• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pragmatik, mengacu pada efek atau perilaku yang ditunjukkan oleh tanda, sebagaimana contoh orang yang meminta seseorang untuk diam, namun yang

KAJIAN PUSTAKA

3) Pragmatik, mengacu pada efek atau perilaku yang ditunjukkan oleh tanda, sebagaimana contoh orang yang meminta seseorang untuk diam, namun yang

pertama seseorang tersebut terima sebagai menunjukkan sikap tidak suka (antipasti) kepada seseorang tersebut, sedangkan lainnya diterima sebagai sikap yang ramah atau bersahabat.(Morissan 2013: 142)

Makna yang dibawa oleh bentuk-bentuk verbal dan nonverbal adalah terikat dengan konteks, atau sebagian ditentukan oleh situasi di mana bentuk-bentuk verbal dan nonverbal itu dihasilkan. Baik bahasa dan bentuk-bentuk-bentuk-bentuk nonverbal memungkinkan komunikator untuk menggabungkan sejumlah kecil tanda ke dalam berbagai ekspresi atau ungkapan makna yang kompleks tanpa batas.

2.2.5. Interpersonal Deception Theory (Teori Penipuan Antar Individu) Tokoh dibalik Interpersonal Deception Theory adalah Judee K. Burgoon dan David B. Buller. Dikemukakan oleh Buller dan Burgoon pada tahun 1996 ( Communication Capstone, 2001 ). Buller dan Burgoon melihat kebohongan dan juga deteksi terhadap kebohongan sebagai bagian dari interaksi terus-menerus di

antara para komunikator yang melibatkan proses yang saling bergantungan. Kebohongan adalah manipulasi yang disengaja terhadap informasi perilaku dan image dengan maksud mengarahkan orang lain pada kepercayaan atau kesimpulan yang salah (Morissan 2013: 220). Ketika seseorang berbohong maka ia membutuhkan strategi untuk berbohong agar kebohongan itu meyakinkan. Teori ini digunakan untuk menjelaskan kebohongan-kebohongan komunikasi seseorang dengan cara memancing komunikan dengan informasi yang tidak benar sehingga terbongkarlah kenyataan bohongnya. Teori ini secara asumsi tergolong ke dalam kategori humanistik.

Seorang pembohong dapat mengalami perasaan cemas karena khwatir kebohongannya akan terdeteksi atau diketahui, dan sebaliknya pendengar dapat saja merasa curiga ia sedang dibohongi. Perasaan cemas dan curiga yang ada dalam diri seseorang ini sering kali muncul keluar dalam bentuk perilaku yang dapat dilihat. Dalam hal ini, pertama pesan berupaya melihat tanda-tanda kebohongan pada diri pembicara dan pada gilirannya si pembohong berupaya untuk melihat tanda-tanda kecurigaan dari pihak penerima pesan. Proses ini terus berlangsung di mana keduanya bergantian dan saling mengamati. Pada akhirnya, pengirim pesan sampai pada kesimpulan bahwa kebohongan telah berhasil diterima atau tidak, dan penerima pesan dapat melihat bahwa kecurigaannya benar atau tidak.

Kecurigaan atau kecemasan karena adanya kebohongan ini dapat terwujud dalam bentuk perilaku yang terkontrol (strategi), namun kecurigaan dan kecemasan itu lebih sering muncul dalam bentuk perilaku yang tidak terkontrol (nonstrategi) atau perilaku yang tidak dimanipulasi. Anda merasa curiga sedang dibohongi karena adanya perilaku yang ditunjukkan pembicara namun ia tidak menyadarinya, dan sebaliknya jika anda mencoba untuk membohongi orang lain maka anda mengalami kecemasan karena kahwatir orang itu dapat mendeteksi kebohongan anda melalui perilaku anda yang tidak terkontrol. Misalnya, anda dapat mengatur suara dan raut wajah anda secara sempurna yang mendukung kebohongan anda, namun kaki dan tangan anda yang bergetar tidak membantu anda. Ketika harapan penerima pesan dilanggar maka kecurigaan mereka akan

meningkat sehingga kebohongan lebih cepat diketahui. Begitu pula, ketika harapan pengirim pesan dilanggar maka kecemasannya untuk diketahuan juga meningkat.

Banyak faktor yang mempengaruhi proses tersebut, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa cepat peningkatan kecemasan dan kecurigaan itu. Salah satunya adalah derajat atau tingkat interaksi di antara para komunikator yang dinamakan “interaktivis” (Interactivity). Berbicara secara berhadapan muka (face to face) adalah bersifat lebih interaktif dibandingkan berbicara melalui telepon, dan pada gilirannya berbicara melalui telepon, dan pada gilirannya berbicara melalui telepon lebih interaktif dibandingkan berkomunikasi melalui SMS atau e-mail.

Dua faktor lainnya yang mempengaruhi proses kebohongan dan deteksinya adalah level motivasi dan keahlian, yaitu level motivasi untuk berbohong dan level motivasi untuk mendeteksi adanya kebohongan, serta keahlian berbohong dan keahlian mendeteksi adanya kebohongan. Ketika motivasi untuk berbohong tinggi maka keinginan untuk berbohong melebihi kecemasan untuk ketahuan . Tujuan seseorang untuk berbohong tampaknya juga memiliki rumusan tertentu. Orang yang berbohong untuk keuntungan pribadi akan lebih sulit menutupi kebohongannya dari pada orang yang berbohong untuk kepentingan orang lain (Morissan 2013: 223).

Dalam ilmu komunikasi, berbohong mempunyai teori tersendiri yang membahasnya, yaitu “Interpersonal Deception Theory” atau Teori Penipuan Antar Individu. Dan “Interpersonal Deception Theory” itu sendiri dikemukakan untuk berbagai alasan, biasanya teori ini digunakan untuk menjelaskan bagaimana orang menghindari tindakan menyakiti orang lain dengan cara berbohong, atau bisa untuk menjelaskan bagaimana cara orang lain berbohong untuk menyerang orang lain, berpura – pura empati, menghindari masuk kedalam konflik, dan masih banyak lagi kebiasaan seseorang yang ada kaitannya dengan memanipulasi pernyataan mereka dengan kebohongan dijelaskan oleh teori “Interpersonal Deception” ini. Teori interpersonal deception membahas kebohongan melalui

lensa teoretis komunikasi intrpersonal. Pada dasarnya, ia menganggap kebohongan sebagai suatu proses interaktif antara pengirim dan penerima.

2.2.7. Teori Dialektika Relasional

Teori Dialektika Relasional (Relational Dialectics Theory) menyatakan bahwa hidup bercirikan ketegangan-ketegangan yang berkelanjutan antara impuls-impuls yang kontradiktif. Selama beberapa tahun, Laslie baxter dan beberapa rekannya mempelajari cara-cara kompleks mengenai bagaimana orang menggunakan komunikasi untuk mengelola atau mengatur kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan yang berpotensi mengganggu hubungan dengan orang lain pada waktu tertentu. Baxer menjelaskan teori ini bersifat dialektis (dialectical), artinya bahwa suatu hubungan adalah tempat dimana berbagai pertentangan atau perdebatan pendapat (kontradiksi) dikelola atau diatur (Morissan 2013:309).

Orang tidak selalu dapat menyelesaikan elemen-elemen kontradiktif dalam kepercayaan mereka, dan mereka memiliki kepercayaan yang tidak konsisten mengenai hubungan.

2.2.7.1.Asumsi Teori Dialektika Relasional

Adapun asumsi mengenai teori dialektika relasional dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Hubungan tidak bersifat linear

Asumsi yang paling penting yang mendasari teori ini adalah pemikiran bahwa hubungan tidak terdiri atas fluktuasi yang terjadi antara keinginan - keinginan yang kontradiktif.

2. Hidup berhubungan ditandai dengan adanya perubahan

Proses atau perubahan suatu hubungan merujuk pada pergerakan kuantitatif dan kualitatif. Sejalan dengan waktu dan kontraksi yang terjadi diseputar mana suatu hubungan dikelola.

3. Kontradiksi merupakan fakta fundamental dalam hidup berhubungan. Asumsi yang ketiga menekankan bahwa kontradiksi atau ketegangan terjadi antara dua hal yang berlawanan tidak pernah hilang dan tidak

pernah berhenti menciptakan ketegangan. Orang mengelola ketegangan dan oposisi ini dengan cara berbeda-beda tetapi kedua hal ini selalu ada dalam hidup berhubungan.

4. Komunikasi sangat penting dalam mengelola dan menegosiasikan kontradiksi-kontradiksi dalam hubungan.

Asumsi terakhir dari teori dialektika relasional berkaitan dengan komunikasi. Secara khusus teori ini memberikan posisi yang paling utama pada komunikasi. Sebagaimana yang telah diamati oleh Baxter dan Montgomery (1996), “ dari perspektif dialektika relasi, aktor-aktor sosial memberikan kehidupan melalui praktek-praktek komunikasi mereka kepada kontradiksi-kontradiksi yang mengelola hubungan mereka’’.

Littlejhon dan Fross memberikan contoh, misalnya anda ingin menjadi orang yang sukses secara materi punya rumah bagus, mobil bagus dan seterusnya, tetapi anda memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan yang tinggi dalam diri anda yang membuat anda bertanya kembali mengenai tujuan awal anda tadi. Anda bertanya pada diri sendiri, ”Apakah sebaiknya saya bekerja di kantor yang memberikan gaji besar, atau menjadi sukarelawan agar bisa membantu banyak orang yang hidupnya susah?” situasi ini menimbulkan kontradiksi, dan kontradiksi ini menjadi hal yang serius karena anda menyadari bahwa untuk bisa mencapai tujuan kemanusiaan dan lingkungan maka anda harus terlebih dahulu memperoleh kesuksesan materi.

Elemen-elemen berikut ini sangat mendasar dalam perspektif dialektis: Totalitas, Kontradiksi, Pergerakan, dan Praksis (Rawlins, 1992) dalam Richard W & Turner, 2008: 237)

1. Totalitas (totality) menyatakan bahwa orang-orang dalam suatu hubungan