ibu informan DA menyetujui hubungan mereka karena baginya semua tergantung kepada orangnya, apapun sukunya jika orang tersebut baik dan dapat membahagiakan anaknya baginya itu bukan menjadi masalah. DA berkata,

Mama baik, dia biasa aja, paling cuma nasehatin baik-baik pcarannya jangan yang aneh-aneh gitu aja ya.. seperti ibu-ibu pada umumnya yang menasehati anaknya pacaran.” Jelas DA sambil memakan keripik yang ada didepannya.

DA tidak memiliki keberanian untuk memberitahu ayahnya mengenai hubungannya dengan BN, hal ini dikarenakan ia mengenal sifat ayahnya yang keras kepala, menurutnya sulit untuk mengatakan yang sejujurnya dan pastinya akan sulit untuk bertukar pikiran. Dari pembicaraan orang tuanya, si ayah mengetahui bahwa informan DA berpacaran dengan BN dari ibunya. Ibu informan yang telah memberitahu kepada sang ayah bahwa anak gadisnya yang paling besar telah berpacaran dengan seseorang pria bersuku Tionghua, ayahnya ternyata tidak merestui hubungan mereka dikarenakan perbedaan suku. Informan DA di suruh untuk memutuskan hubungannya dengan BN dan informan dilarang untuk bertemu dengannya. Dengan mata merah seakan mau menangis DA menceritakan semua yang ia dengar dari percakapan kedua orang tua informan kepada peneliti. Peneliti menepuk pundak informan untuk mencoba menenangkan saat informan sudah merasa tenang, penelitipun mulai melanjutkan pertanyaannya kepada informan. Peneliti bertanya bagaimana informan menyembunyikan hubungan backstreet yang informan jalani dengan pasangannya dibelakang orang tuanya. Selain ia harus berpacaran sembunyi-sembunyi (backstreet) informan, DA juga

harus berbohong agar hubungan pacarannya dengan BN dapat bertahan lama. DA berkata,

ya.. pinter-pinter bohong la.. kalo mau jalan bilangnya mau kerja kelompok mau jalan-jalan ma teman-teman. Orang tua aku pasti langsung gak percaya gitu aja. Nah jadi aku manggil teman aku buat main kerumah dan aku kenalin, nah dari situ orang tua aku kan udah akrab dengan teman aku itu, udah kenal, jadi mereka percaya aja. Hal yang paling penting kalau lagi bohong itu, aku gak bisa liat mata kedua orang tuaku pasti langsung kelihatan. Jadi kalo lagi bohong aku seringnya megang telepon genggam atau ada aja yang aku kerjain, jadi orang tuaku gak bisa curiga. Selain itu wajib ngasi alasan yang logis, jadi orang tuaku percaya aja. Tapi gak tau ya rasaku si mama tahu kalo aku bohong, ia jadi kadang kalo aku izin mau pergi dia selalu bilang hati-hati sambil nyuri-nyuri pandangan kemataku. Tapi kalo aku lagi jujur, mama gak pernah bilang hati-hati, Cuma nyalam aja” kata informan.

DA sangat dekat dengan ibunya, tidak ada hal yang tidak ia disampaikan kepada ibunya. DA sering bercerita dan mencurahkan isi hatinya kepada ibunya kecuali satu hal ini yaitu pacaran backstreetnya. Ibunya masih terlihat muda, hal ini disebabkan karena ibunya menikah muda dengan ayahnya. Usia pernikahan ayah dan ibunya adalah 22 Tahun dan usia ibunya saat menikah dengan ayahnya adalah berumur 16 tahun. Sekarang ibu informan berusia 39 tahun. Kebanyakan teman-teman informan melihat DA dan ibunya seperti kakak adik DA dan ibunya sering menghabiskan waktu bersama berdua menceritakan semua yang mereka alami setiap harinya. Begitu juga dengan ayahnya, dahulu DA juga sangat dekat dengan ayahnya, tidak jarang juga mereka sering menghabiskan waktu berdua menonton televisi dirumah. Namum setelah DA dilarang pacaran dengan BN kini ia mulai menjauh dari ayahnya ia tidak lagi menghabiskan waktu kosongnya dirumah, ia lebih banyak menghabiskan waktunya diluar bersama pacarnya.

Bagi cewek kelahiran 1993 ini, tidak ada hal positif yang di dapatkannya dari berpacaran backstreet tapi, karena dirinya terlalu sayang dan sudah merasa nyaman menjalaninya bersama BN. Informan saat ini tidak lagi menghiraukan harus berbohong dan tidak jujur lagi kepada orang tuanya. Cara DA untuk menyembunyikan hubungan berpacaran backstreet ini adalah dengan berbohong

kepada orang tuanya serta tidak memasang foto bersama di telepon genggam miliknya ataupun meninggalkan foto-foto BN ditelepon genggam miliknya. keadaan ini sungguh sangat tidak nyaman baginya, baginya ini sangat melelahkan baik secara fisik maupun mental, namun lebih sulit baginya untuk jujur kepada orang tuanya mengatakan hal yang sejujurnya.

Peneliti menanyakan bagaimana perasaan yang DA rasakannya saat informan DA sedang berbohong. Ia mengatakan saat ia berbohong kepada orang tuanya hatinya tidak tenang dan jantungnya berdebar kencang. DA berkata,

Berbohong itu sulit, kalo lagi berbohong pasti hatiku enggak tenang dan jantung rasanya berdebar kencang.

Peneliti bertanya kepada informan tentang strategi komunikasi apa yang informan lakukan agar pacaran backstreetnya berjalan dengan lancar dan tidak ketahuan selama 2 tahun ini. DA berkata,

“ Kalo ke orang tua, itu sering bohong aja. Kalo mau jalan berdua dengan BN bilangnya mau jalan ma temen. Pokoknya, temen itu enak banget di jadiin alasan. Kadang kalo dia mau jemput aku ke rumah itu gak pernah selalu didepan rumah, pasti selalu di simpang rumah. Begitu juga kalo dia mau nganter, kadang aku yang datangin dia biar lebih aman, gak ketahuan orang tua.”

DA juga mengatakan bahwa pacarnya, BN telah mengetahui bahwa ayah DA tidak mengizinkan anaknya untuk berpacaran dengan seorang yang berbeda suku. Meski sedikit kecewa, namun BN berusaha tabah karena rasa sayang yang begitu besar terhadap informan. Berbeda dengan orang tua informan, orang tua BN justru menerima DA sebagai pacar anaknya, hal ini diketahui peneliti saat peneliti melihat foto-foto informan bersama keluarga BN dimedia sosial facebook milik BN.

Informan dan pacarnya BN bertemu hampir setiap harinya setelah informan pulang kuliah, bahkan setiap minggunya mereka juga beribadah bersama-sama digereja yang cukup jauh dari rumahnya. Hal ini dilakukan agar tidak ketahuan ataupun terlihat oleh kedua orang tua DA. Orang tua informan DA

tidak melarangnya untuk beribadah di gereja dimanapun. Beliau membebaskan anaknya memilih gereja mana yang sesuai dengan kesukaan anaknya. DA juga menjelaskan kepada peneliti bagaimana cara ia jika berkomunikasi dengan BY pada saat dirumah. katanya,

Kalo mau telfonan itu dikamar aja, telepon genggam jangan sampai dipegang ataupun dilihat isinya oleh mama, kalo kedengaran telfonan ya biasa aja gak pakai panggilan sayang-sayangan.”

Dalam menjalani pacaran backstreet ini, DA harus sering berbohong kepada orang tuanya. Informan DA mengatakan saat ia berbohong ia sering menggunakan komunikasi nonverbal, salahnya satu adalah gerak tubuh yakni mata. katanya,

Mataku itu kalo berbohong gak bisa berkedip, gak berani mandang ke mata orang tua dan yang paling sering suka ngerjain apa aja sambil bohongnya biar gak ketakutan.”

Pada saat berbohong, informan DA juga sering menggunakan penekanan nada suara saat ia berbohong,

Bicaranya agak gugup dan tapi biasanya awalnya aja, siap itu udah lancar aja bohongnya.”

