• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Jl. D.I Panjaitan Kav.24 Jakarta 13410 Phone/Fax: 021-8580081 Email: datin@menlh.go.id

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

INDEKSKUALITAS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2014

(2)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia

INDEKS

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA

TAHUN 2014

JAKARTA

2015

(3)

INDEKS

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA

TAHUN 2014

Pengarah:

Dr. Henry Bastaman, MES., Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas, Kementerian Lingkungan Hidup

Penanggung Jawab:

Ir. Laksmi Dhewanthi, MA., Asisten Deputi Data dan Informasi Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup

Penyusun:

Dida Gardera, Lindawati, Esrom Hamonangan, Dewi Ratnaningsih, Jetro Pande Situmorang, Nuke Mutikania, Heru Subroto,Hasan Nurdin, Indira Siregar, Darmanto, Wiyoga

Nara Sumber:

Prof. Dr. Akhmad Fauzi, Prof. Dr. Lilik Budi Prasetyo, Dr. Budhi Gunawan, Dr. Driejana,Ir. Idris Maxdoni Kamil, M.Sc.,Ph.D., Dr. Herto Dwi Ariesyady, Hernani Yulinawati, ST., MURP, Ph.D.

Gambar Peta:

http://id.wikipedia.org

Diterbitkan oleh:

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

(4)

Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup Indonesia, upaya mengurangi laju kerusakan dan pencemaran terus dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah serta berbagai komponen masyarakat.

Upaya ini masih belum meningkatkan kualitas lingkungan hidup sebagaimana yang kita harapkan bersama. Kita masih mengalami berbagai bencana lingkungan hidup seperti banjir, kekeringan, longsor, pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya. Kondisi ini merupakan gambaran bahwa fungsi lingkungan hidup telah mengalami penurunan.

Kata Pengantar

Berbagai inisiatif yang dilakukan harus ditingkatkan dengan melibatkan lebih banyak lagi pemangku kepentingan dan dilakukan dengan tepat sasaran. Oleh karenanya diperlukan tolok ukur pencapaian yang dapat mudah dipahami dan bersifat implementatif. Hal ini mengingat bahwa lingkungan hidup bersifat kompleks dan berbasis ilmiah dan diperlukan pemahaman operasional.

Dengan begitu dapat dilakukan perencanaan, implementasi dan evaluasi secara lebih optimal. Untuk mengetahui tingkat pencapaian upaya-upaya tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2009 telah mengembangkan alat ukur yang mudah dipahami, yaitu Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH).

Melalui indeks ini akan mendorong proses pengambilan kebijakan yang lebih cepat dan tepat.

Seluruh data dan informasi yang dibutuhkan harus dikemas dalam bentuk yang lebih sederhana. IKLH adalah pengejawantahan parameter lingkungan hidup yang kompleks namun tetap mempertahankan makna atau esensi dari masing-masing indikatornya. Pada IKLH 2012 yang diterbitkan pada tahun 2013 telah dilakukan penyempurnaan dengan tetap difokuskan pada media lingkungan: air, udara dan lahan/hutan. Penyempurnaan ini meliputi pembenahaan metodologi perhitungan dan kriteria baku mutunya (benchmark). IKLH akan terus disempurnakan kualitasnya agar dapat mencapai indeks lingkungan hidup yang ideal dan mendekati kondisi realitas senyatanya di lapangan.

Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan amanat Undang undang Dasar 1945 sebagaimana tertuang dalam pasal 28H. IKLH sebagai indikator pembangunan bidang lingkungan hidup menjadi acuan bersama bagi semua pihak dengan mengukur kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. IKLH sudah dinyatakan dalam Visi Misi Jokowi-JK, sebagai bagian Berdikari Dalam Bidang Ekonomi, yaitu membaiknya Kualitas Hidup dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, telah menempatkan IKLH sebagai salah satu ukuran utama untuk Sasaran Pokok Pembangunan Nasional RPJMN 2015-2019. Tahun

(5)

2015 merupakan baseline bagi kinerja lingkungan hidup sampai dengan Tahun 2019. Oleh karenanya capaian pada Tahun 2014 ini harus merupakan acuan dasar untuk mempertajam prioritas program dan kegiatan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Dalam kesempatan ini perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota atas kesediaannya untuk berbagi data sehingga Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2014 dapat tersusun. Saya menyampaikan apresiasi yang tinggi bagi para pakar dan pihak lainnya yang telah membantu perumusan Laporan IKLH 2014 ini. Semoga kerja sama erat yang baik ini dapat selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu.

Jakarta, Juni 2015

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 2

C. Ruang Lingkup 3

BAB II PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

A. Landasan Teori 4

1. Environmental Quality Index (EOI) 5

2. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 6

B. Indikator dan Parameter 7

1. Kualitas Air Sungai 7

2. Kualitas Udara 10

3. Kualitas Tutupan Lahan 10

BAB III INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

A. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 11

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013 16

BAB IV KESIMPULAN

A. Kesimpulan 22

B. Rekomendasi 23

DAFTAR PUSTAKA

24

L A M P I R A N

METODOLOGI PERHITUNGAN IKLH 25

PROFIL PROVINSI 32

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR TABEL

vii

Daftar Isi

(7)

BAB I

Tabel 1.1 Sasaran Pokok Pembangunan Nasional RPJMN 2015-2019 Bidang Lingkungan Hidup

BAB II

Tabel 2.1. Indikator dan Parameter EQI Tabel 2.2. Indikator dan Parameter IKLH

BAB III

Tabel 3.1. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2014

Tabel 3.2. Proporsi Kontribusi Provinsi terhadap IKLH Nasional Tabel 3.3. Rentang Nilai IKLH

Tabel 3.4. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2013 Tabel 3.5. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2012 Tabel 3.6 Margin Error untuk IKLH

Tabel 3.7. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2011

Daftar Tabel

(8)

Daftar Gambar

BAB II

Gambar 2.1. Struktur IKLH

Gambar 2.2. Sungai-sungai yang dipantau di 33 provinsi

BAB III

Gambar 3.1. Peta IKLH 2014

*DPEDU.HFHQGHUXQJDQ 7UHQG ,./+ă

(9)
(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kualitas lingkungan hidup Indonesia merupakan salah satu isu yang sangat penting ditengah meningkatnya tekanan yang berpotensi mengubah kondisi lingkungan, baik sebagai dampak pertumbuhan ekonomi maupun peningkatan jumlah penduduk. Dalam perdebatan akan kualitas lingkungan hidup, satu hal yang sering sekali sulit untuk di jawab secara lugas berdasarkan data-data yang ada adalah apakah kualitas lingkungan hidup Indonesia berada dalam kategori baik, sedang atau buruk.

Selama ini data kualitas lingkungan hidup hanya diperoleh melalui proses laboratorium ataupun sarana berbasis teknologi lainnya, misalnya citra satelit. Hal ini sangat menyulitkan bagi masyarakat awam untuk memahami angka pengukuran karena diperlukan latar belakang berbasis keilmuan teknis.

