ABSTRAK
Skripsi yang berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap mahasiswa IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dalam menanggapi panggilannya untuk menjadi guru agama Katolik. Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin banyak dibutuhkan di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Secara khusus Kenyataan yang dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa Pendidikan Agama Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan atau bukan panggilannya. Dengan melihat kenyataan ini mahasiswa selalu mendapat bimbingan dari setiap dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan menjadi guru agama Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan tidaklah mudah namun membutuhkan proses secara bertahap.
Bertitik tolak dari alasan disatas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa untuk menyadari panggilannya menjadi guru agama Katolik dengan meneladan pada kisah nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN. Dengan adanya kisah nabi Elia diharapkan mahasiswa mampu meneladan dan belajar untuk setia akan panggilannya menjadi guru agama Katolik yang profesional, sehingga mampu menjawab kebutuhan peserta didiknya nanti. Maka dalam skripsi ini dibahas dua hal seputar kisah panggilan nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN dan pengertian tentang guru agama Katolik. Di samping itu juga dijelaskan pengertian guru agama Katolik yang profesional, tantangan menjadi guru dan tugas sebagai guru agama Katolik.
Dalam skripsi ini penulis menawarkan bentuk katekese dengan model
ABSTRACT
This small thesis with the title BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA is chosen based on writer’s concern to IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Sanata Dharma University Yogyakarta, in responding their calls to be Catholic religion teachers. Nowadays, Catholic religion teachers as an occupation is more needed at many regions in Indonesia. Especially, the fact that them selves, mostly Catholic Religion Education students consider in a wrong direction or not the call of their life. Looking at this fact, students always get a conseling guidance from every lecturer to recognize the cal to be Catholic Religion teacher. Certainly, to realize a call is not easy, and it is a process gradually.
Based on the reasons above, this small thesis is intended to help students to recognize the call to be Catholic Religion teachers by taking example from the
story of the prophet Elijah in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel. With the story of Elijah, student are expetced to pattern and learn to be faithful of their call to be professional Catholic Religion teacher, so as they will fulfil their pupils needs
later. Thus, this thesis small will discuss about two things, the story of Elijah’s call as a prophet in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel and the explanation about Catholic Relogion teacher. Besides, there is also described a definition about professional Catholic Religion techer, challenges to be a teacher, and duties as Catholic religion teacher.
i
BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL
THE FIFTH MOUNTAIN
SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI
GURU AGAMA KATOLIK BAGI
MAHASISWA IPPAK UNIVERSTAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh :
Hendri Chus Eddy Nurcahyo Dwi Saputro
NIM 081124008
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
Ibu Bernadheta Sri Wahyuni, Alm. Ayah Aloysius Heryanto dan Kakak
Katarina Heni Noviyanti yang telah membantu dalam perjalanan suka dan
duka untuk menyelesaikan Skripsi ini.
Para dosen pembimbing yang dengan kesabaran dan ketekunan telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi di Kampus IPPAK
tercinta ini.
F.X. Dian Kristin Trie Halbes Manik yang selalu memberikan semangat
dan motivasi.
Teman-teman IPPAK seluruh angkatan khususnya untuk angkatan 2008
v
MOTTO
“Jangan tuntut orang lain sempurna,
melainkan
viii
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTAdipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap mahasiswa IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,dalam menanggapi panggilannya untuk menjadi guru agama Katolik. Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin banyak dibutuhkan diseluruh daerah yang ada di Indonesia. Secara khusus Kenyataan yang dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa Pendidikan Agama Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan ataubukan panggilannya.Dengan melihat kenyataan ini mahasiswa selalu mendapat bimbingan dari setiap dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan menjadi guru agama Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan tidaklah mudah namun membutuhkan proses secara bertahap.
Bertitik tolak dari alasan disatas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa untuk menyadari panggilannya menjadi guru agama Katolik dengan meneladan pada kisah nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN. Dengan adanya kisah nabi Elia diharapkan mahasiswa mampu meneladan dan belajar untuk setia akan panggilannya menjadi guru agama Katolik yang profesional, sehingga mampu menjawab kebutuhan peserta didiknya nanti. Maka dalam skripsi ini dibahas dua hal seputar kisah panggilan nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN dan pengertian tentang guru agama Katolik. Di samping itu juga dijelaskan pengertian guru agama Katolik yang profesional, tantangan menjadi guru dan tugas sebagai guru agama Katolik.
Dalam skripsi ini penulis menawarkan bentuk katekese dengan model
ix ABSTRACT
This small thesis with the title BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTAis chosen based on writer’s concern to IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Sanata Dharma University Yogyakarta, in responding their calls to be Catholic religion teachers. Nowadays, Catholic religion teachers as an occupation is more needed at many regions in Indonesia. Especially, the fact that them selves, mostly Catholic Religion Education students consider in a wrong direction or not the call of their life. Looking at this fact, students always get a conseling guidance from every lecturer to recognize the cal to be Catholic Religion teacher. Certainly, to realize a call is not easy, and it is a process gradually.
Based on the reasons above, this small thesis is intended to help students to recognize the call to be Catholic Religion teachers by taking example from the story of the prophet Elijah in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel. With the story of Elijah, student are expetced to pattern and learn to be faithful of their call to be professional Catholic Religion teacher, so as they will fulfil their pupils needs later. Thus, this thesis smallwill discuss about two things, the story of Elijah’s call as a prophet in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel and the explanation about Catholic Relogion teacher. Besides, there is also described a definition about professional Catholic Religion techer, challenges to be a teacher, and duties as Catholic religion teacher.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
kasih karunia yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM
NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN
PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA
IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA.
Skripsi ini memuat pembahasan mengenai kisah nabi Elia dalam novel
THE FIFTH MOUNTAIN khususnya dalam hal panggilan. Disamping itu dibahas pula mengenai guru agama Katolik yang profesional serta memaparkan program
katekese model Shared Christian Praxis (SCP) yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas. Usulan tersebut dirancang khusus untuk mahasiswa
IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta agar mahasiswa semakin mantap akan panggilannya.
Selama proses penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis
mendapatkan banyak dukungan dan perhatian dari berbagai pihak, untuk itu
penulis dengan tulus hati mengucapkan banyak terimakasih terutama kepada:
1. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku KaprodiIPPAK Universitas
Sanata Dharmayang telah memberi dukungan kepada penulis dalam
penyelesaian Skripsi ini.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. selaku dosen pembimbing utamayang selalu
xi
dengan penuh kesabaran telah membimbing penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku dosen penguji kedua yang juga
dengan sabar dan ketulusan hati telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Yosef Hendrikus Bintang Nusantara SFK., M. Hum. selaku dosen penguji
ketiga yang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis terutama dalam
proses skripsi ini.
5. Segenap staf dosen dan seluruh karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata
Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan semangat kepada
penulis.
6. Keluarga tercinta: Alm. Bapak Aloysius Heryanto, IbuBernadheta Sri
Wahyuni, Kakak Katarina Heni Noviyanti, yang selalu dengan ketulusan hati
mendoakan dan memberikan dukungan sepenuhnya bagi penulis dalam
menyelesaikan perkuliahan.
7. F.X. Dian Kristin Trie Halbes Manik, yang telah dengan setia mendampingi
penulis. Ucapan syukur dan terima kasih atas bantuan, saran, perhatian serta
cinta kasihnya yang selalu menguatkan penulis selama menyelesaikan skripsi
ini.
8. Segenap sahabat-sahabat tercinta mahasiswa angkatan 2008 dan lintas
angkatan yang telah mendukung dan berdinamika bersama dalam suka dan
duka sehingga menciptakan keluarga besar IPPAK yang penuh dengan
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……….. vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN... xvii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 5
C.Tujuan Penulisan ... 6
D.Manfaat Penulisan ... 6
E. Metode Penulisan ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II. KISAH PANGGILAN NABI ELIA BERDASARKAN NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN, KITAB SUCI DAN PESAN-PESANNYA.... 9
A.Siapakah Paulo Coelho? ... 9
B.Nabi Elia dalam Novel “The Fifth Mountain” ... 11
C.Panggilan Nabi Elia dalam Novel “The Fifth Mountain” ... 13
D.Nabi Elia dalam Kitab Suci... 16
E. Pesan Nabi Elia dalam Novel The Fifth Mountain ... 20
BAB III. PANGGILAN DAN TANTANGAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL ... 22
xiv
1. Panggilan ... 23
2. Tantangan ... 24
B.Guru Agama Katolik yang Profesional ... 27
1. Guru ... 27
2. Guru Agama Katolik ... 30
3. Profesional ... 33
4. Guru yang Profesional ... 35
a. Guru adalah Jabatan Profesional ... 35
b. Kompetensi Seorang Guru ... 36
C. Panggilan sebagai Guru Agama Katolik yang Profesional ... 37
1. Pelayanan Guru Agama ... 39
2. Tanggapan Murid ... 40
D. Spiritualitas Pendidik Katolik ... 41
E. Tugas Seorang Guru Agama Katolik ... 41
1. Pengajar Pengetahuan Agama Katolik ... 42
2. Saksi Kristus ... 43
a. Guru Dapat Berkembang dalam Relasi ... 45
b. Menerima Diri ... 46
c. Mengembangkan Diri untuk Siap Sedia Berkorban ... 47
d. Percaya Diri ... 48
3. Pembinaan Iman ... 49
F. Refleksi Pribadi... 50
BAB IV. USULAN PROGRAM PERSIAPAN KATEKSE YANG TERINTEGRASI DENGAN PEMBINAAN SPIRITUALITAS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN MAHASISWA AKAN PANGGILANNYA SEBAGAI GURU AGAMA KATOLIK... 52
A. Gambaran Umum Katekese... ... 53
1. Pengertian Katekese ... 53
2. Tujuan Katekese ... 54
xv
4. Sumber Katekese ... 57
B. Pemilihan Model Katekese... ... 57
1. Shared... 59
2. Christian ... 60
3. Praxis ... 61
a) Aktivitas ... 61
b) Refleksi ... 62
c) Kreativitas ... 63
a. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) ... 63
1) Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas ... 63
2) Langkah I : Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta 64
3) Langkah II : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta ... 65
4) Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani... 66
5) Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret ... 67
6) Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi Konkret ... 68
C. Usulan Program dan Persiapan Katekese ... 69
1. Pengertian Program ... 69
2. Tujuan Penyusunan Program ... 69
3. Sub. Tema dan Sub. Tujuan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 70
4. Penjabaran Program Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... ... 72
5. Contoh Persiapan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) 75 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 85
A. Kesimpulan... ... 85
B. Saran... ... 88
1. Bagi Prodi IPPAK... ... 88
2. Bagi Pembinaan Spiritualitas... ... 89
a. Materi Pembinaan Spiritualitas... ... 89
xvi
c. Pendamping Pembinaan Spiritualitas... ... 90
3. Bagi Mahasiswa... ... 90
DAFTAR PUSTAKA... ... 91
LAMPIRAN... ... 93
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A.Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indonesia, 2008.
B.Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA
CT :
:
Apostolicam Actuositatem, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 18 November 1965.
Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II kepada para Uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang Katekese Masa Kini, 16
Oktober 1979.
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
LG Lumen Gentium (Terang Bangsa-Bangsa),Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.
C. Singkatan Lain
Bdk : Bandingkan
Bimas : Bimbingan Masyarakat
Cergam : Cerita Bergambar
Hal : Halaman
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Jatim : Jawa Timur
xviii
PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
PNS : Pegawai Negeri Sipil
Prodi : Program Studi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin banyak
dibutuhkan oleh sekolah swasta Katolik maupun Negeri di seluruh daerah yang
ada di Indonesia. Pada kenyataannya lembaga pendidikan yang menghasilkan
tenaga pengajar agama Katolik sangatlah minim, selain itu pendapatan yang
diperoleh jika menjadi guru agama Katolik juga tidaklah sebandingan dengan jasa
yang telah diberikan. Selain itu juga masih banyak orang awam yang menganggap
pendidikan agama Katolik lebih cocok diberikan oleh kaum biarawan-biarawati
atau eks-biarawan-biarawati. Dari beberapa permasalahan tersebut mereka kurang
profesional untuk memenuhi tuntutan panggilan sebagai guru pendidikan agama
Katolik.
IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik)
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta merupakan salah satu lembaga pendidikan
formal yang mencetak guru Agama Katolik profesional dalam tugas pendidikan
sehingga diharapkan mampu mendampingi peserta didik untuk menimba ilmu
seluas-luasnya dan berkembang dalam kepribadian yang baik. Kenyataan yang
dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa Pendidikan Agama
Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan atau untuk menjadi seorang
Dengan melihat kenyataan mahasiswa calon guru agama Katolik yang
berkuliah di IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik)
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta selalu mendapat bimbingan dari setiap
dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan menjadi guru agama
Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan tidaklah mudah namun
membutuhkan proses secara bertahap.
Profesi sebagai guru agama Katolik merupakan suatu profesi sarat makna.
Profesi ini akan bermakna apabila setiap orang yang menjalani profesi guru
agama Katolik dapat menyadari dan menghayatinya sebagai panggilan. Apabila
profesi sebagai guru agama Katolik dikaitkan dengan iman, menjadi guru agama
Katolik adalah panggilan Tuhan sendiri. Tugas guru agama Katolik secara rohani
adalah membantu peserta didik menuju kesempurnaan yang diharapkan oleh
Tuhan sendiri. Guru agama Katolik adalah mitra Tuhan dalam perutusan
pendidikan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi ketidaksesuaian antara
kenyataan dan harapan, yaitu faktor eksternal dan internal guru sendiri. Faktor
eksternal misalnya pengaruh perubahan masyarakat yang menempatkan profesi
guru menjadi terpinggirkan. Salah satu contohnya adalah profesi guru dipandang
sebagai profesi yang tidak memiliki nilai ekonomis. Akibatnya banyak orang
muda tidak lagi tertarik, atau mereka yang sudah terlanjur di dalamnya akan
terpengaruh oleh mentalitas ekonomis tersebut. Dari segi internal, internalisasi
panggilan hidup sebagai guru dirasakan semakin sulit oleh sebagian orang yang
berusaha membangun kembali komitmen akan panggilannya di tengah
perubahaan masyarakat dewasa ini.
Pada hakikatnya hal menyadari panggilan untuk menjadi guru agama
Katolik tidak hanya dialami oleh mahasiswa IPPAK-USD saja, demikian juga
dengan nabi Elia yang sejak kecil sudah mendengar suara-suara dan berbicara
dengan malaikat-malaikat. Waktu itu dia didesak ayah-ibunya untuk menemui
seorang imam Israel. Setelah menanyakan macam-macam, imam itu menyatakan
Elia seorang nabi, “orang yang dikuasai roh”, orang yang ”mengagungkan sabda
Tuhan”. Setelah menemui imam tersebut orang tua Elia melarang Elia untuk
menceritakan kepada siapapun segala yang telah dilihat dan didengarnya.
Sebenarnya Elia hanya berkomunikasi dengan malaikat pelindungnya, dan
suara-suara itupun hanya menyangkut kehidupannya sendiri walaupun dia juga
mendapatkan penglihatan-penglihatan yang tidak dipahaminya. Karena larangan
dari orang tuanyalah maka suara-suara dan penglihatannya itu semakin jarang
dialaminya. Setelah dewasa Elia membuka bengkel tukang kayu dari uang yang
dipinjamkan dari orang tuanya (Coelho, 2011: 20-21).
Panggilan yang diterima oleh nabi Elia tidaklah mudah untuk langsung
diterima oleh nabi Elia sendiri, karena saat nabi Elia sudah dewasa dia
menganggap dirinya sebagai orang biasa dan mempunyai pekerjaan sebagai
tukang kayu di bengkelnya sendiri. Namun panggilan nabi Elia tidak berhenti
begitu saja. Saat nabi Elia sedang bekerja tiba-tiba mendengar suara yang
berbicara serentak dari segala penjuru “Kemudian datanglah firman Tuhan
kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini,
kecuai kalau kukatakan”. Peristiwa yang dialami oleh nabi Elia pada saat itu
disebabkan oleh kekacuan yang terjadi di Israel, karena pada saat itu raja Ahab
setelah menikah dengan Izebel putri dari Tirus dan Izebel meminta raja Ahab
untuk mengganti Allah Israel dengan dewa-dewa Lebanon (Coelho, 2011: 22-25).
Setelah mendengar suara-suara dan penglihatan, nabi Elia berusaha
menemui raja Ahab untuk memberitahu bahwa akan terjadi kekeringan di seluruh
negeri, sampai seluruh bangsa itu berhenti menyembah dewa-dewa Fenisia. Raja
Ahab tidak memperdulikan perkataan nabi Elia, tetapi Izebel yang duduk di
samping Ahab mendengarkan ucapan-ucapan nabi Elia dengan penuh perhatian
dan mulai mengajukan beberapa pertanyaan. Pada keesokan harinya nabi Elia
menemui raja Ahab dan menceritakan akan penglihatanya. Nabi Elia pagi-pagi
benar dibangunkan oleh orang Lewi agar bersembunyi, karena Izebel telah
menyakinkan raja Ahab bahwa para nabi merupakan ancaman bagi perkembangan
dan perluasan Israel. Maka raja Ahab memerintahkan agar para prajurit
menghukum mati semua nabi yang tidak mau meninggalkan tugas suci yang telah
diperintakan oleh Tuhan. Namun kepada nabi Elia tidak diberikan pilihan dia
harus dibunuh, maka dari itu nabi Elia dan orang Lewi berusaha untuk tetap
bersembunyi (Coelho, 2011: 26-28).
Kisah yang dialami nabi Elia, menggambarkan bagaimana nabi Elia tetap
setia dalam panggilan menjadi seorang nabi. Nabi Elia dalam menjalankan
panggilan mendapat banyak sekali pencobaan, mulai dari pengejaran oleh Ratu
mengira kerja kerasnya selama ini hanyalah suatu kegagalan besar dan hanya
tinggal dia sendiri yang bersujud kepada Tuhan. Tugas yang dilaksanakan oleh
nabi Elia sangat berat, namun kesetian nabi Elia terhadap Tuhan menyebabkan
dirinya tidak takut untuk menjalankan tugasnya meskipun dirinya merasa
terancam oleh orang-orang yang tidak suka akan apa yang telah dilakukan.
Berdasarkan kenyataan yang ada penulis mencoba menjawab dengan
memberikan sumbangan dalam bentuk gagasan atau pemikiran sebagai suatu
alternatif keterlibatan dalam memantapkan sebuah panggilan menjadi guru agama
Katolik. Untuk itu penulis mengambil judul skripsi sebagai berikut: BELAJAR
DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH
MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa
permasalahan yang menjadi fokus pembahasan skripsi ini. Berikut ini adalah
beberapa permasalahan tersebut:
1. Apa yang dimaksud panggilan menurut novel The Fifth Mountain ?
2. Bagaimanakah dinamika menentukan pilihan jalan hidup yang dilakukan oleh
3. Bagaimanakah mempergunakan kisah hidup Nabi Elia menurut buku The Fifth Mountain dalam pendampingan pemilihan jalan hidup bagi calon Guru Agama Katolik?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk memahami makna panggilan menurut novel The Fifth Mountain. 2. Menggali nilai-nilai panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain.
3. Memaparkan usaha memantapkan panggilan menjadi guru agama Katolik
berdasarkan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain.
4. Memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan inspirasi bagi para mahasiswa
IPPAK Sanata Dharma dalam panggilan sebagai guru agama Katolik.
2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk persiapan katekese
yang terintegrasi dengan pembinaan spiritualitas bagi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan
3. Dapat memperkembangkan penulis dalam proses berpikir, merasa, dan
menghayati panggilan menjadi guru agama Katolik.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode naratif. Narasi memiliki
makna pengisahan suatu cerita atau kejadian (Hofmann, 1994: 1). Naratif berarti
pola berdasarkan ceritera, rangkaian kalimat yang bersifat narasi atau bersifat
menggambarkan kisah panggilan nabi Elia dalam buku The Fifth Mountain
karangan Paulo Coelho sebagai usaha memantapkan panggilan mahasiswa IPPAK
Sanata Dharma untuk menjadi guru agama Katolik. Dengan menggali nilai-nilai
panggilan nabi Elia yang terdapat dalam buku The Fifth Mountain karangan Paulo Coelho, dengan menggunakan bantuan buku-buku sumber, artikel-artikel, serta
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tema karya tulis ini.
Dari buku-buku referensi yang dapat mendukung penulisan karya tulis,
penulis dapat mengumpulkan data-data ilmiah, lalu mengolahnya menjadi karya
ilmiah.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini adalah :
Bab I menguraikan pendahuluan yang berisikan tentang : latar belakang
penulisan skripsi, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
Bab II menguraikan sekilas tentang siapa Paulo Coelho dan bagaimana
pandangannya tentang kisah panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain
serta perbandingan isi novel The Fifth Mountain dengan teks Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, pesan-pesan panggilan Elia sebagai seorang
nabi dalam novel The Fifth Mountain dan kisah nabi Elia dalam Kitab Suci yang dapat dijadikan pegangan dalam mematangkan panggilan sebagai seorang guru
agama Katolik.
Bab III menguraikan gambaran mengenai bagaimana menjadi Guru
Agama Katolik yang profesional, panggilan dan tantangan menjadi Guru Agama
Katolik, arti panggilan, tantangan, pengertian guru dan pengertian Guru Agama
Katolik.
Bab IV menuturkan sumbangan pemikiran dengan merancang persiapan
katekese yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas yang dapat digunakan
untuk membantu memantapkan panggilan sebagai guru Agama Katolik.
BAB II
KISAH PANGGILAN NABI ELIA
BERDASARKAN NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN, KITAB SUCI
DAN PESAN-PESANNYA
A. Siapakah Paulo Coelho?
Paulo Coelho lahir di Rio de Jeneiro, Brazil, 24 Agustus 1947. Paulo
Coelho berasal dari sebuah keluarga kelas menengah di lingkungan perkotaan.
Ayahnya, Pedro adalah seorang arsitek, dan ibunya Lygia adalah seorang ibu
rumah tangga. Paulo Coelho juga dikenal dengan nama Paul Rabbit
seorang novelis Brasil. Ia merupakan salah satu penulis dengan karya yang paling
banyak dibaca di dunia saat ini. Paulo telah menerima sejumlah penghargaan
internasional atas karya-karyanya, termasuk Crystal Award dari Forum Ekonomi
Dunia. The Alchemist, novelnya yang paling terkenal, telah diterjemahkan ke
dalam 67 bahasa. Sang penulis telah menjual 150 juta kopi bukunya di seluruh
dunia (wikipedia Paulo Ceolho, 2013: 1).
Novel The Alchemist terbit pada tahun 1988, tema sentralnya bertuang
pada kalimat yang diucapkan Raja Melkisedek kepada si anak gembala, Santiago,
“kalau engkau mendambakan sesuatu, alam semesta bekerja sama membantumu
memperolehnya. Novel ini adalah tonggak awal yang akan menempatkan nama
Coelho dalam jajaran novelis tingkat dunia. Novel ini, berbeda dengan
karya-karya Coelho sebelumnya, merupakan sebuah novel simbolik yang kaya akan
bergulat selama sebelas tahun dengan ilmu alkimia. Novel Sang Alkemis banyak mendapat pengaruh dari Novel Tale of Two Dreamers karya Jorge Luis Borges, seorang sastrawan Brasil kenamaan (wikipedia Sang Alkemis, 2013: 1).
Setelah kesuksesan novel Sang Alkemis bukan berarti Coelho berpuas diri. Coelho merupakan seorang penulis produktif yang hampir setiap tahun selalu
mengeluarkan karya terbaru baik itu berupa novel asli, novel adaptasi, kumpulan
cerita pendek, maupun kumpulan artikel. Karya-karya Coelho lainnya
The Fifth Mountain (Gunung Kelima) adalah novel kelima karangan Paulo
Coelho yang diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1998 dan dalam bahasa
Indonesia pada tahun 2005. Dikisahkan tentang Nabi Elia, seorang nabi yang
diajarkan oleh orang-tuanya untuk menolak panggilannya dari Tuhan. Dia
terpaksa menuruti panggilannya ketika rajanya, Raja Ahab memperbolehkan
istrinya, Ratu Izebel untuk memaksakan rakyat Israel untuk menyembah salah
satu dewa berhalanya. Setelah penderitaan berkepanjangan dan di bawah ancaman
kematian, Elia meloloskan diri dan diutus Tuhan untuk mencari seorang janda dari
Akbar yang akan menerimanya walaupun wanita itu sendiri kesusahan untuk
mencari makanan bagi anaknya. Ketika kota itu terancam peperangan, Elia
berseru pada Tuhan agar menyelamatkan kota itu dan penduduknya, tapi Tuhan
seakan tidak mendengar. Ketika dia meminta Tuhan menyelamatkan perempuan
yang dicintainya, Tuhan pun seakan memalingkan muka tak peduli. Segala
percobaan ini membuat Elia mempertanyakan kasih dan kemurahan hati Tuhan,
dan mendorongnya mengambil keputusan: menentang Tuhan sampai Dia
memberikan jawaban. Dari wanita dan putranya inilah Elia belajar untuk
mencintai, bertahan dalam rasa kehilangan dan tetap tegar melawan kekuatan
tirani yang fanatik (wikipedia Gunung Kelima, 2014: 1).
B. Nabi Elia dalam novel “The Fifth Mountain”
Dikisahkan Raja Ahab, atas permintaan Izebel istrinya, memerintahkan
rakyat Israel untuk mengganti kepercayaan dari menyembah Allah dengan
Sementara seorang pemuda yang bernama Elia yang bekerja sebagai tukang kayu
tiba-tiba mendapatkan wahyu dari malaikat Allah. Wahyu yang didapat
memerintahkan Elia untuk menghadap raja Ahab dan memberinya peringatan,
bahwa jika bangsa Israel tidak kembali menyembah Allah maka negeri itu akan
dilanda kekeringan yang panjang. Usai menyampaikan peringatan itu, Izebel
memerintahkan membunuh seluruh nabi-nabi Israel yang masih menyembah
Allah. Namun Elia yang menjadi target utama berhasil lolos ke luar kota atas
petunjuk malaikat Allah, Elia menuju kota kecil yang bernama Akbar, yang
penduduknya juga menyembah Baal (Coelho, 2011: 15-51).
Di kota Akbar Elia juga menunggu hingga saat dia diperintahkan kembali
ke Israel, di kota inilah Elia berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang menguji
keyakinannya akan Tuhan. Penduduk Akbar tahu bahwa Elia adalah nabi Israel
yang dicari-cari oleh Izebel, tapi mereka membiarkannya menumpang di rumah
seorang janda beranak satu selama Elia tidak menimbulkan kekacauan. Jika Elia
mengacau, maka kepalanya akan dijual kepada Izebel. Hingga satu saat Elia
dianugerahi satu mukjizat yang mencengangkan, penduduk Akbar pun mulai
menghormatinya bahkan akhirnya dipercaya menjadi penasehat gubernur.
Akhirnya Elia menetap sementara di kota Akbar, sambil menunggu perintah
Tuhan untuk membawanya kembali ke Israel dan menyelamatkan bangsanya dari
penyembahan berhala di bawah kekuasaan Raja Ahab. Setelah bertahun-tahun
lamanya Elia bertahan di kota Akbar, Elia dihadapkan dengan peperangan yang
akan terjadi di kota Akbar, kota yang begitu indah dan damai. Di siniah Elia
kota Akbar tidak mendapat serangan dari para prajurit suruhan Raja Ahab.
Penduduk yang mulai tidak suka dengan keberadaan Elia, menganggap Elia
sebagai biang masalah yang terjadi di kota Akbar. Dimulai dari meninggalnya
anak dari janda yang ditinggali dan kota Akbar yang akan diserang oleh prajurit
Raja Ahab. Di tengah kejadian itu, penduduk meminta Gubernur menghukum Elia
untuk dihukum mati (Coelho, 2011: 51-73).
Akhirnya Elia dengan keberaniannya menemui semua penduduk kota
Akbar untuk siap bertanggung jawab atas apa yang terjadi di kota Akbar dengan
meminta pertolongan kepada Allah agar diberi petunjuk. Setelah lama berdiam
menunggu, Elia mendapat suara malaikat Allah yang datang kepadanya agar Elia
kembali ke rumah janda tersebut untuk membangkitkan kembali anak janda itu
dengan menyebut nama Allah. Apa yang didapat dari malaikat Allah, Elia lakukan
bertujuan agar kota Akbar tetap memuliakan nama Allah (Coelho, 2011: 80-87).
C. Panggilan Nabi Elia dalam novel “The Fifth Mountain”
Nabi Elia sejak kecil sudah mendengar suara-suara dan berbicara dengan
malaikat-malaikat. Waktu itu dia didesak oleh ayah dan ibunya untuk menemui
seorang imam Israel. Setelah menanyakan macam-macam, imam itu menyatakan
Elia seorang Nabi, “orang yang dikuasai roh”, orang yang “mengagungkan nama
sabda Tuhan”. Setelah berjam-jam berbicara dengan Elia, iman itu mengatakan
kepada ayah dan ibu Elia bahwa apa pun yang dikatakan anak mereka mesti
Setelah menemui imam Israel, ayah dan ibu Elia melarang Elia
menceritakan pada siapa pun apa yang telah dilihat dan didengarnya. Menjadi
nabi berarti memiliki ikatan-ikatan dengan Pemerintah dan ini sangat berbahaya.
Sebenarnya hal-hal yang didengar Elia tidaklah menarik bagi para imam ataupun
raja-raja. Dia berkomunikasi hanya dengan malaikat pelindungnya, dan nasihat
yang didengarnya hanya menyangkut kehidupannya sendiri. Nabi Elia juga
sesekali mendapat penglihatan yang tidak dipahaminya. Setelah
penglihatan-penglihatan itu lenyap, dia pun berusaha melupakannya secepat mungkin dan
mematuhi permintaan ayah dan ibunya (Coelho, 2011: 20-21).
Dalam perjalanan waktu setelah nabi Elia tumbuh dewasa, dia mulai
jarang mendapatkan suara-suara dan penglihatan-penglihatan yang sering didapat
saat masih kecil. Setelah Elia dirasa cukup umur untuk mencari nafkah sendiri,
akhirnya ayah dan ibunya meminjamkan uang untuk membuka bengkel tukang
kayu (Coelho, 2011: 21).
Setelah lama bekerja sebagai tukang kayu, Elia menganggap dirinya orang
biasa, pakaiannya pun biasa, seperti orang pada umumnya, dan yang tersiksa
hanyalah jiwanya yang dipenuhi ketakutan-ketakutan serta godaan-godaan yang
dialami manusia lain pada umumnya. Ketika dia makin tenggelam dalam
pekerjaannya di bengkel tukang kayu miliknya, suara-suara itu tidak pernah lagi
didengarnya. Percakapan semasa kecil antara dirinya dan imam itu kini tinggal
kenangan samar. Elia tidak peraya Allah yang Maha Kuasa harus berbicara
dengan manusia agar perintah-perintah-Nya dipatuhi, yang terjadi pada masa kecil
Namun saat Elia mendengar bahwa rajanya yang bernama Ahab menikah
dengan Izebel, putri dari Tirus, Elia tidak menganggap penting hal tersebut,
karena raja-raja Israel terdahulu juga pernah berbuat demikian, dan hasilnya
adalah kedamaian abadi di seluruh negeri, serta hubungan perdagangan yang kian
penting dengan Lebanon. Elia tidak telalu peduli bahwa rakyat tetangga itu
menyembah dewa-dewa yang tidak jelas atau menjalankan praktek-praktek
keagamaan yang aneh. Setelah naik takhta, Izebel meminta pada Ahab agar
mengganti Allah Israel dengan dewa-dewa Lebanon. Meski merasa marah Elia
tetap memuja Allah Israel dan menjalani hukum-hukum Musa (Coelho, 2011:
23-24).
Kemudian terjadilah peristiwa yang sama sekali tak terduga. Suatu siang,
ketika Elia sedang menyelesaikan sebuah meja di bengkelnya, suasana
sekelilingnya menjadi gelap dan ribuan cahaya kecil mulai berkelap-kelip di
sekitarnya. Salah satu cahaya itu bersinar lebih terang, dan sekonyong-konyong
terdengar suara, seolah-olah berbicara serentak dari segala penjuru. Kemudian
datanglah firman Tuhan kepadanya “Katakan kepada Ahab, demi Tuhan yang
hidup, Allah Israel yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan
pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan”. Setelah mendapatkan suara
firman Allah, pada esok harinya Elia memutuskan untuk menemui raja Ahab
untuk menyampaikan apa yang telah dia dapatkan untuk memperingatkan raja
D. Nabi Elia dalam Kitab Suci
Dalam Kitab 1 Raja-raja, dikisahkan munculnya seorang nabi Israel yang
menjadi abdi setia Allah ketika Israel mulai menyimpang dari Allah dengan
menyembah Baal. Nama nabi itu adalah Elia. Ia berasal dari Tisbe-Gilead.
Elia adalah nabi yang dengan gigih berjuang untuk mengembalikan
keyakinan dan kesetiaan umat Israel pada Allah. Elia muncul ketika Israel mulai
tidak setia kepada Allah setelah Ahab, Raja Israel putra Omri memperistri Izebel,
seorang putri Etbaal, raja Sidon yang menyembah Baal (Bdk 1 Raj 16: 29-33).
