SERTA DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS MAHASISWA PGMI (Kuasi-Eksperimen pada Mahasiswa PGMI UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
LILIS MARINA ANGRAINI NIM. 1101576
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA (S2) SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
ii
Lilis Marina Angraini, 2013
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH CONCEPT ATTAINMENT MODEL
TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN BERPIKIR KRITIS
SERTA DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS MAHASISWA PGMI
(Kuasi-Eksperimen pada PGMI di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Oleh:
Lilis Marina Angraini
1101576
Disetujui dan Disahkan Oleh:
Pembimbing I
Bana G. Kartasasmita, Ph.D.
NIP. 130676130
Pembimbing II
Dr. Dadan Dasari, M.Si. NIP. 196407171991021001
Mengetahui:
iii
Lilis Marina Angraini, 2013
Pengaruh Concept Attainment Model Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kritis Serta Disposisi Dr. M. Solehuddin, M.Pd., M.A.
NIP. 196202081986011002
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengaruh
Concept Attainment Model terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis serta Disposisi Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa PGMI ” ini beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pertanyaan ini, saya siap
menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian
ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau
ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya.
Bandung, 13 November 2012
Yang membuat pernyataan
iv
Lilis Marina Angraini, 2013
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh concept attainment model terhadap kemampuan komunikasi dan berpikir kritis serta disposisi berpikir kritis matematis mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI) berdasarkan keseluruhan dan kemampuan awal matematis (KAM). Kuasi eksperimen dengan desain kelompok eksperimen-kontrol ekuivalen ini melibatkan 82 orang mahasiswa semester V di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Instrumen yang digunakan berupa postes dan skala disposisi berpikir kritis matematis. Analisis statitistik yang dilakukan adalah uji t, uji ANOVA satu jalur dan uji ANOVA dua jalur. Hasil penelitian yang diperoleh adalah:(1) Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.; (2) Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa; (3) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) pada masing-masing kelompok pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa; (4) Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan; (5) Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa; (6) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) pada masing-masing kelompok terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa; (7) Tidak terdapat perbedaan disposisi berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
v
Lilis Marina Angraini, 2013
Pengaruh Concept Attainment Model Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kritis Serta Disposisi KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat, kekuatan dan kemudahan kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis
merupakan tugas yang menantang. Ujian dan cobaan yang mengiringi perjalanan,
semakin menambah semangat penulis untuk bersungguh-sungguh dalam
menyelesaikan studi. Alhamdulillah penulisan tesis ini dapat tercapai juga.
Tesis ini berjudul “Pengaruh Concept Attainment Model terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis serta Disposisi Berpikir Kritis
Matematis Mahasiswa PGMI” sebagai tugas yang diajukan untuk memenuhi
sebagian syarat memperoleh gelar magister pendidikan dalam pendidikan
matematika di Universitas Pendidikan Indonesia. Pada kesempatan ini, penulis
sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi saya sendiri, para pembaca dan dunia
pendidikan.
vi
Lilis Marina Angraini, 2013
Lilis Marina Angraini
LEMBAR PERSEMBAHAN
TeruntukMU...
Wahai yang maha segalanya...
Tesis ini ku persembahkan sebagai salah satu upaya untuk mengabdikan diriku.... Sebagai rasa syukurku atas nikmatMU yang tak terhingga...
Semua orang boleh saja memujiku....
Tapi pujian itu sebenarnya adalah milikMU.... Semua orang boleh saja mengagumiku...
Tapi kekaguman itu sebenarnya adalah milikMU... Semua orang boleh saja membanggakanku...
Tapi kebanggagaan itu sebenarnya adalah milikMU.... Namun jika orang membenci sifatku...
Semua itu kesalahanku atas kekhilafanku yang belum menyempurnakan perintahMU dan anjuran-anjuranMU...
Allah...
Engkau seperti nyanyian dalam hatiku yang memanggil rinduku padamu,,,, Engkau seperti udara yang ku hela...
Hanya diriMU yang bisa membuatku tenang... Tanpa diriMU aku merasa hilang dan sepi.... Allah...
vii
Lilis Marina Angraini, 2013
Pengaruh Concept Attainment Model Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kritis Serta Disposisi
Karena ada satu hal yang sangat ingin aku sampaikan secara langsung... Hal itu adalah sebuah ucapan ”terima kasih”
Terima kasih karena telah menitipkanku di dunia ini kepada ABAH dan IBU ku sekarang...
Terima kasih ini aku sampaikan karena selama menjadi anak ABAH dan IBU aku selalu merasa aku adalah anak yang paling beruntung di dunia ini....
ABAH....
Engkau adalah sosok yang sangat menginspirasiku... Engkau mengajarkanku untuk berbagi dengan sesama....
Satu ucapan darimu mampu membuatku merasa tegar atas masalah-masalah yang kuhadapi....
Engkau adalah satu-satunya sosok yang belum pernah mengucapkan kata-kata yang keras bahkan marah kepadaku...
IBU....
Engkau adalah wanita yang paling aku kagumi... Engkau mengajarkanku untuk berpikir lebih cerdas... Engkau mengajarkanku untuk selalu bekerja keras....
Engkau mengajarkanku untuk mudah memaafkan orang lain.... Engkau adalah kekuatan di rumah kita...
Karena itulah lilis berharap kepada ALLAH...
Agar Allah selalu memudahkan langkah lilis untuk bisa menjadi anak yang bisa menjadi penolong bagi ABAH dan IBU di dunia dan di akhirat nanti.
viii
Lilis Marina Angraini, 2013
Ibu dan Abahku (Syamsimar dan Ilzam), Jazakumullah khairan katsiran
untuk limpahan cinta dan kasih sayang yang diberikan
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan sepenuh hati penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya atas segala bantuan, bimbingan, arahan, motivasi, semangat serta doa
yang telah diberikan pada penulis selama penyelesaian tesis ini, terutama kepada :
1. Bapak Bana G. Kartasasmita, Ph.D., selaku Pembimbing I, terima kasih telah
membangkitkan semangat penulis sehingga menjadikan sesuatu yang awalnya
dirasa sebagai suatu kekurangan atau kesalahan justru menjadi sesuatu yang
bernilai tinggi. Terima kasih atas berjuta wawasan yang Bapak berikan dan
nasehat-nasehat yang memotivasi penulis untuk lebih maju.
2. Bapak Dr. Dadan Dasari, M.Si., selaku pembimbing II yang memberikan
kepercayaan, kebebasan namun tetap terorganisir serta memberikan tantangan
kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan tertantang untuk menggali
ilmu lebih banyak lagi.
