Anton Tirta Suganda, 2012
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
1.5 Hipotesis Penelitian ... 10
1.6 Definisi Operasional ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Prosedural... 12
2.2 Pemahaman Konsep Matematis ... 14
2.3 Pendekatan Brain Based Learning ... 17
2.4 Pembelajaran Konvensional ... 24
Anton Tirta Suganda, 2012
2.6 Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Brain-Based
Learning ... 27
2.7 Penelitian yang Relevan ... 29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 31
3.2 Populasi dan Sampel penelitian ... 33
3.3 Variabel Penelitian ... 36
3.4 Instrumen Penelitian ... 36
3.4.1 Tes Kemampuan Prosedural dan Pemahaman Konsep Matematis ... 37
3.4.2 Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda ... 39
3.4.3 Instrumen Skala Sikap ... 47
3.4.4 Lembar Observasi ... 48
3.4.5 Bahan Ajar ... 49
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 49
3.6 Tehnik Analisis Data ... 49
3.7 Data Non-Tes ... 58
3.8 Lokasi Penelitian ... 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Hasil Penelitian ... 60
4.1.1 Statistik Deskriptif Hasil Penelitian ... 61
4.1.2 Analisis Hasil Pretes ... 64
4.1.3 Analisis Hasil Postes ... 71
4.1.4 Analisis Sikap Siswa ... 78
4.1.5 Observasi Aktivitas Guru dan Siswa ... 86
Anton Tirta Suganda, 2012
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 94
4.2.1 Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Brain Based Learning ... 94
4.2.2 Kemampuan Prosedural dan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 97
4.2.3 Sikap Siswa Terhadap Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Brain- Based Learning ... 100
4.2.4 Aktivitas Guru dan Siswa ... 101
4.2.5 Keterbatasan Penelitian ... 102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ... 103
5.2 Saran ... 104
DAFTAR PUSTAKA ... 106
Anton Tirta Suganda, 2012
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Uji Normalitas dan Homogenitas nilai UTS... 36
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Prosedural ... 38
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis . 38 Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi validitas ... 39
Tabel 3.5 Uji validitas Tes kemampuan Prosedural ... 40
Tabel 3.6 Uji Validitas Tes Kemampuan pemahaman Konsep Matematis ... 40
Tabel 3.7 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 42
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 43
Tabel 3.9 Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Prosedural dan Pemahaman Konsep matematis ... 44
Tabel 3.10 Klasifikasi Daya Pembeda ... 45
Tabel 3.11 Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis dan Kemampuan Prosedural ... 46
Tabel 3.12 Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ... 56
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Prosedural ... 62
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Skor Pemahaman Konsep Matematis ... 62
Tabel 4.3 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Prosedural ... 65
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Prosedural ... 66
Tabel 4.5 Uji Kesamaan Rerata Skor Pretes Kemampuan Prosedural ... 67
Anton Tirta Suganda, 2012
Tabel 4.7 Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematis ... 69
Tabel 4.8 Uji Kesamaan Rerata Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 70
Tabel 4.9 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Prosedural ... 71
Tabel 4.10 Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan Prosedural ... 73
Tabel 4.11 Uji Perbedaan Rerata Skor Postes Kemampuan Prosedural... 74
Tabel 4.12 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 75
Tabel 4.13 Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 76
Tabel 4.14 Uji Perbedaan Rerata Skor Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 77
Tabel 4.15 Distribusi Skala Sikap Pada Kelas BBL ... 78
Tabel 4.16 Distribusi Skala Siakap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika. ... 80
Tabel 4.17 Distribusi Skala Sikap Siswa Terhadap pembelajaran dengan Pendekatan Brain-Based Learning. ... 82
Tabel 4.18 Distribusi Skala Sikap Siswa TerhadapSoal Prosedural dan Pemahaman . ... 84
Tabel 4.19 UjiNormalitas N-gain Kemampuan Prosedural. ... 89
Tabel 4.20 Uji Homogenitas N-gain Kemampuan Prosedural. ... 90
Tabel 4.21 Hasil Uji Beda Rerata N-gain Kemampuan Prosedural ... 90
Tabel 4.22 Uji Normalitas N-gain Kemampuan Pemahaman Konsep ... 92
Tabel 4.23 Uji Homogenitas N-gain Kemampuan Pemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 92 Tabel 4.24 Hasil Uji Beda Rerata N-gain Kemampuan Pemahaman Konsep
Anton Tirta Suganda, 2012
DAFTAR BAGAN
Halaman
Anton Tirta Suganda, 2012
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Histogram Hasil Pretes Tes Kemampuan Prosedural Kelas
Konvensional ... 65
Gambar 4.2 Histogram Hasil Pretes Tes Kemampuan Prosedural Kelas BBL ... 66
Gambar 4.3 Histogram Hasil Pretes Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Kelas Konvensional ... 69
Gambar 4.4 Histogram Hasil Pretes Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Kelas BBL ... 69
Gambar 4.5 Histogram Hasil Postes Tes Kemampuan Prosedural Kelas
Konvensional ... 72
Gambar 4.6 Histogram Hasil Postes Tes Kemampuan Prosedural Kelas BBL .... 72
Gambar 4.7 Histogram Hasil Postes Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Kelas Konvensional ... 76
Gambar 4.8 Histogram Hasil Postes Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Anton Tirta Suganda, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
A.1. Silabus Penelitian ... 109
A.2. Rencana Pembelajaran kelas BBL... 110
A.3. Rencana Pembelajaran kelas Konvensional ... 137
A.4. Lembar Kerja Siswa ... 153
A.5. Soal Tes Individu ... 195
Lampiran B. B.1. Kisi-Kisi Soal kemampuan Prosedural ...203
B.2. Kisi-Kisi Soal kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ...205
B.3. Soal Tes Kemampuan Prosedural ... 207
B.4. Soal Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 208
B.5. Jawaban Tes Kemampuan Prosedural ... 210
B.6. Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 212
B.7. Kisi-kiasi Angket skala Sikap ... 215
B.8. Angket Untuk Siswa ... 216
B.9. Lembar Observai Guru ... 218
B.10. Lembar Observai Siswa ... 220 Lampiran C
Anton Tirta Suganda, 2012
Siswa Kelas Konvensional ... 221
C.2. Data Nilai hasil Ujian Tengah Semester Siswa Kelas BBL ... 222
C.3. Hasil Perhitungan Anates Kemampuan Prosedural. ...223
C.3. Hasil Perhitungan Anates Kemampuan Pemahaman Konsep ...228
Lampiran D D.1. Nilai Pretes Kemampuan Prosedural Kelas BBL ... 234
D.2. Nilai Pretes Kemampuan Prosedural Kelas Konvensional ... 235
D.3. Nilai Pretes Kemampuan Pemahaman konsep Kelas BBL ... 236
D.4. Nilai Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep Kelas Konvensional ... 237
D.5. Nilai Postes Kemampuan Prosedural Kelas BBL ... 238
D.6. Nilai Postes Kemampuan Prosedural Kelas Konvensional ... 239
D.7. Nilai Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Kelas BBL ... 240
D.8. Nilai Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Kelas Konvensional ... 241
D.9. Uji Normalitas Nilai Ujian Tengah Semester (UTS) ...242
D.10. Uji Homogenitas Nilai Ujian Tengah Semester (UTS) ...243
D.11. Uji Beda Rerata Nilai Ujian Tengah Semester (UTS) ...244
D.12. Uji Normalitas Pretes Kemampuan Prosedural ...245
D.13. Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Prosedural ...246
D.14. Uji Beda Rerata Pretes Kemampuan Prosedural ...247
D.15. Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ...248
D.16. Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ...249
Anton Tirta Suganda, 2012
D.18. Uji Normalitas Postes Kemampuan Prosedural ...251 D.19. Uji Homogenitas Postes Kemampuan Prosedural ...252 D.20. Uji Beda Rerata Postes Kemampuan Prosedural ...253
D.21. Uji Normalitas Postes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis ...254 D.22. Uji Homogenitas Postes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis ...255 D.23. Uji Beda Rerata Postes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis ...256 D.24. Gain Ternormalisasi Kemampuan Prosedural Kelas BBL ... 257 D.25. Gain Ternormalisasi Kemampuan Prosedural Kelas
Konvensional ... 258 D.26. Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Konsep
kelas BBL ... 259 D.27. Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemahaman Konsep
Kelas Konvensional ... 260 Lampiran E
E.1. Pemberian Skor Item skala Sikap ... 261 E.2. Skor Skala Sikap Tiap Butir Pernyataan ... 262 E.3. Rekapitulasi Skor Skala sikap Tiap Aspek ... 263 Lampiran F
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan
untuk mengembangkan potensi manusia agar mempunyai dan memiliki
kemampuan nyata dalam perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena
itu proses pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang paling
sentral. Hal ini mengandung arti bahwa keberhasilan proses pendidikan ditentukan
oleh berhasil atau tidaknya proses pembelajaran itu sendiri.
Proses pembelajaran merupakan proses interaksi edukatif yang dilakukan
oleh guru dan murid untuk memperoleh sesuatu yang mengakibatkan
terbentuknya pola-pola perilaku baru yang menyeluruh menuju ke arah yang
lebih meningkat dan lebih baik pada pribadi yang belajar.
Proses pembelajaran saat ini kebanyakan masih belum menunjukan hasil
yang memuaskan, upaya guru yang mengarah pada peningkatan proses
belajar-mengajar belum optimal dan metode serta pendekatan yang digunakan
guru belum beranjak dari pola-pola tradisional, sehingga tujuan pembelajaran
yang diharapkan tidak tercapai.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
tujuan mempelajari mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut; 1). Memahami konsep matematika, menjelaskan
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, 2). Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika, 3). Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh, 4). Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5). Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan kurikulum KTSP di atas, tujuan umum pendidikan
matematika adalah menitikberatkan pada pemahaman konsep, penalaran,
kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematis, dan memiliki
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Untuk mewujudkan tujuan
pembelajaran pada kurikulum KTSP tersebut, maka proses pembelajaran perlu
mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Untuk mengantisipasi hal ini,
sejak dini perlu dilakukan suatu usaha atau upaya, sehingga siswa tertarik pada
mata pelajaran matematika dan siswa termotivasi untuk belajar matematika
sehingga akan berakibat pada optimalnya hasil siswa dalam belajar matematika.
Tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan berdasarkan KTSP,
khususnya pada aspek kemampuan pemahaman konsep matematis, ternyata masih
belum tercapai. Hal tersebut terungkap dari hasil pengamatan peneliti di lapangan,
Jawa Barat, kemampuan siswa dalam pemahaman konsep matematisnya masih
sangat rendah. Hal tersebut ditunjukan oleh rendahnya nilai ulangan yang masih
dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan oleh guru
matematika di sekolah tersebut yaitu 60. Hasil pengamatan peneliti tersebut sangat
relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan Wahyudin (1999) bahwa
kemampuan matematika siswa kita masih sangat rendah. Secara rinci Wahyudin
menemukan lima kelemahan yang ada pada siswa, salah satunya adalah siswa
kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta menggali konsep-konsep
dasar matematika yang sedang dibicarakan dengan pokok bahasan yang sedang
dibicarakan.
Lebih luas lagi, apabila dibandingkan dengan hasil laporan oleh survei
Programme for International Student Assesment (PISA), ternyata prestasi literasi
matematika untuk anak-anak Indonesia yang berusia sekitar 15 tahun masih
rendah. Pada PISA tahun 2003, Indonesia berada di peringkat 38 dari 40 negara,
dengan rerata skor 360 dan rerata skor internasional adalah 500. Pada tahun 2006
rerata skor siswa kita naik menjadi 391, yaitu peringkat 50 dari 57 negara dan
rerata skor internasional adalah 500, sedangkan pada tahun 2009 Indonesia hanya
menempati peringkat 61 dari 65 negara, dengan rerata skor 371, sementara
rata-rata skor internasional adalah 496. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah
siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat. Aspek
literasi matematis yang diukur adalah mengidentifikasikan dan memahami serta
menggunakan dasar-dasar matematika yang diperlukan seseorang dalam
bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kita masih sangat
rendah.
Rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa kita diakibatkan
oleh beberapa faktor, salah satunya diungkapkan oleh Turmudi (2008: 11) yang
memandang bahwa pembelajaran matematika selama ini kurang melibatkan siswa secara aktif, sebagaimana dikemukakannya bahwa “pembelajaran matematika
selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat “kemelekatannya” juga
dapat dikatakan rendah”. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa sebagai subjek
belajar kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep pelajaran yang harus
dikuasainya. Hal ini menyebabkan konsep-konsep yang diberikan tidak membekas
tajam dalam ingatan siswa sehingga siswa mudah lupa dan sering kebingungan
dalam memecahkan suatu permasalahan yang berbeda dari yang pernah
dicontohkan oleh gurunya.
Kemudian faktor selanjutnya adalah tidak adanya variasi model
pembelajaran yang dilakukan. Dengan strategi seperti itu, siswa menerima
pelajaran matematika secara pasif dan bahkan hanya menghafal rumus-rumus
tanpa memahami makna dan manfaat dari apa yang dipelajari, sehingga siswa
akan merasa jenuh dalam mempelajari matematika. Akibatnya kemampuan siswa
dalam pemahaman konsep matematisnya rendah dan minat siswa untuk belajar
matematika kurang sehingga berdampak pada kemampuan siswa yang diharapkan
Salah satu kemampuan siswa yang dapat dinilai adalah kemampuan
kognitif. Menurut Bloom (dalam Ruseffendi, 1991: 35), kemampuan kognitif
manusia di bagi ke dalam 6 tingkatan yaitu: (1) Tingkat Pengetahuan, (2) Tingkat
Pemahaman, (3) Tingkat Aplikasi, (4) Tingkat Analisis, (5) Tingkat sintesis, (6)
Tingkat Evaluasi.
Kompetensi matematis dalam ranah kognitif termasuk tingkat pemahaman
matematika. Kompetensi matematika menurut Kilpatrick, Swafford, dan Findel
(2001), yaitu, conceptual understanding, procedural fluency, strategic
competence, dan adaptive reasoning.
Salah satu aspek pemahaman matematika yang terpenting dimiliki oleh
siswa adalah conceptual understanding atau diistilahkan “pemahaman konsep”.
Mempelajari matematika berarti belajar tentang konsep-konsep dan
struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta berusaha mencari
hubungan-hubungannya.
Pemahaman siswa akan konsep matematika haruslah disertai penguasaan
prosedur yang baik dan benar agar mereka mengetahui apa yang mendasari
konsep tersebut. Kesalahan yang seringkali muncul apabila pemahaman konsep
terlepas dari prosedur ialah siswa kesulitan untuk mengaitkan suatu permasalahan
matematika dengan konsep serta alasan yang mendasarinya, begitu pula
sebaliknya jika prosedur pemecahan masalah dikuasai namun konsepnya tidak
mereka pahami, siswa akan berhadapan dengan masalah yang sama.
Kemampuan procedural fluency berpengaruh terhadap kompetensi
mencari jalan keluar dalam permasalahan dengan fleksibel, teliti, secara efisien
dan sewajarnya. ketelitian dan efisien sangat penting dalam suatu prosedur, karena
sudah tersusun secara prosedur sehingga melakukan sedikit kesalahan. Oleh
karena itu, kemampuan prosedural dan pemahaman konsep matematis sudah
seharusnya dimiliki oleh siswa, salah satu caranya adalah dengan meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika dan menciptakan pembelajaran matematika
yang menyenangkan.
Untuk menciptakan suasana pembelajaran matematika yang berkualitas
dan menyenangkan, hendaklah guru memperhatikan salah satu hal penting dalam
tubuh manusia yang selama ini masih kurang dioptimalkan, yaitu otak.
Berat otak manusia dewasa pada umumnya hanya sekitar satu setengah
kilogram (Jensen, 2007: 40). Namun, organ kecil ini sangat memegang peranan
penting dalam pelaksanaan pembelajaran, karena organ kecil inilah yang
mengolah segala informasi yang didapatkan.
Secara keseluruhan, tingkah laku manusia dikendalikan oleh otak. Struktur
komposisi otak sangat berpengaruh terhadap sifat setiap orang.
Pandangan-pandangan negatif siswa terhadap matematika sering membuat mereka malas dan
kesulitan dalam memahami konsep, hal tersebut muncul karena komposisi otak
yang dibangun kurang optimal sehingga memunculkan karakter yang negatif
(Jensen, 2007: 45).
Hal penting lainnya yaitu proses pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah guru dapat
harus berpijak pada prinsip-prinsip tertentu. Dimyati dan Mujiono (1994)
mengemukakan ada tujuh prinsip pembelajaran, yaitu: perhatian dan motivasi,
keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan,
dan perbedaan individual. Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut, dituangkan
dalam suatu pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran sehingga pelaksanaan
pembelajaran di kelas menjadi lebih bermakna, dan kemampuan siswa yang
diharapkan dapat tercapai.
Salah satu strategi pembelajaran yang bisa dilakukan adalah dengan
menggunakan suatu model pembelajaran yang dapat memaksimalkan fungsi otak
sehingga kemampuan prosedural dan pemahaman konsep matematis siswa bisa
tercapai serta motivasi siswa untuk belajar matematika bisa muncul. Strategi
pembelajaran yang dimaksud adalah dengan melakukan pembelajaran dengan
pendekatan Brain-Based Learning .
Pendekatan Brain-Based Learning adalah pembelajaran yang diselaraskan
dengan cara otak bekerja yang didesain secara alamiah untuk belajar (Jensen,
2007:12). Tahapan-tahapan perencanaan pembelajaran dengan Pendekatan
Brain-Based Learning menurut Jensen (2007: 484) antara lain: tahap pra-pemaparan,
tahap persiapan, tahap inisiasi dan akuisisi, tahap elaborasi, tahap inkubasi dan
formasi memori, tahap verifikasi dan pengecekan keyakinan, dan tahap perayaan
dan integrasi.
Terdapat tiga strategi utama yang dapat dikembangkan dalam
implementasi pendekatan Brain-Based Learning (Syafa’at, 2009) yaitu:
(2) menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan; dan (3) menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa
Berdasarkan strategi-strategi tersebut, pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan Brain-Based Learning dalam pembelajaran matematika memberikan
kesempatan pada siswa dalam hal kemampuan berpikir siswa khususnya
kemampuan dalam prosedural dan pemahaman konsep matematis siswa, dengan
demikian pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Brain-Based Learning
diduga dapat meningkatkan kemampuan prosedural dan pemahaman konsep
matematis siswa. Selain itu, lingkungan pembelajaran yang menantang dan
menyenangkan juga akan memotivasi siswa untuk aktif berpartisipasi dan
beraktifitas secara optimal dalam pembelajaran sehingga motivasi siswa terhadap
pelajaran matematika bisa bisa meningkat.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap pendekatan Brain-Based Learning dengan judul “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Brain-Based Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Prosedural dan Pemahaman Konsep Matematis
Siswa Kelas X Madrasah Aliyah”
1.2. Rumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang masalah, maka dalam rencana penelitian
ini permasalahan dibatasi hanya pada kajian aspek kemampuan prosedural dan
pemahaman konsep matematis yaitu apakah pendekatan Brain-Based Learning
dapat meningkatkan kemampuan prosedural dan pemahaman konsep matematis
Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan prosedural siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan Pendekatan Brain-Based Learning lebih baik daripada
siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan Pendekatan Brain-Based Learning lebih
baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional?
3. Bagaimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Brain- Based Learning?
4. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Brain-Based Learning?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan prosedural siswa yang
mendapatkan pembelajaran matematika dengan Pendekatan Brain-Based
Learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
2. Menelaah perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan Pendekatan
Brain-Based Learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
3. Mengetahui aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika dengan
4. Mendeskripsikan sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
Pendekatan Brain-Based Learning.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan Pendekatan Brain-Based
Learning diharapkan dapat meningkatkan kemampuan prosedural dan
pemahaman konsep matematis siswa.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi strategi
pembelajaran matematika agar dapat diaplikasikan dan dikembangkan menjadi
lebih baik sehingga dapat meningkatkan kemampuan prosedural dan
pemahaman konsep matematis siswa.
3. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan dalam rangka mengembangkan
kemampuan lainnya yang erat kaitannya dengan pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
dapat tidaknya pembelajaran matematika dengan Pendekatan Brain-Based
Learning meningkatkan kemampuan prosedural dan pemahaman konsep
matematis siswa.
1.5. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan prosedural siswa yang mendapatkan pembelajaran
dengan Pendekatan Brain-Based Learning lebih baik daripada siswa yang
2. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan Pendekatan Brain-Based Learning lebih
baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
1.6. Definisi Operasional
1. Pendekatan Brain-Based Learning adalah pembelajaran yang diselaraskan
dengan cara otak yang didesain secara alamiah untuk belajar yang
dibangun di atas sebuah pertanyaan fundamental “ Apa yang terbaik bagi otak?”
2. Kemampuan prosedural adalah pengetahuan mengenai prosedur secara
umum, pengetahuan dalam menampilkan prosedur secara fleksibel, tepat
dan efisien.
