Menimbang
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
SALINAN
PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2O2O
TENTANG
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,
bahwa untuk menghasilkan dokter spesialis
yangmemiliki kemampuan akademik dan profesional
dalammemberikan pelayanan bedah saraf, diperlukan
standarpendidikan
profesilqgi
Dokter Spesialis Bedah Saraf;bahwa
standar pendidikan
profesiDokter
Spesialis BedahSaraf telah disusun oleh Kolegium Bedah
Sarafberkoordinasi dengal kementerian dan
pemangkukepentingan terkait,
sertatelah diusulkan
kepada Konsil Kedokteran Indonesiauntuk
disahkan;bahwa
sesuai denganketentuan
Pasal7 ayat (l) huruf
bdan
Pasal26 ayat (l)
Undang-UndangNomor 29
Tahun2004 tentang Praktik Kedokteran, Konsil
KedokteranIndonesia memiliki tugas untuk mengesahkan
standarpendidikan profesi Dokter
SpesialisBedah Saraf
sebagaisalah satu standar pendidikan di bidang ilmu
kedokteran;
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimanadimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesiatentang Standar Pendidikan Profesi Dokter
SpesialisBedah Saraf;
a.
b.
c.
d.
Mengingat : I
Me netapkan 2
a
Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2OO4tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran NegaraRepublik
IndonesiaTahun 2004 Nomor
116,Tambahan Lembaran
NegaraRepublik
Indonesia Nomor 4431);Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013
tentangPendidikan Kedokteran (Lembaran Negara
Republik IndonesiaTahun
2O13Nomor
132,Tambahan
Lembarart Negara Republik Indonesia Nomor 5434);Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun
2017
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20Tahun
20
13 tentang Pendidikan Kedokteran (Lrmbaran
NegaraRepublik Indonesia Tahun 2017 Nomor
3O3, Tambahankmbaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6171);Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor I
Tahun2}ll tentang Organisasi dan Tata Kerja
KonsilKedokteran Indonesia (Berita
NegaraRepublik
IndonesiaTahun
2012 Nomor 351) sebagaimanatelah
beberapakali diubah terakhir dengan Peraturan Konsil
KedokteranIndonesia Nomor 36 Tahun 2015 tentang
PerubahanKedua atas Peraturan Konsil Kedokteran
IndonesiaNomor I Tahun
2O11tentang Organisasi dan Tata
KerjaKonsil Kedokteran Indonesia (Berita Negara
Republik IndonesiaTahun
2015 Nomor 1681);Peraturan
Menteri
Riset, Teknologl,dan
Pendidikan TinggiNomor 18 Tahun 2Ol8 tentang Standar
NasionalPendidikan
Kedokteran (Berita NegaraRepublik
IndonesiaTahun
2018 Nomor 693);MEMUTUSI(AN:
PERATURAN
KONSIL
KEDOKTERANINDONESIA
TENTANG STANDAR PENDIDIKAN PROFESI DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF.4
5
3
Pasal
I
Konsil Kedokteran Indonesia
mengesahkan Pendidikan ProfesiDokter
Spesia-lis Bedah Saraf.Standar
Pasal 2
(1) Standar Pendidikan
ProfesiDokter
Spesialis Bedah Sarafdisusun berdasarkan Standar Nasional
PendidikanKedokteran.
(21 Standar Pendidikan
ProfesiDokter
SpesialisBedah
Saraf sebagaimanadimaksud
pada ayat (1) memuat:a.
Standar KompetensiDokter
Spesialis Bedah Saraf;b.
StandarIsi;
c. Standar
Proses Pencapaian Kompetensi Berdasarkan1'ahap Pendidikan Profesi Dokter Spesialis
Bedah Saraf;d.
Standar Rumah Sakit Pendidikan;e.
Standar Wahana Pendidikan Kedokteran;f.
Standar Dosen;g.
Standar Tenaga Kependidikan;h.
Standar Penerimaan Calon Mahasiswa;i.
Standar Sarana dan Prasarana;j.
StandarPengelolaan;k.
Standar Pembiayaan;l. Standar Penilaian Program Pendidikan
ProfesiDokter
Spesialis Bedah Saraf;m. Standar Penelitian Dokter Profesi Dokter
Spesialis Bedah Saraf;n.
Standar Pengabdian kepada Masyarakat;o. Standar Kontrak Kerja Sama Rumah
SakitPendidikan dan/atau Wahana
Pendidikan Kedokteran dengan PerguruanTinggi
Penyelenggara Pendidikan Kedokteran;p. Standar Pemantauan dan Pelaporan
Pencapaian ProgramPendidikan
ProfesiDokter
Spesialis Bedah Saraf; danq. Standar Pola
PemberianInsentif untuk
Mahasiswa ProgramPendidikan
ProfesiDokter
Spesialis Bedah Saraf.(3) Standar Pendidikan
ProfesiDokter
Spesialis Bedah Sarafyang disahkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesiatercantum
dalam Lampiran yangmerupakan
bagiantidak terpisahkan dari Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesialnl.
Pasal 3
(1) Perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis bedah saraf harus menerapkan
StandarPendidikan Profesi Dokter Spesialis Bedah
Saraf terrrrasuk dalam mengembangkankurikulum.
(21 Perguruan tinggi yang akan
mengembangkankurikulum pendidikan dokter
spesialisbedah saraf harus
mengacupada Standar Pendidikan
ProfesiDokter
Spesialis Bedah Sarafuntuk menjamin mutu program pendidikan
profesidokter
spesialis bedah saraf.Pasal 4
Perguruan tinggi harus memenuhi Standar Pendidikan
profesiDokter Spesialis Bedah Saraf
sebagaikriteria minimal
padapenyelenggaraan
pendidikan dokter
spesialis bedah sarafPasal 5
(1) Konsil Kedokteran Indonesia melakukan
pemantauandan evaluasi terhadap penerapan Standar
PendidikanProfesi Dokter Spesialis Bedah Saraf
padapenyelcn8Eeraan
pendldikan dokter
spesialis bedah saraf.(21 Berdasarkan hasil pemantauan dan
evaluasisebagaimana
dimaksud
padaayat
(1),Konsil
KedokteranIndonesia dapat memberikan rekomendasi
kepadaperguruan tinggi untuk mengembangkan
sistem-5-
penjaminan muhr internal sebegai proses penjeminan mutu pendidikan
profesidokter
spesialis bedah saraf.(3) Pemantauen dan evaluasi terhadap penerapan
StandarPendidikan Profesi Dokter Spesialis Bedah
Sarafdilaksanakan sesuai dengan ketenhran peraturan
perundang-undangan.Pasal
6
Peraturan
Konsil
Kedokteran Indonesiaini mulai berlaku
pada tanggaldiundqngkan.
AgEr 8€riaf orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangsn Perahrran Konsil lGdokteran Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
diJakarta
pada tarrggal 23 Desember 2O2O
KEruA
KONSIL KEDOKIERAN INDONESTA,ruru
MODA ARSANA Diundangkandi Jakarta
pada tanggal 30 Desember 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATI'RAN PERT,'NDANG.IJNDANGAN
KEMENIERTAN HUKT.IM DAN HAK ASASI MANUSI.A REPI,'BUK INDONESTA,
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2O2O NOMOR 1651
Sdinan
sesuai denganaslinya
KONSIL KEDOKIERAN INDONESIA Sektretaris KonsillGdokteran
Indonesiattd.
Moh.
Nur Nasiruddin
NIP. 19641021 1992121001ttd
ttd
-7
LAMPIRAN
PERATURAN KONSIL KEDOKIERAN INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2O2O
TENTANG
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI
DOKTER SPESI-ALIS BEDAH SARAFSISTEMATIKA
BAB I
BAB N
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAI(ANGB.
SEJARAHC.
VISI, MISI, NII,AI, DAN TUJUAND.
MANFAAT STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAFSTANDAR PENDIDIKAN PROFESI DOICTER SPESIALIS BEDAH SARAF
A.
STANDAR KOMPETENSI DOIOER SPESIAUS BEDAH SAIIAITB.
STANDAR ISIC. STANDAR PROSES PENCAPAIAN
KOMPETENSI BERDASARKANTAHAP
PENDIDIKAN PROFESI DOTMER SPESIALIS BEDAH SARAFD.
STANDAR RUMAH SAKIT PENDIDIKANE.
STANDARWAHANA PENDIDIKANF.
STANDAR DOSENG.
STANDARTENAGA KEPENDIDIKANH.
STANDAR PENERIMAAN CALON MATIASISWAI.
STANDARSARANADANPRASARANAJ.
STANDARPENGELOLAANK.
STANDARPEMBIAYAANL.
STANDAR PENILAIANM.
STANDAR PENELITIANBAB IN
N.
STANDAR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKATO. STANDAR KOMRAK KER,JA SAMA RI'MAH
SAKITPENDIDIIG.N DAN/ATAU WAHANA
PENDIDIKANKEDOICTERAN DENGAN PERGURUAN
TINGGI PENYELENGGARA PENDIDIKAN KEDOKTERANP.
STANDAR PEMANTAUAN DAN PEIAPORAN PENCAPAIANPROGRAM PENDIDIIGN DOIOER
SPESIAUS BEDAH SARAFA. STANDAR POI,A PEMBERIAN INSENTIF
UIMUK MAHASISWA PROGRAM PENDIDIKANDOIffER
SPESI.AUS BEDAH SARAFPENUTUP
-9
BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANGStandar
PendidikanDokter
Spesialis Bedah Saraf Indonesia merupakansuatu instrumen yang dapat
dipergunakanuntuk
menjagamutu
serta menilai perbaikankualitas
proses pendidikan dokter spesialis bedah sarafoleh Institusi Pendidikan Dokter Spesiafis (IPDS) Bedah Saraf
yangbertanggung jawab
untuk
hal tersebut. Standar bertujuanuntuk
menjamin tercapainyatujuan
pendidikan sesuai kompetensi yang ditetapkan. Standardapat pula
dipergu.nakanoleh
IPDSunruk menilai dirinya sendiri
serta sebagai dasar perencanaan programperbaikal kualitas
proses pendidikan secara berkelanjutan.Komponen
standar pendidikan meliputi standar
kompetensilulusan,
isi,proses, penilaian, penerimaan mahasiswa baru, dosen, sarana
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,mmah
sakit pendidikan, dan wahanapendidikan. Standar dari
masing-masing komponenpendidikan
tersebutharus selalu ditingkatkan secara berencana dan berkala
mengikuti perkemhangal i-lmu pengetahuan dan teknologi kedokteran (medical scienceand
technology), perkembanganilmu dan
teknologi pendidika_n kedokteranlmedical
educationand
'technologgldan tuntutan masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan (health needs and demandsl.B.
SE.JARAHBerdasarkan
urutan waktu,
pendidikan bedah saraf terbagi menjadi empat era, yaitu:l. Era
Pendiriyang merupakal
pendidikanmurni di luar
negeri, yaitu Belanda dan Jerman2. Era
sebelum CMS berperanatau
era pengembangan dimana beberapa dokter calonahli dikirim
ke negeriBelalda,
seperti 3 orang dokter dariSurabaya,
2 orang dokter dari Bandung, dan 4 orang dokter
dari Jakarta.3.
Era Pendidikandiatur
oleh CMS yang dibuat oleh Boardof
Studg (BOS)yang mengawasi Pendidikan dengan
dibuat
katalog. Pada saatini
puladilakukannya
ujian
negara (board examl4.
Era Pendidikan diatur
oleh kolegium dimulai pada saat kolegium bedahsaraf terbentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
KKImenerbitkan peraturan bahwa harus ada standar profesi,
standar pendidikan, modul pendidikan, buku log,ujian
negara (board examl, danperbandingan antara pendidik dan anak didik menurut
standarpendidikan.
BOS
mendirikan tiga
pusat Pendidikan penuhdi
Indonesiayaitu
Jakarta,Bandung, dan Surabaya.
Sesudahmunculnya kotegium
dikembangkan kembali5
pusat,yaitu
Jogia, Medan, Semarang, Makassar,dan
Denpasar dalamkurun waktu
2O01 hingga 2018. Sehinggahasil
pendidikan tenaga ahli bedah saraf se-lndcnesia melebihi 300 orangLandasan Hukum
Materi dalam Buku Palduan ini pada
dasamya merupakan penjabaran prosespendidikan dari
Katalogdan Kurikulum
Pendidikan Bedah Saraf Indonesia sebagaimana digariskan oleh KBSL Dengan demikian landasan hukum yang dipergunakan antara lain :1.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2OO4 tentang Praktik Kedokteran2.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2OO3tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Undang-undang Nomor 20 tahun 2013 tentang
pendidikanKedokteran, seperti yang diatur dalam Pasal 3, berasaskan kebenaran
ilmiah, tanggung jawab manfaat, kemanusiaan,
keseimbangan, kesetaraan, rele'ransi,afirmasi, dan etika profesi.
Sejalan dengan ketentuan tersebut, Undang-undang No. 20 Tahun 2OI3, sebasai lercspecialis
dari
Undang-undang No. 12 Tahun 2Ol2 tentang pendidikan- 11-
tinggi,
dalam Pasal24
memuat ketentuan tentang Standar Nasional Pendidikan Kedokteranuntuk
pendidikan akademikdan
pendidikan profesi.4. Standar Nasional Pendidikan Kedokteran
(SNPK)mengacu
padaStandar Nasional Pendidikan Tinggi yarrg ditetapkan
oleh Menristekdikti.5.
Standar Pendidikan Dokter Spesialis disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)6.
Kompendium Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia, Jakarta, Tahun20t6.
7.
Standar Pendidikal Bedah Saraf Indonesia, Jakarta 2OO78.
Standar Profesi Bedah Saraf Indonesia, Jakart:. 2OO7Landasan Filosofrs
Di dalam Pembukaar
Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun
1945 disebutkan bahwa pembangunal kesehatanditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan,dan
kemampuanhidup sehat
bagi setiap orangdalam rangka
mewujudkan derajat kesehatanyang
optimal sebagaisalah satu unsur
kesejahteraanumum.
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat.Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan masyarakat
mempunyai peran yang
sa;rgatpenting dan terkait
secara langsung dengan prosespelayalan
kesehatandan mutu
pelayanan yangdiberikan. Ilmu pengetahual,
keterampilan,sikap dan perilaku
sebagaikompetensi
yang didapat
selamapendidikan akan
merupakan landasanutama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan dalam
upaya pelayanankesehatan.
