• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN IPA PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN IPA PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN IPA

PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

AYU NUR AISYAH 0903598

PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS TASIKMALAYA

(2)

PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR

Oleh

Ayu Nur Aisyah 0903598

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikanprogram S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar

© Ayu Nur Aisyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN IPA

PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I,

Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd.

NIP. 19600825 198603 1 002

Pembimbing II,

Drs. H. Raden Setiawan Leo, M.Pd.

NIP. 19560813 198811 1 001

Diketahui Oleh Ketua Program Studi PGSD

UPI Kampus Tasikmalaya,

Drs. Rustono W.S., M.Pd.

(4)

“Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Desain Didaktis Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya di Sekolah Dasar” ini beserta seluruh

isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya

siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam

karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya

ini”.

Tasikmalaya, Juni 2013

Yang membuat pernyataan,

Ayu Nur Aisyah

(5)

Tiada untaian kata yang paling indah dan bermakna, selain untaian puji

dan syukur yang penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Dzat Yang Maha

Pemurah lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Desain Didaktis

Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya di Sekolah Dasar” Shalawat beserta

salam semoga dilimpahkan kepada Sang Penerang zaman, habibanaa

waa’nabiyanaa Muhammad S.A.W. begitu pula kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya dan umatnya yang selalu setia hingga akhir zaman.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pendidikan program S1 PGSD dari Universitas

Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya. Penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini berkat izin dan pertolongan Allah SWT, serta bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Semoga amal baik yang telah diberikan

mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, karena masih

terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Hal ini dikarenakan terbatasnya

kemampuan dan wawasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Akhir kata,

penulis berharap mudah-mudahan karya kecil ini bermanfaat bagi dunia

pendidikan, khususnya pendidikan dasar, Amin.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis

sampaikan kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd., selaku Direktur Universitas Pendidikan

Indonesia Kampus Tasikmalaya.

2. Drs. Yusuf Suryana, M.Pd., selaku Sekretaris Universitas Pendidikan

Indonesia Kampus Tasikmalaya.

3. Drs. Rustono WS, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD Universitas

Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.

4. Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

tulus memberikan arahan, nasehat, dan motivasi dengan penuh kesabaran,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. H. Raden Setiawan Leo, M Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang

telah tulus memberikan arahan, nasehat dan motivasi dengan penuh

kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs. Oyon Haki Pranata, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Staf pengajar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.

8. Staf administrasi Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.

9. Kepala Sekolah beserta seluruh guru Sekolah Dasar Negeri Cikalang 1 dan

Sekolah Dasar Negeri Cikalang 2 Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya.

10. Orang tua tercinta; Ayahanda M. Kamil Kusnadi dan Ibunda O. Jubaedah,

serta kakak-kakak dan adik tercinta; Dedi N., Rini SA., Indah KN., Dedi S.,

dan Arif MT. atas dukungan material dan spiritual yang diberikan kepada

(7)

Hilda, Ina, Giwet, Cika, Aisyah, dan Nay.

12. Seluruh Guru yang telah berjasa menambah ilmu dan wawasan penulis

13. Seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu demi satu pada

ruang yang terbatas ini, atas partisipasi dan konstribusi yang diberikan

(8)

DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN IPA PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR

ABSTRAK

Berdasarkan studi pendahuluan ditemukan fenomena bahwa guru jarang merencanakan pembelajaran dengan baik dan ditemukan pula hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa, terutama yang bersifat epistemologis. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi learning obstacle siswa pada materi cahaya, desain didaktis untuk mengatasi learning obstacle siswa, dan implementasi desain didaktis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode Penelitian Desain Didaktis yang terdiri dari tiga tahap, yaitu Prospektif Analysis, Metapedadidaktik Analysis, dan

Retrosfektif Analysis. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD

Negeri Cikalang 1 dan 2 Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui proses triangulasi, Hasil penelitian diperoleh beberapa learning obstacle siswa dan desain didaktis untuk mengatasi learning obstacle siswa pada materi cahaya. Desain didaktis disusun berdasarkan learning obstacle siswa dan sesuai dengan komponen HLT. Desain didaktis I dapat mengurangi

learning obstacle siswa sebesar 40%, namun muncul learning obstacle baru dan desain didaktis II dapat mengurangi learning obstacle siswa sebesar 14,43%.

(9)

DAFTAR ISI

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar ... 13

1. Pengertian Belajar ... 13

2. Prinsip-prinsip Belajar... 14

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 14

4. Hambatan Belajar ... 15

4. Karakteristik Pembelajaran IPA ... 29

D. Model Pembelajaran IPA Alternatif ... 29

1. Model Pembelajaran ... 29

2. Model Pembelajaran pada Penelitian ... 33

E. Perencanaan Pembelajaran ... 36

(10)

2. Perencanaan Pembelajaran ... 37

F. Konsep Cahaya dan sifat-sifat Cahaya ... 38

1. Pengertian Cahaya ... 38

2. Sifat-sifat Cahaya ... 39

G. Metapedadidaktik ... 44

H. Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research) ... 48

1. Desain Didaktis ... 48

2. HLT (Hypothetical Learning Trajectoy) ... 49

3. Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research) ... 50

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 51

B. Desain Penelitian ... 52

C. Metode Penelitian ... 53

D. Definisi Operasional dan Konseptual ... 55

E. Instrumen Penelitian ... 56

F. Pengembangan Instrumen ... 57

1. Uji Keabsahan Data Kualitatif ... 57

2. Hasil Uji Instrumen Tes ... 58

3. Analisis Hasil Studi Pendahuluan ... 70

G. Teknik Pengumpulan Data ... 72

H. Teknik Analisis Data ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 75

1. Desain Pertama ... 75

a. Prospective Analysis 1 ... 75

b. Metapedadidaktik Analysis I ... 92

c. Retrospective Analysis I ... 96

2. Desain Kedua ... 99

a. Prospective Analysis 1I ... 99

b. Metapedadidaktik Analysis II ... 114

c. Retrospective Analysis II ... 119

B. Pembahasan ... 122

1. Learning Obstacle Siswa pada Materi Cahaya ... 123

2. Desain Didaktis Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya ... 123

3. Implementasi Desain Didaktis Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya ... 126

4. Desain Didaktis Akhir Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya ... 128

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 136

(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 139

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 143

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Kategori Daya Pembeda ... 67 Tabel 3. 2 Kategori Tingkat Kesukaran ... 69 Tabel 3. 3 Interval Kategori Pemahaman Siswa dan Learning Obstacle Siswa 71 Tabel 4. 1 Perbandingan Kategori Learning Obstacle Siswa Sebelum dan

Setelah Implementasi Desain Didaktis I ... 97 Tabel 4. 2 Perbandingan Kategori Learning Obstacle Siswa Sebelum dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 3 Tampilan Data pada Microsoft Excel 2007 ... 59

Gambar 3. 4 Tampilan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 16 ... 59

Gambar 3. 5 Tampilan Variabel View... 60

Gambar 3. 6 Tampilan Data View ... 60

Gambar 3. 7 Tampilan Data View ... 61

Gambar 3. 8 Tampilan Bivariate Correlations ... 61

Gambar 3. 9 Tampilan Correlations ... 62

Gambar 3. 10 Tampilan Data pada Microsoft Excel 2007 ... 63

Gambar 3. 11 Tampilan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 16 ... 63

Gambar 3. 12 Tampilan Variabel View... 64

Gambar 3. 13 Tampilan Data View ... 64

Gambar 3. 14 Tampilan Data View... 65

Gambar 3. 15 Tampilan Reliability Analysis ... 65

Gambar 3. 16 Tampilan Reliability Analysis: Statistics... 66

Gambar 3. 17 Tampilan Reliability ... 66

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Instrumen Penelitian ... 144

Lampiran A. 1 Kisi-Kisi Instrumen ... 145

Lampiran A. 2 Instrumen Tes ... 146

Lampiran A. 3 Uji Validitas Instrumen Tes ... 152

Lampiran A. 4 Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 153

Lampiran A. 5 Uji Daya Pembeda Soal ... 155

Lampiran A. 6 Analisis Tingkat atau Indeks Kesukaran Butir Soal ... 156

Lampiran A. 7 Seleksi Butir Soal Instrumen Penelitian ... 157

Lampiran A. 8 Format Kuesioner ... 158

Lampiran A. 9 Format Observasi ... 161

Lampiran A. 10 Pedoman Wawancara... 163

Lampiran B Studi Pendahuluan ... 164

Lampiran B. 1 Kisi-kisi Instrumen Mengungkap Learning Obstacle Siswa ... 165

Lampiran B. 2 Instrumen Mengungkap Learning Obstacle Siswa ... 173

Lampiran B. 3 Kunci Jawaban Mengungkap Learning Obstacle Siswa ... 178

Lampiran B. 4 Prediksi Jawaban Siswa ... 179

Lampiran B. 5 Hasil Kuesioner ... 180

Lampiran B. 6 Hasil Observasi ... 184

Lampiran B. 7 Hasil Wawancara ... 186

Lampiran B. 8 Hasil Analisis Studi Pendahuluan ... 188

Lampiran C Desain Didaktis I... 239

Lampiran C. 1 Silabus ... 240

Lampiran C. 2 RPP ... 242

Lampiran C. 3 LKS ... 246

Lampiran C. 4 Evaluasi Pembelajaran ... 250

Lampiran C. 5 Materi Pembelajaran ... 252

Lampiran C. 6 Media Pembelajaran... 254

Lampiran C. 7 Hasil Implementasi Desain Didaktis I ... 257

Lampiran D Desain Didaktis II ... 271

Lampiran D. 1 Silabus... 272

Lampiran D. 2 RPP ... 274

Lampiran D. 3 LKS ... 279

Lampiran D. 4 Evaluasi Pembelajaran ... 284

Lampiran D. 5 Materi Pembelajaran ... 286

Lampiran D. 6 Media Pembelajaran ... 289

Lampiran D. 7 Hasil Implementasi Desain Didaktis II ... 292

Lampiran E Produk Penelitian ... 311

Lampiran E. 1 Silabus ... 312

Lampiran E. 2 RPP ... 314

Lampiran F Dokumentasi ... 335

(15)

Lampiran F. 2 Surat Ijin Penelitian dari Lembaga ... 337

Lampiran F. 3 Surat Ijin Penelitian dari KESBANG Kota Tasikmalaya ... 338

Lampiran F. 4 Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya 339 Lampiran F. 5 Surat Rekomendasi dari UPTD Pendidikan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya ... 340

Lampiran F. 6 Surat Keterangan Penelitian dari Kepala Sekolah ... 341

Lampiran F. 7 Surat Pernyataan Perubahan Redaksi Judul Skripsi ... 343

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perencanaan merupakan hal yang penting bagi seseorang yang akan

melaksanakan suatu kegiatan. Perencanaan dibuat sebagai acuan dalam

melaksanakan kegiatan, karena pada perencanaan terdapat langkah-langkah

sistematis yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Majid

(2007: 15) menyatakan bahwa “Perencanaan adalah menyusun langkah-langkah

yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.” Hal ini

sejalan dengan pendapat Hadari Nawawi (Majid, 2007: 16) bahwa ‘Perencanaan

berarti menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau suatu

pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.’ Perencanaan

sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kegiatan. Pepatah bijak mengatakan

bahwa gagal merencanakan berarti merencanakan kegagalan. Sebagaimana

dikemukakan oleh Uno (2010: 4) bahwa:

Perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat dipahami bahwa perencanaan

adalah proses menyusun langkah-langkah kegiatan, membuat antisipasi, dan

memperkirakan tentang apa yang akan dilaksanakan oleh seseorang untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga kegiatan dapat berjalan dengan

baik.

Begitu pula dalam pembelajaran, apabila pembelajaran tidak direncanakan

sebelumnya, maka pembelajaran tidak akan berlangsung sesuai dengan harapan

atau dapat dikatakan pembelajaran gagal/tidak berhasil. Pembelajaran

sebagaimana dikemukakan Gagne & Briggs (1979) bahwa:

A set of events which affect learners in such a way that learning is facilitated. Pembelajaran adalah suatu rangkaian peristiwa yang memengaruhi

(17)

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Degeng (Uno, 2010: 3) ‘Pembelajaran

adalah upaya untuk membelajarkan siswa.’ Secara implisit dapat dipahami bahwa

dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan

metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.

Pembelajaran dalam wikipedia:

Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan guru agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada siswa. (pengertian pembelajaran dikutip dari internet, diakses pada 08 April 2012 di http://www.wikipedia.com)

Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses membantu, mengarahkan, dan

membimbing siswa supaya dapat belajar dengan baik dan optimal dengan adanya

interaksi antara guru dengan siswa. Pembelajaran memiliki hakikat perencanaan

atau rancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Sebagaimana

pendapat dari Majid (2007: 12) bahwa:

Perencanaan pembelajaran adalah proses memilih, menetapkan, dan mengembangkan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran, menawarkan bahan ajar, menyediakan pengalaman belajar yang bermakna, serta mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran dalam mencapai hasil pembelajaran.

Sejalan dengan pendapat tersebut, perencanaan dalam pembelajaran menurut Ali

(2004: 4) yaitu:

Perencanaan yang dibuat, merupakan antisipasi dan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dalam pengajaran, sehingga tercipta suati situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang diharapkan.

Perencanaan pembelajaran terdapat dalam redaksi Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20

(tentang Standar Proses) dinyatakan: “Perencanaan proses pembelajaran meliputi

silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,

sumber belajar, dan penilaian hasil belajar” (Suyono, 2012: 4).

Dari beberapa pendapat ahli mengenai perencanaan pembelajaran dapat

(18)

sebelum melaksanakan pembelajaran untuk merancang langkah-langkah kegiatan,

menentukan model dan metode pembelajaran, mengalokasikan waktu, membuat

antisipasi, dan mengambil suatu keputusan yang tepat untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang ditetapkan.

Dalam pembelajaraan, bentuk perencanaan pembelajaran jangka pendek

adalah RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). RPP sangat penting karena

dijadikan sebagai acuan oleh guru untuk mengembangkan kreativitas dalam

melaksanakan proses pembelajaran. RPP merupakan upaya yang dilakukan guru

untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan

pembelajaran. Guru dalam melaksanakan pembelajaran berpedoman pada RPP

yang telah dibuat sebelum pembelajaran. Namun, pada kenyataannya guru tidak

profesional dalam merencanakan pembelajaran. Kebanyakan guru tidak membuat

sendiri RPP yang akan digunakannya, tetapi menggunakan RPP yang ada (dibuat

satu set bersama silabus). Oleh karena itu, pembelajaran tidak sesuai dengan

karakteristik siswa dan gaya mengajar guru. Sehingga pembelajaran tidak

berlangsung secara optimal.

Pada kegiatan pembelajaran, guru melakukan tiga proses berpikir. Menurut

Suryadi (2011: 2) “Proses berpikir guru dalam konteks pembelajaran terjadi pada

tiga fase yaitu sebelum pembelajaran, pada saat pembelajaran berlangsung, dan

setelah pembelajaran.’ Hal ini sesuai dengan pendapat Ali (2004: 4- 6) bahwa

“Guru yang memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, setidak-tidaknya menjalankan tiga tugas utama, yaitu merencanakan pembelajaran,

melaksanakan pembelajaran, dan memberikan balikan.” Pada fase sebelum

pembelajaran guru merencanakan pembelajaran, pada fase saat pembelajaran

berlangsung guru melaksanakan pembelajaran, dan fase setelah pembelajaran guru

memberikan balikan.

Sebelum pembelajaran guru harus merencanakan pembelajaran yaitu dengan

membuat suatu rancangan yang memperhatikan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai, tindakan yang akan dilakukan, antisipasi yang akan dilakukan, dan

menyiapkan bahan ajar hasil proses rekontekstualisasi dan repersonalisasi.

Namun, pada kenyataannya guru dalam membuat RPP lebih fokus pada tujuan

(19)

pembelajaran. Guru kurang memperhatikan antisipasi apa yang akan dilakukan

apabila siswa berperilaku menyimpang dari apa yang diprediksikan oleh guru

pada saat pembelajaran dan kurang memperhatikan penyiapan bahan ajar tanpa

adanya proses rekontekstualisasi dan repersonalisasi.

Pemilihan bahan ajar berupa materi pembelajaran sangat penting dalam

mewujudkan pembelajaran yang sukses/berhasil. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Direktorat Pembinaan SMA dalam dokumen Pembelajaran KTSP SMA (2008)

seperti yang dikutip oleh Suyono (2012: 146) menyatakan bahwa ‘Keberhasilan

pembelajaran secara keseluruhan sangat tergantung pada keberhasilan guru

merancang materi pembelajaran.’ Menurut Suyono (2012: 146) “Materi

pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai

siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan.” Oleh karena

itu, guru harus dapat memilih dan menetapkan materi pembelajaran yang sesuai

dengan kurikulum, fasilitas, tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan

karakteristik siswa, sehingga memudahkan siswa untuk memahami dan

menguasai materi pembelajaran.

Pada saat pembelajaran, guru harus melaksanakan pembelajaran sesuai

dengan rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Pada saat menyampaikan

materi pembelajaran guru harus memperhatikan hubungan komponen-komponen

yang ada pada pembelajaran. Menurut Ali (2004: 4) ”Interaksi berbagai

komponen-komponen dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu

guru, isi (materi pembelajaran), dan siswa.” Interaksi atau hubungan antar ketiga

komponen tersebut oleh Kansanen digambar sebagai segitiga didaktik. Menurut

Kansanen (1999: 6) “Segitiga didaktik adalah gambar segitiga dengan guru, siswa

dan materi sebagai titiknya.” Adapun hubungan antar komponen tersebut, yaitu hubungan yang terjadi antara guru dengan siswa disebut Hubungan Pedagogis

(HP), hubungan yang terjadi antara siswa dengan materi disebut Hubungan

Didaktis (HD), dan Hubungan antisipatif yang terjadi antara guru dengan materi

disebut Antisipasi Didaktis dan Pedagogis (ADP).

Namun pada kenyataannya guru lebih berfokus pada penyampaian materi

(20)

dan tidak melakukan antisipasi terhadap respons yang diberikan siswa karena

ADP memang tidak dirancang sebelum pembelajaran. Kurangnya antisipasi pada

saat pembelajaran dapat berdampak pada pembelajaran yang kurang optimal,

karena respons siswa yang muncul tidak diantisipasi guru secara tepat bahkan

guru tidak melakukan antisipasi terhadap respons siswa yang muncul.

Setelah pembelajaran guru harus memberikan balikan atau melakukan

evaluasi hasil belajar. Guru juga harus melakukan revisi rancangan pembelajaran

dengan mengkaitkan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan

rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Namun pada kenyataannya guru lebih

berfokus pada evaluasi hasil belajar siswa, tanpa adanya revisi rancangan

pembelajaran, apabila hasil belajar siswa tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Guru tidak berupaya mengkaitkan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan

dengan rancangan pembelajaran yang telah dibuat dan tidak berupaya merevisi

atau memperbaiki rancangan pembelajaran.

Dalam membuat rancangan pembelajaran guru harus memperhatikan

karakteristik siswa yang beragam. Hal ini sejalan dengan pendapat dari

Sukmadinata (2004: 20) “Ada dua karakteristik utama dari individu manusia

yaitu, pertama bahwa individu manusia itu unik, dan kedua dia berada dalam

proses perkembangan, serta perkembangannya dinamis.” Siswa merupakan individu manusia yang unik karena memiliki perbedaan karakteristik dan

perbedaan perkembangan satu dengan yang lainnya, Perbedaan-perbedaan ini

menyebabkan adanya perbedaan respons siswa dalam belajar, pemahaman siswa

mengenai konsep materi pembelajaran, dan hambatan belajar (learning obstacle)

yang dialami siswa. Hambatan belajar (learning obstacle) yang muncul akan

beragam jenisnya. Hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa

dalam memahami suatu konsep merupakan hal yang wajar. Hal ini menunjukkan

bahwa siswa sedang berusaha menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya

dengan pengetahuan-pengetahuan baru yang diperolehnya.

Guru dalam proses pembelajaran harus menyadari bahwa mengajar

merupakan suatu tugas yang sangat kompleks. hal ini dikemukakan oleh Naim

(21)

pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan.” Aspek pedagogis, bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Aspek

psikologis, bahwa setiap siswa memiliki taraf perkembangan masing-masing dan

mempunyai karakteristik yang beragam. Aspek didaktis, bahwa cara siswa

memahami atau mempelajari suatu materi pembelajaran (pemahaman siswa

terhadap materi pembelajaran) tidak sama.

Oleh karena itu, guru harus memiliki beberapa kompetensi supaya dapat

melaksanakan tugas mengajar siswa dengan baik. Dalam PP No. 74/2008, Pasal 3

ayat 2 (Suyono, 2012: 185) disebutkan bahwa:

Ada empat kompetensi guru yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru profesional dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Keempat kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan

kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan

bagi siswa dan berakhlak mulia. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru

untuk berkomunikasi sosial dan bergaul dengan siswa, sesama guru, dengan

kepala sekolah, pegawai tata usaha, orang tua/wali siswa, dan masyarakat di

lingkungannya. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam

pengelolaan siswa baik secara psikologis maupun pedagogis meliputi pemahaman

guru terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil

belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi

yang dimilikinya.. Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam

menguasai pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, atau menguasai materi

pembelajaran secara luas.

Dengan memiliki keempat kompetensi tersebut seorang guru harus mampu

membimbing siswa mengatasi hambatan belajar (learning obstacle) siswa

sehingga mereka dapat memahami materi yang diajarkan. Namun, berdasarkan

hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada studi pendahuluan ditemukan

fenomena bahwa pada pembelajaran IPA yang berkaitan dengan materi cahaya,

(22)

obstacle) siswa dalam memahami konsep dasar cahaya dan sifat-sifat cahaya;

aplikasi konsep cahaya dan sifat-sifat cahaya.

Cahaya merupakan topik yang menarik untuk dipelajari siswa, karena

cahaya merupakan fenomena/gejala alam yang terjadi di sekitar siswa. Siswa

dapat melihat benda yang ada di sekitar dan benda yang ada di belakang mereka

dengan menggunakan cermin. Melihat artinya ada cahaya dari benda masuk ke

dalam mata. Sifat-sifat cahaya menimbulkan bermacam pengertian dan

pemahaman yang berbeda dalam pikiran siswa. Dalam mempelajari materi cahaya

siswa dituntut untuk dapat mengamati gejala-gejala alam yang berkaitan dengan

cahaya dan dapat menjelaskan mengapa gejala-gejala alam tersebut dapat terjadi.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti memilih materi cahaya untuk dijadikan objek

penelitian pada siswa kelas V SD.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujayanto dan tim di

Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2006/2007 dengan

judul penelitian “Identifikasi Miskonsepsi IPA (Fisika) pada Siswa SD”,

ditemukan beberapa hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa

atau adanya miskonsepsi pada pembelajaran IPA materi cahaya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa muncul miskonsepsi tentang konsep cahaya yang dimiliki

siswa sebagai berikut: Cahaya merambat lurus, berarti cahaya tidak dapat

dipantulkan oleh permukaan tembok tetapi dapat dibiaskan oleh sebuah medium,

sebanyak 52 % siswa mempunyai miskonsepsi ini dan benda dapat dilihat jika

benda tersebut sebagai sumber cahaya atau ada cahaya dari mata yang sampai ke

benda, sebanyak 44 % siswa mempunyai miskonsepsi ini

Selain itu, ketika peneliti menjadi tim pembuat soal olimpiade MIPA UPI

Kampus Daerah Tasikmalaya 2012 Se-Priangan Timur. Peneliti menemukan

fenomena bahwa hampir semua siswa (peserta Olimpiade MIPA) kurang tepat

dalam menjawab soal mengenai pembiasaan yang termasuk salah satu sifat

cahaya. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SD Negeri

Cikalang 1 pada siswa kelas V. Banyak siswa yang belum memahami dengan

(23)

berakibat pada kesalahan siswa dalam menjawab soal dan memberikan alasan

yang salah.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kurangnya pemahaman siswa,

terhadap materi cahaya dan sifat-sifat cahaya disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya: 1. faktor dari siswa, bahwa siswa memliki hambatan belajar

(learning obstacle) dalam materi sifat-sifat cahaya yang bersifat epistemologis, 2.

faktor dari guru, bahwa guru kurang dalam pengajaran materi cahaya dan kurang

dalam menyusun rancangan pembelajaran, 3. faktor dari materi, bahwa materi

mengenai sifat-sifat cahaya belum komprehensif dan representatif sehingga siswa

tidak bisa menyelesaikan masalah dengan konsep yang berbeda.

Hambatan belajar (learning obstacle) dan miskonsepsi yang muncul pada

diri siswa dapat pula disebabkan oleh strategi belajar mengajar yang digunakan

guru kurang tepat. Hal ini dikarenakan tidak adanya perencanaan yang baik

sebelum proses pembelajaran. Dengan demikian, perlu adanya suatu proses

perencanaan pembelajaran yang disusun sebagai desain didaktis.

Menurut Wadifah (Firmansyah, 2012: 10), “Desain didaktis merupakan

rancangan sajian bahan ajar.” Rancangan ini disusun sebelum proses pembelajaran berdasarkan hambatan belajar (learning obstacle) siswa yang

muncul pada proses pembelajaran. Firmansyah (2012: 10) mengemukakan bahwa,

“Desain didaktis dirancang guna mengurangi munculnya hambatan belajar (learning obstacle).” Desain didaktis diharapkan mampu menciptakan situasi

didaktis dan situasi pedagogis dengan melakukan antisipasi didaktis dan

pedagogis pada pembelajaran. Sehingga tercipta pembelajaran yang optimal dan

dapat mengarahkan siswa pada pembentukan pemahaman yang utuh. Berdasarkan

uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Desain

Didaktis Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya di Sekolah Dasar”.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi dan Analisis Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan, maka

(24)

a. Materi cahaya merupakan salah satu materi yang masih sulit dipahami siswa

sekolah dasar.

b. Hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa pada materi

cahaya perlu diatasi dengan menyusun desain didaktis.

c. Desain didaktis merupakan rancangan sebelum pembelajaran untuk

mengurangi dan mengatasi hambatan belajar (learning obstacle) siswa.

2. Perumusan masalah

a. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi dengan beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana hambatan belajar (learning obstacle) siswa pada materi cahaya

di kelas V SD Negeri?

2) Bagaimana desain didaktis pembelajaran IPA untuk mengatasi hambatan

belajar (learning obstacle) siswa pada materi cahaya di kelas V SD Negeri?

3) Bagaimana implementasi desain didaktis pembelajaran IPA pada materi

cahaya di kelas V SD Negeri?

b. Batasan Masalah

Agar pembahasan permasalahan lebih terarah dan tidak meluas maka

permasalahan dibatasi sebagai berikut:

1) Subyek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Cikalang 1 dan SD

Negeri Cikalang 2 UPTD Pendidikan Kecamatan Tawang Kota

Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013

2) Konsep yang dibahas adalah konsep tentang cahaya dan sifat-sifat cahaya

yaitu cahaya merambat lurus, cahaya menembus benda bening, cahaya dapat

dipantulkan, dan cahaya dapat dibiaskan.

3) Desain didaktis pembelajaran IPA didasarkan pada hambatan belajar

(25)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan

penelitian sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi hambatan belajar (learning obstacle) siswa pada materi

cahaya di kelas V SD Negeri.

2. Mendeskripsikan desain didaktis pembelajaran IPA untuk mengatasi

hambatan belajar (learning obstacle) siswa pada materi cahaya di kelas V

SD Negeri.

3. Mendeskripsikan implementasi desain didaktis pembelajaran IPA pada

materi cahaya di kelas V SD Negeri.

4. Menghasilkan desain didaktis pembelajaran IPA pada materi cahaya di kelas

V SD Negeri.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai

kalangan, diantaranya :

1. Bagi Siswa

Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah siswa dapat memahami dan

menguasai konsep cahaya dan sifat-sifat cahaya dengan baik; siswa dapat terampil

dalam melakukan praktikum untuk membuktikan sifat-sifat cahaya; siswa dapat

menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi cahaya dalam

pembelajaran IPA yang akan menjadi dasar pada pembelajaran IPA selanjutnya.

2. Bagi Guru

Manfaat penelitian ini bagi guru adalah dapat membantu guru dalam

meningkatkan pembelajaran IPA pada materi cahaya dan sifat-sifat cahaya; dapat

membantu guru untuk menyajikan bahan ajar yang menarik sehingga mampu

melaksanakan pembelajaran yang optimal; dapat menentukan model dan metode

(26)

3. Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah dapat menambah wawasan

mengenai hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami oleh siswa pada

materi cahaya dan sifat-sifat cahaya; dapat menambah pengalaman dalam

menerapkan desain didaktis pembelajaran IPA pada materi cahaya dan sifat-sifat

cahaya di kelas V SD.

4. Bagi Peneliti lain

Manfaat penelitian ini bagi peneliti lain adalah penelitian ini diharapkan

dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya. Sehingga dapat

meningkatkan kualitas pendidikan.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Penulisan skripsi ini disusun dengan struktur organisasi sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri atas latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Latar belakang penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan alasan peneliti

melaksanakan penelitian, pentingnya masalah itu untuk diteliti, dan pendekatan

untuk mengatasi masalah. Identifikasi dan perumusan masalah menjelaskan

tentang analisis dan rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya.

Tujuan penelitian menyajikan tentang hasil yang ingin dicapai setelah penelitian

selesai dilakukan, tujuan penelitian dirumuskan dalam bentuk kalimat kerja

operasional. Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi

siswa, guru, peneliti sendiri dan bagi peneliti lain. Struktur organisasi skripsi

memaparkan mengenai urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam

skripsi.

2. Bab II Kajian Pustaka

Bab ini memberikan penjelasan mengenai landasan teori yang berisikan

(27)

pembelajaran IPA alternatif, perencanaan pembelajaran, konsep cahaya dan

sifat-sifat cahaya, metapedadidaktik, dan Penelitian Desain Didaktis (Didactical

Design research).

3. Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian. Komponen

metode penelitian terdiri dari lokasi penelitian, desain penelitian, metode

penelitian, definisi operasional dan konseptual, instrumen penelitian,

pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data penelitian.

4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini berisi hasil penelitian dari analisis data untuk menghasilkan temuan

berkaitan tentang masalah penelitian, serta pembahasan atau analisis temuan yang

dikaitkan dengan landasan teoritik yang dibahas dalam bab kajian pustaka.

5. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi

Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi yang menyajikan tentang

penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.

Penulisan kesimpulan dengan cara uraian padat yang menjawab pertanyaan

penelitian atau rumusan masalah. Rekomendasi yang ditulis ditujukan kepada para

praktisi pendidikan, para pengguna hasil penelitian yang bersangkutan dan kepada

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua SD (Sekolah Dasar) yang berbeda, yaitu di SD

Negeri Cikalang 1 dan SD Negeri Cikalang 2 yang berlokasi di Kecamatan

Tawang Kota Tasikmalaya. Pada pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua

tahap, yaitu tahap pengambilan data dan tahap implementasi. Tahap pengambilan

data melalui studi pendahuluan dilaksanakan di SD Negeri Cikalang 1,

implementasi desain didaktis I dilaksanakan di SD Negeri Cikalang 1, dan

implementasi desain didaktis II dilaksanakan di SD Negeri Cikalang 2 UPTD

Pendidikan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya.

Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling dan snowball sampling. Menurut Sugiyono (2011: 85)

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu.” Hal yang menjadi pertimbangan peneliti dalam

menentukan sampel, diantaranya:

a. Informasi mengenai kriteria sekolah dari UPTD Pendidikan Kecamatan

Tawang Kota Tasikmalaya, kemudian peneliti menentukan 1 SD dengan

kriteria yang kurang dan 1 SD dengan kriteria yang tinggi.

b. Kesesuaian materi dengan kurikulum yang berlaku.

c. Narasumber yang memainkan peran penting pada pembelajaran IPA, yaitu

siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran IPA dan guru yang

berpengalaman dalam pembelajaran IPA.

d. Narasumber yang memiliki pengetahuan yang berharga sesuai dengan

kajian penelitian.

e. Kesedian narasumber terlibat dalam penelitian.

Menurut Sugiyono (2011: 85) “Snowball sampling adalah teknik mengambil

sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi

(29)

Dalam menggunakan teknik snowball sampling, variasi sampel informan memang diperlukan agar tidak terbatas pada sekelompok individu saja yang seringkali memiliki kepentingan tertentu, sehingga hasil penelitian menjadi bias.

Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum

mampu memberikan data yang memuaskan, sehingga dibutuhkan narasumber lain

untuk dijadikan sumber data dengan menambah jumlah sumber data

Sampel yang dijadikan narasumber untuk mengungkap hambatan belajar

(learning obstacle) siswa adalah siswa kelas V SD. Oleh karena itu, peneliti

memilih guru kelas V SD sebagai penambah informasi mengenai hambatan

belajar (learning obstacle) yang dialami siswa ketika belajar materi cahaya dan

sifat-sifat cahaya.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pengambilan data

melalui studi pendahuluan dan implementasi desain didaktis. Subjek penelitian

dalam mengambil data pada studi pendahuluan adalah siswa kelas V SD Negeri

Cikalang 1, subjek penelitian pada implementasi desain didaktis I adalah siswa

kelas V SD Negeri Cikalang 1, dan subjek penelitian pada implementasi desain

didaktis II adalah siswa kelas V SD Negeri Cikalang 2.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu rancangan penelitian yang dibuat

peneliti sebelum melakukan penelitian sebagai pedoman pada proses pelaksanaan

penelitian. peneliti. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Penelitian Desain Didaktis, yang dirancang dengan tujuan untuk menemukan atau

mengungkap hambatan belajar (learning obstacle) siswa dalam memahami materi

cahaya dan sifat-sifat cahaya, selanjutnya dirancang suatu desain didaktis untuk

(30)

Desain penelitian yang akan digunakan pada Penelitian Desain Didaktis ini,

sebagai berikut:

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan

metode Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research). Penelitian

Desain Didaktis terdiri dari tiga tahap, yaitu:

1. Analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa

(31)

2. Analisis metapedadidaktik,

3. Analisis retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi

didaktis hipotetis dengan hasil analisis metapedadidaktik.

Fokus penelitian ini adalah merancang desain didaktis untuk mengatasi

hambatan belajar (learning obstacle) siswa pada materi cahaya. Adapun alur

Penelitian Desain Didaktis sebagai berikut:

1. Prospective analysis, meliputi:

a. Mengumpulkan dan menelaah literatur mengenai materi IPA sekolah dasar

yang menjadi objek penelitian.

b. Melakukan rekontekstualisasi dan repersonalisasi terhadap bahan ajar serta

berdiskusi dengan dosen pembimbing.

c. Membuat instrumen untuk mengetahui dan mengungkap hambatan belajar

(learning obstacle) siswa pada materi cahaya.

d. Membuat desain didaktis awal/baru berdasarkan HLT.

2. Metapedadidaktik analysis, meliputi:

a. Mengimplementasikan desain didaktis yang dibuat, dengan memperhatikan

ADP, HD, dan HP.

Prospective Analysis

Metapedadidaktik

Analysis

Retrospective

Analysis

Gambar 3.2

(32)

b. Melakukan observasi untuk mengungkap learning obstacle siswa pada

pelaksanaan pembelajaran.

c. Memberikan tes untuk membandingkan learning obstacle awal dangan

learning obstacle implementasi desain didaktis.

3. Retrospective analysis, meliputi:

a. Mengaitkan hasil metapedadidaktik analysis dengan prospective analysis.

b. Mengkategorikan jenis hambatan belajar (learning obstacle) siswa.

c. Melakukan perbaikan desain didaktis awal.

Bogdan dan Tylor (Firmansyah, 2012) mengemukakan bahwa “Metode

kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”

Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mencari

data secara merata dari siswa tentang hambatan belajar (learning obstacle) siswa

pada materi cahaya di kelas V SD dan menyusun desain didaktis sesuai dengan

teori-teori yang mendukung untuk mengatasi (learning obstacle) siswa pada

materi cahaya di kelas V SD.

D. Definisi Operasional dan Konseptual

Beberapa variabel yang perlu diketahui untuk menghindari kesalahpahaman

dalam penelitian ini, yaitu :

1. Desain didaktis adalah rancangan sajian bahan ajar pada materi yang akan

disajikan untuk mengurangi atau mengatasi hambatan belajar (learning

obstacle) siswa dengan memperhatikan respons siswa. Desain didaktis yang

akan dijadikan variabel penelitian adalah desain didaktis pembelajaran IPA

pada materi cahaya di kelas V semester 2 SD Negeri UPTD pendidikan

kecamatan Tawang kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013.

2. Pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang

terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan,

(33)

yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman

melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan,

dan penyajian-penyajian gagasan. Pembelajaran IPA yang akan dijadikan

variabel penelitian adalah pembelajaran IPA di kelas V semester 2 SD

Negeri UPTD pendidikan kecamatan Tawang kota Tasikmalaya tahun

ajaran 2012/2013.

3. Materi yang dijadikan variabel penelitian adalah materi cahaya dan

sifat-sifat cahaya pada kelas V semester 2 SD Negeri UPTD pendidikan

kecamatan Tawang kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013. Cahaya

adalah sinar atau terang (dari sesuatu yang bersinar/sumber cahaya

matahari, nyala lilin, lampu) yang memungkinkan mata menangkap

bayangan benda-benda di sekitarnya. Adapun sifat cahaya, diantaranya:

cahaya dapat merambat lurus, cahaya dapat menembus bening, cahaya dapat

dipantulkan, dan cahaya dapat dibiaskan

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian utama adalah

peneliti sendiri. Sugiyono (2011: 222) mengemukakan bahwa:

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian. memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.

Selain itu dibuat juga instrumen tambahan yaitu kuesioner, lembar

observasi, pedoman wawancara, dan tes yang digunakan untuk mengungkap atau

mendapatkan informasi mengenai hambatan belajar (learning obstacle) siswa

terkait materi cahaya dan sifat-sifat cahaya. Digunakan pula perangkat

pembelajaran yang terdiri dari silabus, RPP, materi pembelajaran, LKS, media

(34)

F. Pengembangan Instrumen

1. Uji Keabsahan Data Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif, data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada

perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan kenyataan yang terjadi pada

objek yang diteliti. Kebenaran realitas data bersifat jamak dan tergantung pada

kemampuan peneliti mengkonstruksi fenomena yang diamati, serta dibentuk

dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar

belakangnya. Penelitian kualitatif, suatu realitas itu bersifat majemuk/ganda,

dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang seperti

semula (Sugiyono, 2011: 270).

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi :

a. Uji Credibility

Uji credibility (kredibilitas/kepercayaan) dilaksanakan untuk meningkatkan

kepercayaan terhadap hasil penelitian. Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan

cara, yaitu perpanjang pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi

dengan teman, analisis kasus negatif, dan member check.

b. Uji Transferability

Uji transferability (keteralihan) dilaksanakan untuk menunjukkan derajat

ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel

tersebut diambil. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bisa atau tidaknya hasil

penelitian ini diterapkan di tempat lain. Dalam membuat laporannya peneliti

memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya sehingga

pembaca mendapatkan kejelasan dari hasil penelitian ini.

c. Uji Dependability

Uji dependability (kebergantungan) dilaksanakan untuk mengetahui

penelitian yang dilaksanakan reliabel atau tidak. Penelitian yang reliabel adalah

apabila orang lain dapat mengulang proses penelitian tersebut. Uji dependability

dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian,

(35)

keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Hal ini dilakukan

dengan cara memperlihatkan dokumentasi dari seluruh rangkaian proses

penelitian.

d. Uji Confirmability

Uji confirmability (kepastian) berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan

dengan proses yang dilakukan. Suatu penelitian dikatakan memenuhi standar

confirmability, apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian

yang dilakukan. Penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati

benyak orang. Uji confirmability dapat dilakukan secara bersamaan dengan uji

dependability.

2. Hasil Uji Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan untuk mengungkap learning obstacle siswa

dilakukan uji instrumen terlebih dahulu. Uji instrumen dilaksanakan di kelas V

SD dengan jumlah responden 95 siswa yang berasal dari 3 sekolah, yaitu 35 siswa

kelas V SD Negeri Dadaha 1, 30 siswa kelas VA dan 30 siswa kelas VB SD

Negeri Babakan Goyang Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. Sekolah yang

diambil untuk uji instrumen ini diasumsikan memiliki karakteristik yang sama

dengan sekolah tempat dilaksanakannya penelitian.

Pengujian ini bertujuan untuk memperoleh instrumen tes yang valid dan

reliabel sehingga mendapatkan hasil penelitian yang vaild dan reliabel. Hasil

pengujian instrumen tes sebagai berikut.

a. Pengujian Validitas

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan

data itu valid. “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur

apa yang seharusnya diukur” (Sugiyono, 2011: 121). Pengujian validitas

instrumen pada penelitian ini menggunakan korelasi Pearson Product Moment.

Selain itu, perhitungan uji validitas juga dilakukan dengan bantuan program

(36)

versi 16. Menurut Uyanto (2009: 222) prosedur SPSS korelasi Pearson Product

Moment. sebagai berikut:

1) Masukkan data yang akan diuji pada program Microsoft Excel 2007

Gambar 3. 3

Tampilan Data pada Microsoft Excel 2007

2) Buka program SPSS → Start→ All Programs→ SPSS 16.0→ Cancel

Gambar 3. 4

(37)

3) Buatlah desain variabel pada menu Variabel View

Gambar 3. 5

Tampilan Variabel View

4) Masukkan data yang telah dibuat pada program Microsoft Excel 2007 pada

menu Data View

Gambar 3. 6

(38)

5) Kemudian klik Analyze Correlate Bivariate sebagai berikut:

Gambar 3. 7

Tampilan Data View

6) Pindahkan variabel dan skor total ke kotak Variables → OK

Gambar 3. 8

(39)

7) Hasil uji validitas instrumen

Gambar 3. 9

Tampilan Correlations

Setelah melakukan langkah-langkah tersebut, maka dilanjutkan membuat

kesimpulan dengan membandingkan antara Pearson Correlation (rhitung) dengan

nilai tabel korelasi Product Moment (rtabel). Kriterianya apabila rhitung > rtabel maka

instrumen dinyatakan valid, sebaliknya jika rhitung < rtabel maka instrumen tidak

valid. Hasil uji validitas dapat dilihat pada lampiran A. 3.

Berdasarkan lampiran A. 3 maka diketahui 36 soal tes yang memenuhi

kriteria validitas serta 4 soal tes lainnya tidak memenuhi kriteria validitas atau

dinyatakan tidak valid. Soal tes yang tidak valid adalah soal nomor 3, 4, 12, dan

15. Nomor soal yang tidak valid dihilangkan dan tidak digunakan pada penelitian.

b. Pengujian Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2011: 121) “Instrumen yang reliabel adalah instrumen

(40)

Uji reliabilitas ini menggunakan metode Cronbach’s Alpha yang

perhitungannya dilakukan menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007

dan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 16. Menurut

Uyanto (2009: 276) prosedur SPSS Reliability sebagai berikut:

1) Masukkan data yang akan diuji pada program Microsoft Excel 2007

Gambar 3. 10

Tampilan Data pada Microsoft Excel 2007

2) Buka program SPSS → Start→ All Programs→ SPSS 16.0

Gambar 3. 11

(41)

3) Buatlah desain variabel pada menu Variabel View

Gambar 3. 12

Tampilan Variabel View

4) Masukkan data yang telah dibuat pada program Microsoft Excel 2007 pada

menu Data View

Gambar 3. 13

(42)

5) Kemudian klik Analyze Scale Reliability Analysis sebagai berikut:

Gambar 3. 14

Tampilan Data View

6) Pindahkan variabel Items

Gambar 3. 15

(43)

7) Statistics Descriptives for Scale if item deleted → Inter Item →

Correlations → Continue→ OK

Gambar 3. 16

Tampilan Reliability Analysis: Statistics

8) Hasil uji reliabilitas instrumen

Gambar 3. 17

(44)

Setelah melakukan langkah-langkah di atas, maka dilanjutkan membuat

kesimpulan dengan membandingkan antara Alpha Cronbach. Kriterianya apabila

ada soal tes pada kolom Alpha if Item Deleted memberi nilai koefisien yang lebih

kecil dari nilai Alpha Cronbach keseluruhan, maka soal tes dinyatakan reliabel.

Sebaliknya, apabila soal tes pada kolom Alpha if Item Deleted memberi nilai

koefisien yang lebih tinggi dari nilai Alpha Cronbach keseluruhan, maka soal tes

dinyatakan tidak reliabel. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada lampiran A. 4.

Berdasarkan lampiran A. 4 maka dapat diketahui soal tes yang memenuhi

kriteria reliabilitas berjumlah 33 soal, sedangkan 7 soal tes yaitu nomor 3, 4, 12,

14, 15, 30, dan 37 tidak memenuhi kriteria reliabilitas atau tidak reliabel. Untuk

soal tes yang tidak reliabel dihilangkan atau direvisi. Soal tes yang dihilangkan

tidak digunakan pada penelitian sedangkan soal tes yang direvisi dapat digunakan

pada penelitian.

c. Daya Pembeda

Menurut Arikunto (2008: 211) “Daya pembeda soal adalah kemampuan

sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi)

dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).”. Menurut ketentuan yang

berlaku daya pembeda soal dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 3. 1

Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah

D = BA - BB = PA - PB

(45)

Keterangan: J = Jumlah peserta tes

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu

dengan benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu

dengan benar

PA = Proposi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = Proposi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Sumber: Arikunto (2008: 213)

Pengujian daya pembeda soal pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan

program Microsoft Excel 2007. Hasil uji daya pembeda soal dapat dilihat pada

lampiran A. 5.

Berdasarkan lampiran A. 5 maka dapat diketahui bahwa dari 40 soal tes

terdapat 3 soal dengan kategori sangat baik, 12 soal dengan kategori baik, 19 soal

dengan kategori cukup, 5 soal dengan kategori jelek, dan 1 soal dengan kategori

sangat jelek. Soal tes yang akan digunakan pada penelitian adalah soal-soal yang

berkategori sangat baik, baik, dan cukup. Sedangkan soal tes yang berkategori

jelek dan sangat jelek dihilangkan atau tidak digunakan pada penelitian.

d. Tingkat Kesukaran

“Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar” (Arikunto, 2008: 207). Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut iondeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran

antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf

kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal

terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal terlalu mudah.

Tingkat kesukaran atau biasa disebut dengan indeks kesukaran (P) butir soal

dapat dihitung dengan menggunakan rumus, dimana rumus ini hanya berlaku

(46)

Menurut ketentuan yang berlaku, indeks kesukaran dapat dikategorikan

sebagai berikut:

Tabel 3. 2

Kategori Tingkat Kesukaran

Indeks Kesukaran Kategori

0,00 – 0,30 Sukar

0,31 – 0,70 Sedang

0,71 – 1,00 Mudah

Sumber; Arikunto, 2008: 210

Rumus mencari indeks kesukaran (P) menurut Arikunto (2008: 208)

adalah:

SB

Keterangan: P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Pengujian tingkat atau indeks kesukaran butir soal pada penelitian ini

dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007. Hasil analisis tingkat

kesukaran dapat dilihat pada lampiran A. 6. Berdasarkan lampiran A. 6, maka

dapat diketahui bahwa dari 40 soal tes terdapat 1 soal dengan kategori sukar, 29

soal dengan kategori sedang, dan 10 soal dengan kategori mudah.

e. Hasil Seleksi Butir Soal Instrumen Penelitian

Berdasarkan hasil uji validitas, uji reliabilitas, uji daya beda, dan uji tingkat

kesukaran, maka diperoleh 36 soal valid dari 40 soal dan 33 soal reliabel dari 40

soal. Kemudian peneliti membuang 4 soal (tidak valid dan tidak reliabel), 1 soal

(tidak reliabel dan memiliki daya pembeda jelak), dan 1 soal (memiliki daya

pembeda jelak), serta merevisi dua soal (tidak reliabel) dari instrumen tersebut.

(47)

3. Analisis Hasil Studi Pendahuluan dan Implementasi.

Setelah melaksanakan studi pendahuluan, maka langkah selanjutnya adalah

menganalisis hasil studi pendahuluan, yaitu dengan menganalisis respons siswa

terhadap instrumen tes studi pendahuluan dan menghitung persentase respons

siswa.

Rumus mencari persentase respons siswa sebagai berikut:

S

Keterangan: R = Persentase respons siswa

S = Banyaknya siswa yang memberikan respons

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Hal ini dilakukan untuk mempermudah mengklasifikasikan kategori

pemahaman siswa dan kategori learning obstacle siswa berdasaran kompetensi

dasar dan indikator.. Pemahaman siswa adalah suatu proses atau cara perbuatan

memahami (mengerti benar/mengetahui benar akan suatu konsep) yang dilakukan

oleh siswa. Sedangkan learning obstacle siswa adalah hambatan belajar atau

kesulitan belajar siswa pada proses pembelajaran berdasarkan siswa kurang

memahami atau salah memahami suatu konsep. Rumus mencari persentase

pemahaman siswa sebagai berikut:

SB

Keterangan: P = Persentase pemahaman siswa

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Rumus mencari learning obstacle siswa sebagai berikut.

S

Keterangan: L = Persentase learning obstacle siswa

S = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan salah

(48)

Adapun interval kategori pemahaman siswa dan learning obstacle siswa

sebagai berikut.

Tabel 3. 3

Interval Kategori Pemahaman Siswa dan Learning Obstacle Siswa

No. Interval Kategoru

1. 67 % - 100 % Tinggi

2. 34 % - 66 % Sedang

3. 0 – 33 % Rendah

Sumber: Mulyana, 2013

Kategori pemahaman siswa dan learning obstacle siswa berbanding

terbalik. Siswa dianggap sudah memahami suatu konsep apabila pemahaman

siswa berada pada kategori tinggi sedangkan learning obstacle siswa berada pada

kategori rendah. Siswa dianggap kurang memahami suatu konsep apabila

pemahaman siswa berada pada kategori sedang dan learning obstacle siswa

berada pada kategori sedang. Siswa dianggap belum memahami suatu konsep

apabila pemahaman siswa berada pada kategori rendah sedangkan learning

obstacle siswa berada pada kategori tinggi.

Siswa dianggap tidak memiliki kesulitan dalam memahami suatu konsep

apabila pemahaman siswa berada pada kategori tinggi sedangkan learning

obstacle siswa berada pada kategori rendah. Siswa dianggap memiliki kesulitan

dalam memahami suatu konsep apabila pemahaman siswa berada pada kategori

sedang dan learning obstacle siswa berada pada kategori sedang. Siswa dianggap

memiliki kesulitan dalam memahami suatu konsep apabila pemahaman siswa

berada pada kategori rendah sedangkan learning obstacle siswa berada pada

kategori tinggi.

Adapun hasil analisis studi pendahuluan dapat dilihat pada lampiran B. 8.

Hasil implementas desain didaktis I dapat dilihat pada lampiran C. 7 dan hasil

(49)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui proses triangulasi teknik

pengumpulan data, yaitu menggunakan bermacam-macam cara pada sumber data

yang sama atau menggabungkan data dari observasi, wawancara dan studi

dokumentasi. Peneliti menggunakan observasi pertisipatif, wawancara mendalam,

dan studi dokumentasi untuk mengumpulkan data dari sumber data yang sama.

Dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila

dibandingkan pengumpulan data dengan satu pendekatan. Susan Stainback (1988)

dalam Sugiyono (2011: 241) menyatakan bahwa ‘Tujuan dari triangulasi bukan

untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada

peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.’ Sugiyono

(2011: 241) menyatakan bahwa “Tujuan penelitian kualitatif memang bukan

semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subjek terhadap

dunia sekitarnya.”

Peneliti akan menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam,

dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Observasi

partisipatif dilakukan untuk memperoleh data yang lebih lengkap, tajam, dan

objektif. Dalam observasi ini, peneliti terjun langsung ke lapangan dan terlibat

dengan kegiatan subjek yang sedang diamati.

Pada penelitian ini, wawancara mendalam dilakukan setelah responden

mengerjakan tes. Menurut Bungin (2010: 158) “Wawancara mendalam

merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung

bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.” Wawancara mendalam dilakukan agar peneliti mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan hambatan belajar (learning obstacle)

siswa dalam memahami materi cahaya dan sifat-sifat cahaya.

Alat wawancara yang digunakan berupa pedoman wawancara, buku catatan

dan kamera video. Peneliti mengambil beberapa narasumber untuk diwawancara

dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui respons siswa

mengenai pembelajaran IPA pada materi cahaya. Sehingga peneliti dapat

(50)

mengenai materi cahaya dan sifat-sifat cahaya. Adapun pedoman wawancara

mengungkap learning obstacle siswa dapat dilihat pada lampiran A. 10.

Untuk menambah informasi mengenai learning obstacle siswa peneliti

menggunakan kuesioner mengungkap learning obstacle siswa yang diberikan

kepada guru dan siswa. Format kuesioner dapat dilihat pada lampiran A. 8. Selain

itu, peneliti melakukan observasi terhadap kompetensi guru dalam melaksanakan

pembelajaran IPA kelas V SD. Format observasi dapat dilihat pada lampiran A. 9.

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Studi

dokumentasi ini dilakukan untuk mengumpulkan dokumen-dokumen pada saat

melakukan observasi dan wawancara yang dapat mendukung serta melengkapi

data penelitian. Studi dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data

dalam penelitian kualitatif, pelengkap dari penggunaan observasi dan wawancara.

Sehingga hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih dapat

dipercaya. Studi dokumentasi yang peneliti lakukan adalah mengumpulkan

dokumen-dokumen yang dapat mendukung serta melengkapi data penelitian

diantaranya dokumen tertulis, gambar (foto), dan video.

H. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul melalui pengumpulan data penelitian, maka langkah

selanjutnya adalah menganalisis data penelitian. Data diperoleh dari berbagai

sumber, dengan menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data dan

dilakukan secara teru menerus sampai datanya jenuh. Analisis data dilakukan

dalam penelitian kualitatif yaitu sejak awal sebelum masuk ke lapangan, selama di

lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Sugiyono (2011: 245) mengemukakan

bahwa:

(51)

Teknik analisis data yang digunakan adalah model Miles dan Huberman

dengan aktivitas dalam analisis data, yaitu “Reduksi data (data reduction),

penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusion

drawing/verification)” (Sugiyono, 2011: 246). Adapun langkah - langkah yang dilakukan dalam menganalisis data penelitian, yaitu:

1. Mengorganisir informasi yang diperoleh dari hasi penelitian awal (studi

pendahuluan) yaitu learning obstacle siswa pada materi cahaya.

2. Membaca keseluruhan informasi yang diperoleh dan membuat klasifikasi

mengenai learning obstacle siswa pada materi cahaya.

3. Membuat uraian terperinci mengenai hasil pengujian.

4. Menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori.

Gambar

Tabel 3. 1 Kategori Daya Pembeda ................................................................
  Gambar 3.1 Bagan Desain Penelitian
Gambar 3.2 Alur Penelitian Desain Didaktis
Gambar 3. 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hubungan antara program tayangan 86 di Net Tv terhadap citra polisi di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi

Penelitian ini dilakukan berdasarkan temuan masalah yang berkaitan dengan kemampuan matematika dalam konsep berhitung di beberapa lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, salah

[r]

[r]

Acara : DESK dalam rangka Evaluasi Penerapan PPK BLUD pada Puskesmas Tahun 2015.. BUPATI KULON PROGO

Instalasi farmasi adalah unit pelaksana fungisional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di rumah

(3) Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, diharapkan dapat membekali mahasiswa sebagai calon konselor dengan keterampilan-keterampilan strategi ataupun

The results showed that simultaneous, work ethic and performance assessment significantly influence motivation of employees of PT..