3. Pemahaman konsep matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyatakan ulang secara verbal konsep yang telah dipelajari, menerapkan
konsep secara algoritma, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematika serta kemampuan mengaitkan berbagai konsep.
4. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru
dan proses belajar sangat mengutamakan metode ceramah atau ekspositori,
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan dua
kelompok dengan pretes dan postes. Pengambilan kelompok dilakukan secara
acak kelas. Langkah awal untuk menentukan unit-unit eksperimen dilakukan
dengan memilih sekolah, yang kemudian memilih dua kelas yang homogen
ditinjau dari kemampuan akademiknya. Kelas BBL adalah kelas yang
memperoleh perlakuan menggunakan pembelajaran dengan Pendekatan
Brain-Based Learning dan kelas konvensional adalah kelas yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
Pretes dan postes ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan
kemampuan prosedural dan Pemahaman konsep matematis. Pretes diberikan
sebelum proses pembelajaran dalam penelitian ini dimulai, sedangkan postes
setelah keseluruhan proses pembelajaran selesai. Pretes diberikan bertujuan untuk
melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok. Dan postes diberikan
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembelajaran yang diberikan
terhadap peningkatan kemampuan siswa, melihat apakah terdapat perbedaan
kemampuan yang signifikan diantara kedua kelompok tersebut.
Menurut Ruseffendi (2005), penelitian seperti ini merupakan penelitian
quasi eksperimen, dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Diagram
desain eksperimennya sebagai berikut :
O X O
Keterangan :
O = pretes dan postes
X = perlakuan pembelajaran dengan pendekatan Brain-based Learning Adapun alur kerja penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1. Alur Kerja Penelitian
Identifikasi masalah dan tujuan penelitian
Penyusunan instrument dan bahan ajar
Uji coba instrumen
Analisis data hasil uji coba instrumen
Perbaikan instrumen
Menentukan kelas BBL dan kelas konvensional
Kelas Konvensional
(Pembelajaran biasa)
Kelas BBL (Pembelajaran dengan
pendekatan brain based learning
Pretes
Postes
Analisis data
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa Madrasah Aliyah
(MA) Persis 99 Rancabango kelas X (sepuluh) tahun pelajaran 2011-2012 pada
semester genap.
Pemilihan sampel, yaitu kelas BBL dan kelas konvensional dilakukan
dengan tekhnik cluster random sampling. Sampel yang dipilih dalam penelitian
ini diambil dua kelas, yaitu satu kelas konvensional dan satu kelas BBL yang
dipilih secara acak dari empat kelas X (sepuluh) yang terdapat di sekolah tersebut.
Dari populasi di atas (4 kelas yang ada yaitu: X-A, X-B, X-C, dan X-D)
ditetapkan 2 (dua) kelas untuk dijadikan sampel kelas penelitian dengan tehnik
Cluster Random Sampling. Dengan teknik Cluster Random Sampling yang dalam
prakteknya dilakuan undian, maka terpilih Kelas X-A sebagai kelas BBL dan
Kelas X-C sebagai kelas konvensional.
Untuk menyakinkan bahwa kedua kelas tersebut memiliki tingkat
kemampuan matematika yang sama, dilakukan uji beda rerata tentang hasil
belajar matematika yang diambil dari nilai asli dari Ujian Tengah Semester (UTS)
mata pelajaran matematika tahun pelajaran 2011/2012.
Sebelum melakukan uji beda rerata terhadap hasil belajar matematika
kedua kelas tersebut, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap normalitas dan
homogenitas dari kedua sampel tersebut. Untuk menguji normalitas kemampuan
awal kelas BBL dan kelas konvensional digunakan data yang diperoleh dari hasil
ulangan semester ganjil mata pelajaran matematika tahun pelajaran 2011/2012
Adapun untuk rumus khi kuadrat (2) tersebut adalah sebagai berikut:
Dalam penelitian ini perhitungan uji normalitas data dilakukan dengan
menggunakan bantuan SPSS versi 16 dan dilakukan perhitungan menggunakan
rumus di atas sebagai pembanding. Dari hasil pengolahan baik dengan
menggunakan SPSS maupun rumus kay kuadrat diperoleh bahwa 2hitung <
tabel2 ,maka kelas BBL dan kelas konvensional berdistribusi normal.
Pengujian berikutnya adalah menguji homogenitas varians nilai UTS kelas
BBL dan kelas konvensional. Rumusan hipotesisnya adalah:
H0 : 2e =
Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan Uji F sebagai berikut:
Setelah diketahui bahwa sampel berdistribusi normal dan homogen maka
demikian juga sampel berdistribusi normal dan homogen pengujian kesamaan
rerata menggunakan uji-t, dengan rumus :
t =
xk = rerata skor pada kelas konvensional
s = varian gabungan
se = varian kelas BBL
sk = varian kelompok konvensional
ne = banyaknya siswa pada kelas BBL
Dengan menggunakan bantuan SPS S versi 16, hasil dari uji-t menunjukkan bahwa sig > 0.05, hal ini berarti bahwa H0 diterima, yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan antara rerata matematika pada kedua kelas, artinya baik untuk siswa pada kelas eksperimen maupun siswa pada kelas kontrol bisa dikatakan memiliki kemampuan yang sama. Sehingga kedua kelas tersebut cocok untuk dijadikan sampel.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada rangkuman Tabel 3. 1 berikut:
Tabel 3.1
Hasil Uji Normalitas, Homogenitas dan Beda Rerata Nilai UTS
Kelas
Kolmogorov-Smirnov Sig.
Levene Statistic Sig.
t-test for Equality of
Means Sig. (2-tailed)
X-A 0.200
0.19 0.959
X-C 0.136
3.3 Variabel Penelitian
Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu varibel bebas (independent
variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas penelitian ini
adalah Pendekatan Brain-Based Learning yang diterapkan pada pembelajaran
matematika di kelas BBL, dan variabel terikatnya adalah kemampuan prosedural
dan pemahaman konsep matematis siswa.
Dalam setiap pelaksanaan penelitian tidak menutup kemungkinan
adanya variabel-variabel lain yang juga akan mempengaruhi variabel terikat,
seperti lama waktu belajar, les tambahan, kondisi kelas dan sebagainya.
Variabel-variabel luar yang terjadi dalam penelitian ini diasumsikan tidak mempengaruhi
secara signifikan (berarti) terhadap variabel terikat.
Untuk memperoleh data baik kualitatif maupun kuantitatif, dalam penelitian
ini digunakan empat macam instrumen, yaitu:
1. Tes kemampuan prosedural dan pemahaman konsep matematis.
2. Lembar observasi, digunakan untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa
dan guru selama proses pembelajaran.
3. Skala sikap, digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap
pembelajaran yang dilakukan yang berkenaan dengan strategi, aktivitas,
dan sarana pembelajaran yang digunakan.
Dalam menyusun dan mengembangkan instrumen, langkah awal yang
dilakukan adalah membuat kisi-kisi lalu kemudian mengkontruksi instrumen.
Untuk memeriksa validitas isi dan muka dilakukan sebelum dilaksanakan ujicoba
instrumen.
Setelah instrumen selesai divalidasi, selanjutnya dilakukan ujicoba.
Ujicoba instrumen dilaksanakan satu kali, yaitu diuji cobakan kepada 12 orang
siswa kelas XII (dua belas) di MA tempat penelitian. Hasil ujicoba tersebut
dianalisis dengan menggunakan Anates V4 untuk mengetahui validitas,
reliabilitasnya, tingkat kesukaran dan daya pembeda setiap butir tes. Analisis hasil
ujicoba instrumen juga ditujukan untuk mengetahui apakah setiap item sudah
cukup baik dan layak digunakan dalam penelitian. Hasil ujicoba instrumen dapat
dilihat pada lampiran C.3.
3.4.1 Tes Kemampuan Prosedural dan Pemahaman Konsep Matematis
Tes untuk mengukur kemampuan prosedural dan pemahaman konsep
matematis siswa ini berupa soal-soal uraian. Penyusunan soal diawali dengan
diberikan pada setiap jawaban siswa ditentukan berdasarkan pedoman penskoran.
Skor ideal pada suatu butir soal ditentukan berdasarkan banyaknya tahapan yang
harus dilalui pada soal tersebut.
Untuk mengevaluasi kemampuan prosedural siswa digunakan sebuah
pedoman pemberian skor syang tertera pada tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Pedoman Pemberian Skor Untuk Perangkat Tes kemampuan Prosedural
Skor Kriteria Jawaban dan Alasan
0 Tidak ada jawaban atau jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau tidak ada jawaban yang benar
1 Prosedur yang digunakan sebagaian besar tidak tepat dan masih terdapat perhitungan yang salah
2 Sebagian besar Prosedur yang digunakan sudah tepat, namun masih terdapat perhitungan yang salah
3 Prosedur yang digunakan sudah hampir lengkap namun masih terdapat sedikit kesalahan
4 Prosedur yang digunakan serta perhitungannya sudah lengkap dan benar Diadaftasi dari Puspitasari (2011)
Sedangkan untuk mengevaluasi kemampuan pemahaman konsep
matematis siswa, digunakan sebuah pedoman pemberian skor yang disebut
Holistic Scale dari North Carolina Department of Public Instruction tahun 1994
(Puspitasari, 2011) seperti yang terlihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3
Tabel Pedoman Pemberian Skor Untuk Perangkat Tes kemampuan Pemahaman Matematis
Skor Kriteria Jawaban dan Alasan
0 Tidak ada jawaban atau jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau tidak ada jawaban yang benar
1 Jawaban Sebagian besar mengandung perhitungan yang salah
2 Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma salah namun mengandung perhitungan yang salah
3 Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma hampir lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan
4 Jawaban lengkap (hampir semua petunjuk soal diikuti) penggunaan algoritma
3.4.2 Validitas, Reliabilitas, Tingkat kesukaran, daya Pembeda Hasil Ujicoba
Instrumen
a. Validitas Instrumen
Suatu soal atau set soal dikatakan valid bila soal-soal itu mengukur apa
yang semestinya harus diukur (Ruseffendi, 1991). Perhitungan validitas butir soal
akan dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment (Ruseffendi, 1991) yaitu
:
r = koefisien korelasi antara variabel dan variabel � = banyaknya sampel
= nilai hasil uji coba = nilai harian
Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto
(2002) seperti pada Tabel di bawah ini:
Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas
Koefisien Korelasi Interpretasi
Butir soal dinyatakan signifikan apabila thitung > ttabel . Berdasarkan hasil uji
coba pada siswa kelas XII IPA di Madrasah Aliyah Persis 99 rancabango , maka
dilakukan uji validitas dengan bantuan Program Anates 4.0, hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.3. Hasil uji validitas ini dapat
dinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5
Uji Validitas Tes Kemampuan Prosedural
Nomor Soal Korelasi
Interpretasi
Validitas
Signifikansi
1 0,838 Sangat tinggi Sangat signifikan
2 0,890 Sangat tinggi Sangat signifikan
3 0,862 Sangat tinggi Sangat Signifikan
4 0,747 Tinggi Sangat signifikan
5 0,602 Tinggi Signifikan
Dari lima butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan prosedural
tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, dari kelima butir soal tersebut, dua soal
memiliki validitas yang tinggi (soal no.4 dan soal no.5), dan sisanya memiliki
validitas yang sangat tinggi (soal no.1, soal no.2 dan soal no.3).
Selanjutnya melalui uji validitas dengan Anates 4.0, diperoleh hasil uji
validitas tes kemampuan Pemahaman konsep matematis yang dapat
dinterpretasikan dalam rangkuman yang disajikan pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6
Uji Validitas Tes Pemahaman Konsep Matematis Nomor
Soal Korelasi
Interpretasi
Validitas Signifikansi
2 0,797 Tinggi Sangat Signifikan
3 0,655 Tinggi Signifikan
4 0,808 Sangat tinggi Sangat Signifikan
5 0,744 Tinggi Sangat Signifikan
6 0,764 Tinggi Sangat Signifikan
Dari enam butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan
pemahaman konsep matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes,
diperoleh dua soal (soal nomor 1 dan 4) yang mempunyai validitas sangat tinggi,
dan empat soal sisanya mempunyai validitas tinggi.
Reliabilitas merupakan derajat konsistensi atau keajegan data dalam
interval waktu tertentu. Menurut Arifin (2009) suatu tes dapat dikatakan reliabel
jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada waktu dan kesempatan
yang berbeda. Reliabel soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan
suatu soal tes. Untuk mengukurnya digunakan perhitungan reabilitas menurut
Arikunto (2010). Rumus yang digunakan dinyatakan dengan
11 = reliabilitas instrumen = banyak butir soal
2 i = jumlah variansi skor tiap butir item/soal
�2 =
2−( )2 � �
Keterangan :
2 = jumlah kuadrat dari jawaban yang benar
= jumlah jawaban benar
N = jumlah subjek
( )2 = kuadrat jumlah total dari skor
= jumlah total dari skor
Untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas yang menyatakan
derajat keandalan alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang ditetapkan oleh
J.P. Guilford (Suherman, 2003) seperti pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7
Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas Koefisien Korelasi Interpretasi
0,90 ≤ r11≤ 1,00 Sangat tinggi
0,70≤r11<0,90 Tinggi
0,40≤r11<0,70 Sedang
0,20≤r11<0,40 Rendah
r11<0,20 Sangat rendah
Berdasarkan hasil uji coba reliabilitas butir soal secara keseluruhan untuk t
untuk tes kemampuan prosedural diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,83,
mempunyai reliabilitas yang stinggi sedangkan untuk tes pemahaman konsep
matematis diperoleh nilai tingkat reliabilitas sebesar 0,81, sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa soal tes pemahaman konsep matematis mempunyai
reliabilitas yang tinggi.
b. Analisis Tingkat Kesukaran
Kita perlu menganalisis butir soal pada instrumen untuk mengetahui
tingkat kesukaran dalam butir soal yang kita buat. Arikunto (2002: 207)
mengungkapkan bahwa soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir
soal yang baik, apabila butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula
terlalu mudah. Dengan kata lain tingkat kesukarannya sedang atau cukup. Tingkat
kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus:
B
S = jumlah skor kelompok bawah
A
J = jumlah skor ideal kelompok atas
B
J = jumlah skor ideal kelompok bawah
Kriteria penafsiran harga Indeks Kesukaran suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990 : 213) adalah seperti pada Tabel.3.8 berikut:
Tabel 3.8
Kriteria Tingkat Kesukaran
0% - 15% Sangat sukar
16% - 30% Sukar
31% - 70 % Sedang
71% - 85% Mudah
86% - 100% Sangat mudah
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan Anates Versi 4.0. diperoleh
tingkat kesukaran tiap butir soal tes kemampuan prosedural dan pemahaman
konsep matematis yang terangkum dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.9
Tingkat Kesukaran Butir Tes
Kemampuan Pemahaman Konsep matematis dan Kemampuan Prosedural
Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
Kemampuan
matematis yang terdiri dari enam butir soal, terdapat satu buah soal dengan tingkat
kesukaran yang mudah, yaitu soal nomor.1 dan empat buah soal yang memiliki
tingkat kesukaran sedang, serta satu soal yang memiliki tingkat kesukaran sukar
yang terdiri dari lima butir soal, terdapat tiga buah soal dengan tingkat kesukaran
sedang yaitu soal nomor 1, nomor 2, dan soal nomor 5, satu butir soal dengan
tingkat kesukaran mudah yaitu soal nomor 3 dan satu butir soal dengan tingkat
kesukaran sukar yaitu nomor 4.
c. Analisis Daya pembeda
Menurut Ruseffendi (1991) daya pembeda adalah korelasi antara skor
jawaban terhadap sebuah butiran soal dengan skor jawaban seluruh soal. Daya
pembeda tiap item tes pada penelitian ini diukur menggunakan rumus yang
dikemukakan oleh Ruseffendi (1991) sebagai berikut :
��= � − �1
4�
Keterangan :
Ba = jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar
Bb = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar
N = jumlah skor keseluruhan
Adapun klasifikasi indeks daya pembeda suatu soal pada penelitian
ini, diinterpretasikan dengan mengikuti pedoman yang dikemukakan oleh
Suherman dan Sukjaya (1990) sebagai berikut:
Tabel 3.10.
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal
0,40 < DP 0,70 Baik
0,20 < DP 0,40 Cukup
0,00 < DP0,20 Jelek
DP 0,00 Sangat buruk
Daya pembeda menunjukkan kemampuan soal tersebut membedakan
antara siswa yang pandai (termasuk dalam kelompok unggul) dengan siswa yang
kurang pandai (termasuk kelompok asor). Suatu perangkat alat tes yang baik harus
bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan yang kurang pandai
karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut. Sehingga
hasil evaluasinya tidak baik semua atau sebaliknya buruk semua, tetapi haruslah
berdistribusi normal, maksudnya siswa yang mendapat nilai baik dan siswa yang
mendapat nilai buruk ada (terwakili) meskipun sedikit, bagian terbesar berada
pada hasil cukup.
Proses penentuan kelompok unggul dan kelompok asor ini adalah
dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor
tertinggi sampai dengan skor terendah (menggunakan Anates Versi 4.0). Hasil
perhitungan daya pembeda untuk tes kemampuan prosedural dan pemahaman
konsep matematis disajikan dalam Tabel 3.11.
Tabel 3.11
Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman konsep Matematis dan Kemampuan Prosedural
Tes Nomor Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi
Kemampuan Pemahaman Matematis
1 41,67 % Baik
2 33,33 % Cukup
4 33,33% Cukup
5 41,67 % Cukup
6 33,33% Cukup
Kemampuan Prosedural
1 33,33 % Cukup
2 41,67% Baik
3 41,67% Baik
4 33,33% Cukup
5 25,00 % Cukup
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes pemahaman konsep
matematis yang terdiri dari enam butir soal, terdapat satu butir soal yang daya
pembedanya baik yaitu soal nomor 1, sedangkan soal nomor 2, 3, 4, 5, 6 daya
pembedanya cukup. Selanjutnya, untuk soal tes kemampuan prosedural terdapat
dua butir soal yang daya pembedanya baik yaitu soal nomor 2 dan soal nomor 3,
sedangkan soal nomor 1, 4, dan 5 masing-masing daya pembedanya cukup.
3.4.3 Instrumen Skala Sikap
Skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika, pembelajaran dengan
pendekatan Brain-Based Learning, serta soal-soal pemahaman dan Prosedural
Instrumen skala sikap dalam penelitian ini terdiri dari 20 butir pertanyaan dan
diberikan kepada siswa kelas BBL setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir
yaitu setelah postes. Instrumen skala sikap secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran B.3.
Model skala yang digunakan adalah model skala Likert. Derajat penilaian
terhadap suatu pernyataan tersebut terbagi ke dalam 5 kategori, yaitu : sangat
(STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif tersebut ditransfer ke
dalam skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara pernyataan yang
bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif. Untuk pernyataan yang
bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 5, S diberi skor 4, N
diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1. Sedangkan untuk
pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS diberi skor 1, S diberi skor 2, N
diberi skor 3, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.
Langkah pertama dalam menyusun skala sikap adalah membuat kisi-kisi.
Kemudian melakukan uji validitas isi butir pernyataan dengan meminta
pertimbangan teman-teman mahasiswa Pascasarjana UPI dan selanjutnya
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, mengenai isi dari skala sikap
sehingga skala sikap yang dibuat sesuai dengan indikator-indikator yang telah
ditentukan serta dapat memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan.
Selanjutnya, dilakukan juga uji validitas skala sikap ini kepada beberapa orang
siswa (kelompok terbatas) sebanyak delapan orang dalam melihat keterbacaan
kalimat-kalimat dalam angket tersebut.
Untuk mengetahui sikap siswa, siswa mempunyai sikap positif atau negatif,
maka rerata skor setiap siswa dibandingkan dengan skor netral terhadap setiap
butir skor, indikator dan klasifikasinya. Bila rerata skor seorang siswa lebih kecil
dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap negatif, sedangkan bila rerata
skor seorang siswa lebih besar dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap
positif.
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan semua data tentang
aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran, interaksi antara siswa dengan guru
serta interaksi antar siswa dengan siswa dalam pembelajaran dengan Pendekatan
Brain-Based Learning. Lembar observasi terdiri atas dua bagian, yaitu lembar
observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa. Peneliti bertindak sebagai pelaksana
langsung pembelajaran dengan Pendekatan Brain-Based Learning. Pengamatan
terhadap aktivitas siswa dan guru dilakukan oleh guru matematika di sekolah
tersebut.
3.4.5 Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP disusun sebagai panduan bagi peneliti dan
guru dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam penelitian ini diimplementasikan
pembelajaran dengan Pendekatan Brain-Based Learning. Oleh karena itu bahan
ajar yang digunakan juga dirancang dan dikembangkan sesuai dengan
karakteristik dari pembelajaran dengan Pendekatan Brain-Based Learning, serta
penyusunannya dengan mempertimbangkan kemampuan yang ingin dicapai, yaitu
kemampuan prosedural dan pemahaman konsep matematis.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan LKS dapat dilihat secara lengkap
pada Lampiran A1 dan A.2.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes, lembar
observasi, dan angket skala sikap. Data yang berkaitan dengan kemampuan
prosedural dan pemahaman konsep matematis siswa dikumpulkan melalui tes
pembelajaran matematika dengan Pendekatan Brain-Based Learning.
dikumpulkan melalui angket skala sikap siswa.
3.6 Teknik Analisis Data
Seperti diuraikan diatas, pada penelitian ini ada dua jenis data yang
diperoleh, yaitu data kuantitatif (data yang didapat melalui tes awal dan akhir)
dan data kualitatif (data yang didapat melalui angket). Pelaksanaan analisis data
dari kedua jenis data tersebut adalah sebagai berikut:
a. Analisis Data Tes kemampuan prosedural dan Pemahaman konsep matematis
siswa
Data yang diperoleh dari tes yang digunakan pada tes awal dan tes akhir
merupakan data kuantitatif. Untuk menganalisis data kuantitatif tersebut
digunakan teknik analisis statistik parametrik. Langkah-langkah pelaksanaan
analisis data tersebut adalah sebagai berikut:
a.1. Analisis Kesamaan Rerata Pretes
Analisis kesamaan rerata tes awal kemampuan prosedural dan pemahaman
konsep matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan
dengan cara menguji rerata skor tes awal kedua kelompok. Analisis kesamaan
rerata tes awal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal kemampuan
prosedural dan pemahaman konsep matematis siswa sebelum mendapat
pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Brain-Based
Sebelum melakukan pengujian harus diperiksa terlebih dahulu normalitas
dan homogenitas dari data tes awal kedua kelompok tersebut, pengujiannya adalah
sebagai berikut:
1. Uji Normalitas Pretes
Uji normalitas data tes awal dari kelompok siswa yang diberi pendekatan
Brain-Based Learning dan siswa yang diberi pembelajaran konvensional atau kelas
eksperimen dan kelas kontrol, diantaranya dapat menggunakan metode khi
kuadrat dengan menggunakan rumus:
k
i e
e o
f f f
1
2
2 ( )
Keterangan :
0= frekuensi observasi = frekuensi ekspektasi
Pengujian normalitas dilakukan dengan taraf signifikan (
) sebesar 0.05dan derajat kebebasan (dk) = k-1, dengan kriteria pengujiannya adalah sebagai
berikut:
Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
jika2hitung >2tabel, artinya H0 ditolak dan H1 diterima.
Karena 2hitung ≤ 2tabel , artinya H0 diterima dan H1 ditolak, artinya baik
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Pretes
Setelah melakukan pengujian normalitas tes awal, selanjutnya di uji
homogenitas dari kedua data yang diperoleh dari kelompok yang diberikan
pembelajaran dengan pendekatan Brain-Based Learning dan pembelajaran
konvensional atau kelas eksperimen dan kelas kontrol, dalam hal ini
menggunakan rumus :
� = �
�
Pengujian varian ini dilakukan pada taraf signifikan (
) sebesar 0,05dengan derajat kebebasan dk pembilang = n-1, dan dk penyebut = n-1 dan
bertujuan untuk menentukan nilai Ftabel, dengan kriteria pengujian sebagai
berikut:
Rumusan Hipotesisnya adalah sebagai berikut:
2 2 2 1 0:
H ; kedua variansi sama
2 2 2 1 1:
H ; kedua variansi tidak sama
jika Fhitung > Ftabel, artinya H0 ditolak dan H1 diterima.
Karena Fhitung ≤ Ftabel,maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya kedua kelas
tersebut homogen.
3. Uji Kesamaan Rerata Pretes
Karena data kedua kelompok berdistribusi normal dan variansnya
homogen, maka analisis dilanjutkan dengan uji kesamaan dua rerata. Tujuannya
adalah untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas BBL dan kelas
konvensional terhadap materi yang akan dipelajari, yaitu materi trigonometri.
Rumusan hipotesisnya adalah:
1. Kemampuan Prosedural Siswa
2 1 0 :
H ; Tidak terdapat perbedaan rerata kemampuan awal kemampuan
prosedural siswa kelas BBL dan kelas konvensional.
2 1 1:
H ; Terdapat perbedaan rerata kemampuan awal kemampuan
prosedural siswa kelas BBL dan kelas konvensiona.
2. Kemampuan Pemahaman konsep Matematis Siswa
2 1 0 :
H ; Tidak terdapat perbedaan rerata kemampuan awal pemahaman
konsep matematis siswa kelas BBL dan kelas konvensional.
2 1 1:
H ; Terdapat perbedaan rerata kemampuan awal pemahaman konsep
matematis siswa kelas BBL dan kelas konvensional.
Statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis di atas adalah dengan statistik
Menghitung nilai rerata
x := rerata skor pada kelas eksperimen
k
x = rerata skor pada kelas kontrol
s = deviasi standar gabungan
2
e
s = varians kelompok eksperimen
2
k
s = varians kelompok kontrol
ne = banyaknya siswa pada kelompok eksperimen
nk = banyaknya siswa pada kelompok kontrol
Kriteria pengujian:
jika thitung≤ ttabel, artinya H0 diterima dan H1 ditolak
karena thitung ≤ ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. Artinya kemampuan awal
kelas BBL dan kelas konvensional sama.
a.2. Analisis Kesamaan Rerata Postes
Untuk menganalisis kesamaan rerata tes akhir yang diperoleh kedua
kelompok, dapat dilakukan dengan menghitung skor rerata tes akhir kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Analisis kesamaan rerata tes akhir ini bertujuan
untuk mengetahui kemampuan akhir atau perolehan kemampuan prosedural dan
pemahaman konsep matematis siswa setelah mendapat pembelajaran matematika
dengan menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Brain-Based Learning
dan pembelajaran konvensional.
Rumusan hipotesisnya adalah:
a. Kemampuan prosedural Siswa
2 1
0 :
H ; Tidak terdapat perbedaan kemampuan prosedural siswa yang
memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan Brain-Based Learning dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
2 1 1 :
H ; Terdapat perbedaan kemampuan prosedural antara siswa yang
Brain-Based Learning dengan siswa yang mendapat
pembelajaran konvensional.
b. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa
2 1
0 :
H ; Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan Brain-Based Learning dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2 1 1 :
H ; Terdapat perbedaan kemampuan prosedural antara siswa yang
memp[eroleh pembelajaran matematika dengan pendekatan
Brain-Based Learning dengan siswa yang mendapat
pembelajaran konvensional.
Setelah data yang diperoleh dari hasil tes awal dan tes akhir dianalisis,
besarnya mutu peningkatan kemampuan prosedural dan pemahaman konsep
matematis siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan
menggunakan rumus gain ternormalisasi (normalized gain), sebagai berikut:
Gain ternormalisasi (N-g) = −
− , (Meltzer,
2002)
Dengan kriteria indeks gain seperti yang dikemukakan oleh Hake (1999) seperti
Tabel 3.12.
Kriteria Skor Gain Ternormalisasi
Skor Gain Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g ≤0,7 Sedang
g≤ 0,3 Rendah
a.3. Analisis Gain Skor Ternormalisasi (N-Gain)
Rumusan hipotesisnya adalah:
a. Kemampuan prosedural Siswa
2 1
0 :
H ; Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan prosedural
siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan Brain-Based Learning dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2 1 1 :
H ; Peningkatan kemampuan Prosedural siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan Pendekatan Brain-Based Learning lebih
baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
c. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa
2 1
0 :
H ; Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman
konsep matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
Learning dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional.
2 1 1 :
H ;Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Brain-Based
Learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran
konvensional.
Untuk mengetahui benar tidaknya peningkatan kemampuan prosedural dan
pemahaman konsep kelas BBL lebih baik dibanding kelas konvensional, perlu
diuji secara statistik. Pengujian sama atau tidaknya dua nilai rerata gain
ternormalisasi dilakukan dengan uji t dengan syarat datanya berdistribusi normal
dan kedua variansnya homogen.
3.7 Data Non-Tes
Data skala sikap berguna untuk mengetahui kualitas sikap sikap siswa terhadap
pembelajaran Matematika dengan pendekatan Brain-Based Learning serta
soal-soal kemampuan Prosedural dan Pemahaman Konsep matematis dilakukan
dengan berpedoman pada skala Likert. Dalam menganalisis hasil angket, data
kualitatif yang telah diperoleh dirubah dulu kedalam data kuantitatif. Selanjutnya
untuk mengetahui besarnya presentase dari setiap pernyataan yang telah dipilih
ole siswa, digunakan rumus sebagai berikut:
= 0 ×100%
= persentase jawaban
n= jumlah total siswa
0 = jumlah frekuensi alternatif jawaban
Sumber : Riduan (2004:135)
Untuk mengetahui sikap siswa, siswa mempunyai sikap positif atau negatif,
maka rerata skor setiap siswa dibandingkan dengan skor netral terhadap setiap
butir skor, indikator dan klasifikasinya. Bila rerata skor seorang siswa lebih kecil
dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap negatif. Sedangkan bila rerata
skor seorang siswa lebih besar dari skor netral, artinya siswa mempunyai sikap
positif.
Data hasil observasi digunakan untuk melihat gambaran aktivitas siswa dan
guru selama pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah untuk dapat
memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya
dapat menjadi lebih baik daripada pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan
skenario yang telah dibuat
3.8 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Madrasah Aliyah Pesantren
Persatuan Islam 99 Rancabango yang ada di kota Garut, Propinsi Jawa Barat.
Penelitian dilaksanakan di kelas X (sepuluh) semester genap tahun pelajaran
2011/2012 dengan alasan bahwa siswa kelas X tersebut sebagian besar ketika
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Penelitian ini menganalisis pembelajaran matematika dengan pendekatan
brain based learning dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan prosedural
dan pemahaman konsep matematis siswa kelas X (sepuluh) Madrasah Aliyah.
Berdasarkan analisis data dan temuan yang diperoleh selama menerapkan
pembelajaran matematika di Madrasah Aliyah (MA) Persis 99 Rancabango , maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Peningkatan kemampuan prosedural siswa setelah memperoleh
pembelajaran matematika dengan pendekatan Brain-Based Learning lebih
baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.
2. Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa setelah
memperoleh pembelajaran matematika dengan pendekatan Brain-Based
Learning lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara
konvensional.
3. Berdasarkan hasil analisis angket skala sikap siswa, siswa bersikap positif
terhadap pelajaran matematika, pembelajaran matematika dengan
pendekatan Brain -Based Learning, dan terhadap soal-soal kemampuan
prosedural dan pemahaman konsep matematis.
4. Berdasarkan hasil observasi, kualitas akivitas siswa dalam proses
aspek kegiatan yang relevan dengan kegiatan pembelajaran cenderung
mengalami peningkatan.
5.2Saran
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka penulis mengajukan
beberapa saran, yaitu:
1. Kepada guru
Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran matematika dengan
pendekatan Brain-Based Learning dapat meningkatkan kemampuan
prosedural dan pemahaman konsep matematis, aktivitas, dan juga sikap
siswa. Untuk itu disarankan kepada guru supaya pembelajaran matematika
dengan pendekatan brain based learning dapat dijadikan sebagai salah
satu alternatif pembelajaran di dalam kelas.
2. Kepada instansi terkait
Karena pembelajaran matematika dengan pendekatan Brain-Based
Learning dapat meningkatkan kemampuan prosedural dan pemahaman
konsep matematis, dan tanggapan siswa juga positif, maka diharapkan
dukungan dari instansi terkait untuk mensosialisasikan penggunaan
pembelajaran matematika dengan pendekatan Brain-Based Learning di
sekolah melalui MGMP matematika, pelatihan-pelatihan guru matematika
atau melalui seminar.
3. Kepada peneliti
a. Kemampuan matematika yang diteliti dalam penelitian ini adalah
X (sepuluh) pada materi trigonometri. untuk itu bagi para peneliti
selanjutnya kiranya dapat menerapkan pembelajaran matematika
dengan pendekatan Brain-Based Learning pada kelas dan materi yang
berbeda serta aspek kemampuan yang lain.
b. Populasi pada penelitian ini hanya siswa kelas X Madrasah Aliyah
Persis 99 Rancabango, dan teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah Purposive sampling. Mungkin di kesempatan yang lain para
peneliti dapat menggunakan populasi yang lebih besar dan teknik
pengambilan sampel secara acak, agar hasilnya dapat digeneralisasikan
untuk populasi yang besar tersebut.
c. Ujicoba instrumen pada penelitian ini diberikan kepada siswa yang
belum pernah memperoleh pembelajaran matematika kemampuan
prosedural dan pemahaman konsep matematis. Disarankan kepada
peneliti yang akan membahas tentang pembelajaran matematika dengan
pendekatan Brain-Based Learning, ujicoba instrumen hendaknya
kepada siswa yang sudah memperoleh pembelajaran matematika
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z.(2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Aryani, K.(2010). Peningkatan Kemampuan Menulis dan Pemahaman Konsep
Matematika Melalui Pembelajaran Dengan Strategi WritingFrom A
Prompt dan Writing In Ferformance Tasks Pada siswa SMP. Tesis
Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Aziz-Ur-Rehman1, Dr. Maqsood Alam Bokhari. oeffectiveness of brain-based
learning theory at secondary level. Vol. 3. No. 4. July, 2011, I Part
A.Sousa, D. (2009). How the Brain Learns Mathematics . International Electronic
Journal of Elementary Education Vol.1, Issue 2, March, 2009.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Pengembangan Silabus
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : CV. Laksana
Mandiri.
Dimyati dan Mudjiono. (1994).Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:P3MTK-Ditjen
Dikti-Depdikbud.
Given, B.K .(2007). Brain-based teching. Bandung : Kaifa.
Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar Dalam Proses Belajar-Mengajar Matematika.
Jakarta: Depdikbud.
Jensen, Eric. (2007). Brain-based Learning.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kilpatrick et al. (2001). Adding it up: Helping Children Learn Mathematics.