LAPORAN KAJIAN STRATEGIS
UPAYA PEMANFATAN AIR PASANG SURUT SEBAGAI SUMBER AIR BAKU
(STUDI KASUS DI PELABUHAN UDARA AHMAD YANI SEMARANG)
DAN PENGEMBANGAN PEMANFAATAN UNTUK TAMBAK PERIKANAN DI JAWA
TENGAH
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DANPENGEMBANGAN DAERAH
PROVINSI JAWA TENGAH
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan kajian strategis dengan judul: Upaya Pemanfatan Air Pasang Surut sebagai Sumber Air Baku (Studi Kasus di Pelabuhan Udara Ahmad Yani Semarang) dan Pengembangan Pemanfaatan untuk Tambak Perikanan di Jawa Tengah.
Kegiatan ini dilatarbelakangi pada kondisi adanya permasalahan mendasar yang dihadapi Provinsi Jawa Tengah terkait penanganan banjir air pasang surut atau rob dan pemenuhan kebutuhan air bersih khususnya di daerah Pantai Utara Jawa. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji potensi energi pasang surut daerah pantura yang berpotensi terjadi rob di Jawa Tengah.
Hasil kajian ini diharapkan memberikan solusi penanganan banjir air pasang surut/rob dengan menghasilkan inovasi yang mampu memanfaatkan air rob guna memenuhi air baku air tawar tanpa merusak lingkungan yang biasanya dengan memanfaatkan air tanah dan tanpa mengurangi potensi air tawar yang umumnya hanya tersedia di musim hujan.
Akhir kata, pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini dan dengan kerendahan hati memohon maaf apabila ada kekurangan dalam pelaksanaannya.
Semoga hasil kegiatan kajian ini bisa memberikan sumbangan pemikiran untuk menghasilkan kebijakan pembangunan daerah yang lebih inovatif.
Semarang, 2017
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH
PROVINSI JAWA TENGAH
Ir. SUJARWANTO DWIATMOKO, M.Si Pembina Utama Madya
NIP 19651204 199203 1 012
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Isu Strategis ... 2
1.3. Maksud dan Tujuan ... 3
1.4. Hasil yang Diharapkan ... 3
BAB II STUDI PUSTAKA ... 4
2.1. Teori Pasang Surut... ... 4
2.2. Air Baku ... 6
2.3. Tambak... ... 7
BAB III PELAKSANAAN KAJIAN ... 10
2.4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan... ... 10
2.5. Materi dan Narasumber... ... 10
2.6. Moderator... ... 10
2.7. Peserta... ... 10
2.8. Susunan Acara... ... 12
BAB III HASIL PEMBAHASAN ... 13
3.1. Pemanfaatan Air sebagai Sumber Air Baku pada Bandara Ahmad Yani Semarang ... 13
3.2. Strategi Penanganan Rob ... 15
BAB V PENUTUP ... 24
4.1. Simpulan ... 24
4.2. Rekomendasi ... 25
DAFTAR ISI ... 26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Beberapa daerah di Provinsi Jawa Tengah setiap tahun mengalami masalah rob yang terkadang berdampak pada bencana banjir yang cukup besar. Air pasang surut atau rob perlu untuk dikendalikan dan diupayakan pemanfaatannya. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli maka air pasang surut antara lain dapat dimanfaatkan sebagai air baku/air minum atau untuk pertanian. Salah satu pemanfaatan air rob diusulkan untuk dapat digunakan sebagai air baku dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang di Bandara Internasional
Upaya penanganan dan pemanfaatan air rob di daerah tidak terlepas dari strategi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam menangani masalah rob di daerah.
Pasang surut air laut yang sering disebut ROB umumnya dipantai Utara Jawa Tengah terutama wilayah kota Semarang adalah penyebab bencana genangan banjir ROB. Wilayah kota Semarang ada dua bagian yaitu daerah dataran tinggi dibagian Selatan dan dataran rendah dibagian Utara Kota Semarang yang berbatasan dengan laut Jawa. Genangan banjir di Wilayah Kota Semarang sudah dan akan ditanggulangi dengan drainase sistem polder adalah wilayah Kali Gawe, Kali Banger, Tambak Lorok dan Wilayah Semarang Indah serta Madukoro. Bandara Ahmad Yani merupakan salah satu bandara International di Indonesia yang lokasinya di pantai Utara Kota Semarang. Dimasa mendatang Bandara Ahmad Yani dikembangkan menjadi bandara ultimate dan mengusung tema bandara terapung (Floating Airport). Bandara Ahmad Yani yang terletak pada pesisir pantai utara Kota Semarang, dengan topografi yang datar dengan elevasi rendah. Oleh karena itu Bandara Ahmad Yani sangat rentan terhadap banjir baik yang berasal dari darat maupun dari laut. Tekanan dari laut yang mengancam keberlangsungan wilayah pesisir adalah adanyakenaikan muka air laut.
Dampak dari kenaikan muka air laut adalah banjir pasang air laut atau
disebut dengan fenomena banjir rob. Oleh karena itu, pemodelan pasang surut air laut di wilayah Bandara Ahmad Yani menjadi hal yang penting.
Maksud dari kajian ini adalah merancang jejaring sistem penyediaan air baku yang terdiri dari saluran, kolam-kolam dan gorong-gorong, yang menampung air pasang dari laut sebagai sumber air untuk bandara terapung dan merancang sistem polder bandara sebagai pengendali banjir dan rob.
1.2. ISU STRATEGIS
Strategi penanganan rob di Jawa Tengah tidak terlepas dari upaya pemanfaatan sebagai air bersih maupun kebutuhan lainnya. Teknologi pemanfaatan perlu untuk mendapatkan perhatian karena biaya yang masih mahal dan kebutuhan akan kerjasama dengan Pemerintah Pusat, Swasta maupun pihak-pihak lain yang dapat membantu pengembangannya.
