• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Adversity Quotient, persepsi terhadap kompensasi dan kinerja Karyawan PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra di Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Adversity Quotient, persepsi terhadap kompensasi dan kinerja Karyawan PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra di Bali."

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT, PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DAN KINERJA KARYAWAN PT BANK

PERKREDITAN RAKYAT (BPR) MITRA DI BALI

I Gusti Agung Istri Hardwintasari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara adversity quotient dengan persepsi terhadap kompensasi dan kinerja karyawan. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positid antara adversity quotient dengan kinerja, dan ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode korelasional. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 76 karyawan PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra di Bali yang telah menyelesaikan masa kerja 12 bulan. Data adversity quotient dan persepsi terhadap kompensasi diperoleh dari skala penelitian. Sedangkan penilaian kinerja karyawan diperoleh dari data dokumen PT BPR Mitra. Reliabilitas skala adversity quotient dan persepsi terhadap kompensasi diuji menggunakan teknik Alpha dari Cronbach. Skala adversity quotient memiliki koefisien Alpha sebesar 0.903 dan skala persepsi terhadap kompensasi memiliki koefien Alpha sebesar 0.918. Berdasarkan hasil uji normalitas, data persepsi terhadap kompensasi termasuk dalam distribusi normal. Namun, data adversity quotient tidak termasuk dalam distribusi normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa adversity quotient dan persepsi terhadap kompensasi memiliki hubungan yang linear dengan kinerja. Analisis data adversity quotient dengan kinerja dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rho. Sedangkan data persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja dianalisi menggunakan uji korelasi product-moment dari Pearson. Hasil korelasi antara adversity quotient dengan kinerja sebesar 0.266 dengan p = 0.010 (p < 0.05), yang berarti bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara adversity quotient dengan kinerja. Selain itu, hasil korelasi antara persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja sebesar 0.258 dengan p = 0.012 (p < 0.05), yang berarti bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja.

(2)

CORRELATION BETWEEN ADVERSITY QUOTIENT, PERCEPTION OF COMPENSATION AND EMPLOYEE PERFORMANCE IN PT BANK

PERKREDITAN RAKYAT (BPR) MITRA BALI

I Gusti Agung Istri Hardwintasari

ABSTRACT

This research was aimed to study the correlation between adversity quotient with the perception of compensation and employee performance. The hypothesis that proposed, had a positive correlation between adversity quotient and performance, and there was a positive correlation between the perception of compensation and performance. This is a quantitative research with a correlation method. The subjects in this research were 76 employees of PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra in Bali which have been worked for at least 12 months. Adversity quotient and perceptions of compensation data obtained from the research scale. While the performance appraisal data obtained from PT BPR Mitra’s document. Adversity quotient scale reliability and perception of compensation was tested using the Alpha Cronbach method. The adversity quotient scale had 0.903 of Alpha coefficient and the compensation perception scale had 0.918 of Alpha coefficient. Based on the results of the normality test, perception of compensation data and performance data were included as normal. However, adversity quotient data is not included as normal. The results of linearity test show that adversity quotient and the perception of compensation had a linear correlation with performance. Adversity quotient and performance data was analyzed using Spearman Rho’s correlation test. Meanwhile, the perception of the compensation to performance data was analyzed using the correlation test of Pearson’s product-moment. The correlation between adversity quotient and performance is 0.266 with p = 0.010 (p <0.05), which means there was a positive and significant correlation between adversity quotient and performance. In addition, the results of the correlation between the perception of compensation and performance was 0.258 with p = 0.012 (p <0.05), which means there was a positive and significant correlation between the perception of compensation and performance.

(3)

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT, PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DAN KINERJA KARYAWAN PT BANK

PERKREDITAN RAKYAT (BPR) MITRA DI BALI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Disusun oleh:

I Gusti Agung Istri Hardwintasari 129114172

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Terimakasih saya ucapkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas

segala perlindungan, kekuatan, kelancaran, dan kegigihan yang tiada

hentinya diberikan kepada saya selama menyelesaikan penelitian ini.

Dengan perasaan yang penuh dengan rasa bersyukur, saya

persembahkan Skripsi ini kepada : Ibu dan Ajik yang selalu

memberi saya semangat, membantu saya, mendengarkan keluh

kesah saya, menenangkan saya saat menangis dan terus

mendoakan saya selama pengerjaan skripsi. Untuk kakak dan

kedua adik saya yang selalu memotivasi dan membangkitkan

semangat saya ketika saya sedang putus asa.

Tidak lupa juga, kepada orang-orang yang selalu mendorong

saya untuk cepat lulus.

(7)
(8)

vi

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT, PERSEPSI TERHADAP KOMPENSASI DAN KINERJA KARYAWAN PT BANK

PERKREDITAN RAKYAT (BPR) MITRA DI BALI

I Gusti Agung Istri Hardwintasari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara adversity quotient dengan persepsi terhadap kompensasi dan kinerja karyawan. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positid antara adversity quotient dengan kinerja, dan ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode korelasional. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 76 karyawan PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra di Bali yang telah menyelesaikan masa kerja 12 bulan. Data adversity quotient dan persepsi terhadap kompensasi diperoleh dari skala penelitian. Sedangkan penilaian kinerja karyawan diperoleh dari data dokumen PT BPR Mitra. Reliabilitas skala adversity quotient dan persepsi terhadap kompensasi diuji menggunakan teknik Alpha dari Cronbach. Skala adversity quotient memiliki koefisien Alpha sebesar 0.903 dan skala persepsi terhadap kompensasi memiliki koefien Alpha sebesar 0.918. Berdasarkan hasil uji normalitas, data persepsi terhadap kompensasi termasuk dalam distribusi normal. Namun, data adversity quotient tidak termasuk dalam distribusi normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa adversity quotient dan persepsi terhadap kompensasi memiliki hubungan yang linear dengan kinerja. Analisis data adversity quotient dengan kinerja dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman Rho. Sedangkan data persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja dianalisi menggunakan uji korelasi product-moment dari Pearson. Hasil korelasi antara adversity quotient dengan kinerja sebesar 0.266 dengan p = 0.010 (p < 0.05), yang berarti bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara adversity quotient dengan kinerja. Selain itu, hasil korelasi antara persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja sebesar 0.258 dengan p = 0.012 (p < 0.05), yang berarti bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja.

(9)

vii

CORRELATION BETWEEN ADVERSITY QUOTIENT, PERCEPTION OF COMPENSATION AND EMPLOYEE PERFORMANCE IN PT BANK

PERKREDITAN RAKYAT (BPR) MITRA BALI

I Gusti Agung Istri Hardwintasari

ABSTRACT

This research was aimed to study the correlation between adversity quotient with the perception of compensation and employee performance. The hypothesis that proposed, had a positive correlation between adversity quotient and performance, and there was a positive correlation between the perception of compensation and performance. This is a quantitative research with a correlation method. The subjects in this research were 76 employees of PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra in Bali which have been worked for at least 12 months. Adversity quotient and perceptions of compensation data obtained from the research scale. While the performance appraisal data obtained from PT BPR Mitra’s document. Adversity quotient scale reliability and perception of compensation was tested using the Alpha Cronbach method. The adversity quotient scale had 0.903 of Alpha coefficient and the compensation perception scale had 0.918 of Alpha coefficient. Based on the results of the normality test, perception of compensation data and performance data were included as normal. However, adversity quotient data is not included as normal. The results of linearity test show that adversity quotient and the perception of compensation had a linear correlation with performance. Adversity quotient and performance data was analyzed using Spearman Rho’s correlation test. Meanwhile, the perception of the compensation to performance data was analyzed using the correlation test of Pearson’s product-moment. The correlation between adversity quotient and performance is 0.266 with p = 0.010 (p <0.05), which means there was a positive and significant correlation between adversity quotient and performance. In addition, the results of the correlation between the perception of compensation and performance was 0.258 with p = 0.012 (p <0.05), which means there was a positive and significant correlation between the perception of compensation and performance.

(10)
(11)

ix

KATA PENGANTAR

Saya panjatkan puji dan syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang selalu menyertai dan menuntun saya selama proses penyelesaian skripsi ini sehinga dapat berjalan baik, meskipun saya harus melalui banyak kesulitan dan rintangan. Selain itu, kelancaran dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari peran dan dukungan dari banyak pihak yang telah membantu saya dalam mengahadapi kesulitan dan rintangan yang ada. Oleh sebab itu, saya ingin mengucapkan terimakasih saya kepada :

1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Drs. Hadrianus Wahyudi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik saya yang selalu memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi saya.

4. Mbak P. Henrietta P.D.A.D.S., M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terimakasih untuk Mbak Etta yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan masukan, dan memberi semangat kepada saya dalam menghadapi kesulitan ataupun rintangan selama menyelesaikan skripsi ini. Terimakasi sudah membantu saya untuk yakin akan penelitian ini dan dengan teliti memeriksa pekerjaan saya. Terimakasih banyak Mbak Etta.

5. PT Bank Perkreditan Rakyat Mitra di Bali, terimakasih atas ijin dan bantuannya selama saya mengambil data penelitian.

(12)

x

di lima BPR yang jaraknya tidak dekat. Terimakasih juga atas semangat, dukungan, dan pelukan hangat yang selalu kalian berikan. Saya sangat bersyukur memiliki kalian.

7. Angga Harsawan, Gung Mas Hartriansari dan Gung Mas Harsaniansari, terimakasih untuk kalian karena memberi saya semangat, mengingatkan saya ketika saya malas mengerjakan skripsi, dan mengajak saya hangout saat saya sedang jenuh dengan skripsi saya. Terimakasih atas dukungan, bantuan, dan kasih sayang yang selalu kalian berikan. Aku sayang kalian, saudara-saudaraku!

8. Cabe-cabean yaitu Pacul, Maktar, Najirah, Bincik, Mitha, Seprina, Anggie, Ithak, Olive, Nonon. Terimakasih sudah berjuang sama-sama dari semester 1 sampai sekarang, dari pendiam sampai tidak tahu malu. Terimakasih juga untuk keseruan, tawa canda, bantuan dan dukungan yang kalian selalu berikan kepada saya. Love you, sahabat-sahabatku :*

9. Nanda Putra, terimakasih sudah menjadi partner berjuang, bertengkar, dan ngebolang sehingga saya tidak merasa sedih atau sepi ketika bosan mengerjakan skripsi. Terimakasih juga atas semangat, dukungan dan bantuan yang selalu diberikan.

10.Teman-teman bimbingan, Ingga, Kak Lia, Kak Awang, Gede, Kak Ayik, Beni, Pamela, Kak Adri. Terimakasih sudah menjadi teman selama menunggu bimbingan, depan sekre akan sepi tanpa kalian. Sukses untuk kalian semua! 11.Teman-teman Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) Swastika

Taruna, terimakasih sudah menjadi keluarga pertama saya di Jogja.

(13)
(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

(15)

xiii

BAB II. LANDASAN TEORI ... 12

A. Kinerja... 12

1. Definisi Kinerja ... 12

2. Aspek-aspek Kinerja ... 13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 16

4. Metode Penilaian Kinerja ... 18

B. Adversity Quotient ... 23

1. Definisi Adversity Quotient ... 23

2. Dimensi Adversity Quotient ... 24

3. Dampak Adversity Quotient ... 27

C. Persepsi terhadap Kompensasi ... 31

1. Definisi Persepsi terhadap Kompensasi ... 31

2. Aspek-aspek Persepsi ... 33

3. Jenis Kompensasi ... 33

4. Dampak Persepsi terhadap Kompensasi ... 35

D. Hubungan antara Adversity Quotient dengan Persepsi terhadap Kompensasi dan Kinerja Karyawan PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra di Bali ... 36

E. Skema Penelitian ... 40

F. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III. METODE PENELITIAN ... 42

A.Jenis Penelitian... 42

(16)

xiv

C. Definisi Operasional ... 43

1. Kinerja Karyawan ... 43

2. Adversity Quotient ... 44

3. Persepsi terhadap Kompensasi ... 45

D. Subjek Penelitian ... 46

E. Metode Pengumpulan Data ... 46

1. Penilaian Kinerja Karyawan ... 46

2. Skala Adversity Quotient ... 47

3. Skala Persepsi terhadap Kompensasi ... 49

F. Validitas dan Reliabilitas Skala ... 50

1. Validitas ... 50

2. Seleksi Aitem ... 51

3. Reliabilitas ... 54

G. Metode Analisis Data ... 55

1. Uji Asumsi ... 55

a. Uji Normalitas ... 55

b. Uji Linearitas ... 55

2. Uji Hipotesis ... 56

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A.Orientasi Kancah Penelitian ... 57

B.Pelaksanaan Penelitian ... 58

1. Perijinan Penelitian ... 58

(17)

xv

C.Deskripsi Subjek ... 59

D.Deskripsi Data Penelitian ... 60

E. Hasil Analisis Data ... 60

1. Uji Asumsi ... 61

a. Uji Normalitas ... 61

b. Uji Linearitas ... 63

2. Uji Hipotesis ... 64

F. Sumbangan Efektif (R2) ... 66

G. Kategorisasi ... 67

H. Pembahasan ... 69

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 74

1. Untuk Subjek Penelitian ... 74

2. Untuk PT BPR Mitra ... 75

3. Untuk Peneliti Selanjutnya ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Aitem Penilaian Kinerja Karyawan ... 47

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Adversity Quotient ... 49

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Kompensasi ... 50

Tabel 4. Sebaran Aitem Skala Adversity Quotient ... 53

Tabel 5. Sebaran Aitem Skala Persepsi terhadap Kompensasi ... 53

Tabel 6. Deskripsi Subjek... 60

Tabel 7. Deskripsi Data Penelitian ... 61

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas ... 62

Tabel 9. Test for Linearity Kinerja*Adversity Quotient ... 63

Tabel 10. Test for Linearity Kinerja*Persepsi terhadap Kompensasi. ... 64

Tabel 11. Korelasi Adversity Quotient dengan Kinerja ... 65

Tabel 12. Korelasi Persepsi terhadap Kompensasi dengan Kinerja ... 66

Tabel 13. Norma Kategorisasi ... 67

Tabel 14. Kategorisasi Skor Adversity Quotient ... …….68

Tabel 15. Frekuensi Subjek dan Presentase Adversity Quotient ... …….68

Tabel 16. Kategorisasi Skor Persepsi terhadap Kompensasi ... …….68

(19)

xvii

DAFTAR BAGAN

(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Adversity Quotient ... 83

Lampiran 2. Skala Persepsi terhadap Kompensasi ... 88

Lampiran 3. Hasil Seleksi Aitem Skala Adversity Quotient ... 92

Lampiran 4. Hasil Seleksi Aitem Skala Persepsi terhadap Kompensasi ... 94

Lampiran 5. Reliabilitas Skala Penelitian ... 95

Lampiran 6. Hasil Uji t antara Mean Empiris dengan Mean Teoritis ... 96

Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas ... 98

Lampiran 8. Hasil Uji Linearitas ... 99

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada jaman krisis keuangan global seperti sekarang, perbankan merupakan motor penggerak ekonomi. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak (Ikhtisar Perbankan, 2016).

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III, Irwan Lubis dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (28/8/2015) mengungkapkan bahwa industri perbankan pada Juni 2015 masih tumbuh. Hal ini sesuai dengan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), perkembangan perbankan di Indonesia sejak Mei 2015 hingga Agustus 2015 meningkat. Pada Mei 2015 jumlah perbankan di Indonesia sebanyak 2.274, dan pada bulan Agustus 2015 menjadi 147.318 (Statistik Perbankan, 2016).

