ANALISIS KADAR AIR, ABU, PROTEIN, LEMAK DAN
KARBOHIDRAT EDIBLE FILM YANG TERBUAT DARI CAMPURAN
TEPUNG RUMPUT LAUT (Eucheuma sp.), KITOSAN DAN GLISERIN
SKRIPSI
DEWI LESTARI AGUSTINA
100822026
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS KADAR AIR, ABU, PROTEIN, LEMAK DAN
KARBOHIDRAT EDIBLE FILM YANG TERBUAT DARI CAMPURAN
TEPUNG RUMPUT LAUT (Eucheum sp.), KITOSAN DAN GLISERIN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana
Sains
DEWI LESTARI AGUSTINA
100822026
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ANALISIS KADAR AIR, ABU, PROTEIN, LEMAK, DAN
KARBOHIDRAT EDIBLE FILM YANG TERBUAT DARI CAMPURAN TEPUNG RUMPUT LAUT (Eucheuma sp), KITOSAN DAN GLISERIN
Kategori : SKRIPSI
Nama : DEWI LESTARI AGUSTINA
Nomor Induk Mahasiswa : 100822026
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di
Medan, Januari 2013
Pembimbing II
Pembimbing I
DR.Rumondang Bulan,MS
Dra.Emma Zaidar,M.Si
NIP.195408301985032001
NIP.195512181987012001
Diketahui/Disetujui oleh:
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua,
PERNYATAAN
ANALISIS KADAR AIR, ABU, POTEIN, LEMAK DAN KABOHIDRAT
EDIBLE FILM YANG TERBUAT DARI CAMPURAN TEPUNG
RUMPUT LAUT (Eucheuma sp.), KITOSAN DAN GLISERIN
SKRIPSI
Saya mengakui skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Januari 2013
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmannirrahim
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Kadar Air, Abu,
Protein, Lemak dan Karbohidrat Edible Film yang Terbuat dari Campuran Tepung
Rumput Laut (Eucheuma sp.) dan Gliserin”.
Selesainya skripsi ini juga tak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Ibunda tersayang dan tercinta Kasmawaty Dj yang dengan tulus dan tanpa henti
menyayangi, membimbing, mendoakan, dan selalu memberi semangat dan dorongan kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Abang Maulana Iqbal (MQ’s
family) dan Kakanda Sitti Khadijah (Nezha Family) yang selalu memberikan semangat,
dorongan dan selalu mendoakan penulis.
Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si, sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Dr.Rumondang
Bulan, MS sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dengan kesabaran
dan memberikan arahan kepada penulis. Ketua Departemen Kimia FMIPA USU, Ibu Dr.
Rumondang Bulan, MS, Koordinator program S1 Ekstensi Kimia FMIPA USU Bapak
Dr.Dawin Yunus Nst,MS, Kepala Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU, Bapak Drs.
Firman Sebayang, M.Si dan Ibu Dra.Herlince Sihotang, M.Si selaku komisi penguji serta
Bapak/Ibu dosen yang membimbing dan membantu atas masukannya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sahabat – sahabat penulis yang tersayang dan seperjuangan, Qiecay Sagala yang
selalu bersama saling mendukung untuk menyelesaikan penelitian dan skripsi ini, Rezky
‘Blacky’, Putra, Aijirushi Bib, Puja Areyouda, Haryo Sudtjipto, Rahmad Mad, serta
teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu memberikan semangat dan
Hanya doa yang bisa penulis panjatkan, kiranya Allah SWT memberikan balasan atas
kebaikan dari semua pihak tersebut diatas. Penulis menyadari bahwa isi dan tulisan ini masih
jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Karenanya, kritik dan
saran penulis harapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan alam.
Hormat saya
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian analisis kadar air,abu, protein, lemak dan karbohidrat
edible film yang terbuat dari tepung rumput laut (Eucheuma sp.) dan gliserin. Pembuatan
ANALYSIS OF MOISTURE, ASH, PROTEIN, FAT AND
CARBOHYDRATE EDIBLE FILM MADE FROM SEAWEED FLOUR
(Eucheuma sp.) MIXTURE, CHITOSAN AND GLYCERIN
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Judul Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel x
Daftar Lampiran xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Pembatasan Masalah 2
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Metodologi Penelitian 3
1.7. Lokasi Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Edible Film 4
2.1.1 Komponen Penyusun Edible Film 5
2.1.2 Kegunaan Edible Film 5
2.2. Rumput Laut 6
2.2.1 Ciri – Ciri Rumput Laut Eucheuma sp . 8
2.2.2 Kandungan Rumput Laut 8
2.2.3 Kegunaan Rumput Laut 8
2.3.1 Struktur Kitosan 9
2.3.2 Sifat Kitosan 9
2.3.3 Kegunaan Kitosan 10
2.4. Gliserin 11
2.4.1 Kegunaan Gliserin 12
2.5. Kadar Nutrisi 13
2.5.1 Kadar Air 13
2.5.2 Kadar Abu 13
2.5.3 Kadar Protein 14
2.5.4 Kadar Lemak (Lipid) 15
2.5.5 Kadar Karbohidrat 15
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Alat 17
3.2. Bahan 18
3.3. Prosedur Penelitian 18
3.3.1 Pembuatan Reagen 18
- Pembuatan Larutan NaOH 30% 18
- Pembuatan Larutan H2BO3 4% 18
- Pembuatan Larutan HCl 0,1N 18
3.3.2 Pembuatan Edible Film 19
3.3.3 Penentuan Kadar Air 19
3.3.4 Penentuan Kadar Abu 20
3.3.5 Penentuan Kadar Protein 20
3.3.6 Penentuan Kadar Lemak 21
3.3.7 Penentuan Kadar Karbohidrat 21
3.4. Bagan Penelitian 22
3.4.1 Pembuatan Edible Film 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Analisa Kadar Air Edible Film Campuran Kitosan, Tepung
Rumput laut, dan Gliserin 25
4.1.2 Hasil Analisa Kadar Abu Edible Film Campuran Kitosan, Tepung
Rumput laut, dan Gliserin 26
4.1.3 Hasil Analisa Kadar Lemak Edible Film Campuran Kitosan, Tepung
Rumput laut, dan Gliserin 26
4.1.4 Hasil Analisa Kadar Protein Edible Film Campuran Kitosan, Tepung
Rumput laut, dan Gliserin 27
4.1.5 Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Edible Film Campuran Kitosan,
Tepung Rumput laut, dan Gliserin 28
4.2. Pembahasan 29
4.2.1 Kadar Air 29
4.2.2 Kadar Abu 29
4.2.3 Kadar Protein 30
4.2.4 Kadar Lemak 30
4.2.5 Kadar Karbohidrat 30
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 31
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Rumput Laut 6
Gambar 2.2. Struktur Kitosan 9
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Analisa Kandungan Nutrisi Edible Film campuran Kitosan,
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisa Kadar Abu dari Edible Film
Lampiran 2. Hasil Analisa Kadar Air dari Edible Film
Lampiran 3. Hasil Analisa Kadar Lemak dari Edible Film
Lampiran 4. Hasil Analisa Kadar Protein dari Edible Film
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian analisis kadar air,abu, protein, lemak dan karbohidrat
edible film yang terbuat dari tepung rumput laut (Eucheuma sp.) dan gliserin. Pembuatan
ANALYSIS OF MOISTURE, ASH, PROTEIN, FAT AND
CARBOHYDRATE EDIBLE FILM MADE FROM SEAWEED FLOUR
(Eucheuma sp.) MIXTURE, CHITOSAN AND GLYCERIN
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang terbuat dari bahan-bahan yang
bersifat hidrofilik dari protein maupun karbohidrat serta lemak ataupun campurannya. Edible
film dapat berfungsi sebagai bahan pengemas yang dapat memberikan efek pengawetan.
Edible film dapat menjadi barrier terhadap oksigen, mengurangi penguapan air dan
memperbaiki penampilan produk. Penggunaan Edible film dapat mencegah proses oksidasi
perubahan organoleptik, pertumbuhan mikroba atau penyerapan uap air. Edible film juga
dapat digunakan sebagai pembawa antioksidan yang dapat melindungi produk tehadap proses
oksidasi lemak.(Krochta,1992)
Rumput laut sebagai salah satu sumber hayati laut, bila di proses akan menghasilkan
senyawa hidrokoloid yang merupakan produk dasar (hasil dari proses metabolisme primer).
Senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut disebut juga senyawa fikokoloid.
Senyawa hidrokoloid yang berasal dari rumput laut ini merupakan bahan dasar lebih dari 500
jenis produk komersial yang banyak di gunakan di berbagai industry. Senyawa hidrokoloid
yang berasal dari rumput laut komersial di Indonesia antara lain agar , karaginan, dan
alginate. Adapun manfaat dan kegunaan dari agar, karaginan, dan alginate tersebut antara lain
sebagai bahan pengemas. (Anggadiredja,J.T 2002)
Kitosan merupakan turunan pertama dari kitin dan pertama kali ditemukan oleh Hope
seyler (1984), yaitu dengan merefluks kitin dalam larutan kalium rantai polimernya. Pada
proses pembuatan kitosan, jika derajat deasetilasi menunjukkan nilai 100% ini berarti yang
dihasilkan adalah kitan bukan kitosan. Karena kitosan merupakan gabungan senyawa kitin
dan kitan. Untuk inilah perlu diketahui derajat deasetilasi didalam kitosan, karena ini
merupakan sifat utama dari kitosan. Kitosan mempunyai kadar nitrogen, yang bergantung
kepada derajat deasetilasi.(Muzarelli,R.A.A., 1973)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yudi Pranoto ( 2011 ), film yang terbuat dari
alginat yang berasal dari rumput laut awalnya agak rapuh, sedangkan film yang terbuat dari
penambahan gliserol sebagai plasticizer, menjadikan film mengurangi ikatan hidrogen dan
jarak intermolekuler, dan meningkatkan permeabilitas film. Penambahan gliserol juga
mengubah kehalusan permukaan, menghindari keretakan pada film, dan hilangnya
kemunculan seperti butiran. Sehingga menjadikan struktur dari film lebih kompak dan padat
dengan sedikit gelembung berukuran kecil.
Dalam penelitian ini, peneliti telah melakukan pembuatan Edible film dari campuran
rumput laut, kitosan, dan gliserin. Berdasarkan latar belakang yang tertera di atas, peneliti
ingin meneliti kandungan nutrisi dari Edible film yang terbuat dari campuran rumput laut,
kitosan dan gliserin.
1.2 Permasalahan
Bagaimanakah analisis kadar nutrisi yang terdapat dalam Edible Film yang terbuat
dari campuran kitosan dengan tepung rumput laut dan gliserin.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada :
1. Tepung rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari rumput laut
kering yang telah dihaluskan
2. Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari limbah udang
3. Gliserin yang digunakan sebanyak 1 ml
4. Proses pengeringan berlangsung dengan suhu pemanasan yang konstan yaitu 300C
selama 2 hari
5. Edible Film yang diperoleh diuji kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui komposisi dan kadar nutrisi Edible Film yang terbuat dari campuran
1.5 Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui manfaat dari rumput laut sebagai bahan pengemas
2. Untuk mengetahui manfaat dari penggunaan kitosan pada Edible Film
3. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan alternatif dalam
pemanfaatan Edible Film sebagai bahan pengemas yang ramah lingkungan
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitan ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Penelitian
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorium, dengan langkah
pertama pembuatan Edible Film, kemudian dilakukan uji terhadap kadar air dengan metode
pengeringan dalam oven pada suhu 100-1050C, kadar abu dengan metode pembakaran dalam
tanur pada suhu 550-5700C, kadar protein dengan metode Kjedahl, kadar lemak dengan
metode ekstraksi dengan alat soklet, dan kadar karbohidrat dengan menghitung selisih antara
100% dengan jumlah persentase kadar air, abu, protein, dan lemak dari Edible Film.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Edible FilmPola kehidupan manusia sekarang ini hampir tidak terpisahkan dari keberadaan bahan
pengemas. Peningkatan laju konsumsi dan teknologi pangan dapat meningkatkan laju
pembuangan kemasan bekas bahan pangan yang dapat menimbulkan limbah. Sehingga mulai
di dapatilah masalah-masalah yang berasal dari sampah kemasan bahan pangan, apalagi
kemasan dengan bahan yang sukar di degradasi secara alami seperti gelas, plastik, dan
kaleng. Hal tersebut memunculkan dorongan untuk mengkaji dan mencari solusi
permasalahan ini, diantaranya adalah penelitian mengenai bahan kemasan yang bersifat
ramah lingkungan tetapi juga mempunyai keunggulan khas jika diterapkan sebagai kemasan
pada bahan pangan. Hasil pengkajian dan penelitian tersebut antara lain adalah bahan
kemasan Edible film.(Galih, 2009)
Pengemasan telah berkembang sejak lama, sebelum manusia membuat kemasan, alam
sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus daun atau yang disebut
selundang, buah-buahan terbungkus oleh kulitnya. Fungsi dari pengemasan pada bahan
pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan. Dengan adanya persyaratan bahwa
kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan, maka penggunaan Edible film adalah
suatu yang sangat menjanjikan, baik yang terbuat dari lipida, karbohidrat, protein, maupun
campuran ketiganya.(Krochta,1992)
Edible film merupakan jenis bahan untuk pelapis dan pembungkus berbagai makanan untuk
memperpanjang umur simpan produk, yang mungkin dimakan bersama-sama dengan
makanan (Embuscado, 2009). Sedangkan menurut Wahyu, 2008, Edible film didefenisikan
sebagai lapisan yang dapat dimakan yang ditempatkan diatas atau diantara komponen
makanan, yang dapat memberikan alternative bahan pengemas yang tidak berdampak pada
pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya
murah. Pengembangan edible film pada makanan selain dapat memberikan kualitas produk
yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga merupakan bahan pengemas yang
2.1.1 Komponen penyusun edible film
Komponen penyusun edible film dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu ; hidrokoloid,
lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang cocok antara lain senyawa polisakarida yeti selulosa,
modifikasi selulosa, pati, agar, alginat, pectin. Lipida yang biasa digunakan yaitu kolagen,
gelatin, dan asam lemak. Sedangkan komposit merupakan campuran, terdiri dari lipid dan
hidrokoloid serta mampu menutupi kelemahan masing-masing.(Danhowe dan fennema,
1994).
a. Hidrokoloid
Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau karbohidrat.
Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum (alginat, dan pectin), dan pati
yang dimodifikasi secara kimia. Pembentukan film berbahan dasar protein antara lain dapat
menggunakan kassein, protein kedelai, gluten gandum, dan protein jagung. Film yang terbuat
dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat perpindahan oksigen, karbondioksida, dan
lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat baik, sehingga sangat baik
digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah hancur.(Danhowe dan
Fennema, 1994)
b. Lipida
Film yang berasal dari lipida sering digunakan sebagai penghambat uap air, atau bahan
pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-produk permen. Film yang terbuat dari lemak
murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang
baik.(Danhowe dan Fennema, 1994). Lipida yang sering digunakan sebagai edible film antara
lain, lilin (wax), asam lemak, monogliserida, dan resin.(Lee dan Wan dalam Hui, 2006)
c. Komposit
Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Aplikasi dari komposit film
dapat dalam lapisan satu-satu (bilayer), di mana satu lapisan merupakan hidrokoloid dan satu
lapisan lain merupakan lipida, atau dapat berupa gabungan lipida dan hidrokolid dalam satu
kesatuan film. Gabungan dari hidrokoloid dan lemak digunakan dengan mengambil
keuntungan dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan ketahanan
terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan. Film gabungan antara
lipida dan hidrokoloid ini dapat digunakan untuk melapisi buah-buahan dan
2.1.2 Kegunaan Edible Film
Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan
atau penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan lemak atau campuran keduanya dapat digunakan
untuk membuat Edible film.
Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang
baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida, dan lipida serta memiliki
sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktur produk. Kelemahannya,
film dari karbohidrat yang kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air,
sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH.(Anonim, 2009)
Kelebihan edible film dari lipid adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi
produk dari penguapan atau sebagai bahan pelapis. Tetapi, kegunaannya sebagai film murni
terbatas karena integritas dan ketahanannya tidak terlalu baik. Edible film dari komposit
(gabungan hidrokoloid dan lipid) dapat meningkatkan kelebihan dari film hidrokoloid dan
lipid, serta mengurangi kelemahannya. Pembentukan edible film merupakan proses
pertumbuhan fragmen kecil atau penggabungan polimer-polimer. Prinsip pembentukan edible
film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan agregat polimer yang lebih besar dan
stabil.(Anonim, 2009)
2.2 Rumput Laut
Gambar 2.1 Rumput Laut
Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada substrat
tertentu, dengan tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati; tetapi hanya menyerupai
batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada
karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya. Pertumbuhan dan penyebaran dari
Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan cerminan dari
potensi rumput laut Indonesia. Dari 782 jenis rumput laut di perairan Indonesia, hanya 18
jenis dari 5 genus (marga) yang sudah diperdagangkan. Dari kelima marga tersebut, hanya
genus-genus Eucheuma dan glacilaria yang sudah dibudidayakan.
Jenis rumput laut yang digunakan oleh peneliti adalah rumput laut dengan nama latin
Eucheuma sp.
Wilayah sebaran budi daya genus Eucheuma berada di Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Bangka-Belitung, Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Selatan, Maluku, serta Papua.
Secara umum, beberapa faktor keberhasilan yang perlu diperhatikan dalam budi daya rumput
laut sebagai berikut:
a. Pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan bagi jenis rumput laut yang di
budidayakan
b. Pemilihan atau seleksi bibit yang baik, penyediaan bibit , dan cara pembibitan yang
tepat
c. Metode budi daya yang tepat
d. Pemeliharaan tanaman
e. Metode panen dan perlakuan pascapanen yang tepat
f. Pembinaan dan pendampingan secara kontiniu kepada petani.(Anggadiredja,J,T,
2002)
2.2.1 Ciri – ciri rumput laut Eucheuma spinosum
Ciri-ciri dari rumput laut jenis Eucheuma sp. adalah thallus silindis; perpanjangan thallus
berujung runcing atau tumpul; dan ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), berupa duri lunak
yang tersusun berputar teratur mengelilingi cabang, lebih banyak yang terdapat pada
E.cottoni. Eucheuma spinosum tumbuh melekat pada rataan terumbu karang, batu karang,
batuan, benda keras, dan cangkang kerang. Eucheuma sp. memerlukan sinar matahari untuk
proses fotosintesis sehingga hanya dapat hidup pada lapisan fotik. Indikator jenis bagi
Eucheuma sp. antara lain jenis-jenis Euchema lainnya.
Di Indonesia, rumput laut jenis Eucheuma sp. ini tersebar dan banyak dibudidayaakan, karena
2.2.2 Kandungan Rumput Laut
Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat , protein, sedikit
lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Selain
itu, rumput laut juga mengandung vitamin-vitamin, seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12, dan C;
betakaroten; serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor, netrium, zat besi, dan yodium.
Adapun kandungan dari rumput laut Eucheuma sp. seperti pada tabel berikut ;
Jenis Rumput Laut Kadar Protein (%) Kadar Lemak (%) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Karbohidrat (%) Kadar Serat Kasar (%)
Eucheuma sp. 3,46 0,93 14,96 16,05 57,52 7,08
(Anggadiredja,J,T. 2002)
2.2.3 Kegunaan rumput laut
Beberapa jenis rumput laut di Indonesia, ternyata sudah biasa digunakan sebagai obat
tradisional, kosmetika tradisional, seperti untuk bedak atau lotions penyegar dan pengobatan
kelengar atau tidak sadarkan diri akibat sinar matahari. Selain digunakan untuk bahan
makanan dan obat, ekstrak rumput laut yang merupakan hidrokoloid seperti agar, karaginan,
dan alginat juga banyak diperlukan dalam berbagai industri. Rumput laut dimanfaatkan
sebagai bahan penstabil, pengemulsi, pembentuk gel, pengental, pensuspensi, pembentuk
busa, dan pembentuk film. Agar digunakan dalam pembuatan lapisan/film untuk foto. Dalam
hal ini, agar lebih baik dari gelatin karena memiliki kekuatan gel yang lebih kuat. Dengan
demikian, lapisan/film tidak meleleh di daerah tropis yang suhunya relatif lebih panas.
(Anggadiredja,J,T, 2002)
2.3 Kitosan
2.3.1 Struktur Kitosan
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1,4)-D-glukopiranosa) dengan rumus
2.3.2 Sifat Kitosan
Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali
pada keadaan tertentu Kelarutan kitosan yang paling baik adalah dalam larutan asam asetat
1%, asam format 10%, dan asam sitrat 10%. Kitosan tidak dapat larut dalam asam piruvat,
asam laktat, dan asam-asam anorganik pada pH tertentu, walaupun setelah di panaskan dan di
aduk dengan waktu yang agak lama. Keterlarutan kitosan dalam larutan asam format ataupun
asam asetat dapat membedakan kitosan dan kitin karena kitin tidak dapat melarut dalam
keadaan pelarut asam tersebut.
Kitosan dibedakan dari kitin oleh kelarutannya dalam larutan asam encer. Kitosan bermuatan
positif karena kelompok amina pada pH asam, yang besarannya tergantung pada tingkat
deasetilasi, dan dengan demikian kitosan diklasifikasikan sebagai polielektrik kationik,
sedangkan polisakarida yang lain memberikan muatan netral ataupun ionic.(Hwang dan
Shin,2001)
Kitosan yang digunakan peneliti dalam pembuatan edible film ini adalah kitosan yang terbuat
dari limbah udang.
Udang merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang mulai di tarik oleh pasar
dunia. Hal ini dapat kita lihat dengan meningkatnya permintaan dari Negara lain terhadap
komoditas udang. Limbah udang yang diperoleh berpotensi menimbulkan pencemaran
lingkungan, karena sifatnya yang mudah terdegradasi secara enzimatik oleh mikroorganisme.
Selama ini, sebagaimana yang kita ketahui limbah udang d Indonesia hanya dimanfaatkan
untuk pakan ternak, hidrolisat protein, silase, bahan baku terasi, petis, dan kerupuk udang.
Sementara itu, limbah di Negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat telah
diisolasi kitinnya. Kitin dalam kulit udang sebesar 15-20% dan dapat diisolasi melalui proses
deproteinase yang diikuti dengan demineralisasi. Kitin juga dapat diubah manjadi kitosan
setelah lebih dari 70% gugus asetil (CH3CO-)-dihilangkan. Dimana kitosan banyak
digunakan dalam industry kertas, pangan, farmasi, fotogafi, kosmetika, fungisida, dan tekstil
sebagai pengemulsi, koagulan, pengkelat serta pengental emulsi. Selain itu, kitosan juga
bersifat nontoksik, biokompatibel, dan biodegradable sehingga aman digunakan.(Sugita.P,
2.3.3 Kegunaan Kitosan
Di bidang industri, kitin, dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan
polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme,
mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tanin, mineral dan asam organic, media
kromatografi kertas, gel dan pertukaran ion, pembentuk film dan membran mudah terurai,
meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil. (Sugita.P,dkk., 2009)
Menurut (Van Tiainen et al, 2004), fungsi dari penambahan kitosan pada pembentukan film
adalah dengan membentuk film tanpa penambahan aditif, menunjukkan oksigen yang baik
dan permeabilitas karbondioksida, serta mengetahui sifat mekanik dan aktivitas mikroba
terhadap bakteri, ragi, dan jamur.
2.4 Gliserin
Menurut Syarief, et.al.,1989 dalam Karina A, untuk memperbaiki sifat plastic maka
ditambahkan berbagai jenis tambahan atau additive. Bahan tambahan ini sengaja
ditambahkan dan berupa komponen bukan plastic yang diantaranya berfungsi sebagai
plasticizer, penstabil pangan, pewarna, penyerap UV dan lain-lain. Bahan itu dapat berupa
senyawa organic maupun anorganik yang biasanya mempunyai berat molekul rendah.
Plasticizer merupakan bahan tambahan yang diberikan pada waktu proses agar plastic lebih
halus dan lebih luwes. Fungsinya untuk memisahkan bagian-bagian dari rantai molekul yang
panjang. Plasticizer adalah bahan non volatile dengan titik didih tinggi yang apabila
ditambahkan ke dalam bahan lain akan merubah sifat fisik dan atau sifat mekanik dari bahan
tersebut (Krochta,et.al., 1994). Plasticizer ditambahkan untuk mengurangi gaya intermolekul
antar partikel penyusun pati yang menyebabkan terbentuknya tekstur edible film yang mudah
patah (getas).
Gliserol merupakan plasticizer yang bersifat hidrofilik, sehingga cocok untuk bahan
pembentuk film yang bersifat hidrofobik. Ia dapat meningkatkan penyerapan molekul polar
seperti air. Peran gliserol sebagai plasticizer dan konsentrasinya meningkatkan fleksibilitas
dari film. Gliserol (gliserin) merupakan senyawa poliol sederhana, yang tdak berwarna, tidak
berbau, merupakan cairan kental yang banyak digunakan dalam formulasi farmasi. Gliserol
mempunyai tiga gugus hidroksil hidrofilik yang bertanggung jawab untuk dalam air dan sifat
yang dikenal sebagai trigliserida. Gliserol (gliserin) memiliki rasa manis dan toksisitas yang
rendah.
Gliserin merupakan humektan yang biasa digunakan untuk kosmetik (handand body lotion
dan cream pelembab dan sebagainya), untuk bahan dasar dalam pembuatan sabun dan
merupakan bahan utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat air/ sebagai
pelembab sehingga cream selalu basah dan tidak cepat mengering di udara bebas. Pemakaian
gliserin relative aman untuk kulit.(Ab Christoph, 2006)
2.4.1 Kegunaan Gliserin
Gliserin mempunyai peran hampir di setiap industry. Industri kertas, dimana gliserin
berfungsi sebagai bahan pelunak adalah penggunaan terbesar berikutnya, yaitu 2500
ton/tahun. Industri nitrogliserin sebesar 7500 ton/tahun, tetapi pemasarannya berkurang 25
tahun terakhir, dengan digantikannya oleh bahan lain yang lebih murah.
a. Makanan dan minuman
Gliserin mudah di cerna dan tidak beracun dan metabolisme bersama karbohidrat, meskipun
dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak. Untuk produk makanan dan pembungkus
makanan yang kontak langsung dengan konsumen, tidak beracun merupakan syarat utama.
Gliserin, sejak 1959 diakui sebagai satu diantara bahan yang aman oleh Food and Drug
Adminstration. Kegunaan sebagai pelarut untuk pemberian rasa (seperti vanilla) dan pewarna
makanan, agen pengental dalam sirup, pengisian dalam produk makanan rendah lemah
(biscuit).
b. Obat-obatan dan kosmetik
Pada obat-obatan dan kedokteran, gliserin adalah bahan dalam larutan alcohol dan obat
penyakit. Gliserin pada kanji, dapat digunakan dalam selai dan obat salep. Gliserin juga
digunakan pada obat batuk dan juga obat bius, seperti larutan gliserin –fenol.
c. Industri tembakau
Pada pengolahan tembakau, gliserin digunakan untuk mencegah daun menjadi rapuh dan
hancur selama proses pengolahan. untuk menambah rasa manis dan mencegah pengeringan,
d. Pelumas
Gliserin dapat digunakan sebagai pelumas, jika minyak tidak ada. Ini di sarankan untuk
kompresor oksigen karena lebih tahan terhadap oksidasi daripada minyak mineral, pada
pelumas pompa dan bantalan fluida seperti bensin, pada industry makanan, farmasi, dan
kosmetik.
e. Bahan pembungkus dan pengemas
Pembungkus daging, jenis khusus ketas, seperti greasproof, dan edible film memerlukan
bahan atau plasticizer untuk memberi kelenturan dan kekerasan pembungkus.(Girindra,S.N,
2009)
2.5 Kadar Nutrisi
2.5.1 Kadar air
Air dapat berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersi berbagai senyawa yang terdapat
dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan, dapat juga berfungsi sebagai pelarut. Air juga
dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut dalam air, mineral, dan
senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung dalam the dan kopi. Penentuan
kandungan air, dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat
bahannya. Pada umumnya, penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam
oven pada suhu 105-1000C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih
berat sebelum dan sesudah pengeringannya adalah banyaknya air yang diuapkan. (Winarno,
1984)
2.5.2 Kadar abu
Salah satu cara penetuan abu total yaitu dengan metode gravimetri. Penentuan kada abunya
yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic pada uhu tinggi, yaitu sekitar 5000-6000C dan
kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
Bahan dengan kadar air yang tinggi sebelum pengabuan harus di keringkan terlebih dahulu.
Lamanya pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan
dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu
dan beratnya konstan. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi
2.5.3 Kadar Protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya
dengan proses-proses kehidupan. Molekul protein mengandung unsur-unsur C,H,O dan
unsur-unsur khusus yang terdapat di dalam protein dan tidak terdapat di dalam molekul
karbohidrat dan lemak ialah nitrogen (N). Penentuan protein berdasarkan jumlah N
menunjukkan protein kasar karena selain protein juga terikut senyawaan nitrogen (N) bukan
ptotein, misalnya urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan
pirimidin. Penentuan cara ini yang paling terkenal adalah cara Kjeldhal, yang terbagi atas tiga
tahapan, yaitu :
a. Tahap destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian
sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu C,H,O,N,S, dan P. Unsur N dalam protein ini dipakai
untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. Dimana N protein diubah menjadi
ammonium sulfat. Proses ini berlangsung selama sampel yang ditambah dengan katalisator
direaksikan dengan H2SO4 pekat dan didihkan diatas pemanas labu kjeldhal. Pada tahap ini
juga menghasilkan CO2, H2O, dan SO2 yang terbentuk dalam sebuah hasil reduksi dari
sebagian asam sulfat dan menguap. Reaksi yang terjadi selama tahap destruksi adalah :
(C,H,O,N,S)n + H2SO4(p) → (NH4)2SO4 + SO2↑ + CO2↑ + H2O↑
b. Tahap destilasi
Pada dasarnya tujuan dari destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu memecah
ammonium sulfat menjadi ammonia dengan menambahkan NaOH-natrium sulfide kemudian
di panaskan. Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan
titik didih. Ammonia yang dihasilkan akan ditangkap oleh larutan asam standar, digunakan
asam borat dalam Erlenmeyer dan telah ditambahkan indicator tashiro menghasilkan larutan
biru. Hasil destilasi ditangkap oleh larutan H3BO3 yang terdapat dalam labu Erlenmeyer, akan
dihasilkan larutan berwarna hijau bening setelah penyulingan selesai. Reaksi yang terjadi :
(NH2)2SO4 + NaOH → Na2SO4 + 2NH4OH
2NH3 + 4H3BO3 → (NH4)2B4O7 + 5H2O
c. Tahap titrasi
Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldhal pada penentuan kadar protein
dalam bahan pangan yang di analisis. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya
asam borat yang bereaksi dengan ammonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan HCl
yang telah di standarisasi (telah disiapkan) sebelumnya. Jadi, banyaknya HCl yang
diperlukan untuk menetralkan ekuivalen dengan banyaknya N. Titrasi HCl dilakukan sampai
titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan biru menjadi merah muda
karena adanya HCl berlebih yang menyebabkan suasana asam.
Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi :
(NH4)2B4O7 + 2HCl → 2NH4Cl + H3B4O7 + 5H2O
(Sudarmadji, 1992)
2.5.4 Kadar Lemak (Lipid)
Lipid merupakan unsure makanan yang penting, tidak hanya karena nilai kalorinya yang
tinggi, tetapi juga karena vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dan asam-asam lemak
essensial yang terdapat dalam lemak makanan alam. Dalam tubuh, lemak berfungsi sebagai
sumber energy yang efisien, baik secara langsung maupun secara potensial, bila disimpan
dalam jaringan lemak.(Harper, H.A, 1979)
Lemak dalam bahan makanan ditentukan dengan metode ektraksi beruntun di dalam alat
soxhlet, mempergunakan ekstrans pelarut lemak, seperti petroleum benzene atau eter.
Ekstraksi dilakukan berturut-turut selama beberapa jam dengan di panaskan. Setelah
diperkirakan selesai, cairan ekstrans diuapkan dan residu yang tertinggal ditimbang dengan
teliti.(Sediaoetomo,A.D, 2008)
2.5.5 Kadar Karbohidrat
Karbohidrat dapat di klasifikasikan menjadi 2 kelompok besar, seperti di bawah ini : 1.
Karbohidrat sederhana ( monosakarida )
1. Karbohidrat sederhana ( Monosakarida )
Monosakarida adalah suatu karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi molekul yang
lebih sederhana lagi. Glukosa dan fruktosa termasuk kedalam golongan monosakarida.
2. Karbohidrat kompleks ( Disakarida )
Disakarida adalah suatu karbohidrat yang jika dihidrolisis menghasilkan dua molekul
monosakarida.
Beberapa contoh disakarida sebagai berikut :
- Maltosa
- Sukrosa
- Laktosa
- Polisakarida
( Riswiyanto, 2009)
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia,
khususnya bagi penduduk Negara yang sedang berkembang. Fungsi utama karbohidrat dalam
metabolism adalah sebagai bahan bakar untuk oksidasi dan menyediakan energy untuk
proses-proses metabolism lainnya. Dalam peranan ini, karbohidrat dipakai oleh sel-sel
terutama dalam bentuk glukosa.(Harper,H.A, 1979)
Cara yang paling mudah untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam makanan
adalah dengan cara perhitungan kasar ( proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate
by difference, yaitu :
% karbohidrat = 100% - % ( protein + lemak + abu + air )
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat – alatBeaker glass Pyrex
Gelas ukur Pyrex
Labu Kjedahl Pyrex
Labu Takar Pyrex
Erlenmeyer Pyrex
Alat destilasi Gerhard Born
Buret Pyrex
Alat soklet Gerhard Born
Tanur
Hot plate
Cawan porselin
Desikator
Statif dan klem
Kertas saring
Botol Aquades
Crucible
Magnetic stirer
Spatula
Pipet tetes
Batu didih
3.2 Bahan – bahan
Tepung rumput laut
Kitosan (udang)
Gliserin p.a (E-Merk)
H2SO4(p) p.a (E-Merk)
Selenium(s) p.a (E-Merk)
NaOH 30%
H2BO3 4%
HCl 0,1N
Indikator Tashiro
Akuades
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Reagen
Pembuatan larutan NaOH 30%
Ditimbang dengan teliti 3,0007 gram NaOH dan diencerkan dengan akuades dalam labu takar
100 ml sampai garis tanda
Pembuatan larutan 3%
Ditimbang dengan teliti 3,001 gram dan diencerkan dengan akuades dalam labu takar
100 ml sampai garis tanda
Pembuatan larutan HCl 0,1N
Sebanyak 8,3 ml HCl 37% diencerkan dengan akuades dalam labu takar 1 L sampai garis
3.3.2 Pembuatan edible film
- Ditimbang sebanyak 1,5 g tepung rumput laut
- Dimasukkan kedalam beaker glass
- Ditambahkan dengan 30 ml akuades
- Diaduk hingga homogen
- Dipanaskan 25 ml akuades hingga mendidih diatas hot plate
- Ditambahkan 1 g kitosan
- Diaduk dengan magnetic stirrer hingga larut
- Ditambahkan larutan rumput laut
- Didinginkan
- Ditambahkan 1 ml gliserin
- Diaduk kembali hingga homogen dan mengental
- Dituang ke plat kaca sambil di ratakan
- Dikeringkan dalam oven selama ± selama 2 hari pada suhu 300C
3.3.3 Penentuan Kadar Air
- Ditimbang 2 g edible film
- Dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya
- Dikeringkan dalam oven pada suhu 100-1050C selama sekitar 6 jam
- Didinginkan cawan ke dalam desikator
- Ditimbang berat kering
- Dilakukan sebanyak 3 kali sampai diperoleh berat yang konstan
3.3.4 Penentuan Kadar Abu
- Ditimbang sampel yang telah dihitung kadar airnya
- Ditimbang cruisibel kosong, dan dicatat nomor cruisibelnya
- Dipanaskan cruisibel berisi sampel diatas hot plate didalam fume cupboard sampai
dengan sampel terdekomposisi menjadi karbon
- Dipindahkan ke muffle furnance dengan suhu 550-5700C selama 2 jam
- Dikeluarkan cruisibel dari muffle furnance dan dimasukkan kedalam desikator hingga
mencapai suhu ruangan
- Dilakukan penimbangan cruisible berisi abu dengan telit untuk mendapatkan hasilnya
- Dihitung kadar abunya
3.3.5 Penentuan Kadar Protein
- 2 g edible film dimasukkan kedalam labu Kjedhal
- Ditambahkan 0,2 g selenium
- Ditambahkan H2SO4(p) sebanyak 3 ml
- Didestruksi sampai diperoleh larutan jernih kehijau-hijauan
- Didinginkan, kemudian diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml hingga garis
batas
- Dipipet 50 ml larutan yang telah diencerkan dan dimasukkan kedalam labu destilasi
- Didestilasi sambil ditambahkan 30 ml NaOH 30% setetes demi setetes
- Ditampung destilat kedalam Erlenmeyer yang berisi asam borat 3% sebanyak 30 ml dan 3
tetes indikator tashiro
- Dihentikan destilasi jika destilat sudah berwarna hijau
- 50 ml destilat (larutan hijau) dimasukkan kedalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan
HCl 0,1N sampai terjadi perubahan warna menjadi ungu
3.3.6 Penentuan Kadar Lemak
- Dimasukkan kedalam beaker glass 2 g edible film
- Ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml akuades serta beberapa butir batu didih
- Ditutup beaker glass dengan kaca arloji dan dipanaskan selama 30 menit sampai larutan
menjadi hitam
- Disaring dengan ketas saring whatman no 41 dalam keadaan panas dan dicuci dengan
akuades panas hingga tidak bereaksi asam lagi
- Dimasukkan kertas saring yang berisi sampel kedalam paper thimbal
- Diekstraksi dengan 150 ml n-heksan selama 5 jam pada suhu ±800C
- Didestilasi larutan heksana dari ekstrak lemak pada suhu 100-1050C
- Didinginkan lemak yang dihasilkan
- Ditimbang sampai berat konstan
- Dihitung kadar lemaknya
3.3.7 Penentuan Kadar Karbohidrat
- Dihitung jumlah persentase kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein
- Dihitung selisih antara 100% dengan jumlah dari persentase kadar air, abu, lemak, dan
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Edible Film
dimasukkan kedalam beaker glass
ditambahkan dengan 30 ml aquades
diaduk hingga homogen
dipanaskan 25 ml akuades hingga mendidih diatas hot plate
ditambahkan 1 g kitosan
diaduk dengan magnetic stirrer hingga larut
ditambahkan larutan rumput laut
didinginkan
ditambahkan 1 ml gliserin
diaduk kembali hingga homogen dan mengental
dituang ke plat kaca sambil di ratakan
dikeringkan dalam oven selama ± selama 2 hari pada suhu 300C
Diuji kadar air Diuji kadar abu diuji kadar protein diuji kadar lemak
1,5 g tepung rumput laut
Edible Film
Larutan tepung rumput laut
Hasil
Hasil Hasil Hasil Hasil
3.4.2 Penentuan Kadar Protein
Dimasukkan kedalam labu Kjedhal
Ditambahkan 0,2 g selenium
Ditambahkan H2SO4(p) sebanyak 3 ml
Didestruksi sampai diperoleh larutan jernih kehijau-hijauan
Didinginkan, kemudian diencerkan dalam labu takar 100 ml
hingga garis batas
Dipipet 50 ml larutan yang telah diencerkan dan dimasukkan
kedalam labu destilasi
Didestilasi sambil ditambahkan 30 ml NaOH 30% setetes demi
setetes
Ditampung destilat kedalam Erlenmeyer yang berisi asam borat
3% sebanyak 30 ml dan 3 tetes indikator tashiro
Dihentikan destilasi jika destilat sudah berwarna hijau
Dimasukkan 50 ml destilat (larutan hijau) kedalam Erlenmeyer
kemudian dititrasi dengan HCl 0,1N sampai terjadi perubahan
warna menjadi ungu
Dicatat volume HCl 0,1N yang terpakai 2 g edible film
Larutan jernih kehijau-hijauan
Larutan berwarna hijau
Larutan berwarna ungu
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HasilDari hasil penelitian edible film campuran kitosan dengan rumput laut dan gliserin yang telah
[image:39.612.99.484.262.420.2]dilakukan, diperoleh komposisi dan kandungan nutrisi edible film sebagai berikut :
Tabel 4.1 Hasil analisa kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat edible film yang terbuat
dari campuran tepung rumput laut (Eucheuma sp.) kitosan dan gliserin
No. Parameter Hasil (%)
1. Kadar Air 39
2. Kadar Abu 14,5
3. Kadar Lemak 0,19
4. Kadar Protein 0,44
4.1.1 Hasil Analisa Kadar Air Edible film campuran kitosan, tepung rumput laut, dan
gliserin
Penentuan kadar air edible film campuran kitosan, rumput laut dan gliserin pada lamipran
tabel 4.1, dapat dihitung sebagai berikut :
Kadar air (%) = h
h x 100%
Maka :
Berat cawan kosong = 32,79 g
Berat sampel edible film basah = 2,0 g
Berat cawan + berat sampel edible film basah (a) = 34,79 g
Berat cawan + berat sampel edible film setelah kering (b) = 33,57 g
Berat uap air yang hilang = ( a - b )
= ( 34,79 g - 33,57 g )
= 0,78 g
Kadar air (%) = ,
x 100%
= 39%
4.1.2 Hasil Analisa Kadar Abu Edible film campuran kitosan, tepung rumput laut, dan
gliserin
Penentuan kadar abu edible film campuran kitosan, rumput laut dan gliserin pada lampiran
table 4.1, dapat dihitung sebagai berikut :
Kadar abu (%) = x 100%
Dimana :
mo : Berat sampel edible film (g)
m1 : Berat Crusible Kosong (g)
Maka :
Berat sampel edible film (m0) : 2,0004 g
Berat Crusible kosong (m1) : 32,79 g
Berat Crusible + Abu (m2) : 33,08 g
Kadar Abu (%) = , , ,
x 100%
= 0,145 x 100%
= 14,5 %
4.1.3 Hasil Analisa Kadar Lemak Edible film campuran kitosan, tepung rumput laut,
dan gliserin
Penentuan kadar lemak edible film campuran kitosan, rumput laut dan gliserin pada lampiran
table 4.1, dapat di hitung sebagai berikut :
Kadar Lemak (%) = x 100%
Dimana :
Berat sampel (W) = 2,007 g
Berat labu kosong (W2) = 102,6050 g
Berat labu + lemak (W1) = 102,9863 g
Kadar Lemak (%) = , ,
x 100%
4.1.4 Hasil Analisa Kadar Protein Edible film campuran kitosan, tepung rumput laut,
dan gliserin
Penentuan kadar protein edible film campuran kitosan, rumput laut dan gliserin pada lampian
tabel 4.1, dapat dihitung sebagai berikut :
%N = . ,
x 100%
%P = %N x Fk
Dimana :
V HCl 0,01N = 5 ml
Massa sampel = 2 g
Fp = 2
Fk = 6,25
Maka :
%N = . ,
x 100%
= , ,
x 100%
= 0,07004 %
%P = 0,07004 % x 6,25
4.1.5 Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Edible film campuran kitosan, tepung rumput
laut, dan gliserin
Penentuan kadar karbohidrat edible film campuran kitosan, rumput laut dan gliserin pada
lampiran tabel 4.1, dapat dihitung sebagai berikut :
% Karbohidrat = 100 % - ( % Protein + % Lemak + % Air + % Abu )
Maka :
% Karbohidrat = 100 % - (0,44% + 0,19% + 39% + 14,5%)
= 100 % - 54,13 %
4.2
Pembahasan
4.2.1 Kadar AirAir merupakan salah satu unsur penting dalam bahan makanan. Kadar air yang
terkandung dalam edible film yang terbuat dari campuran kitosan dengan tepung rumput laut
dan gliserin adalah 39%.
Menurut Winarno (1980): Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu dari pada
bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan tersebut menentukan kesegaran dan daya awet
bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri - bakteri
untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.
Untuk beberapa bahan, air dapat berfungsi sebagai pelarut yang dapat melarutkan
berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut dalam air, mineral, dan senyawa – senyawa
cita rasa seperti yang terkandung dalam teh dan kopi. Kandungan air yang tinggi ini,
dipengaruhi oleh banyaknya penggunaan pelarut air serta kandugan air pada rumput laut,
yaitu sebesar 14,96%.
4.2.2 Kadar Abu
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik . Kadar abu dari
edible film yang dihasilkan adalah sebesar 14,5%.
Kandungan abu yang terdapat dalam suatu bahan menunjukkan mineral-mineral yang
terkandung di dalam bahan pangan tersebut. Kandungan abu dan komposisinya tergantung
pada bahan dan cara pengabuannya. Cara penentuan kadar abu total adalah dengan metode
gravimetri, yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu yang tinggi.
Rumput laut juga memiliki kadar abu yang cukup tinggi, yaitu 16,05%, dimana abu tersebut
sebagian besar merupakan senyawa garam natrium, kalium, dan zat organik lainnya.
4.2.3 Kadar Protein
Kadar protein yang terkandung pada edible film yang dihasilkan adalah 0,44%. Kadar
protein ini berasal dari rumput laut yang memiliki kandungan protein sebesar 3,46%. Bila
dibandingkan dengan kandungan dari rumput laut tersebut, kandungan protein dari edible
film relatif kecil, hal ini dapat disebabkan karena banyaknya bahan campuran yang digunakan
ataupun dikarenakan kurang homogennya campuran dari edible film sehingga kadar protein
dari edible film yang dihasilkan lebih rendah.
4.2.4 Kadar Lemak
Lemak merupakan unsur makanan yang penting, tidak hanya karena nilai kalorinya
yang tinggi, tetapi juga karena vitamin-vitamin yang larut didalamnya. (Harper.H.A, 1979)
Kadar lemak yang diperoleh dari edible film yang terbuat dari campuran tepung
rumput laut, kitosan dan gliserin adalah sebesar 0,19%.
Sedikitnya kadar lemak yang diperoleh tersebut, dapat dipengaruhi oleh kandungan lemak
dari rumput laut yang digunakan, yaitu hanya sebesar 0,93%. Kitosan yang digunakan juga
hanya mengandung sedikit sekali kadar lemak, yaitu hanya sebesar 0,57%.
4.2.5 Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia,
khususnya bagi penduduk Negara yang sedang berkembang. Karbohidrat berguna mencegah
timbulnya ketosis, pemecahan protein yang berlebihan ddalam tubuh, kehilangan mineral,
dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein di dalam tubuh.
Kadar karbohidrat dari edible film yang terbuat dari campuran kitosan dengan tepung rumput
laut dan gliserin adalah 45,87%. Kandungan karbohidrat yang tinggi tersebut berasal dari
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan , yaitu analisis kadar air, abu, protein, lemak dan
karbohidrat edible film yang terbuat dari campuran tepung rumput laut, kitosan dan gliserin,
diperoleh kandungan nutrisinya dengan hasil rata-rata kadar air 36,83%, kadar abu 14,33%,
kadar protein 0,43%, kadar lemak 0,18%, dan kadar karbohidrat 48,22%. Edible film yang
dihasilkan memiliki permukaan yang halus dan lentur atau tidak mudah patah.
5.2
Saran
- Perlu dilakukan pengujian anti mikroba terhadap edible film maupun terhadap produk
makanan
DAFTAR PUSTAKA
AbCristoph.R; Schmidt.B; Steinberner.U; Dilla.W.2006.Gliserin Ullmann’s Encyclopedia of Chemical Industry.Inc.USA
Anggadiredja.J.T, dkk.2002.Rumput Laut.Jakarta : Penebar Swadaya
Anonim.2009.Pembuatan dan Penggunaan Edible film dari Metil Selulosa sebagai Pelapis pada Bahan Pangan. www.kimiakita.com. Diakses pada tanggal 20 Juli 2012
Astuti, R. 2011.Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Protein Edible Film Dari Nata De Coco Dengan Penambahan Pati, Gliserin, Dan Kitosan Sebagai Bahan Pengemas Bumbu Mie Instan.Skripsi.Medan: Universitas Sumatera Utara
Bourtoom,T.2007.Effect of Some Process Parameters on The Properties of Edible film Prepared From Starch.Songkhala. Diakses pada tanggal 22 Juli 2012
Danhowe,G. dan O.Fennerma.1994.Edible Film Coacting : Characteristic, Formation, Definition and Testing Methods. USA. Publ.Co.Inc
Galih,N.2009.Aplikasi Edible Film Komposit Dari Pati Ubi kayu dan Karagenan Sebagai
Kemasan Ramah Lingkungan Pada Bumbu Instan Kering.
http://nugrohogalih.wordpress.com. Diakses pada tanggal 19 Juli 2012
Girindra.S.N.2009.Sebuah Faktor Gliserin, Biodiesel Magazine.New York : Chemical Co Publishing,Inc
Harper.H.A. 1979. Biokimia Harper. San Francisco
Hwang.J.K dan Shin.H.H.2001.Rheological Properties of Chitosan Solutions.Korea Australia Rheology Journal
Krochta.J.M.1992. Control of Mass Transfer in Food With Edible Coacting and Film. Didalam : Signh.R.P dan M.A.Wira
Hui.Y. H. 2006. Handbook of Food Science, Technology, and Engineering. USA : I CRC Press
Muzzarelli,R.A.A.1973.Natural Chelating Polymer. New York: Peraganon Press
Othmer. 1968. SeaweedColloids. Encyclopedia of Chemical Technology, No:17: 763-784
Pranoto,Y.2007. Skripsi.Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada
Riswiyanto,2009.Kimia Organik.Jakarta:Erlangga
Sediaoetomo,A.D.2008.Ilmu Gizi. Jilid I. Jakarta: Erlangga
Sudarmadji,S. 1990. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.Jakarta: Erlangga
Sugita,P.,Tuti,W.,Ahmad,S.Dwi,W. 2009. Kitosan : Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB Press
Lampiran 1. Hasil Analisa Kadar Abu dari Edible Film
No.
Perlakuan
Berat
Sampel (g)
Berat
Cruisible (g)
Berat
Cruisible +
Abu (g)
Kadar Abu
(%)
Mo
M1
M2
1.
I
2,0004
32,79
33,08
14,5
2.
II
2,0013
32,67
32,940
13,5
3.
III
2,0021
32,81
33,111
15,0
Rata - rata
14,33
Lampiran 2. Hasil Analisa Kadar Air dari Edible Film
No.
Perlakuan
Berat
Sampel
(g)
Berat
Cawan
(g)
Berat
Cawan
+
Sampel
Basah
(g)
Berat
Cawan
+
Sampel
Kering
(g)
Berat
Uap
yang
Hilang
(g)
Kadar
Air (%)
1.
I
2,000
32,79
34,79
33,57
0,78
39
2.
II
2,003
32,53
34,533
33,79
0,74
37
3.
III
2,006
32,64
34,646 33,956
0,69
34,5
Lampiran 3. Hasil Analisa Kadar Lemak dari Edible Film
No.
Perlakuan
Berat
Sampel
(g)
Berat Labu
Kosong (g)
Berat Sampel
+ Labu
setelah
ekstraksi (g)
Kadar
Lemak (%)
1.
I
2,007
102,6050
102,6088
0,19
2.
II
2,012
102,6812
102,6847
0,17
3.
III
2,008
102,6702
102,6738
0,18
Rata - rata
0,18
Lampiran 4. Hasil Analisa Kadar Protein dari Edible Film
No.
Perlakuan
Berat
Sampel (g)
Volume Titran
(ml)
%N
Kadar
Protein
(%)
1.
I
2,002
5,0
0,07004
0,44
2.
II
2,007
5,0
0,0700
0,43
3.
III
2,004
5,0
0,07
0,43
Rata - rata
0,43
Lampiran 5. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat dari Edible Film
No. Perlakuan
% Protein
% Lemak
% Air
% Abu
Kadar
Karbohidrat
(%)
1.
I
0,44
0,19
39
14,5
45,87
2.
II
0,43
0,17
37
13,5
48,90
3.
III
0,43
0,18
34,5
15,0
49,89