• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seberapa banyak tujuan program dapat dicapai, seberapa besar komponen-komponen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seberapa banyak tujuan program dapat dicapai, seberapa besar komponen-komponen"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Penilaian terhadap efektivitas berupa pernyataan berdasarkan fakta tentang seberapa banyak tujuan program dapat dicapai, seberapa besar komponen-komponen program telah berfungsi dalam pencapaian tujuan (Soetomo, 2008: 352). Berbicara tentang efektivitas program maka persoalannya menjadi tumbuh kompleks apalagi diingat bahwa sumber masalah yang hendak dipecahkan tak hanya berasal dari kondisi individu sebagai penyandang masalah, melainkan juga dapat berasal dari level sistem.

Sondang P. Siagian memberikan definisi sebagai berikut, Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efekivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai atau tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian, 2001: 24).

Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional (Sumaryadi, 2005: 105). Pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila

▸ Baca selengkapnya: senam ketangkasan yang dapat mengukur seberapa jauh melompat adalah

(2)

12

sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.

Sementara menurut Gibson, efektivitas organisasi dapat diukur sebagai berikut: 1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap 4. Perencanaan yang matang

5. Penyusunan program yang tepat 6. Tersedianya sarana dan prasarana

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik (Gibson, dalam Tangkilisan, 2005: 65)

Tujuan mempelajari perilaku organisasi adalah membuat agar organisasi menjadi lebih efektif melalui perbaikan yang berkesinambungan. Berikut ini 4 cara menilai efektivitas organisasi menurut Kreitner dan Kinicki dapat dilakukan dengan empat kriteria, yaitu pencapaian tujuan, akuisisi sumberdaya, proses internal dan kepuasan konstituensi.

1. Pencapaian Program, suatu organisasi dianggap efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil atau out put dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi.

2. Akuisisi Sumberdaya, suatu organisasi dianggap efektif apabila organisasi tersebut dapat diperoleh input atau faktor-faktor produksi yang dibutuhkan, seperti bahan baku, modal, keahlian teknis, dan manajerial. 3. Proses Internal, suatu organisasi dianggap efektif apabila memiliki sistem

(3)

13

mengalir dengan lancar, serta adanya komitmen, kepercayaan, loyalitas dan kepuasan karyawan.

4. Startegi/Strategic Constituency, suatu organisasi dianggap efektif apabila adanya kepuasan pihak-pihak yang berkepentingan. Konstitunsi strategi adalah sekelompok individu yang memiliki andil dalam organisasi, seperti penyedia sumberdaya, pengguna produk, produsen output organisasi, kelompok-kelompok yang kerjasamanya penting untuk kelangsungan hidup organisasi, dan mereka yang hidupnya dipengaruhi oleh organisasi (Sunyoto & Burhanudin, 2011: 7-8).

Definisi-definisi tersebut menilai efektivitas dengan menggunakan tujuan akhir atau tujuan yang diinginkan. Kenyataan dalam upaya mencapai tujuan akhir, perusahaan harus mengenali kondisi-kondisi yang dapat menghalangi tercapainya tujuan, sehingga dapat diterima pandangan yang menilai efektivitas organisasi sebagai ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai.

2.1.2 Pendekatan Terhadap Efektivitas

Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu:

1. Pendekatan Sasaran

Pendekatan ini mencoba mengatur sejauh mana suatu perusahaan berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Sasaran yang perlu di perhatikan dalam pengukuran efektivitas ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran

(4)

14

resmi dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkan. Memusatkan perhatian terhadap aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output. Pendekatan sasaran dapat direalisasikan apabila organisasi mampu melakukan pendekatan kepada warga binaaan sosial dalam mengarahkan kepada tujuan yang ingin dicapai yaitu semua warga binaan sosial dapat berfungsi sosial.

2. Pendekatan Sumber

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu perusahaan dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkan. Suatu organisasi harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu organisasi terhadap lingkungannya, karena perusahaan mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya. Sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan sering kali bersifat langka dan bernilai tinggi. Pendekatan sumber dalam organisasi dapat di ukur dari seberapa jauh hubungan antara warga binaan sosial dengan lingkungan sekitarnya.

3. Pendekatan Proses

Pendekatan proses menganggap efektifitas sebagai defenisi dan kondisi kesehatan dari suatu organisasi. Pada organisasi yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap berbagai

(5)

15

sumber yang dimiliki organisasi, yang menggambarkan tingkat efesiensi serta kesehatan organisasi. Tujuan dari pada pendekatan proses yang dilakukan organisasi adalah bagaimana organisasi mampu menggunakan semua program secara terkoordinir dengan baik (Cunningham 1978, dalam syahfrina 2012). Keberhasilan organisasi pada umumnya diukur dengan konsep efektivitas. Menurut Steers (1977), pada umumnya efektivitas hanya dikaitkan dengan tujuan organisasi, yaitu laba, yang cenderung mengabaikan aspek terpenting dari keseluruhan prosesnya, yaitu sumber daya manusia. Hal yang diperlukan untuk mencapai efektivitas organisasi, baik untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang menjadi ukuran efektivitas organisasi yaitu sebagai beriku:

1. Produksi (production) 2. Efisiensi (efficiency) 3. Kepuasan (satisfaction) 4. Adaptasi (adaptiveness)

5. Perkembangan (development), (Steers, dalam Sutrisno, 2011: 149-150)

Ada macam-macam indikator atau kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas organisasi. Champbell (1973) mengatakan bahwa ada 19 butir untuk mengukur efektivitas:

1. Efektivitas keseluruhan 2. Kualitas

3. Produktivitas 4. Kesiapsiagaan 5. Efisiensi

(6)

16 6. Laba

7. Pertumbuhan

8. Pemanfaatan lingkungan 9. Stabilitas

10. Perputaran atau keluarmasuknya karyawan 11. Absenteisme

12. Kecelakaan 13. Semangat kerja 14. Motovasi 15. Kepuasan

16. Internalisasi tujuan organisasi 17. Konflik kohensi

18. Fleksibilitas adaptasi

19. Pinilaian pihak luar (Champbell 1973, dalam Sutrisno 2011, 131-133). Berdasarkan pendapat dan teori efektivitas yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur efektivitas pelaksanaan program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera pada penelitian ini, diukur melalui indikator sebagai berikut : 1. Pemahaman program

2. Ketepatan sasaran 3. Ketepatan waktu 4. Tercapainya target 5. Tercapainya tujuan 6. Perubahan nyata

(7)

17 2.2 Kebijakan Publik

H. Hugo Heglo menyatakan kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan Anderson mendefenisikan kebijakan sebagai suatu serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang ikut dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu (Abidin, 2004: 21).

Chandler dan Plano (dalam, Tangkilisan 2003: 1) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

Sedangkan menurut Woll (dalam Tangkilisan, 2003: 2) kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu:

1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengeruhi kehidup masyarakat.

2. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

(8)

18

3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat (Tangkilisan, 2003: 2).

Menurut James Anderson sebagai pakar publik menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut:

1. Formulasi masalah (Problem formulation): apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah.

2. Formulasi kebijakan (Formulation): Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?

3. Penentuan Kebijakan (Adaption): Bagaimana alternatif ditetapkan? Persyaratan atau criteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?

4. Implementasi (Implementation): Siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Ada dampak dari isi kebijakan?

5. Evaluasi (Evaluation): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatasan? (Subarsono, 2005: 12-13). Beberapa pengertian kebijakan publik yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa banyak upaya-upaya pemerintah yang dilakukan untuk melakukan perubahan diberbagai bidang dengan berbagai macam kebijakan. Fungsi dari kebijakan tersebut adalah untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam masyarakat. Salah satu pihak yang dianggap memiliki tanggung jawab untuk melakukan perubahan dan perbaikan tersebut adalah negara. Sehingga kebijakan

(9)

19

sosial dapat dilihat sebagai salah satu upaya yang direncanakan dan dilaksanankan negara untuk memecahkan masalah sosial tersebut, atau setidaknya merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi yang tidak diharapkan tadi (Soetomo, 2008: 207).

Untuk melihat efektivitas kebijakan sosial sebagai salah satu bentuk respon terhadap masalah sosial, setidak-tidaknya pada level konsep perlu dilakukan elaborasi berbagai dimensi tentang kebijakan sosial itu sendiri, dan kebijakan sosial merupakan salah satu bentuk dari upaya pemecahan masalah-masalah sosial yang terdapat dinegara ini.

Terbentuknya kebijakan publik oleh pemerintah, maka lahirlah kebijakan sosial yang merupakan salah satu cara atau upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengentas kemiskinan diantaranya kebijakan sosial dalam bentuk pemberdayaan masyarakat. Meskipun program pemberdayaan ini bukan lah satu-satunya kebijakan sosial yang dibuat oleh pemerintah, tetapi kebijakan sosial ini cukup berperan penting dalam mengentas kemiskinan yang ada di negara ini. Program ini mengajarkan kemandirian kepada anggota kelompok. Seperti kebijakan sosial yang di dampingi oleh BKKBN yaitu Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) di desa Medan Krio kecamatan Sunggal kabupaten Deli Serdang.

2.3 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah sebuah proses dimana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengawasan dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parson dalam Suharto, 2009: 58).

(10)

20

Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang terpinggirkan, termasuk kaum perempuan. Demikian pula masyarakat lain yang terabaikan. Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi orang lain untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat meningkatkan untuk menganalisis kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu diatasi. Masyarakat berperan serta dalam proses pengambilan keputusan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan sampai tahap penilaian kegiatan yang dikembangkan oleh dan untuk mereka.

Dasar proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya sangat luas dan berguna serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik. Proses pemberdayaan ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumber daya manusia. Melalui proses pemberdayaan masyarakat diharapkan akan dikembangkan lebih jauh pola pikir yang kritis dan sistematis.

Proses pemberdayaan sangat bermanfaat untuk dinas dan instansi lain dalam peningkatan pelayanan yang lebih tanggap bagi kebutuhan pelanggan yang telah diidentifikasi oleh masyarakat sendiri. Proses pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi dapat menyesuaikan serta memperbaiki pelayanannya.

Tim pemberdayaan masyarakat di dukung oleh lembaga pelaksana. Peran utama tim pemberdayaan masyarakat adalah mendampingi masyarakat dalam melaksanakan proses pemberdayaan masyarakat. Peran tim pemberdayaan pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan kegiatannya secara mandiri.

(11)

21

Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui beberapa tahapan seperti diuraikan berikut ini. Proses ini harus sesuai dengan kondisi dan dinamika yang ada di wilayah pelaksanaan.

Tahap 1. Seleksi lokasi

Tahap 2. Sosialisasi pemberdayaan masyarakat

Tahap 3. Proses pemberdayaan masyarakat, yang terdiri dari: a. Kajian keadaan pedesaaan partisipatif

b. Pengembangan kelompok

c. Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan d. Monitoring dan evaluasi partisipasi

Tahap 4. Pemandirian masyarakat (Departemen Sosial, 2007: 1-6).

Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pemberdayaan masyarakat tidak tentu. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses yang akan berjalan terus-menerus. Masyarakat akan mengkaji keadaannya dan mengembangkan rencana kegiatan perbaikan serta melakukannya secara berkelanjutan.

BKKBN telah memulai program pemberdayaan ekonomi pada tahun 80’an. Dalam periode waktu 1980 sampai dengan tahun 1994 telah dilaksanakan berbagai program “The Family Planning – Income Generating Activities” (FP-IGA) yang telah dilaksanakan. Pada awalnya program rintisan ini dikembangkan untuk penjagaan kebutuhan terhadap program pemberdayaan ekonomi keluarga, sehingga disajikan berbagai alternatif model yang dapat dikembangkan di daerah. Keberlangsungan program pemberdayaan ekonomi ini sangat tergantung pada sumber daya manusia, sumber daya ekonomi, teknis produksi, pemasaran, dan yang lebih utama adalah permodalan. Berikut ini adalah contoh dari model–model pemberdayaan ekonomi keluarga antara lain :

(12)

22 A. Program Rintisan

1. Proyek Bantuan Bank Dunia 300 IDN, merupakan paket program berupa: bantuan pengadaan air bersih, peningkatan pendapatan akseptor, dan penyedian kebutuhan.

2. Proyek ASEAN untuk Women in Development, salah satu kegiatannya adalah Income Generating.

3. Program GIZI melalui bantuan USAID, dengan kegiatan KB-pedesaan/kumuh yang salah satu kegiatannya adalah Income Generating. 4. Program Women in Development melalui bantuan UNFPA, dengan

kegiatan Income Generating Program WID ini sudah lebih lengkap dengan adanya studi banding, pembuatan buku pedoman MIS.

5. Melalui bantuan Belanda (IGGA), dilaksanakan program Income Generating dengan berbagai kegiatan pengembangan antara lain :

a. Model-model pelatihan

b. Latihan pengembangan produk c. Latihan pemasaran

d. Studi banding

6. Dukungan APBN-DIP melui berbagai proyek untuk kecamatan miskin dan KB keluarga transmigran, yang bentuk kegitannya adalah Income Generating dengan penyediaan bantuan modal yang dilaksanakan secara bergulir.

7. Bantuan modal dari BUMN/dari saldo laba perusahaan negara juga dialokasikan untuk kegiatan Income Generating dengan paket modal lebih besar dari bantuan modal APBN (Badan Koodinasi Keluarga Berencana Nasional, 2007:28)

(13)

23

Kelompok-kelompok yang mendapatkan bantuan modal tersebut adalah kelompok UPPKA (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor), yang para anggotanya sebagian besar para akseptor KB untuk mendorong peningkatan kesejahteraan akseptor KB sebagai suatu nilai tambahan bagi yang menjadi anggota KB, dan bagi lingkungannya merupakan salah satu teknik motivasi untuk mengajak masyarakat untuk ikut serta menjadi akseptor KB.

2.4 Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera 2.4.1 Pengertian Kelompok UPPKS

Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga sejahtera (UPPKS) adalah kelompok yang melakukan kegiatan ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatan keluarga dalam rangka mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang beranggotakan, baik ibu/ibu wanita dari keluarga prasejahtera, keluarga sejahtera I, maupun keluarga lain yang tahap kesejahteraannya lebih tinggi, baik yang belum, sedang, maupun purna peserta KB.

Tujuan umum dari kelompok UPPKS adalah untuk memberdayakan ibu-ibu/wanita di bidang ekonomi sebagai upaya peningkatan penanggulangan kemiskinan dalam rangka membangun kemandirian dan ketahanan keluarga serta mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Secara khusus tujuan kelompok UPPKS adalah:

1) Meningkatkan pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi

2) Melatih keluarga, khususnya wanita untuk melakukan kegiatan wirausaha 3) Meningkatkan dinamika kehidupan keluarga

4) Meningkatkan peran serta keluarga dalam pelaksanaan pembangunan dilingkungannya

(14)

24

5) Meningkatkan kemandirian dan ketahanan keluarga

8. Meningkatkan upaya penanggulangan kemiskinan (Badan Koodinasi Keluarga Berencana Nasional, 2007: 1-2)

Sasaran langsung yang dituju pada program ini adalah kaum wanita yang termasuk kategori keluarga pra keluarga sejahtera, sejahtera I, dan keluarga lain yang tingkat kesejahteraannya sudah lebih tinggi dari pada yang sedang melakukan kegiatan usaha ekonomi produktif. Sasaran tidak langsung dari kegiatan ini antara lain adalah kader pembangunan di tingkat desa, tokoh masyarakat, PLKB, dan pemberi pinjaman modal.

2.4.2 Pokok-pokok Kegiatan Kelompok UPPKS

Pengembangan kegiatan UPPKS dan pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Komunikasi, Informasi, dan Edukasi. Kegiatan ini ditujukan untuk menumbuhkan kepedulian dan komitmen dari berbagai unsur pembangunan di setiap lingkungan sehingga berkembang partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera.

2) Pendataan keluarga sejahtera. Kegiatan ini dilakukan setiap tahun bersama masyarakat untuk memperoleh data yang lengkap tentang tingkat kesejahteraan keluarga sehingga mereka yang tergolong keluarga pra-keluarga sejahtera dan pra-keluarga sejahtera I segera dapat ditingkatkan kesejahteraannya melalui kelompok UPPKS.

3) Bimbingan pengembangan usaha ekonomi produktif. Bimbingan ini dilakukan melalui kelompok UPPKS dengan jenis usaha (1) pelaju keluarga (petik, olah, jual, dan untung oleh keluarga), (2) pemaju keluarga (proses,

(15)

25

kemas, jual, dan untung oleh keluarga), (3) jasa, seperti usaha salon kecantikan, tukang banten, tukang pijat/mesinggul, dan tukang jahit.

4) Kemitraan usaha. Pokjanal di tingkat desa yang lebih tinggi berusaha mencarikan mitra usaha bagi kelompok UPPKS dalam pengembangan usahanya. Pola kemitraan dapat berupa pola inti plasma, subkontrak, keagenan, waralaba, dagang umum, dan usaha bersama.

2.5 Kriteria Kemiskinan dari BKKBN 2.5.1 Kemiskinan Menurut BKKBN

Kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Siagian, 2012: 2). Suatu proses kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Dalam pelaksanaan program UPPKS yang dimotori oleh BKKBN kriteria yang digunakan untuk menentukan keluarga yang akan memperoleh bantuan pada program ini adalah kriteria yang dikeluarkan oleh BKKBN. Indikator yang digunakan adalah indikator yang terdapat pada tahapan-tahapan keluarga sejahtera. Indikator tahapan keluarga sejahtera diuraikan secara terperinci berikut ini:

Keluarga sejahtera tahap I sebuah keluarga akan digolongkan sebagai keluarga dengan kategori keluarga sejahtera I jika sesuai dengan kriteria berikut:

(16)

26

1. Keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama yang dianut masing-masing.

2. Pada umumnya seluruh keluarga makan dua kali/lebih sehari. 3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian berbeda.

4. Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah.

5. Bila anak sakit dan PUS ingin menjadi akseptor KB, dibawa ke sarana pengobatan modern (Badan Koodinasi Keluarga Berencana Nasional, 2007: 10)

Apabila salah satu atau lebih dari indikator tersebut tidak terpenuhi, maka keluarga tersebut digolongkan kedalam keluarga prasejahtera. Kriteria BKKBN untuk mereka yang tergolong miskin adalah keluarga yang berada dalam kategori keluarga sejahtera I dan pra-keluarga sejahtera.

2.6 Efektivitas Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) 2.6.1 Landasan Hukum

Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 instruksi Presiden nomor 3 tahun 1996 tentang pembangunan keluarga sejahtera dalam rangka peningkatan penanggulangan kemiskinan peraturan presiden nomor 7 tahun 2005 tentang RPJM 2004-2009. Komitmen global: MDGs (Millennium Development Gold)- Micro Credit Summit.

2.6.2 Visi dan Misi

Visi, Misi & Grand Strategi Visi: “Seluruh Keluarga Ikut KB” Misi: Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera

Grand Strategi: 1. Menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam program KB

(17)

27

7. Menata kembali pengelolaan program KB 8. Memperkuat SDM Operasional Program KB

9. Meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pelayanan KB

10.Meningkatkan pembiayaan program KB 2.6.3 Tujuan

Tujuan umum dari kelompok UPPKS adalah untuk memberdayakan ibu-ibu/wanita dibidang ekonomi sebagai upaya peningkatan penanggulangan kemiskinan dalam rangka membangun kemandirian dan ketahanan keluarga serta mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Secara khusus tujuan kelompok UPPKS adalah:

1) Meningkatkan pemberdayaan keluarga dibidang ekonomi

2) Melatih keluarga, khususnya wanita untuk melakukan kegiatan wirausaha 3) Meningkatkan dinamika kehidupan keluarga

4) Meningkatkan peran serta keluarga dalam pelaksanaan pembangunan dilingkungannya

5) Meningkatkan kemandirian dan ketahanan keluarga 6) Meningkatkan upaya penanggulangan kemiskinan. 2.6.4 Sasaran

Keanggotaan kelompok UPPKS diutamakan peserta KB khususnya keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I yang belum menjadi peserta KB, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III, keluarga sejahtera III+ sebagai fasilitator remaja yang aktif dalam kegiatan PIK-KRR. Pria yang aktif dalam paguyuban KB pria keluarga yang aktif dalam kegiatan

(18)

28

Bina keluarga balit, Bina keluarga remaja, Bina keluarga lansia peserta KB isteri prajurit TNI yang tinggal diasrama TNI.

1. Keluarga pra sejahtera yaitu: Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal seperti pengajaran, agama, sandang, pangan, papan dan kesehatan.

2. Keluarga sejahtera tahap I yaitu: Keluarga dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal/sesuai kebutuhan dasar pada keluarga pra-sejahtera tetapi belum dapat memenuhi: keseluruhan kebutuhan sosial psikologis keluarga seperti pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan.

3. Keluarga sejahtera tahap II yaitu: Keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar, kebutuhan psikologis tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan perkembangan/menabung dan memperoleh informasi.

4. Keluarga sejahtera tahap III yaitu: Keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan pada tahap I dan II namun belum dapat memberikan sumbangan/kontribusi maksimal terhadap masyarakat dan berperan secara aktif dalam masyarakat.

5. Keluarga sejahtera tahap III + yaitu: Keluarga-keluarga yang dapat memenuhi semua kebutuhan keluarga pada tahap I sampai dengan tahap III.

Terdapat 23 indikator yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan dasar kelurga, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangan keluarga. 1. Keluarga Pra Sejahtera

1. Melaksanakan ibadah menurut agama uang dianutnya masing-masing 2. Makan dua kali sehari atau lebih

(19)

29

4. Memiliki rumah yang sebagian besar lantainya bukan dari tanah

5. Membawa anggota keluarga yang sakit kepelayanan kesehatan. Termasuk bila keluarga adalah pasangan usia subur yang ingin menjadi akseptor KB.

2. Keluarga Sejahtera I

Bila keluarga sudah mampu melaksanakan indikator 1-5 (pada keluarga pra sejahtera), tetapi belum mampu untuk melaksanankan indikator sebagai berikut:

1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing

2. Makan daging/ Ikan/ Telur sebagai lauk pauk paling kurang sekali dalam seminggu

3. Memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir 4. Luas lantai tiap penghuni rumah 8 m2

5. Anggota keluarga sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga dapat melaksanakan fungsi masing-masing

6. Paling kurang satu anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap

7. Bisa baca tulis latin bagi seluruh anggota keluarga yang berumur 10 sampai dengan 60 tahun

8. Anak usia sekolah (7-15 tahun bersekolah)

9. Anak hidup dua atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur saat ini masih memakai kontrasepsi.

3. Keluarga Sejahtera II

Bila keluarga sudah mampu melaksanakan indikator 1-14 (pada keluarga sejahtera I), tetapi belum mampu melaksanakan indikator sebagai berikut:

(20)

30

1. Upaya keluarga meningkatkan/ menambah pengetahuan agama 2. Keluarga mempunya tabungan

3. Makan bersama paling kurang sehari sekali 4. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat

5. Rekreasi bersama/ penyelenggaraan paling kurang sekali dalam sebulan 6. Memperoleh berita dari surat kabar, radio, tv, majalah

7. Anggota keluarga mampu menggunakan transportasi 4. Keluarga Sejahtera III

Bila keluarga sudah mampu melaksanakan indikator 1-21 (pada tahap keluarga sebelumnya), tetapi belum mampu melaksanakan indikator sebagai berikut:

1. Memberikan sumbangan secara teratur/dalam waktu tertentu secara sukarela dalam bentuk meteri kepada masyarakat

2. Aktif sebagai pengurus yayasan/ institusi dalam kegiatan masyarakat 5. Keluarga Sejahtera III +

Bila keluarga sudah mampu melaksanakan seluruh indikator keluarga sejahtera (yang berjumlah 23).

2.6.5 Pokok-pokok Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga A. Persiapan

Untuk terjadinya proses pemberdayaan keluarga yang terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pendataan Keluarga

Pendataan keluarga merupakan kegiatan strategis program KB nasional yang dilakukan setiap tahun mulai pada tahun 1993. Data dikumpulkan dengan mendatangi setiap keluarga di Indonesia (door to door service) yang dilakukan oleh

(21)

31

PLKB dan institusi masyarakat seperti PPKBD dan PKK. Data keluarga menghasilkan potret keluarga menurut tahapan kesejahteraan keluarga, termasuk kondisi keluarga pra sejahtera dan sejahtera I/miskin. Hasil pendataan ini kemudian dibahas bersama guna meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mengatasi masalah kemiskinan, dari masyarakat, untuk masyarakat, dan oleh masyarakat.

Hasil pendekatan keluarga tahun 1995 khususnya pendataan keluarga pra sejahtera dan sejahatera I, digunakan sebagai landasan untuk menentukan pengumpulan dan pembentukan kelompok UPPKS yang dapat menerima skim Takesra dan Kukesra.

2. Pertemuan/ Sarasehan

Sarasehan dilakukan berbarengan dengan upaya menggalang dukungan dan kegiatan gotong royong untuk menyelesaian masalah setempat dan dilaksanakan melalui berbagai forum yang ada seperti musyawarah membangun desa, rakorbang atau rapat kerja. Hal yang penting dalam sarasehan tersebut adalah masyarakat dapat merumuskan dan menetapkan sasaran keluarga miskin oleh mereka sendiri. Kemudian merangsang bentuk-bentuk intervensinya/sektor-sektor bagi masalah yang tidak dapat diselesaikan ditingkat bawah.

B. Pelaksanaan

1. Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok

Rangkaian kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga dilaksanakan melalui kelompok UPPKS. Kelompok ini merupakan wadah dan sarana untuk mendapatkan akses dan fasilitas yang dibutuhkan bagi pengembangan aktualitas diri keluarga. Melalui pendekatan kelompok, diharapkan terjadi proses saling tukar pengalaman diantara anggotanya yang merupakan bagian dari proses pembelajaran yang

(22)

32

berlangsung secara berkesinambungan untuk menciptakan semangat dan mengembangkan kemampuan berwirausaha.

Pada akhirnya kelompok ini diharapkan dapat mengantarkan anggotanya menjadi wirausaha yang mandiri. Upaya penumbuhan dan pengembangan kelompok dilingkapi oleh dukungan berbagai pihak, terutama oleh pemerintah kabupaten/kota, lintas sektor, perbankan, dan lembaga ketahanan masyarakat yang berfungsi sebagai pendamping usaha kelompok.