Bandar Udara International Ahmad Yani - Semarang adalah salah satu bandara International di Indonesia dengan frekuensi lalu lintas penerbangan cukup tinggi. Bandara Ahmad Yani - Semarang, akan menjadi bandara International pertama yang mengusung tema Floating Airport. Kondisi dimana seluruh bagian Terminal dikelilingi oleh air, konsep Eco-Airport, dengan memanfaatkan air rob.
Dalam master plan-nya Bandara Ahmad Yani - Semarang menggunakan konsep Eco-Airport, yang mana dengan memanfaatkan air rob untuk pemenuhan air baku. Bandara memiliki beberapa ponding yang kemudian akan diisi dengan air rob. Air rob tersebut diarahkan menuju ponding melalui Kali Mati. Pintu klep juga dimanfaatkan pada pengambilan air rob, sehingga saat air surut, air rob tetap terjaga didalam ponding, sehingga ponding lama kelamaan akan penuh.
Konsep Sistem Tata Air untuk Bandara Ahmad Yani - Semarang adalah mengoptimalkan air baku di ponding-ponding yang akan diolah dengan Sistem Reverse Osmosis (RO) untuk digunakan sebagai sumber air bersih operasional Bandara dan volume air terkontrol tidak terpengaruh pada musim apapun. Studi Sistem Tata Air meliputi kegiatan perencanaan,
pengembangan, pendistribusian dan pengelolaan pemanfaatan sumber daya air yang optimal.
1.3. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud
Kegiatan kajian strategis dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dari akademisi dan praktisi sebagai bahan perumusan kebijakan pemanfaatan air pasang.
2. Tujuan
Tujuan dilaksanakan kajian ini adalah untuk mendapatkan masukan terhadap penyelesaian permasalahan alternatif sumber air baku di Pantura Jawa Tengah, yaitu:
a. Mengkaji peningkatan aktivitas dan kebutuhan air baku di lingkungan Bandara Ahmad Yani - Semarang;
b. Mengkaji potensi energi pasang surut daerah pantura yang berpotensi terjadi rob di Jawa Tengah.
1.4. HASIL YANG DIHARAPKAN
Dalam FGD ini diharapkan akan menghasilkan inovasi pemanfaatan air rob guna memenuhi air baku air tawar tanpa merusak lingkungan yang biasanya dengan memanfaatkan air tanah dan tanpa mengurangi potensi air tawar yang umumnya hanya tersedia di musim hujan. Teknologi yang digunakan pada kajian ini mungkin dapat dikembangkan sebagai air baku tambak bandeng sehingga airnya bisa tersikulasi yang kaya akan oksigen dan unsur hara sebagai pakan alam. Selain itu teknologi tersebut juga dapat diterapkan untuk penyediaan air bersih bagi masyarakat di sekitar pesisir.
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1. TEORI PASANG SURUT
Pasang surut atau disingkat pasut menurut Wibisono (2005) merupakan suatu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu gerakan vertikal dari seluruh partikel massa air laut di permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik bumi dengan benda-banda angkasa terutama matahari dan bulan. Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan bahwa tenaga pembangkit pasang surut terjadi akibat adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang terjadi di lautan, yang berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan perputaran bumi pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan.
Gaya gravitasi bumi dan matahari dibandingkan dengan gaya gravitasi bumi dan bulan jauh lebih kecil, walaupun ukuran matahari jauh lebih besar dari bulan.
Hal itu disebabkan jarak bulan yang lebih dekat ke bumi dibandingkan jarak matahari ke bumi sehingga gaya tarik-menarik antara bumi dan matahari hanya sekitar 46% sedangkan gaya tarik-menarik antara bumi dan bulan sekitar 54%.
Dengan demikian fenomena pasang surut di bumi lebih dominan dipengaruhi gaya tarik terhadap bulan.
Posisi bulan terhadap bumi sangat mempengaruhi kondisi pasang surut, seperti pada saat bulan bulan purnama (full moon) terjadi rata-rata pasang tertinggi (spring tide) sedangkan pada saat pasang perbani (neap tide). Pada saat purnama, Pasang surut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus.
Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pasang surut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi pasa saat bulan seperempat dan tiga perempat.
Kejadian pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi banjir lantai samudera. Faktor lain yang mempengaruhi kejadian tersebut adalah efek sentrifugal yaitu merupakan dorongan faktor luar pusat rotasi (Nontji 2007).
Posisi jarak bulan dan matahari yang berubah relatif juga mempengaruhi kejadian pasang surut di bumi. Misalnya pada saat bulan berada dalam posisi Perigee yang berjarak 375.200 km dari bumi dibandingkan dengan jarak dalam posisi Apogee yang berjarak 405.800 km dari bumi maka pasang tertinggi akan terjadi pada saat Perigee. Begitu juga pada saat posisi Perihelion (pada bulan Januari) yang berjarak ± 148.500.000 km dibandingkan pada saat posisi Apehelion yang berjarak ± 152.200.000 km dari bumi, maka pasang tertinggi terjadi pada saat Perihelion yaitu jarak terdekat antara bumi dengan matahari (Wibisono 2005).
Perbedaan antara puncak pasang tertinggi (High Water/HW) dengan air surut terendah (Low Water/LW) disebut tunggang air (tidal range) yang tingginya dari beberapa meter hingga mencapai puluhan meter. Tunggang air di setiap pantai tidak sama tingginya sehingga orang mencatat tinggi pasang surut yang kemudian dibuat peta tematik pasang surut. Tinggi rata-rata muka air laut (Mean Sea Level) merupakan nilai tengah antara nilai pasang dan surut yang terjadi di suatu lokasi. Mean Sea Level dalam skala global dipengaruhi oleh geologi, meteorologis, dan elemen-elemen hidrologi.
Ada empat jenis (tipe) pasang surut, yaitu sebagai berikut :
1. Pasang surut tipe harian tunggal : bila dalam waktu 24 jam terdapat 1 kali 4 pasang dan 1 kali surut. Disebut juga sebagai Diurnal Type.
2. Pasang surut tipe harian ganda : bila dalam 24 jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut. Disebut juga sebagai Semi Diurnal Type.
3. Pasang surut tipe campuran condong ke harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal) : bila dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal.
4. Pasang surut tipe campuran condong ke harian ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal) : bila dalam waktu 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian ganda.
Pasang surut mempunyai arti penting dalam pelayaran, karena seorang nahkoda harus tahu pasang surut agar kapal yang dibawanya dapat selamat. Selain itu fenomena pasang surut dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan pertambakan bahkan dapat membangkitkan tenaga listrik.
2.2. AIR BAKU
Air baku adalah adalah air bersih yang dipakai untuk keperluan air minum, rumah tangga dan industri. Air siap dikonsumsi (portable water) adalah air yang aman dan sehat karena air rentan terhadap penyebaran penyakit yang disebarkan melalui air (water borne desease). Adapun sumber air baku adalah air permukaan, mata air dan ait tanah. Sedangkan macam- macam air baku di alam adalah : air sungai, air danau/waduk,rawa, air tanah dan mata air serta air laut..
Air yang tercemar baik secara fisik, kimiawi maupun mikrobiologik, apabila diminum atau digunakan untuk masak, mandi dan mencuci, dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Penyakit atau gangguan kesehatan yang dapat timbul karena air yang tercemar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular.
Adapun air minum ialah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sedangkan air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air dapat dikatakan sebagai air bersih apabila memenuhi 4 syarat yaitu syarat fisik, kimia, biologis, radioaktif sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/Menkes/SK/VII/2002.
1. Syarat fisik, ditentukan oleh faktor-faktor kekeruhan ( turbidity ), warna, bau, dan rasa serta jernih.
2. Syarat Kimia, meliputi tidak terdapat bahan kimia tertentu seperti Arsen (As), besi (Fe), Fluorida (F), Chlorida (C), kadar merkuri (Hg), dan lain – lain.
3. Syarat Biologis
Syarat biologis air ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme patogen maupun non pathogen seperti bakteri, virus, protozoa..
Mikroorganisme coli digunakan sebagai indikator untuk mengetahui air telah terkontaminasi oleh bahan buangan organik.
4. Syarat Radioaktif
Bahan buangan yang memberikan emisi sinar radioaktif sangat membahayakan bagi kesehatan, dapat menimpa manusia melalui makanan atau minuman yang telah tercemar.
2.3. TAMBAK
Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol (UU No. 31/2004). Kegiatan-kegiatan yang umum termasuk di dalamnya adalah budidaya ikan, budidaya udang, budidaya tiram dan budidaya rumput laut (alga). Di Indonesia, budidaya perairan dilakukan melalui berbagai sarana. Kegiatan budidaya yang paling umum dilakukan di kolam/empang, tambak, tangki, karamba, serta karamba apung.
Definisi tambak atau kolam menurut Biggs et al. (2005) adalah badan air yang berukuran 1 m2 hingga 2 ha yang bersifat permanen atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia. Rodriguez-Rodriguez (2007) menambahkan bahwa tambak atau kolam cenderung berada pada lahan dengan lapisan tanah yang kurang porus. Istilah kolam biasanya digunakan untuk tambak yang terdapat di daratan dengan air tawar, sedangkan tambak untuk air payau atau air asin. Biggs et al. (2005) menyebutkan salah satu fungsi tambak bagi ekosistem perairan adalah terjadinya pengkayaan jenis biota air. Bertambahnya jenis biota tersebut berasal dari pengenalan biota-biota yang dibudidayakan.
Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak intensif, tambak semi intensif, tambak tradisional dan tambak organik. Perbedaan dari ketiga jenis tambak tersebut terdapat pada teknik pengelolaan mulai dari padat penebaran, pola pemberiaan pakan, serta sistem pengelolaan air dan lingkungan (Widigdo, 2000). Hewan yang dibudidayakan dalam tambak adalah hewan air, terutama
ikan, udang, serta kerang.
Perkembangan tambak di Indonesia secara intensif meningkat sejak tahun 1990. Pengembangan tambak tersebut dilakukan melalui upaya konversi hutan mangrove (Gunarto, 2004). Peningkatan luas lahan tambak diiringi dengan berkurangnya luas mangrove di wilayah pesisir tersebut memicu terjadinya kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari polusi kegiatan pertambakan.
Keberlanjutan budidaya tambak sangat tergantung pada kondisi kualitas lingkungan perairan. Kondisi lingkungan perairan yang berbeda mempengaruhi kondisi kualitas lingkungan, baik secara fisika, kimia maupun biologi. Cottenie et al. (2001) menunjukkan adanya perbedaan struktur komunitas zooplankton pada kondisi lingkungan perairan yang berbeda. Shartau et al. (2010) menunjukkan adanya pengaruh lingkungan terhadap perkembangan zooplankton dalam tambak.
Sementara Senarath dan Visvanathan (2001) menyebutkan bahwa pengembangan usaha budidaya tambak juga menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan disamping keuntungan secara ekonomi. Biao et al. (2009) menunjukkan bahwa jenis tambak yang berbeda akan menghasilkan kondisi kualitas lingkungan yang berbeda pula. Kandungan klorofil-a, nitrat, nitrit, fosfat anorganik, COD dan TOC cenderung lebih rendah pada tambak organik dibandingkan dengan tambak konvensional. Dengan demikian, tambak organik memberikan dampak yang lebih baik terhadap lingkungan dibandingkan dengan tambak konvensional. Dampak budidaya terhadap lingkungan tersebut dapat memberikan dampak yang vital terhadap keberlanjutan budidaya yang dilakukan (Biao et al., 2009). Yuvanatemya (2007) juga menunjukkan adanya interaksi antara bahan organik dengan efisiensi produksi dari tanah tambak dimana kandungan bahan organik pada tambak yang produktivitasnya rendah cenderung lebih rendah dibandingkan tambak dengan produktivitas tinggi. Akumulasi bahan organik juga menunjukkan bahwa pada tambak dengan substrat dominan pasir cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pada substrat dominan lanau. Sementara Rahimibashar et al. (2012) menyebutkan adanya pengaruh lingkungan tambak terhadap aliran sungai di sekitarnya dimana kondisi air buangan tambak yang buruk (tercemar) juga akan menurunkan kondisi kualitas air sungai.
Sebagai media pemeliharaan biota air, tambak membutuhkan pengelolaan
terkait dengan kesesuaian kondisi lingkungan budidaya untuk biota yang dibudidayakan. Pengelolaan yang dilakukan dalam budidaya tambak diantaranya adalah pengelolaan kualitas lingkungan, baik fisika, kimia, maupun biologis (Abowei et al., 2011). Beberapa parameter lingkungan yang penting menurut Kalita et al. (2004) adalah kandungan oksigen terlarut, kekeruhan serta masuknya organisme pengganggu (predator/parasit). Sementara Morris dan Mischke (1999) menyebutkan salah satu faktor yang penting dalam pengelolaan tambak adalah plankton sebagai pakan alami serta sebagai indikator bagi kualitas lingkungan tambak.
Abowei et al. (2011) menyatakan bahwa pengelolaan tambak tidak hanya sebatas pada upaya untuk menghasilkan ikan, tetapi juga penting untuk menjaga kondisi lingkungan yang layak, mengawasi panen dan pertumbuhan ikan, pemeriksaan keberhasilan reproduksi ikan dan menjauhkan ikan-ikan yang tidak diinginkan (predator/parasit). Disamping itu juga masih terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan tambak seperti pengelolaan populasi ikan, pengelolaan sistem, pemilihan spesies ikan, pemberiaan pakan, pemasaran, dan sebagainya. Tambak yang dikelola dengan baik cenderung memiliki kualitas air yang lebih baik (Silva et al., 2007).
BAB III
PELAKSANAAN KAJIAN
3.1. WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan Kajian Strategis Upaya Pemanfaatan Air Pasang Surut sebagai Sumber Air Baku (Studi kasus di PElabuhan Udara Ahmad Yani Semarang) dan Pengembangan Pemanfaatan untuk Tambak Perikanan di Jawa Tengah, dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 20 November 2017 bertempat di Ruang Rapat Lt. V Bappeda Provinsi Jawa Tengah jalan Pemuda 127-133 Semarang.
3.2. MATERI DAN NARASUMBER
1. Strategi Penanganan dan Pemanfaatan Air Rob di Jawa Tengah oleh Prasetyo Budie Yuwono, ME. (Kepala Dinas PUSDATARU Provinsi Jawa Tengah).
2. Manfaat Pasang Surut Air Laut sebagai sumber Air Baku pada Bandara Terapung Ahmad Yani oleh Dr. Ir. Suseno Darsono, M.Sc. (Ketua Pusat Studi Bencana UNDIP dan Anggota Dewan Riset Daerah Provinsi Jawa Tengah).
3.3. MODERATOR DAN PEMBAHAS 1. Moderator
Prof. Dr. Mudjahirin Thohir, MA (Ketua Dewan Riset Daerah Prov.
Jateng).
2. Pembahas
a. Prof. Dr. Ir. Djoko Suprapto, DEA (Wakil Ketua Dewan Riset Daerah Prov. Jateng)
b. Ir. Dwiyanto JS, MS (Anggota Dewan Riset Daerah Prov. Jateng)
3.4. PESERTA
Peserta kegiatan, adalah dari berbagai unsur yang terkait dengan pemecahan permasalahan yang akan dikaji. Peserta kajian sebanyak 49 (empat puluh sembilan) orang :
1. Kepala Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
2. Biro Infrastruktur dan Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Tengah;
3. Kepala Dinas PUSDATARU Provinsi Jawa Tengah;
4. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dam Kehutanan Provinsi Jawa Tengah;
5. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah;
6. Kepala BAPERLITBANGDA Kabupaten Brebes;
7. Kepala BAPPEDALITBANG Kabupaten Tegal;
8. Kepala BAPPEDA Kota Tegal;
9. Kepala BAPPEDA Kabupaten Pekalongan;
10. Kepala BAPPEDA Kota Pekalongan;
11. Kepala Bappeda Kota Semarang;
12. Kepala BAPPEDALITBANG Kabupaten Demak;
13. Kepala BAPELITBANGDA Kabupaten Jepara;
14. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Brebes;
15. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tegal;
16. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tegal;
17. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pekalongan;
18. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan;
19. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang;
20. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Demak;
21. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara;
22. Kepala Dinas PSDA dan Tata Ruang Kabupaten Brebes;
23. Kepala Dinas PU Kabupaten Tegal;
24. Kepala Dinas PU Kota Tegal;
25. Kepala Dinas PSDA ESDM Kabupaten Pekalongan;
26. Kepala Dinas PU Kota Pekalongan;
27. Kepala Dinas PSDA dan ESDM Kota Semarang;
28. Kepala Dinas PSDA Kabupaten Demak;
29. Kepala Dinas PU dan ESDM Kabupaten Jepara;
30. Ketua dan Anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Jawa Tengah;
31. Ketua DRD Kabupaten Tegal;
32. Ketua DRD Kota Pekalongan;
33. Ketua DRD Kabupaten Batang;
34. Ketua DRD Kabupaten Kendal;
35. Ketua DRD Kabupaten Jepara;
36. Direktur MTSP Undip;
37. Kepala BBPBAP Jepara;
38. Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana;
