Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 1
PENGARUH LEVEL MADU DI DALAM PENGENCER TRIS KUNING TELUR TERHADAP DAYA HIDUP DAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMA
DOMBA LOKAL
THE EFFECT OF HONEY LEVEL IN TRIS EGG YOLK DILUENTS ON VIABILITY AND INTACT PLASMA MEMBRANE (IPM) OF LOCAL RAM SPERM
Dini Nurmariah Eka Pratiwi*, Soeparna**, Nurcholidah Solihati**
Universitas Padjadjaran
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian mengenai “Pengaruh Level Madu di Dalam Pengencer Tris Kuning Telur Terhadap Daya Tahan Hidup dan Keutuhan Membran Plasma Sperma Domba Lokal”
dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi Ternak dan Inseminasi Buatan Fakultas Perternakan Universitas Padjadjaran, sejak bulan Mei sampai Juli 2015. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian level madu di dalam pengencer Tris – kuning telur (tanpa fruktosa) terhadap daya hidup dan keutuhan membran plasma sperma domba local dan mengetahuipada level madu yang menghasilkan daya hidup dan keutuhan membran plasma paling tinggi pada suhu penyimpanan 50C. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan yang diberikan yaitu pemberian empat level madu (1%.
2%. 3%. Dan 4%) dan satu perlakuan tanpa madu. Disimpulkan bahwa pengaruh pemberian level madu dalam pengencer tris kuning telur tidak memberikan pengaruh terhadap daya hidup dan keutuhan membran plasma sperma.
Kata Kunci : Madu, Sperma, Domba Lokal, Daya Hidup Sperma, Membran Plasma.
ABSTRACT
The research of " the effect of honey level in tris egg yolk diluents on the viability and intact plasma membrane (ipm) of local ram sperm" carried in Laboratory Animal Reproduction and Artificial Insemination of Faculty Animal Husbandry, Universitas Padjadjaran, since May until July , 2015. This reasearch aimed to knew the effect of the honey level in the Tris - yolk (no fructose) on the the viability and intact plasma membrane (ipm) of local ram sperm and determined the level of honey that produced vitality and integrity of the membrane plasma in the most high storage temperature 50C. The experimental design used was Complete Random Design. Treatments accorded were four levels of administrated of honey (1%, 2%, 3%, and 4%) and one treatment without honey. It is concluded that the effect of honey in the diluent level could not provide effect on viability and intact plasma membrane (ipm) of local ram sperm.
Keywords: Honey, Sperm, Local Ram, Vitality Sperm, Membrane Plasma
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 2
PENDAHULUAN
Daging domba merupakan salah satu produk peternakan yang menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan daging di masyarakat, agar dapat memenuhi kebutuhan maka populasi ternak domba harus ditingkatkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi yaitu dengan pemanfaatan teknologi reproduksi peternakan melalui teknik Inseminasi Buatan (IB) dengan menggunakan semen beku. Upaya lain yang harus diperhatikan adalah adanya ternak betina untuk aplikasi dari teknologi Inseminasi Buatan tersebut. Inseminasi Buatan ini akan lebih efisien dan efektif pada saat berada diperusahaan besar yang memiliki banyak ternak betina.
Terdapat hal yang penting diperhatikan dalam program kegiatan IB pada ternak tidak hanya kualitas dan kuantitas semen dari hasil ejakulasi seekor pejantan, tetapi tergantung kepada kemampuan untuk mempertahankan kualitas dan memperbanyak volume semen yang dapat disimpan untuk waktu yang lebih lama setelah ejakulasi sehingga lebih banyak betina yang diinseminasi dan inseminasi dapat dilakukan di tempat yang jauh dari ternak jantan.
Agar sperma yang dihasilkan oleh seekor pejantan dimanfaatkan secara efisien maka semen ini dapat diencerkan untuk disimpan dalam waktu yang cukup lama dengan kualitas sperma yang baik. Pengenceran ini bertujuan untuk memperbesar volume sperma dari seekor pejantan unggul karena setiap ejakulat mampu menginseminasi banyak betina, mengurangi kepadatan spermatozoa, dan dapat menjaga kelangsungan hidup sperma sampai batas waktu tertentu dengan kondisi dibawah titik beku.
` Bahan pengencer selain sebagai buffer atau penyangga bagi sperma juga sebagai bahan pelindung sperma yang mengandung beberapa zat hidrat arang sederhana yang berfungsi melindungi spermatozoa. Zat hidrat arang sederhana seperti glukosa dapat dipakai sebagai sumber energi bagi spermatozoa agar dapat bertahan hidup lebih lama. Madu mengandung 38% fruktosa; 31% glukosa; 17,1% air; 7,2% maltose; 4,2% trisakarida dan beberapa polisakarida, 1,5% sukrosa, 0,5% mineral, vitamin dan enzim (United States Department of Agriculture (USDA) dalam Arsetyo, dkk (2012). Penambahan madu ke dalam pengencer tris kuning telur diharapkan dapat meningkatkan daya hidup sperma dan dapat menjaga tingkat keutuhan membran plasma spermatozoa. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Level Madu Di Dalam Pengencer Tris – kuning telur Terhadap Daya Hidup dan Keutuhan Membran Plasma Sperma Domba Lokal”.
BAHAN DAN METODE 1. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Air hangat, vaseline, sperma, larutan NaCL fisiologis, tris, kuning telur, aquabides, fruktosa, asal sitrat, penicillin, streptomycin, madu randu perhutani, fruktosa, dan Na citrat.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Satu set vagina buatan, termometer, tabung penampung, mikroskop, cover glass, pipet hemocytometer, kamar hitung nebauer, pH meter, pembakar bunsen, gelas objek, spuit, tabung reaksi, rak tabung, aluminium foil, beaker glass, batang pengaduk, dan inkubator.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen. Metode eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 3
penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suatu perlakuan terhadap objek penelitian.
2.1. Penampungan Semen
Tahap pertama menyiapkan pemancing (domba betina) dan domba jantan (untuk ditampung spermanya). Selanjutnya menyiapkan unit vagina buatan. Mengisi satu unit vagina buatan dengan air hangat dengan suhu kurang lebih 40oC. Menampung sperma dari pejantan. Di bawa ke laboratorium untuk dievaluasi secara makroskopik dan mikroskopik.
2.2. Pemeriksaan Makroskopis
Volume semen dapat dilakukan dengan melihat skala yang tertera pada tabung penampung. Pemeriksaan pH dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan indikator pH.
Konsistensi semen dapat dilihat dengan memiringkan tabung penampung semen lalu menegakannya kembali. Bila jatuhnya semen lambat maka konsistensinya tinggi. Warna dapat dilihat dengan memperhatikan warna semen dan diperhatikan apakah ada kelainan pada semen seperti warna merah akibat kontaminasi darah atau warna hijau akibat kontaminasi kotoran.
2.3. Pemeriksaan Mikroskopis 1. Gerakan massa sperma
Gerakan massa spermatozoa dapat dilihat dengan meletakan satu tetes semen pada gelas objek, kemudian diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10.
2. Perhitungan konsentrasi spermatozoa total menggunakan Haemacytometer dan Kamar Hitung Neubauer. Isap semen yang belum diencerkan dengan menggunakan pipet erythrocyt sampai dengan tanda 0,5. Kemudian isap NaCl 3% sampai tanda 101. Setelah itu dengan hati- hati gerakan pipet membentuk angka 8 selama 2- 3 menit. Buang beberapa tetesan cairan dari pipet kemudian masukan 1 tetes melalui celah ke dalam kamar hitung Neaubauer yang sudah dipasangi gelas penutup (cover glass) di atasnya. Kemudian hitung jumlah sel spermatozoa dalam 5 kamar dihitung melalui arah diagonal dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 45. Perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :
X x (400/80) x 10 x 200
= 10.000 x spermatozoa/mm3 atau
= X x 107 spermatozoa/ml semen 3. Motilitas Spermatozoa
Dihitung melalui perhitungan konsentrasi sperma total dan konsentrasi sperma mati dengan meletakan satu tetes semen pada kamar hitung Neubauer. Cara perhitungan konsentrasi sperma mati sama dengan menghitung konsentrasi sperma total, tetapi larutan yang dihisap adalah NaCl fisiologis. menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Keterangan : Y= Motilitas Sperma.
4. Keutuhan Membran Plasma
Standar kualitas spermatozoa beku yaitu mempunyai nilai MPU diatas 30% (Evan dan Maxwell, 1987). MPU ditentukan dengan menghitung persentase spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh dengan metode hypoosmotic swelling test, larutan HOST dibuat menurut (Saemi dkk, 2012), dengan menggunakan bahan NaCl 0,0032 M (0,173 mg NaCl
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 4
dilarutkan dalam 100 ml aquadest). Sebanyak 0,1 ml semen ditambahkan dengan 0,5 ml larutan HOST. Untuk mengamatinya membuat preparat ulas tipis pada gelas objek dan dievaluasi menggunakan mikroskop dengan jumlah minimum 200 spermatozoa.
2.4. Perhitungan Kebutuhan Pengencer
Setelah melakukan pemeriksaan secara makroskopik dan mikroskopik, semen yang memenuhi syarat, segera dicampur dengan larutan pengencer. Cara menghitung volume pengencer yang digunakan berdasarkan volume dan kualitas semen yang di dapat dengan rumus :
1) Perhitungan jumlah dosis
2) Perhitungan volume pengencer dan semen VPS = Jumlah dosis x Volume inseminasi 3) Volume pengencer yang ditambahkan
VP = (Volume pengencer dan semen) – (Volume semen) 2.5. Pengenceran Sperma
Saat dilakukan pengenceran semen ini, semen segar yang telah dikoleksi dan dievaluasi dibagi menjadi lima bagian untuk kemudian dicampur dengan pengencer tris-kuning telur.
Kemudian saat ditambahkan madu, masing-masing bagian diberikan level madu yang berbeda yaitu : 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%.
Prosedur pembuatan pengencer Tris-Kuning Telur Ditambah Madu sebagai berikut : 1) Menimbang 3,634 gram kristal Tris (hydroxymethyl) aminomethane; 1,99 gram
Asam Sitrat Monohidrat dan fruktosa 0,5 gr. Ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml yang bersih. Tambahkan aquabidestilata steril sampai mencapai 100 ml. Pindahkan larutan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml dan tutup dengan aluminium foil atau paraffin film. Penggunaan fruktosa hanya dilakukan satu kali pada saat belum dicampur dengan madu.
2) Mencampurkan 20% kuning telur dengan larutan Tris – fruktosa – asam sitrat dalam beaker glass 100 ml, kemudian aduk secara perlahan-lahan hingga homogen.
3) Menambahkan 100.000 IU penicillin dan 100 mg streptomycin ke dalam larutan Natrium Sitrat kuning telur (1000 IU penicillin dan 1 mg streptomycin untuk setiap milliliter pengencer).
4) Selanjutnya menutup beaker glass menggunakan alumunium foil atau paraffin film.
5) Larutan pengencer Tris-Kuning telur siap digunakan.
6) Berikutnya melakulan pemisahan terhadap semen yang di dapat saat penampungan secara merata pada setiap tabung yang terdiri dari 5 tabung sesuai perlakuan dari penelitian.
7) Selanjutnya melakuan pemcampuran semen dengan larutan pengencer Tris Kuning telur untuk perlakuan ke 0.
8) Untuk perlakuan 1 sampai 4 pencampuran dilakuan terhadap semen menggunaka pengencer Tris kuning telur tanpa fruktosa yang diganti dengan madu pada berbagai level yang berbeda yaitu : 0%, 1%, 2%, 3%, dan 4%. Volume
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 5
pengencer yang digunakan didapat dari hasil perhitungan berdasarkan volume dan kualitas semen segar yang didapat saat penampungan.
9) Lakukan pengamatan terhadap daya tahan hidup dan keutuham membran plasma, sampai sperma mati.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Semen Segar Domba Lokal
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian ini baik secara makroskopis maupun mikroskopis diperoleh rataan karakteristik kualitas semen segar domba lokal seperti yang tercantum pada Tabel 3.
Tabel 1. Rataan Karakteristik Semen Segar Domba Lokal
Parameter Hasil penelitian
Volume 0,9
Ph 6,55
Konsistensi Encer
Warna Krem
Gerakan massa +++
Motilitas (%) 87.94
Konsentrasi Total (juta/ml) 3257.5
MPU (%) 62,5
Bau Amis khas domba
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa rataan karakteristik semen segar domba lokal yang diperoleh baik secara makroskopis maupun mikroskopis menunjukkan hasil yang normal. Pada umumnya volume semen segar domba berkisar 0,8 – 1,2 ml (Feradis, 2010(a)).
Hasil penelitian mengenai derajat keasaman semen domba normal yaitu 6,55 sesuai dengan Hafez dkk., (1959) dalam Toelihere (1993) yang berkisar 6,2 – 7,0. Konsistensi, warna, geraka massa dan bau menunjukan hasil yang normal. Menurut Hafez dkk., (1959) dalam Toelihere (1993), bahwa konsistensi atau kekentalan semen domba yaitu kental dan berwarna krem serta memiliki konsentrasi 2000 juta sampai 3000 juta lebih sel spermatozoa per ml.
Perbedaan perolehan nilai yang terjadi antara konsistensi dan konsentrasi semen cukup tinggi pada domba lokal ini dapat disebabkan oleh kondisi fisik ternak, seperti umur yang masih produktif, bobot badan yang optimum, kualitas pakan, dan frekuensi penampungan semen yang ideal, seperti pernyataan Toelihere (1993), bahwa kualitas semen dipengaruhi oleh umur, bobot badan, kualitas pakan, dan frekuensi penampungan. Bobot badan yang tinggi dapat menyebabkan pejantan menjadi lamban, sulit atau tidak dapat berkopulasi karena kemalasannya, kelemahan kaki belakang, dan penurunan libido (Flipse dan Almquist, 1961 dalam Toelihere 1993). Gerakan masa spermatozoa terlihat gelombang besar, banyak, gelap, tebal, dan aktif mempunyai nilai sangat baik yaitu (+++) sesuai dengan Toelihere (1993), bahwa berdasarkan penilaian gerakan masa, kualitas semen dapat ditentukan dengan (+++), terlihat gelombang – gelombang besar, banyak, gelap, tebal, dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam dekat waktu hujan. Bau yang dihasilkan yaitu bau amis khas ternak domba.
Berdasarkan uraian di atas semen tersebut layak untuk diproses lebih lanjut.
Pengaruh Perlakuan terhadap Daya Tahan Hidup Sperma Domba Lokal (Jam)
Daya tahan hidup merupakan kemampuan spermatozoa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam waktu tertentu yang dapat diukur berdasarkan nilai motilitas.
Pengamatan daya tahan hidup spermatozoa dilakukan pada saat semen disimpan pada suhu 50C. Pengamatan ini dilakukan setiap 12 jam setelah pengenceran, selanjutnya setelah
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 6
motilitas mencapai ± 40% maka pengamatan dilakukan setiap 6 jam. Hasil penelitian mengenai pengaruh penambahan madu dengan berbagai konsentrasi terhadap daya tahan hidup sperma domba lokal dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Daya Tahan Hidup Sperma Domba Lokal
Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
---Jam---
1 77,33 80 121,50 96 84
2 84 84 84 80 74
3 85,09 96 84 75 96
4 108 96 96 108 72
Jumlah 354,42 356 385,50 359 326
Rata – rata 88,60 89 96,37 89,75 81,50
ST.Dev 13,38 8,25 17,68 15,11 11
Keterangan :
P0 = Pengencer Tris-Kuning Telur (dengan fruktosa) + 0% madu dari total pengencer P1 = Pengencer Tris-Kuning Telur (tanpa fruktosa) + 1% madu dari total pengencer P2 = Pengencer Tris-Kuning Telur (tanpa fruktosa) + 2% madu dari total pengencer P3 = Pengencer Tris-Kuning Telur (tanpa fruktosa) + 3% madu dari total pengencer P4 = Pengencer Tris-Kuning Telur (tanpa fruktosa) + 4% madu dari total pengencer.
Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan daya tahan hidup sperma berkisar antara 81,5 sampai 96,37 jam. Badan Standarisasi Nasional menetapkan kualitas semen sesudah proses pendinginan dan pembekuan harus menunjukan spermatozoa hidup (viabilitas) minimal 40%
(Anonimous, 2005). Rataan daya tahan hidup sperma ini diambil pada saat motilitas mencapai 40%. Rataan daya tahan hidup sperma pada penelitian ini secara berurutan dari yang terendah sampai tertinggi yaitu pengencer tris - kuning telur tanpa fruktosa dan mengandung madu 4% dari total pengencer (P4 = 81,50 jam), pengencer tris - kuning telur dengan fruktosa dan tidak mengandung madu yaitu (P0 = 88,60 jam), pengencer tris - kuning telur tanpa fruktosa dan mengandung madu 1% dari total pengencer (P1 = 89 jam), pengencer tris - kuning telur tanpa fruktosa dan mengandung madu 3% dari total pengencer (P3 = 89,75 jam), pengencer tris – kuning telur mengandung 2% madu dari total pengencer (P2 = 96,37 jam).
Pengaruh penambahan madu pada semen cair domba lokal dengan berbagai konsentrasi terhadap daya tahan hidup sperma dapat diketahui dengan sidik ragam. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan berbagai tingkat madu dalam pengencer semen tidak berbeda nyata (p<0,05) terhadap daya tahan hidup semen cair domba lokal. Hal ini dapat menunjukkan bahwa penambahan madu ke dalam pengencer tris – kuning telur dapat menggantikan fruktosa namun tidak memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil rata – rata yang memiliki angka tidak terlalu jauh antara perlakuan dengan kontrol.
Madu dapat menggantikan fruktosa karena madu merupakan bahan yang mengandung sumber energi tinggi dan merupakan cairan kental yang dihasilkan oleh lebah madu dari berbagai sumber nektar. Komponen utama dari nektar adalah sukrosa, fruktosa, dan glukosa serta terdapat juga dalam jumlah sedikit zat – zat gula lainnya seperti maltosa, melibiosa, rafinosa serta turunan karbohidrat lainnya (Adji, 2004). Karbohidrat yang terkandung dalam bahan pengencer mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai sumber energi, mengatur tekanan osmotik dan sebagai krioprotektan ekstraseluler (Yildiz dkk., 2000). Penambahan sedikit jumlah glukosa dapat meningkatkan dan memperpajang aktivitas motilitas spermatozoa
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 7
(Smith dkk, 1954 di dalam Olayemi dkk, 2011). Menurut mann dan Lutwak-Mann (1948) fruktolisis berperan penting terhadap daya hidup spermatozoa mamalia. Diantara lima perlakuan, yang menghasilkan daya tahan hidup sperma paling tinggi yaitu pada konsentrasi madu 2% yaitu perlakuan P2. Terjadinya penurunan viabilitas spermatozoa setelah proses pendinginan dan pembekuan bisa disebabkan karena pengaruh fisik saat perlakuan yang menyebabkan kematian. Pengaruh fisik tersebut diakibatkan oleh gesekan antar spermatozoa, antar spermatozoa dengan dinding tabung, atu antar globul lemak dari kuning telur sehingga menyebabkan kecenderungan penurunan viabilitas seiring dengan tingkat pengenceran yang berbeda (Munazaroh, A.M, dkk).
Daya tahan hidup sperma yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 81,5 sampai 96,37 dengan motilitas lebih besar sama dengan 40% yang artinya data tahan hidup sperma ini masih memenuhi standar dan normal. Penambahan madu 1% - 4% juga menunjukan hasil yang memenuhi standar dengan nilai rata – rata P1= 89 jam, P2 = 96,37 jam, P3 = 89,75 jam, dan P4 = 81,5 jam. Sesuai dengan Qomariyah, dkk (2001) bahwa daya hidup sperma domba priangan yang disimpan pada bahan pengencer yang mengandung 30% kuning telur dan 70% air kelapa memberikan daya hidup selama 79,0 jam dengan motilitas 40%.
4.3. Pengaruh Perlakuan terhadap Keutuhan Membran Plasma Sperma Domba Lokal Membran sel merupakan bagian terluar yang membatasi bagian dalam dengan lingkungan luar sel dan berperan sebagai filter pada pertukaran zat-zat intraseluler dan ekstraseluler yang dipertahankan dalam proses metabolisme (Garner dan Hafez, 2000 dalam Ba’a La Ode, 2010). Keutuhan membran plasma sangat diperlukan oleh spermatozoa, karena kerusakan membran plasma akan berpengaruh terhadap proses metabolisme dan berhubungan dengan motilitas serta daya hidup spermatozoa yang dihasilkan. Metabolisme sel akan berlangsung baik jika membran plasma sel berada dalam keadaan yang utuh, sehingga mampu dengan baik mengatur lalu lintas masuk dan keluar dari sel semua substrat dan elektrolit yang dibutuhkan dalam proses metabolisme. Membran plasma utuh dapat dilihat dengan menggunakan larutan hipoosmotik. Prinsip dari hypoosmotic swelling test (HOST-Test) adalah memaparkan larutan hipoosmotik kedalam semen sampai tercapai equilibrium antara sitoplasma dengan lingkungan ekstraseluler. Membran plasma yang utuh akan ditandai dengan melengkungnya ekor spermatozoa sedangkan spermatozoa dengan membran plasma yang rusak tidak terlihat pembengkokan ekor karena membran plasma tidak dapat mempertahankan larutan hipoosmotik. Pengamatan keutuhan membran plasma ini dilakukan dengan cara membuat preparat ulas tipis pada gelas objek dan dievaluasi menggunakan mikroskop dengan jumlah minimum 200 spermatozoa. Hasil penelitian mengenai pengaruh penambahan madu dengan berbagai konsentrasi terhadap keutuhan membran plasma sperma domba lokal dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil penelitian pada tabel di bawah didapat pada saat motilitas sperma mencapai 40%.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 8
Tabel 3. Rataan Persentasi Keutuhan Membran Plasma Sperma Domba Lokal
Ulangan Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
...(%)...
1 64,55 52,20 53,65 52,00 57,00
2 51,21 56,74 56,62 39,40 41,66
3 50,38 47,96 42,35 40,00 40,22
4 61,35 57,14 39,21 43,50 39,80
Jumlah 227,49 214,06 191,83 174,90 178,68
Rata - rata 56,87 53,52 47,96 43,73 44,67
ST. Dev 7,15 4,32 8,47 5,80 8,26
Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan membran plasma utuh sperma domba lokal berkisar antara 43,01 sampai 61,70 persen. Rataan keutuhan membran plasma sperma secara berurutan dari yang terendah sampai tertinggi yaitu pengencer tris - kuning telur tanpa fruktosa dan mengandung madu 3% dari total pengencer (P3 = 43,73%), pengencer tris - kuning telur tanpa fruktosa dan mengandung madu 4% dari total pengencer (P4 = 44,67%), pengencer tris - kuning telur tanpa fruktosa dan mengandung madu 2% dari total pengencer (P2 = 47,96%), pengencer tris - kuning telur tanpa fruktosa dan mengandung madu 1% dari total pengencer (P1 = 53,52%), pengencer tris – kuning telur dengan fruktosa dan 0% madu dari total pengencer (P0 = 56,87%). Hasil yang didapat pada penelitian ini melebihi standar yang digunakan untuk Inseminasi Buatan yaitu sebesar 30% Evans dan Maxwell (1987), yang artinya nilai MPU yang diperoleh masih memenuhi standar kualitas untuk Inseminasi Buatan.
Pengaruh perlakuan penambahan semen cair domba lokal dengan berbagai konsentrasi madu terhadap keutuhan membran plasma sperma dilakukan dengan sidik ragam yang menunjukkan bahwa penggunaan berbagai tingkat madu dalam pengencer semen tidak memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dan menunjukkan bahwa hasil rataan penelitian ini tidak berbeda jauh pada setiap perlakuannya. Hal ini disebabkan karena madu memiliki beberapa jenis karbohidrat yaitu glukosa, fruktosa, dan sukrosa (Poedjiadi, 1994). Beberapa jenis karbohidrat yang sering dimanfaatkan adalah: glukosa pada semen beku domba (Molinia dkk., 1993 dalam Labetubun dan Siwa, 2011). Namun perlakuan madu (P1, P2, P3, dan P4) memberikan persentase yang menurun dan lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan P0 yang menggunakan pengencer yang biasanya digunakan. Hal ini diduga karena kondisi pH yang menurun. Penurunan pH ini disebabkan oleh peningkatan jumlah asam laktat dalam larutan pengencer yang merupakan produk metabolisme fruktosa dan glukosa (Mann dan Lutwak-Mann, 1948). Dengan menurunnya pH ke arah yang lebih asam diakibatkan oleh semakin berkurangnya buffer akan menurunkan tingkat motilitas spermatozoa seiring dengan semakin lama waktu penyimpanan pada suhu 50C (Toelihere, 1985). Menurut Erywiyanto, dkk (2012) madu dapat memberikan pengaruh terhadap tumbuhnya bakteri Streptococcus pyogenes. Streptococcus pyogenes merupakan bakteri yang bersifat anaerob fakultatif. Penyebab lain yaitu diduga diakibatkan oleh penurunan pH larutan. Menurut Toelihere (1985) mengatakan, bahwa metabolisme spermatozoa dalam keadaan anaerobik akan menghasilkan asam laktat yang bertimbun dan meningkatkan derajat keasaman atau menurunkan pH larutan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat (fruktosa) dalam madu tidak memberikan hasil yang nyata terhadap keutuhan membran plasma. Hal ini dikarenakan kandungan karbohidrat yang ada dalam madu yang akan menyebabkan terjadinya radikal
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 9
bebas. Radikal bebas berperan dalam terjadinya berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan radikal bebas adalah spesi kimia yang memiliki pasangan elektron bebas di kulit terluar (Sofia, 2003) sehingga sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan makromolekul sel, seperti:
protein, lipid, karbohidrat, atau DNA (Langseth, 1995). Berbagai jaringan yang dapat mengalami kerusakan akibat ROS diantaranyan ialah Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), lipid dan protein. Bila terjadi pada DNA sel germinal baik di dalam ovarium maupun testis, sedangkan kerusakan DNA pada sel somatic dapat mengarah pada inisiasi keganasan dan protein (Bender, 2009).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh pemberian level madu dalam pengencer tris kuning telur tidak memberikan pengaruh terhadap daya hidup dan keutuhan membran plasma sperma domba lokal.
SARAN
Penamban madu ke dalam pengencer sebaiknya ditambahkan dengan bahan lain terlebih dahulu agar tidak mengalami pengendapan yang dapat menyebabkan spermatozoa tidak dapat bertahan hidup lebih lama. Serta perlu adanya penelitian lebih lanjut sampai ke fertilitas untuk mengetahui kesuburan dari spermatoa domba lokal ini dengan melakukan inseminasi buatan pada beberapa betina.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada para pembimbing atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih pula kepada Pilar Energi Universitas Padjadjaran yang telah mendanai penelitian ini dan juga kepada pihak-pihak yang telah banyak memberi bantuan dan arahan untuk penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adji, Suranto. 2004 .Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta. Agromedia Pustaka.
Anonimous, 2005. Persyaratan Mutu. Badan Standarisasi Nasional.
Arsetyo, R., Nurlita Abdulgani, dan Ninis Trisyani. 2012. Pengaruh Konsentrasi Larutan Madu dalam NaCl Fisiologis terhadap Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa Ikan Patin (pangasius pangasius) selama Masa Penyimpanan. SAINS DAN SENI ITS Vol. 1 : 58 – 63.
Ba’a La Ode, Rahim Aka dan Nuraeni. 2010. Pengaruh Pemberian D-Fruktosa Dan Kuning Telur Yang Berbeda Terhadap Kualitas Membran Spermatozoa Kambing Setelah Pembekuan Semen. WARTA-WIPTEK, Volume 18 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0667.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 10
Bender, D.A. Free Radicals an Antioxidant Nutrients. In : Murray., K. Botham., K.M., dkk.
Eds. Haper’s Illustrated Biochemistry. Ed 28 th. Mc Graw Hill Lange. 2009; 482 – 86.
Erywiyanto, L., Djoko SSBU, Dwi Krihariyani. 2012. Pengaruh Madu Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus Pyogenes. Analia Kesehatan Sains. Volume 01 Nomor 01, ISSN 2302-3635.
Evans, G., dan W.M.C. Maxwell, 1987. Salamon’s Artificial Insemination of Sheeps and Goat’s. Butterworth. London.
Feradis (a). 2010. Bioteknologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung. Alfabeta.
Labetubun dan Siwa. 2011. Kualitas Spermatozoa Kauda Epididimis Sapi Bali dengan Penambahan Laktosa atau Maltosa yang Dipreservasi pada Suhu 3–50C. Jurnal Veteriner 12: 200 – 207.
Langseth, L. 1996. Oxidants, Antioxidants, and Disease Prevention. ILSI European Monograph Series. Brussel, Belgium di dalam G. Rechkemmer. Antioxidants And Their Role In Healthy Nutrition. Institute of Nutritional Physiology, BFE, Haid-und- Neu-Str. 9, D-76131 Karlsruhe, Germany. Jurnal. 50 – 58.
Mann, T. And C.Lutwak-Mann. 1948. Studies on Metabolism of Semen. 4. Aerobic and Anaerobic Utilization of Fructose by Spermatozoa and Seminal Vesicles. Biochem.
J. 43. 266-270.
Munazaroh, A.M, Sri Wahyuningsih, dan Gatot Ciptadi. Uji Kualitas Spermatozoa Kambing Boer Hasil Pembekuan Dengan Menggunakan Alat MR. Frosty Pada Tingkat Pengenceran Andromed Yang Berbeda. Jurnal. Universitas Brawijaya.
Olayemi, F., D. Adeniji, dan M. Oyeyemi. 2011. Evaluation of Sperm Motility and Viability in Honey Include Egg Yolk Based Extender. Global Veterinaria. 7 : 19-21.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta. UI Press. Penerbit Universitas Indonesia.
Qomariyah, S. Mihardja, dan R. Idi. 2001. Pengaruh Kombinasi Kuining Telur dengan Air Kelapa terhadap Daya Tahan Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Domba Priangan Pada Penyimpanan 50C. Prosid. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor. 172-177.
Saemi, F., M. J. Zamiri, A. Akhlaghi, M. Niakousari, M. Dadpasand, M. M. Ommati. 2012.
Dietary inclusion of dried tomato pomace improves the seminal characteristics in iranian native roosters. Department of Animal Science and Department of Food Science and Technology, College of Agriculture, Shiraz University. Iran.
Sofia, D. (2003). Antioksidan dan Radikal Bebas. Situs Web Kimia Indonesia (online), (http:
www.Chemistry.org), Diakses 19 November 2015.
Toelihere, M., R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.
______________1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 11
Yildiz, C., A. Kaya, M. Aksoy and T. Tekeli. 2000. Influence of sugar supplementation of the extender on motility and acrosomal integrity of dog spermatozoa during freezing.
Theriogenology 54: 579-585.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2015 12
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Dini Nurmariah Eka Pratiwi
NPM : 200110110214
Judul Skripsi : Pengaruh Level Madu Di Dalam Pengencer Tris Kuning Telur Terhadap Daya Hidup dan Keutuhan Membran Plasma Sperma Domba Lokal.
Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini.
Dibuat di Jatinangor, November 2015 Penulis,
(Dini Nurmariah Eka Pratiwi)
Mengetahui,
Pembimbing Utama,
(Prof. Dr. Ir. Soeparna, MS) Pembimbing Anggota,
(Dr. Nurcholidah Solihati, S.Pt., M.Si)