• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH X KOTA JAMBI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN-KEBIJAKAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH X KOTA JAMBI."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

DI SEKOLAH X KOTA JAMBI

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagaian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Master Pendidikan

Program Studi Pendidikan Khusus

Oleh:

JOHANDRI TAUFAN 1101133

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di

Sekolah X Kota Jambi

Oleh Johandri Taufan S.Pd UNP Padang, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Johandri Taufan 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

Johandri Taufan

NIM. 1101133

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN KEPALA SEKOLAH DALAM

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

DI SEKOLAH X KOTA JAMBI

Diketahui

Ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Djadja Rahardja, M.Ed.

(4)

ABSTRAK

JOHANDRI TAUFAN, 2013 “Kebijakan-Kebijakan Kepala Sekolah Dalam

(5)

ABSTRACK

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Halaman Pernyataan... ii

Kata Pengantar ... iii

Ucapan Terimakasih... iv

Abstrak ... vi

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A.Hakekat Kebijakan ... 11

1. Pengertian Kebijakan ... 11

2. Tahapan Kebijakan ... 12

3. Kebijakan Sekolah ... 14

4. Kebijakan yang Berhubungan dengan Pendidikan Inklusif ... 14

B.Kepala Sekolah ... 17

1. Pengertian Kepala Sekolah ... 17

2. Tugas Kepala Sekolah ... 17

3. Peran Kepala Sekolah ... 19

4. Kepemimpinan dan Kebijakan Sekolah ... 24

C.Hakekat Pendidikan Inklusif ... 25

1. Konsep Dasar Pendidikan Inklusif ... 26

(7)

3. Karakteristik Pendidikan Inklusif ... 30

4. Tujuan Pendidikan Inklusif ... 34

5. Manfaat Pendidikan Inklusif ... 35

6. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif ... 38

7. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif ... 41

8. Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ... 42

9. Indikator-indikator Keberhasilan Pendidikan Inklusif ... 43

10.Menciptakan Sekolah dan Kelas yang lebih Inklusif ... 44

11. Dukungan Kepala Sekolah ... 46

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

A.Pendekatan Penelitian ... 47

B. Informan dan Lokasi Penelitian ... 48

C.Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrument ... 49

D.Desain Penelitian ... 55

E. Definisi Konsep ... 57

F. Teknik Keabsahan Data ... 60

G.Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Hasil Penelitian ... 63

B.Pembahasan ... 107

BAB V PENUTUP ... 133

A.Kesimpulan ... 133

B. Rekomendasi ... 138

DAFTAR PUSTAKA ... 142

RIWAYAT HIDUP ... 145

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel

4.1. Wawancara dan Observasi Kebijakan kepala sekolah dalam

penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus ... 64 4.2. Wawancara dan Observasi. Kebijakan kepala sekolah dalam

perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan ... 67 4.3. Wawancara dan Observasi. Kebijakan kepala sekolah terhadap

penyesuaian kurikulum peserta didik berkebutuhan khusus ... 70 4.4. Wawancara dan Observasi guru terkait Kebijakan kepala sekolah

Terhadap penyesuaian kurikulum peserta didik berkebutuhan khusus .... 71 4.5. Wawancara dan Observasi kepala sekolah. Kebijakan kepala sekolah

terhadap kegiatan pembelajaran pada seting pendidikan inklusif ... 74 4.6. Wawancara dan Observasi guru terkait Kebijakan kepala sekolah

Terhadap kegiatan pembelajaran pada seting pendidikan inklusif ... 75 4.7. Wawancara dan Observasi. Kebijakan kepala sekolah dalam pendanaan

pendidikan inklusif ... 76 4.8. Wawancara dan observasi Kepala sekolah, guru dan orang tua.

Kebijakan kepala sekolah dalam pengadaan sarana dan prasarana

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1. Desain Kebijakan ... 56 3.2. Langkah-langkah Analisis Data Kualitiatif

(Miles dan Huberman, 1984) ... 62 4.1. Rancangan Desain Kebijakan Kepala Sekolah berdasrakan kasijan penelti dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif ... 124 4.2 Rancangan Desain Kebijakan Kepala Sekolah berdasarkan kaijan peneliti dalam Penyelenggaraan Pendidikan

Inklusif Hasil Expert Judgment oleh Pakar Kebijakan dan

Pendidikan Inklusif ... 132

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Pedoman Wawancara ... 146

Kebijakan Kepala sekolah dalam penerimaan Peserta didik berkebutuhan khusus ... 146

Kebijakan Kepala Sekolah dalam Perekrutan Tenaga Pendidik dan Kependidikan... 148

Kebijakan kepala sekolah terhadap penyesuaian kurikulum peserta didik berkebutuhan khusus ... 150

Kebijakan kepala sekolah terhadap kegiatan pembelajaran pada seting pendidikan inklusif ... …… 153

Kebijakan kepala sekolah terhadap pendanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif ... 156

Kebijakan Kepala Sekolah dalam Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Inklusif ... 158

Pemahaman masyarakat sekolah tentang pendidikan inklusif ... 160

Dukungan dari semua masyarakat sekolah terkait pengambilan kebijakan ... 163

Partisipasi dari semua masyarakat sekolah terhadap kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif ... 165

Pedoman Observasi ... 166

Pedoman Dokumentasi ... 169

Catatan Lapangan ... 171

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Semua orang

berhak untuk mendapatkan pendidikan, karena dalam Undang-Undang Dasar

tahun 1945 yang sudah di amandemen memberikan jaminan seperti yang

tercantum pada pasal 31, ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga Negara

berhak mendapatkan pendidikan, ayat (2) setiap warga Negara wajib

mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Yang

dimaksud dengan pemerintah dalam undang-undang ini adalah Pemerintah

Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota. Termasuk untuk anak yang berkebutuhan

khusus dan yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Hal ini

sejalan dengan seruan Internasional Education for All (EFA) yang

dikumandangkan UNESCO sebagai kesepakatan global yaitu World

Education Forum di Dakar, Sinegal tahun 2000 bahwa penuntasan EFA diharapkan tercapai pada tahun 2015 dan Indonesia termasuk dalam

kesepakatan itu.

Oleh sebab itu, penyelenggaraan pendidikan hendaknya memberikan

jaminan bahwa setiap anak akan mendapat pelayanan untuk mengembangkan

potensinya secara individual. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar

1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa setiap warganegara

mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan. Hal ini

menunjukkan bahwa anak yang berkebutuhan khusus berhak pula

memperoleh kesempatan yang sama seperti anak lainnya (anak normal) dalam

mengakses pendidikan.

Pendidikan inklusif sebagai sebuah pendekatan untuk memenuhi

kebutuhan pendidikan dan belajar dari semua anak, remaja dan orang dewasa

(12)

terpinggirkan dan terabaikan. Prinsip pendidikan inklusif diadopsi dari.

Konfrensi Salamanca tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus (UNESCO,

1994) dan di ulang kembali pada Forum Pendidikan Dunia di Dakar tahun

2000. Pendidikan inklusif mempunyai arti bahwa: sekolah harus

mengakomodasi semua anak tanpa memperdulikan keadaan fisik, intelektual,

social, emosi, bahasa, atau kondisi-kondisi lain, termasuk anak-anak

penyandang cacat, anak-anak berbakat (gifted children), pekerja anak dan

anak jalanan, anak di daerah terpencil, anak-anak dari kelompok etnik dan

bahasa minoritas dan serta anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan

dari kelompok masyarakat (Salamanca Statement, 1994).

Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang melihat

bagaimana mengubah sistem pendidikan agar dapat merespon dan menerima

keberagaman peserta didik, dengan tujuan guru dan siswa merasa nyaman

dalam keberagaman, dan melihat keberagaman sebagai suatu tantangan dan

pengayaan dalam lingkungan belajar, karena keberagaman bukanlah suatu

masalah yang harus ditakuti. Skjørten (2003; 50) menyatakan bahwa legislasi

dan peraturan saja tidak cukup untuk dapat melaksanakan inklusif. Proses

menuju inklusif ini panjang dan, antara lain, membutuhkan: 1) perubahan hati

dan sikap, 2) reorientasi yang berkaitan dengan asesmen, metode pengajaran

dasn manajemen kelas, termasuk penyesuaian lingkungan, 3) redefinisi peran

guru dan realokasi sumber daya manusia, 4) redefinisi peran SLB yang ada,

misalnya, dapatkah sekolah-sekolah ini secara bertahap mulai berfungsi

sebagai pusat sumber yang ekstensif?, 5) penyediaan bantuan professional

bagi para guru dalam bentuk: (a) reorientasi pendidikan guru sehingga

guru-guru baru dapat memberikan kontribusi kepada proses menuju inklusif dan

bersikap fleksibel jika diperlukan, (b) reorientasi pelatihan dalam jabatan dan

penataran guru, kepala sekolah dan guru kelas sehingga mereka juga akan

dapat memberikan kontribusi terhadap proses menuju inklusi dan bersikap

fleksibel jika diperlukan, dan (c) layanan guru kunjung menurut kebutuhan,

6) pembentukan, peningkatan dan pengembangan kemitraan antara guru dan

(13)

pertukaran pengalaman, bantuan dan nasehat. Menurut Stubbs (2002; 10), ada

tiga faktor utama penentu keberhasilan penyelenggaraan pendidikan inklusif,

yaitu: 1) kerangka kerja yang kuat, meliputi nilai-nilai, keyakinan,

prinsip-prinsip utama, indikator keberhasilan; 2) implementasi dalam budaya dan

konteks lokal; dan 3) monitoring partispatori berkesinambungan.

Dalam memulai menyelenggarakan pendidikan inklusif di sekolah,

perlu adanya sikap penerimaan dari hati, karena tanpa adanya sikap

menerima tersebut, maka pelaksanaan pendidikan inklusif tidak bisa

berjalan sebagaimana mestinya. Di sini kepala sekolahlah yang sangat

berperan dalam pengambilan keputusan untuk menyelenggarakan

pendidikan inklusif disekolahnya. Kebijakan-kebijakan yang diambil

merupakan hasil dari keputusan dan ketetapan yang di diskusikan secara

bersama-sama. Majunya sebuah organisasi dan lembaga itu semua

tergantung dari kemampuan manajemen pemimpinnya, termasuk juga

sekolah. Kepala sekolah adalah penanggung jawab pelaksanaan pendidikan

di sekolah termasuk didalamnya adalah penanggung jawab pelaksanaan

administrasi sekolah.

Bagi sekolah, kepemimpinan kepala sekolah mempunyai peranan

penting dalam mewujudkan sekolah inklusif, terutama bagaimana

mengembangkan budaya organisasi yang inklusif, mendorong kinerja guru

lebih tinggi, memotivasi guru, melakukan kerjasama dengan berbagai pihak

(orang tua, para ahli, dan stakeholder lainnya). Kepala sekolah memiliki

kewenangan dalam menerjemahkan kebijakan dari pimpinan lebih tinggi

sesuai dengan visi, misi dan sasaran sekolah yang mengacu kepada sumber

daya di dalam dan luar sekolah. Kepala sekolah dengan otonomi yang lebih

luas memiliki kewenangan utnuk membuat kebijakan pengembangan

sekolah. Karena itu, kebijakan pengembangan sekolah perlu dipahami agar

formulasi kebijakan dapat diarahkan untuk mencapai kualitas unggul dalam

(14)

Keberadaan sekolah sebagai lembaga formal penyelenggaraan

pendidikan memainkan peran strategis dalam keberhasilan sistem

pendidikan nasional. Kepala sekolah sebagai manajer dan pemimpin adalah

bertanggung jawab dalam menerjemahkan dan melaksanakan kebijakan

pendidikan nasional yang ditetapkan pemerintah (Syafaruddin, 2008).

Berawal dari UUD 1945, Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan

presiden, instruksi presiden, keputusan menteri, sampai kepada peraturan

daerah provinsi, peraturan daerah kabupaten dan kota, kemudian

diterjemahkan dan dilaksanakan oleh kepala sekolah untuk menyentuh

langsung keperluan stakholders pendidikan, khususnya anak didik. Jadi,

setiap kebijakan harus selalu berhubungan dengan kesejahteraan dan

pencerdasan masyarakat.

Sebagai pemimpin, keberadaan kepala sekolah menduduki peran yang

amat penting dalam melaksanakan kebijakan pimpinan puncak (top leader)

untuk mengelola seluruh sumber daya yang dapat mendukung pencapaian

keunggulan sekolah. Mengacu kepada hasil penelitian terhadap sekolah di

British, menurut Duke dan Candy (Syafaruddin ; 2008) ada beberapa fokus

kebijakan sekolah, yaitu: (1) melibatkan staf dalam pengambilan keputusan,

(2) kurikulum, (3) imbalan dan hukuman, (4) keterlibatan orang tua, (5)

peluang bagi pelajar, (6) iklim sekolah.

Perlu dicermati oleh kepala sekolah dalam membuat kebijakan baru

adalah menciptakan keadaan baru. Suatu kebijakan baru merupakan

penciptaan keadaan baru dari rutinitas yang memungkinkan mendapat

penolakan dari personel sekolah. Karena itu, perlu melibatkan personel

sekolah dalam membuat dan mengimplementasikan kebijakan baru sekolah

supaya ada proses pembelajaran, dan komitmen dalam keberhasilan

kebijakan meningkatkan mutu sekolah.

Kebijakan merupakan salah satu dari dimensi dalam indeks inklusi.

Indeks untuk Inklusi adalah satu set bahan untuk memandu sekolah melalui

(15)

masyarakat yang mendukung dan mendorong prestasi tinggi untuk semua

staf dan mahasiswa. Indeks Inklusi meliputi tiga dimensi perkembangan

sekolah yang saling terkait yaitu menciptakan budaya inklusif, membuat

kebijakan-kebijakan inklusif, dan mengembangkaan praktik-praktik inklusif.

Dimensi-dimensi tersebut mengarahkan cara berpikir kearah perubahan

sekolah yang lebih inklusif, oleh karena itu semua rencana perubahan

sekolah harus memperhatikan ketiga dimensi tersebut, sehingga dengan

adanya budaya inklusif dalam sekolah, perubahan kebijakan dan praktik

diharapkan akan dapat dijaga terus oleh semua komunitas yang ada

disekolah. Indeks inklusi menawarkan sebuah proses review diri dan

perkembangan yang bersifat mendukung atau suportif pada sekolah

inklusif, proses tersebut mengacu pada pandangan kepala sekolah, guru,

karyawan, siswa, orang tua, serta anggota komunitas lingkungan sekitar

yang lain. Pada sekolah Inklusif memerlukan dilakaukannya pengamatan

yang detail untuk mengetahui bagaimana hal-hal yang menghambat

partisipasi dan proses pembelajaran siswa dapat dikurangi.

Pada dimensi kebijakan, kebijakan-kebijakan inklusif yang

memastikan bahwa inklusi dilakukan di semua rencana sekolah,

kebijakan-kebijakan yang dibuat mendorong adanya partisipasi siswa dan staf sejak

pertama kali mereka menjadi bagian dari sekolah, menjangkau semua siswa

di lingkungan sekolah, serta meminalisir adanya tekanan ekslusioner, semua

kebijakan menggunakan strategi perubahan yang jelas, yang dimaksud

dengan dukungan di sini adalah semua kegiatan yang meningkatkan

kapasitas sekolah untuk menanggapi perbedaan siswa. Semua bentuk

dukungan dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip inklusif dan

disatukan dalam sebuah kerangka tunggal.

Tahun 2004 pendidikan inklusif di Provinsi Jambi baru mulai dirintis

dengan ditunjuknya tiga Sekolah Dasar Negeri, yaitu satu di Kota Jambi,

satu di Kabupaten Muara Jambi dan satu lagi di Kabupaten Bungo. Di tiga

(16)

kesulitan yang perlu mendapatkan perhatian dan bantuan dari berbagai

pihak. Adapun dalam proses penyelenggaraan pendidikan inklusif tidaklah

mudah. Hambatan-hambatan yang sering terjadi pada sekolah

penyelenggara pendidikan inklusif ini adalah kurangnya dukungan dari

berbagai pihak setempat. Namun seiring dengan meningkatnya kesadaran

(rasa penerimaan, keterbukaan, keingintahuan) khususnya dari kepala

sekolah dan sebagian guru reguler kini sekolah inklusif makin berkembang.

Pendidikan inklusi di Jambi bukan hanya berlangsung di beberapa

Sekolah Dasar tetapi juga di beberapa SMP dan SMA/SMK. Daftar siswa

inklusi Propinsi Jambi hingga Maret 2012 terdapat 72 orang siswa inklusi

yang terdiri dari siswa SD, SMP dan SMA/SMK (Sumber dari Ketua

Forum Komunikasi Inklusi Propinsi Jambi, Maret 2012)

Fenomena yang peneliti temukan dilapangan, tepatnya di salah satu

Sekolah X di Kota Jambi ini adalah, peneliti menemukan bahwasanya

Sekolah X telah menyelenggarakan pendidikan inklusif sejak tahun 2004

lalu dan merupakan sekolah pertama yang menyelenggarakan pendidikan

inklusif di sekolahnya. Di tengah minimnya dukungan dari pemerintah

daerah setempat terkait penyelenggaraan pendidikan inklusif, menjadikan

Sekolah X Kota Jambi tidak patah semangat untuk tetap konsisten dalam

menyelenggarakan pendidikan inklusif, bahkan Sekolah X Kota Jambi lebih

berusaha sendiri untuk mensukseskan penyelenggaraan pendidikan inklusif

ini. Penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X ini berjalan dengan

baik, diantaranya terlihat adanya sikap penerimaan dari semua masyarakat

sekolah terhadap peserta didik berkebutuhan khusus,

penerimaan-penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah tersebut pun

sangat terbuka, di adakannya sarana dan prasarana yang mendukung peserta

didik berkebutuhan khusus untuk menggunakannya, dan penyesuaian

kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan khusus yang di buat fleksibel.

Saat ini pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi bukanlah

(17)

itu pendidikan inklusif. Berbagai macam dukungan dari masyarakat sekolat

terkait kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif ini, karena semua

masyarakat sekolah sangat bersemangat dalam penyelenggaraannya.

Semangat dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif ini terlihat dengan

adanya partisipasi yang mendukung terlaksananya penyelenggaraa

pendidikan inklusif ini. Suksesnya penyelenggaraan pendidikan inklusif di

Sekolah X kota Jambi tersebut tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang

dibuat oleh kepala sekolah.

Adapun proses menuju sekolah penyelenggara pendidikan inklusif ini

tidaklah mudah. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan perjuangan dan tingkat

kesabaran yang cukup tinggi, karena tidak serta merta guru, komite dan

siswa maupun orang tua menerima keputusan tersebut. Terlebih Sekolah

Dasar X Kota Jambi selama dari tahun 2004 telah melakukan tiga kali

pergantian kepala sekolah, sehingga dalam proses pengambilan

kebijakannya tidaklah mudah. Beberapa faktor mempengaruhi dalam

pengambilan kebijakan-kebijakan terkait pelaksanaan pendidikan inklusif

ini, ada yang mendukung dan adapula yang menolak kebijakan tersebut.

Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu memberikan penjelasan

yang jelas terkait kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif

di sekolahnya.

Terkait kebijakan-kebijakan yang di buat kepala sekolah dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif inilah yang mendasari peneliti tertarik

atas fenomena tersebut, dan ingin mengkaji kebijakan-kebijakan kepala

sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, karena tidak banyak

kepala sekolah yang berkeinginan untuk menyelenggarakan pendidikan

inklusif di sekolah nya. Di Provinsi Jambi sendiri belum ada yang mengatur

terkait kebijakan-kebijakan penyelenggaraan sekolah inklusif, baik itu

Peraturan Daerah atau pun Peraturan Gubernurnya, sehingga sosialisasi

(18)

Berangkat dari fenomena tersebut di atas, maka peneliti ingin

meneliti lebih dalam secara sistematis mengenai “Kebijakan –kebijakan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota Jambi”, sehingga kebijakan-kebijakan kepala sekolah ini mampu

mendorong partisipasi dari sekolah-sekolah lainnya agar bisa

menyelenggarakan sekolah inklusif secara bersama-sama, dan mendapatkan

dukungan dari pemerintah lebih baik lagi, khususnya di Kota Jambi.

Adapun kebijakan-kebijakan yang maksud merupakan usaha-usaha yang

dilakukan kepala sekolah untuk mengembangkan pendidikan inklusif agar

dalam proses penyelenggaraannya dapat berjalan.

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian

Adapun fokus dari penelitian ini adalah Bagaimana “Kebijakan – kebijakan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di

Sekolah X Kota Jambi?”

Berdasarkan fokus masalah tersebut, selanjutnya diuraikan dalam

pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana kondisi faktual kebijakan kepala sekolah dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi?

2. Apa peran kepala sekolah dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaaraan pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi?

3. Apa yang menjadi pendukung dan penghambat kepala sekolah dalam

pengambilan kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah

X Kota Jambi?

4. Bagaimana rancangan desain kebijakan kepala sekolah berdasarkan hasil

kajian peneliti dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X

(19)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang

kebijakan-kebijakan yang diambil kepala sekolah dalam penyelenggaraan

pendidikan inklusif. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menemukan

dan mengkaji:

1. Kondisi faktual kebijakan kepala sekolah dalam penyelenggaraan

pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi

2. Peran kepala sekolah dalam pengambilan kebijakan penyelenggaraan

pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi

3. Pendukung dan penghambat kepala sekolah dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi

4. Rancangan desain kebijakan kepala sekolah berdasarkan hasil kajian

peneliti dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X Kota

Jambi

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat berguna baik itu untuk

keperluan peneliti sendiri, orang tua, guru, kepala sekolah, sekolah, dan Dinas

Pendidikan.

a. Bagi peneliti, selain peneliti bisa mengetahui kebijakan-kebijakan yang di

laksanakan kepala sekolah untuk mengembangkan pendidikan inklusif,

peneliti juga dapat mengetahui sejauh mana pendidikan inklusif ini

berjalan pada sekolah tersebut serta dapat membantu kepala sekolah

dalam merancang sebuah desain kebijakan yang nantinya kebijakan yang

dikeluarkan lebih terarah.

b. Bagi orang tua, penelitian ini bermanfaat agar orang tua dapat mengetahui

(20)

dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif ini, serta dapat mendukung

kebijakan tersebut.

c. Bagi guru, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui dan memahami

serta menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah di tetapkan kepala

sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah X.

d. Bagi kepala sekolah, manfaat dari penelitian ini agar kepala sekolah lebih

mengetahui peran kepala sekolah dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif, dan agar kebijakan-kebijakan yang

di buat dapat diterima oleh semua pihak.

e. Bagi Dinas Pendidikan, diharapkan manfaat dari penelitian ini Dinas

Pendidikan lebih memperhatikan sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif, dan bisa mensosialisaikan sekolah inklusif ini ke semua sekolah

(21)

Johandri Taufan, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Menurut Mely G. Tan (Silalahi, 2009: 28)

mengatakan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan menggambarkan

secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu,

atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi

adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat.

Selanjutnya Nazir (2003: 63) mengemukakan pendapatnya berkaitan dengan

metode kualitatif yang bersfiat deskriptif sebagai berikut:

Metode deskriptif adalah suatu metode dengan meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun sistem peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

A. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

fokus penelitian dan tujuan penelitian maka pendekatan penelitian yang

digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dimana penelitian kualitatif menurut

Sugiyono (2008: 13) adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti

pada kondisi objek alamiah. Penelitian kualitatif harus mendasarkan pada

asumsi bahwa realitas merupakan dinamika. Tugas peneliti menjaring data

secara luas, mendalam, sehingga dapat ditarik menjadi suatu kesimpulan yang

absah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Moleong (2004), bahwa:

“Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, prilaku,

persepsi, motivasi, tindakan secara holistik, dengan cara deskripsi dalam

(22)

Johandri Taufan, 2013

Kebijakan-Kebijakan Kepala Sekolah Dalam Menyelenggarakan Pendidikan Inklusif Di Sekolah X Kota Jambi

Lebih lanjut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2004) mengemukakan lima

karakteristik utama dari penelitian kualitatif, sebagai berikut:

1. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama untuk mendatangi secara

langsung sumber data.

2. Menyimpulkan data yang dikumpul dalam penelitian ini lebih cenderung

dalam bentuk kata-kata dari pada angka.

3. Menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses,

tidak semata-mata kepada hasil.

4. Melalui analisis induktif peneliti mengungkapkan makna dari keadaan

yang diamati.

5. Mengungkapkan makna sebagai hasil yang esensial dari pendekatan

kualitatif.

Richie (Moleong, 2004) juga mengemukakan bahwa penelitian

Kualitatif adalah “ Upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang

manusia yang diteliti”. Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji fenomena-fenomena mengenai Kebijakan-kebijakan Kepala Sekolah dalam

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota Jambi.

B. Informan dan Lokasi Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, guru, pengawas

Provinsi, pengawas Kota, Koordinator pendidikan Inklusif Provinsi, orang

tua, pendamping siswa, dan siswa yang berada di sekolah penyelenggara

pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota Jambi.

Lokasi dalam penelitian ini adalah Sekolah yang menyelenggarakan

pendidikan Inklusif. Adapun Sekolah yang di pakai dalam penelitian ini

adalah Sekolah X Kota Jambi. Sekolah Dasar ini ditunjuk langsung oleh

pemerintah Provinsi sebagai sekolah yang pertama dalam menyelenggarakan

pendidikan Inklusif pada tahun 2004. Adapun penetapan pemilihan lokasi

(23)

Johandri Taufan, 2013

1. Sekolah X Kota Jambi merupakan sekolah pertama kali yang ditunjuk

sebagai sekolah penyelenggara pendidikan Inklusif.

2. Jumlah siswa berkebutuhan khusus di Sekolah X Kota Jambi adalah yang

paling terbanyak.

3. Sekolah X Kota Jambi merupakan sekolah yang setiap tahunnya menerima

siswa berkebutuhan khusus.

4. Merupakan rujukan dari pengawas sekolah dan koordinator pendidikan

inklusif.

C. Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrument

1. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan data yang diambil oleh peneliti mengenai

Kebijakan-kebijakan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di

Sekolah X Kota Jambi, maka peneliti akan terjun langsung kelapangan

untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, dengan menggunakan alat

pengumpulan data dan berupa pedoman observasi, wawacara dan studi

dokumentasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai

berikut:

a. Observasi

Menurut Nasution (2009: 107) observasi sebagai alat

pengumpul data harus sistematis artinya observasi serta pencatatannya

dilakukan menurut prosedur dan aturan-aturan tertentu sehingga dapat

diulangi kembali oleh peneliti lain. Observasi sistematis di gunakan

selama penelitian berlangusung untuk mencermati fenomena-fenoma

di lapangan sejak tahap studi orientasi, implementasi, sampai evaluasi.

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini untuk melihat

Kebijakan-kebijakan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan

Pendidikan Inklusif di sekolah X kota Jambi.

(24)

Johandri Taufan, 2013

Kebijakan-Kebijakan Kepala Sekolah Dalam Menyelenggarakan Pendidikan Inklusif Di Sekolah X Kota Jambi

Wawancara digunakan dalam rangka memperoleh data

informasi verbal secara langsung dari sumber data. Wawancara yang

digunakan untuk mewawancarai para key informant yang dianggap

sebagai tokoh kunci dalam penelitian yaitu, kepala sekolah, pengawas

provinsi dan kota, koordinator inklusif di Kota Jambi, guru, orang tua,

dan siswa. Adapun wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara terstruktur. Peneliti menggunakan pedoman

wawancara agar tidak keluar dari fokus penelitian yang telah

ditentukan.

c. Dokumentasi

Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa

diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan

harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan

sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk

menggali infromasi yang terjadi di masa silam.Peneliti perlu memiliki

kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga

tidak sekadar barang yang tidak bermakna.

2. Pengembangan Instrument

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan manusia sebagai

instrument utama yaitu peneliti sendiri, karena instrument manusia dalam

penelitian kualitatif dipandang lebih cermat dan teliti. Sebagai instrument

dalam menjaring data, peneliti juga menggunakan instrument

pengumpulan data berupa pedoman wawancara, pedoman observasi, dan

(25)

KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN

Kebijakan-Kebijakan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota Jambi

PERTANYAAN

PENELITIAN ASPEK INDIKATOR

TEKNIK

1. Penerimaan peserta didik

2. Perekrutan tenaga pendidik

dan kependidikan

3. Kurikulum

4. Proses Kegiatan Belajar

5. Pendanaan

6. Sarana Prasarana

1.Bagaimana kebijakan kepala sekolah

dalam penerimaan peserta didik

berkebutuhan khusus?

2.Bagaimana kebijakan kepala sekolah

dalam perekrutan tenaga pendidik dan

kependidikan?

3.Bagaimana kebijakan kepala sekolah

dalam penyesuaian kurikulum untuk

peserta didik berkebutuhan khusus?

4.Bagaiamana kebijakan kepala sekolah

dalam kegiatan belajar pada seting

pendidikan inklusif?

5.Bagaimana kebijakan kepala sekolah

dalam pendanaan penyelenggaraan

(26)

Johandri Taufan, 2013

Kebijakan-Kebijakan Kepala Sekolah Dalam Menyelenggarakan Pendidikan Inklusif Di Sekolah X Kota Jambi 6.Bagaimana kebijakan kepala sekolah

1 2 3 4 5 6

dalam pengadaaan sarana dan

prasarana pendidikan inklusif?

1. Kepala sekolah sebagai

educator

2. Kepala sekolah sebagai

manajer

3. Kepala sekolah sebagai

administrator

4. Kepala sekolah sebagai

supervisor

5. Kepala sekolah sebagai

leader

6. Kepala sekolah sebagai

innovator

7. Kepala sekolah sebagai

motivator

1. Apa kebijakan kepala sekolah sebagai

educator dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif?

2. Apa kebijakan kepala sekolah sebagai

manejer dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif?

3. Apa kebijakan kepala sekolah sebagai

administrator dalam pengambilan

kebijakan penyelenggaraan pendidikan

inklusif?

4. Apa kebijakan kepala sekolah sebagai

supervisior dalam pengambilan

kebijakan penyelenggaraan pendidikan

inklusif?

5. Apa kebijakan kepala sekolah sebagai

leader dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif?

wawancara Pedoman

wawancara

(27)

6. Apa kebijakan kepala sekolah sebagai

1 2 3 4 5 6

innovator dalam pengambilan

kebijakan penyelenggaraan pendidikan

inklusif?

7. Apa kebijakan kepala sekolah sebagai

motivator dalam pengambilan

kebijakan penyelenggaraan pendidikan

1.Pemahaman kepala sekolah terhadap

pendidikan inklusif.

2.Dukungan dari semua masyarakat

sekolah terkait pengambilan kebijakan.

3.Partisipasi dari semua masyarakat

sekolah terhadap kebijakan

(28)

Johandri Taufan, 2013

Kebijakan-Kebijakan Kepala Sekolah Dalam Menyelenggarakan Pendidikan Inklusif Di Sekolah X Kota Jambi

2 3 4 5 6

Rancangan desain

kebijakan kepala

sekolah berdasarkan

hasil kajian peneliti

dalam

penyelenggaraan

pendidikan inklusif di

Sekolah X Kota Jambi

Proses Pengambilan Kebijakan 1.Formulasi kebijakan kepala sekolah

dalam penyelenggaraan pendidikan

inklusif.

2.Implementasi kebijakan kepala sekolah

dalam penyelenggaraan pendidikan

inklusif.

3.Evaluasi kebijakan kepala sekolah

dalam penyelenggaraan pendidikan

inklusif.

Observasi

Wawancara

1. Pedoman

observasi

2. Pedoman

wawancara

(29)

D. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana tentang cara mengumpulkan dan

menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi

dengan tujuan penelitian itu (Nasution, 2009: 23). Untuk menerapkan metode

ilmiah dalam praktek penelitian, maka diperlukan suatu desain penelitian

yang sesuai dengan kondisi, seimbang dengan dalam dangkalnya penelitian

yang akan dikerjakan.

Di mulai dengan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal

30 Juni 2012 dan studi kepustakaan, peneliti mendapatkan beberapa masukan

terkait Kebijakan-kebijakan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan

Pendidikan Inklusif. Dengan teknik pengumpulan data yaitu obesrvasi,

wawancara dan dokumentasi, maka ditemukanlah beberapa ruang lingkup

dalam penelitian ini, yang selajutnya akan dilakukan teknik keabsahan dan

teknik analisis data. Dari hasil tersebut didapatkanlah hal-hal terkait

mengenai kebijakan-kebijakan kepala sekolah dalam penyelenggaraan

pendidikan inklusif, yang selanjutnya dibuat keseimpulan dan saran serta

rekomendasi.

Untuk selanjutnya desain penelitian tersebut digambarkan pada bagan

(30)

DESAIN PENELITIAN

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

DI SEKOLAH X KOTA JAMBI

HASIL ANALISIS

Kesimpulan Rekomendasi dan Saran

Kondisi factual

DI SEKOLAH X KOTA JAMBI

(31)

E. Definisi Konsep

1. Kebijakan

Kebiajakan (policy) secara etimologi (asal kata) diturunkan dari

bahasa Yuani, yaitu “Policy” yang artinya kota (city). Dapat ditambahkan, kebijakan mengacu kepada cara-cara dari semua bagian pemerintah

mengarahkan untuk mengelola kegiatan mereka. Dalam hal ini, kebijakan

berkenaan dengan gagasan pengaturan organisasi dan merupakan pola

formal yang sama-sama diterima pemerintah/lembaga sehingga dengan hal

itu mereka berusaha mengejar tujuannya (Monahan dan Hengst dalam

Syafaruddin, 2008: 75).

Definisi lain dijelaskan oleh Gamage dan Pang (Syafaruddin, 2008:

75), “kebijakan adalah terdiri dari pernyataan tentang sasaran dan satu atau

lebih pedoman yang luas untuk mencapai sasaran tersebut sehingga di

capai yang dilaksanakan bersama dan memberikan kerangka kerja bagi

pelaksanaan program”.

Ada tiga proses kebijakan, yaitu: formulasi, implementasi, dan

evaluasi (Putt dan Springer, dalam Syafaruddin, 2008: 81). 1. Formulasi

Kebijakan mengandung beberapa isi penting yang dijadikan sebagai

pedoman tindakan sesuai yang direncanakan. Adapun isi kebijakan

mencakup: a. kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan, b. jenis

manfaat yang akan dihasilkan, c. derajat perubahan yang diinginkan, d.

kedudukan pembuat kebijakan, e. (siapa) pelaksana program, f. sumber

daya yang dikerahkan. 2. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah

cara yang dilaksanakan agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya

(Dwijowijoto, 2003: 158). Dijelaskan pula oleh Putt dan Springer

(Syafaruddin, 2008: 86) implementasi kebijakan adalah serangkaian

aktivitas dan keputusan yag memudahkan pernyataan kebijakan dalam

formulasi terwujud ke dalam praktik organisasi. 3. Evaluasi Kebijakan,

menurut Putt dan Springer (Syafaruddin, 2008: 88) menjelaskan evaluasi

(32)

Mengacu kepada Dunn (2003) evaluasi kebijakan dapat disamakan dengan

penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian

(assessment).Dengan demikian, evaluasi berkenaan dengan produksi

informan mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan.

2. Kepala Sekolah

Sedangkan Kepala sekolah bersal dari dua kata yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu

organisasi atau sebuah lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di

mana menjadi tempat menerima dan memberi pelejaran. Jadi secara umum

kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu lembaga di

mana temapat menerima dan memberi pelajaran. Wahjosumidjo (2002: 83)

mengartikan bahwa: “Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional

guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana

diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi

interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima

pelajaran. Sementara Rahman dkk dalam Sri Damayanti (2008)

mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan

fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan structural (kepala

sekolah) di sekolah”.

Dari penjelesan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan kepala

sekolah adalah hasil keputusan yang dibuat oleh kepala sekolah untuk

seseorang atau sekelompok orang untuk suatu tujuan yang diinginkan

secara bersama-sama.

3. Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi

adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.

Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang,

tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun

(33)

berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak

dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu

dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar

kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.Menurut Permendiknas No 70

Tahun 2009 pasal 1 menyatakan:

Pendidikan Inklusif adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

UNESCO 1994 (Alimin; 2008), memberikan gambaran bahwa:

Pendidikan inklusif berarti bahwa sekolah harus mengakomodasi semua anak, tanpa kecuali ada perbedaan secara fisik, intelektual, social, emosional, bahasa, atau kondisi lain, termasuk anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak jalanan, anak yang bekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa minoritas dan kelopok anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan.Inilah yang dimaksud dengan one school for all.

Sementara menurut Juang Sunanto (2004: 3) mengemukakan

pendidikan inklusif adalah:

Pendidikan yang memberikan layanan kepada setiap anak, tidak terkecuali. Tanpa memandang kondisi fisik, mental, intelektual, social, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat tinggal, bahasa dan sebagainya.Semua anak belajar bersama baik dikelas/sekolah formal maupun non formal yang berada di tempat tinggalnya yang diseduaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak.

Dari berbagai pendapat dan teori di atas dapat disimpulkan bahwa

Sekolah Penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah formal yang

mengikutsertakan anak-anak berkebutuhan khusus dalam pembelajaran

bersama siswa-siswa umunya, dengan mengakomodir seluruh kebutuhan

(34)

F. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data yang berhubungan dengan masalah seberapa jauh

kebenaran dan kenetralan hasil penelitian ini diperoleh melalui beberapa

kegiatan. Adapun menurut Moleong (2012) mengemukakan beberapa teknik

keabsahan data yang diuraikan sebagai berikut:

1. Perpanjangan keikutsertaan

Dalam penelitian kualitatif peneliti adalah instrument itu

sendiri.Keikutsertaan peneliti itu sendiri sangat menetukan dalam

pengumpulan data.Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam

waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar

penelitian.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri atau

unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang

dicari kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci dan

teliti terhadap faktor-faktor yang menonjol. Dengan demikian didapatlah

informasi secara mendalam mengenai Kajian Kebijkan-Kebijakan Kepala

Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota

Jambi.

3. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding data itu. Jadi triangulasi merupakan

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau keabsahan

data dengan memanfaatkan sesuatu yang diluar data itu sendiri. Teknik

yang dipakai melalui sumber yaitu memandingkan derajat kepercayaan

dari obeservasi dan wawancara dengan subjek sendiri serta pihak terkait

(35)

4. Analisis Kasus Negatif

Teknik analisis kasus negative dilakukan dengan jalan mengumpulkan

contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecendrungan

informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan

pembanding.

5. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau

hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan

sejawat. Teknik ini mengandung beberapa maksud sebagai salah satu

teknik pemeriksaan keabsahan data.

6. Mengadakan audit dengan dosen pembimbing yang bertujuan untuk

memeriksa kelengkapan dan ketelitian yang dilakukan sehingga timbul

keyakinan bahwa yang diperoleh adalah tepat mencapai kebenaran yang

diharapkan.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Sugiyono (2008) adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan, dan dokumentansi dengan cara mengorganisasikan data kedalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilih nama yang penting dan yang perlu dipelajari, dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun

orang lain.

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis data yang dikemukakan oleh Nasution (2003). Adapun analisis data

yang maksud adalah

1. Reduksi Data (Penyajian Data)

Reduksi data berarti mengambil bagian pokok atau intisari dari data yang

telah diperoleh yang mencakup kondisi faktual kebijakan kepala sekolah

(36)

kepala sekolah dalam pengembilan kebijakan penyelenggaraan pendidikan

inklusif di Sekolah X Kota Jambi, pendukung dan penghambat kepala

sekolah dalam pengambilan kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif

di Sekolah X Kota Jambi dan desain kebijakan kepala sekolah dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi. Data

tersebut kemudian marangkum dan mencari tema atau pola dari setiap data

agar mudah dipahami.

2. Display Data (Pengelompokan Data)

Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan sistematis

rumusan masalah kemudian disajikan dalam deskriptif sehingga data mudah

dibaca dan dipahami serta mampu menggambarkan keseluruhan atau

bagian-bagian tertentu dari penelitian.

3. Vervikasi Data (Penarikan Keseimpulan)

Penarikan keseimpulan dilakukan sejak dari aawal hingga akhir proses

penelitian guna mempermudah peneliti untuk mendapatkan makna dari

setiap dara yang dikumpulkan. Kesimpulan yang diambil senantiasa

diverivikasi selama penelitian berlangsung untuk menjaga tingkat

kepercayaan peneliti.

Adapun skema analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut ini.

Gambar. 3.2. Langkah-langkah Analisis Data Kualitiatif (Miles dan Huberman, 1984:16)

Data Collection

Data Display

Data

Reduktion Conciusion

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Merujuk kepada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya berdasarkan fenomena-fenomena yang ditemukan di lapangan,

maka dapat dirumuskan kesimpulan terkait Kebijakan-kebijakan Kepala

Sekolah dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota

Jambi sebagai berikut:

1. Kondisi Faktual Kebijakan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan

Pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota Jambi

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kondisi faktual kebijakan

kepala sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah X

kota Jambi, dimana terdapat beberapa aspek terkait kebijakan kepala

sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif seperti, kebijakan

kepala sekolah dalam penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus,

kebijakan kepala sekolah dalam perekrutan tenaga pendidik dan

kependidikan, kebijakan kepala sekolah terhadap penyesuaian kurikulum,

kebijakan kepala sekolah terhadap kegiatan pembelajaran pada seting

pendidikan inklusif, kebijakan kepala sekolah dalam pendanaan

penyelenggaraan pendidikan inklusif, kebijakan kepala sekolah dalam

pengadaan sarana dan prasarana pada penyelenggaraan pendidikan

inklusif, maka dapat disimpulkan berdasarkan aspek-aspek tersebut

sebagai berikut:

a. Kebijakan kepala sekolah dalam penerimaan peserta didik

berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang dilakukan kepala sekolah

dalam penerimaan peserta didik khususnya peserta didik berkebutuhan

khusus yaitu diadakannya tes terlebih dahulu. Adapun tes yang

(38)

yang diundang langsung oleh kepala sekolah. Selanjutnya adalah

asesmen, yang dilakukan oleh guru-guru Sekolah Luar Biasa yang

mana merupakan bentuk kerjasama antara Sekolah X dan SLB.

b. Kebijakan kepala sekolah dalam perekrutan tenaga pendidik dan

kependidikan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat

disimpulkan bahwa di Sekolah X Kota Jambi belum ada guru

berlatarbelakang Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus. Sehingga

untuk guru pembimbing khusus (GPK) kepala sekolah memberikan

kebijakan kepada orang tua untuk mencari sendiri pendamping anak,

atau orang tua sendiri boleh untuk mendampingi anak di dalam kelas

ketika pembelajaran berlangsung.

c. Kebijakan kepala sekolah dalam penyesuaian kurikulum bagi peserta

didik berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang dilakukan oleh

kepala sekolah terkait kurikulum, yaitu memberikan kepercayaan

sepenuhnya kepada guru kelas untuk memberikan materi dan

membuat program pembelajaran yang disesuaikan dengan

kemampuan anak. Untuk pembuatannyapun kepala sekolah

memberikan kebijakan kepada guru untuk dapat bekerja sama

menyusun program pembelajaran tersebut bersama pendamping/orang

tua peserta didik.

