BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang masalah
Masa remaja adalah masa dimana seseorang dalam pencarian identitasnya
atau sering disebut dengan masa pencarian jati diri. Biasanya remaja dalam masa
pencarian jati diri timbul adanya suatu kebingungan, ia tidak mengerti akan apa yang
harus mereka lakukan dalam menginjak suatu masa yang baru tersebut. Ada remaja
yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, pencarian jati dirinya dengan cara dan
berada di lingkungan yang baik pula misal dengan mengikuti suatu organisasi
sekolah, kegiatan gereja, kegiatan sosial, pengembangan bakat dan kegiatan positif
lainnya. Pada akhirnya melalui kegiatan yang dilakukan tersebut identitas diri seorang
remaja terbentuk secara jelas dan positif. Ia dapat memahami siapa sebenarnya
dirinya, apa yang menjadi bakat, kesenangan dan ketidaksenangannya akan suatu hal.
Namun, tak jarang juga di sekolah maupun di lingkungan sekitar banyak remaja yang
tidak dapat menyesuaikan diri dengan masa remaja tersebut sehingga cara
mengatasinya dengan cara yang tidak sehat, dari penyesuaian diri yang tidak sehat
tersebut akhirnya munculah perilaku kenakalan remaja (Lee & Steve Vandegriff,
2005)
Kenakalan remaja menunjuk pada suatu perilaku yang tidak sesuai dengan
Kenakalan remaja disebut juga dengan “Juvenile Delinquency”. Juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja. Sedangkan Delinquent berasal dari kata latin delinquere yang berarti terabaikan, mengabaikan yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain sebagainya. Jadi, juvenile delinquency ialah perilaku jahat atau dursila atau kejahatan atau kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit atau patologis secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk tingkah laku yang menyimpang.
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru pembimbing SMA
Theresiana Salatiga, perilaku kenakalan remaja juga terjadi dan dialami oleh para
siswa-nya, khususnya di kelas XI. Berdasarkan penyebaran instrumen mengenai
perilaku kenakalan remaja ditemukan sembilan belas siswa yang mengalami dan
melakukan kenakalan remaja. Bentuk kategori kenakalan yang dilakukan tersebut
masuk pada kategori tinggi sebanyak enam siswa, sementara tiga belas lainnya
sedang. Perilaku kenakalan tersebut nampak dimana siswa sering datang terlambat,
membolos, tidak disiplin waktu dan tidak berseragam, suka membut keributan di
kelas/ gaduh, berkelahi, merokok dan minum-minuman keras. Sementara itu
berdasarkan sumber yang berasal dari luar lingkungan sekolah menyebutkan bahwa
banyak siswa SMA Theresiana berasal dari siswa yang pada mulanya dikeluarkan
dari sekolah lain karena bermasalah oleh karena itu sekolah ini mendapatkan cap
tersendiri dari masyarakat.
Berdasarkan temuan di sekolah mengenai kenakalan remaja, inilah yang
menarik minat peneliti untuk mengadakan penelitian di SMA Theresiana guna
memberi informasi dan pengalaman dalam memecahkan permasalahan kenakalan
pentingnya guru bimbingan dan konseling. Sebagaimana yang peneliti ketahui bahwa
sekolah ini belum memiliki guru bimbingan dan konseling yang berasal dari
bimbingan dan konseling itu sendiri. Untuk itu mengingat dan melihat fenomena
perilaku kenakalan remaja yang terjadi di SMA Theresiana Salatiga serta tidak
adanya guru pembimbing profesional di sekolah ini, hendaknya bimbingan dan
konseling ikut berperan serta dan peka akan apa yang menjadi kebutuhan dan
persoalan-persoalan yang dihadapi siswa dan sekolah. Masalah kenakalan remaja
tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Menurut Lee & Steve Vandegriff (2005), kenakalan remaja adalah suatu
perilaku yang tidak boleh dibiarkan. Tidak semestinya diasumsikan bahwa kenakalan
tersebut hanyalah suatu tahap perkembangan masa dimana para remaja akan tumbuh
dan melewatinya seiring berjalannya waktu. Perilaku kenakalan remaja dapat
memburuk hingga tingkatan yang membahayakan. Pada mulanya dalam diri remaja
terdapat nafsu serakah untuk memiliki akan tetapi karena dibiarkan akhirnya ia
melakukan perbuatan mencopet, menjambret, menipu bahkan merampok (Kartono,
2002), oleh karenanya bimbingan dan konseling hendaknya berperan aktif,
memecahkan masalah terkait kenakalan remaja dan mengatasi atau setidaknya
mengurangi kenakalan remaja yang semakin hari semakin meningkat dengan
melakukan kegiatan layanan bimbingan dan konseling.
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling banyak jenisnya mulai dari
pemberian layanan secara individu maupun kelompok serta dengan teknik yang
bentuk dan teknik layanan kegiatan bimbingan dan konseling sangat perlu
diperhatikan agar nantinya jenis layanan dan teknik yang dipilih tepat memecahkan
persoalan yang ada. Namun, sering kali guru pembimbing merasa kesulitan untuk
mencari jenis dan teknik layanan yang menarik atau bahkan tidak memperdulikan
layanan apa yang akan diberikan karena keterbatasan pengetahuan bimbingan dan
konseling. Terkait kenakalan remaja, siswa tidak hanya sekedar membutuhkan
informasi atau ceramah melainkan juga membutuhkan eksplorasi yang mendalam.
Remaja membutuhkan tempat dimana ia bisa mengekspresikan apa yang menjadi
permasalahannya selama ini, mengapa bisa demikian, apa yang menjadi penyebab
dan akibatnya. Menjawab permasalahan tersebut, penulis merasa teknik yang dapat
mendukung pemberian layanan bimbingan adalah dengan memberikan strategi
intervensi dengan teknik sosiodrama.
Teknik sosiodrama merupakan bagian dari jenis layanan bimbingan
kelompok. Dalam penelitian Wulandari (2005), teknik sosiodrama atau bermain peran
adalah sebuah teknik sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi
peristiwa yang terjadi, actual, kejadian-kejadian yang muncul pada masa mendatang.
Teknik simulasi sebagai pemahaman yang berupa perilaku dengan tujuan orang
tersebut dapat mempelajari lebih dalam tentang bagaimana ia merasa dan berbuat
sesuatu atau suatu teknik pengajaran dimana siswa memerankan tugas orang lain
dalam dirinya sebagai tiruan.
Sedangkan untuk keunggulannya, teknik sosiodrama memiliki banyak
untuk memecahkan masalah, siswa bisa lebih ekspresif dan dapat menghayati suatu
problema sosial yang perlu untuk dipecahkan bersama-sama, siswa bisa lebih berani
dan yang terpenting melalui bermain peran siswa dapat katarsis diri karena bermain
peran dapat menjadi sarana hiburan ditengah-tengah kepenatan akan masalah yang
mereka hadapi entah masalah sekolah ataupun masalah pribadi yang akhirnya
menjerumuskan mereka pada suatu kenakalan sebagai bentuk pelampiasan diri akan
suatu masalah yang tidak bisa mereka hadapi dan selesaikan dengan baik (Wulandari,
2005)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Blatner (2002), Gangel (1986)
dan Maier (2002) dalam (Wulandari, 2005) tentang “Teknik Sosiodrama dan
Konformitas yang Berlebihan” disimpulkan bahwa dengan metode teknik sosiodrama
siswa dikondisikan untuk mengambil keputusan. Keputusan tersebut diambil
berdasarkan hasil analisis terhadap permasalahan yang sedang dihadapi siswa.
Sementara itu, berdasarkan penelitian Nurhayati (2010) dengan judul “Teknik
Sosiodrama Untuk Mengurangi Konformitas yang Berlebihan Pada Siswa Kelas X-8
SMA Negeri 1 Cileunyi Tahun Ajaran 2010/ 2011” diperoleh hasil setelah
diintervensi dengan teknik sosiodrama menunjukkan perubahan perilaku konformitas
yang berlebihan dari rata-rata pre test 2, 40 pada post test menjadi 2,07. Secara umum
konformitas terhadap kelompok teman sebaya pada siswa kelas X-8 SMA Negeri 1
Cileunyi Tahun Ajaran 2010/ 2011 mengalami penurunan walaupun hanya jumlah
sosiodrama cukup berpengaruh dalam penurunan tingkat perilaku konformitas yang
berlebihan pada siswa terhadap kelompok teman sebaya.
Berdasarkan temuan penelitian terkait teknik sosiodrama dapat mengurangi
secara signifikan konformitas yang berlebihan yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan teknik
sosiodrama sebagai strategi intervensi dalam rangka memecahkan masalah kenakalan
remaja dan pada penelitian ini penulis memberi judul “Penggunaan Teknik
Sosiodrama dalam Mereduksi Perilaku Kenakalan Remaja Pada Siswa Kelas XI SMA
Theresiana Salatiga”.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka muncul pertanyaan
yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
“Apakah teknik sosiodrama dapat mereduksi secara signifikan perilaku kenakalan
remaja pada siswa kelas XI SMA Theresiana Salatiga?”
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilaksanakan adalah:
“Untuk mengetahui signifikansi teknik sosiodrama dalam mereduksi perilaku
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi teoritis maupun segi
praktis, yaitu:
1. Secara teoritik, bila dalam penelitian ini ditemukan bahwa teknik sosiodrama
dapat mereduksi secara signifikan perilaku kenakalan remaja maka temuan ini
sesuai dengan temuan penelitian Blatner (2002), Gangel (1986) dan Maier
(2002) dalam (Wulandari, 2005) dan Nurhayati (2010). Namun, bila dalam
penelitian ini ditemukan bahwa teknik sosiodrama tidak dapat mereduksi secara
signifikan perilaku kenakalan remaja maka temuan ini berbeda dan tidak sesuai
dengan hasil temuan Blatner (2002), Gangel (1986) dan Maier (2002) dalam
(Wulandari, 2005) dan Nurhayati (2010).
2. Dari segi praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
a. Bagi guru pembimbing dalam memberikan informasi dan pengalaman
mengenai dapat dan tidaknya teknik sosiodrama dalam mereduksi perilaku
kenakalan remaja.
b. Bagi sekolah yaitu memberikan informasi mengenai pentingnya layanan
bimbingan dan konseling dalam memecahkan permasalahan kenakalan
remaja.
c. Bagi siswa, bimbingan yang diberikan kiranya dapat menjadi sarana untuk
berekspresi, saling berbagi, terbuka akan permasalahannya, dapat intropeksi
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematikan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah,
tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.
2. Bab II Landasan Teori, berisi tentang kajian-kajian teori yang mendukung
penelitian, yang meliputi beberapa topik bahasan yaitu tentang Kenakalan
Remaja, Teknik Sodiodrama, Temuan Penelitian Terdahulu dan Hipotesis.
3. Bab III Metodologi Penelitian, berisi tentang Jenis Penelitian, Subjek
Penelitian, Variabel Penelitian, Definisi Operasional Penelitian, Teknik
Pengumpulan Data, Uji Instrumen (Validitas dan Reliabilitas) dan Analisis
Data.
4. Bab IV Analis dan Pembahasan, berisi tentang Deskripsi Subjek Penelitian,
Pelaksanaan Penelitian, Pengumpulan Data, Analisis Data, Uji Hipotesis dan
Pembahasan.