• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Interpersonal

Cara terbaik dalam mendefinisikan komunikasi interpersonal adalah dengan berfokus pada apa yang terjadi, bukan pada dimana mereka berada atau berapa banyak jumlahnya. Menurut Wood (2013) tahap awal dalam memahami ciri khas komunikasi interpersonal yaitu menelisik arti dari interpersonal. Kata ini sebuah turunan awal dari inter dengan makna “antara” dan kata person bermakna orang.

Proses komunikasi interpersonal biasanya melibatkan di antara dua manusia (Wood, 2013, hal 21-22).

Beberapa ahli mencoba mendefinisikan komunikasi interpersonal diantaranya menurut Malcolm R. Parks, dalam Budyana dan Gaiem (2011) bahwa komunikasi antarpribadi atau komunikasi interpersonal merupakan bentuk komunikasi yang diatur oleh norma relasional. Komunikasi interpersonal biasa terjadi pada kelompok yang sangat kecil. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bentuk komunikasi tersebut bisa juga terjadi pada lingkungan besar (Budyatna & Gaiem, 2011, hal 14).

Sedangkan menurut McDavid & Harari (1999) komunikasi interpersonal adalah suatu proses komunikasi yang ber-setting terhadap objek-objek sosial guna melihat pemaknaan suatu stimulus yang berisi pesan ataupun informasi. Selain itu, menurut DeVito (1989), komunikasi interpersonal merupakan pengiriman pesan oleh individu dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan beragam dampak serta peluang untuk adanya sebuah feedback secara cepat (Maulana & Gumelar, 2013, hal 75). Beragam pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian pesan antara dua individu atau kelompok kecil secara langsung baik berupa pesan verbal maupun nonverbal yang mana mendapatkan feedback secara langsung.

(2)

2.2 Elemen-Elemen dalam Komunikasi Interpersonal

Proses komunikasi interpersonal dapat terjadi bilamana memenuhi unsur- unsur dalam komunikasi interpersonal. Menurut Devito (1990) dalam Maulana dan Gumelar (2013) ada tujuh unsur yang membangun komunikasi interpersonal, mencakup:

1. Pengirim dan Penerima Pesan

Setidaknya komunikasi interpersonal paling sedikit terdapat dua orang, dan setiap individu mengalami dan menyampaikan pesan (fungsi pengiriman). Kemudian diterima serta dimengerti (fungsi penerimaan). Hal itu mencakup siapa, apa yang dipercayai, nilai yang dimiliki, apa yang telah dibicarakan, seperti apa sikap, bagaimana cara seseorang mengutarakan, pesan seperti apa yang didapat dan bagaimana seseorang memaknai pesan tersebut.

2. Pengkodean dan Pemecahan Kode

Pengkodean ialah aktivitas mengalihkan ide ke sebuah bentuk lambang atau penyusunan melalui sebuah rangkaian kata. Pengkodean yaitu aktivitas membuat informasi atau pesan. Pemecahan kode yaitu aktivitas komunikan memahami makna serta lambang yang didapat dari komunikator. Dapat berarti juga aktivitas menginterpretasikan sebuah kode.

Saat berinteraksi, seorang komunikator menyandi suatu pesan kemudian menyampaikan pada komunikan, dan komunikan mengawasi sandi pesan itu. Pada tahap itu, komunikator menjadi encoder dan komunikan menjadi decoder. Saat komunikan menyodorkan tanggapan kepada komunikator, maka komunikan berposisi sebagai encoder dan komunikator menjadi decoder.

3. Pesan

Komunikasi interpersonal mampu berjalan, bilamana informasi selaras dengan perasaan dan pikiran wajib disampaikan dan diterima.

Bentuknya pun bukan melulu bersifat verbal (kata-kata), melainkan dapat berkomunikasi melalui gerakan dan sentuhan atau biasa yang disebut sebagai komunikasi nonverbal.

(3)

Adanya sebuah feedback, dapat memberi informasi kepada komunikator dampak seperti apa yang didapat komunikan. feedback sendiri bisa lahir dari dalam diri atau dari orang lain. Pada serangkaian proses interaksi, umpan balik atau feedback mempunyai andil yang penting, lantaran seorang pengirim maupun penerima secara berkelanjutan dan bergantian memberi umpan balik.

4. Gangguan

Gangguan ialah segala sesuatu yang mengganggu “kejernihan” pesan dalam proses komunikasi. Hal itu menyebabkan pesan yang disampaikan berbeda makna dengan pesan yang diterima.

5. Efek

Sejatinya proses komunikasi selalu mempunyai akibat, baik pada satu pelaku atau keduanya. Setidaknya ada tiga aspek dari efek kegiatan komunikasi, antara lain:

a) Aspek Kognitif

Meliputi pengetahuan maupun kesadaran, contoh: mendapat ilmu atau mempelajari cara memahami suatu masalah.

b) Aspek Afektif

Meliputi kepercayaan, sikap, perasaan maupun emosi, contoh: rasa khawatir, marah, sedih maupun bahagia

c) Aspek Konatif dan Psikomotor

Meliputi tingkah laku atau tindakan yang diperbuat layaknya yang disarankan.

6. Channel komunikasi

Channel komunikasi yaitu media yang dilewati pesan. Channel bertugas dalam menghubungkan antara pengirim maupun penerima pesan.

Misalnya, mendengar, berbicara, menyentuh maupun melihat. Hal-hal yang bisa disebut sebagai channel ialah gawai, koran, tatap muka, film, dan lain- lain.

7. Konteks

Cara seseorang senantiasa dinamis dalam berkomunikasi dipicu oleh konteks. Konteks yaitu kondisi yang erat kaitannya dengan peristiwa.

(4)

Setidaknya ada tiga dimensi dalam konteks, antara lain: sosial psikologis, fisik maupun temporal. Lalu di tahun 1995 Devito memberikan imbuhan dua elemen komunikasi interpersonal mencakup: etika dan kompetensi (Maulana & Gumelar, 2013, hal 75-77).

2.3 Tujuan Komunikasi Interpersonal

Menurut Devito (1995) dalam Maulana dan Gumelar (2013) menuturkan setidaknya komunikasi interpersonal mempunyai lima tujuan. Hal itu tidak serta merta senantiasa disadari, dapat juga tidak disadari, ataupun disengaja. Diantara kelima tujuan komunikasi interpersonal itu adalah:

1. Proses belajar

Setiap orang melakukan proses komunikasi secara interpersonal, secara tidak langsung individu tersebut belajar sesuatu yang ada pada lingkungan terdekatnya. Baik belajar tentang diri pribadi maupun orang lain. Komunikasi interpersonal memudahkan pelakunya guna memahami serta memberikan respon ke lingkungan dekat layaknya sebuah etika maupun aturan yang ada. Lewat komunikasi interpersonal, individu paham bagaimana opini manusia lain terkait sebuah fenomena, menilai atau merespon diri dan tingkah laku kita.

2. Untuk Membangun Hubungan

Semua orang pasti berkeinginan membangun dan mempertahankan sebuah hubungan. Mereka telah mengurus cukup banyak waktu dalam membangun maupun mempertahankan hubungan sosialnya. Manfaat dari hubungan sosial sendiri menjauhkan dari kesepian dan stres.

3. Untuk Mempengaruhi

Pada tujuan ini, kerap kali seseorang berusaha mengubah sikap maupun tingkah laku lawan bicaranya.

4. Sarana Bermain

Berbincang terkait kebiasaan serta bercerita hal yang lucu adalah kegiatan yang cukup penting. Mengingat hal tersebut mampu menyeimbangkan hidup maupun mengistirahatkan pikiran secara sementara

(5)

dari hiruk piruknya beragam masalah yang serius. Bermain ditandai dengan segala sesuatu yang dapat nikmati.

5. Untuk Menolong

Berawal dari komunikasi interpersonal seseorang mampu menghibur, menenangkan maupun memberi masukan kepada kawan sebayanya.

Pemahaman sederhana, kesuksesan membantu manusia bergantung pada kemampuan komunikasi interpersonal setiap individu masing-masing (Maulana & Gumelar, 2013, hal 77-78).

2.4 Komunikasi Interpersonal Dilihat dari Sifatnya

Jika ditinjau dari segi sifatnya, komunikasi interpersonal menurut Nurudin (2016) dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi diadik dan komunikasi kelompok kecil (small group communication).

1. Komunikasi Diadik

Komunikasi diadik ialah sebuah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang pada keadaan tatap muka. Misal, sepasang suami istri yang tengah menikmati secangkir teh dan bercerita tentang masa lalu mereka.

2. Komunikasi Kelompok Kecil

Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang melibatkan tiga orang atau lebih secara tatap muka dan saling berinteraksi satu dengan lainnya. Tidak ada rincian berapa jumlah pasti hitungan lebih dari tiga orang. Misal, ada tiga orang mahasiswa sedang melakukan perbincangan setelah menghadiri sebuah pengajian (Nurudin, 2016, hal 86-87).

2.5 Jenis-Jenis Hubungan Interpersonal

Menurut Murtiadi, dkk (2015), jenis-jenis hubungan interpersonal dibagi menjadi 4 antara lain:

2.5.1 Hubungan Interpersonal Berdasarkan Jumlah Individu yang Terlibat

Bila dikaitkan atas dasar banyaknya individu yang berpartisipasi, hubungan interpersonal digolongkan jadi dua, antara lain hubungan diad serta triad. Hubungan diad yaitu sebuah hubungan yang terjadi antara dua

(6)

orang. William Wilmot menjelaskan karakteristik dari hubungan diad yaitu mempunyai tujuan tertentu.

Seseorang pada hubungan diad memperlihatkan wajah yang berlainan dengan “wajah” yang ditampilkan pada hubungan diad lainnya, dan hubungan diad berkembang melalui pola komunikasi (pola berbahasa) yang unik atau berkarakter yang mana akan membedakan hubungan itu dengan hubungan diad yang lain. Dalam hubungan diad keputusan yang diambil melalui negosiasi. Sedangkan, di sisi lain hubungan triad ialah hubungan antara tiga orang. Hubungan triad mempunyai karakteristik lebih kompleks, tingkat kedekatan antara perorangan rendah, dan keputusan diambil secara voting.

2.5.2 Hubungan Interpersonal Berdasarkan Tujuan yang Ingin Dicapai

Bila dipandang atas dasar tujuan yang hendak dituju, hubungan interpersonal terdiri atas dua, yaitu hubungan sosial maupun hubungan tugas. Hubungan tugas ialah hubungan yang tercipta lantaran merampungkan urusan yang tidak mampu diurus secara mandiri. Misal, hubungan mahasiswa dalam organisasi guna merampungkan target organisasi. Hubungan sosial merupakan hubungan yang terlahir dengan tidak menyelesaikan suatu tujuan tertentu. Hubungan ini terlahir secara pribadi maupun sosial. Misal, hubungan teman sebaya sejak kecil.

2.5.3 Hubungan Interpersonal Berdasarkan Jangka Waktu

Hubungan ini digolongkan atas dua bagian, yaitu hubungan berjangka pendek maupun panjang. Hubungan berjangka pendek yaitu hubungan yang terjadi dalam kurun waktu sebentar atau singkat. Contoh, hubungan antara polisi dan masyarakat sedang bertegur sapa di pasar. Hubungan jangka panjang ialah hubungan yang terjalin pada kurun waktu yang lama. Semakin lama suatu hubungan, semakin melimpah pula investasi yang ditanam di dalamnya, baik berupa perasaan, materi, waktu dan komitmen. Berkat

(7)

investasi yang ditanam banyak, semakin besar pula kemungkinan dalam mempertahankan hubungan.