Pendidikan kedokteranpada dasarnya
bertujuanuntuk
meningkatkanmutu
kesehatanbagi seluruh
masyarakat.Hal ini yang juga merupakan misi dari Federasi Dunia untuk
pendidikanKedokteran (World Federation for Medical Education, WFME), sebagai badan
internasional
representasidosen dan institusi pendidikan
kedolrteran.WFME berusaha
untuk
meningkatkan standar keilmuan dan etika tertinggipendidikan kedokteran, mengajukan metode
pembelajarandan
sarana instruksional baru, serta pengelolaan inovatif pendidikan kedokteran.Pendidikan dokter
adalah pendidikan akademik dan profesi
yang menghasilkan dokterumum
sedangkan pendidikan dokter spesialis adalahsuatu program pendidikan untuk mencapai kompetensi tertentu
dan merupakan jenjang pendidikanlanjut
pendidikan dokter. Pendidikan dokterspesialis mencakup pula pendidikan dokter spesialis-konsultan
yang merupakan jenjang pendidikan lanjut dari pendidikan dokter spesialis.Di dalam ketentuan umum Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional,
l1 Juni
20O3, disebutkan bahwa standar nasionalpendidikal
adalah kriteriaminimal tentang sistem pendidikan yang berlaku di wilayah
Nega-raKesatuan
Republik
Indonesia.Agar lulusan pendidikan dokter
spesialis bedah sarafdi
seluruh Indonesia mempunyai mutu yang setara maka perlu ditetapkan standar nasional pendidikan profesi dokter spesialis bedah saraf.C.
VISI, MISI, NILAI DAN TUJUAN PENDIDIKANVisi, misi, nilai dan
tujuan
dari pendidikan bedah saraf adalah sebagai berikut:Visi
Terbentuk komunitas dokter
spesialisbedah saraf
denganprofesional bertaraf internasional yang mampu
berperan pembangunan kesehatan manusia IndonesiaMisi
1.
Menyiapkan Spesialis Bedah Saraf yang mempunyai integritas sesuai dengan Pancasila dan etikiknu
serta etik profesikemampuan
aktif
dalam-13-
2.
Menyiapkan Spesialis Bedah Saraf yang kreatif, inovatif, dan mampu mengembangkanilmu
bedah saraf.3.
Menyiapkan Spesialis Bedah Saraf yang mampu melaksanakan tugas pelayanan kesehatan di bidang bedah saraf di Indonesia4. Memberikan Pendidikan Ilmu Bedah Saraf
secara mendasar dan komprehensif, yang dapat menunjang Pendidikan BerkelanjutanNilai
lulusan
Spesialis Bedah Saraf adalah seorang profesional,jujur,
danberorientasi kepada " patients safetgl
Tujuan Pendidikan
1.
Tujuan UmumMampu melakukan
pelayananbedah saraf sesuai
dengan panduan Nasional PraktikKlinik
Bedah Saraf di Indonesia2.
Tujuan Khusus1.
Mempunyai rasa tanggung jawab da_lam pengamalanilmu
bedah saraf sesuai dengan kebijakan pemerintah berdasarkan pancasila.2.
Mempunyai pengetahuan dalam bidang bedah saraf serta mempunyai keterampilan bedah saraf dan polapikir
yangpositif,
sehingga dapatmemecahkan masalah bedah saraf secara ilmiah dan
dapat mengamalkan keterampilan bedah saraf kepada masyarakat secara optimal.3.
Mampu menentukan, merencanakan, dan melaksanakan pendidikandan
penelitian secaramandiri dan
mengembangkanilmu ke
tingkat akademik yang lebih tinggi.4. Mampu
mengembangkansikap pribadi
sesuai denganakhlak,
etik keilmuan, dan etik professional.D. MANFAAT STANDAR PENDID]KAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF
Buku ini merupakan buku Panduan unfuk dapat dipakai
sebagai pedomandalam
melaksanakan Programpendidikan Dokter
Spesialis Bedah Saraf Indonesia dengan level kompetensidan
kontenilmu
yangterbaru
sesuai dengan Standar Nasional pendidikan Kedokteran Tahun 2018.BAB II
STANDAR PEND]DIKAN
DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF
A.
STANDAR KOMPETENSI DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAFStandar
kompetensidokter
spesialisbedah saraf
(SK-DSBS) merupakankriteria minimal
tentangkualifrkasi
kemampuanlulusan yang
mcncakup aspekkognitif, afektif, dan
psikomotoryang dinyatakan dalam
rumusan capaian pembelajaran lulusan pendidikan dokter spesialis bedah saraf.Area kompetensi dalam pendidikan bedah saraf mencakup area kompetensi:
1.
Profesionalitas yangluhur
a.
Memegang teguhdan
bertindak sesuai KODEKI, UUPK no. 29 Tahun 2004 dan Permenkes RI no.5l2l
2OO7. UU pendidikan kedokteran No. 2O Tahun 2O13.b.
Menunjukkan sikap kolegialitas dengan pendidik, peserta didiklain, konsultan, dan
tenaga kesehatandari disiplin itmu
lain, perawat, dan paramedik.c. Menunjukkan sikap yang
mendalamdan humanis
terhadap pasien dan kolega.d.
Menghargai perbedaanbudaya, etnik, dan
agarna terhadap pasien dan kolega lain.e.
Menunjukkan sikapjujur
dalam setiap interaksi professional.f. Memiliki insiatif dan
rasa tanggung jawab yangbaik
terhadap kualitas pelayanan.g.
Memperhatikan privasi atau kerahasiaan pasien.2.
Mawasdiri
dan pengembangandiri
a. Menunjukkan
pemahaman penatalaksanaanpasien
berbasisbukti
(evidence based)dan
menggunakaninformasi
tersebutuntuk
pengambilan keputusan perawatan pasien-15-
b.
Menggunakanteknologi informasi untuk optimalisasi
proses pembelajaranc.
Menilai kelebihan, kekurangan, dan keterbatasan pengetahuandan
ekspertisediri sendiri dan
oranglain,
serta menentukan target pembelajaran dan perkembangan3.
Komunikasi efektifa.
Berkomunikasi secarabaik
dengan pasiendan/atau
keluarga pasienb.
Berkomunikasi secara baik dengan pendidik, pesertadidik
lain,konsultan, dan tenaga kesehatan dari disiplin ilmu
lain, perawat, dan paramedik4.
Pengelolaaa informasia.
Memahami organisasidan
manajemen databasedan
registrasiklinis
b.
Menjaga standar mutu dan keselamatanc.
Menunjukkan kemampuan kolaborasi dengan individud.
Membuat discharge planning tepat wakh-le.
Melakukan persiapan operasi pasien5.
Landasan ilmiah ilmu kedoktera. Mencari, mengumpulkan, menJrusun, dan
menganalisis informasi kesehatan bidang bedah sarafdari
berbagai sumber, dengan rincian:1)
Keilmuan di bidang bedah saraf dikelompokkan dalam (a) Ilmu dasar pendukung ilmu bedah saraf, terdiri dari(1) Ilmu bedah dasar.
(2)
Ilmu-ilmu dasar, antara lain
neuroanatomi,neurofrsiologi,neuropatologi,
neurofarmakologi, neuro-endokrinologi.(3)
Ilmu klinik dasar, a.1. neurologi,
neuroradiologi, neuroonkologi dan elektrofrsiologiklinik.
(b) Ilmu bedah saraf.
2) Kisi-kisi materi dipilah sesuai
dengantahap
kompetensi yang harus dikuasai pada setiap tahap.3)
Pengu.asaan keilmuan diperoleh secaradidaktik,
bimbinganklinik oleh staf pendidik maupun proses belajar
secara mandiri.4)
Penggolonganpenyakit, dimana pada setiap
lokalisasi,diuraikan jenis jenis penyakit yang menjadi
materi pendidikan yangharus dikuasai,
disesuaikan dengan ICD 1O. Penyakityang
membutuhkan tatalaksana bedah saraf digolongkan menjadi:1) Kongenital 2) Infeksi 3) Neoplasma 4) Trauma 5) Degenerasi 6) Vaskular 7) Fungsional
b. Mencari informasi
denganmemarfaatkan
teknologi informasi yang spesifrk berkaitan dengan masalahdi
bidang bedah saraf,meliputi
epidemiologik.linik, EBM, farmalologi klinik,
biologi molecular, dan hukum kedokteranc.
Melakukankajian kritis analitik
terhadap informasi kesehatan di bidang bedah sarafd.
Melakukan kajian hasil penelitian di bidang bedah sarafe. Melakukan kajian hukum kedokteran terhadap
ilmupengetahuan, tindakan diagnostik, atau
pengobatan dalam menyelesaikan masalah di bidang bedah saraff. Memiliki
pengetahuanuntuk
mengelola penyakit-penyakit dibidang bedah saraf sebagai berikut (lihat tabel
matrikshubungan antara jenis penyakit,
kewenangan,dan
targetpencapaian kemampuan yang diharapkan pada
akhir pembelajaran)-t7-
6.
Ke te ra-rrpilanklinis
a. Memiliki kemampuan menegakkan diagnosis,
melakukan t2talakssn6 operatifdan
non-operatif terhadap penyakit bedah saraJb. Memiliki
pengetahuan, kemampuan,dan
keterampilan dalammelakukan
evaluasi diagnostikdan
tatalaksana pasien bedahsaraf, baik secara operatif maupun nonoperatif
(Rincian kompetensi dalam standar isi)7.
Pengelolaan masalah kesehatana.
Mengelola masalah kesehatan individub. Mengintegrasikan prinsip pencegahan dalam
pelayanankesehatan individu
c.
Pengelolaan masalah kesehatan di masyarakatd.
Bertindak sebagai penasihat kepada pasien dan masyarakatArea kompetensi lulusan dokter spesialis bedah saraf
Berdasarkal staldar
kompetensidokter
spesialisBedah Saraf,
tingkatkompetensi dokter spesialis dikelompokkan berdasarkan
tingkat kompetensi (TK):1
.
Tingkat Kompetensi 1 : Mengenali dan MenjelaskanLulusan dokter
rnampu mengenalidan
menjelaskan gambaranklinik
penyakit,dan
mengetahui cara yang paling tepatuntuk
mendapatkaninformasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut,
selanjutnya menentukanrujukan
yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.2.
Tingkat Kompetensi 2: Ivlendiagnosis dan MerujukLulusan dokter mampu
membuat diagrrosisklinik
terhadap penyakit tersebutdan
menentukanrujukan
yang paling tepat bagi penang€rnanpasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudatr kembali dari rujukan.3.
Tingkat Kompetensi 3: Mendiagnosis, Melakukan Penatalaksanaan Awal, dan Merujuk-
3A Bukan Gawat DaruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis
klinik dan
memberikanterapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat
darurat.Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan
yang paling tepat bagipenanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
marnpumenindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
-
38 Gawat Da-ruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis
klinik
dan memberikanterapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat
demimenyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/ atau kecacatan pada pasien. Lulusaa dokter mampu menentukanrujukan yang paling tepat bagr
penanganErnpasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.4. Tingkat Kompetensi 4:
Mendiagnosis,Melakukan
Penatalaksanaal Secara Mandiri dan TuntasLulusan dokter mampu membuat
diagnosisklinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntasB.
STANDAR ISIIlmu bedah saraf mencakup semua tindakan yang memerlukan pengobatan secara bedah
atau
potensial memerlukan pembedahan, terhadap kelainanyang potensial ataupun telah
mengakibatkan gangguansusunan
saraf.Termasuk dalam isi pendidikan adalah pengetahuan
(knowledge), ketrampilan (skill), dan pemahaman perilaku (attitude).1.
Ilmu kedokteran dasar yang menunjang ilmu bedah saraf.2. Ilmu bedah saraf yang sesuai dengan kompetensi yang
telah ditentukan.3. Ilmu
pengetahuandi luar
kompetensiyang ditentukan,
diajarkan pengetahuan dasaruntuk
dapat dikembangkan di kemudian hari.4.
Kemampuan dalam memberikan penyuluhan di bidang bedah saraf.- 19-
Isi fren.tidiken Dokter Spesialis B6dah Saraf dituangkan fi
dalarnKurikulum
Nasional Pendidikan Bedah Saraf (KNPBS) yang disusuro olehKBSI. Tingkat kedalaman
danrkeluasan matcri
pembelajaran bersifatkumulatif dan integratif, serta dituangkan pa.da bahan kajian
yangterstrulrhrr dalam bentuk modul yang
disesuaikanpada
masing-masing IPDS Bedah Saraf.Tabel 1. Tingkat Kompetensi yang Dicapai Lulusan Dokter Spesialis Bedah Saraf berdasarkan penyakit dan jenis tindakan:
Kista arachnoid
Meningokel anterlor Meningokel
ostenor Deformitas kranium Dandy Walker Malformation
Deformitas Atlanto
-
oksipital
Sindroma Arnold
Penyakit
dan
Kode ICD-
10 Jenis Tindakan
Kode ICD
-
9
Tingkat Pecapaian Kompetensi KONGENITAL
Kranial Mikrosefal (kraniostenosis)
Q7s.0 Koreksi mikrosefal
(kranioplasti) 02.06 76.46
4
Koreksi
(kranioplasti) mikrosefal per endoskopi02.06 76.46
3 Hidrosefalus
simple QO3.9
Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 Endoscopic
Ventriculostomy (ETV)
Thid
02.2 3Hidrosefalus kompleks
/
malfungsi shunt
QO3.e Revisi shunt 02.4 4
Ventriculoatria-l shunt 02.3 3 External ventricular drainage 02.3 4 Removal of ventricular
shunt
02.43 4 Qo7.6Q01.1
Marsupialisasi/ ekstirpasi (kraniotomi
konven sional / mikroskopik)
ot.24
4Marsupialisasi / ekstirpasi
(endoskopi) 01.59 3
Cvst
-
Peritoneal shunt 02.34 4Reseksi
dan kraniofasialrekonstruksi 76.46 4 Q01.2
Reseksi
dankraniofasial
rekonstruksi 76.46 4 Q7s.8
Q67.4
Koreksi dan rekonstruksi 02.o6 76.46
4
QO3.1 Trepanasi o1.24 4
Ventrikuloperitoneal shunt /
cyst
-
peritoneal shunt02.34 4
Endoscopic Shunt
Fenestration 02.34 3
Kongenital SpinaJ
Spinal disrafrsme
Q0s
Release tethered cord Rekonstruksio3.59 4
Q67.s Rekonstruksi (koreksi
struktur
anatomi) dan stabilisasi
78.OO
o3.93
J
QO7.O Rekonstruksi (dekompresi
ot.24
4-2t-
Abses serebri
Tuberkuloma
Spondilitis ruberculosis (Kompresi radiks dan medulla
spinalis)
Morbus Hansen NEOPLASMA
-
Chiary/
Siringomieli Q87.2
oksipito servik a7, mgelostomg
darr duraplastgll 03.4
02.12
Shunt of spinal theca 03.7 4
Spinal deformity M40 M45 Q67.s
INFEKSI
Koteksi dan
stabilisasi (instrumentasi implant-
spine)81.O 81.6 84.5 77.7 44.6 84.8
3
GO6.O Eksisi abses
ot.24
o1.31 4
Drainase abses 01.31
ot.26
4GO7 Mengangkat
/
removal tumor or.24o 1.39
o 1.59
4
Infeksi komensal
/
penurunanimunitas
E}96.8 Biopsi diagnostik o1.13
o1.14
4
Kelainan
parasiter cacing
E}65
-
E}83
Biopsi diagnostik o 1.13 o1.14
4
Kelainan
parasiter
jamur
E}35-
849
Biopsi diagnostik o1.13
o1.14
4
423 M49
Debridement
Dekompresi radiks
dan medulla spinalisStabilisasi (auto /
aJlobonegraft,
instrumentasi implant-spine)03.o 4
A30.9 Dekompresi saraf 04.42 4
Granuloma eosinofilik
D76.O c96.6
Kraniotomi removal tumor Kraniektomi removal tumor c90.2
D16
ot.24
01.254 4 Plasmositoma
Osteoma
Hamartoma
Tumor metastasis
Glioma kompleks
Ependimoma
Pleksus papilloma
Fibrous dysplasia M85.0
Q8s.9 c79.5 c79.9 Neurofibrosarko
m.a/
osteosarcoma
c41.O
Tumor
jinak
scalp D21.0 Ligasi karoris 02.13 4Reseksi 86.3 4
Tumor ganas
scalp c49.0 Ligasi karotis 02.13 4
Reseksi 86.3 4
Supratentorial
Glioma simple c7
t.9
Mengangkat/
removal tumor o1.39 4Mengangkat
/
removal tumor(Endoscopic
/
Endoscopicassisted)
o1.39 3
c7
r.9
Mengangkat/
removal tumor 01.39 4Mengangkat
/
removal tumor(Endoscopic
/
Endoscopicassisted)
o1.39
Biopsi stereo
taktik
01.o5 3Radiosurgery 92.3
93.59
3
Head frame apptcation 3
Kemoterapi 99.25 4
Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 M93.9
2
c7t.9
D43.2
Mengangkat
/
removal tumoror.39
3Mengangkat
/
removal tumor(Endoscopic /
Endoscopicassisted)
o 1.39 3
Radiosurgery 92.3 3
Head frame application 93.59 .7
Kemoterapi 99.25 4
Ventrikuloperitoneal shunt 01.51 4
c7t.9
Mengangkat/
removal tumor o1.39 3Mengangkat
/
removal tumor(Endoscopic
/
Endoscopic o1.39 3-23-
Adenoma
pituitary /
tumorsella simple
Adenoma
pituita
ry /
tumorsella kompleks
Kraniofaringioma
Pinealoma
D32.9
assisted)
Radiosurgery 92.3 3
Head frame apptcation 93.59 3 Ventrikuloperitoneal shunt
ot.24
4 Meningiomasimple
Mengangkat
/
removal tumor 01.51 4Radiosurgery 92.3 3
Head frame application 93.59 3 Meningioma
kompleks
D32.9 Mengangkat
/
removal tumor 01.51 3Radiosurgery
Head frame application
92.3 93.59
3 3 Prosedur endovascular
(embolisasi)
39.79 c
Kemoterapi 99.25 J
D26.7 Mengangkat
/
removal tumor o 1.3907.13 07. 15
07.6r
07.79
3
Mengangkat
/
removal tumorper endoskopi o1.39
07.r3
07.15 07.6r 07.79Radiosurgery 92.3 3
Head fram.e application 93.59 J
D26.7 Mengangkat
/
removal tumor 01.3907.13 07.15 07.61 07.79
3
Radiosurgery 92.3 .)
Head frame application 93.59 J Ventrikuloperitonea.l shunt 02.34 4 D35.3 Mengangkat
/
removal tumor o 1.39 3Radiosurgery 92.3
Head frame application 93.59 .1
Kemoterap1 99.25 3
Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4
c75.3 Mengangkat
/
removal tumor o 1.39 JTumor metastase (kompleks)
Glioma kompleks T\rmor daerah Pineal Body
D35.4
07.r7
07.51 07.59
Radiosurgery 92.3 3
Head frame application 93.59 3
Kemoterapi 99.25 3
Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 Tumor metastase
(simple)
c79.5 Mengangkat
/
removal tumor o 1.39 4Radiosurgery 92.s 3
Head frame application 93.59 3
Stereotactic biopsi 01.39 3
c79.5 Mengangkat
/
removal tumor o 1.39 3Radiosurgery 92.3 3
Head frame application 93.59 3
Sterotactic biopsi o r.39 3
Prosedur endovaskular (embolisasi)
39.72 2
Angioma (simple) D18.0
Angioma (kompleks)
Dl8.O
Mengang[at
/
removal tumor o 1.39 4Radiosurgery 92.3 3
Head frame application 93.59 3
Mengangkat
/
removal tumor 01.39 3Radiosurgery 92.3 3
Head frame application 93.59 3
Prosedur endovascular (embolisasi)
39.72 2
Neoplasma Supratentorial Endoscopic surgery o1.5 3
Infratentorial
Glioma simple c7
t.9
Mengangkat/
removal tumor o1.39 4c71.9 Mengangkat
/
removal tumor 01.39 3Kemoterapi 99.25 4
Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 Vestibular
schwannoma
D33.3 Mengangkat
/
removal tumor o4.oI
3Radiosurgery 92.3 3
Head frame application 93.59 3 Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 Meningioma
simple
c70
Mengangkat/
removal tumor 0 1.51 4Radiosurgery 92.s 3
-25-
Meningioma kompleks
Meduloblastoma
Kolesteatoma Ependimoma Pleksus papilloma
Tumor intrarnedula Glioma Ependimoma An oma
Head frame application 93.59 3
c70
Mengangkat/
removal tumor o1.51 3Radio 92.3 3
Head frame application 93.59 3 Prosedur endovaskular
(embolisasi 39.79 3
Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 c71.6 Mengangkat
/
removal tumor o r.39 3Radiosurgery
Head frame application
92.3 93.59
3 3
Kemoterapi 99.25 3
Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 H71 Mengangkat
/
removaltumor
! Of .SS 3 Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 c7 7.9 Mengangkat/
removal tumor 01.39 3Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 c7
r.9
Mengangkat/
removal tumor 01.39 3Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 Angioma simple D18.5 Mengangkat
/
removal tumoror.39
4Angioma kompleks
D18.5 Mengangkat
/
removal tumor o1.39 3Radiosurgery
Head frame application
92.3 93.s9
3 3
Prosedur endovaskular 39.79 3
Ventrikuloperitoneal shunt 02.34 4 Neoplasma Infratentorial Endoscopic surgery 01.5 3 Spinal
D33.4 D33.4 D18.5
Mengangkat
/
removal tumor 03.4 3Tumor
intradura
ekstramedula simpelMeningioma Schwanncma Neurofibroma
D32.1 D36.1 D36.1
Mengangkat
/
removal tumor 03.4 4Tumor
intradura
ekstramedulaMengangkat
/
removal tumor 03.4 3kompleks Meningioma Schwannoma Neurofibroma
D32.1 D36.1 D36.1 Primary bone
tumor
D49.2 D49.2
Mengangkat
/
removal tumor 03.4 3Secondary bone
tumor Mengangkat
/
removal tumor o3.4 3Saraf Tepi
Schwannoma D36.1 Mengangkat
/
removal tumor 04.o7 4TRAUMA
Trauma Kranial Depressed fracture
so2 Koreksi
fraktur
imRekonstmksi kraniofasial
Cr las
Skull late removal
02.06 4
76.46 4
02.o 4
02.o7 4
Epidural hematoma
so6.4 Kraniotomi hematoma
evakuasi or.24 4
Cranioplasty 02.o 4
Skull plate removal 02.o7 4
s06.5 Kraniotomi hematoma
evakuasi Kraniektomi
hematoma
evakuasi
c
Skull late removal
o1.24 o1.31
4
01.25 4
02.o 4
02.o7 4
Subdural
hematoma
kronik
s06.5 Kraniotomi hematoma
evakuasi
ot.24
o1.314
so6.8 Kraniotomi hematoma
evakuasi
Kraniektomi hematoma
evakuasi
o1.24 o1.39
38.O 1
4
o 1.25 4
Cranioplasty 02-o 4
Skull plate removal 02.o7 4
so6.9 Ekstemal ventricular drainage 02.3 4 Ventriculoperitoneal shunt 02.34 4 T14.1 Pe n gangkatan benda asing o1.24
o1.39
4
G96.O
Penutupan / repair
bocoranlikuor serebrospinal
02.06 4
Subdural
hematoma
akut
lntracerebral hematoma
Intraventricular hematoma Trauma tembus
(peluru, benda asrn
Bocoran
likuor
-27
-Karotis
-
Kavernosus frstul
Kompresi Brainstem -
medulla seryikal
167.7 Penutupan Fistula
(Trapping Carotid Cavernous Fistula)
38.40 3
Penutupan Fistula (prosedur endovaskular)
39.79 2
Peningkatan Tekanan Intrakranial
G93.2 Pemasangan
ICP
monitoringcatheter
01.1
4
Trauma vascular s15 Ligasi karotis 02.13 4
Prosedur end ovaskular 39.79 2 Trauma spinal dengan
kelainan saraf
Dekompresi brainstem
danmedulla spinalis
dengan Fusi instrumentasi occipitocervical - Pasang occipital plate- Pasang lateral mass screw - Pasang rod
- Pasang crosslink Instabilitas
occipitocervical (Kompresi brainstem
-
medulla spinalis)
s15 s14.1
81.O1 3
G95.2 0 G93.5
Traksi senrikal PosGrior approach
(Dekompresi
Radiks MeduBa spinalisldan
94.4 4
Dekompresi foramen magnum
ot.2
4Laminektomi servikal 03.09 4
Laminoplasti serrrikal o3.09 4 Posterior
servikal
foraminotomy o3.09 3
Fusi dan
instrumentasiservikal esensial,
posterior approach81.O3 4
Fusi dan
instrumentasi serrr'ikal advance/
kompleks,posterior approach
81.01 3
Anterior Approach
(Dekompresi Radiks dan Medulla spinalisl
Anterior Cervical diskectomy 80.51 3 Anterior Cergical Diskectomy &
Fusi (ACDF) : - Fusi Cage
- Fusi Plate dan screw
80.51 81.O2
3
Teknik Cloward 81.O2 3
Anterior cervical disc arthroplasty
84.6 3
Anterior cen
icd
corpectomy &fusi (ACCF)
- Fusi Distractable Anterior Spacer
- Fusi Autograft
- Fusi Plate dan screw
80.51 81.O2
3
Odontoidectomy transoral 80.99 2
Instabilitas C
I
-C2
(Kompresi
medulla spinalis servikal)
s13.2
Dekompresi medulla
spinalisdengan fusi
instmmentasiatlanto-axial advance I
kompleks
81.01 3
Dekompresi medulla
spinalisdengan fusi
instrumentasi atlanto-axial esensial81.O 1 4
Dekompresi medulla
spinalis dengan fiksasi atlanto- axial:- Pasang Odontoid screw
81.O
I
2s 13.2 Posterior approach
(Dekompresi radiks dal
medulla
Fusi dan
instrumentasiservikal esensial,
posteriorapproach
81.O3
Fusi dan
instrumentasiservikal
advance/
kompleks,posterior approach
8 r.03
Vertebroplasty 81.6s
Anterior approach
(Dekompresi
radiks dan medullaFusi instrumentasi
servikal anterior- Fusi cage
- Fusi plate and screw -
F\si
autograft- Fusi distractable
anterior81.02
S acer
4
3
3
3
G95.2 Posterior approach
(Dekompresi
radiks dan Instabilitas C2-
C7
(kompresi radiks dan medulla spinalis senrikal)
Kompresi
medulla torako
-
-29-
lumbal
I n stabilitas torakal
(Kompresi radiks dan medulla spinalis torakal)
Kompresi radiks
meduua spinalis)
Laminektomi dekompresi 03.09 4 Diskectomy (open surgery dan
minimd
invasive)80.51 4
Anterior
-
lateral approach(Dekompresi radiks
dan medulla spinalis)Diskectomy (open surgery and minimal invasive)
80.5r 3
Thoracal corpectomy 80.99 3
Fusi dan
instrumentasi torakal:- fusi autograft - fusi cage
- fusi distractable
anterior spacer- fusi plate and screw
M43.
24
c
Posterior approach
(Dekompresi
radiks medulla spinalis)dan Stabilisasi
instrumentasi bawah
tusi spinal
dengan
torakd
81.0 84.8
4
Stabilisasi instrumentasi atas
fusi spinal
dengan torakal
81.O
84.8
3
Osteotomi, fusi
daninstrumentasi spinal kompleks
81.0 3
Anterior approach
(Dekompresi
radiks medulla spinalisldan Fusi dan instrumentasi torakal - Fusi autograft
- Fusi cage
- Fusi distractable
anterior spacer-
F\si
plate & screwM43.
24
3 s24.1
Vertebroplasty 81.65 3
Posterior approach
(Dekompresi radiks) 03.09
Laminektomi dekompresi 03.09 4 Lumbar foramino stomy 03.09 4 G55.1
M51.3 6
Diskectomy : 4
lnstabilitas Lumbal
(kompresi radiks lumbal)
I n stabilitas occipitocervical (Kompresi brainstem
-
Microdiscectomy
Posterior dan lateral
lumbar interbody fusion80.51 81.07 81.08
3 Anterior Approach
(Dekompresi radiks)
Anterior
lumbar tusion (ALIF)interbody 81.06 3
s32.a Posterior Approach (Dekompresi radiks)
81.O8 Fusi dan instrumentasi pedicle
screw
-Open surgery
84.82 4
Vertebroplasty 81.65 3
Posterior dan Iateral
lumbar interbody fusion- Open surgery
81.07 81.o8
3
Posterior
dan lateral
lumbar interbody fusion- Minimal invasive
81.07 81.O8
3
Facet screw fixation
/
fusion 84.84 3Lumbosacroilliac fixation 81.O8 3 Anterior Approach :
Anterior lumbar
interbodyfusion
- Fusi Autograft - Fusi Cage
- Fusi Distractable
Anterior Spacer- Fusi Plate dan screw
81.06 3
Anterior lumbar
corpectomy and fusion- Corpectomy lumbar - Fusi plate and screw
80.s 81.06
3
Trauma Saraf Perifer Lesi saraf tepi s14
s34
Menyambung
/
repair saraf 04.3 4 Lesi pleksus s14s34 DEGENERATIF
Spinal
Menyambung
/
repak pleksus 04.3 3s15 s14.1
Dekompresi brainstem
danmedulla spinalis
dengan Fusi instrumentasi occipitocervical - Pasang occipital plate81.01 3
-31
-Kompresi Brainstem
-
medulla spinalis servikal
Instabilitas c 1 -
C2
(Kompresi medulla spinalis servikal)medulla spinalis) - Pasang lateral mass screw - Pasang rod
- Pasan crosslink Posterior approach
(Dekompresi
Radiks dan MedullaDekom si foramen um
ot.2
4Laminektomi servikal 03.o9 4
lasti servikal
Lamin 03.09
foraminotomy Posterior
servikal
03.09 3
Fusi servikal
dan
instrumentasiesensial,
posteriora
81.O3 4
Fusi dan
instn:mentasiservikal
advance/
kompleks,terior
81.O r 3
Anterior Approach
(Dekompresi
Radiks dan Medulla80.51 3
Anterior Cervical diskectom Anterior Cervical Diskectomy &
Fusi (ACDF) :
- Fusi Cage
- Fusi Plate dan screw
80.51 81.o2
3
Teknik Cloward
8r.o2
384.6 3
cervical
discarth las Anterior
Anterior cervica.l corpectomy &
fusi (ACCF)
- Fusi Di stractable Anterior Spacer
- Fusi Autograft
- Fusi Plate dan screw
80.51 81.02
3 G95.2
0 G93.5
Odontoidectom transoral 80.99 2
Dekompresi medulla
spinalisdengan fusi
instrumentasiatlanto-axial advance I
kompleks
81.O1 J
81.O 1 4
Dekompresi medulla
spinalisdengan fusi
instrumentasi atlanto - axial esensial:s13.2
Dekompresi
medulla
spinalis dengan fiksasi atlanto - axial:Odontoid screw - Pasan
81.O 1 2
4
Degenerasi diskus
intervettebral servikal
(Kompresi radiks dan medulla spinalis servikal)
M50.3 Posterior approach
Dekompresi
Radiks Medulla spinalisdan
Laminektomi servika-l 03.09 4 Laminoplasti servikal 03.09 3 Posterior
servikal
foraminotomy 03.09 3
Fusi dan
instrumentasi servikal, posterior approach:- Stabilisasi lateral mass screw - Atlantoaxial frxation
- Stabilisasi Occipito-cervikal
81.03
81.O 1
81.O 1
3
Anterior Approach:
Dekompresi Radiks dan Medulla spinalis
Anterior Cervical diskectomy 80.5r 3 Anterior Cervical Diskectomy &
Fusi (ACDF) :
- Fusi Cage
- Fusi Plate dan screw
80.51 81.02
3
Teknik Cloward 81.O2 o
Anterior cervical disc arthroplasty
84.6 3
Anterior cervica.l corpectomy &
fusi (ACCF)
- Fusi Distractable Anterior Spacer
- Fusi Autograft
- Fusi Plate dan screw
80.51 81.02
3
In stabilitas C2
-
C7 (kompresi radiks dan medulla spinalis servikal)
s13.2 Posterior approach
(Dekompresi
radiksmedulla spinalis)
dan
Fusi dan
instrumentasiservikal esensial,
posteriorapproach
8 r.03 4
Fusi dan
instrumentasiservikal
advance/
kompleks,posterior approach
81.03 3
Vertebroplasty Anterior approach
(Dekompresi
radiks medulla spinalisldan
81.65 3
Fusi dan
instrumentasi servikal anterior- Fusi cage
- Fusi plate and screw
81.O2 3
-33
Degenerasi diskus
intervertebral dan instabilitas
servikal Degenerasi diskus
intervertebral torakal
(kompresi radiks dan medulla spinalis torakall
lnstabilitas torakal
(kompresi radiks dan medulla spinalis torakal)
M50.3 o M51.3
- Fusi autogra-ft
- Fusi distractable
anterior spacerMinimal Invasive Spine Surgery
/
Endoscopic Surgery80.5 J
Posterior approach
(Dekompresi
radiks medulla spinalis)dan
[,a-minektomi o3.o9 4
Diskectomy torakal
(opcnsurgery)
80.51 3
Diskectomy torakal
(minimalinvasive
/
endoscopic)80.51 3
Anterior
-
lateral approach(Dekompresi radiks
dan medull,a spinalis)80.51 3
Diskectomy (open surgery)
80.51
Diskectomy (endoscopic) J
Thoracal corpectomy 80.99 3
84.65 J
Disk arthroplasty M51.3
M51.3 5
Fusi torakal:
- fusi autograft - fusi cage
- fusi
distractable spacer- fusi plate and screw
anterior
M43.
24
3
Posterior approach
(Dekompresi
radiks medulla spinalis)dan
Stabilisasi instrumentasi bawah
tusi spinal
dengan
torakd
8l.o
84.8
4
Stabilisasi instrumentasi atas
tusi spinal
dengan torakal
81.0 84.8
3
Osteotomi, fusi
daninstrumentasi spinal advance
/
kompleks
8 1.O 3
s24.1
Anterior approach
(Dekompresi
radiks medulla spinalis)dan
Fusi torakal - F\rsi autograft - Fusi cage
- Fusi distractable
anterior spacer- Fusi plate & screw
M43.
24
3
Vertebroplasty 81.65 3
Degenerasi diskus
intervertebral dan instabilitas
torakal
M5I.3
Ms1.3 5Minimal Invasive Spine Surgery
/
Endoscopic Surgery80.5 3
Degenerasi diskus
intervertebral lumbal
(kompresi radiks lumbal)
M51.3 M51.3 6
Posterior approach (Dekompresi radiks)
Laminektomi dekompresi o3.09 4
Lumbar foraminostomy 03.09 4
Diskectomy : Microdiscectomy
80.51 4
Diskectomy :
Endoscopic lumbal discectomy
80.51 .1
Posterior dan lateral lumbar interbody fusion (PLIFI
81.o7 81.08
3 Anteri,or Approach
(Dekomdresi radiksl
Anterior
lumbar fusion (ALIFIinterbody
8r.06
3Lunbar
Disk arthroplasW 84.6 3 s32.8M54.1
Poeterior Approach (Dekompresi radiks)
Fusi dan instrumenta si lumbal -Open surgery
8l.o
44.42
4 Fusi dan instrumentasi lumbal
-Minimalv Invasive
a4.a2 3
VertebroplasW 81.65 3
Posterior
dan lateral
lumbar interbody fusion- Open surgery
81.07 81.08
3
Posterior
dan lateral
lumbar interbody fusion- Minimal invasive
81.07 81.O8
3
Facet screw fixation
/
fusion 84.84 3Fusi dan
instrumentasi lumbosacroilliac81.08 3
lnstabilitas Lumbal
(kompresi radiks
lumba-l)
-35-
3
Kanal stenosis (Kompresi radiks dan medulla)
Degenerasi diskus
intervertebral dan instabilitas
lumbal
Spine Deformity
-
Skoliosis-
Kifosis-
Kifoskolios-
isLordosisSaraf Perifer Entrapment
Anterior Approach :
Anterior lumbar
interbody fusion- Fusi Autograft - Fusi Cage
- Fusi Distractable
Anterior Spacer- Fusi Plate dan screw
81.06
Anterior lumbar
corpectomy and fusion- Corpectomy lumbar - Fusi plate
ald
screw80.s 81.06
3
M51.9 M48.0
Dekompresi konvensional)
(laminektomi o3.09 4
Stabilisasi posterior
approach lumbal, torakal, cervical (wiringdan hartziel) bila
terdapatinstabilitas
(auto / allobonegraft,
implant-spine intsrumentasi )81.06 81.O7 81,08
8t.62
81.64 84.51 77.79 84.60 44.624
Dekompresi dan
Stabilisasi anterior approach bila terdapatinstabilitas
(auto / allobonegraft,
implant-spine intsrumentasi )84.8 3
M51.3 6
Minimal Invasive Spine Surgery
/
Endoscopic Surgery80.5 3
M41.9 M40
Pgallignment, dekompresi, dan
fusi
8r.o
81.6 84.5 77.7 84.6 84.8
3
Im lant failure T84.2 Implant removal and revision 74.6 3
G54.0 G56.O
Release entrapment syndrome : dekompresi (bedah terbuka)
04.43 4
Intrakranial
Stroke
iskemik akutPenyakit Arteri
Oklusi
syndrome G56.2
G57.1 G57.3 G57.5 G58.9
Release entrapment syndrome : endoscopic surgery
04.43 3
VASKULAR
163.9 Trombolisis (Intravena) 99.10 3 Trombolisis (Intraarterial) 99.10
00.41 00.43
2
Digital subtraction angiographg IDSAI trombektomi
39.74 2
Kraniektomi dekompresi 1.25 4
Stenting 39.79 2
Carotid endarterectomy 38.1 3 165.9 Digital subtraction angiography
(DSA) kranial
88.41 2
Stenting Karotis 39.72 2
Stenting Intrakranial 39.72 2
Carotid Endarterectomy 38.1 3
Bypass EC - IC (direct
danindirect)
39.2 3
Penyakit
Oklusi Venat67.6 Digital subtraction angiographg (DSAI
88.41 2
Stenting 39.72 2
Embolisasi endovaskular)
(prosedur 39.79 2 Arteriovenous
malformation (AVM) simple
Q24.2 Reseksi 38.4 4
Embolisasi endovaskular),
(prosedur 39.72 3 Digital subtradion ong io q
rw
hll 88.41 2 RadiosurgeryI m plantation of head frame
92.3 93.59
3 3 Arteriovenous
malformation kompleks
Q24.2 Reseksi
Embolisasi (prosedur endovaskular
subtraction Radiosurgery
Im lantation of head frame
38.4 c
39.72 2
88.41 2
92.3 93.59
3 3
-37
-Aneurysm
Cavernoma
Spontaneous intracerebral hemorrhage
AVM
Arteriovenous
UNGSIONAL
t67.1
fistula
F
Penutupa.n
aneurisma:Kraniotomi + clippins
39.51 3
Penuhrpan
aneurisma:Prosedur coiling /
stenting(endovaskular)
39.72 39.79
3
Digital atbtradion angiography 88.41 2
Bypass surgery 2
Q28.3 Eksisi kavernoma 01.39 3
Radiosurgery
Implantation of head frame
92.3 93.59
3 3 161.9 Kraniotomi
hematoma
evakuasi
ot.24
39.41
4 Evakuasi
endoskopi
hematoma
per o1.59J
Kraniektomi hematoma
evakuasi o r.25
4
CranioplasW 02.o 4
Ventriculoperitoneal shunt 02.34 4 In traventricular
hematoma
so6.9 Eksternal ventricular drainage 02.3 4 Ventriculoperitoneal shunt 02.34 4 dAVF 177.O Digital
subtaction
angio graphy(DSA)
88.4 2
Embolisasi endovaskular)
(Prosedur 39.7
2
Operasi
ot.2
3Scalp AVM Q28.0 Digital subtraction angio graphy
(DSA)
88.4 2
Embolisasi endovaskular)
(Prosedur 39.7
2
Reseksi
ot.2
4Fungsional
uji
WADA 89. r0 2Spinal
Q27.3 9
Reseksi 38.6 3
Embolisasi endovaskular)
(prosedur 39.79 2
Diqital stbtractio n anwio q rap
lw
88.41 2Radiosurgery 92.3 3
Q27.3 9
Menutup Fistul (Microsurgeryl 38.80 3
Menutup fistula
(prosedurendovaskular)
39.79 2
Digital subtraction angiography 88.41 2
Movement disorder simple
G25 Memperbaiki Fungsi
Prosedur stereotaktik: ablasi
92.30 92.39
3
Memperbaiki Fungsi
Prosedur stereotalctik: Implant deep brain stimulation
o2.93
3
Movement disorder kompleks
G25.9 Memperbaiki Fungsi
Prosedur stereotaktik: ablasi 92.30 92.39
2
Memperbaiki Fungsi
Prosedur stereotaktik: Implant deep brain stimulation
02.93
2
Pain simple R52 Therapeutic nerve block 04.2 04.80 o4.81
4 Pulse radiofrequency 04.2
Thermal ablation 04.2 4
Epidural steroid injection 03.92 4 Intrathecal dru g delivery 03.91
03.92 4
Neurolytic blockade 04.2 4
R52 Therapeutic nene block o4.2 04.80 04.81
3
Pulse radiofrequ ency 04.2 3
Thermal ablation o4.2 3
Epidural steroid inj ection 03.92 3 Intrathecal dru g delivery 03.91
o3.92
3
Neurolytic blockade 04.2 3
Dorsal Rhizotomy 03.1 3
Myelotomy 03.2
03.4
3
Thalamothomy o 1.41 3
Deep Brain Stimulaion 02.93 3
Spinal cord / dorsal
collumnstimulation
03.93 3
G40.O Microsurgery o1.32
o 1.39
o 1.51 01.52 01.53
J
Implant Deep Brain Stimulation,
02.93 3
Ablasi 04.2 3
RadiosurRery 92.3 c
4
Pain kompleks
Epilepsi
-39-
I
lntracranial compression
s drome Psychosurgery
Head frame application 93.59 vagus nerye
Implant
stimulation 04.92
G51.3 G50.0
Microvascular decompression 04.42 J
F20-
to
F32.9 F42
Microsurgery o1.32
o 1.39
2