• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN TINGKAT KEJADIAN DEPRESI PADA REMAJA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 DI SMA NEGERI 11 MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN TINGKAT KEJADIAN DEPRESI PADA REMAJA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 DI SMA NEGERI 11 MAKASSAR"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN TINGKAT KEJADIAN DEPRESI PADA REMAJA SELAMA MASA PANDEMI

COVID-19 DI SMA NEGERI 11 MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Kedokteran Jurusan Pendidikan Dokter

Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar

Oleh:

NANDA LOLA RAHMATIA NIM: 70600116021

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nanda Lola Rahmatia

NIM : 70600118021

Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 30 Maret 2000 Jurusan/Prodi/Konsentrasi : Pendidikan Dokter

Fakultas/Program : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Alamat : Perumahan Citra Pesona Indah B2/2

Judul : Hubungan Karakteristik dan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kejadian Depresi pada Remaja selama Masa Pandemi Covid-19 di SMA Negeri 11 Makassar

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 18 Februari 2022 Penyusun

Nanda Lola Rahmatia NIM:70600118021

(3)
(4)

PENGESAHAN SKRIPSI

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua bahwa dengan segala keterbatasan yang penulis miliki akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Hubungan Karakteristik Dan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Kejadian Depresi Pada Remaja Selama Masa Pandemi Covid-19 Di SMA Negeri 11 Makassar”

dalam rangka penyelesaian salah satu syarat meraih gelar sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

Keberhasilan penyusunan proposal ini adalah berkat bimbingan, kerjasama serta bantuan dari berbagai pihak terutama untuk kedua orang tua penulis ayahanda Amiruddin dan ibunda Nurhayati sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penyusunan proposal hingga dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan seetinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Hamdan Juhannis, MA, Ph.D selaku Rektor UIN Alauddin Makassar.

2. Dr. dr Syatirah Djalaluddin, Sp.A, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

(6)

3. dr. Rini Fitriani, M.Kes selaku Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

4. dr. Fhirastika Annisha Helvian, M.Kes selaku pembimbing satu sekaligus penasehat akademik dan ibunda Trisnawaty, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku pembimbing dua yang dengan kesediaan, keikhlasan dan kesabaran senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama ini.

5. dr. Iip Larasati selaku penguji kompetensi dan Prof. Dr. Abd. Rahim Yunus, M.A selaku penguji integrasi yang telah iklas meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan saran selama penulisan karya tulis ilmiah ini.

6. Segenap dosen saya di program studi Pendidikan dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar baik dari dalam prodi maupun dosen dari luar prodi yang telah menyempatkan waktu untuk memberikan masukan ide dan saran dalam penulisan skripsi ini.

7. Staf akademik yang telah membantu mengatur dan mengurus dalam hal administrasi serta bantuan lainnya kepada penulis.

8. Orangtua saya, ketiga adik saya, om dan tante saya, serta kak asrul yang telah memberikan banyak dukungan baik motivasi, tenaga dan finansial 9. Teman-teman dekat saya pengungsi tamalate Jumriani Jum, Nur Alifka

Riska Amalia, Nomarihi Goraahe, Isnada Rahim, Apriani Sahid, Wa Ode Nurul Ainun, Andi Nurul Khaerizza, Annisa Y Febrianti yang

(7)

selama ini tiada henti memberikan dukungan serta bantuan lainnya kepada saya.

10. Saudara saudari saya angkatan 2018 F18RONECTIN yang telah memberikan banyak masukan dan saran, dukungan, juga motivasi.

11. Kakak-kakak saya Nucle1 dan Eu2tachius serta adik-adik saya 1nte9rin dan Apponeu20sis yang turut serta membantu baik memberikan dukungan maupun doa untuk saya dalam menyelesaikan penelitian ini.

12. Dan semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Tidak ada manusia yang sempurna maka penulis menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, sehingga dengan segala kerendahan hati penulis siap menerima kritik dan saran serta koreksi yang membangun dari semua pihak.

Makassar, 18 Febuari 2022 Penyusun

Nanda Lola Rahmatia

(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... II PERSETUJUAN UJIAN HASIL KTI ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

PENGESAHAN SKRIPSI ... IV KATA PENGANTAR ... V DAFTAR ISI ... VIII DAFTAR TABEL ... XI DAFTAR BAGAN... XIII DAFTAR LAMPIRAN ... XIV

BAB I ... 1

PENDAHULUAN... 1

I. Latar Belakang ... 1

II. Rumusan Masalah ... 7

III. Hipotesis ... 7

IV. Definisi Operasional ... 7

V. Kajian Pustaka ... 10

VI. Ruang Lingkup Penelitian ... 19

VII. Tujuan Penelitian ... 19

VIII. Manfaat Penelitian... 20

(9)

BAB II ... 21

TINJAUAN PUSTAKA... 21

A. Remaja ... 21

B. Pola Asuh Orang Tua ... 25

C. Depresi ... 35

D. Peningkatan Gejala Depresi Selama Masa Pandemi Covid-19 ... 49

E. Kerangka Teori ... 53

F. Kerangka Konsep ... 54

BAB III... 55

METODOLOGI PENELITIAN ... 55

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 55

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 55

C. Populasi dan Sampel ... 55

D. Jenis dan Sumber Data Penelitian... 57

E. Variabel Penelitian... 57

F. Teknik Pengumpulan Data ... 57

G. Instrumen Penelitian ... 58

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 61

I. Penyajian Data ... 62

J. Alur Penelitian ... 62

(10)

K. Etika Penelitian ... 63

BAB IV ... 64

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Hasil Penelitian ... 64

B. Pembahasan ... 76

C. Keterbatasan Penelitian ... 83

BAB V ... 84

PENUTUP ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86

LAMPIRAN ... 96

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Definisi Operasional ... 7

Tabel 1.2 Kajian Pustaka... 10

Tabel 2.1 Klasifikasi Depresi ... 38

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Kuesioner Pola Asuh Orangtua ... 59

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 64

Tabel 4.2 Distribusi Usia Ibu dan Usia Ayah Responden ... 65

Tabel 4.3 Distribusi Pekerjaan Ibu dan Pekerjaan Ayah Responden ... 66

Tabel 4.4 Distribusi Pendidikan Ibu dan Pendidikan Ayah Responden ... 66

Tabel 4.5 Distribusi Tipe Pola Asuh Responden ... 67

Tabel 4.6 Distribusi Tingkat Depresi Responden ... 68

Tabel 4.7 Analisis Hubungan Usia Ibu dengan Tingkat Depresi Remaja... 69

Tabel 4.8 Analisis Hubungan Usia Ayah dengan Tingkat Depresi Remaja ... 70

Tabel 4.9 Analisis Hubungan Pendidikan Ibu dengan Tingkat Depresi Responden ... 71

Tabel 4.10 Analisis Hubungan Pendidikan Ayah dengan Tingkat Depresi Responden ... 72

Tabel 4.11 Analisis Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Tingkat Depresi Responden ... 73

(12)

Tabel 4.12 Analisis Hubungan Pekerjaan Ayah dengan Tingkat Depresi Responden ... 74 Tabel 4.13 Analisis Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Depresi Responden ... 75

(13)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 53 Bagan 2.2 Kerangka Konsep ... 54 Bagan 3.1 Kerangka Alur Penelitian ... 62

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Permohonan Menjadi Responden ... 96

Lampiran 2: Informed Consent ... 97

Lampiran 3: Lembar Pengumpul Data ... 98

Lampiran 4: Kuesioner Pola Asuh ... 100

Lampiran 5: Kuesioner HDRS ... 104

Lampiran 6: Hasil Analisis SPSS ... 108

Lampiran 7: Dokumentasi Penelitian ... 125

Lampiran 8: Persuratan ... 127

(15)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEJADIAN DEPRESI PADA REMAJA

SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 DI SMA NEGERI 11 MAKASSAR

Nanda Lola Rahmatia1, Fhirastika Annisha Helvian2, Trisnawaty3, Iip Larasati4, Abd Rahim Yunus5

1,2,3,4,5

Program Studi Pendidikan Dokter UIN Alauddin Makassar Email: 170600118021@uin-alauddin.ac.id

Abstrak

Pada masa remaja terjadi fase perkembangan dan perubahan emosional dan pola asuh orang tua berperan dalam proses pencapaian kedewasaan remaja sesuai norma yang berlaku. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kejadian depresi pada remaja selama masa pandemi covid-19 di SMA Negeri 11 Makassar. Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi yang digunakan siswa/i kelas XII dengan jumlah sampel sebanyak 169 siswa menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan tingkat depresi remaja di SMA Negeri 11 Makassar yaitu dengan kategori tidak depresi sebanyak 72 siswa (42,6%), depresi ringan sebanyak 39 siswa (23,1%), depresi sedang sebanyak 29 siswa (17,2%), depresi berat sebanyak 19 siswa (11,2%) dan depresi sangat berat sebanyak 10 siswa (5,9%). Hasil perhitungan statistik dengan uji PearsonChi-Square test hubungan usia orang tua, pendidikan orang tua, pola asuh orang tua dengan tingkat depresi diperoleh p-value < 0,05, sedangkan hubungan pekerjaan orang tua dengan tingkat depresi diperoleh p-value > 0,05. Kesimpulan terdapat hubungan usia orang tua, pendidikan orang tua, pola asuh orang tua dengan tingkat depresi pada remaja di SMA Negeri 11 Makassar dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan orang tua dengan tingkat depresi pada remaja di SMA Negeri 11 Makassar.

Kata Kunci: Karakteristik Orang Tua, Pola Asuh Orang Tua, Depresi, Remaja

(16)

THE RELATIONSHIP BETWEEN CHARACTERISTIC AND THE PARENTING STYLE WITH THE DEPRESSION OF

ADOLESCENTS DURING THE COVID-19 PANDEMIC AT SMAN 11 OF MAKASSAR

Nanda Lola Rahmatia1, Fhirastika Annisha Helvian2, Trisnawaty3, Iip Larasati4, Abd Rahim Yunus5

1,2,3,4,5

Medical Education Program of UIN Alauddin Makassar Email: 170600118021@uin-alauddin.ac.id

Abstract

During adolescence, the phases of development and emotional change occur on most of teenagers, and a parenting style plays a major role and a significant impact in the process of making adolescents to be mature and possess decent behaviour. The purpose of this study was to investigate the relationship between the parenting style and the depression of adolescents during the COVID-19 pandemic at SMAN 11 of Makassar. The methodological approach used in this research was a quantitative method by using a cross sectional design. The population of this study was all students of class XII with a total sample of 169 students selected by using a purposive sampling technique. Based on the analysis of the research data, this study indicated that 72 students (42.6%) of SMAN 11 of Makassar were considered to be not depressed. Moreover, 39 students (23.1%) showed a moderate depression, and 29 students (17.2%) was indicated to get little depression. In contrast, 19 students (11.2%) had a severe depression, while the rest 10 students (5.9%) had a very severe depression. The results of the statistical calculations using the Pearson-Chi-Square test were found that the relationship between the parenting style and the students’ depression level was obtained with the p-value <0.05. Therefore, this study concludes that there is a relationship between the parenting style and the students’ depression level at SMAN 11 of Makassar.

Keywords: Characteristic, Parenting Style, Depression, Adolescents

(17)

BAB I

PENDAHULUAN I. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa (Jahja, 2011). Menurut (World Health Organization, 2015), yang termasuk ke dalam kategori remaja ialah penduduk dengan rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja merupakan penduduk dengan rentang usia 10-18 tahun, sedangkan menurut Badan Kependudukan Keluarga Berencana (BKKBN), rentang usia remaja ialah 10 hingga 24 tahun dan belum menikah (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Pada masa remaja, terjadi suatu fase perkembangan dinamis dan mengalami banyak perubahan serta persoalan dalam kehidupannya (Hidayanti, Khoirul Bariyyah, 2016). Perkembangan dan perubahan yang dialami tidak hanya meliputi fisik, personal sosial dan bahasa, tetapi juga perkembangan emosional ikut memiliki peran penting (Rahmadi, Hardaningsih dan Pratiwi, 2015). Menurut Baldwin dalam (Komarudin, 2016) kemampuan remaja dalam menyesuaikan dirinya merupakan tanda bahwa mereka sudah mencapai kematangan emosi.

Masalah emosional pada remaja merupakan suatu keadaan yang cukup serius karena akan berdampak pada perkembangan serta mengakibatkan penurunan produktivitas dan juga kualitas hidupnya. Terdapat beberapa jenis masalah yang berkaitan dengan masalah mental emosional salah satunya ialah depresi (Richardson, Elliott dan Roberts, 2017)

(18)

Depresi adalah gangguan suasana hati yang dapat mengganggu aktifitas sehari-hari (Kementrian Kesehatan, 2014). Depresi ditandai dengan hilangnya respon terhadap kesenangan, pemikiran negatif terhadap dirinya, dunianya dan masa depannya, hilangnya nafsu makan, kecemasan, gangguan tidur dan lainnya (Beck, 1985). Depresi cenderung banyak terjadi pada remaja, hal ini dihubungkan karena pada saat remaja mereka mudah terpengaruh lingkungan sekitar karena masih dalam tahap pencarian identitas diri. Menurut (Sarwono, 2011), populasi yang paling banyak untuk mendapat resiko mengalami depresi adalah golongan usia remaja. Menurut (King dan Vidourek, 2012), remaja yang depresi memiliki risiko 12 kali lebih besar untuk melakukan bunuh diri dibandingkan yang tidak depresi.

WHO (World Health Organization, 2018) menyatakan bahwa 16%

penduduk usia 10-19 tahun di dunia hidup dengan masalah mental emosional.

Salah satu negara maju di benua Amerika yaitu Amerika Serikat menyatakan bahwa satu setengah juta anak dan remaja dilaporkan oleh orangtuanya dikarenakan memiliki masalah emosional, perkembangan dan perilaku yang persisten. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vardanyan pada tahun 2013 dalam (Dianovinina, 2018) ditunjukkan bahwa prevalensi kejadian depresi di Armenia sebesar 16,7% Sedangkan Asia Tenggara pada tahun 2017 menjadi wilayah dengan populasi terbanyak yaitu sebesar 27% (World Health Organization, 2017). Salah satu negara maju di Asia Tenggara yaitu Singapura memiliki 12,5% penduduk rentang usia 6-12 tahun dengan masalah perilaku dan emosional.

(19)

Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi kasus masalah mental emosional penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi yaitu 6,1% dengan provinsi dengan prevalensi kasus tertinggi yaitu Sulawesi Tengah sebanyak 12,3%. Nusa Tenggara Timur (NTT) berada pada peringkat ketiga setelah provinsi Sulawesi Tengah dan Gorontalo dengan prevalensi 10,3% yaitu sebanyak 9,7%. Sulawesi Selatan memiliki prevalensi kasus sama dengan Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 7,8% (Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018)

Ada berbagai faktor yang dikaitkan dengan gangguan depresi, salah satunya ialah faktor dari lingkungan keluarga terutama orang tua seperti pola asuh orang tua yang inadekuat. Pola asuh merupakan dasar pembentukan kepribadian selama masa pengasuhan dari mulai lahir hingga dewasa. Pada kegiatan pengasuhan ini, orang tua memperlakukan, mendidik, membimbing, mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai norma yang berlaku (Masni, 2017).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Ferieska, 2016) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dengan kematangan emosi remaja sehingga dapat dikatakan bahwa pola asuh dapat berpengaruh terhadap perilaku yang ditimbulkan oleh remaja. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh (Febriani, Veny dan Sri, 2018) menunjukkan bahwa pola asuh tidak hanya mempengaruhi perkembangan fisik melainkan juga perkembangan psikologisnya. Hubungan antara pola asuh orang tua dengan remaja akan mempengaruhi pembentukan generasi yang berkualitas.

(20)

Pola asuh terbagi menjadi empat macam menurut Baumrind (dalam (Nevid, 2017)), yaitu pola asuh demokratis (democratic), otoriter (authoritarian), permisif (permissive) dan pola asuh diabaikan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua menurut (Hurlock, 2010) tidak hanya usia orang tua, pendidikan orang tua, dan status sosial ekonomi melainkan pekerjaan orang tua juga dianggap dapat berpengaruh terhadap pola asuh. Pekerjaan orang tua dapat mempengaruhi pola pikir serta kesibukannya dalam bekerja dapat menyebabkan orang tua cenderung kurang memperhatikan keadaan anak-anaknya (Andriani, 2020).

Pada awal Maret tahun 2020, Indonesia digegerkan dengan adanya sebuah virus yang dikenal sebagai Coronavirus Disease-19 atau COVID-19. Dengan adanya virus tersebut, pemerintah melakukan banyak upaya untuk menghentikan penyebaran virus ini salah satunya ialah penerapan Work From Home atau WFH.

WFH merupakan suatu bentuk aktivitas dalam upaya memutus rantai penyebaran virus COVID-19 dimana karyawan dihimbau untuk menyelesaikan pekerjaannya di rumah (S et al., 2021). Tidak hanya itu, Kementerian Pendidikan Indonesia juga mengeluarkan kebijakan tentang kegiatan belajar mengajar (KBM) jarak jauh dengan menggunakan sistem dalam jaringan (daring). Dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan ini, pola hubungan antara orang tua dan anak akan terjalin lebih erat dan timbul interaksi yang lebih intensif. Pola interaksi yang baik dilakukan orang tua dapat menentukan keberhasilan seorang anak dalam menjalani kegiatan belajar mengajar jarak jauh (Putro, M dan N, 2020). Peran

(21)

orang tua menjadi hal utama dalam menciptakan kebahagiaan anak terutama di situasi pandemic covid-19. Sebagaimana Rasulullah bersabda:

عِلُّمْواا ا لاْدِكا َوااىاَْماُِّ َُِِِّاا عِْم ِْا َّنِلُّ َْْْوُا لاْدِكا زَ ماا عِْایار ازََِِنَُْا Terjemahannya : “Didiklah (persiapkanlah) anak-anakmu atas hal yang berbeda dengan keadaanmu (sekarang) karena mereka adalah makhluk yang hidup untuk satu zaman yang bukan zamanmu (sekarang)”

Islam memandang bahwa kedua orang tua memiliki tanggung jawab dalam pertumbuhan fisik serta perkembangan psikis anaknya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S. At-Tahrim ayat 6 :

مَاا وااِداَاا ُّنا وامْنِوَا ُّووماوَ واُّْیُِِّ م َا وام ِعُّلِدَِْْاَا ِعُّلادُّ َِّماَ ََُِِّّ َُِِّااامَ اةِ َْموَ وااُ اوَّم َّواا ا ملَ ا َُِِِّدا مر َیَاُُْ َ الْك ََالْ

اا ا َُِِّادِ َّا ا ِعُّْالااااَ ا ِ ُّلاااِوُّ و

Terjemahannya : “Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Menurut tafsir Al-Mishbah dalam karya (Shihab, 2002) menyatakan bahwa Nabi menyuruh kaum beriman untuk memelihara diri mereka dengan meneladani Nabi serta pelihara juga keluarga mereka yakni istri, anak-anak, dan seluruh yang berada di bawah tanggung jawab mereka dengan membimbing dan mendidiknya agar terhindar dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-

(22)

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin juga mengajarkan metode dan cara untuk mendidik anak dengan menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan dalam menerapkan pendidikannya. Sebagaimana Rasulullah bersabda:

“Bimbinglah anakmu dengan cara belajar sambil bermain pada jenjang

usia 0-7 tahun, dan tanamkan sopan santun dan disiplin pada jenjang usia 7-14 tahun, kemudian ajaklah bertukar pikiran pada jenjang usia 14-21 tahun, dan sesudah itu lepaskan mereka untuk mandiri”. Berdasarkan sabda Rasulullah

tersebut, Islam mengajarkan pola mendidik sesuai dengan tingkatan umur dan kematangan berpikir anak (Padjrin, 2016).

Pola asuh orang tua dianggap berpengaruh dalam menciptakan anak-anak dengan perilaku, mental dan hati yang baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Florenzano et al., 2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan keinginan bunuh diri pada remaja dengan gejala depresi.

Mutmainnah pada tahun 2018 melakukan penelitian terkait analisis risiko bunuh diri pada remaja di SMA Negeri 11 Makassar, dari 75 remaja yang diteliti didapatkan 58,7% diantaranya memiliki ide bunuh diri, 8,0% memiliki risiko tinggi untuk bunuh diri dan 2,67% remaja sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya (Sari, 2018). Oleh sebab itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian terkait “HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEJADIAN DEPRESI PADA REMAJA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 DI SMA NEGERI 11 MAKASSAR”.

(23)

II. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan karakteristik dan pola asuh orangtua dengan tingkat kejadian depresi pada remaja selama masa pandemi covid-19 di SMA Negeri 11 Makassar?

III. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho)

a. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik orang tua dengan tingkat kejadian depresi pada remaja selama masa pandemi covid-19.

b. Tidak terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat kejadian depresi pada remaja selama masa pandemi covid-19.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Terdapat hubungan antara karakteristik orang tua dengan tingkat kejadian depresi pada remaja selama masa pandemi covid-19.

b. Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat kejadian depresi pada remaja selama masa pandemi covid-19.

IV. Definisi Operasional

Tabel 1.1 Definisi Operasional No. Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur

Hasil Ukur Skala

Variabel Independen 1. Usia

Orangtua

Lamanya hidup

Lembar pengumpul

<30 thn : 1 30-50 thn : 2

Nominal

(24)

orangtua (ayah dan ibu) sejak lahir sampai sekarang

data >50 thn : 3

2. Pendidikan Orangtua

Jenjang pendidikan formal yang telah dijalani oleh orangtua (ayah dan ibu)

Lembar pengumpul data

Pendidikan Dasar (SD/MI dan SMP/MTs) : 1 Pendidikan Menengah

(SMA/SMK/MA) : 2

Pendidikan Tinggi (Diploma, Sarjana,

Magister) : 3

Nominal

3. Pekerjaan Orangtua

Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh orangtua (ayah dan ibu)

Lembar pengumpul data

Bekerja : 1 Tidak Bekerja : 2

Nominal

(25)

4. Pola Asuh Orangtua

Cara orang tua dalam menididik dan

membesarkan anak

Kuesioner Pola Asuh Demokratis : 1

Pola Asuh

Otoriter : 2

Pola Asuh

Diabaikan : 3

Pola Asuh

Permisif : 4

Nominal

Variabel Dependen 1. Tingkat

kejadian depresi pada remaja

Derajat keparahan depresi yang dialami oleh individu berdasarkan gejala depresi yang

dirasakannya

Kuesioner HRDS (Hamilton Depression Rating Scale)

Tidak Depresi : <

7 poin

Depresi Ringan : 8-13 poin

Depresi Sedang : 14-18

Depresi Berat : 19-22

Depresi Sangat Berat : > 23

Ordinal

(26)

V. Kajian Pustaka

Tabel 1.2 Kajian Pustaka Nama

Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian

Tujuan Penelitian

Variabel Penelitian

Metodologi Penelitian

Hasil Penelitian Perbedaan dengan Penelitian ini (Tujuwale et

al., 2016)

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Depresi Pada Siswa Kelas X Di SMA Negeri 1 Amurang

Untuk menganalisa hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat depresi pada siswa kelas X di SMA Negeri 1 Amurang.

Variabel Independen:

Pola Asuh Orang Tua Variabel Dependen:

Tingkat Depresi pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 1 Amurang

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional.

Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 91 dengan

menggunakan instrument

Berdasarkan analisis bivariat:

1. Diperoleh nilai p= 0,003 yakni lebih kecil dibandingkan α (0,05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat

Variabel independen berbeda yaitu karakteristik orang tua (usia orang tua)

(27)

kuesioner depresi pada remaja di SMA 1 Negeri Amurang (Wibowo et

al., 2016)

Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Depresi Pada Remaja Di Sma Neg. 1 Sinjai Timur

Untuk mengetahui hubungan antara pola asuh

orangtua dengan tingkat depresi pada remaja

Variabel Independen:

Pola Asuh Orang Tua Variabel Dependen:

Depresi pada Remaja

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional.

Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 136 dengan

menggunakan instrument kuesioner

Berdasarkan analisis bivariat:

1. Didapatkan nilai p= 0,012 menunjukkan bahwa remaja dengan pola asuh orang tua demokratis lebih banyak yang tidak depresi

dibandingkan dengan pola asuh permisif

Variabel independen berbeda yaitu karakteristik orang tua (usia orang tua, pekerjaan orang

tua dan

pendidikan orang tua)

(28)

dan otoriter (RT, L dan

W, 2019)

Hubungan Antara Pola Asuh Dan Depresi Pada Remaja Overweight- Obese

Untuk menganalisis hubungan antara pola asuh dan depresi pada remaja

overweight-obese di salah satu SMA swasta Surabaya

Variabel Independen:

Pola Asuh Orang Tua Variabel Dependen:

Depresi pada Remaja Overweight- Obese

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observational dengan pendekatan cross sectional dan

menggunakan metode analisis statistic

korelasional.

Jumlah sampel pada penelitian ini ialah 133 dengan

menggunakan

Berdasarkan analisis bivariat:

1. Diperoleh nilai p= 0,0119 menunjukkan bahwa tidak didapatkan hubungan antara pola asuh orang tua dengan depresi pada remaja overweight- obese

Variabel independen berbeda yaitu karakteristik orang tua (usia orang tua, pekerjaan orang

tua dan

pendidikan orang tua)

(29)

instrumen kuesioner (King,

Vidourek dan Merianos, 2016)

Authoritarian parenting and youth

depression:

Results from a national study

untuk

menganalisis depresi dan pola asuh otoriter di kalangan remaja dari usia 12 hingga 17 tahun

Variabel Independen : Pengasuhan Otoriter Variabel Dependen : Depresi remaja

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional Jumlah sampel pada penelitian ini ialah 17.399 remaja dengan menggunakan wawancara melalui

computer dan wawancara tatap muka

Berdasarkan analisis bivariat:

1. Diperoleh nilai p: 0,001 menunjukkan adanya hubungan antara pola asuh otoriter dengan depresi remaja

Variabel

independent yang digunakan hanya pola asuh otoriter dan pada variabel dependen tidak mengikutkan usia orangtua,

pekerjaan

orangtua dan pendidikan orangtua

(30)

(Piko dan Balazs, 2012)

Control or involvement?

Relationship between authoritative parenting style and adolescent depressive symptomatology

Untuk

mengindentifikasi adanya hubungan antara pola asuh otoritatif dengan depresi remaja .

Variabel Independen:

Pola Asuh Otoriter Variabel Dependen:

Depresi Remaja

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif statistik dengan pendekatan cross sectional.

Jumlah sampel pada penelitian ini ialah 2.072

Berdasarkan analisis bivariat:

1. Diperoleh nilai

p: 0,05

menunjukkan hubungan antara pola asuh otoritatif dengan depresi remaja

Variabel

independent yang digunakan hanya

pola asuh

otoritatif dan pada variabel dependen tidak mengikutkan usia orangtua,

pekerjaan

orangtua dan pendidikan orangtua (BP dan

Yaswinda, 2021)

Pola Asuh

Orang Tua Di Masa Pandemi Covid-19 Di Taman Kanak- Kanak Aisyiyah

Untuk

mengetahui pola asuh orang tua yang dominan dalam mendidik anak di masa

Variabel Independen:

Pola Asuh Variabel Dependen:

Taman

Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif kuantitatif.

Jumlah sampel

Berdasarkan analisis univariat:

1. Pola asuh orang tua di masa

pandemic

Jenis penelitian dan tujuan penelitian tidak menghubungkan adanya hubungan serta melibatkan

(31)

Bustanul Athfal Tapan

Kabupaten Pesisir Selatan

pandemic covid- 19 di Taman Kanak-Kanan Aisyiyah Bustanul Tapan

Kanak-Kanak Aisyiyah Bustanul Athfal Tapan

pada penelitian ini berjumlah 40 orang tua.

covid-19 didominasi oleh pola asuh demokratis/

authoritative

karakteristik orang tua selama masa pandemi covid-19 dan kejadian depresi remaja

(Pratiwi, 2021)

Pola Asuh

Orang Tua Pada Anak SDN 06 Durian

Terhadap Metode Pembelajaran Daring Selama Masa Pandemi Covid-19

Untuk

mengetahui jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anak SDN 06 Durian terhadap metode pembelajaran daring selama masa pandemi Covid-19.

Variabel independent:

Pola Asuh Orang Tua Variabel dependen:

Metode Pembelajaran Daring selama Masa

Pandemi Covid-19

Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif kuantitatif.

Jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 72 dengan menggunakan teknik

probability sampling dan

Berdasarkan analisis univariat:

1. 52 orang (72,2%) siswa memiliki pola asuh

demokratis, sebanyak 20 siswa (27,8%) memiliki pola asuh otoriter dan tidak ditemukan

Tidak membahas adanya hubungan variabel serta melibatkan karakteristik orang tua selama masa pandemi covid-19 dan kejadian depresi remaja

(32)

stratified random sampling.

orang tua siswa dengan pola asuh orang tua permisif (Pertiwi,

Moeliono dan Kendhawati, 2021)

Depresi,

Kecemasan, dan Stres Remaja selama Pandemi Covid-19.

Untuk mengetahui prevalensi kondisi

psikologis yang negatif pada remaja yakni depresi,

kecemasan, dan stress selama Pandemi Covid- 19.

Variabel independent:

Depresi, Kecemasan, dan Stres Variabel dependen:

Pandemi Covid-19

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross- sectional.

Berdasarkan analisis univariat:

1. Kondisi psikologis negatif yang paling banyak dialami oleh remaja selama Pandemi Covid-19 adalah kecemasan yang dirasakan oleh 58,74%

Tidak

menghubungkan adanya hubungan variabel serta melibatkan karakteristik dan pola asuh orang tua selama masa pandemi covid- 19

(33)

remaja,

32,15% remaja yang

mengalami depresi dan 34,7% remaja mengalami stress selama Pandemi Covid- 19.

(34)

VI. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai “Hubungan Karakteristik dan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kejadian Depresi pada Remaja Selama Masa Pandemi Covid-19 di SMA Negeri 11 Makassar” dengan metode pengisian kuesioner yang diberikan kepada siswa/i kelas XII di SMA Negeri 11 Makassar.

VII. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum penelitian

Mengetahui hubungan karakteristik dan pola asuh orangtua dengan tingkat kejadian depresi pada remaja selama masa pandemi covid-19 di SMA Negeri 11 Makassar.

2. Tujuan khusus penelitian

a. Mengetahui karakteristik orangtua pada remaja di SMA Negeri 11 Makassar

b. Mengetahui tipe pola asuh orangtua pada remaja di SMA Negeri 11 Makassar

c. Mengetahui tingkat kejadian depresi pada remaja di SMA Negeri 11 Makassar

d. Mengetahui hubungan karakteristik orangtua dengan tingkat kejadian depresi pada remaja di SMA Negeri 11 Makassar

e. Mengetahui hubungan pola asuh dengan tingkat kejadian depresi pada remaja di SMA Negeri 11 Makassar

(35)

VIII. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat mengetahui lebih jauh mengenai hubungan antara karakteristik dan pola asuh orangtua dengan tingkat kejadian depresi pada remaja.

2. Bagi Pengetahuan

Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan orangtua sehingga orangtua dapat memberikan pola asuh yang tepat bagi anak sehingga perkembangan dapat dilalui dengan baik.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan terkait pola asuh orang tua dan tingkat depresi pada remaja serta menambah hasil data terkait kasus kesehatan mental depresi pada remaja.

(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja atau “adolescence” berasal dari bahasa latin “adolescere”

yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Apabila dimaknai dalam konteks yang lebih luas, akan mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.

Menurut (Hurlock, 2010) , masa remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa baik secara fisik maupun psikis.

Sedangkan menurut seorang psikolog bernama G. Stanley Hall (dalam (Arnett, 2006) “adolescence is a time of “storm and stress” yang berarti bahwa masa remaja ialah masa yang penuh dengan badai serta tekanan jiwa.

Berdasarkan beberapa definisi menurut para ahli terkait remaja dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang mengalami masa transisi menuju ke fase dewasa disertai dengan banyaknya rintangan dan tantangan baik secara fisik maupun psikisnya.

Pada masa remaja terjadi banyak perubahan. Perubahan-perubahan tersebut meliputi perubahan fisik, intelektual dan emosional yang menyebabkan kebimbangan pada yang bersangkutan serta menimbulkan konflik dengan lingkungannya (Jannah, 2016).

Menurut WHO, yang termasuk dalam populasi remaja ialah penduduk dengan rentang usia 10-19 tahun (World Health Organization, 2015).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja

(37)

adalah penduduk dengan rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), remaja adalah penduduk dengan rentang usia 10-24 tahun dan belum menikah (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

2. Perkembangan Remaja

a. Perkembangan Fisik/ Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas, terjadi peningkatan hormon gonadotropin releasing hormone (GnRH) di hipotalamus disertai dengan sekuens perubahan sistem endokrin yang kompleks dan melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif. Hal ini disebabkan oleh perubahan sensitivitas gonadalstat hipotalamus terhadap kadar steroid yang beredar dan terjadi mekanisme umpan balik sehingga pada masa ini hormon tersebut disekresikan dalam jumlah yang banyak. Hormone GnRH disekresikan secara diurnal pada usia sekitar 6 tahun dan kemudian akan berikatan dengan reseptor di hipofisis sehingga sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan 2 hormon gonadotropin yaitu Follicle Stimulating Hormonen (FSH) dan Luteneizing Hormone (LH). Hal ini terlihat dengan terdapatnya peningkatan pengeluaran Luteneizing Hormone (LH) 1-2 tahun sebelum pubertas dan sekresi secara pulsatil terus berlanjut sampai awal pubertas (Batubara, 2010).

Pada anak perempuan, terjadi peningkatan FSH sekitar usia 8 tahun kemudian diikuti dengan peningkatan LH pada periode

(38)

berikutnya. Hormon FSH berfungsi untuk merangsang sel granulosa untuk mengeluarkan hormone estrogen dan inhibin. Hormon estrogen berperan dalam merangsang timbulnya tanda-tanda seks sekunder sedangkan inhibin berperan dalam kontrol mekanisme umpan balik.

Hormon LH pada perempuan berperan pada proses menarke dan untuk merangsang timbulnya ovulasi. Sedangkan pada anak laki-laki terjadi peningkatan LH kemudian diikuti dengan peningkatan FSH. Hormon LH berperan dalam merangsang sel Leydig pada testis untuk mengeluarkan hormone testosteron. Hormon testosterone berperan dalam merangsang timbulnya tanda-tanda seks sekunder. Hormon FSH berperan dalam merangsang sel Sertoli untuk mengeluarkan inhibin untuk mekanisme umpan balik. Selain itu FSH juga berperan dalam merangsang perkembangan tubulus seminiferous sehingga terjadi pembesaran testis pada saat pubertas (Batubara, 2010).

b. Perkembangan Kognitif

Seorang anak yang sudah memasuki fase remaja sudah memiliki pola piker tersendiri untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikirnya berkembang sehingga dapat membayangkan berbagai alternatif pemecahan masalah berserta kemungkinan hasil serta akibatnya. Mereka tidak lagi menerima informasi begitu saja tetapi mereka akan memproses informasi tersebut terlebih dahulu kemudian mengadaptasikan dengan pemikiran mereka sendiri. Selain itu, mereka juga mampu untuk memadukan pengalaman

(39)

masa lalu dengan sekarang untuk dimetamorfosiskan menjadi konklusi, prediksi dan rencana untuk masa depan sehingga remaja mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar (Santrock, 2012).

Pada kenyataannya, di negara berkembang termasuk Indonesia masih banyak remaja bahkan orang dewasa yang belum mampu mencapai tahap perkembangan kognitif ini disebabkan oleh opa asuh orangtua yang lebih condong memperlakukan remaja seperti kanak- kanak akibatnya remaja sulit untuk memenuhi tugas perkembangan sesuai usia dan mentalnya karena tidak adanya keleluasaan (Fakhrurrazi, 2019).

c. Perkembangan Psikologis

Pada masa remaja, suasana hati atau perasaan (mood) dapat berubah-ubah dengan cepat. Suasana hati atau perasaan (mood) yang berubah secara drastis tersebut dapat disebabkan oleh beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah tetapi perubahan mood tersebut belum tentu gejala atau masalah psikologis.

Para remaja juga mengalami perubahan dalam hal kesadaran diri. Mereka sangat sensitif terhadap pendapat atau kritikan dari orang lain. Oleh sebab itu, remaja sangat memperhatikan citra yang mereka refleksikan (self-image). Seiring bertambahnya usia, mereka sadar bahwa orang lain memili dunianya masing-masing dan tidak selalu sama baik yang dihadapi maupun yang dipikirkannya. Pada saat inilah,

(40)

remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.

Biasanya pada waktu tersebut, orangtua tidak diikutsertakan karena rasa takut akan ketidaksetujuan, ketidaksenagan maupun kekhawatiran dari orangtua. Pada saat inilah, terlihat kehilangan komunikasi antara orangtua dengan remaja dan dapat menimbulkan kesalahpahaman ketika dikomunikasikan dengan bahasa yang berbeda (Al-Mighwar, 2011).

d. Perkembangan Sosial

Tugas perkembangan tersulit yang dialami remaja ialah penyesuaian sosial. Remaja diharuskan menghadapi berbagai lingkungan. Remaja yang cerdas dalam menyesuaikan diri akan lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan serta menjadikan anak mudah bergaul dan bersosialisasi. Bersosialisasi merupakan salah satu cara untuk membuat perkembangan sosial menjadi baik (Supriadi, Yudiernawati dan Rosdiana, 2017).

B. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh

Pengasuhan atau pola asuh diartikan sebagai pola interaksi antara orangtua dengan anak mencakup pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain), kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain) serta diseminasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Menurut (Schohib, 2010),

(41)

pola asuh merupakan upaya yang diaktulasisasikan orangtua terhadap penataan lingkungan fisik, sosial internal dan eksternal, psikologis, kontrol dalam perilaku anak dan menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar perilaku dan yang diupayakan oleh anak. Menurut (Lestari, 2012), pola asuh adalah serangkaian sikap yang ditunjukkan oleh orangtua terhadap kepada anak untuk menciptakan iklim emosi yang melingkupi interaksi antara orangtua dan anak. Sedangkan menurut Pieter (2011), pola asuh merupakan suatu interaksi yang menyeluruh antara orangtua dengan anak.

Berdasarkan rujukan dari beberapa definisi menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa pola asuh merupakan keseluruhan interaksi antara anak dan orangtua mencakup dari memberikan aturan, hukuman, kasih sayang, perlindungan, kehangatan, perhatian dalam mendidik dan merawat anak agar anak menjadi anak dengan pribadi yang baik dalam berperilaku.

Dalam pengasuhan, orangtua menstimulasi anak dengan mengubah perilaku, pengetahuan, serta nilai-nilai yang dianggap benar oleh orangtua agar anak menjadi mandiri, tumbuh dan berkembang secara optimal dan dapat diterima oleh masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa orang tua memiliki peranan penting untuk menjaga perkembangan jiwa anak serta membentuk karakter dan juga kepribadian agar anak menjadi insan spiritual yang selalu taat menjalankan agamanya (Ayun, 2017).

2. Dimensi Pola Asuh

(Baskoro, 2017) menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari adanya dua dimensi yaitu:

(42)

a. Dimensi Kehangatan

Dimensi kehangatan berhubungan dengan tingkat respon orangtua terhadap kebutuhan anak dalam penerimaan dan dukungan.

Contohnya:

1) Cepat tanggap

2) Peka terhadap emosi anak

3) Memperhatikan kesejahteraan anak

4) Meluangkan waktu serta melakukan kegiatan bersama 5) Memberikan cinta kasih

6) Siap menanggapi keberhasilan anak b. Dimensi Kontrol

Dimensi kontrol berhubungan dengan sejauh mana orangtua mengharapkan dan menuntut kematangan anak serta tingkah laku yang bertanggung jawab dari anak. Contohnya:

1) Pembatasan 2) Tuntutan

3) Campur Tangan

4) Penggunaan kekuasaan orangtua kepada anak 3. Jenis-Jenis Pola Asuh

Menurut Diana Baumrind dalam (Santrock, 2012), terdapat 4 jenis gaya pengasuhan yaitu:

a. Pola Asuh Autoritharian/Otoriter

(43)

Menurut (Santrock, 2011), pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan orang tua dengan membatasi dan memaksa anak agar menuruti aturan mereka. Jika anak melanggar maka orang tua dengan pengasuhan ini akan memberikan hukuman. Anak harus patuh terhadap aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada dasar mengapa peraturan itu dibuat meskipun terkadang peraturan yang ditetapkan tidak masuk akal. Ciri anak dengan gaya pengasuhan ini cenderung bersikap mudah tersinggung, penakut, mudah stress, dan suka mengasingkan diri.

b. Pola Asuh Demokratis

Menurut Baumrind dalam (Santrock, 2012) orang tua dengan pengasuhan ini sangat mendorong anak-anaknya agar mandiri tetapi tetap memberi batasan dan pengendalian atas tindakan anaknya. Anak- anak yang diasuh dengan pola asuh ini diberikan kesempatan untuk diskusi sehingga anak merasakan kehangatan-kehangatan dan kasih sayang. Ciri anak dengan pola asuh ini memilili kepercayaan diri, harga diri yang tinggi dan memiliki perilaku yang terpuji.

c. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif adalah pola asuh dengan gaya pengasuhan orang tua yang tidak terlalu mengontrol ataupun menuntut anaknya tetapi sangat terlibat dengan anak atau dikenal dengan pola asuh yang memanjakan anak. Anak diberikan kebebasan dan tidak dibatasi untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Ciri anak dengan pengasuhan ini biasanya kurang mampu mengendalikan diri,

(44)

memaksakan kehendak, kemampuan dalam pengambilan keputusannyapun rendah (Ayun, 2017).

d. Pola Asuh Diabaikan

Orang tua dalam pengasuhan ini sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Orang tua cenderung mengabaikan anak dan anak merasa bahwa ada perpektif lain kehidupan orangtua lebih penting daripada diri mereka. Anak dengan pola pengasuhan ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial dan banyak diantaranya memiliki pengendalian diri yang buruk dan tidak mandiri. Penghargaan terhadap diri rendah, tidak dewasa dan merasa asing dari keluarga. Pada masa remaja, kemungkinan mereka menunjukkan sikap suka membolos dan nakal (Jannah, 2012).

Menurut (Hurlock, 2010), pola asuh terbagi atas 3 macam yaitu:

a. Pola Asuh Demokratis

Orangtua dengan pola asuh demokratis menanamkan disiplin kepada anak dan memperlihatkan serta menghargai kebebasan tetapi masih dalam bimbingan yang penuh dengan pengertian. Anak dengan pengasuhan ini cenderung lebih memiliki rasa tanggung jawab dan mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang ada .

b. Pola Asuh Otoriter

Pengasuhan ini menerapkan aturan dan batasan yang mutlak terhadap anak dan harus ditaati tanpa adanya kesempatan untuk berpendapat. Apabila peraturan atau batasan tersebut tidak ditaati maka

(45)

anak akan mendapat hukuman. Anak yang diasuh dengan pola ini tidak memiliki kebebasan dan inisiatif serta aktivitasnya menjadi berkurang sehingga anak menjadi tidak percaya diri.

c. Pola Asuh Permisif

Anak dengan pengasuhan ini diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja tanpa adanya aturan-aturan ataupun bimbingan dari orangtua. Hal ini menyebabkan perkembangan anak yang diasuh dengan pola ini menjadi tidak terarah, mudah mengalami kesulitan jika harus menghadapi larangan-larangan dilingkungannya serta anak menjadi kurang disiplin.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa pola asuh terbagi atas empat jenis yaitu pola asuh demokratis, otoriter, permisif dan diabaikan.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Sikap orangtua dapat berpengaruh terhadap cara mereka memperlakukan anak dan perlakuan orangtua terhadap anaknya sebaliknya dapat berpengaruh terhadap sikap anak kepada orangtuanya (Hurlock, 2010).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua yaitu:

a. Pendidikan Orangtua

Pendidikan dan pengalaman orangtua dalam mengasuh anak akan mempengaruhi persiapan mereka dalam pengasuhan. Pendidikan formal orangtua yang rendah dapat menjadi salah satu faktor yang memicu terjadinya tingkat kekerasan yang dialami anak. Selain itu,

(46)

kurangnya pengetahuan serta wawasan yang berhubungan dengan pengasuhan, pertumbuhan dan perkembangan anak juga menyebabkan orangtua sering mendidik serta memperlakukan anak secara salah (Maryam, 2017).

Menurut (Hurlock, 2010), orangtua dengan pendidikan yang baik dibandingkan dengan orangtua yang pendidikannya terbatas akan cenderung menerapkan pola asuh authoritative ataupun permissive.

Pendidikan sangat membantu orangtua untuk lebih dapat mengenali kebutuhan anak serta berpengaruh terhadap kesiapan mereka dalam melaksanakan peran pengasuhan.

b. Lingkungan

Lingkungan terutama lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi penerapan pola asuh orangtua terhadap anaknya.

Menurut (Afthoni, 2013) terdapat perbedaan gaya pengasuhan orang tua terhadap remaja di pedesaan dan di perkotaan. Hal ini dikaitkan dengan adanya perbedaan gaya hidup dan cara berinteraksi antara orang tua dan anak yang berbeda

c. Sosial Ekonomi

Orang tua dengan status sosial ekonomi kelas bawah cenderung menekankan kepatuhan yang lebih keras dan lebih otoriter serta kurang bersikap hangat kepada anak, namun pada orangtua dengan status sosial ekonomi kelas menengah cenderung memberikan perhatian serta kontrol yang lebih halus. Sedangkan orangtua dengan status sosial

(47)

ekonomi kelas atas cenderung lebih sibuk dengan urusan pekerjaannya sehingga anak kerapkali terabaikan (Yusuf, 2012)

Menurut (Indira, 2017), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh orangtua terhadap anak adalah:

a. Usia Orangtua

Pertambahan usia seseorang sejalan dengan perkembangan kematangan emosi dan pengetahuan yang dimilikinya. Usia orang tua berpengaruh terhadap pengetahuan terkait pemberian pola asuh yang baik dan benar. Peran pengasuhan mungkin kurang berjalan optimal apabila usia orang tua terlalu muda atau tua dikarenakan faktor fisik dan psikososialnya (Supartini, 2014)

b. Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan merupakan suatu tumpuan seseorang untuk mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Orang tua yang bekerja biasanya menitipkan perannya kepada orang lain.

Pengasuhan yang harusnya dijalankan oleh orangtua tergantikan dengan orang lain biasanya kakek dan nenek. Hal ini menyebabkan terbatasnya interaksi orang tua dengan anak. Keterbatasan ini dapat membuat anak menjadi kurang mendapatkan sentuhan fisik dan psikis (Suryanda dan Rustati, 2019)

c. Pendapatan

Pendapatan adalah penghasilan yang didapatkan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga itu sendiri. Orangtua dengan

(48)

pendapatan tinggi memiliki kemampuan untuk menunjang untuk tercapainya lingkungan pengasuhan yang baik untuk anak-anaknya baik segi konsumsi dan pola makan untuk memperoleh gizi yang baik, tempat tinggal yang nyaman dan aman untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Orang tua dengan pendapatan rendah memiliki keterbatasan untuk menunjang kehidupan keluarga anak-anaknya sedangkan orangtua dengan pendapatan menengah mampu mencukupi kebutuhan lingkungan pengasuhan anak-anaknya dan termasuk ke kategori keluarga yang cukup (Kamaliah, Prabawati dan Rusilanti, 2014)

Berdasarkan beberapa uraian faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua dapat disimpulkan bahwa usia orangtua, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua, status sosial ekonomi, lingkungan dan budaya dapat berpengaruh terhadap pola pengasuhan orangtua terhadap anak.

5. Pola Asuh menurut Pandangan Islam

Keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak, dimana di lingkungan inilah anak pertama kali mendapatkan pengaruh dalam dirinya.

Keluarga memiliki peranan penting dalam pembentukan akhlak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma untuk membangun kepribadian dirinya kelak (Adnan, 2018)

Islam mengajarkan bagaimana cara mendidik dan membimbing anak yang merupakan suatu kewajiban bagi orang tua muslim karena anak

(49)

merupakan amanat yang harus di pertanggung jawabkan oleh orang tua.

Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:

ق َ اعمَانا ُِّْداَاا ُّ مَ زمَاي ُِْوماوَ ا َ ْلا اناْ ُّْْموادومانُّ ِ اى ُّْْمَالاوَااُّ ِ اى ُّْْمَایوِااُّ َُِّاِاَاْاي ْنالاَِْ َِّوَ زاَاا ُُّاوُِّ َیُِّوِِاا ُلُّْ

اْوااُِاَ واادْي َالااا ِلاْ اَاندْااوِوَ َُّا ِاُّا َْاندْااوِوَ

Artinya : “Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah Islami).

Ayah dan ibunyalah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api berhala)” (HR. Bukhari).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa anak pada dasarnya membawa fitrah beragama dan selanjutnya tergantung pada bagaimana orang tua mendidik dan membimbingnya. Jika benih agama yang dibawa tidak dipupuk dan dibina dengan baik oleh orang tua, maka anak akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama (Mardiyah, 2015).

Pendidikan anak menurut Abdullah Nashih Ulwan dalam (Imron, 2016) merupakan tanggung jawab bersama baik pendidikan fisik/jasmani, pendidikan intelektual/aqliyah, dan pendidikan rohani/kejiwaan. Pendidikan fisik dimaksudkan agar anak tumbuh dengan kondisi jasmani yang sehat, kuat, bersemangat bukan hanya otot-otot, panca indra dan kelenjarnya tetapi potensi yang muncul dari jasmaninya. Pendidikan intelektual dimaksudkan untuk membentuk pola pikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat seperti pengetahuan, kebudayaan serta menumbuhkan kesadaran dan mengikat anak dengan islam baik sebagai agama maupun negara, Al-Qur’an sebagai sistem maupun perundang-undangan, dakwah islam sebagai motivasi bagi tingkah laku anak. Pendidikan rohani/kejiwaab dimaksudkan agar anak

(50)

berani besikap terbuka, mandiri, bisa mengontrol amarah dan perasaan negatif lainnya.

C. Depresi

1. Pengertian Depresi

Depresi adalah gangguan fungsi manusia terkait dengan alam perasaan yang sedih dan gejala yang menyertainya, termasuk perubahan irama sirkadian, psikomotor, konsentrasi, rasa putus asa dan tidak berdaya. Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai dengan menurunnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah kondisi emosional internal seseorang dan bukan afek atau ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan, 2015). Definisi lain mengenai depresi adalah salah satu penyakit mental yang serius di dunia dan memiliki dampak negatif seperti sulit berkonsentrasi, interaksi sosial yang terbatas, penyesuaian diri yang terganggu, resiko bunuh diri (Nevid, 2017).

Berdasarkan rujukan definisi depresi menurut ahli, dapat disimpulkan bahwa depresi adalah suatu kondisi gangguan perasaan atau mood negatif yang dialami oleh seseorang sehingga berdampak pada aktifitas sehari-hari.

2. Etiologi Depresi

Etiologi depresi sangat kompleks dan multi faktor. Faktor yang terlibat pun dapat muncul bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

a. Faktor Biologis

(51)

Penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik seperti 5 HIAA (5-Hidroksi Indol Asetic Acid), HVA (Homovanilic Acid), MPGH (5 Methoxy-0-Hydroksi Phenil Glikol), dalam cairan tubuh seperti urin, darah dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmitter yang berperan dalan gangguan depresi adalah norepinefrin dan serotonin. Kurangnya konsentrasi metabolit serotonin dalam cairan serebrosinal dan konsentrasi uptake serotonin pada trombosit dapat mencetuskan depresi dan impuls rasa ingin bunuh diri pada pasien. Dopamin juga diteorikan memiliki peran dalam patofisiologi depresi. Menurut data, aktifitas dopamin yang menurun ditemukan pada episode depresi sedangkan meningkat pada episode mania. Pada pasien depresi, terjadi disregulasi neuroendokrin dimana hipotalamus merupakan pusat pengaturan neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmitter amin biogenik. Pada pasien depresi, terjadi disregulasi neuroendokrin (Kaplan dan Saddock, 2010).

b. Faktor Genetik

Berdasarkan hasil penelitian, faktor genetik merupakan faktor yang sangat signifikan dalam timbulnya gangguan mood tetapi pola pewarisannya melalui mekanisme yang kompleks (R et al., 2013).

Individu yang terdapat penderita depresi keluarga dalam keluarganya memiliki resiko lebih besar menderita gangguan depresi dibandingkan masyarakat pada umumnya.

(52)

Seseorang tidak bisa menderita depresi hanya semata-mata karena orangtua ataupun saudaranya menderita depresi, tetapi resiko terkena depresi lebih besar. Tidak semua orang bisa menderita depresi walaupun dalam keluarga ada yang menderita depresi, biasanya doperlukan suatu kejadian hidup yang memicu terjadinya depresi (Santrock, 2012)

c. Faktor Usia

Menurut (Sarwono, 2011) menyatakan bahwa golongan usia muda ialah golongan yang lebih banyak menderita depresi. Hal ini dikaitkan dengan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa sehingga mereka dituntut untuk mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

d. Faktor Psikologis

Aspek kepribadian dan pola pikir berpengaruh terhadap tinggi rendahya depresi serta kerentanan mengalami depresi. Individu yang mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif, pesimis juga tipe kepribadian introvert lebih rentan mengalami depresi (Kaplan, Saddock dan Grebb, 2010). Menurut penelitian, rendahnya penghargaan terhadap diri atau self esteem juga berpengaruh terhadap terjadinya depresi dikarenakan ketidakmampuan untuk menghadapi secara positif sosial.

Selain itu, beberapa peristira negatif seperti kematian orang yang dicintai terutama kehilangan orangtua ketika masih anak-anak, kehilangan pekerjaan, perceraian atau stress berat lainnya dapat

(53)

mempengaruhi terjadinya depresi karena akan membekas secara psikologis (Lubis, 2009).

3. Klasifikasi Depresi

Menurut PPDGJ III, kriteria diagnosis depresif adalah sebagai berikut : Gejala utama (derajat ringan, sedang dan berat) (Maslim, 2013):

a. Afek depresif

b. Kehilangan minat dan kegembiraan

c. Berkurangnya energi sehingga mudah lelah dan menurunnya aktivitas Gejala lainnya :

a. Konsentrasi dan perhatian menurun

b. Perhargaan terhadap diri dan percaya diri menurun c. Rasa bersalah dan rasa tidak berguna

d. Pandangan terkait masa depan yang suram dan pesimis

e. Gagasan dan perilaku yang membahayakan diri dan bunuh diri f. Tidur terganggu

g. Nafsu makan berkurang

Episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut perlu waktu minimal 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, tetapi dapat lebih pendek jika gejala sangat berat dan berlangsung cepat.

Pedoman Diagnostik

Tabel 2.1 Klasifikasi Depresi Menurut PPDGJ III Episode Depresi Ringan

(54)

- Minimal ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti yang disebutkan diatas

- Ditambah minimal dua dari gejala lainnya - Tidak ada gejala berat

- Waktu episode berlangsung minimal sekitar dua minggu

- Tidak banyak kesulitan dalam pekerjaan ataupun kegiatan sosial yang biasa dilakukan

- Dengan atau tanpa gejala somatik Episode Depresi Sedang

- Minimal ada dua dari tiga gejala utama seperti pada episode depresi ringan

- Ditambah minimal tiga dari gejala lainnya

- Waktu episode berlangsung minimar sekitar dua minggu

- Ada kesulitan yang nyata dalam melakukan kegiatan sosial, dan pekerjaan

- Dengan atau tanpa gejala somatik

Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik - Semua gejala utama harus ada

- Minimal empat dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya berintensitas berat

- Jika terdapat gejala penting seperti agitasi atau retardasi psikomotor yang mencolok, kemungkinan pasien tidak mau atau tidak mampu melaporkan banyak gejala secara rinci. Sehingga penilaian secara

(55)

menyeluruh terhadap episode depresif berat dapat dibenarkan - Episode depresif berlangsung minimal dua pekan, tetapi jika gejala

sangat berat dan onsetnya cepat maka dibenarkan untuk ditegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari dua minggu

- Pasien sangat tidak mungkin mampu meneruskan pekerjaan ataupun kegiatan sosial kecuali pada tingkat yang sangat terbatas Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

- Memenuhi kriteria episode depresif berat tanpa gejala psikotik - Disertai waham, halusinasi dan stupor depresif

4. Gejala Klinis

Gejala utama dari episode depresi ialah mood terdepresi, hilangnya minat dan pengurangan energi. Pasien mengungkapkan adanya perasaan sedih, tidak memiliki harapan, dicampakkan, merasa tidak berharga. Individu dengan keadaan mood terdepresi menunjukkan kehilangan energi, merasa bersalah, susah untuk berkonsentrasi, penurunan nafsu makan, berpikiran untuk bunuh diri atau mati. Tanda dan gejala lain ialah perubahan dalam aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan gungsi vegetatif (tidur, aktivitas seksual dan irama biologik lainnya). Adapun gambaran klinis dari pasien episode depresi antara lain (Ingram, 1993):

 Terdapat gejala psikologis penurunan vitalitas umum, biasanya ditunjukkan sebagai suatu kehilangan atau sedih. Pasien menarik diri

(56)

dari kehidupan sosialnya, tampak tidak ada harapan, murung, cemas, menutupi keluhannya (depresi senyum)

 Variasi diurnal, dimana gejala memburuk pada saat malam hari tetapi membaik di siang hari

 Pikiran untuk bunuh diri. Hal ini sulit untuk diperkirakan sebelumnya tetapi harus menjadi perhatian dan harus dianggap serius jika ada.

Bunuh diri dapat timbul dipikiran dua pertiga pasien depresi dan 10 sampai 15% diantaranya melakukan bunuh diri

 Keterlambatan berpikir atau retardasi didapatkan dari miskin pikiran untuk memulai pembicaraan dan pergerakannya. Didapatkan juga gejala sulit untuk berkonsentrasi dan agitasi

 Rasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri serta penghargaan terhadap diri menurun. Waham dapat timbul pada kasus berat, hipokondriasis, asyik sendiri, waham kemiskinan atau waham nihilistic

 Jarang didapatkan halusinasi, tetapi mungkin didapatkan pada kasus berat

 Tidak jarang terjadi depersonalisasi dan derealisasi

 Gangguan tidur insomnia sering didapatkan

 Penurunan nafsu makan, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore dan gangguan genital seperti kehilangan libido mungkin ditemukan

5. Pengukuran Tingkat Depresi

(57)

Max Hamilton mengembangkan suatu skala pengukuran tingkat depresi yaitu Hamilton Depression Rating Scale. Skala pengukuran ini digunakan untuk penilaian depresi. Penilaian terhadap variabel depresi dilakukan dengan sistem skoring. Masing-masing item memiliki skor 0-2 atau 0-4. Penilaian dari masing-masing poin tersebut dijumlahkan sehingga dapat diketahui tingkat depresi. Skala pengukuran yang dikembangkan oleh Hamilton ini sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa termasuk Prancis, Jerman, Italia, Thailand dan Turki. Terdapat beberapa versi skor termasuk HDRS 17, HDRS 21, HDRS 29, HDRS 6, HDRS 24, dan HDRS 7. Namun versi asli dari skala pengukuran ini ialah versi HDRS dengan 17 item. Total skor dari hasil penelitian dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu sebagai berikut (Hamilton, 1960):

 Normal jika skor ≤7

 Depresi ringan jika skor 8-13

 Depresi sedang jika skor 14-18

 Depresi berat jika skor 19-22

 Depresi sangat berat jika skor ≥23

Hamilton Depression Rating Scale dengan 17 item terdiri dari (Hamilton, 1960):

1. Depressed mood 2. Perasaan bersalah 3. Bunuh diri

4. Insomnia awal malam

(58)

5. Insomnia tengah malam 6. Insomnia jam awal pagi 7. Kerja dan kegiatan 8. Retardasi

9. Agitasi

10. Psikis kecemasan 11. Ansietas somatik

12. Gejala somatic gastro-intestinal 13. Gejala somatis umum

14. Gangguan genital 15. Hipokondriasis

16. Kehilangan berat badan 17. Wawasan

6. Teori Depresi

(Nasir dan Muhith, 2011) menjelaskan beberapa teori mengenai depresi yaitu:

1. Teori Biologi

Teori biologi mengungkapkan bahwa gangguan afektif termasuk gangguan bipolar merupakan bawaan sejak lahir. Fungsi otak yang terganggu dan gangguan hormonal merupakan faktor yang memegang peranan besar terharap kejadian depresi. Menurut teori ini, terdapat kemungkinan yang besar untuk beberapa individu terserang depresi dari

(59)

keturunan tetapi masih perlu penelitian lebih lanjut. Kerabat dekat seperti anak, kakak, adik dan orangtua dari orang yang depresi memiliki resiko yang lebih besar (10-15%) menderita depresi daripada individu umum lainnya (1-2%) (Lubis, 2011).

2. Teori Kognitif

Menurut (Beck, 1985) asal usul terjadinya depresi berikatan dengan bagaimana seseorang memandang diri mereka sendiri dan dunia sekitar mereka. The Cognitive Triad Depression merupakan konsep yang diajukan oleh Beck yaitu pandangan negatif terkait diri sendiri, lingkungan dan masa depan. Beck menganggap bahwa pandangan negatif terhadap diri merupakan skema kognitif yang diangkat dari masa kanak-kanan berdasarkan pengalaman belajar awal. Kemungkinan anak tidak mendapatkan sesuatu yang membahagiakan dari orangtua maupun guru, menganggap diri sendiri sebagai individu yang tidak berkompeten dan memiliki prospek hidup yang suram. Hal ini sangat berpengaruh terhadap interpretasi kegagalan dan kekecewaan sebagai cerminan sesuatu yang dari awalnya salah dan menimbulkan depresi.

Memperbesar sesuatu kesalahan kecil adalah kesalahan berpikir yang menurut Beck merupakan distorsi kognitif.

Seseorang cenderung mengalami distorsi pemikiran secara alami. Hal ini diterima sebagai hal yang nyata dan bukan opini ataupun cara-cara habitual dalam menginterpretasikan peristiwa. Beck memformulasikan cognitive-specifity hypothesis dengan mengajukan

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan berkah-Nya, sehingga peneliti

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan inayah-Nya, sehingga laporan penelitian skripsi yang berjudul “Peranan

Puji syukur kami panjatkan atas Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah