• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT PADA TEMA ENERGI ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT PADA TEMA ENERGI ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT PADA TEMA ENERGI ALTERNATIF UNTUK

MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh

ANNA RACHMAWATI NIM. 0809100

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT PADA TEMA ENERGI ALTERNATIF UNTUK

MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh Anna Rachmawati

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Anna Rachmawati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

April 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT PADA TEMA ENERGI ALTERNATIF UNTUK

MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh :

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Pembimbing II

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Fisika Drs. Muslim, M.Pd.

NIP.196406061990031003

Achmad Samsudin, S.Pd., M.Pd. NIP.198310072008121004

Dr. Ida Kaniawati, M.Si. NIP.196807031992032001

(4)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI

MASYARAKAT PADA TEMA ENERGI ALTERNATIF UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMP

Anna Rachmawati 0809100

Pembimbing I : Drs. Muslim, M.Pd. Pembimbing II : Achmad Samsudin, S.Pd., M.Pd.

Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA-UPI ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya literasi sains siswa sehingga siswa kurang tanggap dalam menghadapi isu ilmiah berkaitan dengan energi alternatif. Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) dapat menjadi alternatif solusi dari permasalahan tersebut. Model pembelajaran STM fokus pada isu-isu ilmiah yang dihadapi masyarakat saat ini, lalu berusaha pada proses pemecahannya sebagai cara terbaik untuk menyiapkan siswa agar memiliki peran aktif dalam menghadapi permasalahan di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran STM terhadap literasi sains siswa yang meliputi 4 aspek yaitu aspek konteks, aspek kompetensi, aspek pengetahuan, dan aspek sikap. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experiment dengan desain one-group pretest-posttest design. Penelitian ini dilakukan di salah satu kelas IX SMP Negeri di Bandung. Dari hasil penelitian diketahui literasi sains siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar 45%. Untuk aspek konteks, aspek personal meningkat sebesar 20%, aspek sosial meningkat sebesar 50%, dan aspek global meningkat sebesar 45% . Untuk aspek kompetensi, aspek menjelaskan fenomena secara ilmiah meningkat 60%, aspek mengidentifikasi isu ilmiah meningkat sebesar 30%, aspek menggunakan bukti ilmiah meningkat sebesar 37%. Untuk aspek pengetahuan, pengetahuan biologi meningkat sebesar 36%, pengetahuan fisika meningkat sebesar 41%, dan pengetahuan kimia meningkat sebesar 60%. Siswa menunjukkan sikap yang positif pada aspek sikap sains. Sebanyak 78,33% menyatakan ketertarikannya terhadap sains yang berkaitan dengan energi alternatif, sebanyak 81,25% siswa menunjukkan dukungan terhadap inkuiri ilmiah, dan sebanyak 84,79% siswa menunjukkan tanggung jawab yang tinggi terhadap sumber dan lingkungan alam.

Kata Kunci: sains teknologi masyarakat, literasi sains.

ABSTRACK

This research is motivated by the lack of scientific literacy of students so that students are less responsive in the face of scientific issues relating to alternative energy. Learning models Science Technology Society (STS) can be an alternative solution to these problems. STM learning model focusing upon current issues and attempts at their resolution as the best way of preparing students for current and future citizenship roles. This study aimed to determine the implementation of the learning model STS scientific literacy of students, including four aspects: context, competence aspects, aspects of knowledge, attitudes and aspects. The method used in this study are pre-experiment with the design of a one-group pretest-posttest design. The research was conducted in one class IX Junior High School in Bandung. The results showed overall scientific literacy of students has increased by 45%. For context aspects, personal aspects increased by 20%, the social aspect is increased by 50%, and global aspects increased by 45%. For aspects of competence, explain phenomena scientifically aspect increased 60%, to identify aspects of the scientific issues increased by 30%, using aspects of scientific evidence increased by 37%. On knowledge aspects, knowledge of biology increased by 36%, the knowledge of physics increased by 41%, and chemical knowledge increased by 60%. Students showed a positive attitude to aspects of science attitude. A total of 78.33% expressed interest in the science related to alternative energy, as much as 81.25% of students show support for scientific inquiry, and as much as 84.79% of students showed high responsibility towards the environment and natural resources.

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Struktur Organisasi ... 5

BAB II MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT, LITERASI SAINS, DAN ENERGI ALTERNATIF ... 7

A. Sains Teknologi Masyarakat ... 7

B. Literasi Sains ... 13

C. Aspek-aspek Literasi Sains PISA 2006 ... 15

D. Energi Alternatif ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Metode dan Desain Penelitian ... 35

B. Subjek Penelitian ... 35

C. Definisi Operasional ... 36

D. Instrumen Penelitian ... 37

E. Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 39

F. Teknik pengolahan Data ... 45

G. Prosedur dan Alur Penelitian ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

(6)

B. Deskripsi Aktivitas Guru dan Siswa dalam Model Pembelajaran

Sains Teknologi Masyarakat ... 52

C. Hasil dan Pembahasan Penelitian ... 53

1. Peningkatan Literasi Sains Siswa Secara Keseluruhan... 53

2. Peningkatan Literasi Sains Siswa Pada Aspek Konteks ... 55

3. Peningkatan Literasi Sains Siswa Pada Aspek Kompetensi ... 57

4. Peningkatan Literasi Sains Siswa Pada Aspek Pengetahuan .. 62

5. Literasi Sains Siswa Pada Aspek Sikap Setelah pembelajaran STM ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Perangkat Pembelajaran ... 73

2. Instrumen Penelitian ... 112

3. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ... 181

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Penilaian Konteks Literasi Sains PISA 2006 ... 17

2.2 Penilaian Kompetensi Literasi Sains PISA 2006 ... 19

2.3 Penilaian Pengetahuan Literasi Sains PISA 2006 ... 21

2.4 Penilaian Sikap Sains PISA 2006 ... 23

2.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Penelitian ... 31

3.1 Kisi-kisi Soal literasi Sains ... 37

3.2 Kuesioner Sikap Literasi Sains ... 39

3.3 Klasifikasi Validitas Butir Soal ... 40

3.4 Interpretasi Reliabilitas ... 41

3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 42

3.6 Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal ... 43

3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 43

3.8 Kategori Nilai Gain Ternormalisasi ... 46

3.9 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran ... 47

4.1 Persentase Keterlaksanaan Aktivitas Guru dan Siswa Tiap Pertemuan ... 52

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Penilaian Literasi Sains PISA 2006 ... 16

2.2 Gambar Perencanaan Pembelajaran IPA Terpadu ... 19

2.3 Gambar Perencanaan Pembelajaran IPA Terpadu dalam Penelitian ... 21

2.4 Peta Konsep Energi Alternatif ... 23

3.1 Diagram Alur Penelitian ... 35

4.1 Peningkatan Literasi Sains Siswa Secara Keseluruhan ... 54

4.2 Peningkatan Aspek Konteks Literasi Sains Siswa ... 55

4.3 Peningkatan Aspek Kompetensi Literasi Sains Siswa ... 58

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A PERANGKAT PEMBELAJARAN ... 73

A.1 RPP Pertemuan 1 Energi Alternatif ... 74

A.2 RPP Pertemuan 2 Biogas Sebagai Energi Alternatif ... 80

A.3 LKS Energi Alternatif ... 86

A.4 Lembar Wawancara Siswa ... 90

A.5 LKS Pencemaran Air ... 92

A.6 Materi Ajar Terpadu Tema Energi Alternatif ... 96

LAMPIRAN 2 INSTRUMEN PENELITIAN ... 112

B.1 Lembar Judgement Instrumen Penelitian ... 113

B.2 Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 130

B.3 Tes Literasi Sains ... 145

B.4 Angket Sikap Litersai Sains ... 158

B.5 Lembar Observasi Aktivitas Belajar ... 160

LAMPIRAN C ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN ... 181

C.1 Validitas ... 182

C.2 Reliabilitas ... 183

C.3 Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 184

LAMPIRAN D INSTRUMEN PENELITIAN ... 185

D.1 Data Hasil Pretest ... 186

D.2 Data Hasil Posttest ... 187

D.3 Gain Ternormalisasi Literasi Sains Secara Keseluruhan ... 188

D.4 Gain Ternormalisasi Aspek Konteks ... 189

D.5 Gain Ternormalisasi Aspek Kompetensi ... 191

D.6 Gain Ternormalisasi Aspek Pengetahuan ... 194

D.7 Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 197

D.8 Hasil Kuesioner Sikap Sains ... 207

(10)
(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memasuki era globalisasi, Bangsa Indonesia harus siap untuk menghadapi tantangan dan permasalahan global. Fenomena ketergantungan terhadap bahan bakar minyak merupakan suatu permasalahan global yang dihadapi pula oleh Negara Indonesia. Di Indonesia terlihat kurangnya upaya dalam menggali dan mengembangkan sumber-sumber energi alternatif. Sohar (Suprapto, 2011) mengemukakan bahwa salah satu penyebab penghambat pengembangan energi baru dan terbarukan adalah anggapan masyarakat bahwa energi ini masih menjadi alternatif (pengganti) dan bukan keharusan untuk mengatasi kebutuhan energi nasional. Legowo (Hambali, 2008: 5) juga menjelaskan bahwa pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif sangat terkait dengan pemahaman masyarakat terhadap energi alternatif sendiri.

Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat belum mampu menggunakan pengetahuan sains (IPA) dalam memahami isu ilmiah dan melakukan pengambilan tindakan berkaitan dengan isu tersebut. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan energi alternatif menandakan masyarakat Indonesia belum scientifically literate (melek sains) atau belum memilki literasi sains yang tinggi.

(12)

2

sedikit situasi dan hanya pada situasi akrab (familiar). Siswa dapat menunjukkan penjelasan ilmiah yang nyata ketika secara jelas diikuti oleh suatu bukti ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan sains yang didapat siswa di sekolah belum mampu diaplikasikan dalam kehidupan siswa dalam menghadapi permasalahan sains serta upaya untuk mencari solusinya. Siswa belum memahami keterkaitan antara pengetahuan yang dimiliki dengan fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-harinya.

Finlandia sebagai negara dengan nilai literasi sains tertinggi memiliki nilai rata-rata 563 pada tahun 2006 (OECD, 2007: 63). Finlandia sendiri dalam hal energi alternatif sudah lama mengembangkannya, masyarakat menyadari betul kebutuhan akan energi alternatif di masa mendatang, sehingga seluruh warga negaranya mendukung dan berperan aktif dalam pengembangan energi alternatif. Hal tersebut dikarenakan adanya pemahaman yang utuh terhadap sains. Berdasarkan tingkatan kecakapan sains sendiri Finlandia berada pada level 4 (OECD, 2007: 43). Rata-rata siswanya sudah mampu bekerja secara efektif dengan situasi dan isu yang mungkin melibatkan fenomena nyata dan memerlukan siswa untuk membuat kesimpulan tentang peran sains dan teknologi. Siswa dapat memilih dan menggabungkan dari mata pelajaran sains dan teknologi yang berbeda kemudian menghubungkan penjelasannya secara langsung pada situasi-situasi kehidupan. Siswa sudah mampu merefleksikan dalam tindakannya dan siswa dapat mengemukakan keputusan menggunakan pengetahuan dan bukti ilmiah.

(13)

3

sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (Depdiknas, 2006: 377).

IPA seharusnya dipahami secara utuh oleh siswa, tidak cukup bagi siswa hanya dengan menguasai konsep-konsep dan teori-teori IPA saja tetapi juga paham bagaimana konsep-konsep dan teori-teori IPA tersebut akan mempengaruhi kehidupannya baik secara personal, lingkup sosial, maupun lingkup global.

Untuk menciptakan peserta didik yang melek sains (scientifically literate) dan untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA maka guru sebaiknya memperhatikan keterkaitan konsep pembelajaran dan konteksnya di dalam kehidupan. Proses pembelajaran juga sebaiknya lebih berorientasi pada masalah dan proses pemecahannya, serta lebih fleksibel dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan model pembelajaran yang relevan untuk meningkatkan literasi sains siswa berkaitan dengan permasalahan ilmiah. Model pembelajaran STM bertujuan untuk fokus terhadap isu-isu sosial yang dihadapi masyarakat saat ini, lalu berusaha pada proses pemecahannya sebagai cara terbaik untuk menyiapkan siswa agar memiliki peran aktif dalam menghadapi permasalahan di masyarakat. Dengan melakukan pembelajaran menggunakan model STM siswa akan lebih tanggap terhadap isu sosial yang ada di masyarakat dan juga dapat mengambil tindakan dan membuat keputusan secara tepat.

(14)

4

dan Kimia) diberikan secara terintegrasi karena model pembelajaran STM juga merupakan suatu pengetahuan interdisipliner sehingga siswa memperoleh pengetahuan IPA secara utuh.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana peningkatan literasi sains siswa setelah diterapkan model pembelajaran STM?”

Agar pertanyaan penelitian lebih terarah, secara operasional permasalahan penelitian dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana peningkatan literasi sains siswa pada setiap aspek konteks setelah

diterapkan model pembelajaran STM?

2. Bagaimana peningkatan literasi sains siswa pada setiap aspek pengetahuan setelah diterapkan model pembelajaran STM?

3. Bagaimana peningkatan literasi sains siswa pada setiap aspek kompetensi setelah diterapkan model pembelajaran STM?

4. Bagaimana sikap sains siswa setelah diterapkan model pembelajaran STM? Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat sebagai variabel bebas dan literasi sains sebagai variabel terikat.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai upaya untuk mengetahui:

1. Peningkatan literasi sains siswa pada aspek konteks setelah diterapkannya model pembelajaran STM.

2. Peningkatan literasi sains siswa pada aspek pengetahuan setelah diterapkannya model pembelajaran STM.

3. Peningkatan literasi sains siswa pada aspek kompetensi setelah diterapkannya model pembelajaran STM.

(15)

5

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya:

1. Bagi siswa dapat lebih peduli terhadap permasalahan ilmiah dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai serta mampu menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains

2. Bagi guru model pembelajaran STM dapat dijadikan salah satu model pembelajaran alternatif yang dapat meningkatkan literasi sains siswa.

3. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini memberikan gambaran mengenai pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran STM serta memberikan gambaran mengenai pengembangan tes literasi sains PISA.

E. Struktur Organisasi

Adapun rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab sebagai berikut. 1. Bab I Pendahuluan

a. Latar Belakang

b. Identifikasi dan Perumusan Masalah c. Tujuan Penelitian

d. Manfaat Penelitian e. Struktur Organisasi

2. Bab II Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat, Literasi Sains, dan Energi Alternatif

a. Sains Teknologi Masyarakat b. Literasi Sains

c. Aspek-Aspek Literasi Sains PISA 2006 d. Energi Alternatif

3. Bab III Metode Penelitian

a. Metode dan Desain Penelitian b. Populasi dan Sampel Penelitian c. Definisi Operasional

(16)

6

e. Teknik Analisis Instrumen Penelitian f. Teknik Pengolahan Data

g. Prosedur Penelitian

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan a. Pelaksanaan Penelitian

b. Deskripsi Aktivitas Guru dan Siswa dalam Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

c. Hasil dan Pembahasan Peningkatan Literasi Sains 5. Bab V Kesimpulan dan Saran

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011: 1). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pre experimental. Metode penelitian pre experimental digunakan untuk mengetahui sejauh mana model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dalam meningkatkan literasi sains siswa.

Desain penelitian yang digunakan yaitu One Group Pretest and Posttest Design. Pada desain penelitian ini siswa diberi tes pada saat sebelum dan setelah perlakuan dengan soal yang sama. Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 One Group Pretest and Posttest Design Keterangan:

O1 = pretestt

O2 = posttest

X = treatment (perlakuan)

B. Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di salah satu SMP negeri di Kabupaten Bandung. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011: 124). Dengan pertimbangan bahwa siswa kelas IX belum terbiasa dengan model pembelajaran STM maka

(18)

36

dipilih kelas IX C sebagai subjek penelitian dengan jumlah siswa sebanyak 30 siswa.

C. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dalam penelitian ini yaitu pembelajaran dengan menggunakan tema energi alternatif yang sedang menjadi isu di kehidupan masyarakat. Pembelajaran STM dalam penelitian ini terdiri dari lima tahap yaitu tahap invitasi/apersepsi, tahap pembentukan konsep, tahap aplikasi konsep, tahap pemantapan konsep, dan tahap evaluasi. Untuk mengukur keterlaksanaan pembelajaran digunakan lembar observasi dengan menggunakan skala 5 (skor 1-5) dan skala 4 (skor 1-4), setiap skala menggambarkan kemungkinan tahapan pembelajaran yang berlangsung di kelas. Observer memberikan skor yang sesuai dengan proses pembelajaran yang terjadi.

(19)

37

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2011: 148). Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen diantaranya tes tertulis, observasi, angket/kuesioner, dan wawancara.

1. Tes tertulis

Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan (Arikunto, 2009: 53). Dalam penelitian ini tes tertulis digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa SMP pada aspek kompetensi dan pengetahuan. Bentuk tes yang digunakan yaitu pilihan ganda, tes diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum perlakuan diberikan (tes awal) dan setelah pembelajaran dilakukan (tes akhir). Tes awal bertujuan untuk mengetahui literasi sains siswa SMP sebelum diberikan perlakuan sedangkan tes akhir bertujuan untuk mengetahui literasi sains siswa SMP setelah diberi perlakuan. Butir soal yang disusun sebanyak 22 soal.

Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Literasi Sains

No. Aspek Literasi Sains Nomor Soal

(20)

38

2. Observasi

Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2011: 203) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis, dua diantara yang penting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto, 2006: 229). Dalam penelitian ini metode observasi digunakan untuk mengetahui kesesuaian keterlaksanaan pembelajaran dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat. Observasi dilakukan pada guru dan siswa. Lembar observasi yang digunakan berupa tahapan kegiatan guru dan siswa saat pembelajaran serta tingkatan kriteria yang menggambarkan berlangsungnya tahapan tersebut. Observer kemudian menentukan skor yang paling sesuai dengan tahapan pembelajaran yang terjadi di kelas.

3. Angket/Kuesioner

(21)

39

Tabel 3.2 Kuesioner Sikap Literasi Sains

No Sikap ilmiah (attitudes) Nomor pernyataan

1. Ketertarikan terhadap sains 1, 2, 3, 4, 5

2. Mendukung inkuiri ilmiah 6, 7

3. Tanggung jawab terhadap sumber daya alam dan

lingkungan 8, 9, 10, 11

E. Teknik Analisis Instrumen Penelitian

Untuk instrumen yang berupa tes, dilakukan terlebih dahulu uji coba instrumen sebelum instrumen digunakan dalam penelitian. Setelah uji coba dilaksanakan dilakukan beberapa analisis soal, yaitu:

1. Validitas butir soal

Validitas berhubungan dengan kemampuan untuk mengukur secara tepat sesuatu yang ingin diukur (Purwanto, 2011: 114). Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.

(22)

40

Y = skor total tiap butir soal. N = jumlah siswa.

Nilai rxy yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan validitas butir

soal dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Klasifikasi Validitas Butir Soal

Nilai rxy Kriteria

0,80 < rxy 1,00 Sangat Tinggi

0,60 < rxy 0,80 Tinggi

0,40 < rxy 0,60 Cukup

0,20 < rxy 0,40 Rendah

0,00 < rxy  0,20 Sangat Rendah

(Arikunto, 2009: 75)

2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas berhubungan dengan kemampuan alat ukur untuk melakukan pengukuran secara cermat (Purwanto, 2011: 154). Lebih lanjut dijelaskan bahwa reliabilitas merupakan akurasi dan presisi yang dihasilkan oleh alat ukur dalam melakukan pengukuran. Alat ukur yang reliabel akan memberikan hasil pengukuran yang relatif stabil dan konsisten karena pengukurannya menghasilkan galat yang minimal. Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes adalah dengan menggunakan rumus K-R. 20

Reliabilitas tes dihitung dengan menggunakan perumusan :

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q= 1-p)

(23)

41

n = banyaknya item

S = standar deviasi dari tes

Nilai r11 yang diperoleh dapat diinterpretasikan untuk menentukan

reliabilitas instrumen dengan menggunakan kriteria pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria

0,80 < r11  1,00 Sangat Tinggi

0,60 < r11  0,80 Tinggi

0,40 < r11  0,60 Cukup

0,20 < r11  0,40 Rendah

0,00 < r11  0,20 Sangat Rendah

(Arikunto, 2009: 75)

3. Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran suatu butir soal adalah proporsi siswa peserta tes yang menjawab benar (Purwanto, 2011: 99). Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang anak untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi di luar jangkauan (Arikunto, 2009: 207).

Tingkat kesukaran dihitung dengan menggunakan perumusan:

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

(24)

42

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal

Nilai P Kriteria

0,00 < P 0,30 Sukar 0,31  P 0,70 Sedang

0,71  P < 1,00 Mudah

(Arikunto, 2007: 210)

4. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang tidak pandai (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2009: 211) .

Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan perumusan:

Keterangan :

DP = Daya pembeda butir soal

A

J = Banyaknya peserta kelompok atas

B

J = Banyaknya peserta kelompok bawah

A

B = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

B

B = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar

A

P = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

B

P = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

(25)

43

Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal

Nilai DP Kriteria

Instrumen penelitian yang dibuat oleh peneliti kemudian dinilai (judgement) oleh 2 orang dosen dan 1 orang guru. Selama proses penilaian dilakukan beberapa revisi terhadap instrumen sesuai dengan saran dari pen-judgement. Kemudian instrumen diuji coba di kelas IX-D di sekolah tempat penelitian akan dilakukan. Uji coba dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut telah layak digunakan untuk mengukur literasi sains siswa SMP. Data hasil coba instrumen kemudian dianalisis, Analisis tes meliputi validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Berikut merupakan hasil analisis uji coba instrumen tes.

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen No

Soal

Validitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda

Kesimpulan Indeks Kategori Indeks Kategori Indeks Kategori

(26)

44

No Soal

Validitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda

Kesimpulan Indeks Kategori Indeks Kategori Indeks Kategori

10. 0.52 Cukup 0.821 Sedang 0.41 Baik Digunakan

(27)

45

validitas sangat rendah sebesar 12% atau sebanyak 3 butir soal, yang termasuk ke dalam kategori rendah sebesar 36% atau sebanyak 9 butir soal, kategori cukup sebesar 40% atau sebanyak 10 butir soal, dan kategori tinggi sebesar 4% atau sebanyak 1 soal. Sedangkan hasil perhitungan reliabilitas keseluruhan butir soal dikatakan reliable dengan kategori reliabilitas tinggi.

Berdasarkan hasil analisis instrumen di atas maka panaliti memutusan untuk tidak menggunakan 3 butir soal dengan alasan 2 soal memiliki validitas negatif dan daya pembeda jelek, dan 1 soal memiliki validitias sangat rendah dan daya pembeda jelek. Sebanyak 7 butir soal direvisi kemudian diperbaiki dari segi konsep, bahasa dan kesesuaiannya dengan indikator. Sedangkan 3 soal yang tidak digunakan tidak berpengaruh terhadap sebaran indikator soal dan indikator literasi sains. Setelah dirasa cukup melakukan perbaikan maka penulis menetapkan untuk menggunakan 22 soal dalam penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data 1. Penskoran

Hasil pretest dan posttest kemudian dicocokkan dengan kunci jawaban. Setiap jawaban benar mendapat skor 1 dan jawaban salah atau tidak menjawab mendapat skor 0. Skor total dihitung dengan menjumlahkan skor jawaban yang benar. Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Keterangan :

S = Skor total siswa yang benar R = Jawaban siswa yang benar

2. Menghitung rerata skor gain yang dinormalisasi

(28)

46

...

(3.6)

Keterangan:

<g> = Nilai gain ternormalisasi Sf = Rerata nilai posttest

Si = Rerata npilai pretest

Nilai gain yang dinormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan kategori peningkatan literasi sains.

Tabel 3.8 Kategori Nilai Gain Ternormalisasi Rentang <g> Kategori 0.7 < (<g>) ≤ Tinggi 0.3 < (<g>) ≤ .7 Sedang (<g>) ≤ .3 Rendah

(Hake, 1998: 65)

3. Data angket aspek sikap literasi sains

Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan tersebut didukung atau ditolaknya, dengan rentang skor dari 1 hingga 4. Skor 1 untuk siswa yang memberi respon sangat tidak setuju atau tidak tertarik, skor 2 untuk siswa yang memberi respon tidak setuju atau kurang tertarik, skor 3 untuk siswa dengan respon setuju atau tertarik, skor 4 untuk siswa dengan respon sangat setuju atau sangat tertarik

... (3.7)

4. Lembar observasi

(29)

47

diberikan di kelas. Pada lembar observasi aktivitas guru dan siswa terdapat beberapa kriteria yang menggambarkan tahapan pembelajaran yang terjadi di kelas. Setiap kriteria memiliki skornya masing-masing. Adapun persentase data hasil observasi aktivitas guru dan siswa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

... (3.8)

Kriteria keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 3.9 Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran Keterlaksanaan

Model (%) Kriteria

KM=0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0<KM<25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25<KM<50 Hampir setengan kegiatan terlaksana

KM=50 Setengah kegiatan terlaksana 50<KM<75 Sebagian kegiatan terlaksana 75<KM<100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana

KM=100 Seluruh kegiatan terlaksana

Budiarti (Hakim, 2012: 46)

G. Prosedur dan Alur Penelitian

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:

1. Tahap persiapan

Persiapan yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian adalah sebagai berikut:

a. Mengkaji dan melakukan penelaahan teori-teori yang berkaitan dengan literasi sains

(30)

48

c. Menentukan tempat atau sekolah yang akan dijadikan subjek penelitian. d. Membuat surat izin penelitian ke lembaga yang berwenang untuk

mengeluarkan surat izin penelitian.

e. Diskusi dan konsultasi dengan guru mata pelajaran fisika yang terkait untuk menentukan populasi dan sampel.

f. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

g. Mengkonsultasikan dan mendiskusikan rencana pembelajaran yang telah disusun baik dengan dosen pembimbing maupun guru mata pelajaran fisika yang terkait..

h. Membuat instrumen penelitian.

i. Melakukan judgement soal literasi sains ke dua orang dosen dan satu orang guru sekolah

j. Melakukan revisi saol literasi sains

2. Tahap pelaksanaan

Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. Pelaksanaan tes awal (pretest)

b. Pelaksanaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat dengan tema energi alternatif. Observasi terhadap pelaksanaan model pembelajaran STM dilakukan bersamaan ketika pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan oleh Observer yang merupaka rekan-rekan mahasiswa. Observer mengamati proses pembelajaran dan aktivitas siswa serta aktivitas guru dan mengisi lembar keterlaksanaan tahapan dalam pembelajaran. Hasil observasi pelaksanaan model tersebut kemudian dibahas bersama setelah pembelajaran berakhir untuk dijadikan bahan perbaikan bagi pembelajaran berikutnya, sehingga pembelajaran selanjutnya diharapkan dapat lebih baik.

(31)

49

3. Tahap akhir

Tahapan akhir penelitian adalah sebagai berikut: a. Mengolah data hasil penelitian

b. Menganalisis dan membahas hasil temuan penelitian.

c. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan data untuk menjawab permasalahan penelitian.

(32)

50

Tes Literasi Sains, Kuesioner Aspek Sikap, Lembar Observasi Keterlaksanaan Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan mengenai pengaruh model pembelajaran STM untuk meningkatkan literasi sains siswa SMP, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran seperti yang dikemukakan berikut. A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa literasi sains siswa SMP meningkat setelah model pembelajaran STM diterapkan dengan rata-rata gain ternormalisasi 0,45 dan tergolong dalam kategori sedang. Berikut merupakan peningkatan berdasarkan masing-masing aspek literasi sains:

1. Literasi sains siswa pada setiap aspek konteks mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran STM. Aspek personal meningkat dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,20 dan tergolong dalam kategori rendah. Aspek sosial meningkat dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,50 dan tergolong dalam kategori sedang. Aspek global meningkat dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,45 dan tergolong dalam kategori sedang.

2. Literasi sains siswa pada setiap aspek kompetensi mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran STM. Aspek menjelaskan fenomena secara ilmiah meningkat dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,60 dan tergolong dalam kategori sedang. Aspek mengidentifikasi isu ilmiah meningkat dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,30 dan tergolong dalam kategori rendah. Aspek menggunakan bukti ilmiah meningkat dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,37 dan tergolong dalam kategori sedang.

(34)

68

4. Aspek sikap literasi sains siswa menunjukkan sikap yang positif. Sebanyak 78,33% menyatakan ketertarikannya terhadap sains yang berkaitan dengan energi alternatif. Sebanyak 81,25% siswa menunjukkan dukungan terhadap inkuiri ilmiah. Sebanyak 84,79% siswa menunjukkan tanggung jawab yang tinggi terhadap sumber dan lingkungan alam.

B. Saran

Setelah penelitian dilakukan, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek konteks personal berada

pada kategori rendah. Oleh karena itu diharapkan dalam penelitian selanjutnya meskipun isu ilmiah yang diambil merupakan fenomena global, tetapi perlu diperhatikan keterkaitannya terhadap aspek personal siswa sehingga sebaran materi pembelajaran dalam aspek konteks lebih merata.

2. Untuk dapat meningkatkan aspek kompetensi mengidentifikasi isu ilmiah sebaiknya guru membiasakan siswa untuk membaca artikel dan bahan bacaan ilmiah lainnya yang bertujuan agar siswa mengenal permasalahan yang dapat diselidiki secara ilmiah, mengidentifikasi kata-kata kunci untuk memperoleh informasi ilmiah, dan mengenali ciri-ciri kunci penyelidikan ilmiah.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Aikenhead, G.S. (2005). Research Into STS Science Education. Dalam Educación Química, Vol 16, 14 halaman. Tersedia: http://www.usask.ca/education/people/ aikenhead/research_sts_ed.pdf

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Bahriah, E.S. (2012). Pengembangan Multimedia Interaktif Kesetimbangan Kimia untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan. (2006). Panduan

Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu, Jakarta: Depdiknas.

Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan. (2006). Tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jakarta: Depdiknas.

Fogarty, R. (1991). The Mindful School - How To Integrate The Curricula. Palatine: Illionois Skylight Publishing, Inc.

Hadinugraha, S. (2012). Literasi Sains Siswa SMA Berdasarkan Kerangka PISA

2006 Pada Konten Pengetahuan Biologi. Program Sarjana pada FPMIPA

UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hake. (1998). “Interactive-engagement versus traditional methods: A six thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses”. American Journal of Physics. 66, (1), 64-74.

(36)

70

Hambali, E. et al. (2008). Teknologi Bioenergi. Jakarta : PT Agro Media Pustaka.

Holbrook, J. (2005). “Making Chemistry Teaching Relevant”. Journal Chemical Education International. 6, (1), 1-12.

Holbrook, J. dan Rannikmae, M. (2009). “The Meaning of Scientific Literacy”. International Journal of Environment and Science Education. 4, (1), 275-288.

Indrawati. (2010). “Sains Teknologi Masyarakat”. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan

Alam (PPPPTK IPA). [Online]. Tersedia:

http://www.p4tkipa.net/modul/Tahun2010/BERMUTU/KKG/Sains%20Te knologi%20Masyarakat.pdf [19 Februari 2012]

Laugksch, R.C. (1999). Scientific Literacy: A Conceptual Overview School of Education. [Online]. Tersedia: http://xa.yimg.com/kq/groups/ 28001072/ 457343979/name/Laugksch_Scientific_LiteracyScience+education+v+82+ n3+407+416+1998.pdf [3 Maret 2013].

Liliasari. (2011). “Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa

Melalui Pembelajaran”. Makalah pada Seminar Nasional, Semarang.

[Online]. Tersedia: http://liliasari.staf.upi.edu/files/2011/05/Makalah-Semnas-UNNES-2011.Liliasari.pdf [12 Oktober 2012]

Nuray, Y. et al. (2009). “The effects of Science, Technology, Society and Environment (STSE) Education on Students’ Career Planning”. US-China Education Review. 6, (8), 68-74.

OECD. (2006). Assessing Scientific, Reading and Mathematical Literacy: A

Framework for PISA 2006. [Online]. Tersedia: www.oecd.org/pisa/pisa

products/pisa2006/37464175.pdf [5 Januari 2012].

(37)

71

Parker, R. (2011). Selamatkan Bumi Kita! Krisis Energi. Jakarta: Gramedia.

Poedjiadi, A. (2010). Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Priatna, D.R. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu pada Topik Perubahan Materi untuk Meningkatkan Kompetensi Siswa SMP. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Purwanto. (2011). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Raningsih, I. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Retmana, R.L. (2010). Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk

Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP. Tesis Magister

pada SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Solbes, J. dan Vilches, A. (1996). “STS Interactions and The Teaching of Physics and Chemistry”. Paper of Seminar of Investigation and Innovation in Science Education, Spanyol.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Suprapto, H. dan Suryani, R.K. (2011, 14 Juli). Pengembangan Energi Alternatif Terhambat. Viva News [Online], Tersedia: teknologi.news.viva.co.id/news /read/233292-pengembangan-energi-alternatif-terhambat [28 Januari 2013].

Thomson, S. dan Brotoli, L.D. (2008). Exploring Scientific Literacy: How

Australia Measures Up. [Online], Tersedia:http://www.acer.edu.au/docum

(38)

72

Tim Penyusun Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Toharudin. et al. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Wilujeng, I. (2011). “Membumikan IPA Terpadu: Apa, Mengapa, dan Bagaimana

IPA Terpadu”. Makalah pada Stadium General Program Studi Pendidikan

IPA, Semarang.

Yager, R. dan Akcay, H. (2007). “What Results Indicate Concerning the Successes with STS Instruction”. The Study for Investigates The Effectiveness of The Iowa Chautauqua Professional Development Program. [Online]. Tersedia:

Gambar

Tabel
Gambar                                                                                                        Halaman
Gambar 3.1 One Group Pretest and Posttest Design
Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Literasi Sains
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan hutan produksi yang tidak produktif berupa hutan rawang (low potential forest) dan semak belukar dapat dibangun hutan tanaman menggunakan sistem silvikultur tebang

Pada hari ini, Rabu tanggal sepuluh bulan Februari tahun dua ribu enam belas , dimulai pukul 16.01 Wita sesuai dengan jadwal yang termuat pada Portal LPSE

Sumber: Design of Concrete Structure oleh Arthur H.Nilson, David Darwin dan Charles W. Nodal Zone Condition Classification

Menimbang : bahwa dalam rangka mendukung terselenggaranya tertib administrasi pemerintahan, dipandang perlu menyempurnakan Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang

Media Time Line dapat dikembangkan sebagai salah satu upaya dalam mengatasi masalah yang timbul dalam pengembangan pembelajaran sejarah dan pengarahan untuk mencapai

memberi daya rekat yang baik antara bahan dalam campuran, styrofoam akan1. bereaksi dengan polimer yang akan membentuk crosslink yang mana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kualitas Produk dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Samsung Galaxy pada Mahasiswa Universitas Sumatera

Dalam mengumpan menggunakan kaki bagian dalam, yang harus diperhatikan adalah: 1) Tempatkan kaki tumpu disamping bola, bukan kaki untuk mengumpan. 2) pada saat mengumpan