• Tidak ada hasil yang ditemukan

Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman."

Copied!
283
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN MLATI KABUPATEN SLEMAN

RATNA SARI

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2016

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru dan siswa diketahui bahwa pemahaman siswa tentang IPA Fisika SD di Kecamatan Mlati masih mengalami konsep salah atau miskonsepsi. Hasil wawancara tersebut menjadi latar belakang penelitian ini dengan tujuan penelitian adalah mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Mlati dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari pekerjaan orang tua siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Mlati.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode survei terhadap siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Mlati. Penelitian ini dilakukan pada 31 SD Negeri yang menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Mlati berjumlah 849 siswa dengan jumlah sampel sebanyak 260 siswa, ditentukan melalui teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah kuesioner dan tes. Analisis data penelitian dengan analisis deskriptif dan uji statistik.

Data penelitian menunjukan bahwa siswa kelas V semester 2 SD Negeri di Kecamatan Mlati mengalami miskonsepsi pada konsep hubungan antara gaya, gerak, dan energi, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, proses pembentukan tanah, membuat karya sederhana dengan prinsip sifat cahaya, dan struktur bumi. Berdasarkan uji kruskal-wallis diketahui signifikansi instrumen pilihan ganda nilai p = 0,657, sedangkan untuk instrumen uraian nilai p = 0, 729, artinya bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis pekerjaan orang tua siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.

(2)

ABSTRACT

MISCONCEPTION OF PHYSICS SCIENCE SUBJECT THE FIFTH GRADER STUDENTS SEMESTER 2 OF ELEMENTARY SCHOOL STATE IN MLATI

RATNA SARI Sanata Dharma University

Yogyakarta 2016

Based on the result of the interview with some teachers and students, it was known that the understanding of students about the science-physics studenents of elementary school in Mlati has been wrong concept or misconception.The result of the interview used as the background of this research in terms of describing the misconception about science towards the fifth-grade students and finding out the

differences of misconception about science related to parents’ job of the fifth-grade students in Mlati district.

This research conducted by implementing survey method towards fifth-grade students of the elementary school state in Mlati district. This research conducted in 31 public schools which implementing the School-Based curriculum. The population of this research was the semester two students of the fifth-grade in Mlati district. The amount of population was 849 students, and the number of samples was 260 students, determined by using simple random sampling technique. The instrument used to obtain the data was the questionnaire and test. Thus, descriptive analysis and statistical test were used to analyze the data.

The research data showed that the second semester of fifth grade students of elementary school state in Mlati has been misconception on the concept of relation of movement and energy, the characteristic of light, thecreate simple work with chararacteristis of light principle and the earth structure. Based on Kruskal-Wallis test indicates that the significance value of multiple choice was p = 0,657, meanwhile esaay instrument value was p=0,729, means that there was not difference of

science-physics misconception related to the parents’ job of the fifth grade of elementary

school state of the second semester in Mlati district, Sleman regency.

(3)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN MLATI KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : RATNA SARI

121134039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN MLATI KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : RATNA SARI

121134039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini Ku persembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus, yang telah mengutus Roh Kudus untuk

mendampingiku

Kedua Orang tuaku, Basuki Susanto dan Siti yang telah memberikan

dukungan baik material, moral, maupun spiritual

Sahabat

sahabatku yang selalu memberikan semangat, motivasi dan

menghibur

(8)

v

MOTTO

“Keberanian Untuk Menerima Apa Yang Tidak Bisa Aku

Ubah”

“Jangan

Terima Bobokan Dengan Zona Yang Memberikanmu

Kenyamanan, Tapi Sadarilah Hari Esok Telah Menantimu”

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga,

tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada

Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syu

kur”

(9)
(10)
(11)

viii

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE-KECAMATAN MLATI KABUPATEN SLEMAN

RATNA SARI

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2016

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru dan siswa diketahui bahwa pemahaman siswa tentang IPA Fisika SD di Kecamatan Mlati masih mengalami konsep salah atau miskonsepsi. Hasil wawancara tersebut menjadi latar belakang penelitian ini dengan tujuan penelitian adalah mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Mlati dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari pekerjaan orang tua siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Mlati.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode survei terhadap siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Mlati. Penelitian ini dilakukan pada 31 SD Negeri yang menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Mlati berjumlah 849 siswa dengan jumlah sampel sebanyak 260 siswa, ditentukan melalui teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah kuesioner dan tes. Analisis data penelitian dengan analisis deskriptif dan uji statistik.

Data penelitian menunjukan bahwa siswa kelas V semester 2 SD Negeri di Kecamatan Mlati mengalami miskonsepsi pada konsep hubungan antara gaya, gerak, dan energi, pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, proses pembentukan tanah, membuat karya sederhana dengan prinsip sifat cahaya, dan struktur bumi. Berdasarkan uji kruskal-wallis diketahui signifikansi instrumen pilihan ganda nilai p = 0,657, sedangkan untuk instrumen uraian nilai p = 0, 729, artinya bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis pekerjaan orang tua siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.

(12)

ix

ABSTRACT

MISCONCEPTION OF PHYSICS SCIENCE SUBJECT THE FIFTH GRADER STUDENTS SEMESTER 2 OF ELEMENTARY SCHOOL STATE IN MLATI

RATNA SARI Sanata Dharma University

Yogyakarta 2016

Based on the result of the interview with some teachers and students, it was known that the understanding of students about the science-physics studenents of elementary school in Mlati has been wrong concept or misconception.The result of the interview used as the background of this research in terms of describing the misconception about science towards the fifth-grade students and finding out the

differences of misconception about science related to parents’ job of the fifth-grade students in Mlati district.

This research conducted by implementing survey method towards fifth-grade students of the elementary school state in Mlati district. This research conducted in 31 public schools which implementing the School-Based curriculum. The population of this research was the semester two students of the fifth-grade in Mlati district. The amount of population was 849 students, and the number of samples was 260 students, determined by using simple random sampling technique. The instrument used to obtain the data was the questionnaire and test. Thus, descriptive analysis and statistical test were used to analyze the data.

The research data showed that the second semester of fifth grade students of elementary school state in Mlati has been misconception on the concept of relation of movement and energy, the characteristic of light, thecreate simple work with chararacteristis of light principle and the earth structure. Based on Kruskal-Wallis test indicates that the significance value of multiple choice was p = 0,657, meanwhile esaay instrument value was p=0,729, means that there was not difference of

science-physics misconception related to the parents’ job of the fifth grade of elementary

school state of the second semester in Mlati district, Sleman regency.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri Se-Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman” disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menemui banyak kendala dan kesulitan selama menyusun skripsi ini, namun dengan berkat adanya dukungan dan bantuan dari beberapa pihak kendala tersebut dapat teratasi. Karena itu, perkenankanlah peneliti mengucapkan terima kasih

dengan setulus hati kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku wakil ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang

(14)

xi

5. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan ide, saran, kritik, dan bimbingan yang sangat berguna selama penelitian.

6. Kepala UPT Pendidikan Kecamatan Mlati yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SD Negeri se-Kecamatan Mlati.

7. Kepala Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Mlati yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SD yang bersangkutan.

8. Bapak dan Ibu wali kelas V SD Negeri se-Kecamatan Mlati yang telah

bersedia menyempatkan waktu untuk menunggui siswa mengisi instrumen penelitian.

9. Siswa-siswi kelas V SD Negeri se-Kecamatan Mlati yang telah bersedia menyempatkan waktu untuk mengerjakan instrumen penelitian.

10.Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ., M.ST., dan Ir. Sri Agustini, M.Si., selaku

Dosen Pendidikan Fisika, Universitas Sanata Dharma sebagai validator instrumen penelitian yang memberikan saran dan kritik dalam penyusunan instrumen penilitian.

11.Ari Trisnawati, S.Pd., selaku Guru SD Negeri Denggung sebagai validator instrumen penelitian yang memberikan saran dan kritik dalam penyusunan

instrumen penilitian.

12.Agustinus Tarmadi, S.Pd., selaku Guru SD di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sebagai validator instrumen penelitian yang memberikan saran dan

(15)
(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

(17)

xiv

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori ... 9

1. Konsep ... 9

2. Konsepsi ... 11

3. Miskonsepsi ... 12

4. Hakikat Pembelajaran IPA ... 18

5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2 ... 22

6. Miskonsepsi IPA ... 32

7. Pekerjaan Orang Tua ... 34

B. Hasil Penelitian Relevan ... 36

C. Kerangka Berpikir ... 42

D. Hipotesis Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 46

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 47

1. Waktu Penelitian ... 47

2. Tempat Penelitian ... 48

C. Populasi dan Sampel ... 49

1. Populasi ... 49

2. Sampel ... 51

D. Variabel Penelitian ... 55

E. Teknik Pengumpulan Data ... 55

1. Wawancara ... 56

2. Studi Dokumentasi ... 57

3. Kuesioner ... 57

(18)

xv

F. Instrumen Penelitian ... 58

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 63

1. Validitas ... 63

2. Reliabilitas ... 76

H. Teknik Analisis Data ... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 86

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 86

2. Deskripsi Responden Penelitian ... 87

3. Deskripsi Data Miskonsepsi ... 89

4. Perbedaan Miskonsepsi Siswa kelas V dilihat dari Jenis Pekerjaan Orang Tua ... 131

5. Uji Hipotesis ... 136

B. Pembahasan ... 138

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 143

B. Keterbatasan Penelitian ... 144

C. Saran ... 144

DAFTAR REFERENSI ... 146

(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 47

Tabel 3.2 Daftar Populasi Sekolah ... 49

Tabel 3.3 Krejcie dan Morgan ... 51

Tabel 3.4 Hasil Penghitungan Sampel ... 53

Tabel 3.5 Kisi-kisi Soal Pilihan Ganda ... 60

Tabel 3.6 Kisi-kisi Soal Uraian ... 61

Tabel 3.7 Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 65

Tabel 3.8 Hasil Validitas Soal Pilihan Ganda ... 69

Tabel 3.9 Hasil Validasi Soal Uraian ... 72

Tabel 3.10 Kisi-kisi Soal Valid Pilihan Ganda ... 73

Tabel 3.11 Kisi-kisi Soal Tidak Valid Pilihan Ganda ... 74

Tabel 3.12 Kisi-kisi Soal Valid Uraian ... 75

Tabel 3.13 Kualifikasi Reliabilitas ... 77

Tabel 3.14 Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 77

Tabel 3.15 Reliabilitas Soal Uraian ... 78

Tabel 3.16 Tabulasi Jenis Pekerjaan Orang Tua ... 80

Tabel 4.1 Jenis Pekerjaan Orang Tua Siswa ... 88

Tabel 4.2 KD dan nomor Soal Instrumen Pilihan Ganda ... 89

Tabel 4.3 Konsep Pengungkit ... 117

Tabel 4.4 Konsep Sifat Cahaya ... 119

Tabel 4.5 Konsep Sifat Bayangan Cermin ... 122

Tabel 4.6 Konsep Bidang Miring ... 125

Tabel 4.7 Konsep Jenis Batuan ... 127

Tabel 4.8 Uji Normalitas Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 131

Tabel 4.9 Uji Normalitas Instrumen Soal Uraian ... 133

(20)

xvii

(21)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pembuatan Magnet dengan Induksi ... 24

Gambar 2.2 Pembuatan Magnet dengan Menggosok ... 24

Gambar 2.3 Pembuatan Magnet dengan Mengaliri Alur Listrik ... 25

Gambar 2.4 Bola dilempar ke atas akan jatuh ke bawah ... 25

Gambar 2.5 Ban mobil ... 26

Gambar 2.6 a (a) Linggis memudahkan kita memindahkan batu besar ... 26

Gambar 2.6 b (b) tuas/linggis digambarkan secara sederhana ... 26

Gambar 2.7 Jenis Tua Golongan pertama ... 27

Gambar 2.8 Jenis Tuas Golongan kedua ... 27

Gambar 2.9 Jenis Tuas Golongan ketiga ... 28

Gambar 2.10 Jalan pegunungan dibuat berkelok-kelok dan tangga naik dibuat bidang miring ... 28

Gambar 2.11 a (a) Katrol tetap ... 29

Gambar 2.11 b (b) katrol bebas ... 29

Gambar 2.11 c (c) katrol majemuk ... 29

Gambar 2.12 Roda berporos pada sepeda ... 29

Gambar 2.13 a (a) cermin cekung ... 30

Gambar 2.13 b (b) cermin cembung ... 30

Gambar 2.14 a (a) pensil berada di dalam gelar berisikan air ... 31

Gambar 2.14 b (b) uang 33 logam yang berada di dalam gelas ... 31

Gambar 2.15 Struktur bumi ... 32

Gambar 2.16 Struktur matahari ... 32

Gambar 2.17 Literature Map Penelitian yang Relevan ... 42

Gambar 3.1 Rumus Menghitung Sampel Penelitian ... 52

Gambar 4.1 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda ... 90

Gambar 4.2 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 1 ... 91

Gambar 4.3 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 2 ... 93

(22)

xix

Gambar 4.5 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 4 ... 96 Gambar 4.6 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 5 ... 97 Gambar 4.7 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 6 ... 98 Gambar 4.8 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 7 ... 99 Gambar 4.9 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 8 ... 100 Gambar 4.10 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 9 ... 101 Gambar 4.11 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 10 ... 102 Gambar 4.12 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 11 ... 103 Gambar 4.13 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 12 ... 104 Gambar 4.14 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 13 ... 106 Gambar 4.15 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 14 ... 107 Gambar 4.16 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 15 ... 108 Gambar 4.17 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 16 ... 109 Gambar 4.18 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 17 ... 110 Gambar 4.19 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 18 ... 112 Gambar 4.20 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 19 ... 113 Gambar 4.21 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Pilihan Ganda Aitem 20 ... 114 Gambar 4.22 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Soal Uraian ... 115 Gambar 4.23 Kurva Normalitas Jenis Pekerjaan Orang Tua Instrumen Pilihan

(23)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

(24)

xxi

(25)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini memberikan gambaran bagi pembaca mengenai latar belakang, masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU RI Nomor 20 Tahun 2001). Sekolah sering disebut satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (Triwiyanto, 2014: 75). Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dilakukan secara formal. Seperti tercantum dalam UU RI

Nomer 20 Tahun 2003 mengenai pendidikan dasar menjelaskan bahwa, pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah.

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang akan melandasi jenjang pendidikan selanjutnya, salah satu mata pelajaran yang dipelajari adalah Ilmu

(26)

terjadi di alam yang diungkap oleh Iskandar (2001: 2). Melalui pelajaran IPA siswa dapat mempelajari peristiwa alam dengan belajar disiplin, tekun, dan terbuka dengan pendapat orang lain mengenai suatu hal. Mata pelajaran IPA

merupakan pembelajaran yang berkaitan dengan lingkungan alam sekitar yang tidak lepas dari kehidupan sehari-hari manusia. Selain itu, IPA juga dapat

mengajarkan siswa dalam melakukan berbagai percobaan atau penelitian sederhana, sehingga dapat menggali rasa ingin tau siswa tentang hal baru.

Pelajaran IPA dapat bermanfaat untuk kemajuan suatu bangsa dengan

percobaan yang dilakukan sehingga memberikan inovasi baru dan mampu menciptakan hal baru, kegiatan tersebut dapat melatih siswa untuk berpikir kritis.

Namun pada kenyataannya berdasarkan hasil Literasi Sains Indonesia yang berada pada urutan 40 dari 42 negara berdasarkan pemetaan Trends in

International Mathematics and Science Studies tahun 2011 (ANTARA

News.com, Rabu, 3 Desember 2014). Hasil pemetaan menurut lembaga

International Mathematics and Science Studies maka pembelajaran IPA di

Indonesia masih dibawah standar. Melihat hasil tersebut maka pembelajaran IPA

di Indonesia tergolong masih rendah dibanding dengan negara-negara lain di dunia. Hal tersebut sesuai dengan fakta bahwa sampai saat ini masih ada siswa

yang mengalami kesulitan dalam mempelajari IPA. Keadaan ini dibuktikan berdasarkan hasil wawancara pra survei yang dilakukan kepada beberapa guru di SD Negeri Kecamatan Mlati yang mengatakan bahwa hasil belajar siswa kelas V

(27)

bawah KKM. Rendahnya nilai siswa karena tingkat pemahaman konsep yang berbeda-beda, terutama pada materi-materi tertentu yang dianggap sulit oleh siswa.

Rendahnya prestasi siswa salah satu faktor dapat disebabkan karena adanya miskonsepsi. Suparno (2005: 4) mengungkapkan bahwa miskonsepsi atau salah

konsep menunjukkan pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidangnya. Miskonsepsi ini dapat terjadi karena kesalahan dalam penerimaan konsep awal siswa sebelum

masuk ke dalam kelas formal, yang diterima dari orang satu dengan orang lain berbeda. Perbedaan itulah yang akan menimbulkan miskonsepsi. Miskonsepsi

perlu untuk dihindari agar pemahaman konsep yang tertanam dalam diri anak tidak akan berkelanjutan sampai dewasa. Kesalahan konsep bisa terjadi karena penyampaian materi saat di sekolah oleh guru atau peran orang tua dalam

mendampingi anak.

Guru sebaiknya menguasai konsep yang akan diberikan kepada siswa agar tidak terjadi kesalahan, dengan guru mengaji berbagai sumber untuk sumber

belajar hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan. Selain peran guru peran pendampingan orang tua dalam belajar juga dapat berpengaruh pada hasil belajar

siswa. Peran orang tua tidak jauh dari jenis pekerjaan orang tua yang berhubungan dengan pola asuh yang digunakan dalam mendampingi siswa dalam belajar. Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara

(28)

(Baumrind dalam Santrock, 2012). Hal ini didukung dengan penelitian menurut Maonde (2015) mengenai pengaruh status pekerjaan orang tua terhadap hasil belajar siswa.

Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa rendahnya prestasi siswa salah satu faktor disebabkan karena miskonsepsi. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar

siswa di SD Negeri se-Kecamatan Mlati masih rendah terutama pada mata pelajaran IPA yaitu hasil wawancara dengan guru. Miskonsepsi perlu diteliti bertujuan untuk melihat materi ajar yang diberikan kepada anak sesuai dengan

konsep atau mengalami perbedaan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman”.

Miskonsepsi ini perlu diteliti agar tidak terjadi kesalahan khususnya pada mata pelajaran IPA Fisika kelas V. Melaui dilakukan penanganan, diharapkan

pemahaman siswa kembali ke konsep ilmiah yang sudah ditetapkan para ahli.

B. Identifikasi Masalah

Penelitian ini mengungkapkan beberapa masalah yang mendasari penelitian

ini yaitu sebagai berikut:

1. Prestasi sains Indonesia rendah.

2. Pemahaman siswa tentang mata pelajaran IPA khususnya Fisika masih sangat rendah.

3. Masih terdapat siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Mlati yang

(29)

C. Batasan Masalah

Peneliti ini dibatasi pada :

1. Peneliti dibatasi meneliti tentang Miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD

semester 2 se-Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.

2. Pemilihan Kompetensi Dasar (KD) dalam penelitian ini berdasarkan pada

Kompetensi Dasar (KD) yang berkaitan dengan IPA Fisika yaitu materi KD 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet), KD 5.2 Menjelaskan

pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat, KD 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya, KD 6.2 Membuat suatu

karya/model, KD 7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan, KD 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi. Pemilihan

3. Penelitian ini dilakukan khusus untuk SD Negeri se Kecamatan Mlati dengan

jumlah SD Negeri sebanyak 31 sekolah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan batasan masalah yang dapat

dirumusan masalah dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD semester 2 se- Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman?

2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari pekerjaan

(30)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah,

1. Mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis pekerjaan orang tua siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari dilakukan penelitian ini yaitu,

1. Bagi Guru

Dengan dilakukan penanganan, diharapkan pemahaman siswa kembali ke konsep ilmiah yang sudah ditetapkan para ahli.

2. Bagi Sekolah

Sekolah dapat mengetahui tingkat miskonsepsi yang dialami oleh siswa dalam memahami materi pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA

Fisika. 3. Bagi Peneliti

(31)

G. Definisi Operasional

Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain :

1. Miskonsepsi adalah ketidak sesuaian dengan konsep yang telah ditetapkan

oleh ahli dalam bidangnya.

2. Miskonsepsi siswa dapat dilihat dari jawaban sebuah pertanyaan. Siswa dikatakan miskonsepsi jika jawaban atas pertanyaan salah namun tingkat

keyakinan tinggi.

3. Ilmu Pengetahuan Alam adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan

di bangku SD (Sekolah Dasar). Pelajaran IPA dibagi menjadi 2 yaitu IPA Biologi dan IPA fisika. Dalam prakteknya IPA di SD diajarkan secara terpadu.

4. Siswa kelas V SD adalah siswa yang duduk di tingkatan kelas V dengan rentang usia 10-12 tahun.

5. Kecamatan Mlati adalah salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di

Kabupaten Sleman. Luas Kecamatan Mlati adalah 2.852 Ha. Kecamatan Mlati terletak berbatasan dengan Kecamatan Seyegan untuk batas Barat,

Selatan berbatasan dengan Kecamatan Godean, Utara dengan Kecamatan Sleman, dan batas Timur dengan Kecamatan Gamping. Kecamatan Mlati dibagi menjadi 5 kelurahan yaitu Sendangadi, Sinduadi, Sumberadi,

(32)
(33)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini akan dibahas landasan teori yang menjelaskan tentang kajian teori mengenai konsep, konsepsi, miskonsepsi, hakikat pelajaran IPA, pembelajaran IPA di

SD kelas V semester 2, miskonsepsi IPA, pekerjaan orang tua, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Teori-teori tersebut digunakan peneliti untuk melandasi penelitian.

A. Kajian Teori

Kajian teori merupakan uraian hasil pengkajian peneliti terhadap berbagai

referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian.

1. Konsep

a. Pengertian Konsep

Basleman dan Mappa (2011: 67) berpendapat bahwa, pemahaman atau pemerolehan makna merupakan bagian dari kegiatan belajar. Pemerolehan arti dan pemahaman konsep diperoleh dari kejadian atau pengalaman yang

dijumpainya, baik positif atau negatif. Sekali dalam memperoleh konsep peserta belajar mampu mengenal hal atau kejadian dan mampu

memberikan definisi verbal dari konsep tertentu. Senada dengan Basleman dan Mappa, Dahar (2011: 79) berpendapat bahwa, konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep merupakan batu-batu pembangunan

(34)

merumuskan prinsip-prinsip generalisasi. Seseorang akan memperoleh dan memahami konsep melalui proses belajar.

Pendapat lain diungkapkan oleh Bahri (2011: 30), konsep adalah salah

satu arti yang mewakili sejumlah obyek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang mempunyai konsep mampu mengadakan abstraksi

terhadap obyek-obyek yang dihadapi, sehingga obyek ditempatkan dalam golongan tertentu. Berg (1991: 8) mengatakan bahwa konsep adalah abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar

manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir (bahasa adalah alat berpikir).

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diperoleh dari suatu proses belajar dalam memahami serta mengamati apa yang telah diamati baik berupa gambaran dari suatu obyek yang diamati

sehingga mampu memunculkan ide-ide baru dan mampu mewakili obyek yang diamati itu sendiri.

Pemahaman konsep contohnya yaitu pemahaman siswa terhadap “meja” terdapat dalam bentuk persegi panjang, segi tiga, dan bundar.

Pembedaan warna, bahan, dan ukuran yang bermacam-macam, dengan 1

(35)

b. Ciri-ciri Konsep

Ciri- ciri konsep menurut Hamalik (2005: 162), antara lain :

1) Atribut konsep adalah suatu konsep yang membedakan konsep satu

dengan konsep lainya. Pembedaan konsep ini dapat membuat keberagaman konsep dengan makna yang berbeda.

2) Jumlah atribut adalah tersedianya jenis atribut yang tersedia dalam setiap konsep yang ada. Jumlah atribut disetiap konsep akan bermacam-macam.

3) Kodominan atribut menunjukkan bahwa setiap konsep pasti ada atribut yang menonjol atau lebih dominan jumlahnya dari pada atribut

lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, konsep adalah pemahaman yang diperoleh sejak awal dari proses belajar, pembangunan

konsep berpikir dasar dan konsep proses mental. Ciri-ciri konsep yaitu atribut konsep, jumlah atribut, dan kodominan atribut.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah pemahaman peserta didik cukup kuat yang akan berpengaruh besar dalam pemahaman konsep selama belajar (Haesan, et al.,

1992). Senada dengan Haesan, Duit (1996), konsepsi adalah representasi mental mengenai ciri-ciri dunia luar atau domain-domain teoritik. Konsepsi merupakan perwujudan dari interpretasi seseorang terhadap suatu obyek yang

(36)

Budi (1992: 114), berpendapat bahwa konsepsi adalah kemampuan dalam memahami konsep baik yang diterima melalui indra maupun kondisi lingkungannya. Senada dengan Budi, Berg (1991: 10), konsepsi adalah

penafsiran suatu konsep ilmu yang dilakukan oleh seseorang. Contoh penafsiran konsep yaitu konsep massa jenis adalah bahwa untuk jenis bahan

tertentu hasil bagi massa dan volume selalu tetap dan bahwa tetapan itu berbeda untuk setiap unsur/senyawa/campuran, maka unsur/senyawa dapat dikenal dari massa jenisnya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsepsi adalah suatu konsep yang dimiliki oleh seseorang dari pengalaman

diri sendiri dan dari lingkungan.

3. Miskonsepsi

Miskonsepi memberikan penjelasan mengenai pengertian miskonsepsi,

penyebab terjadinya miskonsepsi, cara mendeteksi adanya miskonsepsi dan miskonsepsi IPA.

a. Pengertian Miskonsepsi

Miskonsepsi atau salah konsep menunjukan pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para

pakar dalam bidangnya (Suparno, 2005: 4). Salah konsep terjadi sebelum siswa memperoleh pelajaran formal. Kesalahan konsep siswa yang diperoleh sebelum mendapatkan pelajaran formal tersebut terbawa sampai

(37)

muncul ketika konsep awal (prakonsepsi) yang diterima oleh siswa serta dibawa kedalam kelas formal. Penerimaan konsep awal atau suatu gagasan yang diterima siswa yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang

diterima dalam kelas formal tersebut. Hal tersebut senada dengan pendapat dari Feldsine (dalam Suparno, 2005: 4) mengungkapkan bahwa

miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Hubungan tidak benar tersebut antara konsep awal sebelum pelajaran formal dan konsep ilmiah setelah proses pembelajaran

formal diterima oleh siswa.

Flower (dalam Suparno, 2005: 5), menjelaskan bahwa miskonsepsi

sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep- konsep yang berbeda, dan hubungan hirarki konsep-konsep yang tidak benar.

Pengalaman siswa dalam hal ini akan tampak dengan konsep-konsep yang didapatkan sebelumnya. Senada dengan Flower dalam Suparno, Budi (1992: 114) mengungkapkan bahwa miskonsepsi merupakan kesalahan

konsep terjadi perbedaan konsepsi antara orang satu dengan yang lainya dalam mempelajari konsep dalam memahami makna konsep melalui

proses persepsi tahap-tahap perekaman informasi.

Miskonsepsi terjadi karena kosep awal yang diterima oleh siswa sebelum masuk dalam pembelajaran formal, sehingga akan terjadi dalam

(38)

b. Penyebab Terjadinya Miskonsepsi

Menurut Suparno (2005: 35-50) mengungkapkan 5 penyebab terjadinya Miskonsepsi, yaitu :

1) Siswa

Miskonsepi disebabkan oleh siswa dapat dikelompokkan menjadi

8 hal yaitu, prakonsepsi atau konsep awal siswa diperoleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran formal di bawah bimbingan guru. Pemikiran asosiatif yaitu pemakaian istilah yang digunakan dalam

kehidupan sehari-hari. Pemikiran humanistik yaitu siswa memandang bahwa semua benda dari sudut pandang manusiawi. Reasoning yang

tidak lengkap atau salah yaitu penalaran dari siswa yang tidak lengkap dalam menerima konsep awal. Instuisi yang salah yaitu suatu perasaan dalam diri siswa secara spontan dalam mengungkapkan suatu gagasan

sebelum secara langung diteliti. Tahap perkembangan kognitif siswa yaitu tingkat pemahaman setap individu yang berbeda-beda, pemahaman siswa setelah melihat benda-benda kongkret. Kemampuan

siswa yaitu tingkat kemampuan siswa dalam menangkap pembelajaran. Minat belajar yaitu minat siswa dalam mengikuti belajar

dan menerima materi. 2) Guru

Terjadinya miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh guru, hal ini

(39)

berlatar belakang dari lulusan pendidikan serta tidak mempunyai kompetensi dalam bidang fisika. Selain itu, guru yang dalam penguasaan materi tidak mendalam dalam proses belajar bersikap

sebagai diktator serta otoriter yaitu dengan memaksakan gagasan kepada murid. Cara pengajaran guru dengan berbicara dan menuliskan

di papan tulis, serta jarang melakukan praktikum atau eksperimen dan jarang melakukan diskusi dengan siswa.

3) Buku Teks

Buku teks juga menjadi salah satu penyebab terjadinya miskonsepsi yaitu dengan adanya buku teks, buku fiksi sains, dan

kartu. Buku teks terdapat bahasa yang sulit dipahami oleh siswa. Buku fiksi sains yaitu penggunaan bahasa kurang berdasarkan dengan kaidah ilmu yang sesungguhnya.

4) Konteks

Konteks bisa menimbulkan terjadinya miskonsepsi misalnya, melalui pengalaman yang dialami oleh siswa. Penggunaan bahasa

sehari-hari misalnya pemahaman siswa mengenai berat dengan satuan kilogram (kg), namun dalam fisika berat adalah satuan gaya dengan

satuan Newton. Teman lain yaitu mengenai pemahaman teman dengan konsep awal yang di miliki siswa itu sendiri sering berbeda, tetapi jika teman lain yang dianggap pandai mengungkapkan dengan yakin maka

(40)

meskipun konsep itu salah. Keyakinan dari ajaran agama yaitu mengenai penciptaan alam semesta.

5) Metode Mengajar

Metode mengajar yang digunakan guru, yang menekankan satu pokok bahasan sehingga siswa mampu menangkap, namun hal ini juga

mampu memunculkan miskonsepsi. Guru perlu kritis dengan metode yang akan digunakan dan membatasi diri dengan satu metode yang akan digunakan.

c. Cara Mendeteksi Adanya Miskonsepsi

Suparno (1998: 121-128) mengungkapkan cara bagi seorang peneliti

atau seorang guru mendeteksi miskonsepsi siswa, yaitu melalui : 1) Peta Konsep

Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa

dalam bidang fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis, secara jelas dapat mengungkap

miskonsepsi siswa digambakan dalam peta konsep. Miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan lengkap

antar konsep menurut Nova (dalam Suparno: 121). 2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Peneliti-peneliti menggunakan pertanyaan pilihan ganda

(41)

lebih memudahkan menganalisis. Kelemahan model ini adalah alasan siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.

3) Tes Esai Tertulis

Tes esai dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa siswa dan dalam bidang tertentu. Setelah ditemukan miskonsepsinya, dapatlah

beberapa siswa diwawancarai untuk lebih mendalami, mengapa mereka mempunyai gagasan seperti itu.

4) Wawancara Diagnosis

Wawancara dapat berbentuk bebas dan terstruktur. Wawancara bebas, guru atau peneliti memang bebas bertanya kepada siswa dan

siswa dapat dengan bebas menjawab, sedangkan dalam wawancara terstruktur, pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya pun secara garis besar sudah disusun, sehingga memudahkan dalam praktiknya.

5) Diskusi dalam Kelas

Diskusi dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak

diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat dideteksi juga apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak.

6) Praktikum dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa yang melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk

(42)

bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa menjelaskan persoalan-persoalan dalam praktikum tersebut.

d. Kiat Mengatasi Miskonsepsi

Suparno (2005: 55) menjelaskan bahwa secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah:

1) mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa, 2) mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut,

3) mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi.

Berdasarkan penjelaskan mengenai kiat mengatasi miskonsepsi yang diungkapkan di atas ada 3 langkah, langkah tersebut bisa diterapkan oleh

guru dalam mengatasi terjadinya miskonsepsi.

Berdasarkan penjelasan mengenai miskonsepsi di atas dapat disimulkan bahwa miskonsepsi yaitu kesalah konsep yang tidak sesuai dengan ahli dalam

bidangnya. Terjadinya miskonsepsi yaitu dapat dari siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode pengajaran. Cara dalam mengatasi miskonsepsi yang dialami siswa dengan peta konsep, tes multiple choice dengan reasoning

terbuka, tes essai tertulis, wawancara diagnosis, diskusi dalam kelas, dan praktikum dengan tanya jawab. Selain kiat untuk mengatasi miskonsepsi

dapat diterapkan guru dalam mengatasi terjadinya miskonsepsi.

4. Hakikat Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam atau sering disingkat dengan IPA. IPA adalah

(43)

bersifat wajib. IPA merupakan mata pelajaran yang mempelajari mengenai materi alam atau bumi dan seisinya. Selain itu IPA juga mempelajari mengenai ilmu alam yang biasanya bersifat empiris atau nyata. Pengertian

hakikat IPA tersebut didukung oleh beberapa pendapat para ahli di bawah ini. Mata pelajaran IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang

alam semesta dengan segala isinya, Darmojo (dalam Samatowa, 2011: 2). Senada dengan pendapat sebelumnya maka Iskandar (2001: 2-3) menambahkan bahwa, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) disebut sebagai ilmu

yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Mata pelajaran IPA ini juga disebut sebagai disiplin ilmu, hal ini sebagai

produk IPA yang bentuknya berupa fakta-fakta, konsep, prinsip, dan teori. Fakta-fakta yang ada didalam pembelajaran IPA ini yaitu merupakan suatu pernyataan tentang benda-benda nyata, serta peristiwa-peristiwa alam yang

benar-benar terjadi. Konsep IPA sendiri yaitu suatu ide yang berhubungan dengan beberapa fakta yang sudah ada sebelumnya. Prinsip yang terdapat didalam pelajaran IPA biasanya bersifat analitik, yang mana prinsip ini

merupakan gabungan dari beberapa konsep-konsep yang sudah ada didalam ilmu pengetahuan.

Srini (dalam Samatowa, 2002: 2), Hakikat IPA adalah suatu ilmu pengetahuan tentang alam yang dapat diperoleh melalui proses ilmiah dan didasari oleh sikap ilmiah Hakikat IPA dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :

a. Hakikat IPA sebagai suatu produk

(44)

c. Hakikat IPA sebagai suatu sikap

Penjelasan ketiga hakikat IPA di atas akan dijabarkan lebih lanjut di bawah ini, yaitu :

a. IPA sebagai produk

IPA sebagai produk terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep,

prinsip-prinsip, hukum-hukum serta teori-teori. Fakta merupakan salah satu hasil kegiatan empirik dalam IPA. Sedangkan konsep, prinsip, hukum, serta teori merupakan hasil kegiatan analitik dalam IPA. Berikut

ini dijelaskan bentuk IPA sebagai sebuah produk. 1. Fakta dalam IPA

Fakta dalam IPA merupakan pernyataan-pernyataan tentang benda yang benar-benar ada, atau peristiwa yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara obyektif.

2. Konsep IPA

Konsep dalam IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA atau penghubung antar fakta-fakta yang ada

hubungannya. 3. Prinsip IPA

Prinsip IPA adalah generalisasi tentang hubungan di antara konsep-konsep IPA. Prinsip IPA merupakan generalisasi induktif yang ditarik dari beberapa contoh sehingga bersifat analitik. Prinsip

(45)

yang dilakukan. Prinsip juga merupakan deskripsi yang paling tepat tentang objek/kejadian.

4. Hukum Alam

Hukum-hukum alam adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima meskipun juga bersifat tentatif, tetapi karena mengalami

pengujian-pengujian yang lebih keras daripada prinsip, maka hukum akan bersifat lebih kekal.

5. Teori Ilmiah

Teori ilmiah adalah kerangka yang lebih luas dari fakta, konsep, dan prinsip yang saling berhubungan. Teori dapat berubah

jika ada bukti-bukti baru yang berlawanan dengan teori tersebut. b. IPA sebagai proses

IPA sebagai suatu proses adalah suatu metode yang digunakan

untuk memperoleh pengetahuan. Metode yang biasa digunakan disebut metode ilmiah atau metode keilmuan. Metode ilmiah atau keilmuan merupakan perpaduan antara pengetahuan yang didapat melalui pikiran

(rasionalisme) dan pengetahuan melalui pengalaman (empirisme).

Langkah-langkah metode ilmiah adalah sadar akan adanya masalah

dan perumusan masalah; pengamatan dan perumusan masalah yang relevan; penyusunan dan klasifikasi data; perumusan hipotesis; dedukasi dan hipotesis; tes dan pengujian kebenaran hipotesis. Sedangkan

(46)

variabel, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, menganalisis data, membuat laporan penelitian.

c. IPA sebagai sikap

Hakikat IPA sebagai sikap adalah mengenai berbagai keyakinan, pendapat, dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh seorang

ilmuwan khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru. Misalnya: rasa ingin tahu, rasa tanggung jawab, disiplin, tekun, jujur, dan terbuka terhadap pendapat orang lain. Ciri-ciri sikap ilmiah di

antaranya adalah:

1. Objektif terhadap fakta

2. Tidak tergesa-gesa mengambil keputusan 3. Berhati terbuka

4. Ingin menyelidiki

5. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2

Mata pelajaran Ilmu Pengatahuan Alam singkatan dari IPA. Mata pelajaran ini dibagi menjadi beberapa sub pokok bahasan yaitu seperti biologi,

kimia, dan fisika (Suparno, 2005: 9). Pembelajaran IPA Fisika mulai dikenalkan dengan anak-anak sejak SD, namun pengajaran Fisika masih

menjadi satu atau terintegrasi dengan IPA Biologi. Pemberian materi IPA di SD diberikan sejak kelas 1, namun pemberian materi ini diberikan secara terpadu. Pemberian materi IPA yang dilakukan secara terpisah antara Biologi

(47)

Menurut kurikulum KTSP pelajaran IPA di bangku SD diajarkan secara bersamaan antara biologi dan fisika. KTSP kepanjangan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan, pasal 1, ayat 15

(Mulyasa, 2007: 19) mengemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan

dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

Sesuai dengan kurikulum KTSP pelajaran IPA pada kelas V mempelajari sebagai berikut: KD 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan

energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet), KD 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah

dan lebih cepat, KD 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya, KD 7.1 Mendiskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan, KD 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi. Penjelasan Materi sebagai berikut :

a. Gaya, Gerak, dan Energi

Sulistiyono (2008: 89-102), berpendapat bahwa gaya adalah sebagai tarikan atau dorongan. Gaya terhadap suatu benda dapat mengakibatkan

benda bergerak, berubah bentuk, dan berubah arah. Pada saat kamu

menendang bola maka bola akan bergerak dan berubah arahnya.

Macam-macam gaya ada 3 yaitu gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gerak. 1) Gaya Magnet

Gaya Magnet adalah benda yang terbuat dari logam serta

(48)

dorongan yang disebabkan oleh magnet disebut gaya magnet. Tidak

semua benda dapat ditarik oleh magnet. Hanya benda-benda yang

memiliki sifat tertentu saja yang dapat ditarik oleh magnet. Terdapat

beberapa cara dalam pembuatan magnet di antaranya adalah cara

induksi, menggosok, dan mengalirkan arus listrik (Sulistiyono, 2008:

96). a) Induksi

Magnet dapat dibuat dengan cara induksi, yaitu mendekatkan

atau menempelkan magnet pada benda yang akan dijadikan

sebagai magnet (Sulistiyono, 2008: 97).

Gambar 2.1. Pembuatan Magnet dengan Induksi Sumber: Sulistiyono (2008: 97)

b) Menggosok

Magnet dapat dibuat dengan cara menggosok benda yang akan

dijadikan magnet dengan magnet batang (Sulistiyono, 2008: 97).

(49)

c) Mengaliri Alur Listrik

Membuat magnet dengan cara mengalirkan arus listrik, kita

membutuhkan paku yang cukup besar, kawat kumparan, dan batu

baterai sebagai sumber arus listriknya (Sulistiyono, 2008: 98).

Gambar 2.3. Pembuatan Magnet dengan Mengaliri Alur Listrik Sumber: Sulistiyono (2008: 98)

2) Gaya Gravitasi

Sulistiyono (2008: 98), gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang

terjadi antara semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta.

Gaya tarik ini menyebabkan benda-benda tersebut selalu berada di

tempatnya.

Gambar 2.4. Bola dilempar ke atas akan jatuh ke bawah Sumber: Sulistiyono (2008: 98)

3) Gaya Gerak

Sulistiyono (2008: 99) gaya gesekan merupakan gaya yang ditimbulkan oleh dua permukaan yang saling bersentuhan. Lantai yang

licin membuat kita sulit berjalan di atasnya karena gaya gesekan yang

(50)

Gambar 2.5. Ban mobil Sumber: Sulistiyono (2008: 101) b. Pesawat Sederhana

Pesawat adalah semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia (Sulistiyono, 2008: 109). Kesederhanaan dalam penggunaannya menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan

pesawat sederhana. Pesawat sederhana dibagi menjadi 4 jenis yaitu : 1) Tuas

Tuas lebih dikenal dengan nama pengungkit. Pada umumnya, tuas atau pengungkit menggunakan batang besi atau kayu yang digunakan untuk mengungkit suatu benda. Terdapat tiga titik yang menggunakan

gaya ketika kita mengungkit suatu benda, yaitu beban (B), titik tumpu (TT), dan kuasa (K). Beban merupakan berat benda, sedangkan titik

tumpu merupakan tempat bertumpunya suatu gaya.

Gambar 2.6. (a) Linggis memudahkan kita memindahkan batu besar, dan (b) tuas/linggis digambarkan secara sederhana

Sumber: Sulistiyono (2008: 110)

(51)

a) Tuas Golongan Pertama

Tuas golongan pertama, kedudukan titik tumpu terletak di antara beban dan kuasa. Contoh tuas golongan pertama ini di

antaranya adalah gunting, linggis, jungkat-jungkit, dan alat pencabut paku (Sulistiyono, 2008: 111).

Gambar 2.7. Jenis Tuas Golongan Pertama Sumber: Sulistiyono (2008: 111)

b) Tuas Golongan Kedua

Tuas golongan kedua, kedudukan beban terletak di antara titik

tumpu dan kuasa. Contoh tuas golongan kedua ini di antaranya adalah gerobak beroda satu, alat pemotong kertas, dan alat pemecah kemiri, pembuka tutup botol (Sulistiyono, 2008:

111-112).

Gambar 2.8. Jenis Tuas Golongan Kedua Sumber: Sulistiyono (2008: 112) c) Tuas Golongan Ketiga

(52)

yang biasa digunakan untuk memindahkan pasir (Sulistiyono, 2008: 112).

Gambar 2.9. Jenis Tuas Golongan Ketiga Sumber: Sulistiyono (2008: 112) 2) Bidang Miring

Bidang miring adalah permukaan rata yang menghubungkan dua tempat yang berbeda ketinggiannya. Dengan dibuat berkelok-kelok

pengendara kendaraan bermotor lebih mudah melewati jalan yang menanjak (Sulistiyono, 2008: 115).

Gambar 2.10. Jalan menuju pegunungan dibuat berkelok-kelok dan tangga naik di buat miring

Sumber: Sulistiyono (2008: 115) 3) Katrol

Katrol merupakan roda yang berputar pada porosnya. Biasanya pada katrol juga terdapat tali atau rantai sebagai penghubungnya.

Berdasarkan cara kerjanya, katrol merupakan jenis pengungkit karena memiliki titik tumpu, kuasa, dan beban. Katrol digolongkan menjadi tiga, yaitu katrol tetap, katrol bebas, dan katrol majemuk (Sulistiyono,

(53)

(a) (b) (c)

Gambar 2.11. (a) Gambar katrol tetap, (b) katrol bebas, dan (c) katrol majemuk

Sumber: Sulistiyono (2008: 117-118) 4) Roda Berporos

Roda berporos merupakan roda yang di dihubungkan dengan sebuah poros yang dapat berputar bersama-sama. Roda berporos

merupakan salah satu jenis pesawat sederhana yang banyak ditemukan pada alat-alat seperti setir mobil, setir kapal, roda sepeda, roda kendaraan bermotor, dan gerinda (Sulistiyono, 2008: 119).

Gambar 2.12. Roda berporos pada sepeda Sumber: Sulistiyono (2008: 119) c. Sifat-sifat Cahaya

Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan oleh benda ke mata

sehingga benda tersebut dapat terlihat. Sulistiyono (2008: 126) cahaya berasal dari sumber cahaya. Semua benda yang dapat memancarkan

cahaya disebut sumber cahaya. Sifat-sifat cahaya yaitu, 1) Cahaya merambat lurus

(54)

3) Sifat-sifat Cahaya Apabila Mengenai Cermin Datar dan Cermin Lengkung (Cekung dan Cembung)

Cermin datar adalah cermin yang permukaan pantulnya datar.

Cermin cekung adalah cermin yang permukaan pantulnya berupa cekungan. Cekungan ini seperti bagian dalam dari bola. Cermin

cembung adalah cermin yang permukaan pantulnya berupa cembungan. Cembungan ini seperti bagian luar suatu bola.

(a) (b)

Gambar 2.13. (a) cermin cekung dan (b) cermin cembung Sumber: Sulistiyono (2008: 129-130)

4) Pembiasan cahaya dalam kehidupan sehari-hari

Pembiasaan biasanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya udara memiliki kerapatan yang lebih kecil dari pada air. Bila

cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih rapat maka cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Akan tetapi apabila cahaya merambat dari zat yang lebih rapat ke zat yang kurang

rapat maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Garis normal merupakan garis yang tegak lurus pada bidang batas kedua

(55)

(a) (b)

Gambar 2.14. (a) pensil berada di dalam gelar berisikan air dan (b) uang logam yang berada di dalam gelas

Sumber: Sulistiyono (2008: 131)

d. Proses Pembentukan Tanah

Tanah merupakan hasil dari pelapukan yang terjadi pada batuan.

Batuan yang berada di atas permukaan tanah akan mengalami perubahan secara terus menerus karena adanya pengaruh dari lingkungan. Perubahan cuaca, suhu, dan tekanan udara dapat menyebabkan batuan memuai

kemudian pecah menjadi batuan-batuan yang lebih kecil lagi. Batuan-batuan ini lama kelamaan akan menjadi butiran-butiran halus (Sulistiyono,

2008: 149-151). e. Struktur Bumi

Bumi tempat kita tinggal saat ini merupakan salah satu anggota tata

surya dengan matahari sebagai pusatnya. Struktur bumi dari dalam ke luar adalah lapisan inti bumi dalam, inti bumi luar, selimut bumi, dan kerak

bumi. Lapisan inti bumi dalam merupakan pusat bumi. Lapisan inti dalam memiliki diameter sebesar 2600 km. Lapisan ini terbentuk dari besi dan nikel padat dan merupakan lapisan yang paling panas. (Sulistiyono, 2008:

(56)

Gambar 2.15. Struktur Bumi Sumber: Sulistiyono (2008: 152)

f. Struktur Matahari

Matahari merupakan salah satu sumber cahaya yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar lapisan yang ada pada matahari

tersusun atas beberapa gas.

Gas-gas yang menyusun matahari merupakan gas yang aktif sehingga setiap saat pada permukaan matahari terjadi loncatan-loncatan api

(Sulistiyono, 2008: 154).

Gambar 2.16. Struktur Matahari Sumber: Sulistiyono (2008: 154)

6. Miskonsepsi IPA

Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep yang

(57)

Suparno (2005:13) mengungkapkan miskonsepsi IPA yang sering terjadi yang berhubungan dengan materi pelajaran IPA di SD di antaranya adalah:

a. Gerak

Beberapa siswa mempunyai miskonsepsi tentang percepatan. Mereka beranggapan bahwa percepatan selalu terjadi dalam arah yang

sama dengan benda yang sedang bergerak. Mereka tidak mengerti bahwa ada yang disebut perlambatan atau percepatan negatif, yang arahnya berlawanan dengan benda yang sedang bergerak. Para ahli

menjelaskan miskonsepsi ini terjadi pada gerak parabola. Siswa sulit untuk memahami mengapa kecepatan pada puncak suatu proyektil

adalah nol, meskipun percepatannya tidak nol. Mereka berpikir, jika kecepatan nol maka percepatannya juga harus nol.

b. Gaya, massa, dan berat

Beberapa siswa mempunyai miskonsepsi tentang gaya, karena mereka menghubungkan gaya dengan suatu aksi dan gerak. Mereka mengartikan bahwa setiap gaya mesti menyebabkan suatu gerakan.

(58)

c. Gelombang dan optika

Beberapa siswa mempunyai miskonsepsi mengenai cahaya, di antaranya sebagai berikut.

1) Lilin yang tidak terang tidak memancarkan cahaya pada siang hari, hanya pada malam hari. Lilin redup hanya memancarkan

cahaya pada malam hari.

2) Cahaya yang lebih terang akan berjalan lebih cepat, dan hambatan seperti lensa, filter, dan kaca memperlambat

perjalanan cahaya itu.

Sebagian siswa SD ketika ditanya “mengapa sepeda dapat

dilihat?”, pasti mereka akan menjawab karena ada cahaya yang bersinar

pada sepeda itu. Apabila tidak ada cahaya, maka sepeda tidak akan terlihat. Cahaya adalah syarat mutlak agar benda dapat dilihat.

7. Pekerjaan Orang Tua Berhubungan dengan Miskonsepsi

Menurut UU RI Nomer 13 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pekerjaan atau tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Jenis pekerjaan di Indonesia bermacam-macam,

antara lain yaitu buruh, PNS, dan wiraswasta. Jenis pekerjaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBII) adalah yang mempunyai ciri (sifat, keturunan dan sebagainya) yang khusus, sedangkan pekerjaan adalah barang apa yang

(59)

Jenis pekerjaan orang tua dalam penelitian ini meliputi buruh, PNS, dan wiraswasta. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Undang-Undang No. 13 Tahun 2003).

Pekerjaan yang dapat dikatakan buruh antara lain pedagang, petani, montir, pembantu rumah tangga, sopir, bengkel, dan lain- lain. UU No.43 Tahun 1999

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah seseorang yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam jabatan negeri

atau disertahi tugas-tugas negeri lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan serta digaji menurut peraturan yang berlaku.

Usman (dalam Sudaryono, 2011) wiraswasta adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan dan mengombinasikan sumber daya, seperti keuangan, tenaga kerja, material, keterampilan untuk menghasilkan produk,

bisnis, proses produksi dan organisasi usaha baru.

Berdasarkan jenis pekerjaan orang tua siswa, maka setiap orang tua akan menggunakan jenis pola asuh yang berbeda-beda. Setiap orang tua akan

memilih pola asuh yang dianggap mampu untuk mendidik anaknya, jadi anggapan setia orang tua akan berbeda-beda. Pola asuh orang tua merupakan

segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak (Baumrind dalam

(60)

1) Pengasuhan otoritarian (authoritarian parenting)

Pengasuhan otoritarian (authoritarian parenting) adalah gaya yang bersifat membatasi dan menghukum, di mana orangtua mendesak anaknya

agar mematuhi orang tua serta menghormati usaha dan jerih payah mereka.

2) Pengasuhan otoritatif (authoritative parenting)

Pengasuhan otoritatif (authoritative parenting) mendorong anak-anak untuk mandiri namun orangtua masih tetap memberi batasan dan kendali

atas tindakan-tindakan anak. Orang tua masih memberikan kesempatan untuk berdialog secara verbal.

3) Pengasuhan yang melalaikan (neglectful parenting)

Pengasuhan yang melalaikan (neglectful parenting) adalah gaya di mana orang tua sangat tidak terlibat di dalam kehidupan anak. Anak-anak

ini cenderung tidak kompeten secara sosial..

4) Pengasuhan yang memanjakan (indulgent parenting)

Pengasuhan yang memanjakan (indulgent parenting) adalah gaya di

mana orang tua sangat terlibat dengan anak-anaknya namun kurang memberikan tuntutan atau kendali terhadap mereka.

B. Hasil Penelitian Relevan

Penelitian relevan pertama dilakukan oleh Haris, pada tahun 2013, yang berjudul “ Identifikasi Miskonsepsi Materi Mekanika dengan Menggunakan CRI

(Certainty Of Response Index)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

(61)

mahasiswa yang mengalami miskonsepsi, tidak tahu konsep, dan menguasai konsep dengan baik. Hasil identifikasi kemudian dianalisis sehingga dapat diketahui hal-hal yang menjadi miskonsepsi pada materi mekanika. Hasil

penelitian dinyatakan bahwa masih 80,00% mahasiswa mengalami miskonsepsi pada konsep waktu jatuh gerak jatuh bebas, 43,64% mahasiswa tidak mengetahui

konsep kecepatan dan percepatan pada gerak vertical ke atas, dan 7,27% mahasiswa yang tahu konsep hukum Newton 1. Dari hasil penelitian dinyatakan bahwa masih banyak mahasiswa cenderung mengalami miskonsepsi pada konsep

jarak dan perpindahan, konsep posisi dan kecepatan nol. Tingkat miskonsepsi mahasiswa semester 1 program studi Pendidikan Fisika STAIN Batusangar cukup

tinggi. Penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena sama membahas mengenai miskonsepsi dalam bidang Fisika. Penelitian tersebut membahas tentang miskonsepsi pada mahasiswa program studi

Pendidikan Fisika, sedangkan peneliti yang dilakukan peneliti membahas tentang miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Mlati.

Penelitian kedua oleh Rahmawati (2012) yang berjudul “Studi Komparasi

Tingkat Miskonsepsi Siswa Pada Pembelajaran Biologi Melalui Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick Dan Konstruktivis”. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat miskonsepsi pada materi sistem ekskresi siswa kelas XI IPA SMA N 4 Surakarta tahun Pelajaran 2012/2013 melalui penerapan model pembelajaran kontruktivisme tipe

(62)

konsruktivis kolabortif diperoleh nilai p-value < 0,05 (0.002 < 0.05), sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan tingkat miskonsepsi siswa SMA Negeri 4 Surakarta tahun pelajaran 2012/2013 melalui pembelajaran kontruktivisme tipe

Novick dan pembelajaran berbasis kontruktivis-kolaboratif. Penelitian tersebut senada dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena sama

membahas mengenai miskonsepsi. Penelitian tersebut membahas tentang studi komparasi tingkat miskonsepsi melalui model pembelajaran konstruktivisme tipe novick dan konstruktivis, sedangkan peneliti yang dilakukan peneliti membahas

tentang miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Mlati.

Penelitian relevan ketiga dilakukan oleh Agustina, Eka Agung (2012), yang berjudul “Pengaruh Pekerjaan Orang Tua Terhadap Perilaku Sosial Siswa Di

SMP Negeri I Pabedilan Kecamatan Pabedilan Kabupaten Cirebon”. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui pekerjaan orang tua yang orang tuanya bekerja sebagai buruh tani di SMP Negeri 1 Pabedlan Kabupaten Cirebon , untuk mengetahui perilaku sosial siswa di SMP Negeri 1 Pabedilan Kabupaten Cirebon,

untuk mengetahui pengaruh pekerjaan orang tua siswa sebagai buruh tani terhadap prilaku sosial siswa di SMP Negeri 1 Pabedilan. Hasil dari penelitian ini

adalah adapun hasil yang diperoleh dari perhitungan product moment adalah 0,350 yang berarti ada pengaruh yang positif antara pekerjaan orang tua dengan perilaku sosial siswa. Jika dilihat dari tabel koefisien korelasi, nilai 0,501

(63)

13% dan sisanya 87% ditentukan oleh variabel lain. Jika dilihat dari hasil uji-t,

diperoleh nilai sehingga atau 2,078 > 1,697. Maka Ha

diterima dan Ho ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari Pekerjaan

Orang Tua Terhadap Prilaku Sosial Siswa di SMP Negeri I Pabedilan Kabupaten Cirebon. Penelitian tersebut membahas tentang pengaruh pekerjaan orang tua terhadap perilaku sosial siswa di SMP Negeri I Pabedilan Kecamatan Pabedilan

Kabupaten Cirebon, sedangkan penelitian yang akan dilakukan membahas tentang miskonsepsi IPA Fisika kelas V semester 2 SD Negeri de-Kecamatan Mlati yang

dilihat dari pekerjaan orang tua siswa.

Penelitian relevan keempat dilakukan oleh Maonde, Faad pada tahun 2015, yang berjudul “Pengaruh Status Pekerjaan Orang Tua Terhadap Hasil Belajar Matematika Melalui Kombinasi Model Pembelajaran Kooperatif”. Tujuan dari

penelitian ini adalah mempelajari pengaruh interaksi kombinasi model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw-STAD, TSTS-STAD, STAD, dan status pekerjaan orang tua siswa sebagai level yaitu yang berstatus PNS dan Non PNS, terhadap hasil belajar matematika pada SMA Negeri 4 Kendari dengan jumlah

sampel 90 siswa. Hasil penelitian adalah faktor interaksi kombinasi model pembelajaran kooperatif dan status pekerjaan orang tua siswa melalui design

A*B, design A A*B, design B A*B, dan design A B A*B (A = kombinasi model pembelajaran kooperatif dan B = Status pekerjaan orang tua siswa) melalui statistik Uji-F, semuanya menerima H0 yang berarti bahwa keempat model yang

Gambar

Gambar 2.1. Pembuatan Magnet dengan Induksi Sumber: Sulistiyono (2008: 97)
Gambar 2.3. Pembuatan Magnet dengan Mengaliri Alur Listrik  Sumber: Sulistiyono (2008: 98)
Gambar 2.5. Ban mobil  Sumber: Sulistiyono (2008: 101)
Gambar 2.7. Jenis Tuas Golongan Pertama Sumber: Sulistiyono (2008: 111)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi Bahasa Indonesia yang keempat dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya

In terms of influencing factors, members of cluster 2 show no significant factors that influence them to watch art performances. However, they tend to be more influenced by the

Pndiio hi etuj@.

Perkembangan ilmu dan teknologi saat ini telah berkembang begitu pesat dalam segala aspek kehidupan, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Salah satunya

sMdsu@gedld tumfdin!.

yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan dalam kesekretariatan.. Di dalam lingkup aktivitasnya, unit sekretariat diharuskan untuk

EKONOMICS FACULTY ANDALAS UNIVERSITV. OTVNERSHIP CONCENTL{TION AND DIVIDEND

Hal tersebut dijelaskan bahwa jika strategi komunikasi dari Komunitas Hijabers Semarang mampu 39,4 % mempengaruhi sikap mahasiswa dalam menggunakan jilbab, dengan pesan