2. Pembinaan Pengelolan Usaha

Pembinaan pengelolaan usaha merupakan rangkaian proses mulai dari sumberdaya manusia, kemitraan, jaringan usaha, produksi permodalan dan pemasaran yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Pembinaan secara khusus dilakukan oleh tingkat pusat dan propinsi, yang kemudian dijabarkan oleh BKKBN kabupaten/kota. Pembinaan ini dimulai dari pengumpulan data basis kelompok UPPKS proses pengelolaan usaha sampai dengan pemasaran.

Rangkaian kegiatan pembinaan dan pengembangan usaha kelompok UPPKS, terdiri dari:

a. Peningkatan sumber daya manusia b. Pengembangan kemitraan

c. Pengembangan jejaring usaha d. Pembinaan produksi

e. Pembinaan permodalan dan lembaga keuangan mikro f. Pembinaan pemasaran

3. Pengembangan dan Pembinaan Tenaga Terampil

Keluarga yang tidak memiliki minat dan kemampuan menjadi pengusaha mikro akan diarahkan menjadi tenaga terampil melaui pelatihan keterampilan sesuai

(23)

33

dengan minat, bakat dan potensi yang dimiliki. Kegiatan ini dibantu juga oleh lintas sektor departemen tenaga kerja melakukan kerjasama dengan Balai Latihan Kerja dan Mobile TrainingUnit yang melatih kelompok UPPKS, misalnya usaha menjahit, bordir, membuat kue, makanan/minuman, kerajinan, salon, tenaga service.

Upaya yang dilaksanakan dalam pengembangan dan pembinaan tenaga terampil meliputi:

a. Peningkatan jaringan kemitraan

b. Penyedian modal pelatihan keterampilan

4. Pengembangan Kelompok-Kelompok Sosial Dengan Muatan Ekonomi

Upaya ini dimaksudkan untuk mengisi kelompok-kelompok kegiatan sosial yang ada dengan sentuhan dan muatan usaha ekonomi. Kelompok UPPKS dalam kegiatan ini berfungsi sebagai inti yang akan memberikan daya ungkit yang besar atas terselenggaranya kegiatan sosial seperti Posyandu, Bina-bina keluarga, dan Usaha perbaikan gizi keluarga dengan lebih intens dan berkesinambungan karena ada kegiatan ekonominya.

5. Pemetaan Kelompok UPPKS

Kelompok UPPKS dibagi atas beberapa klasifikasi yang terdiri dari:

a. Kelompok UPPKS Dasar, yaitu kelompok UPPKS dengan kriteria: pengurus kelompok belum lengkap, pembukuan sederhana, pertemuan kelompok bulanan, usaha sebatas simpan pinjam, dan belum memperoleh pinjaman kredit komersial.

b. Kelompok UPPKS Berkembang, yaitu kelompok UPPKS dengan kriteria: pengurus kelompok lengkap (ketua, sekretaris, bendahara) pembukuan lengkap, pertemuan intensif, melakukan berbagai jenis usaha, modal dari anggota dan dari sumber semi komersial.

(24)

34

c. Kelompok UPPKS Mandiri, yaitu kelompok UPPKS dengan kriteria: pengurus kelompok lengkap, pembukuan lengkap, pertemuan mingguan, melakukan berbagai jenis usaha, menggunakan Alat Teknologi Tepat Guna, modal pinjaman komersial.

C. Permodalan dan Kelembagaan

Pembiayaan atau pendanaan merupakan hal yang sangat penting dan harus dipikirkan untuk kesinambungan jalannya usaha kelompok. Banyak kelompok yang tidak dapat melanjutkan usahanya karena kekurangan modal atau tidak adanya kelanjutan pinjaman berikutnya yang memperlancar jalannya usaha. Kesulitan utama yang dihadapi oleh para pengusaha mikro dan kecil adalah persoalan permodalan.

Sektor ekonomi ini tidak dapat mengakses perbankan, karena skalanya yang begitu kecil untuk mampu menjangkau perbankan. Pelayanan perbankan yang memfokuskan pada UKM dapat memberikan pinjaman minimal Rp 5 juta, banyak perbankan tidak dapat menjangkau bila harus melayani kredit dibawah Rp 5 juta. Kendalanya yaitu ongkos operasional bank menjadi terlalu mahal, adapun bank yang melakukannya adalah Bank BRI namun cakupannya sangat terbatas.

D. Alur Pembiayaan Usaha Mikro

Pembiayaan usaha mikro UPPKS merupakan suatu sistem penyaluran pinjaman kredit kepada kepada kelompok UPPKS dari berbagai sumber dana serta sistem pengembalian angsuran dari kelompok UPPKS kepada penyandang dana secara terstruktur dan teratur. Pembiayaan untuk usaha mikro adalah hal yang sangat penting dalam rangka menjamin kelangsungan usaha kelompok dan kemampuan menjangkau anggota kelompok dari keluarga miskin untuk dapat mengakses sumber permodalan. Untuk kelancaran hal tersebut perlu dilibatkan berbagai sistem

(25)

35

keuangan mikro baik lembaga keuangan bukan bank maupun perbankkan dan penyandang dana.

Berdasarkan pengalaman pelaksanaan usaha ekonomi keluarga, dapat digambarkan alur model yang telah dikembangkan dan sedang dirintis untuk pembiayaan usaha mikro sebagai berikut:

1) Sistem Penyaluran Pinjaman Kredit

a. Kredit usaha mikro–layanan tanpa agunan bank mandiri melalui skim kredit yaitu suatu program penyaluran kredit mikro dengan sistem dana penjaminan dari pemerintah yang langsung melayani berbagai kelompok usaha ekonomi produktif termasuk UPPKS.

Model yang telah dikembangkan seperti diatas bukanlah satu-satunya. Masih banyak model-model yang telah dikembangkan oleh daerah misalnya melalui Bank umum daerah, proyek pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan, dana

community development, dana pemberdayaan masyarakat, dan partisipasi

masyarakat. Oleh karena itu model-model tersebut dapat berkembang seiring dengan waktu akibat terjadinya perubahan kebutuhan dan kondisi masyarakat.

2) Sistem Perguliran Pinjaman

Tujuan dari sistem ini adalah memperluas akses anggota atau kelompok lain untuk mendapatkan kesempatan memperoleh kredit modal dan investasi. Untuk itu perlu diterapkan berbagai sistem tanggung renteng dan upaya pendampingan yang dapat menjamin kembalinya modal pinjaman yang melibatkan peran-peran asosiasi atau lembaga keuangan mikro bukan bank sebagai pengelola keuangan di tingkat lapangan.

(26)

36 E. Pengorganisasian

a. Kelompok

Mengaktifkan kelompok secara berkala sebagai media pendidikan dan pembelajaran untuk memahami admistrasi dan pembukuan kelompok. Kelompok akan melakukan ikrar untuk mematuhi aturan kelompok dan terikat pada komitmen bersama dalam setiap pertemuan rutin dan melaporkan kemajuan usahnya dengan menunjukkan cash-flow (pembukuan keuangan). Selanjutnya, kelompok menabung dalam setiap pertemuan kelompok dan mengembalikan pinjaman mingguan atau bulanan.

b.Desa, Kecamatan dan Kabupaten

Dilakukan melaui forum sebagai wadah pertemuan berbagai tingkatan kelompok kerja teknis. Forum ini terdiri dari pembinaan dan Petugas BKKBN, Perbankan, LKM/Pendamping, Kader, Unit Pelaksanaan lintas sektor. Adapun fungsi kelompok teknis tersebut adalah:

1. Membuat rencana kerja berdasarkan data dari pendataan keluarga dan data sekunder lainnya

2. Melakukan evaluasi hasil kerja

3. Memecahkan masalah dan memberikan solusi usaha mikro

4. Membangun wadah koordinasi bagi komunikasi, informasi dan edukasi usaha-usaha mikro

5. Menggali pembiayaan untuk usaha mikro dan sistem perguliran pinjaman 6. Merujuk permasalah yang diperlukan penyelesaian ke tingkat lebih atas Agar program pemberdayaan ekonomi keluarga ditingkat desa/kec/kabupaten berjalan secara efektif, fungsi yang mendasar dari kelompok teknis harus dijalankan. Pada kenyataannya fungsi kelompok teknis berjalan tersendat-sendat sesuai dengan

(27)

37

keberadaan program. Untuk itu dukungan dan motivasi pertemuan teknis sangat diperlukan, seperti Advokasi dan KIE, tenaga SDM dan dukungan fasilitas sarana.

c. Provinsi dan Pusat

Tingkat Provinsi dan Pusat melalui Kelompok Kerja Operasional. Forum tersebut perlu melakukan pertemuan rutin bulanan dengan fungsi utama mengaktifkan dan mengevaluasi kelompok teknis kabupaten/kota maupun kecamatan yang akan menjaga kesinambungan usaha mikro.

1. Melakukan perencanaan dan supervisi 2. Melakukan evaluasi dan umpan balik

3. Menggali terobosan bagi kesinambungan usaha mikro

4. Mengaktifkan dan menyuburkan jaringan Lembaga Keuangan Mikro daerah

5. Membuat laporan nasional dan umpan balik 6. Menggali sumber dana baru

7. Melancarkan sistem perguliran dana kelompok. F. Program Penghubung/Pendampingan

Pendampingan yang dilakukan oleh LKMD bagi kelompok UPPKS menekankan pada Sumber Daya Manusia dari segi praktis, sikap, kemampuan dan kecakapan. Untuk itu ada 5 aspek pendampingan yang mutlak diperhatikan dalam rangka pemberdayaan keluarga.

1. Aspek Organisasi

Pendampingan terhadap kelompok UPPKS dimaksudkan agar kelompok dapat menemukan identitasnya dan dapat bekerja berdasarkan prinsip-prinsip kelompok. Pembenahan organisasi merupakan persyaratan terjaminnya kelancaran kegiatan kelompok. Keterlibatan dan keterbukaan administrasi akan menumbuhkan

(28)

38

kepercayaan anggota maupun pihak luar terhadap upaya-upaya pengembangan kelompok yang bermutu.

2. Aspek Administrasi

Terbentuknya orgaisasi sebagai wadah pengembangan kelompok, dituntut pula agar pendamping mampu menciptakan organisasi yang tertib administrasi, sehingga setiap aktifitas kelompok dapat dipertanggung jawabkan secara tertulis. Administrasi kelompok terdiri dari administrasi, kegiatan, administrasi keuangan dan sarana pembukuan.

3. Aspek Permodalan

Untuk menunjang peningkatan usaha, maka perlu diupayakan modal atau dana yang merupakan salah satu faktor penting dan harus ada pada kelompok. Permodalan ini dapat diperoleh dari pengembangan tabungan, usaha simpan pinjam, sisa hasil usaha, pinjaman dari bank penyandang dana (wholesaler), atau hibah dari pemerintah/lembaga donor termasuk sumber permodalan lain. Untuk membantu kecepatan akses pada permodalan maka sistem keuangan mikro menggunakan pelayanan sederhana sesuai dengan kesepakatan sistem keuangan mikro yaitu prosedur sederhana dan mudah diakses oleh kelompok. Dalam sistem tersebut minimal cash flow dapat terpantau.

4. Aspek Usaha Poduktif

Usaha produktif adalah kegiatan-kegiatan kelompok UPPKS yang dapat mendatangkan penghasilan bagi anggota kelompok yang dikembangkan berdasarkan pada karakteristik wilayah tempat kelompok berada, artinya produk-produk yang dikembangkan diperioritaskan dapat memanfaatkan potensi unggulan lokal.

(29)

39 5. Aspek Pengembangan Jaringan

Kegiatan ini adalah seluruh upaya kelompok untuk memperoleh hubungan-hubungan fungsional dengan lembaga/instansi lain, atau sesorang untuk pengembangan kelompok, jaringan kerja ini, dapat dilakukankan antar kelompok, lembaga pengembangan, instansi terkait dan perbankkan. Pengembangan jaringan ini untuk perbaikan kualitas produk dan pemasaran, bertujuan untuk keberkelanjuan, (sustainability) usaha kelompok.

G. Monitoring, Pengawasan dan Evaluasi a. Monitoring

Untuk menjamin kegiatan usaha ekonomi dapat berjalan dengan optimal, diperlukan suatu sistem pemantauan yang dilakukan terus menerus, terpadu dan menyeluruh melalui instrumen dan metode yang tepat. Instrument tersebut hendaknya dapat mengukur apakah kegiatan yang sedang berlangsung dapat mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pemantauan perlu melibatkan berbagai termasuk institusi terkait, lembaga keuangan, organisasi masyarakat, pets, dan pemda setempat. Monitoring dilakukan dengan melihat dan menindak lanjuti secara berkala:

1. Meningkatnya jumlah KPS dan KS I anggota kelompok UPPKS yang aktif berusaha.

2. Meningkatnya akses kelompok terhadap permodalan, alat teknologi tepat guna, manajemen usaha, pemasaran dan informasi usaha.

3. Meningkatnya promosi advokasi dan KIE terhadap program pemberdayaan ekonomi keluarga.

(30)

40

4. Meningkatnya capacity building seperti pelatihan teknis, orientasi, magang, studi banding, dan kompetisi kelompok serta terbentuknya sistem pendampingan yang cocok untuk kelompok UPPKS.

5. Meningkatnya jejaring kerja sama dengan berbagai pola kemitraan yang saling menguntungkan dan membutuhkan.

6. Meningkatnya kemandirian kelompok UPPKS menjadi wadah koperasi atau lembaga keuangan bukan bank serta bergabung dalam Asosiasi Kelompok UPPKS.

b. Pengawasan

Pengawasan dilakukan dengan membuat laporan dan monitoring yang baku, setiap penyaluran dana harus dapat melaporkan pencatatan keuangan secara ketat, transparan dan terbuka.

Tahap-tahap pengawasan :

1. Mendorong terbentuknya Community Base Supervisior (mengawasi penawaran dan permintaan) dan memberikan laporan keuangan yang transparan.

2. Mendorong terbentuknya Lembaga ranting (penilai) terhadap LKM oleh perbankan dan masyarakat setempat.

3. Melulai konsultasi dan supervisi.

4. Melalui pertemuan rutin setiap stakholder (kelompok teknis) secara berkala dan evaluasi perkembangan kegiatan usaha mikro.

c. Evaluasi

Kelompok tim teknis minimal setiap triwulan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan dan perkembangan kegiatan usaha kelompok pada masing-masing wilayah binaan. Agar pelayanan keuangan mikro lebih terfokus, profesional dan

(31)

41

efektif dalam melayani kebutuhan anggota kelompok yang betul-betul membutuhkan, diperluka suatu wadah yang bisa menangani hal tersebut. Microcredit Summit, suatu lembaga internasional yang mempromosikan keuangan mikro dunia mengajak seluruh negara termasuk indonesia menangani kemiskinan dan menargetkan 150 juta masyarakat miskin menjadi pengusaha mikro pada tahun 2015, selain tetap mempertahankan 100 juta warga miskin yang menjadi pengusaha mikro. Keuangan mikro dunia tersebut menyepakati empat hal yang menjadi tolak ukur usaha mikro yaitu :

1. Menjangkau keluarga miskin.

2. Menjangkau dan memberdayakan perempuan.

3. Mengembangkan kelembagaan yang berkelanjutan secara finansial. 4. Dapat mengukur dampak.

2.7 Kerangka Pemikiran

Indonesia memiliki persoalan kemiskinan yang tidak kunjung terselesaikan. Berbagai usaha telah di lakukan pemerintah, namun persoalan kemiskinan tetap saja membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Kebijakan publik yang di canangkan pemerintah adalah salah satu upaya menyelesaikan persoalan kemiskinan, banyak upaya dari pemerintah yang telah dilakukan untuk mendapatkan perubahan diberbagai bidang dan berbagai macam kebijakan pula.

Fungsi dari kebijakan tersebut adalah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Salah satu pihak yang dianggap memiliki tanggung jawab untuk melakukan perubahan dan perbaikan tersebut adalah negara, sehingga kebijakan sosial dapat dilihat sebagai salah satu upaya yang direncanakan dan

(32)

42

dilaksanankan negara untuk memecahkan masalah sosial tersebut. Setidak-tidaknya merupakan upaya untuk memperbaiki kondisi yang tidak diharapkan tadi.

Melalui kebijakan sosial pemerintah mulai memberdayakan potensi yang dimiliki masyarakat untuk dikembangkan. Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang terpinggirkan, termasuk kaum perempuan. Demikian pula masyarakat lain yang terabaikan. Diharapkan dengan adanya kebijakan publik dan yang berujung kepada kebijakan sosial maka proses pemberdayaan masyarakat guna menciptakan kesejahteraan sosial sosial bagi bangsa indonesia.

BKKBN telah mempelopori program UPPKS sejak 1979. Program ini merupakan model yang berfungsi menggerakkan roda ekonomi keluarga melalui pembelajaran usaha ekonomi dengan cara menggugat minat dan semangat keluarga untuk berwirausaha. Tujuan akhir yang ingin diperoleh adalah terjadinya perubahan perilaku keluarga, yakni keluarga yang mau, tahu dan mampu melakukan usaha ekonomi produktif atau berperilaku ekonomi produktif yang positif.

BKKBN melakukan pengembangan ekonomi keluarga yang produktif melalui proses pemberdayaan keluarga tujuannya adalah agar dapat menarik dan mendorong berbagai sumberdaya ekonomi yang tersedia bisa mengalir dan mendukung sasaran yang diperioritaskan BKKBN. Dengan demikian sasaran perioritas pra keluarga sejahtera I pada akhirnya dapat melakukan wirausaha dan sekaligus sebagai akseptor KB secara mandiri. BKKBN telah mempelopori dan mengembangkan upaya tersebut melalui program usaha peningkatan pendapatan keluarga. Program tersebut merupakan integrasi dengan program keluarga berencana yang dicanangkan dalam bentuk kelompok KB dalam rangka pelembagaan dan pembudayaan norma keluarga kecil bahagian dan sejahtera.

(33)

43

Salah satu kebijakan sosial pemerintah yaitu program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera. Usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera tersebut merupakan program dari Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional dalam bidang pengelolaan potensi dan sumberdaya yang dimiliki masyarakat. Yang ditangangi langsung oleh Pelaksana Lapangan Keluarga Berencana dan institusi masyarakat seperti PPKBD dan PKK.

Sasaran dari UPPKS ini yaitu peserta KB khususnya keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I yang belum menjadi peserta KB, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III, keluarga sejahtera III+ sebagai fasilitator remaja yang aktif dalam kegiatan PIK-KRR pria yang aktif dalam paguyuban KB pria keluarga yang aktif dalam kegiatan Bina keluarga balita, Bina keluarga remaja, Bina keluarga lansia peserta KB isteri prajurit TNI yang tinggal di asrama TNI.

Salah satu kegiatan dalam UPPKS di desa Medan Krio merupakan kegiatan khusus untuk kaum perempuan yang terbagi dalam 3 kelompok dan terbagi pula dalam tiga jenis usaha. Yaitu pada sektor perdagangan, industri tekstil dan sektor jasa penjahit. Pada intinya program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga agar masyarakat tersebut mampu meningkatkan taraf hidup mereka dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dan terjadinya perubahan perilaku keluarga, yakni keluarga yang mau tahu dan mampu melakukan usaha ekonomi produktif atau berperilaku ekonomi produktif yang positif.

(34)

44

Untuk memperjelas kerangka pemikiran tersebut, dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Bagan : 2.1 Bagan Alir Pemikiran

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

Pelaksana Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), PPKBD & PKK Kelopok-kelompok UPPKS - Perdagangan - Industri Tekstil - Jasa Menjahit

Efektifitas pelaksanaan program UPPKS di desa medan krio kecamatan sunggal kabupaten deliserdang dilihat dari beberapa indikator dibawah ini:

1) Pemahaman program 2) Ketepatan sasaran 3) Ketepatan waktu 4) Tercapainya target 5) Tercapainya tujuan

(35)

45 2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan abstraksi tentang fenomena sosial yang dirumuskan melalui generalisasi dari sejumlah karakteristik peristiwa atau keadaan fenomena tertentu. Konsep merupakan unsur penting dalam penelitian, keberhasilan suatu penelitian antara lain bergantung pada sejauh mana kita mendefenisikan konsep dapat diartikan sebagai defenisi yang menggambarkan konsep dengan penggunaan konsep-konsep lain (Silalahi, 2009: 118).

Dalam hal ini, konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini agar tercipta pesamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.

1) Efektivitas dalam penelitian ini adalah keberhasilan suatu program berdasarkan pemahaman program, ketepatan sasaran, ketepatan waktu, maka tercapainya target dan tercapainya tujuan yang mengarah pada perubahan nyata yang diharapkan pada program.

2) Pelaksanaan atau kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah dimasyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

3) Program atau pemberdayaan masyarakat dalam penelitian ini adalah suatu upaya yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun non pemerintah untuk membantu masyarakat yang rentan dan lemah supaya mampu membantu dirinya sendiri dalam menghadapi masalah yang dihadapi.

4) Usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera adalah: merupakan upaya untuk mendinamisasikan faktor-faktor penting yang ada pada keluarga, yang bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan keluarga yang

(36)

46

dimulai dari aspek mengenali masalah, kebutuhan, aspirasi dan menghargai potensi yang dimiliki serta mencapai tujuan yang ingin dicapai.

5) Kelompok UPPKS dalam penelitian ini adalah beberapa kelompok di pedesaan yang anggotanya terdiri dari perempuan yang menjadi akseptor KB dan aktif dalam kegiatan pelaksanaan program UPPKS.

6) Efektivitas pelaksanaan Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera di desa Medan Krio Kecamatan Sunggal kabupaten Deli Serdang adalah suatu proses penilaian terhadap pelaksanaan program untuk kemandirian masyarakat oleh BKKBN, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat.

2.8.2 Defenisi Operasional

Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari defenisi konsep. Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep kedunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011: 141).

Defenisi operasional dalam Efektivitas Pelaksanaan Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera di Desa Medan Krio Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dapat diukur melalui indikator sebagai berikut: 1. Pemahaman program, meliputi:

1) Sumber informasi responden tentang program UPPKS

(37)

47

3) Pihak yang mengajak/mendorong untuk mengikuti program UPPKS 4) Pengetahuan responden mengenai pihak penyelenggara program UPPKS 5) Pengetahuan responden mengenai proses pelaksanaan program UPPKS 6) Pengetahuan responden mengenai sasaran program UPPKS

7) Pengetahuan responden mengenai tujuan program UPPKS

8) Pengetahuan responden mengenai sumber dana usaha kelompok UPPKS 9) Pengetahuan responden mengenai permodalan dan kelembagaan

10) Jenis usaha yang dikembangkan kelompok UPPKS di desa Medan Krio 11) Jenis usaha lain yang ingin dikembangkan melalui program UPPKS 12) Wadah komunikasi dan informasi diantara peserta UPPKS

2. Ketepatan sasaran, meliputi:

1) Responden yang diutamakan adalah akseptor KB

2) Responden termasuk kedalam keluarga miskin dari kriteria BKKBN 3) Pernah atau tidaknya responden mendapatkan bantuan

4) Responden tercatat sebagai keluarga miskin di kantor Desa 3. Ketepatan waktu, meliputi:

1) Tahun renponden menjadi anggota kelompok UPPKS

2) Informasi akan diselenggarakannya penyuluhan tentang program UPPKS 3) Waktu musyawarah pembentukan dan pelaksanaan program UPPKS

4) Waktu pemberian bimbingan atau penyuluhan kepada responden setelah menjadi anggota kelompok UPPKS

5) Kesesuaian waktu pemberian bantuan dengan waktu berjalannya usaha kelompok UPPKS

6) Frekuensi bantuan dan waktu pemberian bantuan 7) Frekuensi pengembalian dana pinjaman

(38)

48 4. Tercapainya Target, meliputi:

1) Kesesuaian program UPPKS dengan keinginan

2) Kesesuaian dengan upaya peningkatan perekonomian keluarga 3) Terlaksannya program KB dengan baik

4) Peningkatan semangat hidup, bekerja dan berusaha ibu-ibu sejak mengikuti program UPPKS

5) Target yang direncanakan anggota kelompok setiap tahunnya 6) Ada tidaknya target yang tercapai

7) Membantu tidaknya dalam memenuhi dan membiayai kebutuhan hidup 5. Tercapainya Tujuan, meliputi:

1) Meningkatkan pemberdayaan keluarga dibidang ekonomi

2) Melatih keluarga, khususnya wanita untuk melakukan kegiatan wirausaha 3) Meningkatkan dinamika kehidupan keluarga

4) Meningkatkan peran serta keluarga dalam pelaksanaan pembangunan 5) Meningkatkan kemandirian dan ketahanan keluarga

(39)

49 6. Perubahan nyata, meliputi:

Tabel 2.1 Perubahan Nyata

No Kriteria Sebelum Menjadi

anggota kelompok UPPKS

Setelah Menjadi anggota kelompok

UPPKS

1 Mata pencaharian pokok

2 Mata pencaharian tambahan keluarga

3 Mata pencaharian pokok/utama

keluarga sejak menjadi anggota UPPKS

4 Mata pencarian tambahan setelah

menjadi anggota UPPKS

5 Status kepemilikan lahan

6 Perubahan tipe rumah

7 Peningkatan fasilitas perabot rumah

8 Peningkatan alat transportasi keluarga

9 Peningkatan pendidikan anak

10 Penurunan jumlah anak

11 Peningkatan peluang menabung

Gambar

Tabel 2.1 Perubahan Nyata

Referensi

Dokumen terkait

Terima kasih kepada ibu karena telah ikut berpartisipasi dalam penelitian skripsi saya tentang Analisis Pengaruh Karakteristik Sosial Ketenagakerjaan Pada Perempuan

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 16 Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 4 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

Pemahaman yang baik oleh orang tua dalam penggunaan jejaring sosial akan dapat melindungi pemikiran anak mereka dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh media yang mereka

dengan melakukan pengukuran tingkat kecemasan khususnya pasangan infertil yang sedang menjalani pengobatan infertilitas, dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi

Dengan demikian, pandangan dunia, bagi strukturalisme-genetik, tidak hanya seperangkat gagasan abstrak dari suatu kelas mengenai kehidupan manusia dan dunia tempat

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, untuk menggambarkan dan mengungkapkan mengenai penggunaan media dan strategi yang digunakan dalam

Budaya tempat kerja yang benar sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan knowledge Menurut Hamdani (2011), pengembangan Model Knowledge Management System pada

Terpeliharanya citra positif JICA sebagai lembaga donor Jepang di Indonesia tentunya tak lepas dari aktivitas media relations humas internal JICA yang terjalin