• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktik jasa bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur oleh PT. Pelindo II (Persero) ditinjau dari Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Putusan Nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Praktik jasa bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur oleh PT. Pelindo II (Persero) ditinjau dari Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Putusan Nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT)"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Fuady, Munir.Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012. _____________. Hukum Antimonopoli menyongsong Era Persaingan

Sehat.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Gie, Kwik Kian.Bermimpi menjadi Konglomerat-konglomerat Indonesia, Permasalahan dan sepak terjangnya.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.

Hario, Henricus, dkk. Persaingan Usaha dan Hukum yang mengaturnya di Indonesia. Jakarta: Proyek ELIPS, 2000.

Hermansyah.Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.

Ibrahim, Johny.Hukum Persaingan Usaha.Malang: Bayumedia Publishing, 2009. Kagramanto, L. Budi. Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum

Persaingan Usaha). Surabaya: Srikandi, 2008.

Lubis, Andi Fahmi, dkk. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks.Jakarta: Deutsche Gesselschaft fur Technische Zussamenarbeit (GTZ) GmbH, 2009.

Marbun, Rocky.Persekongkolan Tender Barang/Jasa.Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010.

Margono, Suyud.Hukum Anti Monopoli.Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Nadapdap, Binoto.Hukum Acara Persaingan Usaha. Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009.

Nazil, M.Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010.

Nugroho, Susanti Adi.Hukum Persaingan Usaha di Indonesia: Dalam Teori dan Praktik serta Penerapan Hukumnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

(2)

Sirait, Ningrum Natasya.Asosiasi& Persaingan Usaha Tidak Sehat.Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003.

__________.Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.Medan: Pustaka Bangsa Press,2004.

__________.Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.Medan: Pustaka Bangsa Press, 2010.

__________.Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha.Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), 2010.

Siswanto, Arie.Hukum Persaingan Usaha.Bogor: Ghalia Indonesia, 2004. Subekti.Pokok-pokok Hukum Perdata.Jakarta: PT. Intermasa, 1985.

Suhasril dan Muhammad Taufik.Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia.Bogor: Gha;ia Indonesia, 2010.

Usman, Rachmadi. Hukum Acara Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, Januari 2013.

__________.Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, April 2013.

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja.Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli.Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006.

__________. Anti Monopoli.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.

B. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

(3)

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal.

KPPU, Peraturan Komisi Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

KPPU, Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-I/2013. Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Putusan Nomor:

O1/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT.

C.Jurnal

Komisi Pengawas Persaingan Usaha, (2013), “Jurnal Persaingan Usaha”, Edisi ke 9, Jakarta Pusat.

D. Website

Portal Nasional Republik Indonesia, Geografi Indonesia, www. indonesia.go.id, (diakses pada tanggal 14 Januari 2016).

Anonim, Sejarah Pelabuhan –pelabuhan di Negara Republik

Indonesia (diakses

pada tanggal 15 Januari 2016).

Mariotedja, Perjanjian Tertutup dan Perjanjian dengan pihak luar negeri dalam praktik larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, pada tanggal 16 Januari 2016).

KPPU, Terkait jasa bongkar muat-KPPU hukum Pelindo II,

(4)

Sangkoeono, Syarat-syarat dan unsur-unsur dalam suatu perjanjian,

Anonim, Catatan seputar Hukum Persaingan Usaha dan Anti monopoli di

Indonesia,

2016).

International Monetary Fund, About IMF (diakses pada tanggal 22 Januari 2016).

Yakub Adi, Pengertian dan ciri-ciri dari Sistem Ekonomi Demokrasi,

ciri-ekonomi-demokrasi

(diakses pada tanggal 25 Januari 2016).

Susanti, Pengertian Struktur Pasar, (diakses pada tanggal 15 Februari 2016).

Jimmy Prianto, pengertian, ciri-ciri, dan macam-macam pasar di Indonesia,

Anonim, Sistem ekonomi menurut para ahli,

Ilham, Hukum Permintaan dan Penawaran dalam Pasar Bersangkutan, Februari 2016).

Ilman Hadi, Putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap,

(5)

BAB III

PENGUASAAN PASAR DAN PERJANJIAN TERTUTUP MENURUT

UNDANG – UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

A. Penguasaan pasar sebagai bentuk kegiatan yang dilarang menurut

Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1999

Menurut pasal 1 angka 9 UU Nomor 5/1999, pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan/ atau jasa.90Pasar merupakan tempat untuk bergeraknya roda perekonomian suatu bangsa, dan dipengaruhi oleh berbagai faktor.Pelaku usaha baik sebagai produsen, distributor, dan konsumen merupakan salah satu pihak yang memiliki peran terbesar dalam menentukan sehat atau tidaknya suatu pasar.91Pasar bersangkutan ialah sebuah konsep yang dilakukan untuk mendefinisikan tentang ukuran pasar dari sebuah produk.Ukuran pasar ini menjadi penting, karena dapat mengidentifikasi seberapa besar penguasaan produk tertentu dalam pasar tersebut oleh suatu pelaku usaha.Dalam pasar bersangkutan yang sempit, sangat mungkin pelaku usaha yang menguasai produk tertentu dinilai menjadi pemegang posisi dominan.Sebaliknya apabila definisi pasar produk tersebut cakupannya terlalu luas, maka bisa jadi pelaku usaha tersebut tidak dinilai sebagai pemegang posisi dominan.92

Dalam menentukan pasar yang bersangkutan, UU Nomor 5/1999 mendefinisikan pasar bersangkutan sebagai pasar yang berkaitan dengan

90

Pasal 1 ayat 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

91

Susanti Adi Nugroho, op.cit., hlm. 384.

92

(6)

jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan/ atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan/ atau jasa tersebut.93Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai struktur pasar tentang penguasaan yang dilakukan oleh pelaku usaha, untuk melihat apakah pelaku usaha memang melakukan pelanggaran atas hukum persaingan usaha dengan menilai struktur pasar dari setiap produk oleh suatu pelaku usaha tersebut.94Struktur pasar merupakan penggolongan pasar berdasarkan pada ciri-cirinya, seperti jenis produk yang dihasilkan, banyaknya perusahaan dalam industri, dan mudah atau tidaknya keluar masuk dalam industri tersebut.95Dimana struktur pasar ini sedikit banyaknya akan mempengaruhi sifat kompetisi, permintaan dan penawaran, dan otomatis juga mempengaruhi harga di dalam pasar.96

Pada prinsipnya struktur pasar diklasifikasikan menjadi:97 1. pasar persaingan sempurna (perfect competition)

Pasar jenis ini tidak pernah dijumpai pada dunia nyata.Deskripsi pasar persaingan sempurna dipergunakan hanya sebagai parameter untuk mengukur apakah telah terjadi distorsi pada suatu pasar atau tidak.98

a. Terdapat homogenitas produk;

Persaingan dikatakan sempurna apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

93

Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

94

Susanti Adi Nugroho, op.cit., hlm. 385.

95

Pengertian Struktur Pasar,

(diakses pada tanggal 15 Februari 2016).

96

Pengertian, ciri, dan macam pasar,

diakses pada tanggal 15 Februari 2016).

97

Ibid, hlm. 32.

98

(7)

Artinya barang yang diperjualbelikan adalah sama (semacam) b. Terdapat banyak penjual atau pembeli;

c. Penjual akan bertindak sebagai price taker dan bukan sebagai price maker.

Dengan banyaknya jumlah penjual dan pembeli ini, maka tidak akan ada yang berani menetapkan harga barangnya sendiri, baik penjual ataupun pembeli. Sehingga yang menentukan harga adalah pasar itu sendiri, dan para penjual hanya bisa menentukan harga yang telah ditetapkan oleh pasar, dan para penjual akan mendapatkan keuntungan yang sama;

d. Penjual dan pembeli memiliki informasi yang sama mengenai ekonomi dan teknologi. Dengan demikian, apapun yang terjadi di pasar baik penjual ataupun pembeli sudah mengetahui informasi mengenai produk tersebut dengan sempurna;

e. Tidak terdapat kendala dalam hal mobilitas sumber daya harus yang dengan mudah dapat ditransformasikan untuk penggunaan yang lain;

f. Produsen tidak memiliki hambatan untuk masuk dan keluar pasar (entry and exit);

g. Harga adalah dimana marginal cost sama dengan marginal revenue (biaya marginal sama dengan pendapatan marginal);

h. Produsen bertindak independen dalam upaya mencapai keuntungan maksimum;

(8)

Persaingan sempurna adalah struktur pasar yang ideal yang dikehendaki oleh sistem ekonomi pasar.Sistem ekonomi pasar99 adalah sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai dari produksi, distribusi, dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.Sistem ini sesuai dengan ajaran Adam Smith, dalam bukunya “The Wealth of Nations”.100 Harga yang terbentuk di pasar merupakan harga keseimbangan dimana jumlah yang diminta oleh pembeli persis sama dengna jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual. Jenis pasar persaingan sempurna ini merupakan salah satu jenis dimana produsen (penjual) dan konsumen (pembeli) tidak dapat melakukan penetapan harga atau dengan kata lain, harga yang berlaku di pasar tidak akan dapat dipengaruhi oleh salah satu pihak individu. Baik dari pihak produsen maupun konsumen.Laju mobilitas pasar persaingan sempurna sangat dipengaruhi dengan adanya permintaan dan penawaran yang terjadi antara produsen dan konsumen yang terjadi secara berkelanjutan.101

2. Pasar persaingan tidak sempurna (inperfect competition)

Pasar Persaingan tidak sempurna dibagi lagi ke dalam 3 struktur pasar yaitu:

99

Karakteristik Sistem ekonomi Pasar adalah sebagai berikut: a.setiap orang bebas memilih barang, termasuk barang modal

b.setiap orang bebas menggunakan barang dan jasa

c.kegiatan ekonomi dimaksudkan untuk membuat keuntungan d.semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat (swasta)

e.Pemerintah tidak melakukan intervensi di pasar, dan persaingan dilakukan secara bebas

100

Sistem ekonomi menurut para ahli,

ekonomi, (diakses pada tanggal 17 Februari 2016).

101

Ilham, Permintaan dan penawaran Pasar dalam Pasar

Bersangkuta (diakses pada

(9)

a. pasar monopoli, yaitu Struktur pasar dimana hanya terdapat satu penjual dan merupakan kondisi yang merugikan karena monopoli mengakibatkan beban bagi masyarakat melalui alokasi sumber daya yang tidak efisien dan merugikan secara sosial karena tidak terpenuhinya permintaan, pilihan dan kebutuhan;

b. pasar oligopoli, yaitu Struktur pasar dimana terdapat hanya beberapa penjual. Setiap produsen dalam pasar oligopoli akan selalu memantau adanya paten atau bahan mentah;

c. pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition), yaitu struktur pasar dimana terdapat banyak penjual dan menjual barang yang berbeda satu sama lain (tidak homogen). Beberapa kriteria agar suatu pasar dikategorikan sebagai pasar monopolistik, yaitu :

1) terdapat banyak penjual dalam produk yang sama (substitusi mudah didapat) dalam 1 kelompok atau grup;

2) jumlah produsen cukup banyak sehingga tindakannya diharapkan tidak akan menarik perhatian pesaing;

3) tidak akan terpengaruh dengan tindakan balasan pesaingnya dan entry

(masuk pasar) relatif murah;

4) tidak terdapat kolusi seperti penetapan harga atau pembagian pasar di antara produsen dalam satu kelompok tersebut.102

102

Ningrum Natasya Sirait I, op.cit.,hlm. 32-34.

(10)

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat berupa:103

5. menolak dan/ atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau

6. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau

7. membatasi peredaran dan/ atau penjualan barang dan/ atau jasa pada pasar bersangkutan; atau

8. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Dengan demikian, bentuk penguasaan pasar yang dilarang dalam konteks pasal 19 UU Nomor 5/1999adalah:104

1. penolakan pesaing (refusal to deal)

Dalam hal ini yang dilarang adalah bila pelaku usaha, baik sendiri maupun bersama-sama dengan pelaku usaha lain menolak, menghalangi, atau menolak dan menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan yang sama pada pasar bersangkutan, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf aUU Nomor 5/1999. Perbuatan yang demikian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat. Penjelasan atas pasal 19 UU Nomor 5/1999 menyatakan bahwa menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh dilakukan dengan cara yang tidak wajar atau dengan alasan nonekonomi, misalnya perbedaan suku, ras,

103

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

104

(11)

status sosial, dan lain-lain.Contohnya yaitu, Perusahaan telekomunikasi X mempunyai jaringan tetap (fixed line) melakukan kegiatan usaha jasa sambungan langsung internasional (SLI). Selaku pemilik akses fasilitas esensial atas jaringan, perusahaan X melakukan pengalihan sambungan SLI atas kegiatan usaha jasa SLI yang dilakukan pesaingnya, perusahaan Y. Jadi dalam hal ini, Perusahaan X selaku pemilik kekuatan pasar telah melakukan hambatan pasar dalam bentuk menghalangi perusahaan Y untuk memberikan jasa SLI105

2. menghalangi konsumen ;

Demikian pula dilarang bila pelaku usaha, baik sendiri maupun bersama-sama dengan pelaku usaha lain menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 huruf b Undang-Undang nomor 5 tahun 1999. Perbuatan menghalangi konsumen pesaing ini juga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.Contohnya yaitu, Perusahaan operator terminal peti kemas X menghalangi konsumennya X untuk menggunakan terminal peti kemas milik pesaingnya Y. Bila dilanggar maka konsumen tersebut diancam tidak diperbolehkan menggunakan terminal peti kemas X. Perusahaan operator terminal peti kemas X merupakan perusahaan terbesar pada pelabuhan tersebut.106

105

Ibid, hlm. 421.

106

(12)

3. pembatasan peredaran produk

Dilarang pula bila pelaku usaha, baik sendiri maupun bersama-sama dengan pelaku usaha lain membatasi peredaran, penjualan, atau peredaran dan penjualan barang, jasa, atau barang dan jasa pada pasar bersangkutan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 19 huruf c Undang-Undang nomor 5 tahun 1999. Perbuatan yang demikian juga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.Contohnya yaitu, distributor kendaraan X mensyaratkan bahwa kendaraannya hanya boleh menggunakan suku cadang yang dipasok oleh produsen kendaraan dan komponen tersebut hanya boleh dipasang oleh montir yang telah menerima latihan khusus dari produsen kendaraan X.107

4. diskriminasi

Diskriminasi dilarang pula pelaku usaha, baik sendiri maupun bersama-sama dengan pelaku usaha lain melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf dUU Nomor 5/1999. Hal ini tidak pantas dilakukan karena dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.Selain hal di atas, yang termasuk ke dalam bentuk penguasaan pasar adalah juga yang disebutkan dalam pasal 20 dan pasal 21, yaitu :

Pasal 20 : Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan/ atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di

107

(13)

pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.

5. melakukan jual rugi (predatory pricing)

Pasal 21 : Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komoponen harga barang dan/ atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.

B. Bentuk penguasaan pasar yang dilakukan oleh perusahaan bongkar

muat di Indonesia yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat

Telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa bentuk penguasaan pasar yang dilarang dalam hukum persaingan usaha dibagi atas 4, yaitu:108

1. penolakan pesaing (refusal to deal);

2. menghalangi konsumen; 3. pembatasan peredaran produk; 4. diskriminasi.

Dari berbagai bentuk penguasaan pasar di atas, bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Pelindo II adalah penolakan pesaing (refusal to deal) dan menghalangi konsumen.PT. Pelindo (Persero) melakukan beberapa hal yang dilarang terkait penguasaan pasar yakni: melakukan perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/ atau jasa

108

(14)

tertentu harus bersedia membeli barang dan/ atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok, menolak dan/ atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan, serta menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya.

1. penolakan pesaing (refusal to deal)

Tentang menolak dan/ atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan:109

a. bahwa PT. Pelindo II (Persero) telah melakukan upaya untuk menghalangi pelaku usaha tertentu (dalam hal ini perusahaan bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur) untuk melakukan kegiatan usaha bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur;

b. bahwa perilaku dan kebijakan PT. Pelindo II (Persero) yang membuat persyaratan perusahaan pengguna lahan wajib menggunakan perusahaan bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero) dalam keadaan bongkar muat barang jelas telah membuktikan adanya penutupan atau telah menghalangi akses pasar jasa bongkar muat bagi perusahaan bongkar muat lain yang menjadi pesaing PT. Pelindo II (Persero);

c. bahwa kebijakan PT. Pelindo II (Persero) yang membuat persyaratan bagi perusahaan pengguna tanah (lahan) yang juga merupakan pemilik barang (dan/ atau memilikinya) untuk juga menggunakan jasa bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero) jelas merupakan hambatan pasar karena dengan

109

(15)

adanya klausul tersebut jelas telah menutup peluang bagi perusahaan bongkar muat (selain PT. Pelindo II) untuk menyediakan jasa bongkar muat barang kepada perusahaan pengguna (penyewa) tanah (lahan) tersebut;

d. bahwa dalam perjanjian sewa lahan antara PT. Pelindo II (Persero) dengan pihak ketiga masih terdapat alternatif dimana pihak ketiga dapat menunjuk perusahaan bongkar muat lain, namun supervisi fee yang harus dibayarkan pihak ketiga kepada PT. Pelindo II (Persero) apabila kegiatan bongkar muat tersebut dilakukan oleh perusahaan bongkar muat bukan milik PT. Pelindo II (Persero);

e. bahwa tindakan PT. Pelindo II (Persero) yang mengenakan supervisi fee

kepada pengguna lahan (tanah) yang tidak menggunakan jasa bongkar muat PT. Pelindo II (Persero) jelas merupakan hambatan pasar karena secara faktual telah menambah biaya produksi dalam jasa bongkar muat yang dilakukan perusahaan bongkar muat lain atau setidak-tidaknya telah mengurangi insentif dalam menggunakan jasa bongkar muat lain selain PT. Pelindo II (Persero);

(16)

g. bahwa PT. Pelindo II (Persero) menyatakan keberatan perusahaan bongkar muat yang lai terhadap perjanjian sewa lahan yang dibuat PT. Pelindo II (Persero) tersebut, harus ditinjau terlebih dahulu apakah mereka tidak bisa bersaing dengan perusahaan bongkar muat PT. Pelindo II (Persero) ataukah karena perusahaan bongkar muat lain tidak bisa dipilih lagi oleh pemilik barang karena tidak kompetitif dan harganya yang tidak representatif;

h. bahwa majelis komisi menilai perjanjian sewa lahan yang mencantumkan klausul menyerahkan kegiatan bongkar muat kepada perusahaan bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero) mengurangi bahkan menghilangkan kesempatan bagi pelaku usaha pesaing untuk beroperasi di pasar bersangkutan.

2. menghalangi konsumen

Tentang menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya:

(17)

b. bahwa dalam konteks pengguna lahan merupakan pemilik barang atau pihak yang mewakili pemilik barang, maka perilaku PT. Pelindo II (Persero) yang mencantumkan klausul menyerahkan kegiatan bongkar muat pada kepada perusahaan bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero) dalam perjanjian sewa lahan jelas membuat konsumen tidak secara bebas memilih perusahaan bongkar muat yang dikehendakinya.

C. Perjanjian tertutup antara sesama pelaku usaha sebagai bentuk

perjanjian yang dilarang menurut Undang–Undang Nomor 5 Tahun

1999

Pasal 1 angka 7 UU Nomor 5/1999, menyebutkan definisi dari perjanjian adalah suatu perbuatan dari satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Berdasarkan perumusan pengertian tersebut, dapat dirumuskan unsur-unsur perjanjian menurut konsepsi UU Nomor 5/1999 meliputi:110

1. adanya suatu perjanjian, yang terjadi karena suatu perbuatan;

2. perjanjian tersebut dibuat oleh pelaku usaha sebagai para pihak dalam perjanjian;

3. perjanjian dapat dibuat secara tertulis atau tidak tertulis; 4. tidak menyebut tujuan perjanjian.

110

(18)

Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan perjanjian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa perjanjian adalah persetujuan (tertulis ataupun lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.111 Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUHPerdata yang merumuskan suatu perjanjian adalah perbuatan dimana satu orang atau lebih”112, maka dapat dilihat bahwa pada prinsipnya secara esensial tidak ada suatu perbedaan yang berarti, hanya saja dalam UU Nomor 5/1999 definisi yang telah diberikan secara tegas menyebutkan pelaku usaha sebagai subjek hukumnya, yaitu setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wlayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai usaha dalam bidang ekonomi.113

Untuk mencegah praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat, maka Undang-Undang melarang pelaku usaha membuat perjanjian tertentu dengan pelaku usaha lainnya.Larangan tersebut merupakan larangan terhadap keabsahan objek perjanjian.Dengan demikian berarti setiap perjanjian yang dibuat dengan objek perjanjian berupa hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang adalah batal demi hukum dan karenanya tidak boleh dilaksanakan oleh para pelaku usaha yang menjadi subjek perjanjian tersebut.114

111

Hermasnyah, op.cit.,hlm. 24.

112

Dalam Burgerlijk Wetboek digunakan istilah overeenkommst yang padanannya dalam Bahasa Inggris adalah agreement atau “persetujuan” dalam Bahasa Indonesia.

113

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis- Anti Monopoli, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), hlm. 21.

114

(19)

Alasan para pelaku usaha melakukan perjanjian tertutup adalah karena dengan perjanjian tertutup, pelaku usaha dapat :115

1. meningkatkan kekuatan pasar (market power)

Pengertian dari kekuatan pasar atau market power adalah kemampuan pelaku usaha untuk menetapkan harga melebihi biaya marginal dari kegiatan produksi yang dilakukan, sehingga keuntungan yang dinikmati adalah keuntungan di atas level harga persaingan atau keuntungan normal.Melalui perjanjian tertutup, maka akibat negatifnya adalah bahwa akses pelaku usaha lain untuk melakukan hal yang sama menjadi terbatas, sehingga akan mengurangi persaingan usaha langsung. Di samping itu perjanjian tertutup ini juga akan menghambat pelaku usaha baru untuk memasuki pasar. Jika dilihat dari sudut pandang pelaku usaha yang tidak terlibat perjanjian tertutup, maka strategi perjanjian tertutup akan mengakibatkan mereka menghadapi pembatasan akses distibusi sehingga kemampuan untuk ikut bersaing menjadi turun.Oleh karena itu, strategi ini dapat digunakan untuk mengurangi persaingan sehingga pelaku usaha dapat menetapkan harga lebih tinggi untuk mendapat keuntungan melebihi keuntungan yang wajar atau melebihi keuntungan pada posisi persaingan penuh;

2. meningkatkan efisiensi

Perjanjian eksklusif, yang merupakan kontrak jangka panjang yang eksklusif antara produsen dan distributor sehingga secara positif akibatnya akan dapat mengurangi biaya observasi (searching cost), biaya transaksi, biaya

115

(20)

monitoring sistem distribusi. Dengan adanya kepastian pasokan distribusi baik bagi produsen maupun distributor sebagai akibat perjanjian eksklusif tersebut, maka efisiensi akan dapat dicapai;

3. menjaga persaingan intrabrand

Perjanjian tertutup pada prinsipnya merupakan bagian penting dari hambatan vertikal (vertical restraint), maka perjanjian tertutup memiliki dua kategori yaitu hambatan untuk persaingan yang sifatnya interbrand dan persaingan yang bersifat intrabrand. Persaingan intrabrand adalah persaingan antara distributor atau pengecer untuk suatu produk yang berasal dari manufaktur atau produsen yang sama. Sedangkan persaingan interbrand adalah persaingan antar manufaktur atau produsen untuk suatu jenis kategori barang di pasar bersangkutan yang sama.116Pelaku usaha pada umumnya membiarkan persaingan antar produsen (interbrand competition) karena secara teknis memang lebih sulit untuk membuat kartel antar produk. Di sisi lain untuk menjaga sistem distribusi, dengan dibuatnya perjanjian tertutup secara positif mereka meminimalkan persaingan antar distributor (intrabrand competition)

dengan melakukan perjanjian tertutup. Dengan demikian, dengan perjanjian tertutup ada peluang untuk menambah kekuatan pasar, meskipun persaingan antar produk cukup ketat.117

116

Rachmadi Usman, op.cit, hlm. 337.

117

(21)

D.Bentuk perjanjian tertutup yang dilakukan oleh perusahaan bongkar

muat di Indonesia

Dalam pasal 15 ayat 2 UU Nomor 5/1999 disebutkan bahwa “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/ atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/ atau jasa yang lain dari pelaku usaha pemasok.Terkait dengan praktik jasa bongkar muat di Teluk Bayur, melalui alat-alat bukti serta keterangan dari para saksi, maka kesimpulan dari Majelis Komisi terkait perkara PT. Pelindo II (Persero) adalah sebagai berikut :118

1. Diketahui bahwa PT. Pelindo II (Persero) menyewakan lahan di Pelabuhan Teluk Bayur kepada pihak ketiga, dimana dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, PT. Pelindo II (Persero) menetapkan persyaratan khusus yang pada pokoknya mewajibkan Pihak ketiga (penyewa lahan) menggunakan dan/ atau menyerahkan sepenuhnya pekerjaan bongkar muat kepada Perusahaan Bongkar Muat milik PT. Pelindo II (Persero).

2. Bahwa PT. Pelindo II (Persero) sendiri mengatakan ada 8 bukti surat dari 40 buah perjanjian yang menetapkan persyaratan khusus dalam perjanjian sewa lahan dengan ketentuan mewajibkan dan/ atau menyerahkan sepenuhnya kepada pekerjaan bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero).

3. Bahwa berdasarkan alat bukti ditemukan 20 surat perjanjian antara PT. Pelindo II (Persero) dengan pihak ketiga yang mewajibkan pihak ketiga menyerahkan

118

(22)

seluruhnya pekerjaan bongkar muat kepada perusahaan bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero).

4. Berdasarkan kesaksian dari PT Wira Inno Mas, bahwa adalah benar di dalam surat perjanjian sewa lahan yang dilakukannya dengan PT. Pelindo II (Persero) terdapat klausul yang mewajibkan PT Wira Inno Mas menyerahkan sepenuhnya pekerjaan bongkar muatnya kepada Perusahaan bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero).

5. Berdasarkan kesaksian dari PT. Argo Muko, bahwa adalah benar di dalam surat perjanjian swa lahan yang dilakukannya dengan PT. Pelindo II (Persero) terdapat klausul yang mewajibkan PT Argo Muko menyerahkan sepenuhnya pekerjaan bongkar muat minyak kelapa sawit dan barang lainnya kepada Perusahaan bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero).

6. Berdasarkan kesaksian dari PT. Perkebunan Nusantara VI, diperoleh keterangan bahwa PT. Perkebunan Nusantara VI sejak tahun 1986 telah menggunakan/ memakai lahan/ tanah di Pelabuhan Teluk Bayur untuk tujuan operasional pelayanan kapal dan di dalam surat perjanjiannya dengan PT. Pelindo II (Persero) ada klausul yang menyatakan bahwa kegiatan bongkar muat CPO milik PT Perkebunan Nusantara VI dilaksanakan sepenuhnya oleh Perusahaan bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero).

(23)

8. Bahwa Majelis Komisi berpendapat perjanjian antara PT. Pelindo II (Persero) dengan pihak ketiga yang mempersyaratkan pengguna lahan wajib menggunakan perusahaan bongkar muat milik PT. Pelindo II (Persero) tidak diatur secara eksplisit dan implisit khususnya dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, sehingga kegiatan usaha jasa bongkar muat yang dilakukan PT. Pelindo II (Persero) bukan merupakan kegiatan dan/ atau perjanjian yang dikecualikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50 huruf a UU Nomor 5/1999, yaitu:

”Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:

(24)

BAB IV

ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA NOMOR : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT ATAS KEBERATAN YANG DIAJUKAN OLEH PT.PELINDO II TERHADAP

PUTUSAN KPPU

A. Analisis Putusan KPPU Nomor: 02/KPPU-I/2013

1. Duduk perkara kasus PT. PELINDO II (Persero)

Sekretariat KPPU Republik Indonesia telah melakukan penelitian atas inisiatif sendiri tentang adanya dugaan pelanggaran terhadapUU Nomor 5/1999 terkait jasa bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur. Selanjutnya KPPU memeriksa perkara ini dengan Nomor perkara: 02/KPPU-I/2013, yaitu tentang dugaan pelanggaran UU Nomor 5/1999 berkaitan dengan jasa bongkar muat di Pelabuhan Teluk Bayur yang dilakukan oleh terlapor, PT. Pelindo II (Persero), yang berkedudukan di Jalan Pasoso Nomor 1 Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jakarta 14310.

(25)

(Perusahaan Bongkar Muat) DUT (Divisi Usaha Terminal) PT. Pelindo II (Persero) cabang Teluk Bayur. Setelah dibentuknya PBM ini, mulailah timbul permasalahan terhadap PBM lainnya.

Ditambah lagi, PT Pelindo II (Persero) menetapkan persyaratan dalam perjanjian penyewaan lahan di Pelabuhan Teluk Bayur, bahwa penyewa lahan harus juga menggunakan jasa bongkar muat yang dimiliki PT. Pelindo II (Persero) tersebut.119

a. menolak dan/ atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau

Dan tindakan tersebut sangat memiliki potensi menimbulkan dampak persaingan usaha yang tidak sehat dalam pasar jasa bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur-Provinsi Sumatera Barat.Selanjutnya KPPU mengusut kasus ini dengan menjatuhkan dugaan pelanggaran yang dilakukan PT. Pelindo II (Persero) yaitu Pasal 15 ayat (2), Pasal 19 huruf a, dan 19 huruf b UU Nomor 5/1999, yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15 ayat (2)

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/ atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/ atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok

Pasal 19 huruf a dan b

Pelaku usaha dlarang melakukan satu atau beberapa kegitan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berupa:

119

(26)

b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu. Adapun alat bukti awal yang menjadi asal-muasal kecurigaan KPPU yaitu bahwa ada perjanjian sewa lahan milik PT. Pelindo II (Persero) dengan pihak lain dan terdapat kalusul kewajiban pengguna/penyewa lahan yang harus memenuhi jumlah throughput minimum per tahun. Jika tidak terpenuhi, maka pihak pengguna/ penyewa lahan akan dikenakan sanksi yang dihitung per ton dari sisa jumlah throughput minimum yang tidak terpenuhi. Bahkan berdasarkan alat bukti juga terdapat perjanjian sewa lahan yang mengatur mengenai larangan untuk menangani bongkar muat pihak ketiga, apabila dikerjakan maka harus memperoleh izin dari PT. Pelindo II (Persero) dan wajib mebayar supervise fee

kepada PT. Pelindo II (Persero). Alat bukti ini disampaikan oleh investigator pada pada sidang pertama perkara ini yakni pada tanggal 21 Maret 2013 dengan agenda pembacaan dan penyerahan salinan laporan dugaan pelanggaran oleh investigator kepada terlapor.

2. Pertimbangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, majelis komisi mempunyai pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:120

a. Bahwa telah terbukti terjadi praktik Perjanjian Tertutup (tying agreement)

yang dilakukan oleh Terlapor dengan cara memuat klausul bahwa pihak ketiga (penyewa lahan) menyerahkan sepenuhnya kegiatan bongkar muat atas barang miliknya kepada perusahaan bongkar muat terlapor dalam

120

(27)

perjanjian sewa lahan antara terlapor dengan pihak ketiga (penyewa lahan).

b. Bahwa telah terbukti Terlapor menghalangi pelaku usaha pesaingnya untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan dengan cara menunjuk perusahaan bongkar muat milik Terlapor terhadap barang yang akan dibongkar dan/ atau dimuat dari dan ke kapal terhadap pemilik barang yang menyewa lahan di lahan milik terlapor.

c. Bahwa telah terbukti terlapor menghalangi pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaing. Terlapor dengan cara menghilangkan hak penyewa lahan untuk memilih perusahaan bongkar muat yang dikehendakinya dalam perjanjian sewa lahan antara terlapor dengan penyewa lahan.

Bahwa sebelum memutuskan, majelis komisi mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:121

1. Bahwa pemerintah belum menyiapkan syarat-syarat konsesi (terms of concession) dalam bentuk peraturan pemerintah sebagai pedoman bagi Badan Usaha Pelabuhan untuk melaksanakan kegiatan usahanya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;

2. Bahwa Perjanjian sewa lahan yang dilakukan Terlapor dengan Pihak Ketiga yang memuat klausul kegiatan bongkar muat bukan merupakan perjanjian yang dikecualikan dalam pasal 50 UU Nomor 5/1999;

121

(28)

3. Bahwa nilai transaksi kegiatan bongkar muat terlapor untuk komoditi CPO

(crude palm oil) dan batu bara di Pelabuhan Teluk Bayur terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2011sebesar Rp23.876.888.906,00 (dua puluh tiga milyar delapan ratus tujuh puluh enam juta delapan ratus delapan puluh delapan ribu sembilan ratus enam rupiah);

4. Bahwa majelis komisi menilai tindakan yang memberatkan bagi terlapor adalah sebagai berikut:

a. Bahwa Terlapor sebelumnya pernah melakukan pelanggaran terhadap UU Nomor 5/1999 dan sudah diputus serta memiliki kekuatan hukum tetap

(inkracht) pada perkara Nomor 04/KPPU-I/2013;

b. Bahwa Terlapor akan tetap mengadakan perjanjian sewa lahan yang memuat klausul kegiatan bongkar muat untuk meningkatkan pangsa pasar perusahaan bongkar muat milik terlapor;

5. Bahwa majelis komisi menilai terlapor telah bersikap baik dan kooperatif selama proses pemeriksaan ;

6. Bahwa majelis komisi merekomendasikan kepada pemerintah agar pemerintah segera menyiapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang syarat-syarat konsesi bagi pelaksanaan badan usaha pelabuhan;

(29)

3. Putusan KPPU Nomor : 02/KPPU-I/2013

Majelis kemudian menimbang berdasarkan fakta-fakta, penilaian, analisa, dan kesimpulan di atas, serta dengan mengingat Pasal 43 ayat (3)UU Nomor 5/1999, majelis komisi memutuskan:122

a. menyatakan bahwa terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; b. menyatakan bahwa terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; c. memerintahkan kepada terlapor untuk mencabut seiap klausul yang

mengatur penyerahan kegiatan bongkar muat barang kepada Terlapor dalam Perjanjian-perjanjian sewa lahan di Pelabuhan Teluk Bayur yang mengaitkan antara penyewaan lahan dengan penggunaan jasa bongkar muat;

d. memerintahkan kepada terlapor membayar denda sebesar Rp4.775.377.781,00 (empat miliar tujuh ratus tujuh puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus delapan puluh satu rupiah) yang harus disetor ke kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggarandi bidang persaingan usaha Satuan Kerja KPPU melalui Bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di bidang Persaingan Usaha).

122

(30)

4. Analisis Putusan KPPU Nomor : 02/KPPU-I/2013

Dari putusan KPPU Nomor 02/KPPU-I/2013 di atas dapat dilihat bahwa KPPU menyatakan PT. Pelindo II (Persero) terbukti secara sah melanggar Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 19 huruf a dan b UU Nomor 5/1999 dan memerintahkan terlapor untuk membayar denda sebesar Rp4.775.377.781,00 (empat miliar tujuh ratus tujuh puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus delapan puluh satu rupiah).Dari putusan KPPU Nomor 02/KPPU-I/2013 di atas, maka selanjutnya penulis memberikan analisis hukum yang menelaah apakah tepat putusan KPPU tersebut yang mengatakan bahwa PT. Pelindo II (Persero) di dalam perkara ini telah melakukan praktik perjanjian tertutup dan penguasaan pasar yang dituduhkan serta melihat apakah sanksi yang diberikan telah sesuai dengan aturan di dalam UU Nomor 5/1999.

Pasal 15 ayat (2)

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan/ atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan/ atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. Unsur-unsur yang dapat dilihat dalam Pasal yang diduga dilanggar adalah sebagai berikut:

a. Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 5/1999 Unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1) Unsur pelaku usaha

(31)

“Pelaku usaha adalah setiap orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.Dalam perkara ini, unsur pelaku usaha telah dipenuhi, yakni PT. PELINDO II, dimana PT. Pelindo II (Persero) adalah Badan Usaha Kepelabuhanan yang diberikan kewenangan untuk mengelola dan mengoperasikan satu atau beberapa terminal. Hal ini diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 2) Unsur perjanjian

Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini sesuai dengan yang dituliskan dalam Pasal 1 huruf g UU Nomor 5/1999.

Sedangkan Perjanjian tertutup tidak ada diartikan secara rinci, namun diterangkan jelas dalam Pasal 15 ayat 2 UU Nomor 5/1999, yaitu suatu perbuatan satu pelaku usaha atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.

(32)

bertindak selaku pemasok (sektor hulu) tidak diperbolehkan untuk memberlakukan kewajiban bagi pelaku usaha lain (sebagai penerima pasokan dan/ atau jasa lain yang berbeda karakternya dengan produk pokoknya. Perbedaan karakteristik antara produk utama dan produk lainnya sebagaimana dapat dikukur berdasarkan tingkat komplemen atau substitusinyamerupakan faktor kunci dari praktik tying tersebut. Pengaitan penjualan atau pembelian yang bersifat wajib antara produk dan/ atau jasa yang sama sekali dalam satu paket potensial akan melanggar pasal ini.123

Adapun hal ini juga dipenuhi, bahwa berdasarkan alat bukti diketahui bahwa Terlapor menyewakan lahan di Pelabuhan Teluk Bayur kepada pihak ketiga, dimana dalam Perjanjian sewa lahan tersebut, Terlapor menetapkan persyaratan khusus yang pada pokoknya mewajibkan Pihak ketiga (penyewa lahan) menggunakan dan/ atau menyerahkan sepenuhnya pekerjaan bongkar muat kepada Perusahaan Bongkar Muat Terlapor atau PT. Pelindo II (Persero).124

3) Tentang pelaku usaha lain

Dalam pasal 15 disebutkan tentang pelaku usaha lain, yaitu “Pelaku usaha yang mempunyai hubungan vertikal maupun horisontal yang berada dalam satu rangkaian produksi dan distribusi baik di hulu maupun hilir dan bukan merupakan pesaingnya.”

123

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Psal 15 (Perjanjian Tertutup) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm. 15.

124

(33)

Dalam perkara ini hal tentang pelaku usaha lain juga terpenuhi, bahwa yang dimaksud dengan pelaku usaha lain adalah para pihak yang memiliki hubungan dengan PT. Pelindo II (Persero), diantaranya yaitu: PT Incasi Raya, PT Wira Inno Mas, PT Asianagro Agung Jaya, PT Argo Muko, PT Mekar Bumi Andalas, PT Teluk Bayur Bulk Terminal, PT Perkebunan Nusantara VI (Persero), PT Karbindo Abesyapradhi, PT Tambang Batubara Bukit Asam, PT Allied Indo Coal, PT Oriental Resources, PT Warisan Bumi Andalas, PT EMKL Pantai Barat Daya, PT Eta Star Coal, PT Inowo Karya Abadi, PT Jambi Resources International, PT Beta Usaha Mandiri, PTVaruna Tirta Prakasya (Persero), PT Bahanda Graha Reksa, dan PT Bitumen Teluk Bayur.

4) Tentang Barang

Bahwa yang dimaksud dengan barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan , dipakai, dipergunakan, dan dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha lainnya.125Adapun unsur ini juga dipenuhi dalam perkara ini, bahwa yang menjadi objek barangnya adalah lahan yang disewakan, dimana lahan ini merupakan benda berwujud atau juga dapat dikatakan benda tidak bergerak yang dapat dipakai, dipergunakan, dan dimanfaatkan.

125

(34)

5) Tentang barang dan/ atau jasa lain

Yang dimaksud dengan jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. Dan unsur ini juga terpenuhi karena kegiatan bongkar muat yang dilakukan PT Pelindo II (Persero) di wilayah Pelabuhan Teluk Bayur merupakan layanan pekerjaan yang diperdagangkan karena memiliki tarif bongkar muat dan dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha, yang dalam hal ini adalah pemilik barang.

b. Pasal 19 huruf a dan b UU Nomor 5/1999 Unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1) Unsur pelaku usaha

Unsur pelaku usaha ini diatur dalam pasal 1 angka 5 UU Nomor 5/1999, menyebutkan:

(35)

dan mengoperasikan satu atau beberapa terminal. Hal ini diatur dalam Pasal 93 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 2) Unsur menolak dan/ atau menghalangi pelaku uaha tertentu untuk

melakukan kegiatan yang sama pada pasar bersangkutan

Bahwa pembuktian atas unsur ini adalah terkait dengan pembuktian bahwa PT Pelindo II (Persero) telah melakukan upaya untuk menghalangi pelaku usaha tertentu (dalam hal ini perusahaan bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur) untuk melakukan kegiatan usaha bongkar muat barang di Pelabuhan Teluk Bayur.Bahwa meskipun tujuan Pelindo II adalah ingin meningkatkan pangsa pasar, namun perilaku dan kebijakan PT Pelindo II (persero) yang mewajibkan pengguna lahan wajib menggunakan PBM PT Pelindo II (persero), jelas telah membuktikan adanya penutupan atau telah menghalangi akses pasar jasa bongkar muat bagi PBM lain yang menjadi pesaing PT Pelindo II (persero). Dengan demikian, unsur ini telah terpenuhi.

3) Unsur menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya.

(36)

Dengan dipenuhinya unsur-unsur di dalam Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 19 huruf a dan b UU Nomor 5/1999, maka penulis sependapat dengan putusan yang dijatuhkan kepada PT. Pelindo II (Persero) oleh KPPU. Mengingat juga bahwa untuk menganalisis Pasal 15 ayat 2 ini, pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Per Se Illegal. Pendekatan per se illegal menyatakan bahwa setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu illegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian atau kegiatan usaha tersebut.

B.Analisis putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara nomor :

01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT atas permohonan keberatan yang

diajukan oleh PT. PELINDO II (Persero) terhadap putusan KPPU

1. Duduk Perkara Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara

Pemohon keberatan dalam hal ini adalah PT. Pelindo II (Persero) mengajukan surat permohonannya pada tanggal 16 Desember 2013 dan kemudian diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dimana sebelumnya PT. Pelindo II (Persero) telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 19 huruf (a) dan (b) UU Nomor 5/1999, dan memerintahkan kepada Terlapor membayar denda sebesar Rp4.775.377.781,00 (empat miliar tujuh ratus tujuh puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus delapan puluh satu rupiah).

(37)

sama sekali melakukan pelanggaran seperti yang telah diputus sebelumnya oleh Majelis KPPU, yang selanjutya disebut sebagai pihak termohon keberatan dalam kasus ini.

PT. Pelindo II (Persero) menyampaikan tanggapannya atas analisis Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-I/2013 yaitu :

a. Termohon keberatan telah salah menerapkan hukum seperti yang didugakan yaitu Pasal 15 ayat 2 UU Nomor 5/1999.

Bahwa menurut Kuasa Hukum dari PT. Pelindo II (Persero), KPPU tidak dapat menerangkan dengan jelas kualitas dari subjek hukum sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) tentang perjanjian tertutup. Dan hal ini menjadi bias dan tidak jelas (obscure) dalam memberikan pertimbangan hukum atas fakta-fakta dan bukti dalam persidangan di KPPU.Dalam keberatannya, PT. Pelindo menyampaikan bahwa ada 4(empat) subjek hukum yang dapat dikenakan atau dimasukkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang khususnya dalam Tying Agreement yang diatur dalam pasal ini, yaitu: (1) Pelaku Usaha, dalam hal ini adalah Tying Producer atau produsen yang mengikatkan barangnya, (2) Pihak (Pelaku Usaha) lain, dalam hal ini adalah Tied roducer atau produsen yang diikatkan barangnya (3) Pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu, yaitu konsumen dan (4) Pelaku Usaha Pemasok, dalam hal ini adalah Tying dan Tied Producer.

(38)

Dimana seharusnya menurut Kuasa Hukum PT. Pelindo II (Persero) yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) tersebut hanyalah 1(satu) subjek hukum yaitu Konsumen, bukan pelaku usaha lainnya. Kedua subjek hukum tersebut adalah berbeda, sehingga Pasal 15 ayat (2) tidaklah tepat dikenakan dalam perkara a quo ini dilihat dari unsur subjek hukumnya.Kemudian dilanjutkan dengan objek perkara, dimana yang disebut KPPU sebagai objek perkaranya dalam perkara a quo adalah adalah Perjanjian Tertutup antara Pelaku usaha, sementara Perjanjian adalah hal yang dilarang dalam Pasal ini. Ditambah lagi, perjanjian yang dimaksud adalah sudah tidak berlaku lagi.Dari kedua unsur tersebut itu saja, sudah tidak selayaknya Pasal 15 ayat (2) ini dikenakan kepada PT. Pelindo II (Persero).

Termohon keberatan yaitu Pihak PT. Pelindo II (Persero) juga menambahkan bahwa Perjanjian tertutup adalah tidak sepenuhnya dapat dipersalahkan dan dipandang negatif, karena apabila ternyata dapat diambil dampak poitif dari perjanjian tertutup itu, baik terhadap pelaku usaha lain maupun konsumen, maka Perjanjian tertutup tersebut adalah dibenarkan.

b. Termohon Keberatan telah menyingkirkan fakta dan bukti penting dalam membuktikan Pasal 19 huruf a dan b UU Nomor 5/1999.

(39)

Pelindo II (Persero) dengan Pelaku Usaha lain seperti PT. Karbindo Abesyapradhi , tetapi market PT. Karbindo Abesyapradhi tidak pernah terpengaruh atau tidak terganggu. Juga berdasarkan keterangan saksi Ny. Winda, saksi dari PT. Pelita Usaha Mandiri di bawah sumpah menyatakan, penyewa lahan PT. Pelindo II (Persero) khusus untuk lahan bijih besi/ batu bara sampai saat ini tidak pernah kekurangan konsumen. PBM PT. Pelita Usaha Mandiri juga tidak pernah ditolak atau dihalangi untuk melayani jasa bongkar muat barang.

Terkait dengan peti kemas yang dimiliki oleh PT. Pelindo II (Persero) tidak dapat dijadikan alasan pembenaran untuk menerapkan Pasal 19 ayat (2) kepada PT. Pelindo II, karena faktanya setelah peti kemas bongkar muat tersebut selesai , proses bongkar muat yang sebelumnya harus menunggu waktu antrian 3-4 hari kini menjadi 1 hari. Hal ini menjadi keuntungan bagi konsumen, karena PT. Pelindo II (Persero) telah memberikan keuntungan dan efisiensi.

(40)

menjadi duduk perkara dalam Usaha Naik Banding yang diajukan untuk melawan Putusan KPPU No 02/KPPU-I/2013 sebelumnya, yang dapat diambil pokok-pokoknya sebagai berikut:126

1) Bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Utara berwenang memeriksa dan memutus perkara keberatan ini;

2) Bahwa Termohon Keberatan ketika tetap memaksakan menghukum Pemohon keberatan dengan Pasal 15 ayat (2) melakukan pembuktian secara sederhana tanpa mempertimbangkan dampak positif Perjanjian Penyewaan Lahan (dengan klausul bongkar muat) yang disampaikan pada persidangan Termohon Keberatan, yang mana hal ini bertentangan dengan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2011 yang merupakan produk hukum Termohon Keberatan sendiri;

3) Bahwa Termohon Keberatan ketika tetap memaksakan menghukum Pemohon Keberatan dengan Pasal 15 ayat (2) dengan sengaja atau setidak-tidaknya lalai dalam pembuktian unsur penting meliputi pembuktian Pasar Bersangkutan, Pelaku usaha Tying and Tied Product;

4) Bahwa UU Nomor 5/1999 ditujukan untuk menciptakan tingkat peraingan yang tinggi, dimana pelaku usaha yang tidak kompetitif harus mengejar pelaku usaha yang sudah kompetitif;

126

(41)

5) Bahwa putusan termohon Keberatan yang menghukum Pemohon keberatan telah caat hukum fatal dengan tidak memasukkan keterangan ahli di bawah sumpah yang diperiksa dalam ersidangan tanggal 12 september 2013 dalam Putusan Termohon Keberatan. Hal ini telah melanggar Pasal 42 UU Nomor 5/1999dan Pasal 62 ayat (2) huruf f Peraturan KPPU No. 1 Tahun 200 tentang Tata Cara Penanganan perkara hukum termohon Keberatan sendiri.

Bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan tersebut di atas, Pemohon Keberatan yaitu PT. Pelindo II (Persero) memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar berkenan memutuskan:127

a. Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan yang diajukan Pemohon Keberatan sepenuhnya;

b. Menyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya batal seluruhnya putusan Termohon Keberatan Nomor : 02/KPPU-I/2013;

c. Menyatakan Pemohon Keberatan secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melanggar Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

d. Menyatakan Pemohon Keberatan secara sah dan meyakinkan tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

127

(42)

e. Membebaskan Pemohon Keberatan dari pencabutan setiap klausul yang mengatur penyerahan kegiatan bongkar muat kepada Terlapor dalam Perjanjian-perjanjian sewa lahan di Pelabuhan Teluk BAyur yang mengaitkan antara penyewaan lahan dengan penggunaan jasa bongkar muat;

f. Membebaskan Pemohon Keberatan dari denada yang dijatuhkan kepada PT. Pelindo II (Persero) yaitu sebesar Rp4.775.377.781,00 (empat milyar tujuh ratus tujuh puluh lima juta tiga ratus tujuh puluh tujuh ribu tujuh ratus delapan puluh satu tupiah) ke kas Negara dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan denda pelanggaran di bidang Persaingan Usaha). 2. Pertimbangan Majelis Hakim atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara

Nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT

a. Menimbang, bahwa dengan segala pertimbangan hukum yang telah dipaparkan sebelumnya pada duduk perkara, Majelis Hakim berpendapat bahwa secara hukum tidak terbukti unsur perjanjian dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, oleh karena ternyata perjanjian tertutup yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan tidaklah termasuk dan merupakan pengecualian dari Pasal 15 ayat (2) Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

(43)

Persaingan Usaha Tidak Sehattidak terpenuhi, maka Pemohon Keberatan beralasan hukum untuk dinyatakan tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan alasan Pemohon Keberatan utamanya berkaitan dengan unsur perjanjian dimaksud adalah benar dan sudah seharusnya untuk diterima;

c. Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan permasalahan kedua yaitu apakah secara hukum Pemohon Keberatan telah melanggar ketentuan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

d. Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat pembuktian Pasal 19 huruf a dan b tidak terlepas dan berkaitan erat dengan pembuktian Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bahwa Pasal 19 merumuskan Pelaku Usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berupa:

(44)

2) atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

e. Menimbang, bahwa Termohon Keberatan dalam putusannya menyatakan:

1) Bahwa perilaku dan kebijakan PT. Pelindo II (Persero) yang membuat persyaratan perusahaan pengguna lahan wajib menggunakan PBM PT Pelindo II (Persero) dalam kegiatan bongkar muat barang jelas telah membuktikan adanya penutupan atau telah menghalangi akses pasar jasa bongkar muat bagi perusahaan bongkar muat lain yang menjadi pesaing PT Pelindo II (Persero);

2) Bahwa tindakan PT. Pelindo II (Persero) yang mewajibkan menggunakan PBM PT. Pelindo II (Persero) bagi pengguna lahan di Pelabuhan Teluk Bayur dan bahkan di seluruh pelabuhan yang dikelola PT. Pelindo II (Persero) jelas merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan menghalangi konsumen (dalam hal ini adalah perusahaan pengguna lahan selaku pemilik barang atau pihak yang mewakili pemilik barang) untuk menggunakan jasa bongkar muat selain PT. Pelindo II (Persero); f. Menimbang, bahwa dengan demikian dapat disimpulkan jika

(45)

Keberatan merupakan muara dan terbuktinya Pasal 19 huruf a dan b. Bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan di dalam membuktikan unsur perjanjian di dalam Pasal 15 ayat (2), dengan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan di muka, untuk itu dengan tidak terbuktinya unsur perjanjian di dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2), maka secara otomatis Pasal 19 huruf a dan b menjadi tidak terbukti pula;

g. Menimbang, bahwa di dalam keberatannya Pemohon Keberatan menyampaikan beberapa hal yang sepatutnya dipertimbangkan oleh Majelis Hakim sebagai berikut:

1) Bahwa Termohon Keberatan telah menghilangkan substansi penting dari 5 orang saksi yang memberikan keterangan yang sama bahwa terdapat fakta mengenai terdapatnya pula skema 2:1 untuk bongkar muat komoditas CPO dan Batu Bara yaitu 2 kapal untuk dibongkar muat oleh PT. Pelindo II (Persero) dan 1 kapal untuk dibongkar muat Perusahaan Bongkar Muat lain;

(46)

h. Menimbang, bahwa Termohon Keberatan di dalam tanggapannya menyatakan “Bahwa Majelis Hakim berwenang untuk menilai alat bukti, sehingga apabila kemudian tidak tercantum dalam putusan bukan berarti tidak pernah dipertimbangkan sebab telah ada dalam berkas perkara :”Bahwa atas tanggapan tersebut Majelis Hakim menyatakan tidak sependapat dan merupakan tanggapan yang tidak berdasar hukum dan dapat diartikan sebagai perbuatan yang mengesampingkan alat bukti. Produk hukum dari Termohon Keberatan adalah berupa putusan yang memuat segala pertimbangan-pertimbangan hukum, termasuk mempertimbangkan keterangan saksi dan ahli secara keseluruhan sebagai salah satu alat bukti, yang pada akhirnya dapat menyatakan apakah dalam suatu perkara, pelaku usaha tersebut terbukti melanggar atau tidak melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, untuk itu sudah menjadi kewajiban Termohon Keberatan mencantumkan pertimbangannya terhadap alat bukti di dalam putusan tersebut, sehingga apabila tidak termuat di dalam putusan, maka dianggap tidak pernah dipertimbangkan;

(47)

dibongkar muat Perusahaan bongkar muat lain, kemudian keterangan Ahli Capt. Asmari Hery yang pada pokoknya menyatakan bahwa Perjanjian Penyewaan Lahan yang di dalamnya terdapat klausul wajib bngkar muat tidak bertentangan dengan shipping practice dan justru menguntungkan konsumen

j. Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan dimuka, Majelis Hakim berpendapat ternyata perjanjian tertutup yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan lebih memiliki dampak positif daripada dampak negatif yang dihasilkan, sehingga apabila dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi dan ahli dimaksud, maka Majelis Hakim menilai terdapat persesuaianyang nyata dan menambah keyakinan bagi Majelis Hakim jika dampak positif yang dihasilkan oleh perjanjian tertutup lebih besar dibandingkan dampak negatifnya. k. Menimbang, bahwa dengan segala pertimbangan di atas, Majelis

Hakim berpendapat bahwa secara hukum Pemohon Keberatan tidak terbukti melanggar ketentuan sebagaimana diatur di dalam Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat , maka berdasar hukum untuk menyatakan Pemohon Keberatan dibebaskan dari segala sanksi administratif

(48)

02/KPPU-I/2013 pada tanggal 4 November 2013 tidak bisa dipertahankan lagi dan harus dibatalkan sepenuhnya

m. Menimbang bahwa oleh karena permohonan keberatan ini dikabulkan, maka biaya perkara dibebankan kepada Termohon Keberatan

3.Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Nomor :01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT

Mengingat UU Nomor 5/1999 dan PERMA RI Nomor 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU, maka Majelis Hakim:128

1. Mengabulkan permohonan Pemohon Keberatan; MENGADILI

2. Membatalkan Putusan Termohon Keberatan/ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 02/KPPU-I/2013 tanggal 4 November 2013;

3. Menghukum Termohon Keberatan untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.426.000,00 (empat ratus dua puluh enam ribu rupiah)129

128

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta UtaraNomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT 110-113.

129

(49)

4. Analisis atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor : 01/PDT.KPPU/2013/PN.JKT.UT

Berdasarkan keputusan Majelis Hakim dalam perkara a quo, dapat dilihat bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Utara menerima permohonan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan, yaitu PT. Pelindo II (Persero) yang dengan serta-merta membatalkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 02/KPPU-I/2013 serta menghukum Termohon Keberatan untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.426.000,00 (empat ratus dua puluh enam ribu rupiah).

Berdasarkan hasil pertimbangan Majelis Hakim yang telah disebutkan di atas, maka penulis memiliki pemahaman yang berbeda dengan hasil keputusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara.Penulis berpendapat bahwa hasil keputusan tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan juga teori-teori Hukum Persaingan Usaha.

Dalam menganalisis suatu perbuatan atau kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dapat digunakan 2 (dua) pendekatan sebagai berikut:

a. Pendekatan Per Se Illegal

b. Pendekatan Rule of Reason

(50)

menentukan apakah suatu perbuatan tertentu dapat diterapkan pinsip per se illegal

ataurule of reason.130

Pertama, pendekatan Per Se Illegal menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut.Kegiatan yang dianggap per se illegal biasanya meliputi penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu, serta pengaturan harga penjualan kembali. Jenis perilaku yang digolongkan sebagai per se illegal adalah perilaku-perilaku dalam dunia usaha yang hampir bersifat antti persaingan, dan hampir tidak pernah membawa manfaat sosial. Pendekatan ini ditinjau dari segi administratifnya adalah mudah, karena memperbolehkan pengadilan untuk menolak melakukan penyeledidikan secara rinci, yang biasanya memerlukan waktu yang lama dan juga biaya yang tidak sedikit.131

Kedua, pendekatan rule of reason adalah bahwa dengan terbukti dilakukannya tindakan tersebut saja, tidak otomatis tindakan tersebut sudah bertentangan dengan hukum, tetapi harus dilihat dulu sejauhmana akibat dari tindakan tersebut menimbulkan monopoli atau akan mengakibatkan kepada persaingan curang.132

Pendekatan rule of reason dapat diidentifikasi melalui penggunaan redaksi kata “yang dapat mengakibatkan” dan/ atau “patut diduga” dalam suatu pasal

130

Prinsip Rule of reason dan Per se illegal dalam Hukum Persaingan Usaha di

Indonesia,

2016).

131

Pentingnya prinsip per se illegal dan rule of reason dalam Undang-Undang Persaingan Usaha, http://www.hukumonline.com ,(diakses pada tanggal 22 Maret 2016).

132

(51)

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kata-kata tersebut menyiratkan perlunya dilakukan penelitian secara lebih mendalam, untuk menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan yang dilarang dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat atau tidak.133

PT. Pelindo II (Persero) adalah Salah satu Badan Usaha Pelabuhan di Indonesia, dimana seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Pelayaran Adalah betul hal yang perlu diingat dalam Hukum Persaingan Usaha adalah Bahwa “Dalam suatu kegiatan usaha terjadi persaingan usaha dan di pihak lain ada yang dirugikan, tetapi di sisi masyarakat menguntungkan, maka kesejahteraan masyarakat yang diutamakan.” Namun pada tingkat pemeriksaan di KPPU telah diterangkan Pasal yang dipersangkakan kepada PT. Pelindo II (Persero) adalah Pasal 15 yang sangat jelas harus dianalisis dengan menggunakan pendekatan per se illegal, dimana tidak perlu dibuktikan lagi akibat dari tindakan tersebut. Atau dengan kata lain, jika pelaku usaha diduga melanggar pasal tersebut, maka walaupun dibuktikan dengan cara apapun, maka pelaku usaha tersebut akan tetap terbukti bersalah.

Bahwa berdasarkan bukti-bukti PT. Pelindo II (Persero) adalah benar dan terbukti secara sah dan meyakinkan PT. Pelindo II (Persero) telah mengadakan Perjanjian Tertutup dengan Pelaku usaha lain, dan di dalam Perjanjian Tertutup tersebut memang benar terdapat klausul harus memberikan pekerjaan/ usaha bongkar muat pelaku usaha tersebut kepada Unit/Divisi Bongkar Muat Barang milik PT. Pelindo II (Persero).

133

(52)

yaitu Badan Usaha Pelabuhan adalah Badan Usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya.134

Bahwa dalam tanggapan yang disampaikan oleh PT. Pelindo II (Persero) terdapat bukti-bukti, baik berupa surat-surat perjanjian maupun keterangan dari para saksi dan saksi ahli yang membantahkan alasan KPPU menjerat PT Pelindo

Dan juga seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang ini bahwa Pelabuhan adalah Tempat yang terdiri atasdaratan dan/ atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat bersandar, naik turun penumpang, dan/ atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.

Maka dengan dasar hukum di atas, maka memang benar tidak dapat dipersalahkan bahwa PT. Pelindo II (Persero) membangun Unit/divisi khusus bongkar muat barang yaitu PBM (Perusahaan Bongkar Muat) DUT (Divisi Unit Terminal) PT Pelindo II cabang Teluk Bayur. Seperti yang disebutkan KPPU yang menangani perkara a quo dalam pertimbangannya di Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-I/2013 yang menyebutkan bahwa PBM (Perusahaan Bongkar Muat) DUT (Divisi Unit Terminal) yang dibangun oleh PT Pelindo II merupakan cikal bakal timbulnya perselisihan antara PT. Pelindo II dengan Perusahaan Bongkar Muat Swasta lainnya sehingga mengakibatkan Persaingan usaha tidak sehat.

134

(53)

II (Persero) dalam Pasal 15 ayat 2 dan Pasal 19 hruf (a) dan (b) yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Keterangan saksi dari Sumarsono (Kepala Biro Distribusi dan Transportasi PT. Semen Padang, bahwa dipilihnya usaha bongkar muat PT. Pelindo II (Persero) adalah dikarenakan oleh jaminan dan kualitas pelayanan yang baik, murah, dan tepat waktu, serta merasakan manfaat yang besar dengan menggunakan jasa bongkar muat yang disediakan;

2. Bahwa PT. Pelindo II (Persero) adalah menjalankan amanat yang diberikan Undang-Undang untuk menjaga kelancaran lalu lintas barang di pelabuhan. Dengan membangun dermaga khusus curah cair beserta pipa-pipa yang terkoneksi dengan pipa milik perusahaan lain, kapal tangki dapat langsung melakukan bongkar muat di dermaga hanya dalam waktu 3-4 hari, tidak seperti sebelumya yang sampai 34hari;

3. Bahwa klausul dalam perjanjian penyewaan lahan mengenai kewajiban penggunaan jasa bongkar muat PT. Pelindo II (Persero) adalah atas permintaan dari konsumen sendiri, dikarenakan pelayanan yang cepat, tepat waktu, dan memiliki waktu pelayanan 24jam setiap hari. Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Mulyadi Muluk dari PT. Karbindo Abesyapradhi;

(54)

5. Bahwa perjanjian penyewaan lahan dengan klausul jasa bongkar muat batu bara antara PT. Pelindo II (persero) dengan PT. KArbindo Abesyapradhi tidak mempengaruhi market perusahaan bongkar muat lainnya, dan tetap melaksanakan kegiatan bongkar muat sebagaimana sediakalanya;

6. Bahwa berdasarkan keterangan saksi Iim Priatna, Ketua APBMI Padang di bawah sumpah, Perusahaan bongkar muat miliknya sampai saat ini tetap melayani bongkar muat mobil, gencar, batu bara, dan biji besi dengan baik dan lancar;

Dari tanggapan-tanggapan di atas, poin 1-6 dapat dikategorikan sebagai usaha dari PT. Pelindo II (Persero) untuk menjalankan amanat dari Peraturan Perundang-undangan yang ada, yaitu pada Pasal 2 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang berbunyi sebagai berikut:135

a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

“ Maksud dan tujuan dari pendirian BUMN adalah:

b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.”

Hal ini juga sesuai dengan penerapan dari Pasal 50 ayat (a) UU Nomor 5/1999, yaitu:

”Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:

135

(55)

perbuatan dan/ atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Namun dari segala bantahan-bantahan, bukti-bukti dengan berlandasakan hukum yang menguatkan hal-hal tersebut, harus diingat kembali bahwa Pasal yang dijatuhkan kepada PT. Pelindo II (Persero) adalah Pasal 15 ayat 2, yang seharusnya harus dianalisis dengan menggunakan pendekatan Per se Illegal, dimana segala bukti dan juga akibat yang ditimbulkan dari Perjanjian Tertutup ini, walaupun itu adalah baik harus tetap dikesampingkan, dan sebanrnya tidak perlu dijelaskan dengan rinci lagi, sebagaimana telah disebutkan di atas.

Kemudian pada pertimbangan Pasal 19 huruf a dan b yang juga dituduhkan kepada PT. Pelindo II (Persero) adalah tidak terlepas dan berkaitan erat dengan pembuktian Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 5/1999. Bahwa Pasal 19 merumuskan: Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat berupa :

a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;

b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat.

(56)
(57)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik 3 kesimpulan sebagai berikut:

1. Hukum mengartikan monopoli sebagai suatu penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh 1 (satu) pelaku usaha atau 1(satu) kelompok pel

Referensi

Dokumen terkait

(2002) tutkimuksen mukaan masennus ja yksinäisyys pahenivat, kun internetissä käytetty aika kasvoi. Jatkotutkimuksessa tätä ei kuitenkaan enää huomattu, eikä

After video acquisition, background subtraction based on MOG (Mixture of Gaussians) algorithm (Stauffer, 1999) is used to extract the moving honey bees from the video

Putusan Akhir Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura dalam perkara Nomor 67/G.TUN/2011/PTUN.JPR yang amarnya membatalkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dogiyai

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Berdasarkan visi, misi, kebijakan dan sasaran sebagaimana tertuang dalam RPJP Kabupaten Mojokerto Tahun 2005-2025,

Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan persuratan, penyusunan rencana program, keuangan, administrasi kepegawaian, perlengkapan, dokumentasi dan

08.24WIB masa gestasi 37 minggu status gestasi G3P2A0 bayi dilahirkan secara spontan dibantu oleh dokter tempat melahirkan di RSUD SRAGEN Do=kesadaran compos mentis BB=2850gram

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran yang dilakukan pedagang sembako menggunakan beberapa strategi antara lain, (a) strategi pelayanan, tidak mudah putus asa

Hampir semua distribusi Sistem Operasi, secara defaultnya menyertakan BIND sebagai program DNS Server mereka, sehingga banyak orang mengidentifikasikan atau berpikir DNS Server