39. Direktur PT Angkasa Pura 1 Semarang;
40. Kepala LPPM Universitas Pancasakti Tegal;
41. Kepala LPPM Unikal Pekalongan;
42. Kepala LPPM Undip;
43. Kepala LPPM Unnes;
44. Kepala LPPM Unika Soegijapranata;
45. Kepala LPPM USM;
46. Para Kepala Bidang Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
47. Kepala UPP Iptekin Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
48. Koordinator Perencanaan Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
49. Para Fungsional Bappeda Provinsi Jawa Tengah.
3.5. JADWAL ACARA
Waktu Agenda Keterangan
08.30 - 09.00 Registrasi Panitia
09.00 - 09.15 Sambutan Selamat Datang Ketua DRD Prov. Jateng 09.15 - 09.30 Sambutan sekaligus membuka acara Kepala Bappeda Prov. Jawa
Tengah 09.30 - 10.30 Diskusi, Moderator
Paparan tentang “Strategi
Penanganan dan Pemanfaatan Air Rob di Jawa Tengah”
Paparan tentang “Pemanfaatan Air Rob guna pemenuhan kebutuhan air baku di Bandara Ahmad Yani- Semarang”
Ketua DRD Prov. Jateng Kepala Dinas PUSDATARU Prov. Jateng
Dr. Ir. Suseno Darsono, M.Sc (Anggota DRD Prov.
Jateng) 10.30 - 11.00 Pembahas Utama:
- Prof. Dr. Ir. Djoko Suprapto, DEA
- Ir. Dwiyanto JS, MT
11.00 - 12.30 Diskusi dan Tanya Jawab Moderator 12.30 - selesai Penutupan
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
4.1. PEMANFAATAN AIR SEBAGAI SUMBER AIR BAKU PADA BANDARA AHMAD YANI SEMARANG
Sistem polder yang di rencanakan untuk menanggulangi genangan akibat banjir dan rob dapat dilihat pada Gambar 3.1. berikut. Sistem kerja drainase polder tidak dikaji dan dibahas mendalam pada tulisan ini, karena yang diperlukaan hanya tata letaknya (lay out) agar tidak tumpang tindih dengan tata letaknya (lay out) sistem penyediaan air baku.
Gambar 3.1.
Tata letak sistem polder Bandara Ahmad Yani.
Pasang-surut air laut merupakan salah satu potensi sumber air baku yang dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang di alirkan melalui saluran terbuka masuk ke kolam tando No. 1 sebagai tampungan pertama dan berfungsi pula sebagai kolam pengendapan lumpur. Kolam No.
1 selanjutnya dihubungkan dengan kolam No. 2 dan No. 4. Penghubungnya berupa gorong-gorong demikian seterusnya air mengalir ke kolam-kolam seperti ditunjukan pada Gambar 3.2. Beda elevasi dasar kolam berbeda 0,5
m dengan maksud sebagai pengendapan lumpur atau polutan. Pintu klep di pasang pada ujung saluran yang masuk ke kolam ke 1 dengan maksud menahan air surut agar tidak keluar pada saat air laut surut dan saluran yang keluar kolam 6 dengan maksud air pasang tidak masuk kedalam sistem saluran.
Hasil analisis aliran air pasang-surut dengan model HEC-RAS 5.0.3 pada saat musim penghujan menunjukan bahwa elevasi air maksimum di kolam tando No. 1 mencapai elevasi + 1,05 m, dan elevasi air minimum kolam tando No. 1 mencapai +0,17 m. Perbedaan elevasi muka air tersebut dapat di ketahui volume air yang tertampung selama 20 menit adalah 1860 m3. Debit rata-ratahasil tampungan adalah 1,55m3/det, dengan demikian volume air tersebut dapat memenuhi kebutuhan air baku sebesar 0,023m3/det. Sedangkan pada saat musim kemarau menunjukan bahwa air maksimum di kolam tando No. 1 mencapai elevasi +0,93 m dan air minimum kolam tando ke 1 mancapai + 0,35 m. Perbedaan elevasi muka air tersebut dapat di ketahui volume air yang tertampung selama 20 menit adalah 6116 m3 dengan rata-rata aliran sebesar 5,09 m3/det, dengan demikian volume air tersebut masihdapat memenuhi kebutuhan air baku sebesar 0,023 m3/det.
Gambar 3.2.
Tata letak saluran dan kolam tando air baku di wilayah Bandara
4.2. STRATEGI PENANGANAN ROB
Secara umum rob terjadi akibat Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence). Penurunan muka tanah di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa disebabkan beberapa faktor, yaitu :
1. Longsoran Pantai. Fenomena alam ini merupakan faktor penyebab paling dominan dalam penurunan muka tanah. Wilayah dataran rendah Pantai Utara Jawa terbentuk dari tanah Alluvial lunak dengan sudut geser dalam yang sangat kecil dan sangat rentan untuk longsor.
Ditambah lagi serangan gelombang laut yang menggerus garis pantai (Abrasi) akan memperparah terjadinya longsoran pantai. Kelongsoran inilah yang menjadi penyebab utama penurunan muka tanah.
2. Pengambilan Air Bawah Tanah (ABT) yang berlebihan, sehingga mengurangi daya dukung tanah dan sekaligus akan mengakibatkan penurunan muka tanah. Seiring dengan kepesatan pembangunan, terutama indsutri, membuat kebutuhan air bersih meningkat drastis.
Padahal PDAM belum bisa memenuhi kebutuhan itu. Akibatnya, sektor usaha, terutama industri, banyak memanfaatkan air dari aquifer di lapisan bawah tanah. Pengambilan air bawah tanah dalam jumlah besar tanpa adanya pengisian kembali yang memadai, berakibat kemerosotan muka air tanah yang dampaknya adalah mempercepat penurunan muka tanah.
3. Pemadatan (Compression) akibat pembebanan yang timbul dari pembangunan fisik secara massif mempunyai konsekuensi bertambahnya beban bangunan/hunian, pabrik/industri, infrastruktur jalan, pelabuhan dan sebagainya. Pembebanan mana memberikan tekanan tambahan disamping berat tanah itu sendiri terhadap lapisan tanah bawahnya, sehingga terjadi proses pemadatan yang menyebabkan penurunan muka tanah.
Namun dari ketiga faktor tersebut diatas, faktor Longsoran Pantai yang paling dominan atau paling besar andilnya terhadap penurunan muka tanah, sehingga perlu sekali ditangani dan mendapat prioritas utama dalam
melakukan usaha-usaha untuk mengeliminir atau meminimalisir penurunan muka tanah dan rob.
3.1.1. Gagasan Baru Solusi Rob dan Banjir
Belakangan ini muncul beberapa gagasan baru sebagai solusi untuk menanggulangi rob dan banjir, seperti :
1. Terowongan multi-guna atau yang lebih populer dengan sebutan Deep Tunnel
2. Dam Lepas Pantai yang disebut juga sebagai Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall)
3. Waduk-waduk baru pengendali banjir disebelah hulu sungai
Gagasan ini patut dihargai sebagai hasil pemikiran ilmiah yang mengagumkan. Namun dipihak lain kita perlu mempertimbangkannya secara matang sebelum memutuskan untuk meng-implementasi-kan ide tersebut. Kembali kepada 2 faktor itu adalah dana terbatas dan manajemen tidak siap yang merupakan kendala kita dalam menanggulangi banjir, maka hal-hal berikut ini harus menjadi bahan pertimbangan yang tak boleh ditinggalkan diantaranya :
1. Kebutuhan biaya yang sangat besar meng-implementasi-kan gagasan- gagasan tersebut diatas.
2. Kemampuan dan kecermatan serta disiplin tinggi yang diperlukan dalam manajemen operasional, perawatan dan pemeliharaannya.
Apabila hal ini diabaikan, bukan mustahil bahwa maksud hati menanggulangi bencana namun alhasil kita menciptakan bencana baru.
3.1.2. Solusi Berbasis Alam dan Masyarakat (Nature And Community Based Solution)
Situasi saat ini dimana pemerintah dihadapkan pada berbagai keterbatasan dana dan manajemen, solusi berbasis alam dan masyarakat untuk menanggulangi rob dan banjir merupakan pilihan yang tepat.
Pengertian dan pemikiran praktis dari solusi ini antara lain:
1. Perbaikan alam melalui penghijauan dan penghutanan kembali
2. Menajemen air (water management) dengan sistem yang lebih natural akan menghambat biaya infestasi, operasi dan pemeliharaannya
3. Memerlukan kesadaran dan partisipasi masyarakat sebagai pelaku yang menentukan keberhasilan upaya tersebut
4. Sampai saat ini keterlibatan masyarakat dalam upaya penanggulangan rob dan banjir terasa masih sangat minimal. Sehingga terkesan seolah- olah segala usaha hanya dilakukan oleh pemerintah dan menjadi tanggungjawab pemerintah sepenuhnya.
Melalui peningkatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dapat ditumbuhkan :
1. Rasa memiliki terhadap alam serta semua prasarana, sarana dan peralatan penanggulangan rob dan banjir.
2. Rasa disiplin dan peduli terhadap lingkungan, untuk tidak merugikan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Seperti menghentikan pembuangan sampah di sembarang tempat atau di saluran/sungai.
3. Kesaradan bahwa penanggulangan masalah rob dan banjir bukan semata-mata tanggungjawab pemerintah.
4. Kepatuhan akan peraturan dan hukum, dengan menyadari bahwa peraturan atau regulasi dibuat bukan untuk memberikan tekanan kepada masyarakat tetapi merupakan satu bentuk upaya untuk kebaikan bersama dalam mencapai kehidupan sejahtera tanpa rob dan banjir.
3.1.3. Langkah-Langkah Untuk Melibatkan Masyarakat Serta Meningkatkan Kepedulian dan Kesadarannya Dalam Usaha-Usaha Penanggulangan Rob dan Banjir
1. Keterbukaan pemerintah kepada masyarakat
a. Segala keterbatasan dalam upaya penanggulangan rob dan banjir yang dilakukan pemerintah :
- Keterbatasan dana
- Keterbatasan dan kesulitan dalam manajemen sistem.
Koordinasi yang lemah akan menyebabkan konflik kepentingan sehingga memerlukan penjelasan yang tidak sederhana.
- Keterbatasan sumber daya manusia untuk melaksanakan seluruh proses upaya penanggulangan rob dan banjir, mulai dari perencanaan, pembangunan, pengawasan, inspeksi, operasi, perawatan dan pemeliharaan.
b. Bahwasanya tidak ada jaminan rob dan banjir akan hilang sama sekali dikarenakan untuk perencanaan di dasarkan pada tingkat probabilitas tertentu seperti banjir 25 tahunan, banjir 50 tahunan, 100 tahunan dan seterusnya.
c. Dalam perencanaan penanggunalan rob dan banjir pemerintah sangat membutuhkan informasi dan masukan dari masyarakat.
Selain dalam sumber data, seringkali masyarakat juga bisa memberikan gagasan yang bermanfaat bagi upaya penanggulangan rob dan banjir.
d. Kurangnya informasi kepada masyarakat merupakan suatu titik lemah dalam membangun kepedulian dan rasa memiliki.
2. Strategi pendekatan masyarakat
Kemerosotan kepedulian masyarakat terhadap upaya penanggulangan rob dan banjir merupakan suatu gejala yang memprihatinkan sehingga pemerintah perlu melakukan pendekatan kepada masyarakat dan segenap stakeholders yang terkait.
a. Pendekatan moral dan religius b. Pendekatan hukum
- Kepastian hukum - Penegakan hukum
3. Mewujudkan Partnership Antara Pemerintah dan Stakeholders
1) Kegiatan pembersihan kota, dimana pemerintah sekala berkala mengajak masyarakat untuk bersama-sama membersihkan
wilayahnya termasuk sungai, selokan, saluran, drainase dan lain- lain.
2) Kegiatan “Go Green” dan “Cinta Lingkungan” dengan menggandeng para steakholder. Untuk mendukung kegiatan penanaman pohon, penghijauan atau penghutanan kembali dan kegiatan-kegiatan konservasi alam lainnya.
3) Kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta misalnya pembuatan embung dan normalisasi sungai yang melintasi kawasan pengembang perumahan dan industri.
4) Pembentukan lembaga/badan/organisasi gabungan yang terdiri dari unsur pemerintah, dan elemen masyarakat/steakholders.
3.1.4. Alternatif Lain untuk Menanggulangi Rob 1. Alternatif 1 : Rencana Sabuk Pantai Multi Fungsi
a. Untuk menahan longsoran pantai dibuat kontruksi penahan longsoran pantai dengan menggunakan Struktur Bored Piles atau Sheet Piles sampai ke lapisan dasar tanah keras dasar laut, dan disusun sedemikian rupa sehingga merupakan suatu rangkaian (tiga dimensi) yang kuat menahan gaya geser dan guling akibat tekanan dari gaya longsor (sliding force).
b. Untuk perkuatan dan sekaligus untuk membentuk suatu massa tanah yang solid, kompak, dan menyatu dengan rangkaian piles, maka perlu dilakukan Penyunyikan Tanah (Grouting) dengan cairan semen ke lapisan-lapisan tanah dalam rangkaian piles.
c. Dengan demikian terbentuklah suatu massa besar, solid dan kompak yang bisa menahan longsor pantai. Dengan kata lain, tanah pantai yang menuju laut sudah “diganjal” dengan massa Sabuk Pantai yang sangat kuat, dehingga tidak lagi melorot (melotrok).
d. Disamping mana garis pantai akan terlindungi dari abrasi dan sekaligus bisa untuk menahan serangan gelombang laut.
e. Secara ekonomis dan pertimbangan teknis, diatas rangkaian Piles tadi bisa dibuat Jalan Tol dan juga bukan tak mungkin Jalan Kereta Api.
f. Solusi ini benar-benar bisa mempunyai fungsi ganda, yaitu disatu sisi untuk mengatasi penurunanmuka tanah dan rob (Misi Penyelamatan), sedangkan disisi lain bisa memberikan kontribusi nilai ekonomis (Misi Pegembangan) terutama untuk mendukung kelancaran transportasi di jalur Pantura yang memegang peranan sangat penting dalam pertumbuhan/pengembangan ekonomi nasional.
g. Dalam hal ini investasi yang dikeluarkan untuk solusi ini, diharapkan bisa kembali (Return of Investment) dari revenue yang diperoleh melalui jalan tol dan pemanfaatan-pemanfaatan lainnya.
Dengan perhitungan ekonomi yang cermat, return yang merupakan profit dapat dimanfaatkan untuk antara lain :
- Meminimalisir pengambilan air bawah tanah, dengan mengembangkan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) - Pengisian kembali air tanah (Ground Water Recharge)
- Membuat Control Structures di mulut/muara sungai untuk mencegah Salt Water Interusion
- Membantu masyarakat korban rob (perumahan, utilitas dan fasilitas kehidupan yang layak dan lain-lain)
h. Beberapa keunggulan dari solusi ini, dapat disebutkan sebagai berikut :
- Dengan fungsi ganda yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai jalan tol/kereta api, akan sangat menarik para investor, sehingga tidak terlalu membebani anggaran pemerintah.
- Return/profit sangat menjanjikan dan tidak diragukan lagi - Bisa dibuat untuk seluruh Pantai Utara Jawa Tengah, yang
sampai saat ini kondisi existing infra-structure transportasi sudah tidak memadai lagi dengan beban traffic yang terus
bertambah. Untuk penyelamatan Kota Semarang dari ancaman rob, maka solusi ini paling tidak bisa dilaksanakan dulu untuk ruas Kendal sampai Demak.
- Pembebasan tanah (Land Acquisition) relatif mudah dan murah karena pias tanah yang dibutuhkan terletak sepanjang garis pantai di tepi laut.
- Pembangunan untuk melaksanakan solusi ini tidak merusak ekosistem.
- Risiko kegagalan sangat kecil.
- Jangka waktu penyelesaian dari pelaksanaan solusi ini tidak terlalu panjang, dan bisa segera dilaksanakan, sehingga hasil/manfaatnya bisa segera dirasakan masyarakat.
- Penurunan muka tanah dan rob akan seger berkurang.
- Transportasi akan menjadi lancar, dan khususnya untuk kota Semarang akan sangat mengurangi kemacetan lalu-lintas.
Gambar 1.
Rencana Sabuk Pantai Multi Fungsi
2. Alternatif 2 : Memanfaatkan jalan lingkar utara sebagai tanggul
Jalan lingkar utara memanjang dari Kalibanteng sampai Kaligawe.
Jalan mengalami penurunan akibat dari lapisan tanah bagian bawah jalan terdiri dari tanah sangat lunak. Kalau difungsikan sebagai tanggul:
- Jalan dibuat lebih tinggi
- Lapisan tanah dibawah jalan ditingkatkan kekuatannya dengan cara di injeksi (grouting) dengan pasta semen bercampur pasir sampai kedalaman tanah keras. Kedalaman tanah keras berkisar dari 10 sampai 35 meter.
- Di jembatan akan tersambung dengan tanggul
- Di banjir kanal barat sudah dibangun tanggul, kali semarang dan kali banger sudah dibangun pintu air dan stasiun pompa, kali tenggang dan banjir kanal timur masih dalam perencanaan.
- Grouting sekaligus dapat mengatasi intrusi air laut ke daratan.
Keuntungan dari alternatif 2 biayanya relatif lebih murah cukup memanfaatkan bangunan yang telah ada dan berkaitan dengan pembangunan yang sudah dilaksanakan dan yang direncanakan.
Gambar 2.