3. Amak Syamsimar dan Abah Ilzam tercinta, jazakumullah untuk limpahan
kasih sayang serta doa yang terus mengalir bagi penulis.
4. Kak Trisna Laila Yunita, S.Hi., dan adikku Erpindo Soni Pebrianto, terima
kasih atas motivasi yang telah diberikan.
ix
Lilis Marina Angraini, 2013
Pengaruh Concept Attainment Model Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kritis Serta Disposisi
Penulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
E. Definisi Operasional ... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 19
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 51
ii
Lilis Marina Angraini, 2013
Pengaruh Concept Attainment Model Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kritis Serta Disposisi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 117
B. Implikasi ... 119
C. Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 121
iii
Lilis Marina Angraini, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokan KAM ... 52
Tabel 3.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel terikat, dan Variabel Kontrol ... 53
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 57
Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 59
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 60
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 61
Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 69
Tabel 4.2 Deskripsi Data KAM Mahasiswa ... 70
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data KAM Mahasiswa ... 71
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Data KAM Mahasiswa ... 72
Tabel 4.5 Uji Kesetaraan Data KAM Mahasiswa ... 73
Tabel 4.6 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 75
Tabel 4.7 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis... 76
Tabel 4.8 Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77
Tabel 4.9 Uji ANAVA Dua Jalur ... 78
Tabel 4.10 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM... 80
Tabel 4.11 Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM... 82
Tabel 4.12 Uji ANAVA Satu Jalur ... 83
Tabel 4.13 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 86
Tabel 4.14 Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 87
Tabel 4.15 Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 88
Tabel 4.16 Uji ANAVA Dua Jalur ... 89
Tabel 4.17 Deskripsi Data Kemampuan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan KAM... 91
Tabel 4.18 Uji Homogenitas Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan KAM ... 92
Tabel 4.19 Uji ANAVA Satu Jalur ... 94
Tabel 4.20 Deskripsi Data Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 96
Tabel 4.21 Uji Normalitas Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 97
Tabel 4.22 Uji Homogenitas Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 98
iv
Lilis Marina Angraini, 2013
Pengaruh Concept Attainment Model Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Berpikir Kritis Serta Disposisi DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Concept Attainment Model dalam Bentuk Kerangka
Operasional ... 43
Gambar 4.1 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 100
Gambar 4.2 Jawaban Hasil Diskusi Kelas Eksperimen ... 101
Gambar 4.3 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Kontrol ... 104
Gambar 4.4 Hasil Jawaban Tes Komunikasi Kelas Eksperimen ... 106
Gambar 4.5 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 109
Gambar 4.6 Aktivitas Penemuan Konsep yang Dilakukan di Kelas Eksperimen ... 110
Gambar 4.7 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Kontrol ... 111
elajaran ... 109
Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 127
Lampiran A.4 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 128
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 130
Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 133
Lampiran A.7 Angket untuk Siswa ... 136
Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 137
Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 139
Lampiran C.1 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Eksperimen 140
Lampiran C.2 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 141
Lampiran C.3 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 142
Lampiran C.4 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 145
Lampiran C.5 Data Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking ... 148
Lampiran C.6 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Guru ... 150
Lampiran C.7 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Siswa ... 151
Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Pemecahan Masalah ... 152
Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Koneksi Matematis ... 163
Lampiran E.1 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI ... 174
v
Lilis Marina Angraini, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.1 Silabus ... 124
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 126
Lampiran A.3 Lembar Kerja Mahasiswa ... 165
Lampiran A.4 Kisi-kisi Instrumen Komunikasi dan Berpikir Kritis ... 177
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 184
Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 198
Lampiran A.7 Kisi-kisi Skala Disposisi Berpikir Kritis ... 202
Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 208
Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Komunikasi dan Berpikir Kritis Matematis ... 211
Lampiran C.1 Kemampuan Awal Matematis Kelas Eksperimen... 216
Lampiran C.2 Kemampuan Awal Matematis Kelas Kontrol ... 218
Lampiran C.3 Kemampuan Komunikasi, Berpikir Kritis, Disposisi Berpikir Kritis Matematis dan Penormalan Data Kelas Eksperimen ... 220
Lampiran C.4 Kemampuan Komunikasi, Berpikir Kritis, Disposisi Berpikir Kritis Matematis dan Penormalan Data Kelas Kontrol ... 225
Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Awal Matematis (KAM) Mahasiswa ... 230
Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa ... 232
Lampiran D.3 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa ... 236
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh concept attainment model terhadap kemampuan komunikasi dan berpikir kritis serta disposisi berpikir kritis matematis mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI) berdasarkan keseluruhan dan kemampuan awal matematis (KAM). Kuasi eksperimen dengan desain kelompok eksperimen-kontrol ekuivalen ini melibatkan 82 orang mahasiswa semester V di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Instrumen yang digunakan berupa postes dan skala disposisi berpikir kritis matematis. Analisis statitistik yang dilakukan adalah uji t, uji ANOVA satu jalur dan uji ANOVA dua jalur. Hasil penelitian yang diperoleh adalah:(1) Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.; (2) Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa; (3) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) pada masing-masing kelompok pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa; (4) Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan; (5) Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa; (6) Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis (KAM) pada masing-masing kelompok terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa; (7) Tidak terdapat perbedaan disposisi berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
E. Definisi Operasional ... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 19
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 117
B. Implikasi ... 119
C. Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA ... 121
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kriteria Pengelompokan KAM ... 52
Tabel 3.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel terikat, dan Variabel Kontrol ... 53
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 57
Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 59
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 60
Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 61
Tabel 4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 69
Tabel 4.2 Deskripsi Data KAM Mahasiswa ... 70
Tabel 4.3 Uji Normalitas Data KAM Mahasiswa ... 71
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Data KAM Mahasiswa ... 72
Tabel 4.5 Uji Kesetaraan Data KAM Mahasiswa ... 73
Tabel 4.6 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 75
Tabel 4.7 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis... 76
Tabel 4.8 Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77
Tabel 4.9 Uji ANAVA Dua Jalur ... 78
Tabel 4.10 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM... 80
Tabel 4.11 Uji Homogenitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM... 82
Tabel 4.12 Uji ANAVA Satu Jalur ... 83
Tabel 4.13 Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 86
Tabel 4.14 Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 87
Tabel 4.15 Uji Homogenitas Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 88
Tabel 4.16 Uji ANAVA Dua Jalur ... 89
Tabel 4.17 Deskripsi Data Kemampuan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan KAM... 91
Tabel 4.18 Uji Homogenitas Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan KAM ... 92
Tabel 4.19 Uji ANAVA Satu Jalur ... 94
Tabel 4.20 Deskripsi Data Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 96
Tabel 4.21 Uji Normalitas Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 97
Tabel 4.22 Uji Homogenitas Disposisi Berpikir Kritis Matematis ... 98
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Concept Attainment Model dalam Bentuk Kerangka
Operasional ... 43
Gambar 4.1 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 100
Gambar 4.2 Jawaban Hasil Diskusi Kelas Eksperimen ... 101
Gambar 4.3 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Kontrol ... 104
Gambar 4.4 Hasil Jawaban Tes Komunikasi Kelas Eksperimen ... 106
Gambar 4.5 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Eksperimen ... 109
Gambar 4.6 Aktivitas Penemuan Konsep yang Dilakukan di Kelas Eksperimen ... 110
Gambar 4.7 Aktivitas Belajar Mahasiswa Kelas Kontrol ... 111
elajaran ... 109
Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 127
Lampiran A.4 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 128
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 130
Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 133
Lampiran A.7 Angket untuk Siswa ... 136
Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 137
Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 139
Lampiran C.1 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Eksperimen 140 Lampiran C.2 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 141
Lampiran C.3 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 142
Lampiran C.4 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 145
Lampiran C.5 Data Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking ... 148
Lampiran C.6 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Guru ... 150
Lampiran C.7 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Siswa ... 151
Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Pemecahan Masalah ... 152
Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Koneksi Matematis ... 163
Lampiran E.1 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI ... 174
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.1 Silabus ... 124
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 126
Lampiran A.3 Lembar Kerja Mahasiswa ... 165
Lampiran A.4 Kisi-kisi Instrumen Komunikasi dan Berpikir Kritis ... 177
Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 184
Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 198
Lampiran A.7 Kisi-kisi Skala Disposisi Berpikir Kritis ... 202
Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 208
Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Komunikasi dan Berpikir Kritis Matematis ... 211
Lampiran C.1 Kemampuan Awal Matematis Kelas Eksperimen... 216
Lampiran C.2 Kemampuan Awal Matematis Kelas Kontrol ... 218
Lampiran C.3 Kemampuan Komunikasi, Berpikir Kritis, Disposisi Berpikir Kritis Matematis dan Penormalan Data Kelas Eksperimen ... 220
Lampiran C.4 Kemampuan Komunikasi, Berpikir Kritis, Disposisi Berpikir Kritis Matematis dan Penormalan Data Kelas Kontrol ... 225
Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Awal Matematis (KAM) Mahasiswa ... 230
Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa ... 232
Lampiran D.3 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa ... 236
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bidang
studi matematika, kemampuan-kemampuan matematis yang diharapkan dapat
tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD/ MI sampai SMA/ MA adalah:
(1) Memahami konsep matematis, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematis dalam membuat generalisasi, menyusun bukti
atau menjelaskan gagasan, dan pernyataan matematis; (3) Memecahkan masalah
yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis,
menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4)
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel diagram atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
Kemampuan-kemampuan matematis yang tercantum dalam KTSP sejalan
“...ability to apply their knowledge to solve problems within mathematics and in other disciplines, ability to use mathematical language to communicate ideas, ability to reason and analyze, knowledge and understanding of concepts and procedures, disposition toward mathematics, understanding of the nature of mathematics, integration of
these aspects of mathematical knowledge”.
Kemampuan-kemampuan matematis yang dituntut NCTM tersebut terdiri
dari: komunikasi matematis (mathematical communication), penalaran matematis
(mathematical reasoning), pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving), koneksi matematis (mathematical connection), dan pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics).
Kemampuan-kemampuan di atas juga merupakan bagian dari hakikat
pengembangan matematika. Sumarmo mengungkapkan hakikat pendidikan
matematika mempunyai dua arah pengembangan, yaitu pengembangan untuk
kebutuhan masa kini dan masa akan datang. Pengembangan kebutuhan masa kini
yang dimaksud adalah pembelajaran matematika mengarah pada pemahaman
konsep-konsep yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematis dan
ilmu pengetahuan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan di masa
yang akan datang adalah terbentuknya kemampuan nalar, logis, sistematis, kritis,
dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka (Somakim, 2010: 2).
Selanjutnya UNESCO (Mulyana, 2008: 2) menetapkan empat pilar
pembelajaran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran matematika,
yaitu: (1) Learning to know yang bermakna bahwa proses pembelajaran harus mengantarkan siswa untuk menguasai teknik memperoleh pengetahuan dan bukan
berkembangnya kemampuan pemecahan masalah; (3) Learning to live together yang bermakna bahwa proses pembelajaran harus menuntut terjadinya kerjasama
untuk mencapai tujuan bersama; (4) Learning to be yang bermakna bahwa proses
pembelajaran harus mengantarkan siswa untuk terbentuknya siswa yang
berkepribadian, mantap dan mandiri.
Proses pembelajaran matematika diharapkan berakhir dengan sebuah
pemahaman siswa yang komprehensif. Pemahaman siswa yang diharapkan tidak
hanya sekedar memenuhi tujuan pembelajaran matematika secara substantif saja,
namun juga diharapkan tercapainya tujuan-tujuan lain dari pembelajaran
matematika tersebut. Tujuan-tujuan lain dari pembelajaran matematika menurut
TIM MKPBM (2001: 254) adalah: (1) Lebih memahami keterkaitan antara satu
topik matematika dengan topik lainnya; (2) Lebih menyadari akan penting dan
strategisnya matematika bagi bidang lain; (3) Lebih memahami peranan
matematika dalam kehidupan manusia; (4) Lebih mampu berpikir logis, kritis, dan
sistematis; (5) Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah
masalah; (6) Lebih peduli pada lingkungan sekitarnya.
Kemampuan-kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah juga harus dimiliki oleh mahasiswa calon
guru yang akan mengajarkan matematika. Committee on the Undergraduate Program in Mathematics (CUPM) (Karlimah, 2010: 2) memberikan enam rekomendasi dasar untuk jurusan, program, dan mata kuliah dalam matematika.
Salah satu rekomendasinya menerangkan bahwa setiap mata kuliah dalam
dalam pengembangan analitis, penalaran kritis, pemecahan masalah, dan
keterampilan komunikasi. Rekomendasi CUPM di atas menerangkan, tugas
lembaga pendidikan yang bertugas mendidik calon guru yang akan mengajarkan
matematika, diantaranya adalah mempersiapkan mahasiswa-mahasiswinya untuk
memiliki kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis. Lembaga
Pendidikan Tinggi Kependidikan (LPTK), Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(PGSD) yang bertugas melahirkan calon guru yang akan mengajarkan matematika
ikut bertanggung jawab mempersiapkan mahasiswa-mahasiswinya untuk memiliki
kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis. Kemampuan komunikasi
dan berpikir kritis matematis adalah kemampuan yang dapat
ditumbuhkembangkan, sehingga dosen ikut berperan dalam usaha pengembangan
kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis.
Banyak hasil penelitian menunjukkan rendahnya kemampuan komunikasi
dan berpikir kritis matematis mahasiswa PGSD diantaranya adalah: Hasil
pengamatan yang dilakukan Supriadi (2010) tahun 2005 selama beberapa
semester terhadap mahasiswa D2 PGSD, S1 PGSD yang berasal dari SMA, SMK,
MA dan SPG dengan program studi IPA dan non-IPA ternyata kurang
memuaskan dengan diperolehnya rerata kurang dari 50% dari skor maksimal
untuk kelompok tersebut. Mahasiswa masih kesulitan memahami matematika
yang dipandangnya sebagai mata kuliah yang paling sulit dan tidak
menyenangkan. Ekspresi, komunikasi, dan kemampuan berpikir matematika
diantara mahasiswa masih kurang. Hasil penelitian Mayadiana (2005) yang
Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD, bahwa kemampuan berpikir kritis
mahasiswa calon guru SD masih rendah, yakni mencapai 36,62% untuk
mahasiswa berlatar belakang IPA, 26,62% untuk mahasiswa berlatar belakang
non-IPA, serta 34,06% untuk keseluruhan mahasiswa. Maulana (2007) dalam
penelitiannya yang berjudul Pendekatan Metakognitif sebagai Alternatif
Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Mahasiswa PGSD, bahwa rerata kemampuan berpikir kritis mahasiswa calon guru
SD sebesar 33,3%.
Mahasiswa PGSD, yang selanjutnya akan disebut dengan mahasiswa
Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI), adalah mahasiswa yang
disiapkan untuk menjadi guru kelas yang profesional di sekolah dasar. Guru kelas
yang profesional antara lain harus menguasai pengetahuan konseptual dan
prosedural serta keterkaitan keduanya dalam konteks materi matematika di MI
(Permendiknas No. 16 tahun 2007). Keprofesionalan calon guru MI sudah
semestinya sejalan dengan kurikulum matematika di MI yang memfokuskan pada
pengembangan pemecahan masalah.
Mahasiswa dalam memecahkan masalah matematis diharapkan
seakan-akan berbicara dan menulis tentang apa yang sedang dikerjseakan-akan. Penulisan
penyelesaian masalah matematis mendorong mahasiswa untuk merefleksikan
pekerjaan mereka dan mengklarifikasi ide-ide mereka. Ketika mahasiswa
dilibatkan secara komunikatif dalam mengerjakan masalah matematis, berarti
mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, berbicara dengan mahasiswa
Oleh karena itu keterampilan komunikasi matematis perlu dimiliki oleh
mahasiswa.
Wahyudin (Hendriana, 2009: 2) mengungkapkan matematika merupakan
ilmu yang bernilai guna. Kebergunaan matematika lahir dari kenyataan bahwa
matematika menjelma sebagai alat komunikasi yang tangguh, singkat, padat, dan
tidak memiliki makna ganda. Bagi dunia keilmuan, matematika memiliki peran
sebagai bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi yang
cermat dan tepat. Dengan demikian komunikasi matematis memegang peranan
penting baik sebagai representasi pemahaman siswa terhadap konsep matematis
sendiri, maupun bagi dunia keilmuan lainnya.
Komunikasi matematis merupakan suatu cara untuk bertukar ide-ide dan
mengklarifikasi pemahaman mahasiswa (Hendriana, 2009: 3). Melalui
komunikasi matematis, ide-ide berubah menjadi objek-objek yang direfleksikan
untuk didiskusikan dan diubah. Proses komunikasi membantu makna dan
ketetapan ide-ide dan membuatnya menjadi sesuatu yang umum. Dalam
mengeksplor kemampuan komunikasi matematis, guru perlu menghadapkan siswa
pada berbagai masalah yang merupakan situasi nyata untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mengkomunikasikan gagasannya dan mengkonsolidasi
pemikirannya untuk memecahkan permasalahan yang ada.
Kadir (2010: 4) mengatakan bahwa kemampuan mahasiswa
mengkomunikasikan ide-ide matematisnya ketika memecahkan masalah, atau
ketika menyampaikan proses dan hasil pemecahan masalah juga merupakan
tinggi seperti logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan produktif. Proses
pembelajaran matematika yang memfasilitasi pengembangan kedua kemampuan
ini dapat mengembangkan potensi berpikirnya secara maksimal.
Menurut Krulik dan Rudnick kemampuan berpikir kritis dalam matematika
adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi
semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun masalah yang menjadi pemicu
dan diikuti dengan pertanyaan: “bagaimana menyelesaikan soal itu dengan cara
yang lain”, mengajukan pertanyaan “bagaimana jika, apa yang salah dan apa yang
akan kamu lakukan” (Somakim, 2010). Situasi seperti ini belum muncul dalam
pembelajaran matematika konvensional, sehingga kemampuan berpikir kritis
mahasiswa kurang terlatih. Padahal kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan
oleh mahasiswa dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari.
Dengan berpikir kritis, mahasiswa menjadi lebih curious karena adanya dorongan keingintahuan dan keinginan untuk memperoleh kebenaran. Kebiasaan
untuk berpikir kritis akan meningkatkan kemampuan matematis mahasiswa,
karena mahasiswa terdorong untuk melakukan berbagai aktivitas seperti:
menghadapi berbagai tantangan dalam pembelajaran, menemukan hal-hal yang
baru, dan menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat non-rutin. Dengan
berpikir kritis, mahasiswa dapat memahami masalah dengan baik, membuat
rencana penyelesaian masalah, dan membuat alternatif penyelesaian masalah
kemampuan berpikir kritis diharapkan dapat mencapai suatu kualitas solusi yang
baik dari permasalahan matematika yang perlu dipecahkan.
Hasil studi pendahuluan terhadap sejumlah mahasiswa PGMI yang telah
mengikuti perkuliahan konsep dasar matematika di Universitas yang akan diteliti
menunjukkan rendahnya kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis
mahasiswa, hal ini ditunjukkan dari hasil UTS dan UAS mahasiswa yang telah
mengikuti perkuliahan konsep dasar matematika selama satu semester. Mahasiswa
yang mengikuti UTS dan UAS mata kuliah konsep dasar matematika sebanyak
109 mahasiswa, namun 64 orang diantara mereka mendapat nilai di bawah 70,
sehingga hasil akhir yang diperoleh rata-rata mendapatkan nilai C. Hal ini juga
didukung dari hasil wawancara peneliti dengan dosen-dosen yang mengajarkan
mata kuliah matematika di PGMI, berdasarkan hasil wawancara dengan dosen,
peneliti mendapat keterangan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung
mahasiswa kurang aktif, pemahaman mahasiswa akan konsep yang diajarkan
masih lemah, komunikasi yang terjadi satu arah, serta kemampuan berpikir
mahasiswa masih rendah.
Sementara itu, proses pembelajaran matematika di kelas juga kurang
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high-order thinking skills) dan
kurang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari (kurang penerapan,
kurang membumi, kurang realistik ataupun kurang kontekstual). Menurut Shadiq
penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada penguasaan keterampilan
penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, berkomunikasi
matematis dan bernalar matematis (Kadir, 2010: 5).
Selanjutnya menurut Ashari (Kadir, 2010: 6) karakteristik pembelajaran
matematika saat ini lebih mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian
sekolah, kabupaten/kota, atau nasional), materi kurang membumi, lebih fokus
pada kemampuan prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas
monoton, low-order thinking skills, bergantung pada buku paket, lebih dominan soal rutin dan pertanyaan tingkat rendah.
Permasalahan yang terjadi di kelas tersebut salah satunya disebabkan
kurangnya kualitas calon guru dalam meningkatkan kemampuan siswa, di sisi
lain, mahasiswa sebagai calon guru juga mengalami permasalahan yang sama di
universitas, menurut Fruner dan Robinson (Rochaminah, 2008: 9) dalam National
Commission on Mathematics and Science Teaching for the 21st Century menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar mahasiswa,
sedangkan yang menjadi faktor kunci dalam meningkatkan hasil belajar
mahasiswa adalah kualitas pengajaran dosen, oleh karena itu dosen dirasakan
perlu untuk meningkatkan kualitas calon guru, agar mereka juga bisa
meningkatkan kualitas siswa-siswi di sekolah nantinya.
Moore dan Stein mengungkapkan kemampuan lulusan di semua jenjang
pendidikan dirasakan lemah dalam keterampilan matematis, terutama dalam dunia
kerja seperti bisnis dan industri. Keluhan seperti ini tidak hanya berfokus pada
keterampilan dasar matematis, akan tetapi yang lebih penting lagi adalah
atau terlibat dalam apa yang disebut dengan penalaran dan berpikir tingkat tinggi
dalam matematika (Stanley, 2004: 1).
Salah satu penyebab rendahnya kemampuan matematis ini mungkin karena
terbatasnya kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang dimiliki para
lulusan (baik sekolah menengah maupun pendidikan tinggi), yang meliputi aspek
penalaran, pemecahan masalah, komunikasi dan koneksi matematis, padahal
kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam meningkatkan mutu dan daya saing
global lulusan dalam dunia kerja (Stanley, 2004: 2).
Penekanan dalam proses pembelajaran sebaiknya lebih kepada aspek
thinking. Apa yang ada dalam proses pembelajaran sebaiknya bukan hanya berkaitan dengan bagaimana mengerjakan sesuatu, akan tetapi lebih kepada
mengapa demikian dan apa implikasinya. Dengan kata lain kemampuan
berkomunikasi dan berpikir kritis matematis menjadi basis pemahaman dalam
belajar, artinya mahasiswa diberikan kesempatan untuk memikirkan ide-ide
mereka dan menemukan konsep sendiri.
Selain kemampuan yang berkaitan dengan keterampilan komunikasi dan
berpikir kritis matematis, perlu juga dikembangkan sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
memecahkan masalah (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Pengembangan
ranah afektif tersebut pada hakekatnya untuk menumbuhkembangkan disposisi
matematis. Pentingnya pengembangan disposisi matematis sesuai dengan
“...dalam belajar matematika siswa dan mahasiswa perlu mengutamakan
pengembangan kemampuan berpikir dan disposisi matematis. Pengutamaan tersebut menjadi semakin penting manakala dihubungkan dengan tuntutan kemajuan IPTEKS dan suasana bersaing yang semakin
ketat terhadap lulusan semua jenjang pendidikan”.
Disposisi matematis mahasiswa berkembang ketika mereka mempelajari
aspek kompetensi matematis. Sebagai contoh, ketika mahasiswa membangun
kompetensi strategi dalam menyelesaikan persoalan non-rutin, banyak konsep
yang dipelajari dan dipahami, sehingga persoalan tersebut dapat diselesaikan,
pada akhirnya matematika itu dapat dikuasai. Sebaliknya, bila mahasiswa jarang
diberikan tantangan berupa persoalan matematika untuk diselesaikan, mereka
cenderung menjadi menghafal daripada mengikuti cara-cara belajar matematika
yang semestinya. Dari contoh tersebut menimbulkan dua sikap yang berbeda.
Perlakuan contoh pertama akan menimbulkan sikap percaya diri karena
mahasiswa mampu menyelesaikan masalah matematis. Perlakuan yang kedua
akan menimbulkan sikap mudah menyerah ketika dihadapkan pada masalah,
karena mahasiswa tidak terlatih menghadapi tantangan.
Menurut Bruner proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif, jika
dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menemukan suatu aturan
(termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang
menggambarkan/ mewakili aturan yang menjadi sumbernya (Uno, 2006: 12),
dengan kata lain, mahasiswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu
kebenaran umum.
Proses belajar yang dikemukakan oleh Bruner di atas sejalan dengan teori
lebih menitikberatkan pada cara-cara untuk memperkuat dorongan-dorongan
internal manusia dalam memahami ilmu pengetahuan, dengan cara menggali dan
mengorganisasikan, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya.
Pembelajaran Concept attainment model terdiri dari beberapa tahapan
pembelajaran, tahapan-tahapan pembelajaran dalam concept attainment model tersebut membantu mahasiswa dalam melatih kemampuan komunikasi dan
berpikir kritis matematis. Tahapan pembelajaran kedua yaitu tahapan pengetesan
pencapaian konsep, pada tahap ini mahasiswa diminta mengidentifikasi
contoh-contoh konsep dan membuat contoh-contoh tambahan, di sini mahasiswa terlatih untuk
berpikir kritis karena mahasiswa memikirkan ciri-ciri apa yang mewakili dari
suatu konsep dan contoh seperti apa yang memenuhi kriteria dari konsep tersebut.
Tahapan pembelajaran ketiga yaitu tahap analisis strategi berpikir, pada tahap ini
mahasiswa terlatih untuk mengkomunikasikan matematikanya, karena mahasiswa
diminta untuk mengungkapkan konsep dengan kata-kata sendiri, mengungkapkan
alasan-alasan yang berkenaan dengan membuat contoh tambahan, dan menuliskan
langkah-langkah penyelesaian soal dari konsep-konsep yang sedang dipelajari,
serta merumuskan konsep matematikanya, sehingga dengan model pembelajaran
yang dikemukakan oleh Bruce, et al ini, secara teoritis diyakini bahwasanya kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis mahasiswa menjadi lebih
baik.
Kauchak dan Eggen mengemukakan concept attainment model adalah
suatu model pembelajaran induktif yang didesain dosen untuk membantu
dalam mempraktekkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Silitonga, 2006: 170).
Concept attainment model sangat relevan dalam mengajarkan matematika (Mustamin, 2005: 72), karena concept attainment model dapat membantu perkembangan pemahaman dan penghayatan mahasiswa terhadap konsep, prinsip
sehingga tumbuh daya nalar, berpikir logis, kritis, sistematis dan lain-lain.
Concept attainment model adalah suatu model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu mahasiswa memahami suatu konsep tertentu. Model
pembelajaran ini lebih tepat digunakan ketika penekanan pembelajaran lebih
dititikberatkan pada pengenalan konsep baru, sehingga dapat melatih kemampuan
berpikir tingkat tinggi (Uno, 2008: 10).
Concept attainment model mula-mula didesain oleh Bruce, et al (1972), yang didasarkan pada hasil riset Jerome Bruner dengan maksud bukan saja
didesain untuk mengembangkan berpikir induktif, tetapi juga untuk menganalisis
dan mengembangkan konsep. Bruner, Goodnow, dan Austin (Aunurrahman,
2009: 158) menyatakan bahwa concept attainment model sengaja dirancang untuk
membantu para mahasiswa mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk
mengorganisasikan informasi, sehingga dapat memberi kemudahan bagi
mahasiswa untuk mempelajari konsep itu dengan cara yang lebih efektif.
Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa concept attainment model
merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang untuk membantu
mahasiswa mempelajari konsep sehingga mahasiswa mampu menemukan konsep
sendiri dan mengungkapkan secara bahasa maksud dari konsep yang
matematis mahasiswa dalam pembelajaran matematika menjadi lebih baik. Untuk
itu peneliti ingin mengadakan penelitian yang yang terkait dengan kemampuan
komunikasi dan berpikir kritis matematis mahasiswa PGMI, sehingga penelitian
ini berjudul “Pengaruh Concept Attainment Model terhadap Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kritis serta Disposisi Berpikir Kritis Matematis
Mahasiswa PGMI”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara
keseluruhan?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa
yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan
kemampuan awal matematis (KAM) terhadap kemampuan komunikasi
matematis mahasiswa?
4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis antara
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara
5. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa
yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa?
6. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan
kemampuan awal matematis (KAM) terhadap kemampuan berpikir kritis
matematis mahasiswa?
7. Apakah terdapat perbedaan disposisi berpikir kritis matematis antara
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan
komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
concept attainment model dan pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
2. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan
komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa.
3. Menelaah dan mendeskripsikan interaksi antara pembelajaran yang digunakan
dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap kemampuan komunikasi
4. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan
berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
concept attainment model dan pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
5. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan
berpikir kritis matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa.
6. Menelaah dan mendeskripsikan interaksi antara pembelajaran yang digunakan
dan kemampuan awal matematis (KAM) terhadap kemampuan berpikir kritis
matematis mahasiswa.
7. Menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan disposisi
berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
concept attainment model dan pembelajaran konvensional.
D. Manfaat Penelitian
Peneltian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi dosen matematika dan
institusi terkait, tentang keefektifan pembelajaran concept attainment model terkait dengan kemampuan komunikasi, berpikir kritis, serta disposisi berpikir
kritis matematis mahasiswa.
2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan berpijak di ruang lingkup yang
lebih luas, serta membuka wawasan penelitian bagi para ahli pendidikan
3. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pembelajaran
khususnya bagi dosen-dosen yang mengajarkan mata kuliah matematika di
PGMI dalam rangka meningkatkan kualitas PGMI.
E. Istilah Operasional
Dalam usulan penelitian ini, akan ditemukan beberapa istilah yang terkait
dengan penelitian, untuk menghindari perbedaan makna, maka peneliti akan
menguraikan makna yang dimaksud dalam penelitian ini, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Kemampuan komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1)
Kemampuan menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematis secara tertulis; (2)
Kemampuan mengungkapkan kembali suatu masalah matematis secara
tertulis; (3) Kemampuan menyusun argumen/ mengungkapkan pendapat dan
memberikan penjelasan secara tertulis berdasarkan data/ bukti yang relevan;
(4) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematis.
2. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1)
Kemampuan membuat generalisasi dan mempertimbangkan hasil
generalisasi; (2) Kemampuan mengidentifikasi relevansi; (3) Kemampuan
merumuskan masalah ke dalam model matematis; (4) Kemampuan
mendeduksi dengan menggunakan prinsip; (5) Kemampuan memberikan
contoh inferensi; (6) Kemampuan merekonstruksi argumen.
3. Disposisi berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: (1)
Bertanya secara jelas dan beralasan; (2) Berusaha memahami dengan baik;
(5) Tetap mengacu/ relevan ke masalah pokok; (6) Bersikap terbuka, berani
mengambil posisi; (7) Bertindak cepat; (8) Memandang sesuatu secara
menyeluruh; (9) Memanfaatkan cara berpikir orang yang kritis; (10) Bersikap
sensitif terhadap perasaan orang lain.
4. Concept attainment model yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang menuntun mahasiswa untuk meremukan konsep dengan
langkah-langkah sebagai berikut: (1) Dosen menyajikan data kepada
mahasiswa, setiap data merupakan contoh dan bukan contoh yang terpisah,
kemudian mahasiswa diminta untuk memberi nama konsep tersebut, dan
menjelaskan definisi konsep berdasarkan ciri-cirinya; (2) Mahasiswa menguji
perolehan konsep mereka dengan cara mengidentifikasi contoh tambahan lain
yang mengacu pada konsep tersebut, dan memunculkan contoh mereka
sendiri; (3) Mahasiswa diminta untuk menganalisis atau mendiskusikan
strategi yang mereka gunakan sampai mereka dapat menemukan konsep
tersebut.