2.5.4 Hubungan Interpersonal yang Didasarkan Atas Tingkat Kedalaman atau Keintiman

Hubungan ini dibagi menjadi hubungan biasa serta hubungan akrab.

Hubungan biasa ialah hubungan yang enggan mendalam atau ritual atau impersonal. Hubungan akrab atau intim memiliki karakteristik penyingkapan diri (self-disclosure). Semakin intim sebuah hubungan, semakin tinggi adanya penyingkapan diri terkait beberapa hal yang berbau personal. Hubungan intim cenderung dipertahankan (Murtiadi, Danarjati, dan Ekawati, 2015, hal 72-74).

2.6 Daya Tarik Hubungan Interpersonal

Baron dan Byrne (2008) dalam Murtiadi, dkk (2015) menuturkan bahwa faktor internal merupakan kondisi yang ada pada diri seseorang meliputi kebutuhan untuk berinteraksi (need for affiliation) dan dampak yang dirasa dari interaksi antara individu dengan individu lain, baik terjadi di rumah, sekolah dan di tempat lain.

1. Kebutuhan untuk Berinteraksi (Need for Affiliation)

Seseorang memiliki kecenderungan berkomunikasi dengan individu lain, namun pada kesempatan yang lain, tidak jarang seseorang tersebut menginginkan sendirian. McClelland mengatakan kebutuhan berinteraksi merupakan kondisi di mana individu berupaya untuk mempertahankan hubungan, ikut sebuah kelompok, ikut andil pada suatu kegiatan, bercengkrama dengan keluarga, memperlihatkan aktivitas saling bekerja sama, konformitas maupun saling mendukung. Individu yang mempunyai kebutuhan dalam berinteraksi berupaya menggapai kepuasan maksimal terhadap kebutuhan guna disenangi dan diterima individu lain.

2. Pengaruh Perasaan

Sebuah penelitian dari Byrne, dkk (1977) dari Fraley dan Aron (dalam Baron,Byrne, 2006) menunjukkan dalam serangkaian situasi sosial, humor

(8)

atau hal yang lucu digunakan sebagai mencairkan keadaan serta memudahkan interaksi pertemanan. Tawa dari humor berguna dalam memudahkan berinteraksi dengan orang baru. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi dijalankannya suatu hubungan interpersonal yaitu kedekatan (Proximity) dan daya tarik fisik.

3. Kedekatan (Proximity)

Baron dan Byrne (2008) mengungkapkan kedekatan antara orang yang hidup dalam satu lingkungan terdekat layaknya di rumah, menggambarkan bahwa semakin dekat jarak yang ada di antara mereka, semakin tinggi pula intensitas mereka untuk bertemu. Pertemuan itu akan memperoleh luaran berupa prasangka baik satu sama lain, alhasil, lahir ketertarikan di tengah mereka atau yang dimaknai exposure effect.

4. Daya Tarik Fisik

Setiap orang cenderung lebih memilih berinteraksi dengan orang yang menarik dibandingkan dengan orang yang kurang menarik. Hal itu diperkuat dengan penelitian beberapa orang mempercayai bahwa laki-laki dan perempuan yang menarik mempertontonkan ketenangan, luwes dalam berinteraksi, lebih mandiri, gembira, dominan, seksi, tidak sukar beradaptasi, sukses, cenderung maskulin (untuk laki-laki), dan cenderung feminim (untuk perempuan). (Murtiadi, Danarjati, dan Ekawati, 2015, hal 70-72).

2.7 Prinsip dalam Komunikasi Interpersonal

Menurut Wood (2013), setidaknya ada 8 prinsip dalam komunikasi interpersonal, hal tersebut meliputi:

2.7.1 Kita Tidak Mungkin Hidup Tanpa Berkomunikasi

Setiap manusia tidak dapat menghindari pada saat berada dalam lingkungan masyarakat lantaran setiap individu saling menginterpretasikan apa yang dilakukan manusia lainnya. Bahkan diam sekalipun, sudah termasuk menunjukkan bahwa seseorang tersebut sudah berkomunikasi.

Sebagai contoh, walaupun seorang kakak tidak bermaksud mencela si adik, namun ketika mata si kakak menyipit melihat adiknya, hal itu ditandai

(9)

sebagai komunikasi. Komunikasi yang sedang berlangsung secara sadar atau tidak sadar terjadi pada hubungan level pemaknaan, saat mengirim perasaan melalui metode yang halus.

2.7.2 Komunikasi Interpersonal adalah Hal yang Tidak Dapat Diubah Ketika Budi berdebat dengan temannya sampai membuat Budi marah dan mengatakan sesuatu yang tidak baik, dan bisa saja juga melukai hati temannya, dan pada saat itu juga Budi menyesal dan ingin menarik ucapannya kembali. Kenyataannya bahwa, pada saat kita sudah berkomunikasi, tidak dapat menarik kembali ucapan yang dikatakan. Hal itu mengajarkan bahwa setiap orang harus berhati-hati dalam berkomunikasi.

2.7.3 Komunikasi Interpersonal Melibatkan Masalah Etika

Etika yaitu cabang dari filsafat yang berfokus pada prinsip moral serta yang berhubungan dengan aturan terkait perilaku. Etika berfokus pada perkara benar maupun salah. Richard Johanessen (1996) mengatakan bahwa komunikasi yang beretika berlangsung dengan baik bilamana seseorang menciptakan hubungan seimbang dan saling mencerminkan sikap empati.

2.7.4 Manusia Menciptakan Makna dalam Komunikasi Interpersonal Aktivitas pemaknaan lahir dari cara seseorang menginterpretasikan komunikasi. Dalam hal ini, memberikan fokus mengerti simbol yang tidak dipunyai oleh orang lain. Simbol tidak mempunyai arti yang mutlak, seseorang harus menerjemahkan terlebih dahulu. Misal, seorang atasan tidak mau berbicara untuk beberapa hari dengan anak buahnya. Arti dari komunikasi ini tidaklah pembuktian atau inheren melalui kata-kata, namun dari komunikasi itu seseorang tengah mengembangkan interpretasi.

Berbeda kasus pada hubungan akrab sebuah persahabatan, kerap kali mengkonfirmasi makna yang diucapkan. Menggunakan cara semacam itu seseorang akan mengerti makna pesan yang sudah diberikan.

(10)

2.7.5 Metakomunikasi Mempengaruhi Pemaknaan

Metakomunikasi bermula dari awalan meta berarti tentang dan kata dasar komunikasi. Jadi metakomunikasi yaitu berkomunikasi tentang komunikasi. Misal, ketika seorang anak berbincang dengan ibunya dan melihat sang ibu murung. Kemudian si anak berkata, “apakah ibu sedang bersedih?”. Pernyataan ini disebut sebagai metakomunikasi karena berbicara tentang komunikasi nonverbal yang dilakukan oleh ibu.

Metakomunikasi bisa meningkatkan pemahaman seseorang terhadap penyampaian pesan. Sebagai contoh, dosen berkata, “materi ini sangat penting, silahkan dicatat” menandakan bahwa seorang mahasiswa harus menaruh perhatian khusus pada bagian yang dijelaskan dosennya.

Metakomunikasi juga bisa digunakan sebagai pengecekan terhadap pemahaman. “Apakah Anda sudah paham dengan materi yang saya sampaikan?”. Pertanyaan semacam ini membuat seseorang mengerti apa yang ingin disampaikan.

Linda Acitelli (1988, 1993) menuliskan bahwa baik pria maupun wanita sama-sama mengatakan metakomunikasi sangat membantu ketika menghadapi sebuah masalah.

2.7.6 Komunikasi Interpersonal Menciptakan Hubungan yang Berkelanjutan

Komunikasi sebuah sarana efektif dalam menumbuhkan masa depan pada hubungan interpersonal. Pada lingkaran pertemanan, obrolan terkait cita-cita bersama di masa depan merupakan faktor pengikat paling kuat guna mengakrabkan manusia.

2.7.7 Komunikasi Tidak Dapat Menyelesaikan Semua Hal

Komunikasi bukan sebuah alat canggih yang mampu merampungkan seluruh problematika. Segudang persoalan yang tidak dapat dirampungkan dengan berkomunikasi seperti kelaparan, kemiskinan, kekerasan dan wabah penyakit. Meskipun komunikasi membantu seseorang meningkatkan pemahaman, namun komunikasi tidak mampu berdiri sendiri.

(11)

2.7.8 Efektivitas Komunikasi Interpersonal adalah Sesuatu yang Dapat Dipelajari

Setiap orang pasti beranggapan kemampuan berkomunikasi merupakan bawaan sejak lahir. Beberapa orang berbakat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Padahal pernyataan itu salah, karena komunikasi seseorang bisa dilatih (Wood, 2013, hal 30-34).

2.8 Efektivitas Komunikasi Interpersonal

Saat berinteraksi dengan orang, kerap kali bertujuan melahirkan dampak tertentu, merangsang munculnya gagasan, menciptakan kesan, serta menimbulkan reaksi-reaksi perasaan dari diri orang lain. Terkadang berhasil mencapai hal itu, namun tidak menutup kemungkinan juga gagal. Atau bahasa lainnya tingkah laku yang dilakukan tidak sejalan dengan apa yang diharapkan.

Keefektifan dalam hubungan interpersonal ditentukan oleh kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan apa yang disampaikan, kesan yang diinginkan, sehingga mempengaruhi orang lain sesuatu apa yang diharapkan atau dikehendaki. Seseorang dapat meningkatkan keefektifan dalam hubungan interpersonal dengan berlatih mengungkapkan keinginannya, menerima umpan balik, dan memodifikasikan tingkah laku sampai orang lain mempersepsikan sebagaimana yang kita inginkan (Supratiknya, 1995, hal 24).

Menurut Devito dalam Maulana dan Gumelar (2013) efektivitas komunikasi interpersonal ditandai dari lima ciri yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).

1. Keterbukaan (openness)

Kualitas keterbukaan bertumpu terhadap tiga aspek. Pertama, komunikator wajib terbuka dengan orang yang diajak berbicara. Namun, tidak berarti seseorang memiliki keharusan bergegas membuka semua riwayat hidupnya. Kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk memberikan reaksi secara jujur pada stimulus yang datang. Orang yang hanya diam, tidak kritis dan tidak tanggap pada umumnya menimbulkan

(12)

interaksi yang menjenuhkan. Ketiga, menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam arti mengakui perasaan dan pikiran yang kita utarakan yaitu milik kita dan bertanggung jawab atasnya.

2. Empati (Empathy)

Henry Bachrach (1976) mengartikan empati sebagai “kemampuan seseorang dalam “mengetahui” kondisi yang dirasakan orang lain pada waktu tertentu, dari perspektif orang lain itu, melewati kacamata orang lain itu.”Orang yang berempati kerap kali terampil dalam mengerti motivasi, perjalanan hidup orang lain, sikap mereka, perasaan, harapan, maupun keinginan orang lain.