Sebaran Laju Penurunan cm/th
Keterangan :
: Jalanlingkar utara
3.1.5. Solusi Mengatasi Penurunan Bangunan
Alternatif 1 : Dengan menggunakan pondasi dalam.
Alternatif 2 : Dengan grouting pada lapisan tanah di bawah pondasi sampai kedalaman 15 meter atau sampai lapisan tanah keras.
Untuk mengurangi penurunan tanah :
- Pengambilan air tanah dangkal sangat dibatasi dan kontruksi sumur dalam dari kedalaman 0 sampai kedalaman 40 meter harus di semen.
- Pengurukan tanah terutama di pantai harus dilakukan perkuatan tanah di bawahnya.
BAB V PENUTUP
4.1. SIMPULAN
Hasil dari penelitian ini dapat di simpulkan sebagai berikut:
1. Energi pasang air laut dapat dimanfaatkan untuk mengalirkan air pasang dan mengisi kolam tampungan air baku guna memenuhi kebutuhan air bersih bandara. Kolam utama adalah kolam No. 1 berfungsi sebagai kolam pengendap lumpur dan tampungan ketersedian air. Sedang kolam no. 2, 3 dan 4 merupakan kolam tampungan air baku.
Sedang kolam no. 5, 6, 7 dan 8 merupakan kolam sistem sirkulasi agar sistem air baku tetap mengalirkan air yang segar.
2. Data pasang surut di musim hujan dan data pasang surut di musim kemarau digunakan sebagai kondisi batas hilir dari sistem air baku.
Berdasarkan catatan data pasang surut yang ada, ketersediaan volume air baku di analisis.
3. Hasil analisis hidrolika dua dimensi menunjukan pergerakan aliran air pasang-surut dapat memenuhi kebutuhan air baku dan mengalirkan air guna pemeliharaan kualitas air. Dengan demikian, air pasang surut tersebut dapat menjadi sumber air baku yang segar (fresh), meskipun analisis hidrolika dua dimensi ini masih perlu penyempurnaan untuk dapat memodelkan infrastruktur yang direncanakan.
4. Permasalahan utama Pantai Kota Semarang adalah Abrasi Pantai dan Banjir Rob. Mengingat kawasan tersebut merupakan dataran rendah yang sensitif banjir secara ekosistem, sehingga pengembangannya harus dilakukan secara sangat hati-hati, maka perlu penanganan pada kawasan hulu, yakni melakukan pengendalian debit banjir dengan kegiatan konservasi sumberdaya air di kawasan tersebut, juga bisa dilakukan dengan membuat fasilitas penampungan maupun resapan.
selain itu kerugian akibat bencana banjir dapat diminimalisir dengan mengembangkan SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR.
5. Penanganan Teluk Semarang harus dilakukan secara integral dalam Sistem Wilayah Sungai (WS), oleh karena itu badan sungai perlu dilakukan restorasi, dengan muara tetap terbuka langsung ke laut.
6. Pembangunan Giant Sea Wall/Sabuk Pantai mampu mengintegrasikan fungsi perlindungan pantai dan penanggulangan rob, dan juga dapat di- multi fungsikan sebagai jalan dan/atau fungsi lainnya. Selain itu sabuk pantai tidak mengganggu dan/atau mengabaikan infrastruktur yang sudah ada: pelabuhan, fasilitas nelayan dll. (HARMONI dengan lingkungan).
4.2. REKOMENDASI
1. Pemanfaatan air melalui proses river osmosis sudah mulai dimanfaatkan walaupun biayanya cukup mahal tetapi kedepan bisa jadi murah karena penggunaan orangnya akan semakin banyak dan produksinya makin banyak. Oleh karena itu perlu di uji coba pembangunannya di bandara terlebih dahulu, dengan asumsi yang menggunakan air tersebut adalah orang yang memiliki status ekonomi tinggi sehingga tidak kuatir bahwa harga air itu murah atau mahal.
2. Perlu kajian lanjutan pada pengelolaan air pasang-surut setelah pembangunan sistem air baku di Bandara Ahmad Yani dilaksanakan, untuk melakukan kalibrasi dari model hidrolika dua dimensi yang digunakan, karena pengetahuan hidrolika aliran tak tunak dua dimensi akan meningkatkan ketelitian analisis hidrolika. Nantinya hasil dari kajian tersebut dapat digunakan untuk menyempurnakan perencanaan sistem air baku dan sistem pengairan tambak yang akan dibangun.
3. Perlu adanya penyediaan sistem peringatan dini dan penyebarluasan informasi tentang banjir rob yang memadai baik forum maupun teknologi yang berbasis masyarakat.
4. Perlu melakukan pendataan iklim secara time series dan proyeksi perubahan iklim dimasa mendatang serta melakukan publikasi mengenai informasi seputar dampak dari adanya perubahan iklim.
DAFTAR PUSTAKA
Biggs, A. et al., (2005). Science Level Red. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc
Budihastuti, Rini (2013) Model dan Strategi Optimasi Pengelolaan Tambak Wanamina Berwawasan Lingkungan di Pesisir Semarang. PhD thesis, Program Doktor Ilmu Lingkungan. UNDIP. Semarang
Gunarto. 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber hayati perikanan pantai. Jurnal Litbang Pertanian, 23(1) : 15 -21
Hutabarat, S & Evans, S. M. (1985). Pengantar oseanografi. Jakarta: UI-Press.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air Minum
Nontji, Anugrah. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Rodríguez-Vargas S, et al. (2007) Fluidization of membrane lipids enhances the tolerance of Saccharomyces cerevisiae to freezing and salt stress.Appl Environ Microbiol 73(1):110-6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Widigdo, B. 2000. Pembakuan Kriteria Eko-Biologis Untuk Menentukan Potensi Alam Kawasan Pesisir Untuk Budidaya Udang. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan Proyek Pesisir dan Coastal Resources Center - University of Rhode Island.
Bogor. Indonesia.