• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKS. DIAGNOSIS PNEUMONIA I Gede Ketut Sajinadiyasa Program Studi Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TEKS. DIAGNOSIS PNEUMONIA I Gede Ketut Sajinadiyasa Program Studi Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

TEKS

1 DIAGNOSIS PNEUMONIA

I Gede Ketut Sajinadiyasa

Program Studi Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Pendahuluan

Pneumonia suatu penyakit infeksi pada parenkim paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur. Pneumonia merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi pada pasien dewasa utamanya pasien usia lanjut.1 WHO tahun 2011 melaporkan bahwa infeksi saluran napas bawah termasuk penumonia menempati urutan ke tiga sebagai penyebab kematian di dunia., setelah penyakit jantung iskemik, stroke.2 Di Eropa pneumonia sebagai penyebab kematian utama oleh karena infeksi, dengan sekitar 90% kematian terjadi pada lansia > 65 tahun.3

Kelompok yang berisiko untuk terjadinya pneumonia diantaranya individu dengan usia lebih dari 65 tahun, merokok, malnutrisi, memiliki penyakit paru sebelumnya seperti fibrosis kistik, asma, PPOK, juga penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, adanya kondisi depresi imun seperti terinfeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi dan pengunaan steroid jangka lama. Risiko juga dijumpai pada pasien dengan reflek batuk yang kurang baik seperti pasien stroke, minum obat tidur atau penenang, alkoholik dan mobilitas yang terbatas serta orang-orang yang sering terinfeksi saluran napas atas.3

(6)

TEKS

2

Untuk kepentingan terapi pneumonia dibedakan dalam dua golongan besar yaitu pneumonia komunitas (CAP; Community Acquired Pneumonia) dan pneumonia nosokomial, yang terdiri atas HAP( Hospital Acquired Pneumonia), HCAP; (Healht Care Associated Pneumonia) dan VAP; ( Ventilator Associated Pneumonia).1,4

Untuk menurunkan beban pneumonia terhadap upaya kesehatan tentu diperlukan penanganan yang tepat dan akurat dan untuk mencapai tujuan tersebut sudah tentu diperlukan diagnosis yang benar. Bagaimana menegakkan diagnosis pneumonia dipaparkan pada tulisan ini.

Pendekatan Diagnosis Pneumonia

Dalam menegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik sudah dapat memberikan dugaan diagnosis yang baik dan untuk memastikan diagnosis dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologi dan laboratoris. 1,4,5

Gejala dan tanda klinis

Gejala yang umumnya didapatkan pada pasien dengan pneumonia adalah deman disertai dengan gejala respiratorik seperti batuk, sesak napas, berdahak dan nyeri pluritik. Pasien dengan pneumonia sering juga mengeluh lemah, adanya gejala gastrointesinal dan kringat malam. Kadang-kadang gejala yang tidak spesifik sering ditemukan. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pneumonia menunjukkan demam lebih dari 80% kasus, ronki pada

(7)

Teks

3 auskultasi pada 80% kasus dan tanda konsolidasi ditemukan pada 15-30%

kasus. Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis pneumonia adalah pemeriksaan rontgen dada. 1,4,5

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan rongent dada posterioanterior dan lateral seharusnya dikerjakan untuk pasien dengan suspek pneumonia. Pada rontgen dada umumnya akan tampak bayangan opasitas/infiltrat focal ataupun difus. Dan umumnya bayangan opasitas baru akan tampak setelah 12 jam adanya gejala. Dan bila rontgen dada dilakukan lebih cepat maka bayangan opasitas atau adanya infiltrat sering tidak akan ditemukan. Pada pasien dengan kondisi imunosupresi terutama pada keadaan netropenia, diabetes, alkoholik dan uremik gambaran infiltrat akan tampak lebih lambat.

Gambaran lain yang juga ditemukan pada rontgen dada pasien pneumonia adalah adanya gambaran air bronchogram, tanda silhouette, efusi pleura (parapneumonic effusion) dan komplikasi dari pneumonia seperti abses paru dan atelektasis. Temuan gambaran rontgen dada yang berhubungan dengan peningkatan mortalitas adalah efusi pleura bilateral dan pneumonia multilobar. 5,6,7

CT scan dada mulai banyak digunakan pada praktis klinis.

Penggunaan ct scan untuk pneumonia digunakan secara terbatas. Ct scan merupakan cara yang sensistif, resolusi sangat baik, dapat menunjukan anatomi paru yang lebih rinci. Adanya nodul, opasitas ground-glass,

(8)

TEKS

4

konsolidasi, air bronchogram dan distribusi sentrilobuler atau perilobuler dengan ct scan tampak lebih jelas dibanding foto rontgen biasa. Ct scan sangat baik dalam mengevaluasi awal penyakit dan sangat baik dalam menentukan batas kelainan patologis dimana konsolidasi belum komplit.

Opasitas ground-glass didefinisikan sebagai peningkatan atenuasi paru yang terlokalisir dan terlihatnya struktur vaskuler pada daerah paru yang terkena.

Ground glass bukan merupakan tanda yang spesifik pada pneumonia juga dapat dijumpai pada penyakit alveolar dan interstisial. Walaupun ct scan tidak di rekomendasikan untuk evaluasi awal namun dapat sebagai pemeriksaan tambahan pada kondisi pasien yang tidak mengalami perbaikan atau yang tidak terdiagnosis dengan pemriksaan radiologi konvensional.6,7

USG Toraks. Pada kondisi tertentu USG toraks memiliki keuntungan dibanding foto rontgen dada terutama untuk pasien hamil , pasien-pasien yang tidak stabil dan anak-anak. Namun USG ini sangat membutuhkan tenaga yang sangat baik dan berpengalaman. Bererapa studi USG toraks untuk mendiagnosis pneumonia memiliki sensitifitas sampai 98% dan spesifisitas 95%. Konsolidasi akan terlihat sebagai daerah yang hipoekoik pada jaringan paru sedangkan adanya gambaran hiperhekoik didalamnya dapat diakibatkan oleh adanya udara dalam bronkus yang disebut ultrasound air bronchogram. Gelembung udara tersebut akan terlihat bergerak selama respirasi sedang daerah konsolidasi tidak berubah.8,9,10

Pemeriksaan laboratorium

(9)

Teks

5 Untuk penegakkan diagnosis klinis pneumonia pemeriksaan laboratorium tidak banyak dilakukan. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui jumlah leukosit, dimana jumlah leukosist salahsatunya yang dipergunakan dalam kriteria diagnosis pneumonia. Pemeriksaan laboratorium lainya lebih diperlukan dalam menentukan diagnosis etiologik dan data resistensi kuman serta melihat adanya komplikasi.1,4,5

Pemeriksaan mikroskopis dari sputum memiliki peran yang cukup penting dalam evaluasi pasien dengan pneumonia. Kualitas sputum harus baik bila tidak akan memberikan informasi yang tidak akurat. Sebagian besar pneumonia bakterial akan dijumai sel PMN lebih banyak pada sputumnya sedangkan pada mikoplasma dan virus akan dijumai sedikit sel PMN dan lebih banyak mononuklear. Pneumokokus, stapilokokus dan gram negatif basil tampak sebagai populasi bakteri yang homogen sedangkan pada pneumonia aspirasi yang disebabkan oleh bakteri campuran dari orofaring akan tampak morfologi bakteri yang berbeda. Baketri legionela tidak dapat dilihat dari pemeriksaan sputum smear biasa. Bakteria mikoplasma dan virus tidak dapat terlihat dengan mikroskopis biasa dan dominan hanya sel mononuklear sebagai respon inflamasi.1,4

Selain pengecatan gram, pemeriksaan kultur sputum juga sering dikerjakan, tetapi beberapa kuman sulit tumbuh dan untuk legionela diperlukan media kuhusus. Bila dahak tidak didapatkan dari batuk spontan dan diagnosis etiologi harus diketahui maka dapat dilakukan bronkoskopi, aspirasi jarum pada paru, biopsi paru. Pengecatan gram dan kultur sputum rutin tidak

(10)

TEKS

6

dapat digunakan untuk kuman: mikoplasma, klamidofilia dan legionella.

Kadang-kadang diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi dengan adanya peningkatan titer antibodi dari organisme penyebab pneumonia.

Metode lainya seperti direct fluorescent antibody staining dan urinary antigen radioimmunoassay hanya untuk legionella pneumophila. Metode PCR dapat memeriksa ketiga kuman tersebut diatas dan metode PCR ini merupakan harapan dimasa depan. Pemeriksaan laboratorium lainnya seperti analisa gas darah untuk menilai adanya komplikasi apakah ada hipoxsemia atau adanya kegagalan respirasi.1

Gambar 1. Alur diagnosis infeksi saluran napas bawah.6

(11)

Teks

7 Kriteria diagnosis

Seperti telah disebutkan di atas bahwa pneumonia dapat ditegakan berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Adapun kriteria yang umum digunakan untuk menegakkan diagnosis klinis pneumonia adalah jika pada foto rontgen dada ditemukan infiltrat baru atau infiltrat yang progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala dibawah ini:4,11

1. Batuk-batuk bertambah berat

2. Perubahan karakteristik dahak / riwayat demam 3. Suhu tubuh ≥ 37,50C atau riwayat demam

4. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda konsolidasi dan ronki 5. Leukosit ≥ 10.000 atau < 4500

Sedangkan untuk mendiagnosis atau kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah satu atau lebih kriteria di bawah ini.12

Kriteria minor:

1. Frekuensi napas ≥ 30 kali per menit 2. PaO2/FiO2 ≤250

3. Infiltral multilobuler

4. Kesadaran menurun / disorientasi 5. Uremia (kadar BUN, ≥ 20 mg/dL)

6. Leukopenia (jumlah leukosit < 4000 sel/mm3)

7. Thrombositopenia (jumlah platelet < 100,000 sel/mm3) 8. Hipotermi (temperatur < 300C)

9. Hipotensi yang membutuhkan resusitasi cairan yang agresif

(12)

TEKS

8

Kriteria mayor:

1. Membutuhkan ventilator mekanik invasif 2. Shok septik yang membutuhkan vasopresor

Ringkasan

Dalam menegakkan diagnosis pneumonia pada dasarnya sama dengan menegakkan diagnosis penyakit pada umumnya. Diagnosis pneumonia ditegakkan melalui proses anamnesis, pemeriksaan fisik dan kemudian pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang kemudian terbentuk suatu kriteria klinis diagnosis pneumonia yaitu : adanyanya infiltrat baru atau adanya infiltrat yang progresif pada foto rontgen dada yang disertai dua atau lebih gejala dibawah ini:

1. Batuk-batuk bertambah berat

2. Perubahan karakteristik dahak / riwayat demam 3. Suhu tubuh ≥ 37,50C atau riwayat demam

4. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda konsolidasi dan ronki 5. Leukosit ≥ 10.000 atau < 4500 sel/mm3

Daftar pustaka

1. Weinberger SE, Cockrill BA, Mandel J. Pneumonia. In Principles of Pulmonary Medicine. edition 5th saunders Elsevier Philadelphia 2008. p283-305

(13)

Teks

9 2. Gigson J, Loddenkemper R, Sibille Y, Lundback B. The burden of

lung disease. In The European Lung white book . European Respratory society, Charlesworth Press UK 2013.p2-15

3. Torres A, Peetermans WE, Viegi G, Blasi F. Risk factors for community-acquired pneumonia in adults in Europe: a literature review. Thorax 2013;68:1057-1065

4. Bartlett JG. Management of Respiratory tract Infectionn edisi 3rd Lippincott Williams & Wilkins Philadelphia 2001. p1-122

5. Watkins R, Lemonovic T. Diagnosis and Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults Am Fam Physician 2011;83(11):1299-1306.

6. Franquet T. Imaging of pneumonia: trends and algorithms, Eur Respir J 2001; 18: 196–208.

7. Nambu A, Ozawa K, Kobayashi N, Tago M. Imaging of community- acquired pneumonia: Roles imaging examinations, imaging diagnosis of specific pathogens and discrimination from noninfectious diseases. World J Radiol 2014; 6(10): 779-793 8. Chavez MA, Shams N, Ellington LE, Naithani N, Gilman RH,

Steinhoff MC, Santosham M, Black RE, Price C, Gross M, Checkley W. Lung ultrasound for the diagnosis of pneumonia in adults: a systematic review and meta-analysis. Respiratory Research 2014;

15: 50

(14)

TEKS

10

9. Blavias M. Lung Ultrasound in Evaluation of Pneumonia. J Ultrasound Med 2012; 31: 823-826

10. Edward S, Kapil R. Ultrasound in the diagnosis and management of pneumonia. Current opinion in infectious diseases. 2016; 29: 223- 228

11. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, Pneumonia didapat di Masyarakat, inRani AA, Soegondo S, Nazir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjorer A editor, Panduan Pelayanan Medik, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta 2006, hal.90-99

12. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, Dowell SF, File Jr. TM, Musher DM, Niederman MS, Torres A, and Whitney CG.IDSA/ATS consensus guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. CID 2007;44:S27 – S72

Gambar

Gambar 1. Alur diagnosis infeksi saluran napas bawah. 6

Referensi

Dokumen terkait

(2) Masing-masing leksia memunculkan kode yang memiliki makna, kode tersebut adalah kode aksi atau proairetik (AKS), kode hermeneutik (HER), kode budaya

Mulai dari anak kecil hingga orang dewasa dapat dengan mudah mempelajari dan mengakses youtube .Dari ulasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam perkembangan media

Konsep merupakan unsur penting dalam penelitian, keberhasilan suatu penelitian antara lain bergantung pada sejauh mana kita mendefenisikan konsep dapat diartikan sebagai defenisi

Setelah itu dicuci endapan dengan air panas dan ditampung air pencuci bersama filtratnya (filtrate B), lalu dilarutkan kembali dengan larutan HCl 2N serta ditambahkan

Kesimpulan hasil penelitian yaitu kegiatan pelatihan penanggulangan Tuberkulosis oleh 'Aisyiyah Jawa Barat secara umum telah dilaksanakan dengan baik dan menghasilkan

Hal-hal yang belum tercantum di perjanjian kerjasama ini dan berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan “Pengajian Akbar Memperingati Isra’ Mi’raj Dan Bakti

Untuk pembangunan bangunan pengendali tersebut diperlukan suatu kegiatan Pengukuran dan Perencanaan Teknis pada aliran muara sungai Batang Muaro Samuik yang akan

'ontoh atribut amplitudo tipe ini adalah Maximum Absolute Amplitude&amp; Maximum Peak Amplitude&amp; Average Peak  Amplitude&amp; dan Maximum Trough Amplitude. Sama