3. Sikap Mendukung (Supportiveness)

Relasi interpersonal bisa efektif manakala adanya sikap mendukung (supportiveness). Sebuah susunan yang rumusannya diaplikasikan atas dasar karya dari Jack Gibb. interaksi yang terbuka maupun empatik sukar berlangsung pada nuansa yang tidak mendukung.

4. Sikap Positif (Positiveness)

Cara mengkomunikasikan sikap positif pada komunikasi interpersonal dengan: 1. Menyatakan sikap positif, 2. Secara positif mendorong orang menjadi rekan kita berinteraksi. Sikap positif berfokus pada dua aspek.

Pertama, komunikasi interpersonal terjalin bilamana seseorang mempunyai sikap positif untuk diri mereka pribadi. Kedua, perasaan positif pada situasi komunikasi umumnya begitu penting guna berinteraksi secara efektif.

5. Kesetaraan (Equality)

Komunikasi interpersonal berjalan maksimal jika suasanya setara. Mesti ada pengakuan bahwa kedua belah pihak sama penting dan bernilai.

Kesetaraan sendiri pun dapat berarti menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan

“penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain. (Maulana &

Gumelar, 2013, hal 97-98).

(13)

2.9 Klasifikasi Komunikasi Interpersonal

Redding dalam Maulana dan Gumelar (2013) menyatakan klasifikasi komunikasi interpersonal mencakup interaksi intim, percakapan sosial, interogasi atau pemeriksaan maupun wawancara.

a. Interaksi intim berkomunikasi dengan rekan sebaya, keluarga, serta individu yang telah memiliki ikatan emosional erat.

b. Percakapan sosial ialah interaksi guna membahagiakan seseorang secara simpel. Tipe komunikasi tatap muka bersifat penting untuk kelangsungan relasi informal pada suatu organisasi. Sebagai contoh, dua orang dalam suatu organisasi berbincang mengenai hobi, kesukaan maupun topik umum seperti isu politik.

c. Interogasi atau pemeriksaan yaitu interaksi mendalam antara seseorang yang berada pada kontrol, di mana menuntut pesan dari yang lain. Misal, seseorang penyidik menginterogasi tersangka untuk mengetahui kebenaran suatu kasus.

d. Wawancara yaitu kegiatan komunikasi yang di mana dua individu terlibat pada sebuah obrolan berupa situasi tanya jawab. Sebagai contoh seorang wartawan yang mewawancarai narasumbernya untuk materi sebuah berita (Maulana & Gumelar, 2013, hal 81-82).

2.10 Motivasi

Kata “motif”, dimaknai sebagai upaya yang mendorong seseorang guna melakukan sesuatu. Motif juga dapat diartikan sebagai daya penggerak dari dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas demi mencapai suatu tujuan.

Sedangkan menurut Mc. Donald dalam Sardiman (2007) motivasi merupakan modifikasi energi pada diri seseorang yang diketahui dengan timbulnya “feeling”

dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya pencapaian. Dari definisi yang dijabarkan Mc. Donald, berisi tiga komponen penting, antara lain:

1. Motivasi menjadi awal timbulnya modifikasi energi pada diri individu.

Perkembangan motivasi memikul beberapa modifikasi energi di dalam sistem “neurophysiological” terdapat pada organisme manusia.

(14)

2. Motivasi kerap kali terlihat dengan lahirnyanya, feeling atau rasa, afeksi seseorang. Pada bagian ini motivasi sejalan dengan permasalahan kejiwaan, afeksi dan emosi yang menetapkan perilaku manusia.

3. Motivasi dapat dirangsang bilamana ada sebuah pencapaian.

Kesimpulannya motivasi merupakan respon dari suatu tindakan yaitu tujuan (Sardiman, 2007, hal 73-74).

2.11 Pengertian Belajar

Menurut Suryabrata (2011) belajar adalah suatu kegiatan mental atau psikis dalam interaksi aktif terhadap lingkungan, yang mana menghasilkan perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (Suryabrata, 2011, hal 232).

2.11.1 Motivasi Belajar

Motivasi Belajar adalah bagian paling penting pada proses pembelajaran, lantaran tanpa sadar bahwa motivasi belajar mampu berpengaruh secara aktif dan pasif terhadap siswa yang mengikuti proses belajar di dalam kelas. Situasi semacam ini mampu mempengaruhi hasil dan prestasi belajar yang akan dituai oleh siswa.

Menurut Hamzah B. Uno (2013) motivasi belajar yaitu dorongan internal maupun eksternal pada siswa-siswa yang tengah belajar guna mengarahkan pergeseran tingkah laku dengan mengacu pada beberapa indikator atau unsur yang mendukung.

Sedangkan Menurut Suhana (2014) motivasi belajar yaitu kekuatan (power motivation), daya pendorong (drivin force), atau sarana pembangun kesediaan maupun keinginan kuat dalam diri siswa untuk belajar secara aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku baik meliputi aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.

2.11.1.1 Macam-Macam Motivasi

Menurut Sardiman (2007) macam atau jenis motivasi dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, antara lain:

1. Motivasi dilihat dari dasar pembentukan

a. Motif-motif bawaan yaitu motif yang ada sejak lahir atau bisa dikatakan sudah ada sejak lahir. Sebagai contoh: dorongan untuk

(15)

makan, minum, beristirahat. Beberapa motif tersebut kerap kali diartikan sebagai motif yang diisyaratkan secara biologis.

b. Motif-motif yang dipelajari ialah motif yang lahir dari sebuah pelajaran. Misal: kemauan belajar cabang ilmu pengetahuan dan mengabdi di masyarakat. Motif ini kerap kali diartikan dengan motif yang diisyaratkan secara sosial.

2. Jenis motivasi menurut dari Woodworth dan Marquis

a. Motif atau organis mencakup: kebutuhan makan, minum, bernafas, beristirahat maupun seksual

b. Motif-motif darurat mencakup: naluri menyelamatkan diri, membalas perbuatan, dan berikhtiar. Motivasi ini lahir lantaran rangsangan dari luar.

c. Motif-motif objektif mencakup kebutuhan eksplorasi, manipulasi dan menaruh minat. Motif ini muncul lantaran dorongan menghadapi dunia luar.

3. Motivasi Jasmaniah dan Rohaniah

Para ahli membagi jenis motivasi terdiri atas dua, yaitu motivasi jasmaniah dan rohaniah. Motivasi jasmani meliputi reflek, nafsu dan insting otomatis. Sedangkan motivasi rohaniah adalah kemauan.

Kemauan dalam diri manusia terlahir melewati empat momen:

a. Momen timbul alasan

Seorang laki-laki hendak belajar untuk persiapan ujian sekolah pada esok hari. Namun, ibunya tiba-tiba menyuruh untuk membeli sembako di warung sebelah rumah. Anak laki-laki itu kemudian memilih untuk mentaati perintah ibunya untuk membeli sembako.

Dalam keadaan ini anak laki-laki tersebut mengambil alasan baru untuk melaksanakan sebuah aktivitas (pergi membeli sembako).

Alasan baru tersebut lantaran guna menuruti keinginan sang ibu.

b. Momen Pilih

Momen ini terjadi pada keadaan alternatif mengakibatkan kompetisi di antara alternatif atau alasan-alasan itu. Lalu seseorang

(16)

mempertimbangkan dari berbagai referensi guna menentukan yang hendak dikerjakan

c. Momen Putusan

Pada persaingan antara beragam alasan, sudah pasti berakhir pada dipilihnya satu alternatif. Opsi yang dipilih menjadi putusan untuk dikerjakan.

d. Momen Terbentuknya Kemauan

Bila individu menetapkan keputusan untuk dilaksanakan, maka timbulah hasrat untuk bertindak melakukan putusan tersebut.

4. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

Motivasi Intrinsik yaitu motif yang terjadi tanpa perlu dirangsang dari luar, lantaran dalam diri seseorang sudah ada dorongan untuk melaksanakan sesuatu. Misal: seseorang yang gemar membaca Al- Quran, tidak perlu menyuruh pun ia akan rajin melakukannya.

Bila ditinjau dari pencapaian kegiatan yang dilaksanakan (aktivitas belajar), maka maksud dari motivasi intrinsik yaitu ingin menyelesaikan target yang terdapat pada aktivitas belajar itu sendiri. Misal, mahasiswa belajar lantaran ingin mendapatkan pengetahuan, tidak karena tujuan lain. Seperti yang dijelaskan bahwa individu yang belajar, memang murni ingin memahami sesuatu hal, bukan lantaran sebuah pujian.

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang terjadi karena adanya rangsangan dari luar. Misal, seseorang belajar karena besok ada ujian dengan harapan memperoleh nilai baik, sehingga mendapatkan pujian dari orang terdekatnya. Bukan karena ingin mendapat ilmu pengetahuan, melainkan ingin mendapatkan pujian dari orang lain.

Bila ditinjau dari tujuan kegiatan yang dilakukan, secara langsung bergayut dengan esensi yang dilakukannya. Bisa dikatakan bahwa motivasi ekstrinsik salah satu bentuk motivasi yang mengandung aktivitas belajar dimulai dan dilanjutkan berdasarkan dorongan dari luar dan tidak berkaitan secara mutlak dengan kegiatan belajar. Namun demikian, bukan berarti motivasi ekstrinsik tidak baik dan tidak penting,

(17)

mengingat keadaan seseorang itu dinamis atau berubah-ubah (Sardiman, 2007, hal 86-91).

2.11.1.2 Fungsi Motivasi Dalam Belajar

Kegiatan belajar sangat memerlukan sebuah motivasi. Motivation is an assential condition of learning. Hasil dari belajar akan maksimal, bila ada motivasi.

Makin mengena motivasi yang diberikan, makin besar pula pelajaran itu. Perlu ditegaskan kembali, bahwa motivasi memiliki sangkut paut yang kuat dengan tujuan. Menurut Sardiman (2007) ada tiga fungsi dari motivasi, meliputi:

1. Mendorong seseorang untuk berbuat, sebagai kata lain penggerak atau motor yang menghempaskan energi. Beragam rangkaian kegiatan yang dikerjakan seseorang digerakkan oleh motivasi.

2. Memutuskan arah kegiatan yang ingin dicapai.

3. Menyortir perbuatan, yaitu memilah beragam kegiatan yang dilaksanakan sejalan dengan tujuan, dan menyisihkan perbuatan tidak bermanfaat (Sardiman, 2007, hal 84-85).

2.11.1.3 Ciri-ciri Motivasi Belajar

Menurut Sardiman A.M (2011) karakteristik motivasi belajar yang terdapat pada siswa meliputi:

1. Tekun mengerjakan tugas (mampu belajar secara berkelanjutan pada kurun waktu lama, pantang berhenti sebelum rampung).

2. Ulet mengerjakan kesulitan (tidak gampang menyerah) tidak butuh dorongan dari luar untuk berprestasi secara maksimal (tidak mudah puas terhadap prestasi yang didapat).

3. Membuktikan minat pada beragam masalah.

4. Cenderung senang bekerja mandiri.

5. Gampang bosan terhadap tugas yang rutin (hal yang sifatnya mekanis, selalu berulang sehingga kurang efektif).

6. Tidak goyah dengan pendapatnya (bila merasa benar akan sesuatu).

7. Tidak gampang melepaskan sesuatu yang sudah diyakini

8. Gemar mencari maupun menyelesaikan masalah soal-soal (Sardiman, 2011, hal 83).

(18)

Selain itu, Hamzah B. Uno (2013) memaparkan indikator motivasi belajar yang cukup berbeda, hal tersebut mencakup:

1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 3. Adanya harapan atau cita-cita masa depan 4. Adanya penghargaan dalam belajar

5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seorang siswa dapat belajar dengan baik (Uno, 2013, hal 186).

2.11.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Motivasi belajar siswa bersifat dinamis atau berubah-ubah. Peralihan motivasi belajar yang terdapat pada siswa dipicu oleh beragam faktor yang mana mesti dipahami guru. Hal itu dilakukan guna motivasi belajar siswa menjadi stabil.

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa menurut (Dimyati dan Mudjiono, 2002, hal 97):

1. Cita-cita atau aspirasi siswa

Impian di masa mendatang mampu menjadi pemicu siswa agar termotivasi untuk memperkuat semangat belajarnya. Cita-cita bisa memperkokoh motivasi belajar siswa baik motivasi intrinsik maupun ekstrinsik, lantaran keberhasilan suatu cita-cita akan melahirkan aktualisasi diri

2. Kemampuan siswa

Beragam kemampuan atau skill diperlukan seorang siswa dalam kegiatan belajar. Kemampuan belajar yang dipunyai setiap orang berbeda-beda. Ada siswa yang mempunyai kemampuan berpikir konkrit (nyata) sedangkan ada pula siswa yang memiliki kemampuan berpikir operasional. Kemampuan berpikir inilah yang kerap kali digunakan sebagai tolok ukur kompetensi belajar siswa

3. Kondisi siswa

Baik kondisi secara rohani dan jasmani menjadi faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Kondisi jasmani meliputi kebugaran

(19)

fisik siswa dan kondisi rohani meliputi perasaan siswa bersifat tidak menentu dimana mampu mengakibatkan naik turunya motivasi belajar 4. Kondisi lingkungan sekolah

Lingkungan adalah faktor dari luar siswa/biasa disebut faktor ekstrinsik.

Beberapa lingkungan dapat mempengaruhi siswa meliputi lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah

5. Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran

Seorang murid mempunyai perhatian, perasaan, ingatan, kemauan maupun pikiran yang mana terjadi pergeseran sejalan dengan pengalaman hidupnya.

Pengalaman dengan rekan sebaya dapat berdampak pada motivasi serta tingkah laku belajar

6. Upaya guru dalam membelajarkan siswa

Usaha seorang guru saat menyodorkan kegiatan pembelajaran bermula dari penguasaan materi, bagaimana memberikan materi kepada murid serta usaha yang dapat menarik perhatian siswa.

2.11.1.5 Cara Menumbuhkan Motivasi Belajar

Seorang siswa saat mengerjakan kegiatan memerlukan tumbuh kembang dalam memotivasi belajarnya. Menurut Sardiman (2017) ada beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa dalam kegiatan belajar sekolah yaitu:

1. Memberi angka: angka yang dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai lantaran hasil aktivitas dari belajar

2. Hadiah: dunia pendidikan berpandangan sebuah hadiah mampu dijadikan sebagai sarana motivasi belajar bagi murid

3. Saingan atau kompetisi: suatu kegiatan persaingan yang digunakan sebagai sarana motivasi belajar untuk mendorong mereka agar meningkatkan prestasi belajar

4. Ego involment: menciptakan kesadaran kepada murid supaya merasakan pentingnya suatu tantangan, sehingga bekerja keras ialah bentuk motivasi belajar yang paling penting

5. Memberi ulangan: ujian mampu dijadikan sebagai sarana motivasi belajar apabila dilaksanakan secara tepat dengan teknis serta perencanaan yang terencana dan terstruktur

(20)

6. Mengerti hasil: mampu dijadikan sarana motivasi belajar lantaran dengan mengerti hasil siswa akan termotivasi untuk belajar lebih tekun

7. Pujian: yang sampaikan pada waktu yang tepat mampu dimanfaatkan sebagai sarana motivasi belajar

8. Hukuman: walaupun terkesan negatif, bila dilaksanakan dengan tepat dan bijaksana mampu menjadi alat motivasi belajar

9. Hasrat untuk belajar: pada diri pribadi murid ada motivasi belajar sehingga hasilnya akan lebih baik dibandingkan murid yang tidak berhasrat

10. Minat: merupakan alat motivasi belajar yang utama yang dapat membakar semangat motivasi belajar siswa

11. Tujuan yang diakui: rumusan tujuan yang diakui diterima baik oleh murid adalah alat motivasi belajar yang sangat penting, lantaran mengetahui tujuan harus dicapai dan dirasakan murid sangat berguna dan menguntungkan sehingga menimbulkan kegemaran untuk terus belajar (Sardiman, 2017, hal 92-95).

2.12 Penelitian Terdahulu

Pada penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai rujukan dari Runie Handarini dengan judul “Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Motivasi Kerja Pada Karyawan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan di Pamekasan-Madura”. Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah adakah Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Motivasi Kerja Pada Karyawan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan di Pamekasan-Madura. Populasi pada penelitian ini digunakan adalah karyawan PT.

PLN Area Pelayanan dan Jaringan Pamekasan yang berjumlah 80 orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian Runie Handarini adalah ada hubungan yang positif sangat signifikan antara Komunikasi Interpersonal dengan Motivasi Kerja Pada Karyawan PT. PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan di Pamekasan-Madura (r = 0,434, p = 0,000).