d. Kebijakan kepala sekolah terhadap kegiatan pembelajaran pada seting

pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

dapat disimpulkan bahwa untuk kegiatan pembelajaran pada seting

pendidikan inklusif, kepala sekolah memberikan kebijakan

sepenuhnya kepada guru di kelas untuk mengkondisikan kelasnya

masing-masing. Meminta gutu menggunakan pendekatan-pendekatan

atau metode-metode mengajar yang disesuaikan dengan karakteristik

peserta didik. Selanjutnya dimana kepala sekolah juga meminta para

(39)

suasana kelas menjadi lebih inklusif. Salah satunya adalah seting

tempat duduk.

e. Kebijakan kepala sekolah dalam pendanaan pendidikan inklusif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan

bahwa minimnya perhatian dari pemerintah provinsi dan kota

menjadikan pendanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif di

Sekolah X Kota Jambi berjalan mandiri. Sehingga kepala sekolah

membuat kebijakan untuk membuat proposal pengajuan dana,

sehingga saat ini telah ada beberapa donatur-donatur yang

memberikan perhatian kepada Sekolah X Kota Jambi, terkait

penyelenggaraan pendidikan inklusif.

f. Kebijakan kepala sekolah dalam pengadaan sarana dan prasarana

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang dilakukan

kepala sekolah adalah, mendirikan beberapa bangunan dan perbaikan

infrastruktur dimana hal ini untuk menciptakan suasana yang inklusif

dan aksesibitas yang mudah dijangkau dan digunakan oleh peserta

didik berkebutuhan khusus.

2. Peran Kepala Sekolah dalam Pengambilan Kebijakan

Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota Jambi

a. Peran kepala sekolah sebagai educator dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang diambil kepala

sekolah sebagai educator adalah melakukan pembinaan kepada guru

tentang pendidikan inklusif dan memberikan pemahaman kepada

orang tua tentang pendidikan inklusif setiap tahunnya.

b. Peran kepala sekolah sebagai manajer dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang diambil kepala

(40)

menjalankan pendidikan inklusif di sekolah X Kota Jambi. Tentunya

untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif di perlukan manajemen

yang baik, disinilah peran kepala sekolah sebagai seorang manejer.

c. Peran kepala sekolah sebagai administrator dalam pengambilan

kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang

berkaitan dengan administrasi adalah kebijakan kepala sekolah dalam

pendanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif.

d. Peran kepala sekolah sebagai supervisor dalam pengambilan

kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kebijakan kepala

sekolah sebagai supervisor dalam penyelenggaraan pendidikan

inklusif adalah bekerjasama dengan coordinator pendidikan inklusif

untuk menilai sejauh mana guru kelas mampu memberikan

pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus. Kebijakan

ini merupakan langkah yang di ambil kepala sekolah sebagai seorang

yang ikut mengawasi dan menilai kinerja para guru dalam

menyukseskan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X

Kota Jambi. Selain itu ikut terlibat dalam proses penerimaan peserta

didik baru khususnya peserta didik berkebutuhan khusus.

e. Peran kepala sekolah sebagai leader dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan terkait peran kepala sekolah sebagai leader dalam

pengambilan kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat

disimpulkan bahwa sebagai seorang pemimpin tentu kepala sekolah

memiliki wewenang dalam pengambilan kebijakan, kebijakan yang

diambil adalah tetap konsistensi dengan penyelenggaraan pendidikan

inklusif di Sekolah X Kota Jambi. Konsistensi penyelenggaraan

pendidikan inklusif ini merupakan kebijakan yang diambil kepala

(41)

f. Peran kepala sekolah sebagai innovator dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan adapun peran kepala sekolah sebagai innovator dalam

pengambilan kebijakan adalah dapat disimpulkan dimana kebijakan

tersebut terkait seting pembelajaran dalam pendidikan inklusif.

Kebijakan ini merupakan sebuah upaya dari kepala sekolah sebagai

seorang innovator untuk memberikan semangat baru dan keantusiasan

para peserta didik serta guru dalam menyukseskan penyelenggaraan

pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi ini.

g. Peran kepala sekolah sebagai motivator dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang dilakukan JM

sebagai kepala sekolah terkait perannya sebagai seorang motivator

adalah mengadakan studi banding ke sekolah-sekolah penyelenggara

pendidikan inklusif di daerah lain. Kebijakan ini merupakan langkah

yang tepat untuk membangkitkan semangat dan pemahaman para guru

terhadap sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

3. Pendukung dan Penghambat Kepala Sekolah dalam Pengambilan

Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota

Jambi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait pendukung

dan penghambat kepala sekolah dalam pengambilan kebijakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi dapat

disimpulkan bahwa, terdapat beberapa faktor yang mendukung kepala

sekolah dalam pengambilan kebijakan. Adapun faktor pendukung tersebut

antara lain:

a. Kepala sekolah beserta tenaga pendidik dan kependidikan memiliki

sikap penerimaan yang besar terhadap perbedaan-perbedaan.

b. Adanya donator-donatur yang memberikan bantuan beasiswa kepada

(42)

c. Kurikulum sekolah yang fleksibel,

d. Adanya sarana dan prasarana serta sumber belajar yang

mendukung,dan

e. Dekat dengan Sekolah Luar Biasa.

Adapun faktor penghambat pengambilan kebijakan kepala sekolah

dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi

antara lain:

a. Tidak adanya guru pembimbing khusus

b. Sikap penerimaan orang tua yang belum menerima peserta didik

berkebutuhan khusus untuk belajar bersama anaknya.

c. Minim dukungan dari dinas kota dan provinsi.

Selanjutnya untuk partisipasi dari semua komponen sekolah

terhadap kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat

disimpulkan bahwa seluruh masyarakat sekolah sangat berpartisipasi

dalam menyukseskan semua kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh kepala

sekolah, terutama para pendidik/guru sangat bersemangat dalam

menjalankan semua kebijakan yang dibuat oleh kepala sekolah.

4. Rancangan Desain Kebijakan Kepala Sekolah berdasarkan Hasil

Kajian Peneliti dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di

Sekolah X Kota Jambi

Desain kebijakan yang disusun merupakan desain berdasarkan hasil

kajian peneliti di lapangan. Desain kebijakan ini mengacu pada tiga aspek

yaitu formulasi kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.

Sehingga tersusunlah sebuah rancangan desain kebijakan kepala sekolah

dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif yang di sesuaikan dengan

kondisi di lapangan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, dapat di

(43)

1. Orang Tua.

Masih ada beberapa dari orang tua peserta didik yang masih belum

bisa menerima adanya pendidikan inklusif ini, bahkan cendrung berniat

untuk membubarkan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Sekolah X

Kota Jambi ini. Oleh kareana itu diharapkan kepada semua orang tua dari

peserta didik pada umumnya (normal) dan peserta didik berkebutuhan

khusus memiliki sikap penerimaan untuk dapat menerima semua

perbedaan yang ada pada setiap peserta didik. Diharapkan untuk tidak

adanya sikap diskriminatif kepada semua peserta didik, memahami

bahwasanya setiap anak memiliki hak belajar yang sama, dan memiliki

kesempatan yang sama. Diharapkan juga orang tua dapat berpartisipasi

penuh dalam semua kegiatan-kegiatan yang diadakan sekolah terkait

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Serta orang tua dapat mendukung

semua kebijakan yang dibuat oleh kepala sekolah dan sama-sama

menyukseskan kebijakan tersebut.

2. Guru

Sebagai guru kelas, tentu kesulitan yang dihadapi oleh guru sangat

banyak. Kesulitan itu sering terjadi ketika harus memahami karakter

peserta didiknya. Pemberian layanan pendidikan yang disesuaikan dengan

karakteristik peserta didik harus di fahami oleh setiap guru. Oleh karena

itu di upayakan semua guru-guru dapat lebih memahami semua

karakteristik peserta didik. Beberapa kebijakan kepala sekolah agar para

guru dapat lebih memahami karakteristik individu setiap anak adalah

dengan cara mengikutsertakan para guru dalam pelatihan-pelatihan,

workshop dan seminar-seminar tentang anak berkebutuhan khusus dan

penyelenggaraan pendidikan inklusif. Kegiatan ini dapat menambah

pengetahuan para guru tentang bagaimana menangani peserta didik

berkebutuhan khusus, sehingga nantinya di kelas guru mampu

menciptakan proses belajar mengajar yang inklusif, yang nyaman, aman

dan menyenangkan. Di harapkan guru-guru dapat berpartisipasi dalam

(44)

3. Kepala Sekolah

Masih ada beberapa orang tua siswa yang belum memahami arti

makna dari pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi, serta masih ada

beberapa dari masyarakat sekolah terutama orang tua yang masih

memandang sebelah mata bagi peserta didik yang memiliki kebutuhan

khusus dan sempat terhentinya program guru kunjung dari Sekolah Luar

Biasa yang dulu pernah ada. Oleh karena itu Kepala sekolah harus lebih

giat dalam mensosialisaikan pendidikan inklusif di Sekolah X Kota Jambi,

serta dapat lebih memberikan contoh sikap terbuka dan sikap penerimaan

terhadap semua perbedaan yang ada pada peserta didik. Diharapkan kepala

sekolah dapat bekerjasama dengan semua komponen-komponen pelaksana

pendidikan inklusif, seperti kerjasama dengan Sekolah Luar Biasa dengan

mendatangi guru kunjung sebagai pengganti guru pembimbing khusus

yang belum ada di Sekolah X Kota Jambi, dan berkerjasama dengan

pusat-pusat terapi yang dapat membantu sekolah dalam memberikan pelatihan

terkait perkembangan peserta didik. Selanjutnya kepala sekolah

diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan yang mengakomodir

semua kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Serta perlu adanya

penyusunan kebijakan – kebijakan terkait pendidikan inklusif yang dalam

penyusunannya mengikuti semua elemen pelaksana pembuatan kebijakan

tersebut.

4. Dinas Pendidikan

Minimnya dukungan yang ada terhadap penyelenggaraan

pendidikan inklusif di Provinsi Jambi, menjadikan beberapa sekolah

penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Kesulitan dalam memperoleh dukungan dan terlebih belum adanya

Peraturan daerah dan peraturan Gubernur yang terkait penyelenggaraan

pendidikan inklusif ini. Oleh karena itu di rekomendasikan kepada Dinas

Pendidikan Kabupaten/Kota dan Provinsi agar dapat memberikan

perhatian terhadap sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif di

(45)

peserta didik berkebutuhan khusus. Diharapkan agar segera menyusun

peraturan daerah dan peraturan gubernur terkait penyelenggaraan

pendidikan inklusif ini. Diharapkan juga Dinas Pendidikan dapat

mendukung program-program terkait pelaksanaan pendidikan inklusif di

Sekolah X Kota Jambi dan mendukung kebijakan-kebijakan yang dibuat

kepala sekolah dalam mewujudkan pendidikan inklusif yang lebih baik

serta perlu adanya dukungan berupa pendanaan dan penyediaan sarana

prasarana serta sumber belajar yang dapat menjadikan Sekolah X Kota

Jambi menjadi sekolah penyelenggara pendidikan Inklusif yang ideal..

Adapun rancangan desain kebijakan kepala sekolah dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif ini adalah merupakan sebuah usaha

peneliti untuk membantu kepala sekolah nantinya dalam merumuskan

sebuah kebijakan yang lebih terarah. Oleh karena itu desain kebijakan

yang di rekomendasikan adalah sebagai berikut:

Gambar 5.1.

Rancangan desain Kebijakan Kepala Sekolah berdasarkan hasil kajian penelitian dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah X Kota Jambi

Formulasi Kebijakan

1. Kebijakan dalam penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus

2. Kebijakan dalam perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan

3. Kebijakan dalam penyesuaian kurikulum peserta didik berkebutuhan khusus

4. Kebijakan dalam kegiatan pembelajaran pada seting pendidikan inklusif

5. Kebijakan dalam pendanaan pendidikan inklusif 6. Kebijakan dalam pengadaan sarana dan

prasarana pendidikan inklusif

Konteks Implementasi:

1. Dukungan terhadap pengambilan kebijakan pendidikan inklusif

2. Hambatan terhadap pengambilan kebijakan pendidikan inklusif

3. Partisipasi masyarakat sekolah terhadap kebijakan pendidikan inklusif

Kepala Sekolah, Pengawas SDLB Kota, Pangawas SLB Provinsi, Guru, Orang Tua, Peserta didik

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. Dkk. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jurusan Pendidikan Khusus, FIP UPI

Aminawa, Oki. (2008). Sikap Kepala Sekolah dan Guru terhadap Pendidikan Inklusif. (Tesis). Bandung: SPs UPI

Arikunto. Suharsimi, (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Asdi Mahasatya

Booth, T. and Ainscow, M. (2002). Index for Inclusion. Developing Learning and Participation in School, London: CSIE

Damayanti, Sri. (2008). Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/18/profesionalisme-kepemimpinan-kepala-sekolah/

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa. (2006). Manajemen Sekolah Dalam Pendidikan Inklusif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dunn, W, N. (2004). Publik Policy Analysis. An Introduction, (Third Edition), Prentice Hall Inc. Englewood Clifts New Jersey.

Dwijowijoto, Rian Nugroho. (2003). Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, Evaluasi. Jakarta: Elek Comutindo.

Johsen, Berit H dan Miriam D. Skjorten. (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar. Bandung: Unipub Forlag.

Jetje, T, L. (2012). Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Ambon (Tesis). SPs UPI.

Fattah, N. (2007). Analisis Kebijakan dan Pengelolaan Pendidikan Dasar. Bandung: SPs UPI.

Kementrian Pendidikan Nasional. (2010). Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif.

Kholis.Cek. (2012). Menjunjung Nurani Ditengah Minimnya Perhatian Pendidikan Inklusi. http://kholiscak.blogspot.com

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 3.1. Desain Penelitian
Gambar. 3.2.  Langkah-langkah Analisis Data Kualitiatif (Miles dan Huberman, 1984:16)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian Hipotesis kelima (H5) dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa variabel tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan, dengan arah

Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian hasil usaha yang tidak dibagikan kepad anggoya; tujuannya adalah untuk memupuk modal sendiri yang

[r]

Aduh!” Bimo, si ketua kelas dan anak paling pandai, mendapat hukuman sebab tidak bisa menjawab pertanyaan tentang Papua dari Pak Soni. Ia pun mendapat tugas untuk menerangkan

dituliskan sumbernya, 4) tujuan belajar disesuaikan dengan yang dilakukan pada kegiatan LKPD, 5) langkah-langkah pada kegiatan percobaan disederhanakan agar mudah

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak

Berdasarkan hasil uji F menunjukkan hasil perhitungan uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar 8,054 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001(<0,05). Dengan demikian H0 ditolak dan