(22)

9,5 persen dari aset sebelumnya. Dari total aset tersebut, bank umum memiliki kontribusi terbesar, yakni sebesar hampir 89 persen dan BPR 11,03 persen. Data tersebut menunjukkan bank umum lebih mendominasi dibanding BPR. Hal ini yang menyebabkan sulitnya bersaing di level regional (2015, Kinerja Perbankan di Bali Tumbuh Positif, 2016).

Pertumbuhan perbankan ini diikuti dengan pertumbuhan koperasi khususnya pada Provinsi Bali. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah koperasi di Bali pada tahun 2006 hingga 2014 meningkat. Tercatat jumlah koperasi tahun 2006 sebanyak 2.579, dan pada tahun 2014 sebanyak 4.401 (Jumlah Koperasi Aktif Menurut Provinsi 2006-2015, 2016).

Jumlah bank umum yang mendominasi dan pertumbuhan koperasi di Provinsi Bali menciptakan persaingan pada level regional semakin sulit. Hal ini menuntut BPR, seperti PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra, untuk mampu berkompetisi. PT BPR Mitra merupakan lembaga yang bergerak di bidang keuangan dengan melaksanakan kegiatan usaha antara lain, menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan memberikan kredit bagi pengusaha kecil atau masyarakat pedesaan dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan perekonomian pedesaan.

(23)

Pada umumnya, bank swasta maupun bank negeri membutuhkan karyawan yang mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Terlebih, saat ini perusahaan dihadapkan pada tantangan kompetisi yang tinggi, era kompetisi pasar global, kemajuan teknologi informasi, maupun tuntutan pelanggan atau pengguna jasa layanan yang semakin kritis (Sudarmanto, 2009). Dengan tantangan seperti ini, pada tahun 2016 OJK mengungkapkan bahwa bank umum memiliki modal yang cukup (CAR) karena ditopang oleh kinerja karyawannya yang sangat baik (Perbankan Masih Jauh dari Krisis, 2016). Selain itu, data OJK juga menunjukkan bahwa kinerja BPR di Bali meningkat sebesar 18,78% dari tahun sebelumnya (Presentase Kinerja BPR Bali Naik Dua Digit, 2016).

(24)

tidak meningkatnya jumlah nasabah sehingga hasil tahunan bankpun tidak berkembang (H, komunikasi pribadi, 16 Februari, 2016).

Kesuksesan suatu perusahaan tergantung pada baik buruknya kinerja karyawan (Olivia, 2014). Banyak organisasi yang berhasil atau efektif karena ditopang oleh kinerja sumber daya manusianya. Sebaliknya, tidak sedikit organisasi yang gagal karena faktor kinerja sumber daya manusia (Sudarmanto, 2009).

Kinerja dapat disebut sebagai prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2007). Selain itu, kinerja juga dapat disebut sebagai sesuatu yang organisasi minta untuk dilakukan oleh seseorang karyawan (Campbell, 1990; Campbell, McCloy, Oppler, & Sager, 1993: Kanfer, 1990: Roe, 1999, dalam Sonnentag, 2002). Colquitt, LePine, dan Wesson (2011, dalam Suwondo & Sutanto, 2015) menambahkan bahwa kinerja karyawan merupakan serangkaian perilaku karyawan yang memberi kontribusi, baik secara positif maupun negatif terhadap penyelesaian tujuan organisasi. Oleh sebab itu penting untuk melihat kinerja karyawan dalam organisasi.

(25)

dengan sifat-sifat seseorang. Simamora (dalam Mangkunegara, 2007) menambahkan bahwa kemampuan sebagai salah satu faktor individual. Dalam kamus psikologi (Reber & Reber, 2010) arti kemampuan atau ability adalah kualitas, kekuatan, keahlian, kesanggupan, yang memampukan seseorang melakukan pekerjaan tertentu di waktu tertentu. Faktor kemampuan ini tidak dimiliki oleh setiap karyawan PT BPR Mitra dalam melakukan pekerjaannya. Saat menemukan kesulitan, karyawan cenderung mudah menyerah, misalnya terdapat masalah terkait sistem komputer. Karyawan tidak menghadapi kesulitan itu, melainkan menghubungi direksi atau atasan untuk meminta bantuan menangani kesulitan tersebut. Karyawan terlihat tidak memiliki usaha atau kemampuan untuk memecahkan kesulitannya itu sendiri (H, komunikasi pribadi, 24 Agustus, 2015). Kemampuan karyawan untuk mampu bertahan menghadapi kesulitan dan mengatasinya ini disebut sebagai daya juang (adversity quotient) (Stoltz, 2007).

(26)

Stoltz (2007) mengatakan bahwa daya juang (adversity quotient) ini dapat meramalkan kinerja seseorang. Dalam penelitian Stoltz (2007) di berbagai perusahaan, menemukan bahwa ketidakberdayaan yang telah dipelajari itu mengurangi kinerja, produktivitas, motivasi, energi, kemauan untuk belajar, perbaikan diri, keberanian mengambil resiko, kreativitas, kesehatan, vitalitas, keuletan, dan ketekunan. Stoltz mendemonstrasikan bahwa mereka yang memiliki adversity quotient lebih tinggi, menikmati serangkaian manfaat termasuk kinerja, produktivitas, kreativitas, kesehatan, ketekunan, daya tahan, dan vitalitas yang lebih besar daripada orang lain yang memiliki adversity quotient rendah.

Penjelasan Stoltz mengenai adversity quotient dapat meramalkan kinerja didukung dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Utami dan Dewanto (2013). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan adversity quotient terhadap kinerja perawat dalam pendokumentasian standar asuhan keperawatan di RSUD “Ngudi Waluyo” Wingi. Selain itu, Sukardewi, Dantes, & Natajaya (2013) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa terdapat kontribusi yang signifikan

adversity quotient terhadap kinerja Guru SMA Negeri di Kota Amlapura.

Meski demikian, ada pula penelitian lain yang menemukan bahwa

adversity quotient tidak memiliki hubungan dengan kinerja, yang memiliki

(27)

Surabaya. Perbedaan hasil penelitian ini menjadi alasan peneliti melakukan penelitian kembali dengan variabel yang sama.

Perbedaan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan faktor internal yang mempengaruhi kinerja karyawan. Selain faktor internal, Timple (1992, dalam Riyadi, 2011) menjelaskan bahwa kinerja karyawan dapat juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berasal dari lingkungan, kepemimpinan, tindakan-tindakan rekan kerja, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial. Handoko (2001) menyebutkan sistem upah atau kompensasi merupakan hal penting bagi karyawan dan individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka diantara karyawan sendiri, keluarga dan masyarakat. Kompensasi juga sebagai sumber penghasilan bagi mereka yang sangat berpengaruh dalam menentukan standar kehidupan serta hasil kerja karyawan (Mangkunegara, 2013).

(28)

PT BPR Mitra menerapkan sistem balas jasa berupa, gaji pokok, isentif, bonus, dan tunjangan (Mitra, 2012). Jika bank mencapai target tahunan dalam bentuk laba, maka karyawan akan mendapat bonus yang juga dapat memacu karyawan terus berjuang dalam menghadapi tantangan pekerjaan.

Perusahaan yang dalam pemberian kompensasinya semakin baik, akan mendorong karyawan bekerja semakin produktif (Kadarisman, 2014). Siagian (2008, dalam Nurtjahjanti, 2010) juga mengungkapkan bahwa perancangan sistem kompensasi merupakan salah satu elemen yang dapat meningkatkan kepuasan karyawan. Dengan kata lain suatu sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para karyawan yang pada gilirannya memungkinkan perusahaan memperoleh, memelihara, dan mempekerjakan sejumlah orang dengan berbagai sikap dan perilaku positif, serta karyawan yang bekerja produktif bagi kepentingan perusahaan.

(29)

Perbedaan persepsi mengenai kompensasi dapat terjadi karena kebutuhan yang layak antara karyawan yang satu dengan karyawan lain tidak sama. Beberapa karyawan merasa kompensasi yang diterima sudah sesuai dengan hasil yang sudah diberikan kepada perusahaan, namun ada juga karyawan yang merasa kompensasi yang diterima tidak sesuai. Ada karyawan merasa kesejahteraan hidupnya terjamin dengan kompensasi yang diberikan, tetapi ada juga yang tidak merasakannya (Kadarisman, 2014). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan karyawan PT BPR Mitra. Karyawan merasa bahwa kompensasi yang diterima belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama bagi karyawan yang sudah berkeluarga (D, komunikasi pribadi, 18 Januari, 2017). Namun, ada juga karyawan yang merasa puas dengan kompensasi yang diterima, karena sudah bisa memenuhi kebutuhannya setiap hari (I, komunikasi pribadi, 18 Januari 2017).

(30)

penelitian kembali untuk mencari tahu hubungan persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja pada subjek yang berbeda.

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, rumusan masalahnya adalah apakah ada hubungan antara daya juang (adversity quotient) dengan persepsi terhadap kompensasi dan kinerja.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara daya juang (adversity quotient) dengan persepsi terhadap kompensasi dan kinerja.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan wawasan dan informasi dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi yang berkaitan dengan kompensasi, daya juang (adversity quotient) dan kinerja.

2. Manfaat praktis a. Bagi perusahaan

(31)

dan persepsi karyawan terkait kompensasi yang diberikan. Selain itu, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan evaluasi berkaitan dengan kinerja.

b. Bagi karyawan

(32)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kinerja

1. Definisi Kinerja

Mathis dan Jackson (2006) menyatakan bahwa kinerja memperhitungkan pencapaian karyawan. Lebih lanjut, Gomes (1995, dalam Mangkunegara, 2007) menambahkan bahwa kinerja juga merupakan

output, efisiensi serta efektivitas yang sering dihubungkan dengan

produktivitas. Senada dengan Mathis dan Jackson (2006), dan Gomes (1995), Hasibuan (2006, dalam Riyadi, 2011) menyebutkan kinerja secara lebih jelas yaitu suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Wirawan (2009) menambahkan bahwa kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Senada dengan Wirawan (2009), Mangkunegara (2013) menjelaskan kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

(33)

(Campbell, 1990; Campbell, McCloy, Oppler, & Sager, 1993: Kanfer, 1990: Roe, 1999, dalam Sonnentag, 2002). Pendapat ini ditambahkan oleh Mathis dan Jackson (2006) yang menyatakan bahwa kinerja sebagai perilaku berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja. Colquitt, LePine, dan Wesson (2011, dalam Suwondo & Sutanto, 2015) mengartikan kinerja karyawan sebagai serangkaian perilaku karyawan yang memberi kontribusi, baik secara positif maupun negatif terhadap penyelesaian tujuan organisasi. Senada dengan Colquitt, LePine, dan Wesson (2011), Rich, Lepine, dan Crawford (2010) mendefinisikan kinerja sebagai kumpulan nilai untuk organisasi dari serangkaian perilaku seorang karyawan yang memberi kontribusi, baik secara langsung dan tidak langsung ke tujuan organisasi.

Berdasarkan beberapa pengertian kinerja yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dalam waktu tertentu, yang berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyelesaian tujuan organisasi.

2. Aspek-aspek Kinerja

Rich, Lepine, dan Crawford (2010) menyebutkan kinerja memiliki dua aspek yaitu task performance dan organizational citizenship behavior.

Task permormance ini meliputi kegiatan yang secara langsung terlibat

(34)

mendukung pencapaian tugas yang terlibat dalam teknis inti organisasi (Borman & Motowidlo, 1993, dalam Rich, Lepine & Crawford (2010). Selanjutnya, organizational citizenship behavior ini meliputi perilaku bukan task performance yang muncul dan berkontribusi secara tidak langsung terhadap organisasi, seperti menolong, sikap sportif, berhati nurani, dan melakukan kebaikan dengan memikirkan kepentingan umum (Motowidlo, Borman, & Schmit, 1997; Organ, 1988, dalam Rich, Lepine & Crawford (2010). Perilaku ini mengembangkan psikologis dan lingkungan sosial yang kondusif di organisasi.

Secara lebih spesifik, Mangkunegara (2007) mengklasifikasikan aspek kinerja menjadi dua, yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi: proses kerja dan kondisi pekerjaan, waktu yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan, jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan serta jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. Sedangkan, aspek kualitatif terdiri dari : ketepatan kerja dan kualitas pelayanan, tingkat kemampuan dalam bekerja, kemampuan menganalisis data atau informasi dan kemampuan mengevaluasi keluhan konsumen.

Gomes (2003) menambahkan bahwa penilaian kinerja didasarkan pada 3 tipe kriteria yaitu penilaian kinerja berdasarkan hasil, perilaku, dan

judgment. Penilaian kinerja berdasarkan hasil (result-based performance

appraisal/evaluation) ini merumuskan kinerja berdasarkan pencapaian

(35)

penilaian kinerja berdasarkan hasil, penilaian kinerja berdasarkan perilaku (behavior-based performance appraisal/evaluation) ini mengukur sarana pencapaian sasaran, dan bukannya hasil akhir. Sedangkan, penilaian kinerja berdasarkan judgment menilai dan atau mengevaluasi kinerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, antara lain :

a. Quantity of work, mengacu pada jumlah kerja yang dilakukan dalam

suatu periode waktu yang ditentukan.

b. Quality of work, mengacu pada kualitas kerja yang dicapai berdasarkan

syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

c. Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilannya.

d. Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

e. Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain

(sesama anggota organisasi).

f. Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran

dan penyelesaian kerja.

g. Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan

dalam memperbesar tanggung jawabnya.

h. Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan,

(36)

Dengan demikian, dapat disimpulkan aspek-aspek kinerja adalah

task performance, organizational citizenship behavior, aspek kuantitatif

(quantity of work), aspek kualitatif (quality of work), job knowledge,

creativeness, cooperation, dependability, initiative, dan personal qualities.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut Timple (1992, dalam Riyadi, 2011) terdapat dua faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang atau faktor individual. Simamora (dalam Mangkunegara, 2007) menambahkan bahwa kemampuan merupakan salah satu faktor individual. Sedangkan, faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berasal dari lingkungan, kepemimpinan, tindakan-tindakan rekan kerja, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.

(37)

diungkapkan Timple, meliputi sistem balas jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja.

Simamora (dalam Mangkunegara, 2007) menambahkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, antara lain : faktor individual, faktor psikologis, dan faktor organisasi. Faktor individual ini terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang, dan demografi. Kemudian, faktor psikologis terdiri dari persepsi, attitude, personality, pembelajaran, dan motivasi. Sedangkan, faktor organisasi terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design. Berbeda dengan Timple, Zeitz dan Simamora, Mathis dan Jackson (2006) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja secara lebih spesifik yaitu, kemampuan individu, usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi. Kemampuan individu dan usaha yang dicurahkan dapat digolongkan ke dalam faktor internal. Sedangkan, dukungan organisasi dapat digolongkan sebagai faktor eksternal.

(38)

pengawasan, tindakan-tindakan rekan kerja atau lingkungan sosial, kondisi fisik dari lingkungan kerja, struktur, dan job design.

4. Metode Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan (Simamora, 2004). Lebih lanjut, Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright (2010) menjelaskan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses dalam organisasi yang menemukan informasi tentang seberapa baik seorang karyawan melakukan pekerjaannya. DeNisi dan Pritchard (2006) menambahkan bahwa penilaian kinerja adalah proses evaluasi dalam organisasi yang dilakukan sekali atau dua kali setahun dengan menggunakan dimensi kinerja atau kriteria kinerja karyawan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses evaluasi dalam organisasi yang dilakukan sekali atau dua kali setahun dengan menggunakan dimensi kinerja atau kriteria kinerja karyawan untuk mengetahui seberapa baik karyawan melakukan pekerjaannya.

(39)

Riggio (2008) mengklasifikasikan metode penilaian kinerja menjadi dua kategori, yaitu comparative methods dan individual methods.

Comparative methods adalah metode penilaian kinerja yang melibatkan

perbandingan kinerja satu karyawan dengan karyawan lainnya. Metode ini terdiri dari tiga metode yaitu, rankings, paired comparisons, dan forced

distribution. Selanjutnya, Selanjutnya, individual methods melibatkan

karyawan dalam mengevaluasi dirinya sendiri antara lain, graphic rating

scale, Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS), Behavioral

Observation Scales (BOS), checklist, dan narratives.

Mathis dan Jackson (2006) menyebutkan bahwa penilaian kinerja terdiri dari empat kelompok yaitu, metode penilaian kategori, metode komparatif, metode naratif, serta metode perilaku dan tujuan. Metode penilaian kategori adalah penilaian yang dilakukan oleh seorang manajer dengan menandai tingkat kinerja karyawan pada formulir khusus yang dibagi ke dalam kategori kinerja antara lain, graphic rating scales, dan

checklist. Metode penilaian kategori ini senada dengan individual methods

miliki Riggio (2008). Selanjutnya, metode komparatif memerlukan penilai untuk membandingkan secara langsung kinerja karyawan mereka terhadap satu sama lain. Metode ini terdiri dari, ranking dan forced distribution (Mathis & Jackson, 2006). Metode ini termasuk ke dalam comparative

methods miliki Riggio (2008). Kemudian, metode naratif yaitu metode

(40)

lapangan (Mathis & Jackson, 2006). Metode naratif ini senada dengan

narrative pada individual methods milik Riggio (2008). Lebih lanjut,

Mathis dan Jackson (2006) juga menyebutkan metode perilaku dan tujuan. Metode perilaku ini menilai perilaku karyawan bukan karakteristik lain dari karyawan. Beberapa pendekatan penilaian perilaku antara lain,

Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS), Behavioral Observation

Scales (BOS), dan Behavioral Expectation Scales (BES). Terakhir, metode

penilaian berdasarkan tujuan (Management By Objectives – MBO). Metode ini menjabarkan tujuan organisasi ke dalam sasaran karyawan. Berikut penjelasan mengenai metode penilaian kinerja (Riggio, 2008 dan Mathis & Jackson, 2006):

a. Graphic Rating Scale (Skala Penilaian Grafis)

Graphic Rating Scale memungkinkan penilai untuk menandai

kinerja karyawan pada rangkaian kesatuan. Metode penilaian kinerja ini dilakukan dengan menggunakan skala berdasarkan aspek pekerjaan, untuk menilai karyawan dengan rentang nilai yang sudah ditetapkan. b. Checklist

Checklist adalah alat penilaian kinerja yang menggunakan daftar

(41)

c. Rankings (Penentuan Peringkat)

Metode ini mengurutkan kinerja semua karyawan dari yang tertinggi sampai yang terendah (Riggio, 2008, Mathis & Jackson, 2006). d. Forced Distribution (Distribusi Paksa)

Forced distribution adalah teknik untuk mendistribusikan penilaian

yang dapat dihasilkan dengan metode apapun (Mathis & Jackson, 2006). Metode penilaian kinerja ini dilakukan dengan cara menentukan urutan kategori mulai dari kinerja yang paling baik hingga paling buruk dengan membatasi jumlah karyawan pada setiap kategori. Kemudian, mendistribusikan setiap karyawan ke salah satu kategori (Riggio, 2008). e. Paired Comparisons

Metode penilaian kinerja ini dilakukan dengan cara penilai membandingkan seorang karyawan dengan karyawan lain di dalam kelompok, kemudian penilai memutuskan karyawan mana yang memiliki kinerja lebih baik.

f. Metode kejadian penting

Dalam metode ini, penilai menyimpan catatan tertulis mengenai tindakan dalam kinerja karyawan baik yang menguntungkan maupun yang merugikan selama periode penilaian.

g. Esai atau Narratives

(42)

h. Tinjauan Lapangan

Dalam metode ini, peninjau dari luar berperan sebagai rekanan aktif dalam proses penilaian dengan melakukan wawancara terhadap para manajer mengenai kinerja setiap karyawan, kemudian menghimpun catatan dari setiap wawancara menjadi penilaian untuk setiap karyawan. Kemudian penilaian tersebut ditinjau ulang oleh supervisor untuk perubahan yang diperlukan.

i. Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS)

Metode penilaian kinerja ini dilakukan dengan membandingkan apa yang dilakukan karyawan terhadap kemungkinan perilaku yang ditunjukkan pada suatu pekerjaan.

j. Behavioral Observation Scales (BOS)

Metode penilaian kinerja ini mengharuskan penilai untuk menghitung seberapa sering kata kunci perilaku kerja muncul selama karyawan diobservasi.

k. Behavioral Expectation Scales (BES)

Metode penilaian ini dilakukan dengan mengurutkan perilaku dalam satu rangkaian untuk mendefinisikan kinerja yang menonjol, rata-rata, dan tidak dapat diterima.

l.Management By Objectives (MBO)

(43)

Dapat disimpulkan metode penilaian kinerja antara lain: graphic

rating scale, checklist, rankings, forced distribution, paired comparisons,

metode kejadian penting, esai atau narratives, tinjauan lapangan,

Behaviorally Anchored Rating Scale (BARS), Behavioral Observation

Scales (BOS), Behavioral Expectation Scales (BES), dan Management By

Objectives (MBO).

B. Adversity Quotient

1. Definisi Adversity Quotient

Miller dan Katerberg (2001, dalam Shen, 2014) mengemukakan bahwa adversity adalah jenis kemalangan atau kecemasan, kesulitan dalam hidup, penyakit, krisis keuangan, dll. Quotient adalah gambaran yang diperoleh dengan pengukuran. Ketika individu menghadapi kesulitan dan ada kesenjangan antara hasil dan harapan, maka akan ada reaksi psikologis. Dengan demikian, adversity quotient terdiri dari gambaran-gambaran reaksi psikologis individu saat menghadapi kesulitan (Miller & Katerberg, 2001, dalam Shen, 2014).

(44)

Stoltz (1997), Parvathy dan Praseeda (2014) mengartikan adversity

quotient sebagai kemampuan individu untuk menangani kesulitan dalam

hidupnya.

Menurut Venkatesh dan Shivaranjani (2015), adversity quotient merupakan kemampuan seseorang untuk menangani dan menang dalam menghadapi kesulitan. Lebih lanjut, Song dan Woo (2015) menambahkan bahwa adversity quotient juga merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan dan mengatasi kesulitan yang dialami. Senada dengan Song dan Woo (2015), Tian dan Fan (2014) menjelaskan adversity quotient sebagai kemampuan individu mengatasi kesulitan dan seberapa baik individu dapat merespon kesulitan tersebut.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa

adversity quotient adalah kemampuan individu untuk bertahan, menangani,

dan menang dalam menghadapi kesulitan pada hidupnya, serta seberapa baik individu merespon kesulitan tersebut.

2. Dimensi Adversity Quotient

Stoltz (2007) menyatakan bahwa adversity quotient terdiri atas empat dimensi CO2RE:

a. C (Control atau Kendali)

Control atau kendali, dimensi ini berkaitan dengan seberapa kendali

(45)

menangani kesulitan. Individu yang memiliki control tinggi akan merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka dibandingkan individu dengan control yang lebih rendah. Rasa kendali yang besar akan membuat individu kebal terhadap ketidakberdayaan dan terdorong melakukan pendakian. Namun, individu dengan control yang rendah akan cenderung berhenti dan berkemah. b. O2 (Origin and Ownership atau Asal usul dan Pengakuan)

Origin atau asal usul, dimensi ini mempertanyakan bagaimana

(46)

dari luar. Individu ini juga cenderung menempatkan dirinya pada tempat yang sewajarnya.

Ownership atau pengakuan, dimensi ini mempertanyakan sejauh

mana individu mengakui kesalahannya atau bertanggung jawab atas kesulitan yang terjadi. Dimensi ini menekankan pada pentingnya meningkatkan rasa tanggung jawab sebagai salah satu cara memperluas kendali. Semakin tinggi ownership yang dimiliki individu, maka ia akan mengakui akibat-akibat dari suatu perbuatan, apapun penyebabnya. Sebaliknya, semakin rendah ownership dalam diri individu, maka semakin besar kemungkingan individu tersebut tidak mengakui akibat-akibat dari suatu kesulitan. Dengan demikian, individu dengan

ownership yang tinggi tidak akan menyalahkan orang lain sambil

mengelakkan tanggung jawab. c. R (Reach atau Jangkauan)

Reach atau jangkauan, dimensi ini mempertanyakan seberapa baik

(47)

d. E (Endurance atau Daya Tahan)

Endurance atau daya tahan, dimensi yang mempertanyakan

lamanya kesulitan dan penyebab dari kesulitan itu akan berlangsung. Ketika menghadapi kesulitan, maka ia yakin bahwa kesulitan ini hanya bersifat sementara dan akan segera selesai sehingga ia mampu untuk bertahan dalam waktu yang lama dalam menghadapi kesulitan tersebut. Individu dengan endurance yang tinggi, akan menganggap kesulitan dan penyebab-penyebabnya bersifat sementara. Anggapan ini akan meningkatkan kemampuan individu untuk selamat dari tantangan-tantangan yang sangat besar. Sebaliknya, semakin rendah endurance yang dimiliki individu, maka ia akan memandang kesulitan dan penyebabnya sebagai peristiwa yang berlangsung lama bahkan dianggap sesuatu yang permanen. Dengan demikian, semakin besar kemungkinan individu tersebut untuk menyerah.

3. Dampak Adversity Quotient

Stoltz (2007) mengungkapkan bahwa adversity quotient mendasari semua segi kesuksesan seseorang. Adversity quotient dapat meramalkan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur.

Adversity quotient juga dapat meramalkan siapa yang akan menyerah dan

(48)

memprediksi ketahanan dan ketekunan seseorang dan dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas tim, relasi, keluarga, komunitas, budaya, masyarakat dan organisasi (Phoolka & Kaur, dalam Matore, Khairani, & Razak, 2015).

Pada aspek kehidupan seseorang, adversity quotient dapat meramalkan kinerja, motivasi, pemberdayaan, kreativitas, produktivitas, pengetahuan, energi, pengharapan, kebahagiaan, kesehatan emosional, kesehatan jasmani, ketekunan, daya tahan, perbaikan diri, tingkah laku, umur panjang, dan respon terhadap perubahan (Stoltz, 2007). Senada dengan itu, para pemimpin di Mott’s menemukan bahwa adversity quotient mampu meramalkan bagaimana orang menanggapi perubahan (Stoltz, 2007). Sementara itu, Utami dan Dewanto (2013) menemukan bahwa

adversity quotient memiliki pengaruh terhadap kinerja perawat yang

menghadapi lingkungan rumah sakit yang terus berubah, serta mengatasi kesulitan, kemunduran fisik dan psikis. Penelitian ini menggunakan

adversity quotient, motivasi kerja dan kinerja perawat sebagai variabel

penelitian pada 76 responden.

Stoltz (2007) mengemukakan bahwa individu yang memiliki

adversity quotient lebih tinggi mendapatkan serangkaian manfaat termasuk

kinerja, produktivitas, kreativitas, kesehatan, ketekunan, daya tahan dan vitalitas yang lebih besar daripada rekan-rekan mereka yang memiliki

adversity quotient rendah. Pada perusahaan First Data Corporation di

(49)

mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur. Kemudian, di

Deloitte & Touche LLP menggunakan adversity quotient untuk

meramalkan siapa yang akan mempunyai prestasi melebihi harapan kinerja mereka dan siapa yang akan gagal. Adversity quotient digunakan untuk mengembangkan jajaran profesional yang mampu mengimbangi tuntutan-tuntutan klien mereka yang terus meningkat. Sementara itu, Shen (2014) menemukan bahwa adversity quotient berpengaruh signifikan terhadap job

stress pada 566 responden. Responden dengan skor adversity quotient yang

tinggi, akan membuat skor job stress yang rendah.

Pada tahun 2014, Zahreni dan Malini melakukan penelitian tentang

adversity quotient dengan menggunakan 155 orang wirausaha wanita yang

menggeluti bisnis kuliner di Kota Medan sebagai sampel. Zahreni dan Malini menemukan bahwa adversity quotient memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kepuasan berwirausaha. Semakin tinggi tingkat adversity quotient wirausaha wanita, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan dalam beriwirausaha. Dengan demikian, adversity

quotient memiliki peran sebagai modal sukses dalam berwirausaha dan

juga memberi kepuasan.

(50)

dimiliki oleh siswa tidak banyak berpengaruh terhadap prestasi akademiknya, tetapi berhubungan positif. Selain itu, Bautista (2015) menemukan bahwa adversity quotient berhubungan positif signifikan terhadap performansi mengajar di West Visayas State University-Lambunao

Campus. Dengan begitu, semakin tinggi skor adversity quotient, maka

semakin baik juga perfomansi mengajarnya. Penelitian ini menggunakan 30 anggota fakultas sebagai responden. Kemudian, penelitian lain yang dilakukan oleh Sukardewi, Dantes, dan Natajaya (2013) mengukur kontribusi adversity quotient terhadap kinerja guru SMA Negeri di Kota Amlapura. Responden yang digunakan sebanyak 97 orang guru dan penelitian ini menemukan bahwa adversity quotient berkontribusi signifikan terhadap kinerja guru.

Meski demikian, penelitian yang dilakukan oleh Zuhri (2004) pada 30 orang agen asuransi pada suatu perusahaan asuransi di Surabaya. menemukan bahwa adversity quotient tidak memiliki hubungan dengan kinerja. Koefisien korelasi sebesar -0,020 dan p > 0,05.

Pada aspek kehidupan, dapat disimpulkan bahwa adversity quotient berdampak pada daya tahan, ketekunan, motivasi, pengetahuan, energi, pengharapan, kebahagiaan, kesehatan, kreativitas, respon terhadap perubahan, dan perbaikan diri seseorang. Selanjutnya dalam dunia kerja,

adversity quotient berdampak pada kinerja, produktivitas, job stress, serta

(51)

performansi mengajar, dan berkontribusi terhadap kinerja guru. Meski demikian, sebuah penelitian menemukan bahwa adversity quotient tidak berhubungan dengan kinerja guru. Selain itu, adversity quotient juga berdampak pada hubungan sosial seseorang yaitu meningkatkan efektivitas relasi, masyarakat, komunitas, dan budaya.

C. Persepsi terhadap Kompensasi

1. Definisi Persepsi terhadap Kompensasi

(52)

Kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi (Simamora, 2004). Handoko (2001) mengartikan kompensasi sebagai segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Lebih lanjut, Dessler (2015) menyebutkan kompensasi ini meliputi semua bentuk bayaran yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari hubungan kerja mereka. Hariandja (2002) menambahkan dengan mendefinisikan kompensasi sebagai keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif, dan tunjangan-tunjangan. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai kompensasi, dapat disimpulkan kompensasi adalah balas jasa dari organisasi kepada karyawan atas kinerja yang diberikan, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif, dan tunjangan-tunjangan.

(53)

2. Aspek-aspek Persepsi

Quinn (2009) dan Peter dan Olson (1999) menyebutkan aspek persepsi ada dua, antara lain :

a. Aspek Kognitif (Cognition)

Aspek ini mengacu pada tanggapan mental atau pemikiran seseorang. Aspek ini berfungsi untuk menginterpretasikan, memberikan makna, dan memahami aspek utama atas pengalaman pribadi seseorang sehingga terbentuklah persepsi.

b. Aspek Afektif (Affect)

Aspek ini mengacu pada respon perasaan seseorang. Perasasaan yang ada dalam diri seseorang melibatkan berbagai respon positif atau negative, yang nantinya akan menentukan persepsi yang dibentuk seseorang. Respon afektif terdiri dari, emosi, perasaan khusus, suasana hati, dan evaluasi.

3. Jenis Kompensasi

Mathis dan Jackson (2006) mengklasifikasikan kompensasi menjadi dua, yaitu kompensasi langsung (direct compensation) dan kompensasi tidak langsung (indirect compensation). Kompensasi langsung (direct

compensation) terdiri dari :

a. Gaji Pokok

(54)

yang dihitung secara langsung berdasarkan jumlah waktu kerja. Kemudian, gaji adalah imbalan kerja yang besarnya tetap untuk setiap periode tanpa menghiraukan jumlah jam kerja.

b. Penghasilan tidak tetap

Kompensasi yang dihubungkan secara langsung dengan kinerja individual, tim, atau organisasional berupa bonus, insentif, atau opsi saham.

Selanjutnya, kompensasi tidak langsung (indirect compensation) yaitu karyawan menerima nilai nyata dari penghargaan tersebut tanpa menerima uang tunai yang sebenarnya, berupa tunjangan. Tunjangan (benefit) adalah sebuah penghargaan tidak langsung yang diberikan untuk karyawan atau sekelompok karyawan sebagai bagian dari keanggotaan organisasional, tanpa menghiraukan kinerja. Tunjangan dapat berupa asuransi kesehatan, cuti berbayar, dana pensiun dan lain-lain.

Senada dengan Mathis dan Jackson (2006), Simamora (2004) menyebutkan jenis-jenis kompensasi meliputi, upah atau gaji, insentif, tunjangan dan fasilitas. Upah atau gaji dan isentif dapat digolongkan ke dalam direct compensation milik Mathis dan Jackson (2006). Selanjutnya, tunjangan dan fasilitas dapat digolongkan indirect compensation (Mathis & Jackson, 2006).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompensasi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu direct compensation dan indirect

(55)

insentif, atau opsi saham. Selanjutnya, indirect compensation meliputi tunjangan, fasilitas, asuransi kesehatan, cuti berbayar, dana pensiun dan lain-lain.

4. Dampak Persepsi terhadap Kompensasi

Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara para karyawan itu sendiri, keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu, bila para karyawan memandang kompensasi mereka tidak memadai, maka kinerja, motivasi, dan kepuasan kerja mereka bisa turun secara drastis (Handoko, 2001). Selain itu, kompensasi dapat mendorong jenis perilaku atau kinerja, karena apa yang dihargai cenderung berulang. Perilaku ini meliputi kinerja, umur panjang, kehadiran loyalitas, kontribusi terhadap “angka akhir”, tanggung jawab, dan kepatuhan (Moorhead & Griffin, 2013).

Sutanto dan Patty (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa persepsi akan gaji mempunyai arah pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan pada 50 orang karyawan PT Amita Bara Sejahtera. Akan tetapi, penelitian yang lain dengan jumlah subjek 38 guru, menemukan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi terhadap kompensasi dengan kinerja guru (Mu'allifah, 2014).

(56)

Perusahaan Daerah Air Minum Tirtamarta Yogyakarta. Kemudian, Widyatmini dan Hakim (2008) juga menemukan bahwa kepemimpinan, kompetensi, dan kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Responden dalam penelitian ini berjumlah 95 orang pegawai Dinas Kesehatan Kota Depok.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap kompensasi dapat berdampak pada kinerja, motivasi, kepuasan kerja, dan semangat kerja. Meski demikian, penelitian yang dilakukan oleh Mu’allifah (2014) menemukan bahwa persepsi terhadap kompensasi tidak berhubungan dengan kinerja.

D. Hubungan antara Adversity Quotient, Persepsi terhadap Kompensasi dan Kinerja Karyawan PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra di Bali Saat ini perusahaan dihadapkan pada tantangan kompetisi yang tinggi, era kompetisi pasar global, kemajuan teknologi informasi, maupun tuntutan pelanggan atau pengguna jasa layanan yang semakin kritis (Sudarmanto, 2009). Dengan demikian, perusahaan membutuhkan individu yang memiliki kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi tantangan, masalah atau kesulitan dan mengubahnya menjadi kesempatan untuk prestasi yang lebih besar (Stoltz, 1997, dalam Matore, Khairani, & Razak, 2015). Kemampuan ini disebut sebagai adversity quotient.

(57)

Lebih lanjut, individu akan menanggapi kesulitan dengan rasa advertunity (kesulitan dianggap sebagai peluang), merangkul perubahan, dan memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk bergerak maju dan ke atas. Selain itu, individu juga mampu belajar dari kesalahan dan memperbaiki diri.

Individu dengan adversity quotient yang tinggi di suatu perusahaan akan mampu menyelesaikan beban kerja yang diberikan (Samsualam, 2008, dalam Utami & Dewanto, 2013), aktif memecahkan masalah (Emmy Werner, 1993, dalam Ng, 2013), serta dapat mengambil hikmah dari pengalaman buruk yang dialami saat bekerja (Utami & Dewanto, 2013). Saidah dan Aulia (2014) menambahkan bahwa individu dengan adversity quotient yang tinggi akan mampu mewujudkan sasaran-sasaran kerja yang sudah ditetapkan. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Dewanto (2013), yang menemukan bahwa adversity quotient berpengaruh terhadap kinerja perawat. Selain itu, Sukardewi, Dantes, dan Natajaya (2013) juga menemukan bahwa adversity quotient berkontribusi signifikan terhadap kinerja guru.

Adversity quotient sebagai kemampuan individu, merupakan faktor

(58)

kepadanya dalam waktu tertentu serta berkontribusi terhadap penyelesaian tujuan organisasi. Stoltz (2007) mengungkapkan bahwa kinerja seseorang dapat diramalkan melalui adversity quotient yang dimilikinya.

Disamping itu, Moorhead dan Griffin (2013) menyebutkan kompensasi juga dapat mendorong kinerja seseorang. Semakin baik perusahaan dalam pemberian kompensasinya, maka hal tersebut akan mendorong karyawan bekerja semakin baik (Kadarisman, 2014). Kompensasi merupakan keseluruhan balas jasa yang diterima oleh pegawai sebagai akibat dari pelaksanaan pekerjaan di organisasi, yang dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif, dan tunjangan-tunjangan (Hariandja, 2002). Dengan demikian, kompensasi sebagai bentuk balas jasa perusahaan merupakan bagian dari faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja karyawan (Timple, 1992, dalam Riyadi, 2011).

Karyawan dalam mempersepsikan kompensasi yang diberikan perusahaan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan persepsi itu bersifat individual (Davidoff, 1981; Roger, 1965, dalam Walgito, 2005). Persepsi mengemukakan perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman individu yang tidak sama. Dengan begitu dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lain.

(59)

karyawan juga akan berusaha menyelesaikan pekerjaannya untuk mendapatkan hasil yang terbaik (Sutanto & Patty, 2014). Penjelasan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sutanto dan Patty (2014) yang menemukan bahwa persepsi akan gaji mempunyai arah pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan PT Amita Bara Sejahtera.

(60)

Bagan 1

Hubungan Antar Variabel

Adversity Quotient (AQ)

AQ tinggi :

•Karyawan mampu menghadapi dan mengatasi dalam kesulitan

•Karyawan menanggapi kesulitan dengan menganggap kesulitan sebagai peluang

•Karyawan dapat menerima perubahan

•Karyawan dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk bergerak maju dan ke atas

•Karyawan mampu belajar dari kesalahan dan memperbaiki diri

•Karyawan mampu

menyelesaikan beban kerja yang diberikan

•Karyawan aktif memecahkan masalah

•Karyawan dapat mengambil hikmah dari pengalaman buruk yang dialami saat bekerja

(61)

E. HIPOTESIS

1. Terdapat hubungan positif antara adversity quotient dengan kinerja karyawan PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mitra di Bali. Semakin tinggi

adversity quotient, maka semakin tinggi pula kinerja karyawan. Sebaliknya,

semakin rendah adversity quotient, maka semakin rendah pula kinerja karyawan.

(62)

42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasional. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2012). Metode statistika yang digunakan adalah teknik korelasional, yaitu teknik analisis yang melihat kecenderungan pola dalam satu variabel berdasarkan kecenderungan pola dalam variabel yang lain. Jika kecenderungan dalam satu variabel selalu diikuti oleh kecenderungan dalam variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel ini memiliki hubungan atau korelasi (Santoso, 2010). Dalam penelitian ini, korelasi yang dimaksud adalah hubungan antara adversity quotient dengan persepsi terhadap kompensasi dan kinerja karyawan.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu dua variabel bebas dan satu variabel tergantung, antara lain :

1. Variabel Bebas : Adversity Quotient

(63)

2. Variabel Tergantung : Kinerja Karyawan

C. DEFINISI OPERASIONAL 1. Kinerja Karyawan

(64)

pengembangan karyawan yang diisi oleh atasan dan karyawan itu sendiri. Tinggi rendahnya kinerja karyawan ditentukan oleh skor total dari skala penilaian kinerja. Semakin tinggi skor total yang diperoleh karyawan, maka kinerja karyawan tersebut semakin baik. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh karyawan, maka semakin buruk juga kinerja karyawan tersebut.

2. Adversity Quotient

Adversity quotient adalah kemampuan karyawan untuk bertahan,

menangani, dan menang dalam menghadapi kesulitan pada pekerjaan, serta seberapa baik karyawan merespon kesulitan tersebut. Menurut Stoltz (2007), adversity quotient terdiri dari empat dimensi, yaitu CO2RE. CO2RE terdiri dari control (C), origin and ownership (O2),

reach (R), dan endurance (E). Data mengenai adversity quotient

diperoleh dengan cara menyebarkan skala adversity quotient milik Indriasari (2012) kepada karyawan PT BPR Mitra. Skala adversity

quotient ini memiliki koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,909 yang

(65)

rendah skor total yang diperoleh pada skala adversity quotient, maka semakin rendah pula adversity quotient yang dimiliki karyawan.

3. Persepsi terhadap Kompensasi

(66)

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja pada PT BPR Mitra di Bali yang telah menyelesaikan masa kerja 12 bulan atau 1 tahun. Karyawan dengan kriteria ini sudah melewati masa percobaan, sehingga karyawan tersebut sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja. Selain itu, pencapaian kerja, sifat pribadi, dan cara kerja karyawan sudah terlihat dengan demikian atasan maupun karyawan itu sendiri bisa melakukan penilaian.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive

sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sesuai dengan kriteria sampel

yang dikehendaki peneliti (Sugiyono, 2010).

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tiga alat, antara lain :

1. Penilaian Kinerja Karyawan

(67)

dikarenakan pada awal tahun PT BPR Mitra sudah menentukan sasaran-sasaran kerja yang harus dicapai karyawan selama periode satu tahun. Sasaran kerja ini nantinya diberi nilai menggunakan metode

graphic rating scale, yaitu menilai dalam kelipatan 5 dengan range

angka penilaian antara 10-100. Prosedur penilaian kinerja ini diawali dengan pengisian form penilaian oleh karyawan, kemudian form yang sudah diisi nilai tersebut diperiksa oleh atasan dan disesuaikan terhadap penilaian atasan. Ketika nilai yang diberi karyawan terlalu rendah atau terlalu tinggi, maka atasan akan merubahnya sesuai hasil observasi atasan selama karyawan bekerja. Pencapaian sasaran kerja memiliki bobot yang paling besar dalam penilaian kinerja. Hal ini dikarenakan pencapaian sasaran kerja mewakili kinerja PT BPR Mitra, yang nantinya akan dilaporkan kepada OJK.

Tabel 1

Distribusi Aitem Penilaian Kinerja Karyawan

Aspek Nomor Aitem Bobot Jumlah Aitem

Pencapaian sasaran kerja 1, 2 60% 2

Sifat pribadi 3, 4, 5, 6, 7, 8 20% 6 Cara kerja 9, 10, 11, 12, 13, 14 20% 6

Jumlah 100% 14

2. Skala Adversity Quotient

Adversity quotient diukur menggunakan skala adversity quotient

(68)

sebesar 0,909 yang menunjukkan bahwa skala ini mempunyai reliabilitas yang memuaskan. Skala ini disusun berdasarkan empat dimensi adversity quotient menurut Stoltz (2007), yaitu CO2RE. CO2RE terdiri dari control (C), origin and ownership (O2), reach (R), dan endurance (E). Skala adversity quotient terdiri dari dua kategori, yaitu favorable dan unfavorable. Aitem favorable berisi pernyataan-pernyataan mengenai dimensi adversity quotient yang bila disetujui menunjukkan sikap positif terhadap adversity quotient. Sedangkan, aitem unfavorable berisi pernyataan-pernyataan mengenai dimensi

adversity quotient yang bila disetujui mencerminkan sikap negatif

terhadap adversity quotient.

Setiap aitem pada skala adversity quotient menggunakan skala Likert. Subjek diminta untuk menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuannya dalam sebuah kontinum yang terdiri atas empat respon, antara lain : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favorable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS) dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Selanjutnya, kategori penilaian pada aitem-aitem

unfavorable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk

(69)

Tabel 2

Distribusi Aitem Skala Adversity Quotient

Dimensi Nomor Aitem Bobot Jumlah

Aitem

3. Skala Persepsi terhadap Kompensasi

Persepsi terhadap kompensasi karyawan diukur menggunakan skala persepsi terhadap kompensasi yang disusun oleh peneliti dan akan diisi oleh karyawan PT BPR Mitra. Skala ini terdiri dari dua kategori, yaitu favorable dan unfavorable. Aitem favorable berisi pernyataan-pernyataan yang bila disetujui menunjukkan persepsi positif terhadap kompensasi. Sedangkan, aitem unfavorable berisi pernyataan-pernyataan yang bila disetujui mencerminkan persepsi negatif terhadap kompensasi. Skala persepsi terhadap kompensasi ini disusun berdasarkan aspek-aspek persepsi terhadap kompensasi, antara lain aspek kognitif dan aspek afektif.

(70)

atas empat respon, antara lain : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favorable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS) dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Selanjutnya, kategori penilaian pada aitem-aitem unfavorable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS) dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

Tabel 3

Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Kompensasi

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS SKALA 1. Validitas

Validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran (Azwar, 2003).

Gambar

Tabel 1 Distribusi Aitem Penilaian Kinerja Karyawan
Tabel 2 Distribusi Aitem Skala Adversity Quotient
Tabel 3 Distribusi Aitem Skala Persepsi terhadap Kompensasi
Tabel 4 Sebaran Aitem Skala
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Bahwa dalam rangka kelancaran proses Belajar Mengajar untuk Program Studi D-ll PGSD Penjas Swadana kelas B, E dan F FIK-UNY Kampus Yogyakarta perlu ditetapkan nama Dosen pengajar

REVISI JADWAL KULIAH

Ciri-ciri usaha mikro adalah jenis barang/ komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti; tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat

NYAK

Sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada tahun 2004–2009 dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak

1) Informasi pencapaian jumlah tebu digiling berdasarkan tahun. 2) Informasi jumlah tebu digiling berdasarkan wilayah.. Proses pengolahan data rendemen. 1) Proses mengolah data

Finally, the experimental and control groups were given post-test again on listening of oral narrative text in order to know the significant difference in listening