Menurut informan DA, orang tuanya tidak pernah merasa curiga saat ia mengeluarkan komunikasi nonverbal yang ia tunjukkan saat berbohong. Informan DA tidak terlalu mencemaskan hubungan backstreet yang sedang ia jalankan, hal ini disebabkan karena ia selalu berfikir positif dan selalu dikuatkan melalui kata-kata motivasi dari pacarnya, BN. Sama halnya dengan rasa lelah dan jenuh saat ia menjalankan hubungan backstreet selama ini, BN selalu menguatkan DA dengan kata-kata dan perhatian yang selalu ia berikan kepada DA. Meskipun begitu, Informan DA dan pasangannya BN juga kerap mengalami konflik diantara mereka, namun cara mereka untuk menyelesaikan konflik tersebut adalah dengan cara, seperti yang dikatakan DA,

Caranya, saat salah satu diantara kami ingin menyerah dengan hubungan ini, yang satu lagi menguatkan, jadi konflik bisa terselesaikan.” Kata DA dengan senyum tipis dari bibirnya.

Konflik Tidak hanya di antara mereka, informan DA bahkan sempat berkonflik dengan orang tuanya dikarenakan informan DA sering terlambat pulang ke rumah dan informan dimarahi oleh ayah informan. Cara informan DA menyelesaikannya adalah dengan,

Minta maaf aja, tapi dengan alasan yang logis, jadi orang tua gak curiga dan mudah untuk maafinnya. Contohnya, kalo ditanya kenapa gak ikut, bilangnya, “maaf yah soalnya hari ini ada undangan ulang tahun kawan.” setelah itu misalnya hari ini pulang lama, besoknya enggak jadi orang tua tidak marah lagi.”

Peneliti bertanya kepada informan apa harapannya kedepan untuk orang tua dan hubungannya bersama BN, informan menjawab dengan mimik wajah yang sangat tegas dan semangat mengenai hal yang sangat ia inginkan adalah ketika orang tuanya tidak melarang ia untuk berpacaran dengan BN dan mau menerima perbedaan suku, sehingga informan tidak lagi harus berbohongan dan sembunyi-sembunyi lagi berpacaran. Karena menurut informan DA tidak menjamin jika satu suku dapat membuat hidup kita bahagia. Setelah selesai melakukan penelitian dan data-data yang diperlukan, peneliti masih belum pulang sampai pada pukul 18.00 dari rumah informan DA, bahkan peneliti sempat ikut berkumpul dan ikut makan malam bersama keluarga informan DA. Menurut peneliti, keluarga informan adalah keluarga yang harmonis namun meskipun begitu, informan DA berasal dari keluarga yang tidak suka akan perbedaan suku. Bagi orang tuanya, tidak masalah bagi mereka jika anak mereka berpacaran dengan siapa saja dan dengan latarbelakang apa saja, tidak menjadi masalah asalkan anak mereka berpacaran dan menikah dengan orang yang satu suku dengan mereka.

2. Informan II

Inisial Informan : CH

Tanggal Wawancara : 5 Januari 2015

Pukul : 15.00 WIB

Tempat : dikampus FISIP USU pada (DPR)

CH adalah informan kedua dalam penelitian ini. Gadis keterunan berdarah suku Karo tulen ini berumur 20 tahun. Gadis ini sangat menyukai warna hijau, dan hobinya adalah menari, CH sudah berlatih menari sejak ia berumur 6 tahun. Informan CH saat ini sedang menjalani perkuliahannya di FISIP USU jurusan Ilmu Komunikasi. Kesibukannya sehari-hari selain berkuliah ia juga aktif di organisasi kampusnya yaitu, HMI, IMAJINASI (Demisioner), serta remaja mesjid di daerah rumahnya.

Pertama sekali peneliti bertemu dengan CH di dikampus FISIP USU pada tanggal 5 Januari 2015 pada pukul 15.00 WIB. Cuaca yang panas terik tidak melunturkan semangat peneliti ataupun informan untuk menjalankan wawancara siang itu. Proses wawancara antara peneliti dan informan dilakukan di DPR (Dibawah Pohon Rindang). DPR ini adalah sebutan mahasiswa/mahasiswi FISIP USU, sebenarnya ini merupakan tempat parkir sepeda motor yang di tumbuhi pohon besar dan rindang. DPR sendiri berfungsi sebagai tempat parkir yang letaknya disamping gedung putih yang sering disebut juga gedung D. Wawancara dengan CH berjalan dengan santai dan lancar pada hari itu. CH merupakan salah satu teman peneliti, sehingga tidak sulit bagi peneliti untuk melakukan proses wawancara dengan informan. Peneliti mewawancarai informan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah peneliti siapkan sebelumnya. Tidak lupa juga peneliti mengeluarkan telepon genggam untuk merekam semua pembicaraan dengan informan agar tidak ada informasi yang terlewatkan atau terlupakan saat wawancara berlangsung. Pada saat wawancara CH menceritakan awalnya ia berkenalan dan dekat dengan pacarnya saat awal masuk Universitas. Informan CH menceritakannya kepada peneliti dengan penuh semangat. Katanya,

Kami kenal dari pendaftaran Universitas, pertama kali masuk kuliah digema waktu itu. Awalnya, dari SMS dia nyatain cintanya tapi aku tolak dengan alasan beda agama tadi. Terus aku pacaran dengan yang lain bentar aja, terus putus, trus kami dekat lagi karena kami gabung dalam satu kelompok nari gitu. Selain itu kan absen kami yang dekatan dan kami sekelas jadi sering dijadikan satu kelompok, kalau dikasi tugas dari kampus jadi sering bareng jadi tanpa ada bilang kau mau gak jadi pacar aku, dan akupun sering bilang aku rindu berkawan dekat seperti yang dulu ya udah dari situ ya lanjut pacaran deh. dan dia nembak didepan rumahku loh!”

Dengan penuh semangat dan wajah putih membuat pipi CH terlihat jelas mulai memerah. CH dan pacarnya yang berinisial TM telah berpacaran sejak 21 November 2011. Sejak saat itu mereka mulai menjalani hubungan backstreet tersebut. Pacar CH beragama Kristen Protestan, bahkan tidak hanya orang tua informan yang melarang dan menekankan untuk tidak berpacaran ataupun berdekatan dengan orang yang berbeda agama dengan anaknya melainkan orang tua TM juga seperti itu, bahkan orang tua TM (Ibunya) melarang keras, dari beliau masih hidup sampai beliau telah tiada larangan itupun masih tetep ada buat anaknya. Ibu TM meninggal pada tanggal 14 Maret 2014. Hal yang paling diingat dari CH adalah perlakuan kasar dari orang tua TM. CH bercerita bagaimana orang tua TM langsung melarang informan berpacaran dengan anaknya.

Orang tuanya langsung memarahi dan mengancam aku dari telepon, bilangin jangan pacaran dengan anakku gitu-gitu la bahkan aku juga udah nerima makian dan cacian dari orang tuanya langsung dari telepon.” Hal yang membuat informan kuat adalah tanggapan TM yang mengatakan,” ini hidup aku, jadi orang tuaku gak punya hak untuk melarang aku berpacaran dengan siapa aja.”

Kata-kata itu adalah kata-kata yang sering TM ucapkan dahulu sebelum ibunya meninggal. Dengan mata yang memerah seakan sedang menahan air mata, informan mengungkapkan isi curahan hatinya. Saat ibu TM telah meninggal hubungan informan dan TM saat ini sebenarnya mulai merenggang. TM yang dahulu selalu memberi perhatian lebih kepada CH kini sudah mulai berkurang.

Untuk mengalihkan suasana informan yang sedih peneliti menanyakan apa hal yang paling informan suka dari pasangnnya (TM), dan informan menjawab,

aku suka dia itu baik, dia itu sabar banget, dia mau nemenin aku ke salon buat merwanai rambut aku dan itu seharian, dia santai, gak ngeluh dan dia suka rambutku setelah aku selesai dari salon, dia suka nyiumin rambut aku gitu.”

Setelah peneliti rasa suasana hati informan mulia membaik, peneliti menanyakan apakah TM pernah kerumah informan atau tidak dan bagaimana cara mereka berkomunikasi saat berada di dalam rumah serta bahasa komunikasi verbal dan nonverbal seperti apakah yang mereka gunakan, CH mengatakan,

Dia pernah ke rumah, tapi pastinya enggak sendirian, di dalam rumah kami berlaku selayaknya temen, ya meskipun kadang gak tahan juga pengen dekatan duduknya. Yang biasa manggil sayang cuma manggil nama aja. Kadang kalo mau kasi kode biar gak lama-lama dirumah itu, kami sering menggunakan mata yang menunjukkan kearah luar. Kami berdua mengerti kode itu, sehingga dia tidak lama-lama di rumah. Selain itu, biar menghindari pertanyaan-pertanyaan orang tuanya aku.”

Cewek berketurunan suku Batak Karo ini memilih untuk pacaran backstreet karena ia sudah merasa cocok dan nyaman berada disisi TM, baginya