6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Combustio (Luka Bakar) 2.1.1 Definisi
Luka bakar (Combustio) adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, aliran listrik, radiasi dan bahan kimia. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar dapat mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel jaringan kulit (Purwanto, 2016).
Luka bakar adalah kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma panas atau trauma dingin (frostbite). Penyebabnya diantaranya adalah paparan/kobaran api, cairan atau uap panas, sengatan listrik, bahan kimia, radiasi dan trauma dingin (frostbite) (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa luka bakar disebabkan oleh kobaran api, bahan kimia, uap panas, listrik, trauma dingin serta radiasi yang merusak jaringan kulit.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
1. Anatomi sistem integumen
Kulit merupakan bagian tubuh yang melapisi seluruh daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak, atau beratnya sekitar 16% dari berat badan seseorang (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017). Kulit berperan penting dalam homeostasis tubuh seperti mengontrol suhu, memediasi persepsi sensori, kandungan air dan garam, mensintesis vitamin dan hormon membentuk penghalang masuknya mikroorganisme (Kim & Drew, 2021).
Selain itu juga kulit membangun sebuah barier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi dalam berbagai fungsi tubuh vital (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
7
Menurut Aminuddin et.al (2020) kulit tersusun atas 3 bagian yaitu : a. Epidermis (lapisan tipis bagian luar)
Ialah lapisan paling luar yang melindungi tubuh dengan ketebalan yang bervariasi, dimana telapak tangan dan kaki memiliki epidermis yang paling tebal. Epidermis dari 4 tipe sel yaitu keratinocytes (90%) yang berfungsi untuk memproduksi keratin sebagai penahan air, melanocytes bertugas memproduksi melanin yang akan memberikan warna pada kulit, sel langerhans (macrophages) berfungsi sebagai sistem respon imun dan Merkel cells yang bertugas menangkap sensasi sentuhan pada kulit (touch sense) yang terhubung dengan ujung saraf di lapisan dermis.
b. Dermis
Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah epidermis.
Dermis terdiri dari kumpulan serat-serat elastis yang dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen dikenal sebagai jaringan penunjang karena berfungsi membentuk jaringan-jaringan kulit dan keelastisan kulit serta menjaga kekeringan kulit. Ketika kulit terjadi luka maka dapat menimbulkan cacat permanen, hal ini terjadi karena kulit jangat tidak memiliki kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari. Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat (Sudorifera) dan kelenjar palit (Sebacea) sebagai berikut (Poltekkes Kemenkes Palangkaraya, 2019):
1) Kelenjar keringat
Kelanjar ekrin teletak di seluruh daerah kulit dan terbanyak di telapak tangan dan tidak terdapat di selaput lendir. Sedangkan kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut, terdapat di papilla mammae dan arreola, anogenital, dan daerah ketiak. Kelenjar sebaseus teletak disemua kulit kecuali di plantar pedis, manus dan dorsum pedis.
8 2) Kelenjar sebasea
berfungsi untuk menghasilkan minyak pada kulit kepala dan melumasi rambut, paling banyak terdapat di kulit kepala, kening, muka, dagu
c. Hipodermis
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang terdiri atas jaringan pengikat longgar, komponennya serat longgar, elastis dan sel lemak. Sel-sel lemak membentuk jaringan lemak pada lapisan adiposa yang terdapat susunan lapisan subkutan untuk menentukan mobilitas kulit diatasnya. Bila terdapat lobulus lemak yang merata, hipodermis membentuk bantal lemak disebut pannikulus adiposus. Pada daerah perut, lapisan ini dapat mencapai ketebalan tiga cm, sedangkan pada kelopak mata, penis, dan skrotum, lapisan subkutan tidak mengandung lemak. Bagian superfisial hipodermis mengandung kelenjar keringat dan folikel rambut. Dalam lapisan hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, dan anyaman saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit di bawah dermis. Lapisan ini mempunyai ketebalan bervariasi dan mengikat kulit secara longgar terhadap jaringan di bawahnya
2. Fungsi Kulit
Poltekkes Kemenkes Palangkaraya (2019) menyatakan bahwa, kulit memiliki beberapa fungsi yang diantaranya adalah :
a. Pelindung atau proteksi. Kulit epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari lingkungan luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.
b. Penerima rangsang. Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin,
9
tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.
c. Pengatur panas atau thermoregulasi. Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
d. Pengeluaran (ekskresi). Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya.
e. Penyimpanan cadangan lemak
2.1.3 Klasifikasi
Kim dan Drew (2021) menyatakan untuk menilai luka bakar terdapat beberapa karakteristik utama diantaranya yaitu:
1. Kedalaman Luka bakar
Noorbakhsh (2021) menjelaskan bahwa menilai klasifikasi luka bakar penting untuk dipahami karena kedalaman luka bakar merupakan faktor prognostik yang penting dan mempengaruhi pengobatan. Berikut klasifikasi luka bakar berdasarkan tingkat keparahan yaitu:
a. Derajat I (superfisial atau epidermal)
luka bakar yang terjadi akibat sinar matahari. Sinar matahari hanya mengenai epidermis saja dan ditandai dengan eritema (kemerahan).
Luka bakar pada lapisan kulit ini tidak melepuh dan kemungkinan akan membuat kulit terkelupas setelah beberapa hari dan tidak meninggalkan jaringan parut. masa penyembuhan biasanya 2 sampai 3 hari (Kim & Drew, 2021).
b. Derajat II
Luka bakar derajat II terdiri dari 2 macam yaitu 1) II A (ketebalan parsial)
Luka bakar yang melibatkan lapisan atas dermis ditandai dengan rasa nyeri, kemerahan (eritematosa) dan pucat apabila ditekan.
10
Luka bakar derajat 2 A dapat membuat kulit melepuh dalam waktu 24 jam setelah cedera. Sebagian besar luka bakar membaik dalam waktu 3 minggu
2) Derajat II B (ketebalan parsial dalam)
Kondisi luka yang melebar ke lapisan dermis yang lebih dalam yang ditandai dengan melepuh dan nyeri ketika ditekan, dan tidak tampak pucat serta jaringan kulit berwarna merah atau putih.
Penyembuhan luka bakar tanpa komplikasi dapat terjadi dalam 3 hingga 9 minggu. Akan tetapi pembentukan parut dapat terjadi sehingga menyebabkan jaringan parut patologis (hipertrofik atau keloid).
c. Derajat III
Luka bakar yang terjadi pada semua lapisan epidermis dan dermis yang ditandai adanya eskar yang keras dan kasar, tidak nyeri, tidak melepuh, berwarna hitam, putih, atau merah. Luka bakar dermal yang dalam membutuhkan eksisi dengan pencangkokan kulit pasien untuk menyembuhkan luka secara tepat waktu (Jeschke & Gauglitz, 2020).
d. Derajat IV
Yaitu luka bakar yang melibatkan semua lapisan kulit serta struktur di bawahnya yang dalam seperti otot, tulang, tendon, dan ligament (Jeschke & Gauglitz, 2020).
3. Derajat keparahan luka bakar
Markiewicz et al (2022) menjelaskan terdapat 3 macam tingkat keparah luka bakar yaitu :
a. Luka bakar ringan
1) derajat 2 pada orang dewasa yang melibatkan kurang dari 15%
permukaan tubuh.
2) derajat 2 pada anak yang kurang dari 10% permukaan tubuh.
3) derajat 2 yang melibatkan kurang dari 2% permukaan tubuh b. Luka bakar sedang
1) derajat 2 yang menutupi 15-25% permukaan tubuh orang dewasa 2) derajat 2 pada anak yang menutupi 10-20% permukaan tubuh.
11
3) derajat 3 melibatkan 2-10% permukaan tubuh.
c. Luka bakar berat
1) derajat 2 pada orang dewasa yang mengenai lebih dari 25% luas permukaan tubuh
2) derajat 2 yang mengenai lebih dari 20% permukaan tubuh pada anak 3) derajat 3 mengenai lebih dari 10% permukaan tubuh.
4) Luka bakar listrik pernapasan, luka bakar yang diperumit oleh trauma besar lainnya.
5) Luka bakar luas yang melibatkan wajah, mata, telinga, tangan, kaki, dan perineum.
4. Luas luka bakar
Menurut Jeschke & Gauglitz (2020) menjelaskan bahwa dalam menentukan luas bakar menggunakan penilaian Rule of Nine diantaranya sebagai berikut :
a. Dewasa
Pada bagian ekstremitas atas 9%, kepala sampai dengan leher adalah 9% dari TBSA, ekstremitas bawah dan batang anterior dan posterior masing-masing 18%, genitalia hingga perineum 1% dari TBSA.
b. Anak-anak
Anak anak mempunyai bagian lebih besar dari luas permukaan tubuh di kepala dan leher, yang dikompensasi oleh luas permukaan yang relatif lebih kecil di ekstremitas bawah.
c. Bayi
memiliki 21% TBSA di bagian kepala hingga leher dan 13% berada di kaki, yang secara bertahap mendekati proporsi orang dewasa dengan bertambahnya usia. Rumus Berkow digunakan untuk menentukan ukuran luka bakar secara akurat pada anak-anak.
12
Gambar 2. 1 Rules of Nine
Sumber: Marc G. Jeschke dan Gerd G. Gauglitz, 2020
2.1.4 Etiologi
Agen penyebab luka bakar tersering adalah kontak api secara langsung yang dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti gas kompor rumah tangga, bensin, cairan dari pemantik api yang mengakibatkan luka bakar pada seluruh atau sebagian kulit. Selain itu penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam dan basa kuat (Fauzan, 2021).
Menurut Jeschke et al (2020) menjelaskan bahwa penyebab luka bakar dibagi menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut:
1. Luka bakar termal adalah luka bakar yang disebabkan oleh nyala api atau minyak panas. Nyala api atau minyak panas dapat langsung menyebabkan luka bakar yang dalam, sedangkan luka melepuh yang disebabkan uap panas atau cairan panas luka bakar cenderung tampak lebih dangkal pada awalnya, karena pengenceran sumber dan energi yang cepat.
2. Luka bakar listrik adalah luka bakar yang diakibatkan oleh arus listrik, api dan ledakan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan dalam yang lebih besar daripada cedera kulit yang terlihat
3. Luka bakar kimiawi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan zat yang bersifat asam maupun basa. Seperti bahan kimia alkali
13
menyebabkan nekrosis koagulatif dimana cairan tersebut merubah jaringan menjadi cairan massa kental, sedangkan luka bakar asam menyebabkan nekrosis koagulasi yaitu di mana arsitektur jaringan mati dapat dipertahankan
4. Luka bakar radiasi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan dengan sumber radioaktif (Fauzan, 2021).
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Fauzan (2021) tanda gejala yang muncul pada luka bakar yaitu 1. Derajat I
Kerusakan yang terjadi pada epidermis yang ditandai kulit kering kemerahan, nyeri sedang hingga berat, tidak ada jaringan parut.
2. Derajat II
Kerusakan pada epidermis dan dermis terdapat vesikel dan edema subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri,
3. Derajat III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri.
2.1.6 Patofisiologi
Tubuh manusia ketika terjadi trauma jaringan seperti luka bakar akan merespon pelepasan mediator inflamasi yang disebut dengan sitokin.
Sitokin sendiri dapat menimbulkan reaksi inflamasi sistemik maupun lokal.
Selain itu juga, sel mast akan segera bereaksi ketika tubuh mengalami trauma jaringan dan melepaskan histamin, yang dapat meningkatkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vascular local. Prostaglandin adalah enzim yang dihasilkan dari asam arakidonat yang merupakan vasodilator yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler (pembuluh darah) sehingga pengiriman oksigen ke jaringan yang rusak meningkat dengan cepat dan kemungkinan berbagai respon inflamasi akan ke daerah tubuh yang mengalami cedera (Noorbakhsh et al., 2021).
14
Dalam model Jackson dalam Noorbakhsh et al (2021), patofisiologi luka bakar terbagi menjadi 3 zona yaitu
1. Zona koagulasi adalah zona atau area yang dekat dengan sumber trauma jaringan. Ketika paparan panas dengan suhu yang tinggi di zona ini dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein dan pembatasan aliran darah yang berdampak pada kerusakan iskemik. Sehingga kulit dan jaringan bawah yang berada pada zona ini akan mengalami kematian jaringan (nekrosis) koagulatif dan kehilangan jaringan yang tidak dapat kembali ke dalam kondisi semula (ireversibel).
2. Zona stasis adalah zona yang ditandai adanya cedera seluler yang reversible (cidera atau kondisi yang dapat kembali ke kondisi stabil) karena akibat menurunnya aliran darah. Dalam penanganan luka bakar, zona ini sangat penting dalam mengembalikan perfusi karena untuk mencegah luka melebar dan mengurangi kehilangan jaringan
3. zona hiperemia adalah zona yang ditandai dengan adanya peningkatan perfusi perifer akibat berbagai mediator inflamasi, termasuk peningkatan prostaglandin.
15 2.1.7 WOC (Web Of Caution)
Thermal burn (gas, cairan,padat), cemical, elektrikal,radisi
Pengalihan energi dari sumber panas
Tubuh Trauma kulit Combustio (luka bakar)
Fase akut Di ruang tertutup
Cidera inhalasi
Kerusakan mukosa
Oedema laring Obstruksi jalan nafas
Bersihan jalan nafas tdk efektif
Fase sub akut Fase Lanjut
Keracunan gas Co Kerusakan kulit Kerusakan
jaringan kulit
Terbukanya daerah kulit
Perubahan penampilan tubuh Co mengikat Hb Pengeluaran histamin
bradikinin Jaringan kulit
hipertropi
Hb tidak mampu Perasaan malu
atau pasien malu Perangsangan
nosiseptor Elastisitas kulit menurun
Kontak dengan mikroorganism Mengikat O2 ee
Kerusakan pertukaran gas
Saraf afferen
Kerusakan integritas kulit
Resti Infeksi
Perubahan citra tubuh Kornu dorsalis
16
Sumber : (Andini, 2021) medula spinalis
Hipotalamus
Perangsang nyeri
Penurunan kekuatan
Kelemahan
Gangguan mobilitas fisik
Intoleransi aktivitas
Peninngkatan pemb.
Darah kapiler
Ekstravasasi cairan, elektrolit, protein
kesukaran bernafas
Nyeri Akut
Penguapan meningkat
Tekanan ankotik menurun
Peningkatan penguapan cairan tubuh
Cairan tubuh menurun
Resiko tinggi kekurangan volume cairan
Kerusakan pada seluruh tubuh
Tidak nyaman pada saat tidur
Perubahan pola tidur
Cairan intravaskuler meningkat
Nafas cepat
Pola nafas tak efektif
Hemokonsentrasi Gangguan sirkulasi makro
Kerusakan perfusi jaringan
2.1.8 Proses Penyembuhan Luka
Dalam proses penyembuhan cedera jaringan kulit, baik luka ulseratif kronis (dekubitus, ulkus tungkai), luka traumatis (laserasi, abrasi, luka bakar) atau luka akibat tindakan bedah, terjadi proses dasar biokimia dan seluler yang sama (Ariningrum & Subandono, 2017).
Menurut Aminuddin (2020) proses fisiologis penyembuhan luka dibagi dalam 3 fase yaitu sebagai berikut:
1. Fase Koagulasi dan Inflamasi (0-3 hari).
Koagulasi merupakan respon yang pertama terjadi sesaat setelah luka terjadi dan melibatkan platelet. Pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk homeostatis sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut. Fase inflamasi selanjutnya terjadi beberapa menit setelah luka terjadi dan berlanjut hingga sekitar 3 hari.
Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya neutrofil).
Neutrofil selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan pembentukan jaringan baru.
2. Fase Proliferasi atau Rekonstruksi (2-24 hari).
Apabila tidak ada infeksi atau kontaminasi pada fase inflamasi, maka penyembuhan selanjutnya memasuki tahapan Proliferasi atau rekonstruksi. Tujuan utama dari fase ini adalah:
a. Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).
b. Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru).
c. Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Angiogenesis terjadi bersamaan dengan fibroplasia. Tanpa proses angiogenesis sel-sel penyembuhan tidak dapat bermigrasi, replikasi, melawan infeksi dan pembentukan atau deposit komponen matrik baru.
d. Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling berdekatan).
kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang menyebabkan terjadinya penutupan pada luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau menyatu.
18
3. Fase Remodelling atau Maturasi (24 hari-1 tahun).
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang utama pada matriks. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu serta berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Akhir dari penyembuhan didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80 % dibanding kulit normal.
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada luka bakar menurut Purwanto (2016) yaitu :
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal 2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan nause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feses, regurgitasi muntah atau vomitus yang berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
19 5. Syok sirkulasi
terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah jantung, tekanan vena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi
6. Gagal ginjal akut
Haluaran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusitasi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau hemoglobin terdeteksi dalam urine
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada luka bakar menurut Ekawati (2019) sebagai berikut:
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) yang turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang berlebihan sedangkan Hb yang meningkat lebih dari 15% menunjukkan adanya cedera, Peningkatan hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi sehubungna dengan perpindahan cairan. Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit: meningkat karena ditandai sebagai adanya respon inflamasi atau infeksi
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urine: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan, kurang dari 10 mEtAL menduga ketidakadekuatan cairan.
20
6. Alkali Fosfat: peningkatan alkali berkaitan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum: tingginya kadar glukosa serum menandakan terjadinya peningkatan respon stress.
8. Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN dan Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG: pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardium dan disritmia
2.1.11 Penatalaksanaan
McCann et al (2022) menjelaskan bahwa pertolongan pertama luka bakar sangat penting dilakukan untuk mencegah cedera yang serius. Luka bakar harus diatasi di bawah air dingin atau air hangat yang mengalir selama 20 menit sampai dengan 4 jam. Hal ini dikarenakan air dapat menahan kerusakan jaringan dan menahan luka lebih dalam serta menurunkan pembentukan bekas luka. Berikut pertolongan pertama sesuai penyebabnya:
1. Luka bakar termal (uap air, kobaran api, air panas, dll)
Prinsip umum pertolongan pertama luka bakar termal (air panas, kobaran api, uap panas) adalah menggunakan pendekatan memanggil bantuan, mengkaji lokasi TKP, Bebas dari bahaya, Evaluasi korban, menghentikan proses pembakaran, dinginkan luka bakar dan menutupi luka bakar dengan balutan yang tidak melekat (misalnya cling film).
Penggunaan air dingin dapat meningkatkan risiko hipotermia pada pasien luka bakar karena itu pasien harus segera diselimuti dengan selimut yang kering dan bersih
2. Luka bakar kimia (alkali)
Pasien luka bakar kimia harus dipindahkan ke area yang aman dari paparan kimia serta melepaskan semua pakai yang terkontaminasi.
Pertolongan pertama luka bakar kimia harus di irigasi dengan air
21
mengalir atau cairan steril dengan berhati hati agar bahan kimia tidak masuk ke organ vital seperti mulut, hidung, mata dan telinga). Irigasi merupakan hal yang penting dalam luka bakar karena dapat menghilangkan bahan kimia dan menghentikan proses pembakaran.
Dianjurkan pada luka bakar yang terkena asam harus diirigasi selama 45 menit dan luka bakar alkali selama 1 jam.
3. Luka bakar listrik
Sebelum melakukan pertolongan awal pada korban luka bakar listrik hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan cara menghentikan arus atau menggunakan isolator. Setelah cara ini selesai, barulah tim penyelamat atau layanan darurat dapat disiagakan dan survei primer dan sekunder biasa dapat dimulai. Bahan yang terbakar di tubuh korban dilepaskan dan diganti dengan seprai bersih untuk mengurangi risiko kontaminasi pada luka serta untuk menjaga suhu tubuh agar tidak terjadi hipotermi. Pengobatan rumahan seperti mentega,, lemon, salep hydrogen, pasta gigi, peroksida atau bawang tidak direkomendasikan karena dapat merusak jaringan lebih lanjut.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2019) menjelaskan bahwa terdapat prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS) dan resusitasi secara simultan harus diterapkan.
1. Penatalaksanaan Luka bakar 24 jam pertama
Sebelum melakukan pertolongan pertama, petugas medik diharuskan menggunakan alat pelindung diri untuk melindungi dirinya dari cairan tubuh, mikroorganisme dan yang lainnya seperti menggunakan goggle glass, sarung tangan serta baju pelindung khusus sebelum menangani pasien.
a Primary survey
Lakukan segera identifikasi keadaan yang mengancam jiwa dan lakukan manajemen emergensi.
1) (Airway) : Penatalaksanaan jalan nafas dan manajemen trauma cervical
2) (Breathing) : Pernapasan dan ventilasi
22
3) (Circulation: Sirkulasi dengan kontrol perdarahan 4) (Disability): Status neurogenik
5) (Exposure): Pajanan dan Pengendalian lingkungan
Berikut check list dalam mengidentifikasi dan pelaksanaan pasien luka bakar berat pada survey primer berdasarkan Fundamental Critical Care Support (FCCS course) oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early Management of Severe Burn course, dan ABC of Burn:
Tabel 2. 1 Checklist Survey Primer Pada Luka Bakar Berat
Manajemen Cek Tindakan
Airway Patensi Jalan napas • Berbicara dengan pasien
• Bersihkan jalan nafas dari benda asing
• Lakukan Chin lift, Jaw thrust
• Hindari melakukan hiperfleksi dan hiperekstensi kepala dan leher
• Kontrol tulang cervical dengan rigid collar
Breathing • Periksa tanda dan gejala hipoksia, hiperventilasi dan hipoventilasi
• Waspada terhadap pasien yang mengalami intoksikasi karbon monoksida, tampak cherry pink dan tidak bernafas
• Waspada terhadap luka bakar yang melingkar pada area dada (jika ada pertimbangkan eskarotomi)
• Inspeksi dada, pastikan pergerakan dinding dada adekuat dan simetris
• Berikan oksigen 100% high flow 10-15 liter per menit melalui masker non rebreathing
• jika tetap sesak, lakukan bagging atau ventilasi mekanik
Circulation • Tanda – tanda syok
• Cek nadi sentral
• Cek Tekanan darah
• Cek Capillary refill (normal kembali <2 detik)
• Cek luka bakar melingkar pada area ekstremitas (pertimbangkan escharotomy)
• Lakukan penekanan luka jika terdapat perdarahan aktif
• Pasang 2 jalur IV ukuran besar, lebih disarankan pada daerah yang tidak terkena luka bakar
• Jika pasien syok, berikan bolus ringer laktat hingga nadi radialis teraba
23
• Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah arteri
• Cari dan tangani tanda tanda klinis syok lainnya yang disebabkan oleh penyebab lainnya.
Disability Derajat kesadaran:
A (Alert): Sadar penuh
V (Verbal): merespon terhadap rangsang verbal
P (Pain): merespon terhadap rangsang nyeri
U (Unresponsive): Tidak ada respon
• Periksa derajat kesadaran
• Periksa respon pupil terhadap cahaya
• Hati – hati pada pasien dengan hipoksia dan syok karena dapat terjadi penurunan kesadaran dan gelisah.
Exposure Exposure dan kontrol lingkungan • Exposure dan control lingkungan
• Melepas semua pakaian dan aksesoris yang melekat pada tubuh pasien
• Lakukan log roll untuk melihat permukaan posterior pasien
• Jaga pasien tetap dalam keadaan hangat
• menghitung luas luka bakar dengan metode Rules of Nine
Fluid (Resusitasi Cairan)
Resusitasi cairan yang adekuat dan monitoring
• Parkland Formula: 3-4 ml x Berat Badan (kg) x % TBSA Luka Bakar (+ Rumatan untuk pasien anak)
• Setengah dari jumlah cairan diberikan pada 8 jam pertama dan setengah cairan sisanya diberikan dalam 18 jam selanjutnya
• Gunakan cairan Kristaloid (Hartmann solution) seperti Ringer Lactate
• Hitung Urine Output tiap jam
• Lakukan pemeriksaan EKG, nadi, tekanan darah, respiratory rate, pulse oximetry, analisis gas darah arteri
• Berikan cairan resusitasi sesuai indikasi
• SIADH (IDAI)
24
Analgesia Manajemen Nyeri • Berikan morfin intravena 0,05 – 0,1 mg/kg sesuai indikasi
• Untuk anak paracetamol cairan drip (setiap 6 jam) dengan dosis 10-15 mg/kg BB/kal
Test menyingkirkan kemungkinan ada cedera lain
X-Ray:
o Lateral cervical o Thorax o Pelvis
o Lainnya sesuai indikasi Tubes • mencegah gastroparesis
• Dekompresi lambung
Pasang Nasogastric Tube (NGT)
b Secondary survey
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah menegakkan diagnosis yang tepat.
1) Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum terjadi trauma:
A (Allergies) : Riwayat alergi
M (Medications) : Obat – obat yang dikonsumsi P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma L (Last meal) : Makan terakhir
E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat traum 2) Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan lingkungan:
a) Luka bakar:
• Durasi paparan
• Jenis pakaian yang digunakan
• Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
25
• Kecukupan tindakan pertolongan pertama b) Trauma tajam:
• Kecepatan proyektil
• Jarak
• Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
• Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah c) Trauma tumpul:
• Kecepatan dan arah benturan
• Penggunaan sabuk pengaman
• Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
• Ejeksi (terlontar)
• Jatuh dari ketinggian
• Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas 3) Pemeriksaan survei sekunder
a) Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life support)
b) Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat c) Persiapkan dokumen transfer
2. Tatalaksana setelah 24 jam pertama a. Resusitasi Cairan
b. Kebutuhan Nutrisi c. Perawatan luka bakar d. Kontrol Infeksi e. Rehabilitasi
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif. Data subyektif didapatkan dari hasil wawancara baik dengan pasien ataupun orang lain, sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik
26
Pengkajian menurut Andini (2021) meliputi : 1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku, bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan pada pasien luka bakar diantaranya adalah nyeri, sesak nafas.
Nyeri dapat terjadi dikarenakan adanya kerusakan kulit. Untuk menilai respon nyeri menggunakan pengkajian nyeri yaitu paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). Sesak nafas muncul beberapa jam atau hari setelah pasien mengalami luka bakar yang disebabkan adanya pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Peristiwa atau gambaran kondisi pasien mulai terjadinya luka bakar dan penyebabnya. pertolongan awal yang dilakukan keluarga atau pasien, keluhan pasien selama menjalani perawatan. ada beberapa fase ketika pasien dirawat yaitu: fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari /bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat yang mungkin pernah diderita pasien sebelumnya e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Didalam keluarga pasien apakah memiliki riwayat penyakit menurun atau memiliki masalah kesehatan yang sama dengan pasien
f. Riwayat Psiko- Sosio- Spiritual
Pengkajian psikologi meliputi status emosi, kognitif, dan perilaku pasien, pengkajian mekanisme koping pasien terhadap penyakit yang diderita.
27 g. Pola Aktivitas sehari hari
1) Pola kebiasaan
Meliputi kebiasaan atau aktivitas pasien selama dirumah dan di RS yang kemungkinan menimbulkan masalah bagi pasien.
2) Pola tidur dan istirahat
Pola istirahat tidur terganggu atau mengeluh susah tidur karena merasa tidak nyaman ataupun nyeri pada bagian luka serta adanya penurunan kekuatan, keterbatasan rentang gerak pada area yang nyeri
3) Pola eliminasi
Pasien pada pola eliminasi mengeluh susah melakukan seperti biasa karena nyeri.
4) Pola hubungan dan peran
terjadinya perubahan peran dan hubungan karena terhambatnya pola aktivitas.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya ketika sakit dan punya harapan untuk sembuh
h. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
2) Pemeriksaan fisik head to toe a) Kepala dan rambut
Untuk mengetahui turgor kulit dan mengetahui adanya lesi atau bekas luka bakar
Inspeksi: lihat ada lesi atau tidak, warna rambut, edema, dan penyebaran rambut., grade luka bakar
Palpasi: meraba dan tentukan elastisitas turgor kulit serta tekstur kasar atau halus, akral dingin/ hangat.
28 b) Mata
Untuk mengetahui bentuk mata, fungsi mata serta untuk melihat apakah ada kelainan pada mata.
Inspeksi: lihat warna konjungtiva dan sclera mata (kuning atau ikterus), pupil isokor, lesi atau adakah benda asing yang menyebabkan penglihatan terganggu serta bulu mata yang rontok akibat air panas, bahan kimia atau luka bakar
Palpasi: lihat apakah ada tekanan intra okuler. Apabila ada maka ketika dilakukan penekanan akan terasa keras, kaji jika ada nyeri tekan.
c) Hidung
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
Inspeksi: lihat bentuk hidung simetris atau tidak apakah ada perdarahan, secret atau sumbatan pada hidung
Palpasi: lakukan penekanan apakah ada nyeri tekan pada sinus, apakah ada nyeri tekan pada pangkal hidung
d) Mulut dan Faring
Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada mulut dan faring.
Inspeksi: lihat apakah ada kelainan pada bibir (bibir sumbing), bentuk bibir simetris atau tidak, warna bibir sianosis karena suplai darah ke otak berkurang, bibir tampak kering karena intake cairan kurang
Palpasi: ada lesi atau massa pada daerah mulut dengan melakukan penekanan di daerah pipi, serta kaji jika ada nyeri tekan.
e) Telinga
Untuk mengetahui fungsi telinga dan melihat apakah ada kondisi abnormal pada telinga.
Inspeksi: lihat warna daun telinga, bentuk, simetris apakah ada perdarahan dan serumen yang keluar
Palpasi: lakukan penekanan ringan apakah ada nyeri tekan atau tidak dan elastisitas kartilago.
29 f) Leher
Untuk mengetahui fungsi dan apakah ada kelainan pada leher Inspeksi: lihat warna kulit, bentuk, amati adanya pembesaran , amati posisi trakea, dan denyut nadi karotis apakah terjadi peningkatan
Palpasi: lakukan penekanan pada leher dengan cara meletakkan kedua tangan di sisi samping leher dan pasien suruh menelan lalu rasakan apakah ada pembesaran tiroid pada sisi leher.
g) Dada
Untuk mengetahui bentuk, frekuensi, nyeri tekan, irama pernafasan dan bunyi paru.
Inspeksi: lihat kesimetrisan dada kanan dan kiri, apakah ada retraksi dada atau tidak.
Palpasi: apakah ada benjolan serta nyeri tekan, lihat apakah ada pelebaran pada ictus cordis.
Perkusi: untuk melihat batas normal paru. Auskultasi: untuk mengetahui bunyi nafas.
h) Abdomen
Untuk mengetahui warna, bentuk perut, peristaltic usus, dan apakah ada nyeri tekan.
Inspeksi: amati bentuk perut, warna kulit, apakah ada benjolan, dan asites. Auskultasi: dengarkan peristaltik usus dan hitung apakah ada peningkatan pada bising usus.
Palpasi: apakah ada lesi, dan nyeri tekan. Perkusi: apakah ada hipertimpani atau tidak.
i) Muskuloskeletal/ Ekstremitas
Untuk mengetahui mobilitas kekuatan otot.
Inspeksi : lihat apakah ada atrofi pada ekstremitas.
Palpasi : lakukan penekanan dan minta pasien untuk memberi tahanan pada ekstremitas untuk melihat kekuatan otot
j) Pemeriksaan Integumen
Inspeksi: amati warna kulit, kaji adanya lesi dan edema
30
Palpasi:kelembaban kulit, mengecek suhu kulit dengan cara membandingkan kedua kaki dan lengan tangan dengan menggunakan jari, tarik/cubit untuk mengetahui turgor kulit (normalnya kembali cepat). Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan rule of nine of Wallace yaitu :
- Kepala dan leher :9%
- Lengan masing-masing 9% :18%
- Badan depan 18%, badan bagian belakang :36%
- Tungkai masing-masing 18 :36%
- Genitalia/perineum :1%
2.2.2 Analisa Data
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
Diagnosis keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berhubungan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan terbagi menjadi tiga bagian yaitu diagnosa aktual, risiko, dan potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penderita luka bakar menurut Purwanto (2016) adalah :
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Integritas kulit c. Resiko Hipovolemia d. Resiko Infeksi
e. Gangguan Mobilitas Fisik f. Defisit Nutrisi
g. Resiko perfusi Jaringan h. Ansietas
31
2. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Dari diagnosis diatas intervensi utama yang dapat diberikan adalah : a. Manajemen nyeri, pemberian analgesik
b. Perawatan Integritas kulit, perawatan luka bakar c. Manajemen Hipovolemia, Pemantauan Cairan d. Manajemen Imunisasi/vaksin, Pencegahan Infeksi e. Dukungan Ambulasi, Dukungan Mobilisasi f. Manajemen Nutrisi, promosi berat badan g. Pencegahan syok, perawatan sirkulasi h. Reduksi Ansietas, Relaksasi