Sedangkan skripsi dari peneliti berjudul Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dengan Motivasi Belajar Menghafal Al-Qur’an (studi pada santri dan ustaz SMA Kelas 12 Al-Izzah International Islamic Boarding School (IIBS) Batu).

(21)

Permasalahan yang dibahas pada penelitian ini yaitu adakah hubungan dan seberapa besar Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal Dengan Motivasi Belajar Menghafal Al-Qur’an (studi pada santri dan ustaz SMA kelas 12 Al-Izzah International Islamic Boarding School (IIBS) Batu). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan Sampling Total. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri SMA Kelas 12 Al-Izzah International Islamic Boarding School.

(22)

Komunikasi Interpersonal Ustaz dan Santri

Cenderung memiliki sikap terbuka, empati, sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan

Cenderung memiliki sikap tidak terbuka, tidak berempati, tidak memiliki sikap mendukung, tidak memiliki sikap positif, tidak ada kesetaraan

Terbuka dalam

berinteraksi, memahami kesulitan belajar santri, mengontrol emosi yang naik turun, kegiatan belajar menyenangkan

Kurang terbuka dalam berinteraksi, kurang memahami kesulitan belajar santri, kurang mengontrol emosi yang naik turun, kegiatan belajar kurang menyenangkan

Santri cenderung memiliki hasrat dan keinginan berhasil, dorongan dan kebutuhan dalam belajar, harapan atau cita-cita masa depan, penghargaan dalam belajar, kegiatan yang menarik dalam belajar, lingungan yang kondusif

Santri cenderung kurang memiliki hasrat dan keinginan berhasil, kurang ada dorongan dan

kebutuhan dalam belajar, kurang ada harapan atau cita-cita masa depan, kurang adanya penghargaan dalam belajar, kurang adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, kurang adanya lingungan yang kondusif

2.13 Kerangka Konseptual

Efektif Tidak Efektif

Motivasi belajar Tinggi Motivasi belajar Rendah

(23)

2.14 Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dengan Motivasi Belajar Peneliti mencoba melihat adanya hubungan antara komunikasi interpersonal ustaz dengan motivasi belajar santri SMA Kelas 12 Al-Izzah International Islamic Boarding School (IIBS) Batu. Komunikasi merupakan kunci keberhasilan dalam proses belajar. Menurut Devito, efektivitas komunikasi interpersonal dimulai dari kualitas keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan.

Apabila kualitas komunikasi interpersonal ustaz dengan santri berjalan dengan baik, maka arus informasi dalam proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar sehingga santri termotivasi dan bersemangat untuk mengikuti program hafalan Al- Qur’an. Hal itu meliputi adanya keterbukaan saat berinteraksi dengan ustaz, ustaz memahami kesulitan belajar santri, ustaz mampu mengembalikan semangat belajar santri yang mulai turun, komunikasi berkesinambungan dengan baik walaupun di luar jam pelajaran dan ustaz tidak membeda-bedakan setiap anak didiknya.

Selain dari faktor komunikasi interpersonal, keberhasilan belajar juga ditentukan oleh faktor motivasi belajar santri. Menurut Hamzah B. Uno (2013) setidaknya ada enam indikator motivasi belajar meliputi adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan atau cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar dan adanya lingkungan belajar yang kondusif. Hal itu meliputi. Apabila indikator motivasi belajar tersebut baik, maka keberhasilan santri dalam mengikuti program hafalan Al-Qur’an akan baik pula. Hal itu meliputi, memanfaatkan waktu luang untuk menghafal Al-Qur’an, menuntas target hafalan semaksimal mungkin, tidak cepat merasa puas dengan perkembangan hafalan dan suasana serta tempat belajar sangat mendukung.

2.15 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2016) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, yang mana sudah dinyatakan dalam sebuah bentuk kalimat pertanyaan. Diucapkan sementara, lantaran jawaban yang disuguhkan masih berlandaskan pada teori yang relevan, belum berlandaskan pada fakta-fakta empiris yang didapat melewati pengumpulan data. Maka, hipotesis dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum

(24)

jawaban yang empirik (Sugiyono, 2016, hal 64). Hipotesis sendiri memiliki berbagai bentuk mulai dari hipotesis deskriptif, hipotesis komparatif dan hipotesis assosiatif. Pada penelitian menggunakan hipotesis assosiatif karena jawaban sementara terhadap rumusan masalah assosiatif menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2016, hal 69).

Ho: tidak ada hubungan antara komunikasi interpersonal ustaz dengan motivasi belajar menghafal Al-Qur’an santri SMA Kelas 12 Al-Izzah International Islamic Boarding School (IIBS) Kota Batu

Ha: ada hubungan antara komunikasi interpersonal ustaz dengan motivasi belajar menghafal Al-Qur’an santri SMA Kelas 12 Al-Izzah International Islamic Boarding School (IIBS) Kota Batu

Berdasarkan hipotesis di atas dapat disimpulkan semakin intensif komunikasi interpersonal ustaz dengan santri, maka semakin tinggi motivasi belajar menghafal Al-Qur’an santri SMA Kelas 12 Al-Izzah International Islamic Boarding School (IIBS) Kota Batu

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir ini guna

Menurut Mulyadi (2008:455 dalam Pakadang 2013) sistem penerimaan kas adalah suatu catatan yang dibuat untuk melakukan kegiatan penerimaan kas yang diterima

REFOLIS ISKANDAR Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Bab ketiga adalah berisi tentang pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Kranji kecamatan Paciran kabupaten, yang meliputi praktik bilas

Tabel 10 : Parameter Pemilihan Jenis Distribusi Sebaran Curah Hujan.. No Jenis Syarat Hasil

Persamaan Diferensial Parsial (Partial Differential Equations, PDEs) adalah sebuah persamaan differensial yang terdiri dari banyak fungsi variable yang tidak