5. Pembelajaran konvensional diartikan sebagai pembelajaran ekspositori, dalam
pembelajaran ini dosen menjelaskan materi kuliah, mahasiswa mendengarkan
dan mencatat penjelasan yang disampaikan dosen, mahasiswa belajar tidak
dalam kelompok, kemudian dosen memberikan latihan dan mahasiswa
mengerjakan latihan yang diberikan oleh dosen, dan mahasiswa
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab I sebelumnya dikemukakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk
menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan kemampuan
komunikasi dan berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran Concept Attainment Model (CAM) dan pembelajaran konvensional secara keseluruhan. Kemudian untuk menelaah, mendeskripsikan, dan
membandingkan perbedaan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis matematis
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) mahasiswa. Selain itu, dikaji
pula interaksi antara faktor pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan
awal matematis mahasiswa terhadap kemampuan komunikasi dan berpikir kritis
matematis, serta menelaah, mendeskripsikan, dan membandingkan perbedaan
disposisi berpikir kritis matematis antara mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran dengan CAM dengan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran
dengan model konvensional.
Kemampuan Awal Matematis (KAM) mahasiswa terdiri dari tiga kategori
yaitu: kategori tinggi, kategori sedang, dan kategori rendah. Berikut disajikan
Tabel 4.1
Sebaran Sampel Penelitian
KAM Kontrol (PK) Eksperimen (CAM) Jumlah
Tinggi 6 8 14
Sedang 26 29 55
Rendah 6 7 13
Total 38 44 82
Keterangan: CAM = Concept Attainment Model. PK = Pembelajaran Konvensional.
Analisis statistik terhadap hasil tes dan skala disposisi menggunakan
bantuan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2010 dan SPSS 16.0 yang meliputi: statistika deskriptif, uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas Levene, uji-t, uji ANAVA satu jalur, uji ANAVA dua jalur, dan uji lanjut Scheffe. Sebelum melakukan uji statistik, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi, yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas varians. Pada bab ini akan
disajikan rangkuman hasil-hasil analisis data dari semua pengujian tersebut dan
pembahasannya.
1. Analisis Data Kemampuan Awal Matematis (KAM)
Data kemampuan awal matematis dikumpulkan dan dianalisis untuk
mengetahui kemampuan awal matematis mahasiswa sebelum penelitian ini
dilaksanakan. Kemampuan awal matematis diperoleh dari nilai mata kuliah
Pendidikan Matematika I yang mereka peroleh di semester IV. Nilai tersebut
kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori kemampuan awal tinggi, sedang,
dan rendah. Untuk memperoleh gambaran kemampuan awal matematis
mahasiswa tersebut, data dianalisis secara deskriptif agar dapat diketahui rerata,
deskriptif data kemampuan awal matematis mahasiswa berdasarkan hasil
pembelajaran sebelumnya disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Deskripsi Data KAM Mahasiswa
Statistik Deskriptif Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
N 38 44
82,62 80,64
Sd 8,64 6,22
Max 97,10 92
Min 65,80 66,80
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa deskripsi nilai kemampuan awal
matematis kelas kontrol lebih baik dari kelas eksperimen. Namun perbedaannya
tidak terlalu jauh, alasan peneliti untuk tetap memilih kelompok mahasiswa yang
memiliki rata-rata 80,64 sebagai kelas eksperimen, karena peneliti ingin
menjadikan rata-rata kelas eksperimen (kelompok yang mendapatkan
pembelajaran concept attainment model) lebih baik dari rata-rata kelas kontrol (kelas yang mendapatkan pembelajaran konvensional) secara keseluruhan.
Selanjutnya akan dilakukan pengujian kesetaraan kemampuan awal
matematis kedua kelompok pembelajaran dengan menggunakan uji t, namun
sebelum melakukan uji t, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dan uji
homogenitas varians.
Rumusan hipotesis untuk menguji normalitas data adalah:
H0 : Data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai probabilitas (sig.) lebih
besar dari = 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Uji
normalitas data yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data kemampuan awal matematis mahasiswa kedua kelompok
pembelajaran disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Uji Normalitas Data KAM Mahasiswa
Kolmogorov-Smirnov Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
N 38 44
Sig. 0,41 0,82
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (sig.) data pada
pembelajaran pembelajaran konvensional dan concept attainment model lebih dari
0,05. Hal ini berarti H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa data sampel
kedua kelompok tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Selanjutnya akan diuji homogenitas varians kemampuan awal matematis kedua
kelompok dengan menggunakan uji Levene. Rumusan hipotesis statistik untuk menguji homogenitas varians kedua kelompok data adalah:
H0: 12 = 22
H1: 12≠22
Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai probabilitas (sig.)
lebih besar dari = 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak.
Hasil uji homogenitas varians data kemampuan awal matematis mahasiswa kedua
Tabel 4.4
Uji Homogenitas Data KAM Mahasiswa
Uji Levene Data Kriteria
N 82
H0 ditolak
Sig. 0,007
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (sig.) data kecil
besar dari 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa
varians data kedua kelompok tersebut tidak homogen. Karena kedua kelompok
sampel memenuhi asumsi normalitas data namun tidak memenuhi asumsi
homogenitas varians, selanjutnya akan diuji kesetaraan data kemampuan awal
matematis dengan menggunakan uji-t’. Rumusan hipotesis statistik yang diuji adalah:
H0: μ1= μ2 H1: μ1≠μ2 dengan
μ1= Rerata KAM mahasiswa yang mendapat pembelajaran PK
μ2= Rerata KAM mahasiswa yang mendapat pembelajaran CAM
Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika p-value (sig.) lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima; untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Hasil uji kesetaraan
data kemampuan awal matematis mahasiswa berdasarkan pendekatan
Tabel 4.5
Uji Kesetaraan Data KAM
Uji-t’ Data Kriteria
N 82 H0 diterima
Sig. (2-tailed) 0,23
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (sig.) lebih besar
dari 0,05, sehingga H0 diterima. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan rerata
kemampuan awal matematis antara mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran
concept attainment model dan mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Hal ini semakin memperkuat pernyataan pada tabel 4.2
sebelumnya, bahwa secara keseluruhan deskripsi nilai kemampuan awal
matematis kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak terdapat perbedaan yang
signifikan.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis
Untuk melihat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model dan pembelajaran konvensional secara keseluruhan akan dilakukan uji perbedaan
rata-rata dalam hal ini adalah uji ANAVA dua jalur. Kemudian untuk melihat
perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran concept attainment model berdasarkan kemampuan awal matematis
(KAM) mahasiswa akan dilakukan uji ANAVA satu jalur dan uji lanjut Scheffe.
Selanjutnya, untuk melihat interaksi antara faktor pembelajaran yang digunakan
matematis mahasiswa akan dilakukan uji ANAVA dua jalur. Dalam hal ini, data
yang digunakan adalah data hasil tes komunikasi matematis mahasiswa.
Hipotesis-hipotesis yang diuji adalah:
Hipotesis 1
“Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa yang memperoleh pembelajaran Concept Attainment Model dan mahasiswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan”.
Hipotesis 2
“Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang
memperoleh pembelajaran Concept Attainment Model berdasarkan kemampuan
awal matematis (KAM) mahasiswa”.
Hipotesis 3
“Terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal
matematis terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa”.
Pengujian Hipotesis 1:
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran dengan Concept Attainment Model dan mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara keseluruhan.
H1: Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara mahasiswa
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional secara
keseluruhan.
Pengujian Hipotesis 3:
Hipotesis yang diuji adalah:
H0: Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan
KAM terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa.
H1: Terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan KAM
terhadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai sig. lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya maka H0 ditolak.
Agar memperoleh gambaran kualitas kemampuan komunikasi matematis
kedua kelompok mahasiswa tersebut, maka data dianalisis secara deskriptif,
sehingga dapat diketahui rerata, deviasi standar, nilai minimum, dan nilai
maksimum. Rangkuman hasil analisis deskriptif data kemampuan komunikasi
matematis mahasiswa pada kedua pembelajaran disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.6
Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Mahasiswa
Statistik Deskriptif Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
N 38 44
46,31 30,09
Sd 11,19 12,07
Min 15 1
Max 59 55
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa deskripsi data kemampuan
lebih baik dari pada mahasiswa yang mendapat pembelajaran concept attainment model. Artinya secara keseluruhan rata-rata kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model tidak lebih baik dari pada rata-rata keseluruhan kemampuan komunikasi matematis
mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Namun, deviasi standar
pada kedua pembelajaran tidak terlalu berbeda.
Sebelum dilakukan uji perbedaan rata-rata, terlebih dahulu akan diuji
normalitas data dan homogenitas varians dari data kemampuan komunikasi
matematis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran concept attainment model (kelas eksperimen) dan pembelajaran konvensional (kelas kontrol).
Rumusan hipotesis untuk menguji normalitas data adalah:
H0: Data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1: Data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika nilai probabilitas (sig.) lebih
besar dari = 0,05 maka H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Uji
normalitas data yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa kedua kelompok
pembelajaran disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Uji Normalitas Kemampuan Komunikasi Matematis
Kolmogorov-smirnov Kontrol (PK) Eksperimen (CAM)
N 38 44
Sig. 0,16 0,48
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai signifikansi kemampuan komunikasi
matematis kedua kelompok pembelajaran lebih besar dari 0,05. Ini berarti
hipotesis nol diterima. Artinya, data kemampuan komunikasi matematis
mahasiswa baik untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen berdistribusi
normal.
Selanjutnya akan diuji homogenitas varians kemampuan komunikasi
kedua kelompok sampel dengan menggunakan uji Levene. Kriteria pengujian yang digunakan adalah: jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari = 0,05 maka
H0 diterima, untuk kondisi lainnya H0 ditolak. Hasil uji homogenitas varians data
kemampuan komunikasi matematis mahasiswa kedua kelompok pembelajaran
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Uji Homogenitas
Uji-Levene df1 df2 Sig.
1,22 5 76 0,27
Dari tabel di atas, terlihat bahwa nilai signifikansi homogenitas varians
data kemampuan komunikasi matematis mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran concept attainment model (kelas eksperimen) dan pembelajaran konvensional (kelas kontrol) lebih besar dari 0,05. Ini berarti hipotesis nol
diterima. Karena data kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok
pembelajaran memenuhi asumsi normalitas data dan homogenitas varians, maka
pembelajaran concept attainment model (kelas eksperimen) dan mahasiswa yang
mendapat pembelajaran pembelajaran konvensional (kelas kontrol), dan apakah
terdapat pengaruh dari interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan
kemampuan awal matematis terhadap kemampuan komunikasi matematis
mahasiswa akan diuji menggunakan ANAVA dua jalur. Hasil perhitungan
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.9
Dari tabel di atas, terlihat bahwa faktor pembelajaran yang digunakan oleh
masing-masing kelompok pembelajaran memberikan pengaruh yang signifikan
tehadap kemampuan komunikasi matematis mahasiswa. Hal ini terlihat dari nilai
signifikansi yang diperoleh sebesar 0,00 lebih kecil dari 0,05. Artinya terdapat
perbedaan secara signifikan antara rerata kemampuan komunikasi matematis
mahasiswa yang mendapat pembelajaran concept attainment model (kelas eksperimen) dan mahasiswa yang mendapat pembelajaran pembelajaran
sebelumnya, bahwa deskripsi nilai komunikasi matematis kelas kontrol lebih baik
dari kelas eksperimen. Artinya secara keseluruhan kemampuan komunikasi
matematis kelas eksperimen tidak lebih baik dibandingkan kelas kontrol.
Kemudian faktor kemampuan awal matematis secara keseluruhan juga
memberikan pengaruh yang signifikan tehadap kemampuan komunikasi
matematis mahasiswa. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi yang diperoleh 0,001
lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor pembelajaran
yang diperoleh oleh masing-masing kelompok dan faktor kemampuan awal
matematis secara keseluruhan memberikan pengaruh yang signifikan tehadap
kemampuan komunikasi matematis mahasiswa. Selanjutnya diperoleh nilai
signifikansi interaksi antara faktor pembelajaran yang digunakan dan kemampuan
awal matematis secara keseluruhan sebesar 0.74 lebih besar dari 0,05. Artinya
tidak terdapat pengaruh yang signifikan yang disebabkan oleh interaksi antara
faktor pembelajaran yang digunakan pada masing-masing kelompok pembelajaran
dan kemampuan awal matematis secara keseluruhan tehadap kemampuan
komunikasi matematis mahasiswa. Selanjutnya akan dilihat pengaruh faktor
kemampuan awal matematis berdasarkan kriteria tinggi, sedang dan rendah
terhadap kemampuan komunikasi matematis pada mahasiswa yang memperoleh
pembelajaran concept attainment model.
Pengujian Hipotesis 2: