DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN IPA
PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
AYU NUR AISYAH 0903598
PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS TASIKMALAYA
PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR
Oleh
Ayu Nur Aisyah 0903598
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikanprogram S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar
© Ayu Nur Aisyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN IPA
PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing I,
Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd.
NIP. 19600825 198603 1 002
Pembimbing II,
Drs. H. Raden Setiawan Leo, M.Pd.
NIP. 19560813 198811 1 001
Diketahui Oleh Ketua Program Studi PGSD
UPI Kampus Tasikmalaya,
Drs. Rustono W.S., M.Pd.
“Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Desain Didaktis Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya di Sekolah Dasar” ini beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika
keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya
siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila
kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam
karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya
ini”.
Tasikmalaya, Juni 2013
Yang membuat pernyataan,
Ayu Nur Aisyah
Tiada untaian kata yang paling indah dan bermakna, selain untaian puji
dan syukur yang penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Dzat Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Desain Didaktis
Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya di Sekolah Dasar” Shalawat beserta
salam semoga dilimpahkan kepada Sang Penerang zaman, habibanaa
waa’nabiyanaa Muhammad S.A.W. begitu pula kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya dan umatnya yang selalu setia hingga akhir zaman.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan program S1 PGSD dari Universitas
Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya. Penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini berkat izin dan pertolongan Allah SWT, serta bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Semoga amal baik yang telah diberikan
mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, karena masih
terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Hal ini dikarenakan terbatasnya
kemampuan dan wawasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Akhir kata,
penulis berharap mudah-mudahan karya kecil ini bermanfaat bagi dunia
pendidikan, khususnya pendidikan dasar, Amin.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. Cece Rakhmat, M.Pd., selaku Direktur Universitas Pendidikan
Indonesia Kampus Tasikmalaya.
2. Drs. Yusuf Suryana, M.Pd., selaku Sekretaris Universitas Pendidikan
Indonesia Kampus Tasikmalaya.
3. Drs. Rustono WS, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD Universitas
Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.
4. Drs. Edi Hendri Mulyana, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
tulus memberikan arahan, nasehat, dan motivasi dengan penuh kesabaran,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. H. Raden Setiawan Leo, M Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang
telah tulus memberikan arahan, nasehat dan motivasi dengan penuh
kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Drs. Oyon Haki Pranata, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Staf pengajar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.
8. Staf administrasi Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya.
9. Kepala Sekolah beserta seluruh guru Sekolah Dasar Negeri Cikalang 1 dan
Sekolah Dasar Negeri Cikalang 2 Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya.
10. Orang tua tercinta; Ayahanda M. Kamil Kusnadi dan Ibunda O. Jubaedah,
serta kakak-kakak dan adik tercinta; Dedi N., Rini SA., Indah KN., Dedi S.,
dan Arif MT. atas dukungan material dan spiritual yang diberikan kepada
Hilda, Ina, Giwet, Cika, Aisyah, dan Nay.
12. Seluruh Guru yang telah berjasa menambah ilmu dan wawasan penulis
13. Seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu demi satu pada
ruang yang terbatas ini, atas partisipasi dan konstribusi yang diberikan
DESAIN DIDAKTIS PEMBELAJARAN IPA PADA MATERI CAHAYA DI SEKOLAH DASAR
ABSTRAK
Berdasarkan studi pendahuluan ditemukan fenomena bahwa guru jarang merencanakan pembelajaran dengan baik dan ditemukan pula hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa, terutama yang bersifat epistemologis. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi learning obstacle siswa pada materi cahaya, desain didaktis untuk mengatasi learning obstacle siswa, dan implementasi desain didaktis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode Penelitian Desain Didaktis yang terdiri dari tiga tahap, yaitu Prospektif Analysis, Metapedadidaktik Analysis, dan
Retrosfektif Analysis. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD
Negeri Cikalang 1 dan 2 Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui proses triangulasi, Hasil penelitian diperoleh beberapa learning obstacle siswa dan desain didaktis untuk mengatasi learning obstacle siswa pada materi cahaya. Desain didaktis disusun berdasarkan learning obstacle siswa dan sesuai dengan komponen HLT. Desain didaktis I dapat mengurangi
learning obstacle siswa sebesar 40%, namun muncul learning obstacle baru dan desain didaktis II dapat mengurangi learning obstacle siswa sebesar 14,43%.
DAFTAR ISI
E. Struktur Organisasi Skripsi ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar ... 13
1. Pengertian Belajar ... 13
2. Prinsip-prinsip Belajar... 14
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 14
4. Hambatan Belajar ... 15
4. Karakteristik Pembelajaran IPA ... 29
D. Model Pembelajaran IPA Alternatif ... 29
1. Model Pembelajaran ... 29
2. Model Pembelajaran pada Penelitian ... 33
E. Perencanaan Pembelajaran ... 36
2. Perencanaan Pembelajaran ... 37
F. Konsep Cahaya dan sifat-sifat Cahaya ... 38
1. Pengertian Cahaya ... 38
2. Sifat-sifat Cahaya ... 39
G. Metapedadidaktik ... 44
H. Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research) ... 48
1. Desain Didaktis ... 48
2. HLT (Hypothetical Learning Trajectoy) ... 49
3. Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research) ... 50
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 51
B. Desain Penelitian ... 52
C. Metode Penelitian ... 53
D. Definisi Operasional dan Konseptual ... 55
E. Instrumen Penelitian ... 56
F. Pengembangan Instrumen ... 57
1. Uji Keabsahan Data Kualitatif ... 57
2. Hasil Uji Instrumen Tes ... 58
3. Analisis Hasil Studi Pendahuluan ... 70
G. Teknik Pengumpulan Data ... 72
H. Teknik Analisis Data ... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 75
1. Desain Pertama ... 75
a. Prospective Analysis 1 ... 75
b. Metapedadidaktik Analysis I ... 92
c. Retrospective Analysis I ... 96
2. Desain Kedua ... 99
a. Prospective Analysis 1I ... 99
b. Metapedadidaktik Analysis II ... 114
c. Retrospective Analysis II ... 119
B. Pembahasan ... 122
1. Learning Obstacle Siswa pada Materi Cahaya ... 123
2. Desain Didaktis Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya ... 123
3. Implementasi Desain Didaktis Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya ... 126
4. Desain Didaktis Akhir Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya ... 128
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 136
DAFTAR PUSTAKA ... 139
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 143
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Kategori Daya Pembeda ... 67 Tabel 3. 2 Kategori Tingkat Kesukaran ... 69 Tabel 3. 3 Interval Kategori Pemahaman Siswa dan Learning Obstacle Siswa 71 Tabel 4. 1 Perbandingan Kategori Learning Obstacle Siswa Sebelum dan
Setelah Implementasi Desain Didaktis I ... 97 Tabel 4. 2 Perbandingan Kategori Learning Obstacle Siswa Sebelum dan
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 3 Tampilan Data pada Microsoft Excel 2007 ... 59
Gambar 3. 4 Tampilan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 16 ... 59
Gambar 3. 5 Tampilan Variabel View... 60
Gambar 3. 6 Tampilan Data View ... 60
Gambar 3. 7 Tampilan Data View ... 61
Gambar 3. 8 Tampilan Bivariate Correlations ... 61
Gambar 3. 9 Tampilan Correlations ... 62
Gambar 3. 10 Tampilan Data pada Microsoft Excel 2007 ... 63
Gambar 3. 11 Tampilan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 16 ... 63
Gambar 3. 12 Tampilan Variabel View... 64
Gambar 3. 13 Tampilan Data View ... 64
Gambar 3. 14 Tampilan Data View... 65
Gambar 3. 15 Tampilan Reliability Analysis ... 65
Gambar 3. 16 Tampilan Reliability Analysis: Statistics... 66
Gambar 3. 17 Tampilan Reliability ... 66
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Instrumen Penelitian ... 144
Lampiran A. 1 Kisi-Kisi Instrumen ... 145
Lampiran A. 2 Instrumen Tes ... 146
Lampiran A. 3 Uji Validitas Instrumen Tes ... 152
Lampiran A. 4 Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 153
Lampiran A. 5 Uji Daya Pembeda Soal ... 155
Lampiran A. 6 Analisis Tingkat atau Indeks Kesukaran Butir Soal ... 156
Lampiran A. 7 Seleksi Butir Soal Instrumen Penelitian ... 157
Lampiran A. 8 Format Kuesioner ... 158
Lampiran A. 9 Format Observasi ... 161
Lampiran A. 10 Pedoman Wawancara... 163
Lampiran B Studi Pendahuluan ... 164
Lampiran B. 1 Kisi-kisi Instrumen Mengungkap Learning Obstacle Siswa ... 165
Lampiran B. 2 Instrumen Mengungkap Learning Obstacle Siswa ... 173
Lampiran B. 3 Kunci Jawaban Mengungkap Learning Obstacle Siswa ... 178
Lampiran B. 4 Prediksi Jawaban Siswa ... 179
Lampiran B. 5 Hasil Kuesioner ... 180
Lampiran B. 6 Hasil Observasi ... 184
Lampiran B. 7 Hasil Wawancara ... 186
Lampiran B. 8 Hasil Analisis Studi Pendahuluan ... 188
Lampiran C Desain Didaktis I... 239
Lampiran C. 1 Silabus ... 240
Lampiran C. 2 RPP ... 242
Lampiran C. 3 LKS ... 246
Lampiran C. 4 Evaluasi Pembelajaran ... 250
Lampiran C. 5 Materi Pembelajaran ... 252
Lampiran C. 6 Media Pembelajaran... 254
Lampiran C. 7 Hasil Implementasi Desain Didaktis I ... 257
Lampiran D Desain Didaktis II ... 271
Lampiran D. 1 Silabus... 272
Lampiran D. 2 RPP ... 274
Lampiran D. 3 LKS ... 279
Lampiran D. 4 Evaluasi Pembelajaran ... 284
Lampiran D. 5 Materi Pembelajaran ... 286
Lampiran D. 6 Media Pembelajaran ... 289
Lampiran D. 7 Hasil Implementasi Desain Didaktis II ... 292
Lampiran E Produk Penelitian ... 311
Lampiran E. 1 Silabus ... 312
Lampiran E. 2 RPP ... 314
Lampiran F Dokumentasi ... 335
Lampiran F. 2 Surat Ijin Penelitian dari Lembaga ... 337
Lampiran F. 3 Surat Ijin Penelitian dari KESBANG Kota Tasikmalaya ... 338
Lampiran F. 4 Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya 339 Lampiran F. 5 Surat Rekomendasi dari UPTD Pendidikan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya ... 340
Lampiran F. 6 Surat Keterangan Penelitian dari Kepala Sekolah ... 341
Lampiran F. 7 Surat Pernyataan Perubahan Redaksi Judul Skripsi ... 343
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perencanaan merupakan hal yang penting bagi seseorang yang akan
melaksanakan suatu kegiatan. Perencanaan dibuat sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan, karena pada perencanaan terdapat langkah-langkah
sistematis yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Majid
(2007: 15) menyatakan bahwa “Perencanaan adalah menyusun langkah-langkah
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.” Hal ini
sejalan dengan pendapat Hadari Nawawi (Majid, 2007: 16) bahwa ‘Perencanaan
berarti menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau suatu
pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu.’ Perencanaan
sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kegiatan. Pepatah bijak mengatakan
bahwa gagal merencanakan berarti merencanakan kegagalan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Uno (2010: 4) bahwa:
Perencanaan dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk membuat suatu kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat dipahami bahwa perencanaan
adalah proses menyusun langkah-langkah kegiatan, membuat antisipasi, dan
memperkirakan tentang apa yang akan dilaksanakan oleh seseorang untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga kegiatan dapat berjalan dengan
baik.
Begitu pula dalam pembelajaran, apabila pembelajaran tidak direncanakan
sebelumnya, maka pembelajaran tidak akan berlangsung sesuai dengan harapan
atau dapat dikatakan pembelajaran gagal/tidak berhasil. Pembelajaran
sebagaimana dikemukakan Gagne & Briggs (1979) bahwa:
A set of events which affect learners in such a way that learning is facilitated. Pembelajaran adalah suatu rangkaian peristiwa yang memengaruhi
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Degeng (Uno, 2010: 3) ‘Pembelajaran
adalah upaya untuk membelajarkan siswa.’ Secara implisit dapat dipahami bahwa
dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan
metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Pembelajaran dalam wikipedia:
Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan guru agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada siswa. (pengertian pembelajaran dikutip dari internet, diakses pada 08 April 2012 di http://www.wikipedia.com)
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses membantu, mengarahkan, dan
membimbing siswa supaya dapat belajar dengan baik dan optimal dengan adanya
interaksi antara guru dengan siswa. Pembelajaran memiliki hakikat perencanaan
atau rancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Sebagaimana
pendapat dari Majid (2007: 12) bahwa:
Perencanaan pembelajaran adalah proses memilih, menetapkan, dan mengembangkan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran, menawarkan bahan ajar, menyediakan pengalaman belajar yang bermakna, serta mengukur tingkat keberhasilan proses pembelajaran dalam mencapai hasil pembelajaran.
Sejalan dengan pendapat tersebut, perencanaan dalam pembelajaran menurut Ali
(2004: 4) yaitu:
Perencanaan yang dibuat, merupakan antisipasi dan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dalam pengajaran, sehingga tercipta suati situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang diharapkan.
Perencanaan pembelajaran terdapat dalam redaksi Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 20
(tentang Standar Proses) dinyatakan: “Perencanaan proses pembelajaran meliputi
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,
sumber belajar, dan penilaian hasil belajar” (Suyono, 2012: 4).
Dari beberapa pendapat ahli mengenai perencanaan pembelajaran dapat
sebelum melaksanakan pembelajaran untuk merancang langkah-langkah kegiatan,
menentukan model dan metode pembelajaran, mengalokasikan waktu, membuat
antisipasi, dan mengambil suatu keputusan yang tepat untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang ditetapkan.
Dalam pembelajaraan, bentuk perencanaan pembelajaran jangka pendek
adalah RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). RPP sangat penting karena
dijadikan sebagai acuan oleh guru untuk mengembangkan kreativitas dalam
melaksanakan proses pembelajaran. RPP merupakan upaya yang dilakukan guru
untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran. Guru dalam melaksanakan pembelajaran berpedoman pada RPP
yang telah dibuat sebelum pembelajaran. Namun, pada kenyataannya guru tidak
profesional dalam merencanakan pembelajaran. Kebanyakan guru tidak membuat
sendiri RPP yang akan digunakannya, tetapi menggunakan RPP yang ada (dibuat
satu set bersama silabus). Oleh karena itu, pembelajaran tidak sesuai dengan
karakteristik siswa dan gaya mengajar guru. Sehingga pembelajaran tidak
berlangsung secara optimal.
Pada kegiatan pembelajaran, guru melakukan tiga proses berpikir. Menurut
Suryadi (2011: 2) “Proses berpikir guru dalam konteks pembelajaran terjadi pada
tiga fase yaitu sebelum pembelajaran, pada saat pembelajaran berlangsung, dan
setelah pembelajaran.’ Hal ini sesuai dengan pendapat Ali (2004: 4- 6) bahwa
“Guru yang memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, setidak-tidaknya menjalankan tiga tugas utama, yaitu merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, dan memberikan balikan.” Pada fase sebelum
pembelajaran guru merencanakan pembelajaran, pada fase saat pembelajaran
berlangsung guru melaksanakan pembelajaran, dan fase setelah pembelajaran guru
memberikan balikan.
Sebelum pembelajaran guru harus merencanakan pembelajaran yaitu dengan
membuat suatu rancangan yang memperhatikan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai, tindakan yang akan dilakukan, antisipasi yang akan dilakukan, dan
menyiapkan bahan ajar hasil proses rekontekstualisasi dan repersonalisasi.
Namun, pada kenyataannya guru dalam membuat RPP lebih fokus pada tujuan
pembelajaran. Guru kurang memperhatikan antisipasi apa yang akan dilakukan
apabila siswa berperilaku menyimpang dari apa yang diprediksikan oleh guru
pada saat pembelajaran dan kurang memperhatikan penyiapan bahan ajar tanpa
adanya proses rekontekstualisasi dan repersonalisasi.
Pemilihan bahan ajar berupa materi pembelajaran sangat penting dalam
mewujudkan pembelajaran yang sukses/berhasil. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Direktorat Pembinaan SMA dalam dokumen Pembelajaran KTSP SMA (2008)
seperti yang dikutip oleh Suyono (2012: 146) menyatakan bahwa ‘Keberhasilan
pembelajaran secara keseluruhan sangat tergantung pada keberhasilan guru
merancang materi pembelajaran.’ Menurut Suyono (2012: 146) “Materi
pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai
siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan.” Oleh karena
itu, guru harus dapat memilih dan menetapkan materi pembelajaran yang sesuai
dengan kurikulum, fasilitas, tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan
karakteristik siswa, sehingga memudahkan siswa untuk memahami dan
menguasai materi pembelajaran.
Pada saat pembelajaran, guru harus melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Pada saat menyampaikan
materi pembelajaran guru harus memperhatikan hubungan komponen-komponen
yang ada pada pembelajaran. Menurut Ali (2004: 4) ”Interaksi berbagai
komponen-komponen dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu
guru, isi (materi pembelajaran), dan siswa.” Interaksi atau hubungan antar ketiga
komponen tersebut oleh Kansanen digambar sebagai segitiga didaktik. Menurut
Kansanen (1999: 6) “Segitiga didaktik adalah gambar segitiga dengan guru, siswa
dan materi sebagai titiknya.” Adapun hubungan antar komponen tersebut, yaitu hubungan yang terjadi antara guru dengan siswa disebut Hubungan Pedagogis
(HP), hubungan yang terjadi antara siswa dengan materi disebut Hubungan
Didaktis (HD), dan Hubungan antisipatif yang terjadi antara guru dengan materi
disebut Antisipasi Didaktis dan Pedagogis (ADP).
Namun pada kenyataannya guru lebih berfokus pada penyampaian materi
dan tidak melakukan antisipasi terhadap respons yang diberikan siswa karena
ADP memang tidak dirancang sebelum pembelajaran. Kurangnya antisipasi pada
saat pembelajaran dapat berdampak pada pembelajaran yang kurang optimal,
karena respons siswa yang muncul tidak diantisipasi guru secara tepat bahkan
guru tidak melakukan antisipasi terhadap respons siswa yang muncul.
Setelah pembelajaran guru harus memberikan balikan atau melakukan
evaluasi hasil belajar. Guru juga harus melakukan revisi rancangan pembelajaran
dengan mengkaitkan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan
rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Namun pada kenyataannya guru lebih
berfokus pada evaluasi hasil belajar siswa, tanpa adanya revisi rancangan
pembelajaran, apabila hasil belajar siswa tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Guru tidak berupaya mengkaitkan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan
dengan rancangan pembelajaran yang telah dibuat dan tidak berupaya merevisi
atau memperbaiki rancangan pembelajaran.
Dalam membuat rancangan pembelajaran guru harus memperhatikan
karakteristik siswa yang beragam. Hal ini sejalan dengan pendapat dari
Sukmadinata (2004: 20) “Ada dua karakteristik utama dari individu manusia
yaitu, pertama bahwa individu manusia itu unik, dan kedua dia berada dalam
proses perkembangan, serta perkembangannya dinamis.” Siswa merupakan individu manusia yang unik karena memiliki perbedaan karakteristik dan
perbedaan perkembangan satu dengan yang lainnya, Perbedaan-perbedaan ini
menyebabkan adanya perbedaan respons siswa dalam belajar, pemahaman siswa
mengenai konsep materi pembelajaran, dan hambatan belajar (learning obstacle)
yang dialami siswa. Hambatan belajar (learning obstacle) yang muncul akan
beragam jenisnya. Hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa
dalam memahami suatu konsep merupakan hal yang wajar. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa sedang berusaha menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya
dengan pengetahuan-pengetahuan baru yang diperolehnya.
Guru dalam proses pembelajaran harus menyadari bahwa mengajar
merupakan suatu tugas yang sangat kompleks. hal ini dikemukakan oleh Naim
pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan.” Aspek pedagogis, bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Aspek
psikologis, bahwa setiap siswa memiliki taraf perkembangan masing-masing dan
mempunyai karakteristik yang beragam. Aspek didaktis, bahwa cara siswa
memahami atau mempelajari suatu materi pembelajaran (pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran) tidak sama.
Oleh karena itu, guru harus memiliki beberapa kompetensi supaya dapat
melaksanakan tugas mengajar siswa dengan baik. Dalam PP No. 74/2008, Pasal 3
ayat 2 (Suyono, 2012: 185) disebutkan bahwa:
Ada empat kompetensi guru yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru profesional dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Keempat kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan
bagi siswa dan berakhlak mulia. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru
untuk berkomunikasi sosial dan bergaul dengan siswa, sesama guru, dengan
kepala sekolah, pegawai tata usaha, orang tua/wali siswa, dan masyarakat di
lingkungannya. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam
pengelolaan siswa baik secara psikologis maupun pedagogis meliputi pemahaman
guru terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.. Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam
menguasai pengetahuan, teknologi, seni dan budaya, atau menguasai materi
pembelajaran secara luas.
Dengan memiliki keempat kompetensi tersebut seorang guru harus mampu
membimbing siswa mengatasi hambatan belajar (learning obstacle) siswa
sehingga mereka dapat memahami materi yang diajarkan. Namun, berdasarkan
hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada studi pendahuluan ditemukan
fenomena bahwa pada pembelajaran IPA yang berkaitan dengan materi cahaya,
obstacle) siswa dalam memahami konsep dasar cahaya dan sifat-sifat cahaya;
aplikasi konsep cahaya dan sifat-sifat cahaya.
Cahaya merupakan topik yang menarik untuk dipelajari siswa, karena
cahaya merupakan fenomena/gejala alam yang terjadi di sekitar siswa. Siswa
dapat melihat benda yang ada di sekitar dan benda yang ada di belakang mereka
dengan menggunakan cermin. Melihat artinya ada cahaya dari benda masuk ke
dalam mata. Sifat-sifat cahaya menimbulkan bermacam pengertian dan
pemahaman yang berbeda dalam pikiran siswa. Dalam mempelajari materi cahaya
siswa dituntut untuk dapat mengamati gejala-gejala alam yang berkaitan dengan
cahaya dan dapat menjelaskan mengapa gejala-gejala alam tersebut dapat terjadi.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti memilih materi cahaya untuk dijadikan objek
penelitian pada siswa kelas V SD.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujayanto dan tim di
Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar tahun ajaran 2006/2007 dengan
judul penelitian “Identifikasi Miskonsepsi IPA (Fisika) pada Siswa SD”,
ditemukan beberapa hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa
atau adanya miskonsepsi pada pembelajaran IPA materi cahaya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa muncul miskonsepsi tentang konsep cahaya yang dimiliki
siswa sebagai berikut: Cahaya merambat lurus, berarti cahaya tidak dapat
dipantulkan oleh permukaan tembok tetapi dapat dibiaskan oleh sebuah medium,
sebanyak 52 % siswa mempunyai miskonsepsi ini dan benda dapat dilihat jika
benda tersebut sebagai sumber cahaya atau ada cahaya dari mata yang sampai ke
benda, sebanyak 44 % siswa mempunyai miskonsepsi ini
Selain itu, ketika peneliti menjadi tim pembuat soal olimpiade MIPA UPI
Kampus Daerah Tasikmalaya 2012 Se-Priangan Timur. Peneliti menemukan
fenomena bahwa hampir semua siswa (peserta Olimpiade MIPA) kurang tepat
dalam menjawab soal mengenai pembiasaan yang termasuk salah satu sifat
cahaya. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SD Negeri
Cikalang 1 pada siswa kelas V. Banyak siswa yang belum memahami dengan
berakibat pada kesalahan siswa dalam menjawab soal dan memberikan alasan
yang salah.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kurangnya pemahaman siswa,
terhadap materi cahaya dan sifat-sifat cahaya disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya: 1. faktor dari siswa, bahwa siswa memliki hambatan belajar
(learning obstacle) dalam materi sifat-sifat cahaya yang bersifat epistemologis, 2.
faktor dari guru, bahwa guru kurang dalam pengajaran materi cahaya dan kurang
dalam menyusun rancangan pembelajaran, 3. faktor dari materi, bahwa materi
mengenai sifat-sifat cahaya belum komprehensif dan representatif sehingga siswa
tidak bisa menyelesaikan masalah dengan konsep yang berbeda.
Hambatan belajar (learning obstacle) dan miskonsepsi yang muncul pada
diri siswa dapat pula disebabkan oleh strategi belajar mengajar yang digunakan
guru kurang tepat. Hal ini dikarenakan tidak adanya perencanaan yang baik
sebelum proses pembelajaran. Dengan demikian, perlu adanya suatu proses
perencanaan pembelajaran yang disusun sebagai desain didaktis.
Menurut Wadifah (Firmansyah, 2012: 10), “Desain didaktis merupakan
rancangan sajian bahan ajar.” Rancangan ini disusun sebelum proses pembelajaran berdasarkan hambatan belajar (learning obstacle) siswa yang
muncul pada proses pembelajaran. Firmansyah (2012: 10) mengemukakan bahwa,
“Desain didaktis dirancang guna mengurangi munculnya hambatan belajar (learning obstacle).” Desain didaktis diharapkan mampu menciptakan situasi
didaktis dan situasi pedagogis dengan melakukan antisipasi didaktis dan
pedagogis pada pembelajaran. Sehingga tercipta pembelajaran yang optimal dan
dapat mengarahkan siswa pada pembentukan pemahaman yang utuh. Berdasarkan
uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Desain
Didaktis Pembelajaran IPA pada Materi Cahaya di Sekolah Dasar”.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi dan Analisis Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan, maka
a. Materi cahaya merupakan salah satu materi yang masih sulit dipahami siswa
sekolah dasar.
b. Hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami siswa pada materi
cahaya perlu diatasi dengan menyusun desain didaktis.
c. Desain didaktis merupakan rancangan sebelum pembelajaran untuk
mengurangi dan mengatasi hambatan belajar (learning obstacle) siswa.
2. Perumusan masalah
a. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi dengan beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1) Bagaimana hambatan belajar (learning obstacle) siswa pada materi cahaya
di kelas V SD Negeri?
2) Bagaimana desain didaktis pembelajaran IPA untuk mengatasi hambatan
belajar (learning obstacle) siswa pada materi cahaya di kelas V SD Negeri?
3) Bagaimana implementasi desain didaktis pembelajaran IPA pada materi
cahaya di kelas V SD Negeri?
b. Batasan Masalah
Agar pembahasan permasalahan lebih terarah dan tidak meluas maka
permasalahan dibatasi sebagai berikut:
1) Subyek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Cikalang 1 dan SD
Negeri Cikalang 2 UPTD Pendidikan Kecamatan Tawang Kota
Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013
2) Konsep yang dibahas adalah konsep tentang cahaya dan sifat-sifat cahaya
yaitu cahaya merambat lurus, cahaya menembus benda bening, cahaya dapat
dipantulkan, dan cahaya dapat dibiaskan.
3) Desain didaktis pembelajaran IPA didasarkan pada hambatan belajar
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
penelitian sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi hambatan belajar (learning obstacle) siswa pada materi
cahaya di kelas V SD Negeri.
2. Mendeskripsikan desain didaktis pembelajaran IPA untuk mengatasi
hambatan belajar (learning obstacle) siswa pada materi cahaya di kelas V
SD Negeri.
3. Mendeskripsikan implementasi desain didaktis pembelajaran IPA pada
materi cahaya di kelas V SD Negeri.
4. Menghasilkan desain didaktis pembelajaran IPA pada materi cahaya di kelas
V SD Negeri.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai
kalangan, diantaranya :
1. Bagi Siswa
Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah siswa dapat memahami dan
menguasai konsep cahaya dan sifat-sifat cahaya dengan baik; siswa dapat terampil
dalam melakukan praktikum untuk membuktikan sifat-sifat cahaya; siswa dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi cahaya dalam
pembelajaran IPA yang akan menjadi dasar pada pembelajaran IPA selanjutnya.
2. Bagi Guru
Manfaat penelitian ini bagi guru adalah dapat membantu guru dalam
meningkatkan pembelajaran IPA pada materi cahaya dan sifat-sifat cahaya; dapat
membantu guru untuk menyajikan bahan ajar yang menarik sehingga mampu
melaksanakan pembelajaran yang optimal; dapat menentukan model dan metode
3. Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah dapat menambah wawasan
mengenai hambatan belajar (learning obstacle) yang dialami oleh siswa pada
materi cahaya dan sifat-sifat cahaya; dapat menambah pengalaman dalam
menerapkan desain didaktis pembelajaran IPA pada materi cahaya dan sifat-sifat
cahaya di kelas V SD.
4. Bagi Peneliti lain
Manfaat penelitian ini bagi peneliti lain adalah penelitian ini diharapkan
dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya. Sehingga dapat
meningkatkan kualitas pendidikan.
E. Struktur Organisasi Skripsi
Penulisan skripsi ini disusun dengan struktur organisasi sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.
Latar belakang penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan alasan peneliti
melaksanakan penelitian, pentingnya masalah itu untuk diteliti, dan pendekatan
untuk mengatasi masalah. Identifikasi dan perumusan masalah menjelaskan
tentang analisis dan rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya.
Tujuan penelitian menyajikan tentang hasil yang ingin dicapai setelah penelitian
selesai dilakukan, tujuan penelitian dirumuskan dalam bentuk kalimat kerja
operasional. Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi
siswa, guru, peneliti sendiri dan bagi peneliti lain. Struktur organisasi skripsi
memaparkan mengenai urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam
skripsi.
2. Bab II Kajian Pustaka
Bab ini memberikan penjelasan mengenai landasan teori yang berisikan
pembelajaran IPA alternatif, perencanaan pembelajaran, konsep cahaya dan
sifat-sifat cahaya, metapedadidaktik, dan Penelitian Desain Didaktis (Didactical
Design research).
3. Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian. Komponen
metode penelitian terdiri dari lokasi penelitian, desain penelitian, metode
penelitian, definisi operasional dan konseptual, instrumen penelitian,
pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data penelitian.
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi hasil penelitian dari analisis data untuk menghasilkan temuan
berkaitan tentang masalah penelitian, serta pembahasan atau analisis temuan yang
dikaitkan dengan landasan teoritik yang dibahas dalam bab kajian pustaka.
5. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi yang menyajikan tentang
penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.
Penulisan kesimpulan dengan cara uraian padat yang menjawab pertanyaan
penelitian atau rumusan masalah. Rekomendasi yang ditulis ditujukan kepada para
praktisi pendidikan, para pengguna hasil penelitian yang bersangkutan dan kepada
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di dua SD (Sekolah Dasar) yang berbeda, yaitu di SD
Negeri Cikalang 1 dan SD Negeri Cikalang 2 yang berlokasi di Kecamatan
Tawang Kota Tasikmalaya. Pada pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua
tahap, yaitu tahap pengambilan data dan tahap implementasi. Tahap pengambilan
data melalui studi pendahuluan dilaksanakan di SD Negeri Cikalang 1,
implementasi desain didaktis I dilaksanakan di SD Negeri Cikalang 1, dan
implementasi desain didaktis II dilaksanakan di SD Negeri Cikalang 2 UPTD
Pendidikan Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya.
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling dan snowball sampling. Menurut Sugiyono (2011: 85)
“Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu.” Hal yang menjadi pertimbangan peneliti dalam
menentukan sampel, diantaranya:
a. Informasi mengenai kriteria sekolah dari UPTD Pendidikan Kecamatan
Tawang Kota Tasikmalaya, kemudian peneliti menentukan 1 SD dengan
kriteria yang kurang dan 1 SD dengan kriteria yang tinggi.
b. Kesesuaian materi dengan kurikulum yang berlaku.
c. Narasumber yang memainkan peran penting pada pembelajaran IPA, yaitu
siswa yang berperan aktif dalam pembelajaran IPA dan guru yang
berpengalaman dalam pembelajaran IPA.
d. Narasumber yang memiliki pengetahuan yang berharga sesuai dengan
kajian penelitian.
e. Kesedian narasumber terlibat dalam penelitian.
Menurut Sugiyono (2011: 85) “Snowball sampling adalah teknik mengambil
sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi
Dalam menggunakan teknik snowball sampling, variasi sampel informan memang diperlukan agar tidak terbatas pada sekelompok individu saja yang seringkali memiliki kepentingan tertentu, sehingga hasil penelitian menjadi bias.
Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum
mampu memberikan data yang memuaskan, sehingga dibutuhkan narasumber lain
untuk dijadikan sumber data dengan menambah jumlah sumber data
Sampel yang dijadikan narasumber untuk mengungkap hambatan belajar
(learning obstacle) siswa adalah siswa kelas V SD. Oleh karena itu, peneliti
memilih guru kelas V SD sebagai penambah informasi mengenai hambatan
belajar (learning obstacle) yang dialami siswa ketika belajar materi cahaya dan
sifat-sifat cahaya.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pengambilan data
melalui studi pendahuluan dan implementasi desain didaktis. Subjek penelitian
dalam mengambil data pada studi pendahuluan adalah siswa kelas V SD Negeri
Cikalang 1, subjek penelitian pada implementasi desain didaktis I adalah siswa
kelas V SD Negeri Cikalang 1, dan subjek penelitian pada implementasi desain
didaktis II adalah siswa kelas V SD Negeri Cikalang 2.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu rancangan penelitian yang dibuat
peneliti sebelum melakukan penelitian sebagai pedoman pada proses pelaksanaan
penelitian. peneliti. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian Desain Didaktis, yang dirancang dengan tujuan untuk menemukan atau
mengungkap hambatan belajar (learning obstacle) siswa dalam memahami materi
cahaya dan sifat-sifat cahaya, selanjutnya dirancang suatu desain didaktis untuk
Desain penelitian yang akan digunakan pada Penelitian Desain Didaktis ini,
sebagai berikut:
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan
metode Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research). Penelitian
Desain Didaktis terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa
2. Analisis metapedadidaktik,
3. Analisis retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi
didaktis hipotetis dengan hasil analisis metapedadidaktik.
Fokus penelitian ini adalah merancang desain didaktis untuk mengatasi
hambatan belajar (learning obstacle) siswa pada materi cahaya. Adapun alur
Penelitian Desain Didaktis sebagai berikut:
1. Prospective analysis, meliputi:
a. Mengumpulkan dan menelaah literatur mengenai materi IPA sekolah dasar
yang menjadi objek penelitian.
b. Melakukan rekontekstualisasi dan repersonalisasi terhadap bahan ajar serta
berdiskusi dengan dosen pembimbing.
c. Membuat instrumen untuk mengetahui dan mengungkap hambatan belajar
(learning obstacle) siswa pada materi cahaya.
d. Membuat desain didaktis awal/baru berdasarkan HLT.
2. Metapedadidaktik analysis, meliputi:
a. Mengimplementasikan desain didaktis yang dibuat, dengan memperhatikan
ADP, HD, dan HP.
Prospective Analysis
Metapedadidaktik
Analysis
Retrospective
Analysis
Gambar 3.2
b. Melakukan observasi untuk mengungkap learning obstacle siswa pada
pelaksanaan pembelajaran.
c. Memberikan tes untuk membandingkan learning obstacle awal dangan
learning obstacle implementasi desain didaktis.
3. Retrospective analysis, meliputi:
a. Mengaitkan hasil metapedadidaktik analysis dengan prospective analysis.
b. Mengkategorikan jenis hambatan belajar (learning obstacle) siswa.
c. Melakukan perbaikan desain didaktis awal.
Bogdan dan Tylor (Firmansyah, 2012) mengemukakan bahwa “Metode
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”
Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mencari
data secara merata dari siswa tentang hambatan belajar (learning obstacle) siswa
pada materi cahaya di kelas V SD dan menyusun desain didaktis sesuai dengan
teori-teori yang mendukung untuk mengatasi (learning obstacle) siswa pada
materi cahaya di kelas V SD.
D. Definisi Operasional dan Konseptual
Beberapa variabel yang perlu diketahui untuk menghindari kesalahpahaman
dalam penelitian ini, yaitu :
1. Desain didaktis adalah rancangan sajian bahan ajar pada materi yang akan
disajikan untuk mengurangi atau mengatasi hambatan belajar (learning
obstacle) siswa dengan memperhatikan respons siswa. Desain didaktis yang
akan dijadikan variabel penelitian adalah desain didaktis pembelajaran IPA
pada materi cahaya di kelas V semester 2 SD Negeri UPTD pendidikan
kecamatan Tawang kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013.
2. Pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan,
yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan,
dan penyajian-penyajian gagasan. Pembelajaran IPA yang akan dijadikan
variabel penelitian adalah pembelajaran IPA di kelas V semester 2 SD
Negeri UPTD pendidikan kecamatan Tawang kota Tasikmalaya tahun
ajaran 2012/2013.
3. Materi yang dijadikan variabel penelitian adalah materi cahaya dan
sifat-sifat cahaya pada kelas V semester 2 SD Negeri UPTD pendidikan
kecamatan Tawang kota Tasikmalaya tahun ajaran 2012/2013. Cahaya
adalah sinar atau terang (dari sesuatu yang bersinar/sumber cahaya
matahari, nyala lilin, lampu) yang memungkinkan mata menangkap
bayangan benda-benda di sekitarnya. Adapun sifat cahaya, diantaranya:
cahaya dapat merambat lurus, cahaya dapat menembus bening, cahaya dapat
dipantulkan, dan cahaya dapat dibiaskan
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian utama adalah
peneliti sendiri. Sugiyono (2011: 222) mengemukakan bahwa:
Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian. memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.
Selain itu dibuat juga instrumen tambahan yaitu kuesioner, lembar
observasi, pedoman wawancara, dan tes yang digunakan untuk mengungkap atau
mendapatkan informasi mengenai hambatan belajar (learning obstacle) siswa
terkait materi cahaya dan sifat-sifat cahaya. Digunakan pula perangkat
pembelajaran yang terdiri dari silabus, RPP, materi pembelajaran, LKS, media
F. Pengembangan Instrumen
1. Uji Keabsahan Data Kualitatif
Dalam penelitian kualitatif, data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada
perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan kenyataan yang terjadi pada
objek yang diteliti. Kebenaran realitas data bersifat jamak dan tergantung pada
kemampuan peneliti mengkonstruksi fenomena yang diamati, serta dibentuk
dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar
belakangnya. Penelitian kualitatif, suatu realitas itu bersifat majemuk/ganda,
dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang seperti
semula (Sugiyono, 2011: 270).
Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi :
a. Uji Credibility
Uji credibility (kredibilitas/kepercayaan) dilaksanakan untuk meningkatkan
kepercayaan terhadap hasil penelitian. Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan
cara, yaitu perpanjang pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi
dengan teman, analisis kasus negatif, dan member check.
b. Uji Transferability
Uji transferability (keteralihan) dilaksanakan untuk menunjukkan derajat
ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel
tersebut diambil. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bisa atau tidaknya hasil
penelitian ini diterapkan di tempat lain. Dalam membuat laporannya peneliti
memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya sehingga
pembaca mendapatkan kejelasan dari hasil penelitian ini.
c. Uji Dependability
Uji dependability (kebergantungan) dilaksanakan untuk mengetahui
penelitian yang dilaksanakan reliabel atau tidak. Penelitian yang reliabel adalah
apabila orang lain dapat mengulang proses penelitian tersebut. Uji dependability
dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian,
keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Hal ini dilakukan
dengan cara memperlihatkan dokumentasi dari seluruh rangkaian proses
penelitian.
d. Uji Confirmability
Uji confirmability (kepastian) berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan
dengan proses yang dilakukan. Suatu penelitian dikatakan memenuhi standar
confirmability, apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian
yang dilakukan. Penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati
benyak orang. Uji confirmability dapat dilakukan secara bersamaan dengan uji
dependability.
2. Hasil Uji Instrumen Tes
Instrumen tes yang digunakan untuk mengungkap learning obstacle siswa
dilakukan uji instrumen terlebih dahulu. Uji instrumen dilaksanakan di kelas V
SD dengan jumlah responden 95 siswa yang berasal dari 3 sekolah, yaitu 35 siswa
kelas V SD Negeri Dadaha 1, 30 siswa kelas VA dan 30 siswa kelas VB SD
Negeri Babakan Goyang Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya. Sekolah yang
diambil untuk uji instrumen ini diasumsikan memiliki karakteristik yang sama
dengan sekolah tempat dilaksanakannya penelitian.
Pengujian ini bertujuan untuk memperoleh instrumen tes yang valid dan
reliabel sehingga mendapatkan hasil penelitian yang vaild dan reliabel. Hasil
pengujian instrumen tes sebagai berikut.
a. Pengujian Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data itu valid. “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur
apa yang seharusnya diukur” (Sugiyono, 2011: 121). Pengujian validitas
instrumen pada penelitian ini menggunakan korelasi Pearson Product Moment.
Selain itu, perhitungan uji validitas juga dilakukan dengan bantuan program
versi 16. Menurut Uyanto (2009: 222) prosedur SPSS korelasi Pearson Product
Moment. sebagai berikut:
1) Masukkan data yang akan diuji pada program Microsoft Excel 2007
Gambar 3. 3
Tampilan Data pada Microsoft Excel 2007
2) Buka program SPSS → Start→ All Programs→ SPSS 16.0→ Cancel
Gambar 3. 4
3) Buatlah desain variabel pada menu Variabel View
Gambar 3. 5
Tampilan Variabel View
4) Masukkan data yang telah dibuat pada program Microsoft Excel 2007 pada
menu Data View
Gambar 3. 6
5) Kemudian klik Analyze → Correlate → Bivariate sebagai berikut:
Gambar 3. 7
Tampilan Data View
6) Pindahkan variabel dan skor total ke kotak Variables → OK
Gambar 3. 8
7) Hasil uji validitas instrumen
Gambar 3. 9
Tampilan Correlations
Setelah melakukan langkah-langkah tersebut, maka dilanjutkan membuat
kesimpulan dengan membandingkan antara Pearson Correlation (rhitung) dengan
nilai tabel korelasi Product Moment (rtabel). Kriterianya apabila rhitung > rtabel maka
instrumen dinyatakan valid, sebaliknya jika rhitung < rtabel maka instrumen tidak
valid. Hasil uji validitas dapat dilihat pada lampiran A. 3.
Berdasarkan lampiran A. 3 maka diketahui 36 soal tes yang memenuhi
kriteria validitas serta 4 soal tes lainnya tidak memenuhi kriteria validitas atau
dinyatakan tidak valid. Soal tes yang tidak valid adalah soal nomor 3, 4, 12, dan
15. Nomor soal yang tidak valid dihilangkan dan tidak digunakan pada penelitian.
b. Pengujian Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2011: 121) “Instrumen yang reliabel adalah instrumen
Uji reliabilitas ini menggunakan metode Cronbach’s Alpha yang
perhitungannya dilakukan menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007
dan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 16. Menurut
Uyanto (2009: 276) prosedur SPSS Reliability sebagai berikut:
1) Masukkan data yang akan diuji pada program Microsoft Excel 2007
Gambar 3. 10
Tampilan Data pada Microsoft Excel 2007
2) Buka program SPSS → Start→ All Programs→ SPSS 16.0
Gambar 3. 11
3) Buatlah desain variabel pada menu Variabel View
Gambar 3. 12
Tampilan Variabel View
4) Masukkan data yang telah dibuat pada program Microsoft Excel 2007 pada
menu Data View
Gambar 3. 13
5) Kemudian klik Analyze → Scale → Reliability Analysis sebagai berikut:
Gambar 3. 14
Tampilan Data View
6) Pindahkan variabel → Items
Gambar 3. 15
7) Statistics → Descriptives for → Scale if item deleted → Inter Item →
Correlations → Continue→ OK
Gambar 3. 16
Tampilan Reliability Analysis: Statistics
8) Hasil uji reliabilitas instrumen
Gambar 3. 17
Setelah melakukan langkah-langkah di atas, maka dilanjutkan membuat
kesimpulan dengan membandingkan antara Alpha Cronbach. Kriterianya apabila
ada soal tes pada kolom Alpha if Item Deleted memberi nilai koefisien yang lebih
kecil dari nilai Alpha Cronbach keseluruhan, maka soal tes dinyatakan reliabel.
Sebaliknya, apabila soal tes pada kolom Alpha if Item Deleted memberi nilai
koefisien yang lebih tinggi dari nilai Alpha Cronbach keseluruhan, maka soal tes
dinyatakan tidak reliabel. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada lampiran A. 4.
Berdasarkan lampiran A. 4 maka dapat diketahui soal tes yang memenuhi
kriteria reliabilitas berjumlah 33 soal, sedangkan 7 soal tes yaitu nomor 3, 4, 12,
14, 15, 30, dan 37 tidak memenuhi kriteria reliabilitas atau tidak reliabel. Untuk
soal tes yang tidak reliabel dihilangkan atau direvisi. Soal tes yang dihilangkan
tidak digunakan pada penelitian sedangkan soal tes yang direvisi dapat digunakan
pada penelitian.
c. Daya Pembeda
Menurut Arikunto (2008: 211) “Daya pembeda soal adalah kemampuan
sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi)
dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).”. Menurut ketentuan yang
berlaku daya pembeda soal dapat dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 3. 1
Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah
D = BA - BB = PA - PB
Keterangan: J = Jumlah peserta tes
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu
dengan benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu
dengan benar
PA = Proposi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = Proposi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Sumber: Arikunto (2008: 213)
Pengujian daya pembeda soal pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan
program Microsoft Excel 2007. Hasil uji daya pembeda soal dapat dilihat pada
lampiran A. 5.
Berdasarkan lampiran A. 5 maka dapat diketahui bahwa dari 40 soal tes
terdapat 3 soal dengan kategori sangat baik, 12 soal dengan kategori baik, 19 soal
dengan kategori cukup, 5 soal dengan kategori jelek, dan 1 soal dengan kategori
sangat jelek. Soal tes yang akan digunakan pada penelitian adalah soal-soal yang
berkategori sangat baik, baik, dan cukup. Sedangkan soal tes yang berkategori
jelek dan sangat jelek dihilangkan atau tidak digunakan pada penelitian.
d. Tingkat Kesukaran
“Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar” (Arikunto, 2008: 207). Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut iondeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran
antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf
kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal
terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal terlalu mudah.
Tingkat kesukaran atau biasa disebut dengan indeks kesukaran (P) butir soal
dapat dihitung dengan menggunakan rumus, dimana rumus ini hanya berlaku
Menurut ketentuan yang berlaku, indeks kesukaran dapat dikategorikan
sebagai berikut:
Tabel 3. 2
Kategori Tingkat Kesukaran
Indeks Kesukaran Kategori
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
Sumber; Arikunto, 2008: 210
Rumus mencari indeks kesukaran (P) menurut Arikunto (2008: 208)
adalah:
SB
Keterangan: P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Pengujian tingkat atau indeks kesukaran butir soal pada penelitian ini
dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007. Hasil analisis tingkat
kesukaran dapat dilihat pada lampiran A. 6. Berdasarkan lampiran A. 6, maka
dapat diketahui bahwa dari 40 soal tes terdapat 1 soal dengan kategori sukar, 29
soal dengan kategori sedang, dan 10 soal dengan kategori mudah.
e. Hasil Seleksi Butir Soal Instrumen Penelitian
Berdasarkan hasil uji validitas, uji reliabilitas, uji daya beda, dan uji tingkat
kesukaran, maka diperoleh 36 soal valid dari 40 soal dan 33 soal reliabel dari 40
soal. Kemudian peneliti membuang 4 soal (tidak valid dan tidak reliabel), 1 soal
(tidak reliabel dan memiliki daya pembeda jelak), dan 1 soal (memiliki daya
pembeda jelak), serta merevisi dua soal (tidak reliabel) dari instrumen tersebut.
3. Analisis Hasil Studi Pendahuluan dan Implementasi.
Setelah melaksanakan studi pendahuluan, maka langkah selanjutnya adalah
menganalisis hasil studi pendahuluan, yaitu dengan menganalisis respons siswa
terhadap instrumen tes studi pendahuluan dan menghitung persentase respons
siswa.
Rumus mencari persentase respons siswa sebagai berikut:
S
Keterangan: R = Persentase respons siswa
S = Banyaknya siswa yang memberikan respons
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Hal ini dilakukan untuk mempermudah mengklasifikasikan kategori
pemahaman siswa dan kategori learning obstacle siswa berdasaran kompetensi
dasar dan indikator.. Pemahaman siswa adalah suatu proses atau cara perbuatan
memahami (mengerti benar/mengetahui benar akan suatu konsep) yang dilakukan
oleh siswa. Sedangkan learning obstacle siswa adalah hambatan belajar atau
kesulitan belajar siswa pada proses pembelajaran berdasarkan siswa kurang
memahami atau salah memahami suatu konsep. Rumus mencari persentase
pemahaman siswa sebagai berikut:
SB
Keterangan: P = Persentase pemahaman siswa
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Rumus mencari learning obstacle siswa sebagai berikut.
S
Keterangan: L = Persentase learning obstacle siswa
S = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan salah
Adapun interval kategori pemahaman siswa dan learning obstacle siswa
sebagai berikut.
Tabel 3. 3
Interval Kategori Pemahaman Siswa dan Learning Obstacle Siswa
No. Interval Kategoru
1. 67 % - 100 % Tinggi
2. 34 % - 66 % Sedang
3. 0 – 33 % Rendah
Sumber: Mulyana, 2013
Kategori pemahaman siswa dan learning obstacle siswa berbanding
terbalik. Siswa dianggap sudah memahami suatu konsep apabila pemahaman
siswa berada pada kategori tinggi sedangkan learning obstacle siswa berada pada
kategori rendah. Siswa dianggap kurang memahami suatu konsep apabila
pemahaman siswa berada pada kategori sedang dan learning obstacle siswa
berada pada kategori sedang. Siswa dianggap belum memahami suatu konsep
apabila pemahaman siswa berada pada kategori rendah sedangkan learning
obstacle siswa berada pada kategori tinggi.
Siswa dianggap tidak memiliki kesulitan dalam memahami suatu konsep
apabila pemahaman siswa berada pada kategori tinggi sedangkan learning
obstacle siswa berada pada kategori rendah. Siswa dianggap memiliki kesulitan
dalam memahami suatu konsep apabila pemahaman siswa berada pada kategori
sedang dan learning obstacle siswa berada pada kategori sedang. Siswa dianggap
memiliki kesulitan dalam memahami suatu konsep apabila pemahaman siswa
berada pada kategori rendah sedangkan learning obstacle siswa berada pada
kategori tinggi.
Adapun hasil analisis studi pendahuluan dapat dilihat pada lampiran B. 8.
Hasil implementas desain didaktis I dapat dilihat pada lampiran C. 7 dan hasil
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui proses triangulasi teknik
pengumpulan data, yaitu menggunakan bermacam-macam cara pada sumber data
yang sama atau menggabungkan data dari observasi, wawancara dan studi
dokumentasi. Peneliti menggunakan observasi pertisipatif, wawancara mendalam,
dan studi dokumentasi untuk mengumpulkan data dari sumber data yang sama.
Dengan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila
dibandingkan pengumpulan data dengan satu pendekatan. Susan Stainback (1988)
dalam Sugiyono (2011: 241) menyatakan bahwa ‘Tujuan dari triangulasi bukan
untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada
peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.’ Sugiyono
(2011: 241) menyatakan bahwa “Tujuan penelitian kualitatif memang bukan
semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subjek terhadap
dunia sekitarnya.”
Peneliti akan menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam,
dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Observasi
partisipatif dilakukan untuk memperoleh data yang lebih lengkap, tajam, dan
objektif. Dalam observasi ini, peneliti terjun langsung ke lapangan dan terlibat
dengan kegiatan subjek yang sedang diamati.
Pada penelitian ini, wawancara mendalam dilakukan setelah responden
mengerjakan tes. Menurut Bungin (2010: 158) “Wawancara mendalam
merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung
bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.” Wawancara mendalam dilakukan agar peneliti mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan hambatan belajar (learning obstacle)
siswa dalam memahami materi cahaya dan sifat-sifat cahaya.
Alat wawancara yang digunakan berupa pedoman wawancara, buku catatan
dan kamera video. Peneliti mengambil beberapa narasumber untuk diwawancara
dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui respons siswa
mengenai pembelajaran IPA pada materi cahaya. Sehingga peneliti dapat
mengenai materi cahaya dan sifat-sifat cahaya. Adapun pedoman wawancara
mengungkap learning obstacle siswa dapat dilihat pada lampiran A. 10.
Untuk menambah informasi mengenai learning obstacle siswa peneliti
menggunakan kuesioner mengungkap learning obstacle siswa yang diberikan
kepada guru dan siswa. Format kuesioner dapat dilihat pada lampiran A. 8. Selain
itu, peneliti melakukan observasi terhadap kompetensi guru dalam melaksanakan
pembelajaran IPA kelas V SD. Format observasi dapat dilihat pada lampiran A. 9.
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Studi
dokumentasi ini dilakukan untuk mengumpulkan dokumen-dokumen pada saat
melakukan observasi dan wawancara yang dapat mendukung serta melengkapi
data penelitian. Studi dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif, pelengkap dari penggunaan observasi dan wawancara.
Sehingga hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih dapat
dipercaya. Studi dokumentasi yang peneliti lakukan adalah mengumpulkan
dokumen-dokumen yang dapat mendukung serta melengkapi data penelitian
diantaranya dokumen tertulis, gambar (foto), dan video.
H. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul melalui pengumpulan data penelitian, maka langkah
selanjutnya adalah menganalisis data penelitian. Data diperoleh dari berbagai
sumber, dengan menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data dan
dilakukan secara teru menerus sampai datanya jenuh. Analisis data dilakukan
dalam penelitian kualitatif yaitu sejak awal sebelum masuk ke lapangan, selama di
lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Sugiyono (2011: 245) mengemukakan
bahwa:
Teknik analisis data yang digunakan adalah model Miles dan Huberman
dengan aktivitas dalam analisis data, yaitu “Reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusion
drawing/verification)” (Sugiyono, 2011: 246). Adapun langkah - langkah yang dilakukan dalam menganalisis data penelitian, yaitu:
1. Mengorganisir informasi yang diperoleh dari hasi penelitian awal (studi
pendahuluan) yaitu learning obstacle siswa pada materi cahaya.
2. Membaca keseluruhan informasi yang diperoleh dan membuat klasifikasi
mengenai learning obstacle siswa pada materi cahaya.
3. Membuat uraian terperinci mengenai hasil pengujian.
4. Menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori.