ABSTRACT
This study was aimed to investigate the effect of short-term administration of hexane-ethanol fraction of methanol extract of Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. leaves (FHEMM) to decrease level of lactate dehydrogenase (LDH) levels in female Wistar rats induced carbon tetrachloride (CCl4) and to know the
relationship between increased dose of FHEMM and decreased level of LDH. This research was purely experimental research with randomized complete direct sampling design. A total 30 female Wistar rats were divided randomly into 6 groups. Group I (CMC controlled-group) was given CMC at a dose 2 mL/kgBW. Group II (hepatotoxin controlled-group) was given CCl4 at a dose 2
mL/kgBW. Group III (highest dose controlled-group) was given oral FHEMM at highest dose. Group IV, V, and VI was given FHEMM at a dose 34.28 ; 68.57 ; and 137.14 mg/kgBW then 6 hours after administration FHEMM, CCl4 was
administered intraperitonially. At the 24 hours after CCl4 administration, blood
samples were taken for measuring level of LDH. The data were analyzed by One Way ANOVA with confident interval 95%.
The result of this study showed that short-terms FHEMM with increased dose 34.28 ; 68.57 ; and 137.14 mg/kgBW be able to decrease LDH levels of female Wistar rats induced CCl4. There is no relationship between decreased
levels of LDH with a dose rank.
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan etanol ekstrak metanol daun Macaranga tanarius
(L.) Müll. Arg. (FHEMM) terhadap penurunan kadar laktat dehoidrogenase (LDH) pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4)
dan mengetahui hubungan kekerabatan antara peningkatan dosis FHEMM dengan penurunan kadar LDH yang terjadi.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lenglap pola searah. Sebanyak 30 ekor tikus betina galur Wistar yang terbagi acak dalam 6 kelompok. Kelompok I (kontrol CMC) diberikan CMC 2mL/kgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberikan CCl4 2mL/kgBB.
Kelompok III (kontrol dosis III) diberikan FHEMM dosis III. Kelompok IV, V, dan VI diberikan perlakuan FHEMM dengan dosis 34,28 ; 68,57 ; dan 137,14 mg/kgBB kemudian diberikan CCl4 dalam jangka waktu 6 jam setelah pemberian
fraksi. Dalam 24 jam setelah pemberian CCl4 diambil cuplikan darahnya untuk
penetapan kadar LDH. Data yang didapatkan diolah dengan uji statistika dengan
One Way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian jangka pendek FHEMM dengan peringkat dosis 34,28 ; 68,57 ; dan 137,14 mg/kgBB dapat menurunkan kadar LDH tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4 walaupun di antara
penurunan kadar LDH yang terjadi dengan peringkat dosis tidak memiliki hubungan kekerabatan.
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PENDEK FRAKSI HEKSAN- ETANOL DARI EKSTRAK METANOL–AIR DAUN Macaranga tanarius
(L.) Müll. Arg. TERHADAP AKTIVITAS LACTATE DEHYDROGENASE
PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Maria Angelika Suhadi NIM : 128114147
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PENDEK FRAKSI HEKSAN- ETANOL DARI EKSTRAK METANOL–AIR DAUN Macaranga tanarius
(L.) Müll. Arg. TERHADAP AKTIVITAS LACTATE DEHYDROGENASE
PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Maria Angelika Suhadi NIM : 128114147
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PENDEK FRAKSI HEKSAN- ETANOL DARI EKSTRAK METANOL–AIR DAUN Macaranga tanarius
(L.) Müll. Arg. TERHADAP AKTIVITAS LACTATE DEHYDROGENASE
PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Skripsi yang diajukan oleh:
Maria Angelika Suhadi
NIM : 128114147
telah disetujui oleh:
Pembimbing,
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PENDEK FRAKSI HEKSAN- ETANOL DARI EKSTRAK METANOL–AIR DAUN Macaranga tanarius
(L.) Müll. Arg. TERHADAP AKTIVITAS LACTATE DEHYDROGENASE
PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Oleh :
Maria Angelika Suhadi NIM : 128114147
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Pada tanggal 14 Desember 2015
Mengetahui. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Dekan
(Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt.)
Panitia Penguji Skripsi Tanda Tangan
1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. ………..
2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. ………..
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“The most important thing is to enjoy your life – to be happy –it’s all that matters” –
Audrey Hepburn
“If you’re reading this……….
Congratulations, you’re alive. If that’s not something to smile about, then I don’t know what is”– Chad Sugg, Monster Under Your Head
Dengan sujud syukur, saya mempersembahkan keberhasilan dalam masa studi ini kepada Tuhan Yesus Kristus Allah Bapa yang kekal sumber segala kekuatan
Mama Papa yang amat kusayangi dan yang mendukungku Kedua saudaraku Adric dan Archie
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis dengan judul “Pengaruh Pemberian Jangka Pendek Fraksi Heksan-Etanol dari
Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap Aktivitas
Lactate Dehydrogenase pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan
dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini,
maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 12 Januari 2016
Penulis,
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Maria Angelika Suhadi NIM : 128114147
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PENDEK FRAKSI HEKSAN- ETANOL DARI EKSTRAK METANOL–AIR DAUN Macaranga tanarius
(L.) Müll. Arg. TERHADAP AKTIVITAS LACTATE DEHYDROGENASE
PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu memintra izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian surat pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya, Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 12 Januari 2016
Yang menyatakan,
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Jangka Pendek Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap Aktivitas
Lactate Dehydrogenase pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk sebagai tugas akhir dan syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu Progam Studi Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
Pada proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir, penulis menyadari
banyak bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma yang telah mengizinkan penulis menjalankan
pembelajaran di Fakultas Farmasi
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang
dengan sabar membimbing, mendampingi, memberikan motivasi, dan
memberikan kritik saran kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah
viii
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan, kritik, dan saran demi kemajuan skripsi ini.
5. Ibu Agustina Setyawati, M.Si., Apt. selaku Kepala Penanggung Jawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin kepada peneliti
untuk menggunakan sarana prasarana berupa laboratorium dan alat-alatnya
untuk kepentingan penelitian.
6. Bapak Jeffry Julianus, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan dukungan, masukan, motivasi, dan doa dari awal masa perkuliahan
hingga dalam proses penyusunan skripsi sehingga akhirnya penulis berhasil
menyelesaikan skripsi dan memperoleh gelar sarjana.
7. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Lapangan Kuliah Kerja
Nyata Alternatif yang telah membimbing, memotivasi, memberikan masukan,
kritik, dan saran kepada penulis selama proses Kuliah Kerja Nyata Alternatif
sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas pengabdian kepada masyarakat
dalam bentuk kuliah kerja nyata.
8. Pak Heru selaku laboran Biofarmasetika-Farmakokinetika, Pak Kayat selaku
laboran Anatomi Fisiologi, Pak Wagiran selaku laboran
Farmakognosi-Fitokimia, Pak Parjiman selaku laboran Farmakologi-Toksikologi, Pak Parlan
selaku laboran Kimia Organik, Pak Kunto selaku laboran Kimia Analisis, dan
Pak Bimo selaku laboran Kimia Analisis Intrumental, atas segala bantuan dan
kerjasamanya selama penulis melaksanakan penelitian di laboratorium yang
ix
9. Keluarga tersayang, baik Mama, Papa, saudara-saudaraku, Adric, Archie,
Khukhu, Kuchong, Susuk, Sukme, Carmen, Ruth, Rose yang telah menjadi
semangat dan motivasi bagi penulis, memberikan doa, dukungan penuh baik
material maupun moral, dan perhatian bagi penulis dalam melaksanakan tugas
akhir ini.
10.Teman-teman seperjuangan Skripsi Macaranga, untuk Cyndi, Rahayu, Novita,
Sona, Cynthia, Penina, Ria, dan Dian serta terkhusus untuk Adis Pranaya Yakin
yang telah bersama-sama dalam suka maupun duka dalam melaksanakan
kegiatan penelitian di laboratorium selama berbulan-bulan dan menjadi
motivasi dalam menyelesaikan skripsi.
11.Teman, sahabat seperjuangan, keluarga hangat di FKK B dan FSM D 2012 yang
telah menjadi motivasi, memberikan dukungan, dorongan, doa, dan perhatian
kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi dan untuk kebersamaan selama
masa perkuliahan di Fakultas Farmasi, terima kasih untuk setiap tawa canda,
suka duka yang diberikan untuk penulis dan telah memberikan penulis berbagai
pengalaman yang berharga.
12.Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 Fakultas Farmasi dan juga
teman-teman dari Fakultas lain, terima kasih untuk kebersamaan yang dialami penulis
dari awal memasuki masa studi hingga sekarang, juga untuk pengalaman hidup
yang diberikan.
13.“Keluarga Cemara”, Rury Henggar, Natalia Putri, Bonifasia Anna, Cyndi
Yulanda, Rahayu Triwanti, Lucia Ida, Sona Karisnata, Novita, Lucia Christin,
x
Veronika Purba, Siti Sisca, Richard Anderson, Aditya Lela, Nanda Tia, dan
Monalisa Mangkoan untuk perhatian, semangat, dorongan, motivasi,
kebersamaan, dan yang diberikan juga sebagai tempat penulis untuk
menumpahkan segala cerita baik suka maupun duka dan terima kasih untuk
setiap senyuman dan pelukan yang diberikan bagi penulis.
14. Kelompok KKN Alternatif, Bonnifasia Anna, Cyndi Yulanda, Rahayu
Triwanti, dan Kresensia Trisna, terima kasih untuk pengalaman berharga, kerja
sama, semangat, dan kebersamaannya sehingga semua program KKN Alternatif
yang telah direncanakan dapat dijalan sesuai rencana dan membawa hasil yang
baik juga untuk mahasiswa maupun masyarakat setempat.
15.Kos Aditara Putri, terkhusus bagi Vicky Wijoyo, Suzan, Jessica, Cresentia
Claresta, Valentina Hendriyana, Ira Felisia, Ira Yoshida, Cindy Salim, dan Tria
untuk segala bantuan, semangat, doa, motivasi, kebersamaan, canda tawa, suka
dan duka yang diberikan kepada penulis sehingga penulis memiliki semangat
untuk memulai dan menyelesaikan segala tugas yang diembankan terhadap
penulis.
16.Leonardus Antoni, untuk dukungan semangat, motivasi, doa, dan perhatian
yang tiada henti selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.
17.Semua pihak yang memang tidak bisa disebutkan satu per satu oleh penulis
sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik “Tiada gading yang tak retak” di mana tidak ada sesuatu yang begitu
xi
kekurangan dalam skripsi ini sehingga, penulis berharap adanya kritik dan saran
yang dapat diberikan dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini akan memberikan manfaat
dalam bidang kesehatan, terutama dalam bidang kefarmasian, juga terhadap segala
pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun di masyarakat.
Yogyakarta, 12 Januari 2016
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
INTISARI ... xxii
ABSTRACT ... xxiii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan masalah... 5
2. Keaslian penelitian ... 6
3. Manfaat penelitian ... 7
B. Tujuan Penelitian ... 7
1. Tujuan umum ... 7
xiii
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 9
A. Hati ... 9
1. Anatomi dan fisiologi hati ... 9
2. Kerusakan hati ... 13
7. Biologi dan ekologi (budidaya) ... 24
8. Kandungan kimia ... 25
E. Metode Penyarian ... 28
F. Fraksinasi ... 31
G. Landasan Teori ... 34
H. Hipotesis ... 35
BAB III. METODE PENELITIAN ... 36
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 36
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 36
1. Variabel utama ... 36
2. Variabel pengacau ... 36
xiv
1. Determinasi daun Macaranga tanarius L. ... 40
2. Pengumpulan bahan uji ... 40
3. Pembuatan serbuk daun ... 41
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering daun Macaranga tanarius L. .. 41
5. Pembuatan ekstrak metanol serbuk daun Macaranga tanarius L. ... 42
6. Pembuatan fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius L. ... 43
7. Pembuatan larutan CMC 1% sebagai pelarut fraksi heksan etanol ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. ... 43
8. Pembuatan larutan sediaan fraksi heksan etanol ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. ... 44
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida ... 44
10.Uji pendahuluan ... 44
11.Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 45
12.Pengukuran kadar LDH... 47
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 47
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Hasil Determinasi Daun Macaranga tanarius L. ... 48
B. Penetapan Kadar Air Serbuk Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. ... 49
C. Hasil Rendemen Fraksi Heksan Etanol Ekstrak Metanol Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ... 49
xv
1. Penetapan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida ... 52
2. Penetapan dosis fraksi heksan etanol ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. ... 52
3. Penetapan waktu pencuplikan darah ... 53
F. Pengukuran Kadar LDH ... 58
1. Kelompok kontrol CMC dosis 2 mL/kgBB ... 60
2. Kelompok kontrol CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB ... 61
3. Kelompok kontrol dosis tertinggi yaitu dosis 137,14 mg/kgBB ... 62
4. Kelompok pemberian FHEMM dosis 34,28 ; 68,57 ; dan 137,14 mg/kgBB ... 63
G. Ringkasan Pembahasan ... 66
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
LAMPIRAN ... 77
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Peningkatan relatif pada serum enzim pada kerusakan hati... 18
Tabel II. Komposisi Isoenzim LDH dan Aktivitasnya pada masing- masing jaringan ... 19
Tabel III. Distribusi LDH normal pada otot dan serum tikus ... 21
Tabel IV. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ... 39
Tabel V. Komposisi dan konsentrasi reagen AST ... 39
Tabel VI. Komposisi dan konsentrasi reagen LDH-L ... 40
Tabel VII. Rata-rata aktivitas ALT pada tikus betina galur Wistar setelah pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam ... 54
Tabel VIII. Hasil uji Tuckey aktivitas ALT pada tikus betina galur Wistar setelah pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam ... 54
Tabel IX. Rata-rata aktivitas AST pada tikus betina galur Wistar setelah pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam ... 56
xvii
Tabel XI. Rata-rata aktivitas LDH pada tikus betina galur Wistar setelah
pemberian larutan sediaan fraksi heksan etanol ekstrak metanol
Macaranga tanarius L. dan pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB
6 jam setelahnya ... 59
Tabel XII. Hasil Uji Games-Howell aktivitas LDH pada tikus betina galur Wistar
setelah pemberian FHEMM dan 6 jam setelah CCl4 dosis
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lobus hati dan empedu secara umum ... 10
Gambar 2. Penampang lobulus hati dan bagiannya ... 11
Gambar 3. Mekanisme CCl4 menginduksi kerusakan hati... 17
Gambar 4. Struktur isolasi senyawa mallophenol B, macarangioside A,
macarangioside B, macarangioside C, macarangioside D, lauroside E,
methylbrevifoline carboxylate, serta campuran hyperin dan
isoquercitrin dari daun Macaranga tanarius L. ... 25
Gambar 5. Struktir isolasi senyawa macaflavanone A-G dan nymphaeol C ... 26
Gambar 6. Struktur isolasi senyawa daun Macaranga tanarius L. (1) mallotinic acid
(2) corilagin (3) macatannin A (4) chebulagic acid (5) dan macatannin
B ... 27
Gambar 7. Diagram batang yang menunjukan aktivitas ALT pada tikus betina
galur Wistar setelah pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB pada
waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam ... 54
Gambar 8. Diagram batang yang menunjukan aktivitas AST pada tikus betina
galur Wistar setelah pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB pada
waktu pencuplikan 0, 24, dan 48 jam ... 56
Gambar 9. Diagram batang aktivitas LDH pada tikus betina galur Wistar setelah
xix
Macaranga tanarius L. dan pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kgBB
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. ... 78
Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. ... 79
Lampiran 3. Foto fraksi heksan etanol ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. ... 80
Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM dengan konsentrasi 600 mg/25 mL ... 81
Lampiran 5. Surat determinasi tanaman Macaranga tanarius L. ... 82
Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian ... 83
Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statistics 22 asli ... 84
Lampiran 8. Hasil analisis statistik kadar ALT pada uji pendahuluan waktu
pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida
2mL/kgBB ... 85
Lampiran 9. Hasil analisis statistik kadar AST pada uji pendahuluan waktu
pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida
2mL/kgBB ... 90
Lampiran 10. Hasil analisis statistik kadar LDH setelah pemberian fraksi heksan
etanol ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. pada dosis 34,28 ; 68,57 ; dan 137,14 mg/kgBB dilanjutkan pemberian karbon
tetraklorida 6 jam kemudian... 96
xxi
Lampiran 12. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ... 107
xxii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan etanol ekstrak metanol daun Macaranga tanarius L. (FHEMM) terhadap penurunan kadar laktat dehoidrogenase (LDH) pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida (CCl4) dan mengetahui
hubungan kekerabatan antara peningkatan dosis FHEMM dengan penurunan kadar LDH yang terjadi.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lenglap pola searah. Sebanyak 30 ekor tikus betina galur Wistar yang terbagi acak dalam 6 kelompok. Kelompok I (kontrol CMC) diberikan CMC 2mL/kgBB. Kelompok II (kontrol hepatotoksin) diberikan CCl4 2mL/kgBB.
Kelompok III (kontrol dosis III) diberikan FHEMM dosis III. Kelompok IV, V, dan VI diberikan perlakuan FHEMM dengan dosis 34,28 ; 68,57 ; dan 137,14 mg/kgBB kemudian diberikan CCl4 dalam jangka waktu 6 jam setelah pemberian fraksi.
Dalam 24 jam setelah pemberian CCl4 diambil cuplikan darahnya untuk penetapan
kadar LDH. Data yang didapatkan diolah dengan uji statistika dengan One Way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian jangka pendek FHEMM dengan peringkat dosis 34,28 ; 68,57 ; dan 137,14 mg/kgBB dapat menurunkan kadar LDH tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4 walaupun di antara
penurunan kadar LDH yang terjadi dengan peringkat dosis tidak memiliki hubungan kekerabatan.
xxiii
ABSTRACT
This study was aimed to investigate the effect of short-term administration of hexane-ethanol fraction of methanol extract of Macaranga tanarius L. leaves (FHEMM) to decrease level of lactate dehydrogenase (LDH) levels in female Wistar rats induced carbon tetrachloride (CCl4) and to know the relationship
between increased dose of FHEMM and decreased level of LDH.
This research was purely experimental research with randomized complete direct sampling design. A total 30 female Wistar rats were divided randomly into 6 groups. Group I (CMC controlled-group) was given CMC at a dose 2 mL/kgBW. Group II (hepatotoxin controlled-group) was given CCl4 at a dose 2 mL/kgBW.
Group III (highest dose controlled-group) was given oral FHEMM at highest dose. Group IV, V, and VI was given FHEMM at a dose 34.28 ; 68.57 ; and 137.14 mg/kgBW then 6 hours after administration FHEMM, CCl4 was administered
intraperitonially. At the 24 hours after CCl4 administration, blood samples were
taken for measuring level of LDH. The data were analyzed by One Way ANOVA with confident interval 95%.
The result of this study showed that short-terms FHEMM with increased dose 34.28 ; 68.57 ; and 137.14 mg/kgBW be able to decrease LDH levels of female Wistar rats induced CCl4. There is no relationship between decreased levels of LDH
with a dose rank.
Key words : short-term, carbon tetrachloride, lactate dehydrogenase, hexane-ethanol fraction, mhexane-ethanol extract, Macaranga tanarius L. leaves
1
BAB I
PENGANTAR A. Latar Belakang
Hati atau hepar adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, yang terletak di
bagian teratas dalam rongga abdomen sebelah kanan di bawah diafragma (Pearce,
2009). Hati merupakan pusat metabolisme tubuh dengan kapasitas cadangan yang
besar, karena itu kerusakan sel hati secara klinis baru dapat diketahui jika sudah
lanjut (Widmann, 1995). Hati mempunyai banyak fungsi fisiologi penting yang
memberi dampak bagi tubuh, namun 3 fungsi utama hati yaitu termasuk
penyimpanan, metabolism, dan biosintesis (Hodgson, 2010).
Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat, namun hal ini tidak
berarti hati tidak dapat mengalami kerusakan yang permanen akibat paparan zat
kimia. Kerusakan hati dapat disebabkan oleh berbagai macam substansi kima
(hepatotoksikan) dan ditandai dengan adanya akumulasi lemak atau kematian sel.
Akumulasi lemak dalam hati (steatosis) merupakan tanda-tanda umum toksisitas
hati dan mungkin diakibatkan oleh zat kimia yang toksik, termasuk alkohol.
Nekrosis hati (kematian sel-sel hati) terjadi akibat paparan terhadap sejumlah zat
kimia, antara lain aflatoksin, karbon tetraklorida, kloroform, dan asam tannat
(WHO, 2002).
Penyakit hati merupakan penyebab kematian yang akan meningkat dari tahun ke tahun, di mana penyakit ini merupakan penyakit “pembunuh terbesar”
pernafasan. Sekitar 16.087 pasien di UK meninggal karena penyakit hati pada tahun
2008, meningkat sekitar 4,5% dari tahun 2007. Organisasi British Liver Trust
mempercayai bahwa tingkat kematian akibat penyakit hati telah meningkat secara
statistik, namun memang tidak komprehensif. Namun jika hal ini berlanjut,
kematian karena penyakit hati diprediksikan akan menjadi 2 kali lipat dalam 20
tahun (British Liver Trust, 2009). Penelitian lain melaporkan di U.S. pasien
steatosis bervariasi tergantung dari etnis (Hispanics 45%, kulit putih 33%, dan kulit
hitam 24%) dan gender (42% pada laki-laki kulit putih dan 24% pada wanita kulit
putih) (Browning, et al., 2004). Di Indonesia sendiri prevalensinya dapat mencapai sekitar 30%, data ini sedikit lebih tinggi jika di bandingkan dengan negara-negara
Asia lainnya (Amarapurkar, Hashimoto, Lesmana, Sollano, Chen, dan Goh, 2007).
Orang yang obesitas dan mengkonsumsi alkohol berlebih (peminum berat)
merupakan faktor risiko steatosis yang paling umum (Bellentani, et. al., 2000). Faktor tambahan lain yang dapat menyebabkan steatosis adalah kondisi patologis
seperti dyslipidemia, sindrom metabolik, diabetes mellitus, hepatitis, sindrom Wilson’s, dan beberapa obat atau bahan kimia (Camp Lejeune Legislation, 2015).
Karbon tetrakolrida (CCl4)merupakan zat cair tanpa warna dengan bau
menyengat, digunakan sebagai zat pengawal lemak, pelarut, bahan pendingin,
pemadam api, propelan, gas insektisida, dan merupakan senyawa yang toksik
(Pudjaatmaka, 2002). CCl4 bertindak sebagai senyawa model yang bersifat
hepatotoksin (senyawa yang dapat merusak hati berupa steatosis). Kerusakan hati
(ALP) (Rao, 2012). Ketika sel hati mengalami kerusakan, enzim-enzim ini akan
keluar ke aliran darah dari jaringan hati dan menghasilkan peningkatan pada serum
darah (Kasdallah-Grissa, et al., 2007). LDH adalah enzim yang berfungsi untuk melakukan transfer hidrogen, yang ditemukan di sitoplasma pada sebagian besar
sel tubuh. Peningkatan serum LDH akan menandakan adanya kerusakan atau
nekrosis, hemolisis, penyakit hati, nekrosis tubular ginjal, pyelonephritis, dan malignan neoplasia (Gupta, 2014). Pemberian CCl4 mengakibatkan peningkatan
kadar LDH hingga 2-3x nilai normalnya. Hal ini menandakan adanya kerusakan
pada sel hati (Vitcheva, Simeonova, Krasteva, Nikolov, dan Mitcheva, 2012).
Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan merupakan
pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, (Wijayakusuma,
2000). Obat herbal telah menjadi penting pada beberapa tahun terakhir karena
keamanan, efikasi, dan keefektifannya. Salah satu efek yang penting yaitu
penggunaan obat herbal sebagai agen hepatoprotektif (Gupta, 2001). Beberapa
penelitian yang dilakukan di bidang penemuan dan pengembangan obat telah
menunjukan adanya efek samping pada obat modern, maka pengobatan alami
dianggap sebagai alternatif yang aman dan efektif dalam terapi hepatotoksisitas
(Kiran, Raju, dan Rao, 2012). Senyawa aktif yang diduga memiliki manfaat sebagai
hepatoprotektor (pelindung hati) adalah terpen, steroid, flavonoid, gikosida, dan
alkaloid (Utami, 2013).
memproduksi ant-attracting food (Heil, Koch, Hilpert, Fiala, Bolan, dan Linsenmair, 2001). Di Thailand, akar dari tanaman ini diminum sebagai antipiretik
dan sebagai antitusif. Akar keringnya digunakan sebagai antiemetik, sedangkan
daun segar Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. digunakan untuk menutupi luka (Phommart, et al., 2005). Selain itu, Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terbukti dapatmemberikan aktivitas hepatoprotektif secara in vivo (Lin, Hiu, Lu, 2005).
Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memiliki senyawa mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin
dan isoquercitrin serta 4 senyawa megastigmane glucoside baru yang diberi nama
macarangaiosides A-D (Matsunami, et al., 2006). Menurut Koni (2013) dan Inggrid (2013) pemberian ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.
memberikan efek hepatoprotektif pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.
Telah diketahui bahwa ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memiliki phenylflavonoid yang merupakan antioksidan yang memiliki aktivitas terhadap senyawa radikal 2,2-diphenyl-1-picryl-hydrazyl (DPPH) yang kuat (Kumazawa, Murase, Momose, dan Fukumoto, 2014). Selain itu, fraksi
etilasetat dari daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. diduga memiliki aktivitas antioksidan (Kawakami, et al., 2008). Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya aktivitas antioksidan pada fraksi heksan-etanol daun
Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan memberikan fraksi Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada tikus yang hatinya telah rusak. Pemilihan pelarut yang dilakukan oleh peneliti yaitu heksan-etanol didasarkan pada kemiripan lipofilisitas
Liposfilisitas atau koefisian partisi dinyatakan dalam log P didefinisikan sebagai
perbandingan molekul yang tidak terion antara fase organik dan fase air pada
kesetimbangan. Nilai log P akan menentukan sebuah senyawa lebih larut di pelarut
air atau pelarut organik (Khan, 2012). Semakin mirip lipofilisitas (log P) antara
molekul senyawa dengan lipofilisitas (log P) pelarut, maka senyawa akan mudah
larut.
Pada penelitian, dilakukan pemberian jangka pendek fraksi heksan etanol
ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. (FHEMM) kepada tikus galur Wistar yang telah diinduksi dengan CCl4 untuk melihat apakah pemberian
fraksi heksan-etanol ini memang mempunyai pengaruh terhadap kerusakan hati
yang dialami tikus dalam jangka pendek. Parameter kerusakan hati dapat dilihat
pada peningkatan serum ALT, AST, ALP dan LDH. Penelitian ini merupakan
penelitian payung dengan memberikan FHEMM jangka pendek dan dilakukan
pengukuran serum ALT, AST, ALP, bilirubin, albumin dan LDH, di mana peneliti
lebih fokus terhadap parameter LDH. Peningkatan kadar LDH lebih dari batas
normal mengindikasikan bahwa hati mengalami kerusakan (Gupta, 2014).
1. Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian jangka pendek FHEMM memiliki pengaruh terhadap
kadar LDH tikus yang terinduksi CCl4?
2. Apakah ada hubungan kekerabatan antara ketiga peringkat dosis FHEMM
2. Keaslian Penelitian
Gunawan-Puteri dan Kawabata (2010) melaporkan bahwa ekstrak
metanol-air pada daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memiliki aktivitas untuk menghambat α-glukosidase. Penelitian dilanjutkan oleh Handayani
(2011) dan dilaporkan bahwa ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat menurunkan kadar glukosa. Padapenelitian yang dilakukan oleh Kumazawa, et al., (2014) ditemukan adanya aktivitas antioksidan
prenylflavonoids pada daun, bunga, batang, dan buah Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. Kawakami, et al., (2008) pernah melakukan penelitian untuk mengesktraksi daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. menggunakan metanol kemudian hasilnya difraksi lagi menggunakan butanol untuk mendapatkan
isolasi senyawa yang diduga memiliki aktivitas antioksidan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lin, et al., (2005) melaporkan bahwa daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. mempunyai efek hepatoprotektif secara in vivo yang dapat menurunkan ratio hepatotoxic dari 100% menjadi 5,7% jika dibandingkan dengan Terminalia catappa dan Securina virosa. Lim, Lim, dan Yule (2009) telah melakukan penelitian mengenai evaluasi aktivitas
antioksidan, antibakteri, dan antitirosinase pada spesies Macaranga tanarius
Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh penulis,
penelitian mengenai pengaruh pemberian jangka pendek FHEMM terhadap
kadar LDH tikus yang terinduksi CCl4 belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kefarmasian mengenai
pengaruh pemberian jangka pendek bentuk FHEMM terhadap penurunan
kadar LDH.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat terutama pasien dengan gangguan hati tentang penggunaan
bentuk FHEMM untuk menurunkan kadar LDH.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh
FHEMMterhadap penurunan kadar LDH.
2. Tujuan khusus
a) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian
jangka pendek FHEMM terhadap penurunan kadar LDH pada tikus
b) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan
antara peningkatan dosis FHEMM dengan penurunan kadar LDH
9
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Hati
1. Anatomi dan fisiologi hati
Hati, yang merupakan organ terbesar di tubuh, dapat dianggap sebagai sebuah “pabrik kimia” yang memproduksi, menyimpan, mengubah, dan
mengekskresikan zat hasil metabolisme. (O’Connell, Bare, Hinkle, dan Cheever,
2010). Hati terletak di belakang tulang rusuk di bagian kanan atas rongga perut,
yang berfungsi sebagai protective barrier. Dengan massa 2-3% dari total berat badan orang dewasa atau 5% dari total berat badan pada anak-anak menjadikan hati
sebagai organ terbesar dalam tubuh dengan berat ± 1500 g (Palmer, 2004).
Hati berwarna merah kecoklatan. Hati dilapisi oleh kapsul fibrosa (Moini,
2015). Hati terdiri dari 2 bagian yang disebut sebagai lobus, yaitu lobus kanan dan
lobus kiri, di mana lobus kanan lebih besar dari lobus kiri (Gambar 1). Lobus kiri
hanya seperlima dari ukuran lobus kanan (Palmer, 2004). Lobus di liver tersusun
dari banyak unit fungsional yang kita sebut lobulus (Rizzo, 2015) Hati dilintasi
oleh pembuluh darah dan saluran-saluran khusus yang disebut saluran empedu.
Suplai darah melalui saluran empedu memiliki 2 saluran utama yaitu vena portal
dan arteri hepatik. Sel yang membentuk organ hati diketahui sebagai hepatosit. Di
bawah hati terdapat organ yang berbentuk seperti buah pir yang disebut kantung
Gambar 1. Lobus Hati dan Empedu Secara Umum (O’Connell, et al., 2010)
Sirkulasi darah keluar dan masuk ke dalam hati merupakan salah satu
fungsi utama hati. Sirkulasi darah dalam hati terbagi menjadi 2 jalur utama. Sekitar
80% darah masuk dari vena portal, yang mengalir dari saluran pencernaan dan kaya
akan nutrisi namun kekurangan oksigen. Sedangkan sisanya akan masuk melalui arteri hepatik dan kaya akan oksigen (O’Connell, et al., 2010). Hati akan menerima
darah 1500 mL darah/menit, dimana terbagi menjadi :
a. Arteri hepatik, yang merupakan cabang dari batang celiac, memberikan
sekitar 20-25% (300-400 mL / menit) dari jumlah darah yang
dibutuhkan oleh hati.
b. Vena portal yang mendapatkan darah dari mesenteric dan splenic, akan memberikan sekitar 75-80% (1100-1200 mL/min) dari total kebutuhan
darah (Khurana, 2012)
Sebagai tambahan hepatosit, sel fagosit termasuk dalam sistem
retikuloendotelial yang ada di hati (Gambar 2). Pada hati, sel seperti ini disebut sel
Kupffer. Sebagai fagosit yang paling umum, fungsi utama sel Kupffer adalah untuk
darah. Saluran empedu terkecil, disebut kanalikuli, berada di antara lobus hati.
Kanalikuli akan menerima sekresi dari hepatosit dan membawa mereka ke saluran
empedu yang lebih besar, dan berakhir di saluran hati (O’Connell, et al., 2010).
Gambar 2. Penampang Lobulus Hati dan Bagiannya (O’Connell, et al., 2010)
Hati memiliki beberapa fungsi biokimia. Fungsi-fungsinya yaitu :
a. Fungsi sekresi. Sel-sel hati bertindak sebagai kelenjar eksokrin dan secara
terus-menerus memproduksi empedu, di mana empedu penting dalam pencernaan dan
absorpsi lemak.
b. Fungsi metabolisme. Hati merupakan organ utama dalam metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, hati juga mengambil peranan dalam
metabolisme vitamin dan mineral pada batas tertentu. Peranan yang diberikan
hati pada metabolisme :
a. Hati dapat bertindak sebagai glucostat melalui 3 cara yaitu
glycogenesis (pembentukan glikogen oleh glukosa dan disimpan dalam hati), glycogenolysis (memecah glikogen menjadi glukosa), dan
glucogenesis (glukosa yang terbentuk dari sumber non-karbohidrat). b. Hati merupakan organ untuk metabolisme hati yang paling utama
karena mempunyai enzim alcohol dehydrogenase.
c. Hati dapat mengkonversi monosakarida seperti glukosa, galaktosa, dan
fruktosa.
2. Lemak. Metabolisme lemak yang terjadi di hati meliputi degradasi dan
sintesis. Hati memiliki enzim lipoprotein lipase yang dapat menghidrolisis
trigliserid, kolesterol, dan fosfolipid menjadi asam lemak. Pada sisi
sebaliknya, hati dapat mensintesis karbohidrat menjadi trigliserid,
kolesterol dan fosfolipid disintesis dari asam lemak bebas, asam lemak
jenuh disintesis melalui siklus Kreb di mitokondria dan lipoprotein (seperti
HDL, LDL, VLDL, dan chylomicron) juga disintesis di hati.
3. Protein. Dalam tubuh, terjadi pemecahan dan resintesis protein sekitar
80-100 gram protein jaringan per hari dan 50% (sekitar 40-50 g) terjadi di hati.
c. Fungsi detoksifikasi dan proteksi. Sel Kupffer secara efisien mampu
menghilangkan bakteri atau benda asing lainya yang ada di sirkulasi. Hal ini
merupakan tindakan pembersihan yang dilakukan oleh darah di hati. Hati
mampu untuk mendetoksifikasi obat dengan oksidasi/ hidrolisis/ reduksi/
d. Fungsi penyimpanan. Hati dapat menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen),
vitamin B12, dan vitamin A. Liver bertindak sebagai buffer zat besi darah dan
penyimpanan zat besi. Hati mampu menyimpan 60% zat besi dalam bentuk
ferritin dan yang sebagian dalam bentuk haemosiderin.
e. Fungsi eksresi. Beberapa zat tertentu hanya bisa diekskresikan di hati, seperti
zat warna bromsulphthalein (BSP) yang hanya bisa dieksresikan melalui sel hati
f. Fungsi sintesis, hati merupakan tempat untuk mensintesis plasma protein, faktor
koagulasi darah (konversi pre-protombin menjadi protombin aktif, produksi
fibrinogen, faktor V, VII, IX, dan X), enzim (ALP, SGPT, SGOT, serum
isositrat dehidrogenase), urea, dan kolesterol.
(Khurana, 2012)
2. Kerusakan hati
Resiko klinis yang paling parah dari penyakit hati yaitu terjadinya gagal
hati. Gagal hati merupakan titik akhir kerusakan hati sebagai bagian dari penyakit
hati kronik. Umumnya sekitar 80-90% fungsi hati sudah mulai berkurang setengah
sebelum munculnya gagal hati (Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell, 2007). Senyawa
toksis dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit. Jenis kerusakannya
dikategorikan menjadi :
a. Perlemakan hati (steatosis). Liver steatosis didefinisikan sebagai kondisi di mana ditemukannya droplet lemak tunggal dalam ukuran kecil atau sedang,
yang tersebar pada sel hati dan mengandung lemak 3-10% dari berat total
tersimpan di hati >10% dari berat hati, di mana >50% hepatositnya berisi
droplet lemak dengan ukuran yang berbeda (kecil, sedang atau besar)
(Kuntz dan Kuntz, 2009). Peningkatan serum konsentrasi enzim pada
hepatosit (alkalin fosfatase, aspartat aminotransferase, alanin transferase)
dapat mengindikasikan adanya akumulasi lemak di hati (Engelking, 2014).
b. Nekrosis. Nekrosis hati dapat muncul dan menjadi tahapan sekunder untuk
proses kerusakan hati seperti inflamasi dan neoplasia hati, di mana nekrosis
hati dapat dikaitkan dengan hepatotoksin (Tams, 2003). Nekrosis hati
ditandai oleh respon seluler nekrosis. Ketika ada suatu agen yang
merangsang sistem imun atau racun masuk dalam hati, sel-sel hati akan
mengalami apoptosis dengan sel pyknotic dengan bantuan eosinofil. Sel-sel yang lain akan mengalami pembengkakan dan dapat meledak, kejadian
inilah yang disebut degenerasi hidrofik (Shaffer, 2004). Nekrosis dapat
disebabkan oleh alkohol, CCl4, brombenzena, dan berilium (Duffus dan
Worth, 1996).
c. Kolestatis adalah gangguan sekresi empedu yang biasanya ditandai dengan
berkurangnya aliran empedu dan retensi konstituen empedu di darah, hati,
serta organ dan jaringan ekstrahepatik (Monga, 2010). Kolestatis dapat
disebabkan oleh induksi obat-obatan atau bahan kimia, adanya infeksi yang
menyebabkan kerusakan hati, kerusakan secara fisik pada saluran empedu,
atau adanya kelainan genetik (Davit, Gonzales, Baussan, dan Jacquemin,
2009) Indentifikasi awal dari kolestatis yaitu adanya peningkatan serum
d. Sirosis merupakan keadaan kronis, kondisi irreversible di mana struktur dari lobular normal telah digantikan dengan jaringan fibrosa dan regenerasi
nodul berasal dari hepatosit yang masih tersisa (Kumar, Abbas, dan Aster,
2012). Konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan kematian pada pasien sirosis (Rom dan Markowitz, 2007).
Selain alkohol, sirosis dapat terjadi jika hati terinfeksi oleh virus atau karena
terpapar pelarut organic (Chiazz, Ference, dan Wolf, 1980). Beberapa
penelitian memperlihatkan hasil, adanya peningkatan morbiditas pekerja
yang terpapar pelarut organik terus-menerus, seperti dimetilnitrosamin
(DMN), TNT, TCE, pestisida, dan hidrazin (Dossing dan Skinhoj, 1985).
B. Karbon Tetraklorida
Karbon tetrakloridamerupakan cairan jernih yang tidak berwarna, mudah
menguap dengan bau yang kuat yang hampir sama dengan kloroform. CCl4 apabila
dipanaskan dapat teroksidasi menjad phosgene yang sifatnya toksik (U.S. Department of Health and Human Services Public Health Service, 1998). CCl4 tidak
larut dalam air namun, larut dalam pelarut seperti minyak, lemak, dan resin. Juga
CCl4 stabil pada panas hingga 500°C (Arora, 2006). Orang dewasa maupun
anak-anak lebih rentan mengalami efek toksis dari CCl4 pada hati. LD50 oral untuk tikus
yaitu 1,76 ml/kg BB (Cockerham dan Shane, 1993).
Induksi kerusakan hati karena keracunan CCl4 merupakan salah satu
(Dominguez, 2013). Hepatotoksisitas CCl4 telah dilaporkan semenjak abad ke-20.
Pada model penelitian hewan, perbedaan hepatotoksisitas tergantung dari umur dan
jenis kelamin hewan, seperti tikus dewasa punya toksisitas yang lebih tinggi
dibanding newborn dan tikus jantan lebih beresiko di banding tikus betina (Wypych, 2001). Model pembelajaran dengan CCl4 ini dapat membantu
menjelaskan mengenai mekanisme kerja hepatotoksik seperti degenerasi melemak
(steatosis), fibrosis, kematian hepatoselular, dan karsinogenitas (Dominguez,
2013).
Senyawa ini bersifat hepatotoksin, dengan mekanisme aksi CCl4 akan
diaktivasi oleh oleh sitokrom (CYP) 2E1, CYP2B1 atau CYP2B2, dan mungkin
CYP3A, untuk membentuk trichloromethyl radikal, CCl3•. Senyawa radikal ini
dapat berikatan dengan molekul seluler dalam tubuh (asam nukleat, protein, dan
lemak) dan mengganggu proses metabolism lipid sehingga akan menyebabkan
degenerasi lemak (steatosis) pada liver. Selain itu, CCl3• juga dapat bereaksi dengan
oksigen untuk membentuk triklorometilperoksi CCl3OO• radikal (senyawa yang
sangat reaktif), dan menghancurkan asam lemak polyunsaturated khususnya yang berhubungan dengan fosfolipid. Hal ini akan mempengaruhi permeabilitas
mitokondria, retikulum endoplasma, dan membran plasma yang akan
mengakibatkan hilangnya penyerapan kalsium dan homeostasis. Hal inilah
penyebab kerusakan sel liver yang terjadi. Beberapa mekanisme CCl4 mampu
menimbulkan kerusakan hati dapat dilihat secara lebih rinci pada gambar 3
Selain itu, CCl4 dapat menyebabkan hypometliasi, pada bagian RNA, CCl4
dapat menghambat sintesis protein. Pada bagian fosfolipid, CCl4 dapat menghambat
sekresi lipoprotein. Pada tingkat molekuler CCl4 akan mengaktifkan tumor necrosis factor (TNF) α, oksida nitrat (NO), dan mengubah faktor pertumbuhan α dan β
dalam sel, sehingga akan mengarahkan sel terhadap kematian sel atau fibrosis. TNF α akan bertanggungjawab ke arah apoptosis dan TGFs akan bertanggungjawab ke
arah fibrosis (Weber, Boll, dan Stampfl, 2003).
Dengan mekanisme CCl4 dalam mengakibatkan steatosis, penanda atau marker yang menunjukan adanya steatosis dapat dilihat pada peningkatan serum enzimologi. Serum enzim telah menjadi penanda kerusakan hati selama lebih dari
40 tahun yang lalu. Penggunaan serum enzim untuk menguji hepatotoksisitas harus
menggunakan test enzim yang spesifik pada hati. Contohnya aspartate
aminotransferase, alanine aminotransferase, laktat dehidrogenase, isocitric
dehydrogenase, dan aldolase ditemukan dengan konsentrasi tinggi di hati, otot,
miokardium, ginjal, dan jaringan lain yang dapat merespon kerusakan dengan
peningkatan kadar serum. Kadar aminotransferase merupakan pengukuran yang
digunakan paling umum sebagai penanda kerusakan hati. Tabel I memperlihatkan
derajat kerusakan yang ditimbulkan beberapa senyawa hepatotoksin, terutama CCl4
(Zimmerman, 1999).
Tabel I. Peningkatan relatif pada serum enzim pada kerusakan hati (Zimmerman, 1999)
C. Laktat Dehidrogenase
Laktat dehidrogenase adalah enzim yang berfungsi untuk melakukan
transfer hydrogen, yang ditemukan di sitoplasma pada sebagian besar sel tubuh
(Gupta, 2014). Enzim ini didistribusi dalam jaringan dan kurang spesifik.
Penggunaan isoenzim LDH relatif mahal dan terbatas penggunaannya (Pandey,
LDH mengkatalisis konversi piruvat dan NADH menjadi laktat anaerob
dan NAD+ untuk menghasilkan adenosin trifosfat (ATP). LDH konsentrasinya
tinggi di jantung dan otot, hati, ginjal, parenchyma paru-paru, dan eritrosit. LDH
dapat di kelompokan menjadi 5 komponen yang berbeda namun mempunyai berat
molekul yang sama dengan perbedaan muatan. Tabel II menunjukan isoenzim LDH
dan aktivitasnya pada setiap jaringan (Helms, Ouan, Herlindal, dan Gourley, 2006).
Enzim LDH merupakan protein tetramer (protein dengan struktur kuartener), yang
terdiri dari 4 subunit, dengan 2 tipe, yaitu M dan H yang diproduksi dari gen LDHB
dan LDHA. Dalam serum terdapat 5 isomeric dari enzim ini yang dapat dilihat pada
tabel II (Kagen, 2009).
Tabel II. Komposisi isoenzim LDH dan aktivitasnya pada masing-masing jaringan (Helms, et. al., 2006)
Peningkatan pada serum LDH dapat disebabkan oleh agen hepatotoksin
dan hemolisis. Serum LDH biasanya meningkat pada keadaan infark miokard akut
yang ditandai dengan mulai meningkat 10-12 jam setelah pemejanan akut, dan
mencapai puncak pada 48-72 jam dengan rentang antara 10-14 hari. Peningkatan
di paru-paru seperti TBC atau bakteri pneumonia, juga pada pasien dengan
Pneumocystis carinii pneumonia di pasien HIV (Helms, et al., 2006). Bersama dengan AST dan kreatinin kinase, LDH merupakan penanda yang spesifik pada
kerusakan pada jantung (Naraoka, et.al., 2005). Penyebab peningkatan LDH di plasma karena : infrak miokard, di mana LDH1 dan LDH2 yang meningkat secara
dominan, pada malignancy dan leukemia akut LDH2 dan LDH3 yang meningkat
secara dominan, dan pada masalah di otot rangka serta kerusakan hati, LDH5 yang
meningkat secara dominan (Raju dan Madala, 2005).
Penurunan LDH pada LDH menunjukan adanya respon yang baik pada
pasien yang diterapi kanker (Dirjen Binfar, 2011). Kekurangan LDH dalam tubuh
bisa disebut defisiensi LDH, yaitu kondisi yang akan mempengaruhi bagaimana
tubuh akan merombak glukosa menjadi energy. Dua tipe defisiensi LDH yaitu
defisiensi LDH-A (terkadang disebut glycogen storage disease XI) dan LDH-B (Genetic Home Reference, 2012). Pasien dengan defisiensi LDH-A akan memiliki
gangguan aktivitas di otot. Hal ini terjadi karena adanya gangguan regenerasi NAD+
dan produksi laktat (kadar piruvat menjadi tinggi) (Hoffmann, Zschocke, dan
Nyhan, 2009). Kram, lemah, lelah, dan nyeri otot sering dialami pasien defisiensi
LDH-A selama melakukan aktivitas harian. Pada beberapa pasien, aktivitas berat
dapat mengakibatkan jaringan otot menjadi hancur (rabdomiolisis). Penghancuran
jaringan otot akan mengakibatkan pelepasan protein yang dinamakan myoglobin
yang akan dimetabolisme oleh ginjal dan diekskresi di urin (myoglobinuria).
Myoglobin akan mengakibatkan warna urin menjadi merah atau coklat dan protein
tidak memiliki tanda dan gejala, mereka juga tidak mengalami kesulitan melakukan
aktivitas hariannya. Defisiensi ini dapat diketahui dari hasil laboratorium LDH
darah secara rutin (Genetic Home Reference, 2012). Selain itu, kadar LDH yang
rendah dapat mengindikasikan adanya transudat efusi pleural yaitu adanya cairan
yang berlebih di pleura (selaput yang membungkus paru-paru). Efusi pleura ini
muncul akibat dari perubahan tekanan hidrostatik atau osmotik di membran pleura
dan bukan dari penyakit paru-paru (Bourke dan Burns, 2015).
Nilai normal LDH yaitu < 40 U/L atau kira-kira 10% dari serum level total
untuk orang dewasa dan <70 U/L untuk neonates (Fischbach dan Dunning, 2009).
Atau dalam satuan internasional, kadar LDH normal yaitu 100-190 IU/L (Helms,
et. al., 2006). LDH merupakan enzim yang tersebar diseluruh tubuh. Kadar LDH pada serum tikus normal dapat dilihat pada Tabel III di bawah ini.
Tabel III. Distribusi LDH normal pada otot dan serum tikus (Gupta, 2014)
Peningkatan serum LDH telah dikaitkan dengan kerusakan struktural pada
sel hati, karena enzim ini akan dilepaskan ke sirkulasi darah setelah adanya nekrosis
seluler (Zhang, Hu, Yuan, dan Wu, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Xia,
meningkatkan serum LDH hingga 2-3 kali kadar normalnya. Hasil ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Vitcheva, et al., (2012) bahwa ada peningkatan serum LDH yang signifikan setelah pemejanan CCl4 (bila
dibandingkan dengan kontrol). Penelitian lain telah dilakukan oleh Saba, Onakoya,
dan Oyagbemi (2012) melaporkan pemberian CCl4 dapat meningkatkan serum
LDH hingga 1-2 kali kadar normalnya. Pelepasan enzim AST, ALT, dan LDH
diamati pada jam ke-24 setelah induksi dengan CCl4. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Pareek, Godavarthi, Issarani, dan Nagori (2013) mendukung
pernyataan Saba, et al., (2012) bahwa peningkatan kadar enzim mengindikasikan adanya kerusakan membran dan ketidakstabilan akibat cedera oksidatif yang
ditimbulkan oleh hepatotoksin.
D. Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.
1. Taksonomi
Kerajaan : Plantae
Sub kerajaan : Viridiplantae
Infra kerajaan : Streptophyta
Super divisi : Embryophyta
Divisi : Tracheophyta
Sub Divisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Superorder : Rosanae
Order : Malpighiales
Genus : Macaranga
Spesies : Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg. (ITIS, 2015).
2. Nama lain
Ricinus tanarius L. (Wagner, Herbst, dan Sohmer,1999), Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume (World Agroforestry Centre, 2002).
3. Nama lokal
Tutup ancur (Jawa) ; mapu (Batak) ; mara (Sunda) (Prosea, 2010).
4. Morfologi
Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. merupakan pohon kecil sampai sedang, dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan
stipula besar yang luruh dan berbentuk bulat telur hingga bulat telur memanjang
berukuran 8-30 cm, dan tangkai daun berukuran 6-25 cm. Perbungaan muncul
dari ketiak daun-ujung pertumbuhan, berbentuk malai. Bunga ditutupi oleh
daun gagang dan berwarna putih kekuningan. Buah kapsul berkokus 2, ada
kelenjar kekuningan di luarnya. Dengan kulit bagian luar terdapat duri tetapi
tidak tajam, setiap buah akan terdiri dari 3 biji yang membulat, menggelembur,
dan berwarna coklat-hitam. Jenis ini juga mengandung tannin yang cukup untuk
menjamak jala dan kulit (Prosea, 2010)
5. Distribusi/penyebaran
Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. tersebar luas dari kepulauan Andaman dan Nicobar, Indo-Cina, Cina selatan, Taiwan, dan Kepulauan
Jenis ini umum dijumpai di daratan Asia Tenggara (Thailand Selatan,
Semenanjung Malaya), dan banyak pulau di Malesia (Sumatra, Kalimantan,
Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Nugini, serta seluruh Kepulauan Filipina
(Prosea, 2010). Dengan rata-rata curah hujan dan suhu lingkungan yang
bervariasi yaitu antara 50-68°F (kira-kira 10-20°C di bulan January dan lebih
dari 86°F (>30°C) pada bulan Juli (Hammond, 1986).
6. Habitat
Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. umumnya tumbuh di hutan sekunder terutama di area logging. Dijumpai juga di belukar, semak, hutan kecil
pedesaan, dan vegetasi pantai. Tumbuh pada tanah liat, lempung, dan pasir,
biasanya di dataran rendah tetapi di Jawa dijumpai sampai ketinggian 1500 m
(World Agroforesty Centre, 2002).
7. Biologi dan ekologi (budidaya)
Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dibudidayakan untuk berbagai penggunaan. Pohon ini dapat digunakan sebagai pohon hias dan biasanya
digunakan dalam berbagai proyek untuk reboisasi di daerah Hawaii dan daerah
tropis lainnya. Di Sumatra, buah dari Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat direbus dan dijadikan gula untuk keperluan sehari-hari. Di Indonesia dan
Filipina, getah dari kulit kayunya dapat dijadikan lem. Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat juga digunakan sebagai kayu bakar, seratnya dapat dijadikan
papan, daunnya dapat digunakan sebagai pengobatan (antiinflamasi,
8. Kandungan kimia
Phommart dkk. (2005) menemukan kandungan baru yaitu
tanarifluranonol, tanariflavanon C, tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan lain yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C,
tanariflavanone B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan annuionone E. Penelitian selanjutnya oleh Matsunami dkk. (2006), ekstrak metanol daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang kemudian difraksi dengan etil asetat di ketahui memiliki banyak kandungan
kimia yang dapat di isolasi antara lain mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin dan isoquercitrin serta 4 senyawa
megastigmaneglucoside baru yang di beri nama macarangaiosides A-D seperti pada gambar 4.
Gambar 4. Struktur isolat senyawa mallophenol B, macarangioside A,
macarangioside B, macarangioside C, macarangioside D, lauroside E, methyl brevifoline carboxylate, serta campuran hyperin dan isoquercitrin dari daun
Beberapa tahun kemudian, dengan menggunakan pelarut yang sama
(ekstrak metanol fraksi etil asetat) dari daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ditemukan 7 senyawa flavon yaitu macaflavanones A-G , bersama dengan 2 senyawa yang telah diketahui nymphaeol C dan diterpene kolavenol dengan struktur seperti pada gambar 5 (Kawakami, et al., 2008).
Mallotinic acid, corilagin, macatanin A, chebulagic acid, dan
macatanin B merupakan senyawa ellagitannin yang ditemukan pada ekstrak metanol fraksi etil asetat daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan struktur seperti pada gambar 6 (Gunawan-Puteri dan Kawabata, 2010).
Gambar 6. Struktur isolasi senyawa daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.
(1) mallotinic acid (2) corilagin (3) macatannin A (4) chebulagic acid (5) dan
macatannin B (Gunawan-Putri dan Kawabata, 2010)
Pada gambar 6, terdapat rantai utama dengan rantai 4 rantai samping,
di mana untuk mendapatkan senyawa-senyawa elligantin, struktur rantai utama
akan digabungkan dengan beberapa rantai samping.
1. Senyawa mallotinic acid akan didapatkan dengan menggabungkan antara struktur rantai utama dengan rantai valoneayl di rantai samping R3 dan R6 dan penambahan gugus OH di rantai R2 dan R4
2. Senyawa corilagin didapatkan dengan menggabungkan struktur antara struktur rantai utama dengan rantai HHDP pada rantai samping R3 dan
3. Macatannin A dan chebulagic acid memiliki struktur rantai chebuloyl
di rantai samping R2 dan R4, yang membedakan adalah pada
macatannin A, rantai samping R3 dan R6 diisi oleh valoneayl, sedangkan chebulagic acid rantai R3 dan R6 diisi oleh HHDP
Macatannin B memiliki struktur rantai tanaroyl di rantai samping R2 dan R4, serta memiliki sturktur rantai HHDP di rantai samping R3 dan
R6.
(Gunawan-Putri dan Kawabata, 2010)
E. Metode Penyarian
Ekstraksi adalah proses di mana sebuah konstituen atau senyawa yang
diinginkan dari tanaman diambil menggunakan pelarut yang sesuai. Salah satu cara
utama untuk ekstraksi yaitu dengan memecah sel yang bersangkutan. Pemecahan
sel dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis sel atau jaringan
yang akan dihancurkan. Jika sel tumbuh dengan kultur suspensi sel atau jaringan
kalus, sonikator dapat digunakan untuk memecah sel. Sel tanaman dari tanaman
budidaya juga dapat dipecah dengan homogenizer kaca (Kaufman, Cseke, Warber,
Duke, dan Brielmann,1999).
Ketika sel telah hancur/pecah, ekstraksi dapat dilakukan dengan tehnik
yang sesuai. Senyawa yang larut air dan protein dapat diekstraksi dengan larutan
buffer atau air. Senyawa organik dapat diekstraksi dengan pelarut organik. Etanol
panas merupakan pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi awal semua
hubungan erat dengan banyaknya klorofil yang terambil oleh pelarut. Prosedur yang
paling umum untuk memperoleh senyawa organik dari simplisia (jaringan suatu
tanaman yang telah dikeringkan dan diserbuk) adalah dengan mengekstrak bahan
serbuk secara terus-menerus di Soxhlet dengan pelarut, dimulai dengan petroleum
eter dan kloroform (untuk memisahkan lemak dan terpenoid) dan kemudian
menggunakan alkohol dan etil asetat (untuk senyawa yang lebih polar). Beberapa
metode yang dapat digunakan untuk menyiapkan ekstrak yaitu ekstraksi pelarut
organik, ekstraksi supercritical gas, dan destilasi uap (Ramaan, 2006). A. Ekstraksi dengan pelarut organik
Ekstraksi dengan pelarut organik merupakan salah satu proses pemisahan
substansi yang diinginkan dari bahan tanaman. Tanaman segar dan tanaman
kering dapat digunakan untuk ekstraksi. Tanaman dicampurkan dengan pelarut
seperti benzene, heksan, atau toluene. Pemilihan pelarut akan berdasarkan
beberapa faktor yaitu karakter dasri substituent yang akan diekstraksi, biaya,
dan pengaruh lingkungan. Apabila pelarut berhasil mengambil substansi/zat
yang ingin diekstraksi maka hasil ekstraksinya disebut miscella. Miscella ini kemudian dipisahkan dari bahan tanaman. Ada beberapa tehnik dalam ekstraksi
pelarut organik, yaitu maserasi, perkolasi, dan ekstraksi berlawanan (Ramaan,
2006).
1)Maserasi
Metode maserasi merupakan metode yang melibatkan perendaman dan
pengocokan antara pelarut dengan bahan serbuk tanaman secara bersamaan.
perendaman dilakukan 24 jam selanjutnya pelarut digantikan dengan pelarut
baru (Ramaan, 2006).
2)Perkolasi
Dengan metode ini bahan tanaman dibasahi dan dialiri dengan pelarut dan
dibiarkan mengembang sebelum ditempatkan disalah satu chamber
perkolasi. Kemudian bahan serbuk dibilas berulang kali dengan pelarut
hingga semua bahan aktif habis. Metode ini lebih efektif dibandingkan
maserasi. Kelemahannya, metode ini membutuhkan waktu yang lama dan
pelarut yang banyak (Ramaan, 2006).
3)Ekstraksi berlawanan
Metode ini cukup efektif di mana pelarut akan dialirkan berlawanan arah dari
bahan serbuk. Tidak seperti maserasi dan perkolasi, yang merupakan proses
batch, metode ini dilakukan secara terus menerus (Ramaan, 2006). B. Ekstraksi supercritical gas
Metode ini akan mengekstraksi senyawa menggunakan gas. Serbuk bahan akan
ditempatkan di dalam wadah yang dipenuhi dengan gas yang telah dikontrol
suhu dan tekanannya. Gas akan melarutkan bahan aktif tanaman, kemudian
akan dialirkan ke chamber yang akan memisahkan gas dengan bahan aktif di mana baik tekanan maupun suhu chamber ini akan lebih rendah. Ekstrak akan terpresipitasi keluar dan gas dapat digunakan kembali. Gas yang cocok untuk
melakukan ekstraksi ini yaitu karbon dioksida, nitrogen, metana, etana, etilen,
nitrat oksida, sulfur dioksida, propane, propilen, ammoniak, dan sulfur
rendah sehingga akan menjaga senyawa yang sensitif terhadap suhu (Ramaan,
2006).
C. Destilasi uap
Merupakan metode ekstraksi lain yang dapat digunakan. Bahan serbuk akan
ditempatkan di tangki silinder dan uap akan dimasukkan dari bawah tangki. Uap
akan melarutkan substansi yang diinginkan, kemudian uap itu akan memasuki
kondensor, di mana uap akan terkondensasi kembali menjadi cairan (Stichlmair
dan Fair, 1998). Kondensat akan masuk dalam labu, di mana ekstrak akan
berada di atas ataupun di bawah dan terpisah dari air. Proses destilasi dikatakan
selesai jika sudah tidak ada ekstrak yang muncul di kondensate. Air dan ekstrak
dapat dipisahkan dengan penyaringan maupun sentrifugasi (Ramaan, 2006).
F. Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu senyawa dari campuran
senyawa di bawah beberapa kondisi seperti suhu, tekanan, atau konsentrasi. Hasil
dari proses pemisahan itu akan disebut fraksi. Fraksi diterapkan di semua proses
pemisahan terutama pada proses destilasi, kristalisasi, kondensasi, dan sublimasi
(Eagleson, 1994).
Pemilihan metode fraksinasi didasarkan pada beberapa faktor, seperti :
1) Senyawa yang terdapat dalam ekstrak
Senyawa yang terdapat dalam ekstrak akan menentukan metode juga jenis
non-polar. Jika air digunakan sebagai pelarut ekstrak, senyawa yang akan
diambil bersifat polar dan mungkin termasuk juga senyawa yang memiliki
muatan listrik. Sebaliknya, jika pelarut yang digunakan adalah pelarut non-polar
seperti heksan, senyawa yang akan terambil adalah senyawa non-polar. Faktor
lain yang mungkin berpengaruh yaitu kepekaan senyawa terhadap degradasi
ketika proses pemisahan. Stabilitas senyawa sulit untuk diketahui sehingga
untuk meminimalisir degradasi, prinsip yang dipakai yaitu meminimalisir suhu,
melindungi senyawa dari cahaya, pelarut yang reaktif, dan senyawa lain
(Houghton dan Raman, 1998).
2) Kegunaan dari fraksi yang dipisahkan
Apabila fraksi akan digunakan untuk uji biologis, maka pelarut yang bersifat
toksik tidak dapat digunakan selama proses pemisahan dan senyawa yang akan
diambil dilarutkan di pelarut yang sesuai. Pelarut yang bersifat toksik dapat
dihilangkan apabila hasil fraksi akan digunakan dalam uji biologis. Aspek
toksisitas menjadi kurang penting ketika fraksi akan digunakan untuk fraksinasi
lebih lanjut (fraksi yang toksik dapat dibuang) atau hanya untuk mengisolasi
suatu senyawa tertentu (Houghton dan Raman, 1998).
3) Ketersediaan dan biaya alat bahan yang dibutuhkan
Beberapa metode kromatografi modern dan peralatan bisa saja sangat mahal,
tetapi masih banyak juga alternatif yang dapat digunakan dengan menggunakan