Selain daripada itu, indikator lingkungan hidup diukur secara parsial, yaitu berdasarkan media, seperti air, udara, dan lahan sehingga sulit untuk mendapatkan gambaran yang dapat mewakili kondisi lingkungan hidup secara utuh dan menyeluruh.

Sementara, pemahaman akan kualitas lingkungan hidup ini sangat penting untuk mendorong semua pemangku kepentingan (stakeholder) melakukan aksi nyata dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkepentingan untuk mempermudah masyarakat awam dan para pengambil keputusan mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah untuk memahami kualitas lingkungan hidup Indonesia.

Oleh karenanya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengembangkan suatu indeks lingkungan berbasis provinsi sejak 2009 yang memberikan kesimpulan cepat dari suatu kondisi lingkungan hidup pada periode tertentu. Indeks ini diterjemahkan dalam angka yang menerangkan apakah kualitas lingkungan berada pada kondisi baik, atau sebaliknya.

Studi-studi tentang kualitas lingkungan berbasis indeks sudah banyak dilakukan oleh perguruan tinggi di luar negeri, seperti Columbia University yang menghasilkan Environmental Sustainability Index (ESI) dan Virginia Commonwealth University yang menghasilkan Environmental Quality Index (EQI). Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengembangkan Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) untuk 30 ibukota provinsi sejak 2007. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama dengan Dannish International Development Agency (DANIDA) juga mulai mengembangkan indeks lingkungan berbasis provinsi yang pada dasarnya merupakan modifikasi dari Environmental Performance Index (EPI) pada tahun 2009. EPI sendiri merupakan studi yang dipublikasikan oleh Yale University dan Columbia University yang berkolaborasi dengan World Economic Forum dan Joint Research Center of the European Commission pada tahun 2008.

(11)

Bagi Indonesia, penyusunan indeks kualitas lingkungan hidup terkait erat dengan kebutuhan sasa- ran pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan dalam Rencana Pembangunan Nasional sesuai den- gan Peraturan Presiden No. 43 Tahun 2014, Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 yang memuat sasaran dan arah kebijakan yang terkait dengan Isu Strategis 25 berupa Peningkatan Keekonomian Keanekaragaman Hayati dan Kualitas Lingkungan Hidup. Pada Tahun 2015 ditargetkan angka sebesar 64,5 (dari nilai maksimum 100).

Selain itu dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RP- JMN) 2015-2019, IKLH juga menjadi ukuran utama untuk Sasaran Pokok Pembangunan Nasional RP- JMN 2015-2019, sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup

Sesuai dengan Rancangan RPJMN bahwa kebijakan pengelolaan kualitas lingkungan hidup diarahkan pada peningkatan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup yang mencerminkan kondisi kualitas air, udara dan lahan, yang diperkuat dengan peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan dan penegakan hukum lingkungan.

Adapun strategi yang akan dilakukan yaitu berupa penguatan sistem pemantauan kualitas lingkungan hidup; penguatan mekanisme pemantauan dan sistem informasi lingkungan hidup dan penyempurnaan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH).

B. Tujuan

Tujuan disusunnya Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) adalah:

Memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah tentang kondisi lingkungan di tingkat nasional dan daerah khususnya tingkat provinsi sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang pencapaian target program-program pemerintah di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

No Pembangunan Baseline 2014 Sasaran 2019

1 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 15,5% 26,0%

2 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 63,0 - 64,0 66,5 – 68,5

3 Tambahan Rehabilitasi Hutan 2 juta ha

(dalam dan luar kawasan)

750 ribu ha (dalam kawasan)

No Pembangunan Baseline 2014 Sasaran 2019

1 Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 15,5% 26,0%

2 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 63,0 - 64,0 66,5 – 68,5 3 Tambahan Rehabilitasi Hutan 2 juta ha

(dalam dan luar kawasan)

750 ribu ha (dalam kawasan) Tabel 1.1. Sasaran Pokok Pembangunan Nasional RPJMN

2015-2019 Bidang Lingkungan Hidup

Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019

(12)

Dalam fungsinya sebagai pendukung kebijakan, indeks dapat membantu dalam penentuan skala prioritas yang disesuaikan dengan derajat permasalahan lingkungan sebagaimana diindikasikan oleh angka indeks kualitas lingkungan hidup. Indeks kualitas lingkungan hidup juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber permasalahan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

6HPHQWDUDLWX,./+GDODPIXQJVLQ\DVHEDJDLµEDKDVD¶NRPXQLNDVLXQWXNSXEOLNGDSDWPHPEDQWX

meningkatkan kesadaran masyarakat awam sehingga indeks dapat menjadi alat penggerak bagi keterlibatan publik.

C. Ruang Lingkup

Kerangka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang diadopsi oleh KLH adalah pengembangan dari konsep yang dikembangkan oleh Virginia Commonwealth University (VCU) dan BPS dengan menggunakan kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan sebagai indikator. Karena keterbatasan data, kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan laut serta kondisi keanekaragaman hayati belum menjadi indikator dalam perhitungan IKLH.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Ruang Lingkup

(13)

BAB II

PENYUSUNAN

INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

A. Landasan Teori

Studi-studi tentang indeks kualitas lingkungan sudah banyak dilakukan oleh perguruan tinggi di luar negeri, seperti Yale University dan Columbia University yang menghasilkan Environmental Sustainability Index (ESI), Virginia Commonwealth University yang menghasilkan Environmental Quality Index (EQI) dan oleh Yale University dan Columbia University yang berkolaborasi dengan World Economic Forum dan Joint Research Center of the European Commission yang menghasilkan Environmental Performance Index (EPI).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengadopsi Environmental Quality Indeks (EQI) untuk mengukur kondisi lingkungan di Indonesia. Selain karena lebih sederhana dan mudah dipahami, juga karena data yang tersedia relatif lengkap dan kontinu.

1. Environmental Quality Index (EQI)

EQI yang dikembangkan oleh Virginia Commonwealth University (VCU) pada dasarnya mengukur kecenderungan kualitas atau kondisi lingkungan dari media air, udara, dan lahan, beban pencemar toksik, perkembangbiakan burung (keanekaragaman hayati), dan pertumbuhan penduduk. EQI merupakan gabungan 7 indikator, dan beberapa indikator terdiri dari parameter-parameter sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.1.

NO INDIKATOR PARAMETER BOBOT

1 Kualitas Udara 18

SO2 18

O3 18

NO2 16

Pb 13

TSP 12

PM 12

CO 11

2 Kualitas Air Permukaan (Indeks Kesesuaian Habitat) 13

Kualitas Air permukaan (Nutrien) 13

Nitrogen 50

Phosphorous 50

3 Pembuangan Bahan Beracun 11

4 Lahan basah 15

5 Perkembangbiakan burung 15

6 Populasi 10

NO INDIKATOR PARAMETER BOBOT

Tabel 2.1. Indikator dan Parameter EQI

1 Kualitas Udara 18

SO2 18

O3 18

NO2 16

Pb 13

TSP 12

PM 12

CO 11

2 Kualitas Air Permukaan (Indeks Kesesuaian Habitat) 13

Kualitas Air permukaan (Nutrien) 13

Nitrogen 50

Phosphorous 50

3 Pembuangan Bahan Beracun 11

4 Lahan basah 15

5 Perkembangbiakan burung 15

6 Populasi 10

Pb BAB II PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

A. Landasan Teori

1. Environmental Quality Index (EOI) 2. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup B. Indikator dan Parameter

1. Kualitas Air Sungai 2. Kualitas Udara 3. Kualitas Tutupan Lahan

(14)

Indikator dan parameter ditetapkan oleh komite teknis yang dibentuk oleh tim penyusun EQI. Komite ini terdiri dari para pakar, serta wakil-wakil dari pemerintah negara bagian dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Penetapan bobot pada awalnya dilakukan dengan tehnik Delphi, yaitu berdasarkan pendapat dari akademisi, industriawan, LSM, dan pemerintah negara bagian. Selanjutnya hasil survei tersebut diagregasikan menjadi bobot rata-rata untuk setiap indikator dan parameter.

EQI dihitung pada tingkat county (setingkat kabupaten/kota) dengan menggunakan rumus:

EQI dihitung pada tingkat county(setingkat kabupaten/kota) dengan menggunakan rumus:

ܧܳܫ = σ ௕௢௕௢௧೔೙೏೔ೖೌ೟೚ೝ೔× ௡௜௟௔௜೔೙೏೔ೖೌ೟೚ೝ೔

௧௢௧௔௟್೚್೚೟

௜ୀଵ ………2.1

Selanjutnya indeks untuk tingkat negara bagian dihitung dengan menggunakan rumus:

ܸܧܳܫ = σ ܧܳܫ_ܥ݋ݑ݊ݐݎݕ×௉௢௣௨௟௔௦௜_஼௢௨௡௧௥௬

௉௢௣௨௟௔௦௜_ௌ௧௔௧௘

௜ୀଵ ………..2.2

2.

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan DANIDA menunjuk tim konsultan untuk menyusun indeks kualitas lingkungan pada tahun 2009. Tim konsultan kemudian mengajukan konsep yang merupakan adopsi dari EPI. Selain itu BPS juga sejak tahun 2008 mengembangkan indeks kualitas lingkungan perkotaan. Dari berbagai seminar yang diadakan oleh BPS dan focus discussion group (FGD) yang diadakan oleh KLH bekerjasama dengan DANIDA, akhirnya diputuskan untuk mengadopsi konsep indeks yang dikembangkan oleh BPS dan VCU yang dimodifikasi.

Konsep IKLH, seperti yang dikembangkan oleh BPS, hanya mengambil tiga indikator kualitas lingkungan yaitu kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan. Berbeda dengan BPS, IKLH dihitung pada tingkat provinsi sehingga dapat menghasilkan indeks tingkat nasional. Perbedaan lain dari konsep yang dikembangkan oleh BPS dan VCU adalah setiap parameter pada setiap indikator digabungkan menjadi satu nilai indeks. Penggabungan parameter ini dimungkinkan karena ada ketentuan yang mengaturnya, seperti:

1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Pedoman ini juga mengatur tatacara penghitungan indeks pencemaran air (IPA).

2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep- 45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Pencemar Udara.

Pada IKLH 2009 hingga 2011 dilakukan penyempurnaan agar IKLH lebih mencerminkan kondisi senyatanya di lapangan. Hal yang disempurnakan adalah perubahan titik acuan dan metode perhitungan.

Sebagai pembanding atau target untuk setiap indikator adalah standar atau ketentuan yang berlaku

BAB II PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP A. Landasan Teori

1. Environmental Quality Index (EOI) 2. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup B. Indikator dan Parameter

1. Kualitas Air Sungai 2. Kualitas Udara 3. Kualitas Tutupan Lahan

(15)

berdasarkan peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti ketentuan tentang baku mutu air dan baku mutu udara ambien. Selain itu dapat digunakan juga acuan atau referensi universal dalam skala internasional untuk mendapatkan referensi ideal (Benchmark).

Pada IKLH 2012, struktur IKLH relatif sama dengan yang sebelumnya, yaitu terdiri dari 3 (tiga) indikator, namun ada perubahan dalam pembobotan. Hal ini mengingat perlu adanya keseimbangan antara indikator yang mewakili green issues (isu hijau) dan brown issues (isu coklat).

Isu hijau adalah pendekatan pengelolaan lingkungan hidup yang menangani aspek-aspek konservasi atau pengendalian kerusakan lingkungan hidup. Isu hijau seharusnya memiliki kontribusi yang sama terhadap IKLH, namun karena hanya diwakili 1 (satu) indikator, yaitu tutupan hutan, maka bobotnya lebih besar dibanding indikator lainnya.

Sedangkan isu coklat menangani isu pencemaran lingkungan hidup yang pada umumnya berada pada sektor industri dan perkotaan. indikator udara dan air yang mewakili isu coklat memiliki bobot sama. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

IKLH

100%

Indeks Pencemaran Udara

30 %

Indeks Pencemaran Air 30 %

Indeks Tutupan Hahan 40 % Gambar 2.1. Struktur IKLH

Tabel 2.2. Indikator dan Parameter IKLH

NO INDIKATOR PARAMETER BOBOT KETERANGAN

1 Kualitas Udara SO2 30%

NO2

2 Kualitas Air Sungi

TSS 30% Dihitung

Indeks Pencemaran Air (IPA) DO

BOD COD Total Fosfat Fecal-Coli Total-

NO INDIKATOR PARAMETER BOBOT KETERANGAN

1 Kualitas Udara SO2 30%

NO2

2 Kualitas Air Sungi

TSS 30% Dihitung

Indeks Pencemaran Air (IPA) DO

BOD COD Total Fosfat Fecal-Coli Total- BAB II PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP A. Landasan Teori

1. Environmental Quality Index (EOI) 2. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup B. Indikator dan Parameter

1. Kualitas Air Sungai 2. Kualitas Udara 3. Kualitas Tutupan Lahan

(16)

Parameter dari setiap indikator untuk perhitungan IKLH tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.2. Perhitungan kualitas udara tetap menggunakan indeks pencemaran udara. Khusus untuk parameter kualitas air, karena akan diperbandingkan dengan indeks tahun 2009 dan 2010 maka yang akan dihitung tetap tiga parameter, yaitu TSS, DO dan COD.

Perhitungan IKLH untuk setiap provinsi dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

dimana:

IKLH_Provinsi= indeks kualitas lingkungan tingkat provinsi IPA = indeks pencemaran air

IPU = indeks pencemaran udara ITH = indeks tutupan hutan

IKLH_Provinsi =(IPA×30%)+(IPU×30%)+(ITH×40%) IKLH_Provinsi =(IPA×30%)+(IPU×30%)+(ITH×40%)

ܫܭܮܪ௡௔௦ = σଷଷ௜ୀଵܫܭܮܪ௉௥௢௩௜௡௦௜௜ ×൝

ು೚೛ೠ೗ೌೞ೔ುೝ೚ೡ೔೙ೞ೔ ೔

ು೚೛ೠ೗ೌೞ೔಺೙೏೚೙೐ೞ೔ೌಽೠೌೞುೝ೚ೡ೔೙ೞ೔ ೔ ಽೠೌೞ಺೙೏೚೙೐ೞ೔ೌ

ൡ…

Setelah didapatkan nilai indeks provinsi, kemudian dihitung indeks nasional dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Perhitungan nilai indeks kualitas air mengacu pada baku mutu atau standar yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (baku mutu air). Indeks Kualitas Udara mengacu kepada referensi standar internasional, yaitu WHO dan European Union. Sedangkan untuk indeks tutupan lahan/hutan menggunakan standar ideal tutupan hutan.

B. Indikator dan Parameter 1. Kualitas Air Sungai

Air, terutama air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Evaluasi pencemaran air dengan metode Storet menunjukkan peningkatan persentasi titik pantau dengan status tercemar selama 2009-2013 (KLH2013). Kondisi kualitas air sungai pada umumnya berada pada status tercemar berat. Persentasi mutu air tercemar berat selama kurun 2009-2013 memperlihatkan tren peningkatan dimana pada tahun 2009 sebesar 62 persen dan meningkat menjadi 80 persen di tahun 2013. Data dari BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2007

BAB II PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP A. Landasan Teori

1. Environmental Quality Index (EOI) 2. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup B. Indikator dan Parameter

1. Kualitas Air Sungai 2. Kualitas Udara 3. Kualitas Tutupan Lahan

(17)

air sungai juga menjadi sumber air baku untuk berbagai kebutuhan lainnya, seperti industri, pertanian dan pembangkit tenaga listrik di lain pihak sungai juga dijadikan tempat pembuangan berbagai macam limbah sehingga tercemar dan kualitasnya semakin menurun.

Karena peranannya tersebut, maka sangat layak jika kualitas air sungai dijadikan indikator kualitas lingkungan hidup. Selain kualitasnya, sebenarnya ketersediaan air sungai (debit air) juga perlu dijadikan indikator. Namun karena data yang tidak tersedia, maka debit air untuk sementara tidak dimasukkan sebagai indikator.

Perhitungan indeks untuk indikator kualitas air sungai dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Dalam pedoman tersebut dijelaskan antara lain mengenai penentuan status mutu air dengan metoda indeks pencemaran (Pollution Indexă3, 

Menurut definisinya PIj adalah indeks pencemaran bagi peruntukan j yang merupakan fungsi dari Ci/Lij, dimana Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i dan Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i yang dicantumkan dalam baku peruntukan air j. Dalam hal ini peruntukkan yang akan digunakan adalah klasifikasi mutu air kelas II berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Formula penghitungan indeks pencemaran adalah:

Pada prinsipnya nilai PIj > 1 mempunyai arti bahwa air sungai tersebut tidak memenuhi baku peruntukan air j, dalam hal ini mutu air kelas II. Penghitungan indeks kualitas air dilakukan dengan

dimana:

(Ci/Lij)M adalah nilai maksimum dari Ci/Lij (Ci/Lij)R adalah nilai rata-rata dari Ci/Lij Evaluasi terhadap PIj adalah sebagai berikut:

0HPHQXKLEDNXPXWXDWDXNRQGLVLEDLNMLND”3,M”

7HUFHPDUULQJDQMLND3,M”

7HUFHPDUVHGDQJMLND3,M”

4. Tercemar berat jika PIj > 10,0.

ܲܫ

= ඨ

൫஼Τ೔ೕ

ା൫஼Τ௅೔ೕ

BAB II PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP A. Landasan Teori

1. Environmental Quality Index (EOI) 2. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup B. Indikator dan Parameter

1. Kualitas Air Sungai 2. Kualitas Udara 3. Kualitas Tutupan Lahan

(18)

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Setiap lokasi dan waktu pemantauan kualitas air sungai dianggap sebagai satu sampel;

2. Hitung indeks pencemaran setiap sampel untuk parameter TSS, DO, BOD, COD, Total Phosphat, E. Coli dan Total Coliform;

3. 0HODNXNDQ QRUPDOLVDVL GDUL UHQWDQJ QLODL    WHUEDLN ă WHUEXUXN  MXPODK VDPSHO

GHQJDQQLODL3,M!PHQMDGLQLODLLQGHNVGDODPVNDODă WHUEXUXNăWHUEDLN 

Setiap provinsi diwakili oleh satu sungai yang dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Sungai tersebut lintas provinsi, atau

2. Sungai prioritas untuk dikendalikan pencemarannya.

Pemantauan setiap sungai paling sedikit dilakukan empat kali setahun pada tiga lokasi sehingga setidaknya ada 12 sampel (data) kualitas air sungai setiap tahunnya. Sedangkan sungai-sungai yang dipantau dapat dilihat pada Gambar 2.2.

2. Kualitas Udara

Kualitas udara terutama di kota-kota besar dan metropolitan sangat dipengaruhi oleh kegiatan Gambar 2.2. Sungai-sungai yang dipantau di 33 provinsi BAB II PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

A. Landasan Teori

1. Environmental Quality Index (EOI) 2. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup B. Indikator dan Parameter

1. Kualitas Air Sungai 2. Kualitas Udara 3. Kualitas Tutupan Lahan

(19)

transportasi. Pada tahun 2008 kegiatan transportasi di Indonesia diperkirakan mengemisikan CO2, CH4, dan N2O masing-masing sebesar 83 juta ton, 24 ribu ton, dan 3,9 ribu ton.

Data kualitas udara didapatkan dari pemantauan di 193 ibukota kabupaten/kota dengan menggunakan metoda passive sampler. Pemantauan dilakukan empat kali per tahun di lokasi-lokasi yang mewakili daerah permukiman, industri, dan padat lalu lintas kendaraan bermotor dan parameter yang diukur adalah SO2 dan NO2.

Pada tahun 2014 pengukuran kualitas udara hanya dilakukan sebanyak dua kali per tahun dianggap mewakili kualitas udara tahunan untuk masing-masing parameter. Nilai konsentrasi tahunan setiap parameter adalah rata-rata dari nilai konsentrasi per triwulan. Selanjutnya nilai konsentrasi rata- UDWDWHUVHEXWGLNRQYHUVLNDQPHQMDGLQLODLLQGHNVGDODPVNDODăXQWXNVHWLDSLEXNRWDSURYLQVL

Perhitungan nilai indeks pencemaran udara (IPU) dilakukan dengan formula sebagai berikut:

dimana:

IPU = Indeks Pencemaran Udara IPNO2 = Indeks Pencemar NO2 IPSO2 = Indeks Pencemar SO2

ܫܷܲ = ூ௉

ಿೀమ

ାூ௉

ೄೀమ

3. Tutupan Hutan

Hutan merupakan salah satu komponen yang penting dalam ekosistem. Selain berfungsi sebagai penjaga tata air, hutan juga mempunyai fungsi mencegah terjadinya erosi tanah, mengatur iklim, dan tempat tumbuhnya berbagai plasma nutfah yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan klasifikasi yang telah ditetapkan hutan terbagi atas hutan primer dan hutan sekunder. Hutan primer adalah hutan yang belum mendapatkan gangguan atau sedikit sekali mendapat gangguan manusia. Sedangkan hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami pada lahan hutan yang telah mengalami gangguan berat seperti lahan bekas pertambangan, peternakan, dan pertanian menetap.

Untuk menghitung indeks tutupan hutan yang pertama kali dilakukan adalah menjumlahkan luas hutan primer dan hutan sekunder untuk setiap provinsi. Nilai indeks didapatkan dengan formula:

dimana:

ITH : Indeks Tutupan Hutan LTH: Luas Tutupan ber-Hutan LKH: Luas Wilayah Provinsi

ܫܶܪ = ௅்ு

௅ௐ௉ …

BAB II PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP A. Landasan Teori

1. Environmental Quality Index (EOI) 2. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup B. Indikator dan Parameter

1. Kualitas Air Sungai 2. Kualitas Udara 3. Kualitas Tutupan Lahan

(20)

BAB III

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

A. Indeks Provinsi dan Nasional

Secara konsepsi, perhitungan indeks termasuk Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) memiliki sifat komparatif yang berarti nilai satu provinsi relatif terhadap provinsi lainnya. Dalam perspektif IKLH, angka indeks ini bukan semata-mata peringkat, namun lebih kepada suatu dorongan upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup. Dalam konteks ini para pihak di tingkat provinsi terutama pemerintah provinsi dapat menjadikan IKLH sebagai titik referensi untuk menuju angka ideal, yaitu 100. Semakin jauh dengan angka 100, mengindikasikan harus semakin besar upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan.

Selain komparatif terhadap provinsi lainnya, angka indeks nasional dapat menjadi acuan, apabila angka indeks provinsi berada dibawahnya (lebih kecil) artinya ada dalam kategori upaya yang harus terakselerasi sedangkan apabila diatasnya (lebih besar) artinya ada dalam kategori pemeliharaan.

BAB III Indeks Kualitas Lingkungan Hidup A. Indeks Provinsi dan Nasional

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013

(21)

BAB III Indeks Kualitas Lingkungan Hidup A. Indeks Provinsi dan Nasional

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013

No Provinsi Indeks

Udara 2014

Indeks Air 2014

Indeks Tutupan

Hutan 2014

IKLH 2014

1 Aceh 91.20 54.57 72.17 72.60

2 Sumatera Utara 87.23 56.67 45.89 61.53

3 Sumatera Barat 89.16 53.71 65.13 68.91

4 Riau 60.30 47.53 50.60 52.59

5 Jambi 91.26 52.75 47.09 62.04

6 Sumatera Selatan 89.25 66.19 37.47 61.62

7 Bengkulu 86.48 62.67 55.03 66.76

8 Lampung 85.98 60.86 30.92 56.42

9 Bangka Belitung 90.39 61.30 36.77 60.21

10 Kepulauan Riau 95.53 64.29 53.30 69.27

11 DKI Jakarta* 46.28 34.00 31.99 36.88

12 Jawa Barat 59.24 39.00 38.98 45.06

13 Jawa Tengah 82.64 51.03 51.33 60.63

14 DI. Yogyakarta 82.01 39.00 33.08 49.53

15 Jawa Timur 73.20 49.11 49.47 56.48

16 Banten 53.15 42.86 37.16 43.67

17 Bali 86.61 60.89 38.90 59.81

18 Nusa Tenggara Barat 92.83 53.50 63.72 69.39

19 Nusa Tenggara Timur 77.13 52.48 60.23 62.98

20 Kalimantan Barat 84.57 64.81 58.73 68.31

21 Kalimantan Tengah 92.69 49.17 69.54 70.37

22 Kalimantan Selatan 88.35 44.00 44.51 57.51

23 Kalimantan Timur 83.96 54.80 80.93 74.00

24 Sulawesi Utara 88.55 50.00 60.30 65.69

25 Sulawesi Tengah 85.99 60.67 81.01 76.40

26 Sulawesi Selatan 90.43 56.29 50.10 64.06

27 Sulawesi Tenggara 92.56 54.74 69.87 72.14

28 Gorontalo 96.20 48.49 80.28 75.52

29 Sulawesi Barat 92.23 58.63 67.59 72.29

30 Maluku 91.81 48.11 82.04 74.79

31 Maluku Utara** 96.94 50.83 82.22 77.22

32 Papua Barat 91.03 58.00 99.51 84.51

33 Papua 84.24 54.67 97.44 80.65

No Provinsi Indeks

Udara 2014

Indeks Air 2014

Indeks Tutupan Hutan

2014

IKLH 2014

91.20 54.57 72.17 72.60

87.23 56.67 45.89 61.53

89.16 53.71 65.13 68.91

60.30 47.53 50.60 52.59

91.26 52.75 47.09 62.04

89.25 66.19 37.47 61.62

86.48 62.67 55.03 66.76

85.98 60.86 30.92 56.42

90.39 61.30 36.77 60.21

95.53 64.29 53.30 69.27

46.28 34.00 31.99 36.88

59.24 39.00 38.98 45.06

82.64 51.03 51.33 60.63

82.01 39.00 33.08 49.53

73.20 49.11 49.47 56.48

53.15 42.86 37.16 43.67

86.61 60.89 38.90 59.81

92.83 53.50 63.72 69.39

77.13 52.48 60.23 62.98

84.57 64.81 58.73 68.31

92.69 49.17 69.54 70.37

88.35 44.00 44.51 57.51

83.96 54.80 80.93 74.00

88.55 50.00 60.30 65.69

85.99 60.67 81.01 76.40

90.43 56.29 50.10 64.06

92.56 54.74 69.87 72.14

96.20 48.49 80.28 75.52

92.23 58.63 67.59 72.29

91.81 48.11 82.04 74.79

96.94 50.83 82.22 77.22

91.03 58.00 99.51 84.51

84.24 54.67 97.44 80.65

1 Aceh

2 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 4 Riau

5 Jambi

6 Sumatera Selatan 7 Bengkulu

8 Lampung 9 Bangka Belitung 10 Kepulauan Riau 11 DKI Jakarta*

12 Jawa Barat 13 Jawa Tengah 14 DI. Yogyakarta 15 Jawa Timur 16 Banten 17 Bali

18 Nusa Tenggara Barat 19 Nusa Tenggara Timur 20 Kalimantan Barat 21 Kalimantan Tengah 22 Kalimantan Selatan 23 Kalimantan Timur 24 Sulawesi Utara 25 Sulawesi Tengah 26 Sulawesi Selatan 27 Sulawesi Tenggara 28 Gorontalo

29 Sulawesi Barat 30 Maluku

31 Maluku Utara**

32 Papua Barat 33 Papua

Tabel 3.1. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2014

(22)

Gambar 3.1. Peta IKLH 2014

BAB III Indeks Kualitas Lingkungan Hidup A. Indeks Provinsi dan Nasional

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013

(23)

BAB III Indeks Kualitas Lingkungan Hidup A. Indeks Provinsi dan Nasional

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013

Provinsi Penduduk

Persentase Penduduk Provinsi/

Indonesia

Luas Wilayah

(km2)

Persentase Wilayah Provinsi/

Indonesia

(d+f)/2

a c d e f g

Ekoregion Sumatera 21.31% 24.97% 23.14%

Lampung 7.608.405 3.20% 34.624 1,80% 2,50%

Sumatera Barat 4.846.909 2.04% 42.013 2,19% 2,11%

Sumatera Selatan 7.450.394 3.14% 91.592 4,76% 3,95%

Sumatera Utara 12.982.204 5.46% 72.981 3,80% 4,63%

Aceh 4.494.410 1.89% 57.956 3,01% 2,45%

Jambi 3.092.265 1.30% 50.058 2,60% 1,95%

Bangka Belitung 1.223.296 0.51% 16.424 0,85% 0,68%

Riau 5.538.367 2.33% 87.150 4,53% 3,43%

Kepulauan Riau 1.679.163 0.71% 7.411 0,39% 0,55%

Bengkulu 1.715.518 0.72% 19.919 1,04% 0,88%

Ekoregion Jawa 57.49% 6.73% 32.11%

DI. Yogyakarta 3.457.491 1,45% 3.133 0,16% 0,81%

Jawa Tengah 32.382.657 13,63% 32.801 1,71% 7,67%

Jawa Barat 43.053.732 18,12% 35.378 1,84% 9,98%

Banten 10.632.166 4,47% 9.663 0,50% 2,49%

DKI Jakarta 9.607.787 4,04% 0.664 0,03% 2,04%

Jawa Timur 37.476.757 15,77% 47.800 2,49% 9,13%

Ekoregion BaliNusra 5,50% 3,80% 4,65%

Bali 3,890,757 1,64% 5.780 0,30% 0,97%

Nusa Tenggara Barat 4,500,212 1,89% 18.572 0,97% 1,43%

Nusa Tenggara Timur 4,683,827 1,97% 48.718 2,53% 2,25%

Ekoregion Kalimantan 5,80% 28,31% 17,05%

Kalimantan Barat 4.395.983 1,85% 147.307 7,66% 4,76%

Kalimantan Timur 3.553.143 1,50% 204.534 10,64% 6,07%

Kalimantan Selatan 3.626.616 1,53% 38.744 2,02% 1,77%

Kalimantan Tengah 2.212.089 0,93% 153.565 7,99% 4,46%

Ekoregion Sulawesi-Maluku 8,39% 14,00% 11,20%

Gorontalo 1.040.164 0,44% 11.257 0,59% 0,51%

Sulawesi Tengah 2.635.009 1,11% 61.841 3,22% 2,16%

Sulawesi Utara 2.270.596 0,96% 13.852 0,72% 0,84%

Maluku 1.533.506 0,65% 47.350 2,46% 1,55%

Maluku Utara 1.038.087 0,44% 33.278 1,73% 1,08%

Sulawesi Barat 1.158.651 0,49% 16.787 0,87% 0,68%

Sulawesi Selatan 8.034.776 3,38% 46.717 2,43% 2,91%

Sulawesi Tenggara 2.232.586 0,94% 38.068 1,98% 1,46%

Ekoregion Papua 1,51% 22,19% 11,85%

Papua 2.833.381 1,19% 309.934 16.12% 8.66%

Papua Barat 760.422 0,32% 116.571 6.06% 3.19%

Indonesia 237.641.326 1.922.442

Provinsi Penduduk

Persentase Penduduk Provinsi/

Indonesia

Luas Wilayah

(km2)

Persentase Wilayah Provinsi/

Indonesia

(d+f)/2

Ekoregion Sumateraa c 21.31%d e 24.97% f 23.14%g

Ekoregion Jawa 57.49% 6.73% 32.11%

Ekoregion BaliNusra 5,50% 3,80% 4,65%

Ekoregion Kalimantan 5,80% 28,31% 17,05%

Ekoregion Sulawesi-Maluku 8,39% 14,00% 11,20%

Ekoregion Papua 1,51% 22,19% 11,85%

Indonesia 237.641.326 1.922.442

Papua Papua Barat Kalimantan Barat Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Bali

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur DI. Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Barat Banten DKI Jakarta Jawa Timur Lampung Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara Aceh

Jambi

Bangka Belitung Riau

Kepulauan Riau Bengkulu

Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Maluku Maluku Utara Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara

2.833.381 1,19% 309.934 16.12% 8.66%

760.422 0,32% 116.571 6.06% 3.19%

4.395.983 1,85% 147.307 7,66% 4,76%

3.553.143 1,50% 204.534 10,64% 6,07%

3.626.616 1,53% 38.744 2,02% 1,77%

2.212.089 0,93% 153.565 7,99% 4,46%

3,890,757 1,64% 5.780 0,30% 0,97%

4,500,212 1,89% 18.572 0,97% 1,43%

4,683,827 1,97% 48.718 2,53% 2,25%

3.457.491 1,45% 3.133 0,16% 0,81%

32.382.657 13,63% 32.801 1,71% 7,67%

43.053.732 18,12% 35.378 1,84% 9,98%

10.632.166 4,47% 9.663 0,50% 2,49%

9.607.787 4,04% 0.664 0,03% 2,04%

37.476.757 15,77% 47.800 2,49% 9,13%

7.608.405 3.20% 34.624 1,80% 2,50%

4.846.909 2.04% 42.013 2,19% 2,11%

7.450.394 3.14% 91.592 4,76% 3,95%

12.982.204 5.46% 72.981 3,80% 4,63%

4.494.410 1.89% 57.956 3,01% 2,45%

3.092.265 1.30% 50.058 2,60% 1,95%

1.223.296 0.51% 16.424 0,85% 0,68%

5.538.367 2.33% 87.150 4,53% 3,43%

1.679.163 0.71% 7.411 0,39% 0,55%

1.715.518 0.72% 19.919 1,04% 0,88%

1.040.164 0,44% 11.257 0,59% 0,51%

2.635.009 1,11% 61.841 3,22% 2,16%

2.270.596 0,96% 13.852 0,72% 0,84%

1.533.506 0,65% 47.350 2,46% 1,55%

1.038.087 0,44% 33.278 1,73% 1,08%

1.158.651 0,49% 16.787 0,87% 0,68%

8.034.776 3,38% 46.717 2,43% 2,91%

2.232.586 0,94% 38.068 1,98% 1,46%

Tabel 3.2. Proporsi Kontribusi Provinsi terhadap IKLH Nasional

(24)

BAB III Indeks Kualitas Lingkungan Hidup A. Indeks Provinsi dan Nasional

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013

Secara konsepsi, perhitungan indeks termasuk Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) memiliki sifat komparatif yang berarti nilai satu provinsi relatif terhadap provinsi lainnya. Dalam perspektif IKLH, angka indeks ini bukan semata-mata peringkat, namun lebih kepada suatu dorongan upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup. Dalam konteks ini para pihak di tingkat provinsi terutama pemerintah provinsi dapat menjadikan IKLH sebagai titik referensi untuk menuju angka ideal, yaitu 100. Semakin jauh dengan angka 100, mengindikasikan harus semakin besar upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan.

Selain komparatif terhadap provinsi lainnya, angka indeks nasional dapat menjadi acuan, apabila angka indeks provinsi berada dibawahnya (lebih kecil) artinya ada dalam kategori upaya yang harus terakselerasi sedangkan apabila diatasnya (lebih besar) artinya ada dalam kategori pemeliharaan.

Untuk mendapatkan angka nasional ini, masing-masing provinsi memberikan kontribusi berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayahnya terhadap total jumlah Indonesia. Untuk detailnya dapat dilihat

(25)

Berdasarkan perhitungan IKLH 2014, upaya yang lebih besar dalam pengelolaan lingkungan hidup berlaku terhadap semua provinsi, karena pada dasarnya IKLH Nasional masih berada pada posisi yang relatif kurang. Angka 63,42 dari IKLH Nasional ini memiliki arti kurang. Berikut ini adalah klasifikasi penjelasan kualitatif dari angka Indeks.

Tabel 3.3 Rentang Nilai IKLH

IKLH

Unggul X > 90

Sangat baik 82 < X ̥ 90

Baik 74 < X ̥ 82

Cukup 66 ̥ X ̥ 74

Kurang 58 ̥ X < 66

Sangat Kurang 50 ̥ X < 58

Waspada X < 50

X > 90 82 < X ̥ 90 74 < X ̥ 82

66 ̥ X ̥ 74

58 ̥ X < 66 50 ̥ X < 58 X < 50 Unggul

Sangat baik Baik

Cukup Kurang

Sangat Kurang Waspada

IKLH

Pembagian kategori penjelasan kualitatif ini didasari pada sebaran angka dalam perhitungan indeks. Pembagian ini masih dapat disempurnakan lagi seiring upaya pencapaian dalam membangun IKLH yang ideal. Kategorisasi penjelasan kualitatif ini dapat juga dijadikan dasar pembuatan kebijakan dengan penggunaan bahasa yang digunakan lebih mudah dipahami sebagai bahasa komunikasi, terutama bagi publik. Sebagai contoh, Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dan D.I. Yogyakarta EHUDGD GDODP NDWHJRUL ³ZDVSDGD´ +DO LQL GDSDW GLMDGLNDQ EDKDVD EHUVDPD GDUL VHOXUXK SHPDQJNX

kepentingan untuk berbuat sesuai dengan proporsi dan kemampuan masing-masing untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Sebaliknya pada posisi teratas, yaitu Provinsi Papua Barat dengan kategori

³VDQJDWEDLN´KDUXVEHUDGDSDGDSRVLVLPHPSHUWDKDQNDQGDQMXJDVHODOXEHUXSD\DXQWXNPHQLQJNDW

SDGDSRVLVL³XQJJXO´

Esensi dari IKLH yang dilihat berdasarkan indikator media adalah sebagai berikiut:

1. Udara yang secara nasional memiliki angka indeks 80,54 masih relatif baik.

Ć Titik pantau dilakukan di 193 kabupaten/kota, mayoritas kota sedang dan kecil.

Ć Parameter NOx kecenderungan meningkat (memburuk). Hal ini seiring dengan pertambahan kendaraan bermotor.

Ć Parameter SOx kecenderungan menurun (membaik). Parameter ini dominannya berasal dari industri (batubara dan solar).

Ć Parameter SOx pada tahun 2014 relatif kurang valid sehingga mayoritas menggunakan

BAB III Indeks Kualitas Lingkungan Hidup A. Indeks Provinsi dan Nasional

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013

(26)

Ć Provinsi kepulauan Riau memiliki data SOx dan NOx tahun 2014 relatif kurang valid sehingga untuk perhitungannya menggunakan data tahun 2013

Ć Provinsi Papua Barat tidak memiliki data terbaru, sehingga menggunakan data tahun 2012 Ć Provinsi Maluku Utara tidak memiliki data maka digunakan data dari Laporan Status

Lingkungan Hidup Daerah 2012 Provinsi Maluku Utara. Data yang didapatkan merupakan pemantauan 1 jam (hourly) dengan standar perhitungan untuk 1 jam (hourly). Data ini tentu saja tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan data passive sampler namun sedikitnya dapat tetap menjadi gambaran.

2. Air yang secara nasional memiliki angka indeks 52,19 berada dalam kondisi sangat ku- rang atau mengkhawatirkan.

Titik pantau dilakukan di 33 provinsi, pada umumnya sungai utama yang lintas-provinsi, yaitu sebagai berikut :

Sungai yang dipantau dengan jumlah total 99 sungai dan anak sungai

- Sungai utama : 58 sungai - Anak Sungai : 41 anak sungai

Titik Pantau dengan jumlah titik pantau : 533 titik pantau - Titik pantau sungai utama : 483 titik pantau

- Titik pantau anak sungai : 50 titik pantau

Pada umumnya kondisi air di seluruh bagian Indonesia masih mengkhawatirkan, kecuali di beberapa di wilayah Sumatera.

3. Tutupan Hutan yang secara nasional memiliki angka indeks 59.01 yang dapat diartikan berada dalam kondisi relatif kurang.

Pada umumnya kondisi tutupan hutan di Jawa dan Sumatera adalah mengkhawatirkan.

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012, IKLH 2013 dan IKLH 2014

Pada tahun 2014 diperoleh data tutupan hutan yang merevisi data tutupan hutan hingga tahun 2000. Oleh karenanya dilakukan revisi terhadap IKLH 2011, 2012 dan 2013 seiring dengan perhitungan 2014. Revisi data ini mempunyai konsekuensi pada perubahan atau revisi mengubah nilai indeks namun tidak secara siginifikan. Selain daripada itu, sehubungan adanya penyempurnaan perhitungan IKLH

BAB III Indeks Kualitas Lingkungan Hidup A. Indeks Provinsi dan Nasional

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013

(27)

sejak tahun 2013, untuk melihat perkembangan IKLH baik pada tingkat nasional maupun tingkat provinsi, dilakukan perhitungan ulang pada IKLH 2011, 2012 dan 2013 dengan struktur, indikator dan parameter serta standar yang sama. Hasil perhitungan ulang IKLH 2013 dan 2012 adalah sebagaimana tercantum pada tabel-tabel berikut:

Tabel 3.4. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2013

No Provinsi Indeks

Udara 2013

Indeks Air 2013

Indeks Tutupan

Hutan 2013

IKLH 2013

1 Aceh 91.28 51.54 72.17 71.72

2 Sumatera Utara 87.81 60.67 45.89 62.90

3 Sumatera Barat 86.41 52.71 65.13 67.79

4 Riau 52.89 48.71 50.60 50.72

5 Jambi 85.46 51.00 47.09 59.77

6 Sumatera Selatan 83.86 63.20 37.47 59.10

7 Bengkulu 87.61 64.12 55.03 67.53

8 Lampung 79.19 62.00 30.92 54.72

9 Bangka Belitung 84.36 64.25 36.77 59.29

10 Kepulauan Riau 94.45 58.67 53.30 67.26

11 DKI Jakarta* 41.51 34.71 31.99 35.66

12 Jawa Barat 65.56 41.80 38.98 47.80

13 Jawa Tengah 79.43 45.47 51.33 58.00

14 DI. Yogyakarta 86.04 42.57 33.08 51.81

15 Jawa Timur 72.45 49.10 49.47 56.25

16 Banten 57.79 47.10 37.16 46.33

17 Bali 82.80 57.00 38.90 57.50

18 Nusa Tenggara Barat 86.82 54.13 63.72 67.77

19 Nusa Tenggara Timur 83.51 50.14 60.23 64.19

20 Kalimantan Barat 87.74 61.00 58.73 68.12

21 Kalimantan Tengah 88.92 50.13 69.53 69.53

22 Kalimantan Selatan 81.83 46.16 44.51 56.20

23 Kalimantan Timur 84.79 48.67 80.93 72.41

24 Sulawesi Utara 83.97 47.54 60.30 63.57

25 Sulawesi Tengah 87.96 65.56 81.01 78.46

26 Sulawesi Selatan 87.98 57.14 50.10 63.58

27 Sulawesi Tenggara 86.50 49.38 69.87 68.71

28 Gorontalo 90.24 50.00 80.28 74.19

29 Sulawesi Barat 86.58 57.11 67.59 70.14

30 Maluku 90.90 45.67 82.04 73.78

31 Maluku Utara** 96.94 51.67 82.22 77.47

32 Papua Barat 91.03 54.44 99.51 83.45

33 Papua 88.67 58.00 97.44 82.98

BAB III Indeks Kualitas Lingkungan Hidup A. Indeks Provinsi dan Nasional

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013

(28)

Tabel 3.5. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2012

No Provinsi

Indeks Udara

2012

Indeks Air 2012

Indeks Tutupan

Hutan 2012

IKLH 2012

1 Aceh 89.65 57.00 72.67 73.06

2 Sumatera Utara 85.50 62.00 46.15 62.71

3 Sumatera Barat 86.02 59.29 65.51 69.80

4 Riau 51.91 54.30 50.65 52.12

5 Jambi 84.49 55.00 48.77 61.36

6 Sumatera Selatan 84.06 55.00 37.54 56.73

7 Bengkulu 87.26 57.40 55.66 65.66

8 Lampung 78.44 53.29 30.96 51.90

9 Bangka Belitung 83.93 59.50 36.76 57.73 10 Kepulauan Riau 89.46 61.00 53.63 66.59

11 DKI Jakarta* 44.31 41.05 32.06 38.43

12 Jawa Barat 65.53 43.75 38.96 48.37

13 Jawa Tengah 79.27 52.40 51.37 60.05

14 DI. Yogyakarta 83.65 49.04 33.07 53.03

15 Jawa Timur 68.88 57.09 49.54 57.61

16 Banten 53.13 53.50 37.16 46.85

17 Bali 83.64 61.50 38.91 59.11

18 Nusa Tenggara Barat 86.20 54.00 63.76 67.57 19 Nusa Tenggara Timur 87.84 54.82 60.26 66.90 20 Kalimantan Barat 89.19 63.25 60.45 69.91 21 Kalimantan Tengah 88.48 54.25 70.06 70.84 22 Kalimantan Selatan 77.46 53.26 44.71 57.10 23 Kalimantan Timur 83.94 51.39 81.31 73.12 24 Sulawesi Utara 84.90 53.85 60.31 65.75 25 Sulawesi Tengah 87.96 70.00 81.48 79.98 26 Sulawesi Selatan 87.98 61.00 50.16 64.76 27 Sulawesi Tenggara 84.65 56.50 69.95 70.32

28 Gorontalo 89.17 52.19 80.69 74.69

29 Sulawesi Barat 87.03 60.84 67.72 71.45

30 Maluku 89.71 48.67 82.06 74.34

31 Maluku Utara** 96.94 57.57 82.39 79.31

32 Papua Barat 91.03 54.50 99.61 83.50

33 Papua 90.19 55.00 97.48 82.55

Indeks Nasional 79.61

54.58

59.26

63.96 BAB III Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

A. Indeks Provinsi dan Nasional

B. Perbandingan IKLH 2011, IKLH 2012 dan IKLH 2013

Referensi

Dokumen terkait

Cara yang dapat dilakukan melalui pelatihan kerja sebagai media bagi karyawan untuk memperoleh pengetahuan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab dari

Pertambangan dengan pola penambangan terbuka di kawasan hutan lindung hanya diperkenankan kepada 13 izin/perjanjian di bidang pertambangan sebagaimana diatur dengan keputusan

• Verifikasi hasil pemetaan sebaran lahan terkontaminasi Limbah B3 • Kesesuaian pelaksanaan pemulihan dengan jadwal dan tenggat waktu penyelesaian pemulihan.. •

Hasil uji menunjukkan bahwa nilai intensitas cahaya yang diterima phototransistor yang direpresentasikan oleh nilai peak-to-peak pada tegangan output akan mengalami

6 Perhitungan dengan menggunakan metode storet dapat diketahui bahwa kualitas air sungai di Kota Bogor menggunakan Indeks Pencemaran dan Indeks Storet,

Agenda Pembangunan Terkait dengan Lingkungan Hidup Arah Kebijakan • PERBAIKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP Sasaran • MENINGKATNYA KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP  IKLH 66.5- 68.5

 Dosis awal pengujian untuk RT yang diberikan adalah 1,6 kali lebih rendah dari LD50 yang tertera pada Material Safety Data Sheet.  Berdasarkan metode up and down dari OECD

• Indikator Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Nasional (IKLH) tidak tercantum dalam RPJMN 2010-2014, namun dapat mewakili kondisi kualitas lingkungan hidup di Indonesia.. •