Ahab mulai tidak setia kepada Allah dengan membangun mezbah untuk Baal di
samaria. Ahab juga membangun patung Asyera, salah satu dewi orang Sidon (Bdk
1 Raj 16: 32-33). Perbuatan raja Ahab ini menimbulkan sakit hati Tuhan, Allah
Israel lebih dari semua raja-raja Israel yang mendahulinya (Bdk 1 Raj 16: 33).
Lalu Tuhan mengutus nabi Elia untuk menjatuhkan hukuman atas dosa Ahab ini
dengan nubuat kekeringan di Israel (Bdk 1 Raj 17: 1). Saat itulah nabi Elia mulai
tampil sebagai pembela, sekaligus perantara Allah dalam melawan kekafiran
akibat penyembah Baal.
Oleh karena peran ini pula, Elia mengalami berbagai macam penderitaan
karena harus melawan ancaman dari raja Ahab dan Izebel. Untuk menghindari
pengejaran dari para pasukan raja Ahab, Elia mendapatkan firman Tuhan untuk
pergi dan diam di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan (Bdk 1 Raj 17:
5). Tetapi setalah lama sungai itu menjadi kering, sebab hujan tidak turun di
negeri itu. Dengan ada itu Elia mendapat kembali firman Tuhan untuk pergi ke
karena Tuhan telah memerintahkan seorang janda untuk memberinya makan (Bdk
1 Raj 17: 8-9).
Setelah sampai ke pintu gerbang kota tampaklah seorang janda yang
sedang mengumpulkan kayu. Elia menghampirinya dan berseru kepada janda
untuk mengambilkan sedikit air dan sepotong roti. Perempuan janda pun berkata
tidak ada roti kecuali segenggam tepung dalm tempayan dan sedikit minyak (Bdk
1 Raj 17: 10-12). Janda itu berkata “bahwa dia sekarang sedang mengumpulkan
dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan
bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." Tetapi Elia
berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan,
tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan
bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab
beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan
habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada
waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi." Lalu pergilah perempuan itu
dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak
perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam
tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti
firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia. Sesudah itu anak
dari perempuan pemilik rumah itu jatuh sakit dan sakitnya itu sangat keras sampai
tidak ada nafasnya lagi. Kata perempuan itu kepada Elia: "Apakah maksudmu
datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan
Elia yang selalu setia kepada Allah tetapi Elia juga tampak dalam
keraguan. Elia mempertanyakan kehendak Tuhan atas kematian anak dari janda di
Sarfat (Bdk 1 Raj 17: 20). Kedekatan dengan Allah ini pulalah yang
memampukan Elia membuat mukjizat-mukjizat: membangkitkan anak janda
Sarfat dari kematian ( Bdk 1 Raj 17: 21), mukjizat di gunung Karmel (Bdk 1 Raj
18: 20-46). Mujizat yang dilakukan oleh nabi Elia agar umat Isarel mengakui
bahwa hanya Allah Israel yang membuat mujizat melalui Elia.
Ketaatan dan kedekatan dengan Allah ini harus dibayar mahal oleh nabi
Elia. Ia harus mengalami berbagai macam penderitaan karena konsekunsinya dari
ketaatan dan kedekatannya dengan Allah. Salah satu penderitaan yang dialaminya
adalah ancaman pembunuhan dari Ahab dan Izebel hingga ia harus bersembunyi
di Sarfat. Elia menjadi orang asing yang terbuang dari negerinya sendiri, Israel.
Elia merasa sedih ketika menyaksikan pembunuhan para nabi yang setia kepada
Allah oleh Ahab dan Izebel. Bahakan Elia pernah merasa putus asa dan
menginginkan mati saja ketika harus lari dari ancaman Izebel (Bdk 1 Raj 19: 4).
Meski demikian, Elia tetap setia pada Yahwe, Allah yang telah menyertai
perjalanannya. Sosoknya sebagai seorang nabi yang selalu berjuang
mengembalikan kesetiaan umat pada Yahwe telah dianggap sebagai pembaharu
perjanjian, berjuang di tengah-tengah situasi dimana kekafiran Baalisme
merajalela di Israel. Peran yang diemban oleh Elia ini tentu bukanlah sebuah
peran yang mudah. Ia diutus Yahwe agar mengingatkan umat Israel yang mulai
tidak setia pada Yahwe. Ketidaksetiaan pada Yahwe inilah yang menyebabkan
tentang Elia sebagai seorang nabi dapat kita temukan dalam Kitab Raja-raja. Elia
tidak seperti nabi-nabi yang menuliskan firman Tuhan serta ajaran-ajarannya. Ia
muncul dengan singkat sebagai salah satu nabi yang telah berkarya besar yakni
memperingatkan raja-raja Israel agar kembali setia kepada Yahwe. Ada beberapa
cerita heroik Elia dalam melaksanakan tugasnya sebagai nabi: membangkitkan
anak janda yang telah mati (1Raj 17:7-24), Elia di gunung Karmel (1Raj
18:16-19), dan nubuat-nubuat yang benar-benar terjadi. Itu semua dialami oleh Elia
karena Tuhan Allah begitu mengasihi dirinya. Meski demikian, dari sisi
manusiawi Elia, ia pernah mengalami ketakutan yang besar ketika Ahab dan
Izebel berusaha membunuh dia (1Raj19:3). Ia juga hampir mengalami putus asa
ketika ia sampai di gunung Horeb. `Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun
sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia
ingin mati, katanya:"cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab
aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku" (1 Raj 19:4). Pengalaman ini
menggambarkan bahwa biarpun Elia adalah seorang nabi besar, namun rasa tidak
berdaya dan kerapuhan pribadinya dalam menjalankan perintah Tuhan sebagai
nabi ini seringkali dialaminya secara natural. Ia bahkan sempat tidak yakin akan
kemampuannya dalam menjalankan tugasnya sebagai nabi.
Hal ini ditegaskan oleh Surat Yakobus 5:17-18: `Elia adalah manusia biasa
sama seperti kita, dan ia telah sungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan
turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun enam bulan. Lalu ia
berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya'.
ini terpancar hingga Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, nama Elia disebut
beberapa kali. Pandangan orang Yahudi pada Elia adalah sebagai seorang nabi
yang sedang mempersiapkan datangnya Mesias: `Sesungguhnya Aku akan
mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari Tuhan' ( Bdk Mal 4:5).
Dalam Perjanjian Baru, ia sering dikaitkan dengan Yohanes Pembaptis
yang juga mempersiapkan kedatangan Mesias dan juga bersemangat dalam
mempertobatkan orang Israel. Posisi inilah yang menjadikan Elia sebagai nabi
besar. Namanya dalam Perjanjian Baru antara lain terdapat dalam: Mat 11:14,
16:14, 17:3,17:12, 27:47; Mrk 8:28, 6:15,9:4, 9:13,15:35; Luk 1:17,9:8, 9:30; Yoh
1:21, Rm 11:2 dan Yak 5:17.
E. Pesan Nabi Elia dalam Novel The Fifth Mountain
Refleksi singkat tentang Elia dalam The Fifth Mountain Kisah Elia ini menjadi inspirasi Paulo Coelho dalam menulis novel The Fifth Mountain. Dalam novel tersebut, Paulo Coelho sungguh menggambarkan kisah Elia sebagai seorang
manusia biasa yang terpanggil sebagai seorang nabi. Bagaimana Elia juga
berjuang seperti manusia-manusia lain dalam menanggapi kehendak Tuhan,
dikisahkan dalam novel ini dengan amat hidup. Pergulatan Elia untuk memahami
diri sendiri, memahami panggilan hidupnya, hingga memahami realitas hidupnya
sesuai kehendak Tuhan sungguh tampak nyata dalam novel tersebut.
adalah beberapa pesan menarik yang dapat saya simpulkan: Keberanian untuk
menerima dan menghayati panggilan hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan
akan memunculkan banyak mukjizat (Coelho, 2011: 26). Panggilan istimewa
sebagai nabi tidak menjadikan Elia merasa mampu segala-galanya tetapi justru
merasa menjadi orang yang sangat biasa. Ia begitu rendah hati dengan panggilan
yang disandangnya sebagai nabi (Coelho, 2011: 79, 181). Meski ia tidak bisa
memahami panggilan khususnya sebagai nabi, Elia tetap taat mendengarkan
firman Tuhan dan menjalankan firman itu. Ia tidak lari kepada Baal tetapi justru
menantang Tuhan dengan berjuang keras memahami kehendak-Nya (Coelho,
2011: 267-268, 286, 294). Elia selalu dapat melihat kebaikan Tuhan. Ia seorang
yang penuh harapan (Coelho, 2011: 312). Elia adalah seorang yang reflektif dan
penuh cinta. Ini tampak dalam permemungan-permenungan pribadinya tentang
panggilan, karya dan cintanya kepada orang lain, termasuk kepada janda di Sarfat
itu. Dari kata-kata anak laki-laki yang diajak Elia untuk mendaki Gunung Kelima
dapat dijadikan sebagai bahan permenungan hidup "Di dunia sekitar kita. Kalau
engkau memperhatikan apa-apa yang terjadi dalam hidupmu, setiap hari akan
kautemukan dimana Dia menyembunyikan Sabda-sabda dan Kehendak-Nya.
Cobalah melakukan perintah-Nya : Untuk itulah engkau diberi kehidupan di dunia
ini" "Kalau kutemukan, akan kutuliskan sabda-sabda itu pada
lempengan-lempengan tanah liat" "Lakukanlah. Tapi terutama tuliskanlah semuanya itu di
dalam hatimu; di sana sabda-sabda itu tidak bisa dibakar atau dihancurkan, dan
kau kan membawanya bersamamu ke mana pun engkau pergi" (Coelho, 2011:
BAB III
PANGGILAN DAN TANTANGAN
MENJADI GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL
Bab ini akan berbicara mengenai panggilan dan tantangan menjadi guru
agama Katolik yang profesional. Pada bab sebelumnya telah dibahas bagaimana
nabi Elia yang sejak kecil sudah mendapatkan suara-suara dan penglihatan,
merupakan panggilan yang secara tidak dia sadari bahwa Elia dipanggil oleh
Allah untuk menjadi seorang nabi. Panggilan yang diterima oleh Elia untuk
menjadi seorang nabi tidak atas kehendak dirinya sendiri, tetapi Allah sendiri
yang menghendaki dan Elia dengan kesetiaannya kepada Allah tetap
melaksanakan panggilan yang dia dapat dengan ketulusannya dalam melayani
Allah. Serta dengan keberaniannya Elia dapat melewati tantangan-tantangan yang
dia dapat saat melaksanakan tugasnya menjadi seorang Nabi. Dalam menanggapi
panggilan dan tantangan yang ada, diharapkan nabi Elia dapat menjadi inspirasi
bagi kita untuk menanggapi panggilan untuk menjadi guru agama Katolik yang
profesional, serta mempunyai kekuatan dalam menghadapi tantangan untuk
menjadi guru agama Katolik yang profesional.
A. Panggilan dan Tantangan
1. Panggilan
Panggilan artinya seorang yang dipanggil dan tujuan mengapa orang
dipanggil. Yang memanggil ialah Allah sendiri, yang dipanggil ialah manusia. Isi
panggilan sendiri ialah mengundang supaya manusia menyerahkan seluruh dirinya
kepada Allah. Akan tetapi Allah itu Roh, Allah tidak akan bisa dilihat dengan
mata dan firman-Nya tidak akan bisa kita dengar secara langsung oleh telinga kita.
Panggilan Allah dapat kita dengar di seluruh dunia melalui Gereja (Gabriel, 1962:
5).
Panggilan sebagai seorang beriman berarti bahwa setiap pribadi dipanggil
menjadi pengikut Kristus. Atas dasar pembaptisan setiap orang kristiani dipanggil
menjadi murid-murid Kristus. Menjadi murid Kristus berarti setiap orang
diundang untuk bersatu dengan Dia, mengikuti cara hidup-Nya dan melaksanakan
apa yang menjadi tugas pewartaan-Nya. Berkat sakramen Baptis, manusia
diangkat menjadi anak-anak Allah dan dirahmati sekaligus dipanggil untuk
mengambil bagian didalam tugas pengutusan Yesus Kristus membangun kerajaan
Allah.
Panggilan dapat ditanggapi dengan meneguhkan, mengasihi,
menyemangati, memperhatikan, mendampingi dan membantu hidup peserta didik
yang dipercayakan kepada pengabdian kita (Heryatno, 2008: 91). Panggilan
merupakan peristiwa mukjizat dan misteri yang hanya dapat diketahui oleh Allah
sendiri. Seseorang hanya dapat mengenal dampak-dampak dalam jiwa yang sesuai
dimensi mistik manusia, kesatuan dengan Allah sehingga berdampak partisipasi
tanpa hambatan dan tak terelakkan pada hidup.
2. Tantangan
Penulis sendiri mengartikan tantangan sebagai keadaan dimana kita
dihadapkan dengan situasi yang sulit namun kita juga harus tetap bertahan untuk
menghadapi masalah tersebut agar dapat menghadapi masalah tersebut dengan
lancar.
Dengan adanya tantangan, dapat membuat orang belajar untuk
menghadapi segala permasalahan yang ada di sekitar kita. Seperti halnya untuk
menjadi seorang guru Agama Katolik, akan mengalami tantangan yang datang
dari faktor internal sendiri maupun dari ekternal. Dari faktor internal sendiri,
seorang guru Agama Katolik belum menemukan panggilan hidup sebagai guru
dirasakan semakin sulit oleh sebagian orang yang menekuni profesi ini. Karena
beranggapan menjadi guru Agama Katolik adalah pilihan yang tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan. Permasalahan ini akan dapat diperbaiki apabila guru
berusaha membangun kembali komitmen akan panggilannya menjadi guru Agama
Katolik di tengah perubahaan masyarakat dewasa ini yang semakin modern.
Dari faktor eksternal misalnya pengaruh perubahan masyarakat yang
menempatkan profesi guru menjadi terpinggirkan. Salah satu contohnya adalah
profesi guru dipandang sebagai profesi yang tidak memiliki nilai ekonomis.
Akibatnya banyak orang muda tidak lagi tertarik, atau mereka yang sudah
hanya masalah ekonomis tetapi juga dari segi birokrasi pemerintahan yang selalu
menomorduakan profesi guru Agama katolik untuk mendapatkan tempat yang
sama dengan mata pelajaran yang bersifat umum (pengangkatan menjadi PNS)
(Noviana Tri Lestari, 2012).
Berbagai tantangan yang dihadapi guru saat ini adalah :
1) Guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru
untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri
dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul
kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga
karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali.
2) Guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi
antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non
PNS). Banyak guru yang tak bertambah pengetahuannya karena tak
sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya
hidupnya saja mereka sudah kembang kempis. Kenyataan di masyarakat
banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke
perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap
bulan. Dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga
kesejahteraan guru ini dapat terwujud. Biar bagaimanapun juga profesi
guru adalah pilar terpenting untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu sudah
sepantasnya apabila profesi ini lebih diperhatikan, terlebih
kesejahteraannya. Tetapi, jangan karena kesejahteraan kurang kemudian
yang meskipun kesejahteraannya kurang, tapi komitmen terhadap
pendidikan tetap tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru yang gajinya
sudah tinggi tapi tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini berpulang
kembali pada mentalitas kita.
3) Ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi
merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan.
Seorang guru sudah seyogyanya yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali
dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang guru seyogyanya yakin
bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat
perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan
hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima
saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang
disampaikannya sama seperti yang kemarin.
4) Tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah
bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain
ilmu pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif,
inovatif, dan kompetitif. Dengan demikian para siswa mempunyai bekal
yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian yang kuat
sebagai bangsa Indonesia.
5) Guru belum mampu menguasai kurikulum yang lama, namun muncullah
kurikulum yang baru; dengan berkembangnya teknologi yang semakin
B. Guru Agama Katolik yang Profesional
Setiap orang yang ada di bumi ini yang ingin berkembang pastilah
membutuhkan bantuan guru. Mereka yang ingin berkembang itu mungkin tidak
sadar bahwa mereka membutuhkan jasa guru, baik yang melalui pendidikan
formal maupun yang tidak melalui pendidikan formal. Sejak manusia bergaul
telah ada usaha-usaha dari orang-orang yang lebih mampu dalam hal-hal tertentu
untuk mempengaruhi orang-orang lain dalam pergaulan mereka, untuk
kepentingan kemajuan orang yang bersangkutan (Sumadi, 1990: 1). Usaha untuk
mempengaruhi juga berlaku dan terjadi di dalam Gereja dalam menyampaikan
nilai-nilai Kerajaan Allah seperti yang dilakukan oleh Yesus, para rasul juga para
pengganti rasul dan orang lain yang mengemban tugas menyampaikan nilai-nilai
Kerajaan Allah. Tugas menyampaikan nilai Kerajaan Allah dilakukan oleh banyak
orang. Pewartaan tentang Kerajaan Allah merupakan suatu tugas yang dipandang
sangat penting oleh Gereja (CT, art. 1). Salah satu pihak yang melakukan hal itu
adalah para guru agama yang sebenarnya mempunyai tugas di sekolah namun
juga sering diminta terlibat di paroki.
1. Guru
Guru menurut penulis adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa
Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik. Guru adalah pendidik dan pengajar
dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai
semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang
mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Secara
formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri atau pun swasta yang
memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal
berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru
berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
Dalam pandangan masyarakat, guru kita berubah dari waktu ke waktu.
Perubahan itu dipengaruhi oleh perubahan aspirasi masyarakat terhadap jabatan
guru, karena adanya perubahan persyaratan jabatan guru sebagai dampak
berkembangnya ilmu dan teknologi dan juga pengalaman terhadap kerja para guru
yang telah berkarya.
Pandangan klasik tentang guru adalah guru itu perlu “digugu” dan “ditiru”.
Hal ini mengandaikan bahwa pribadi guru tidak mempunyai cela atau kelemahan.
Pandangan ini tidak sesuai dengan kenyataan, sebab setiap guru adalah juga
manusia yang tidak terbebas dari adanya kelemahan dan kekurangan. Memang
seorang guru tetap dituntut menjadi teladan bagi siswa dan orang-orang
disekitarnya, namun kita perlu realistis untuk menyikapi.
Dalam perkembangan zaman seperti sekarang ini, tuntutan terhadap guru
lebih banyak lagi. Masyarakat sudah semakin maju, dalam berkarya lebih
menonjolkan rasionalitas, sehingga menuntut dalam segala hal
mempertimbangkan keefisiensian, menuntut disiplin sosial, dan juga berorientasi
besarlah sumbangannya bagi perkembangan diri siswa dan perkembangan
masyarakat pada umumnya. Karena itu pulalah berkaitan dengan peningkatan
mutu pendidikan, masyarakat mununtut pula peningkatan kualitas guru. Guru
tidak bisa berhenti pada apa yang sudah ia miliki, akan tetapi guru harus terus
belajar mengembangkan dirinya sehingga dapat mengimbangi kemajuan zaman
dan dapat menjawab kebutuhan siswa sesuai dengan zamannya.
Guru merupakan salah satu unsur dalam proses belajar mengajar
(Riduwan, 2004: 19). Guru memiliki multi peran, yakni mendorong,
membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa-siswi untuk mencapi
tujuan. Guru sebagai orang yang siap dicaci maki dan dibenci, namun tidak
pernah membalasnya. Guru adalah orang yang rela berkorban untuk anak didik
dan masyarakat lingkungannya. Guru adalah pelopor perubahan masyarakat
dengan tanpa membawa implikasi negatif. Guru merupakan sosok orang yang
ingin tahu pada semua hal untuk disampaikan pada siswanya. Guru adalah bentuk
manusia yang tidak bangga ketika disanjung dan tidak sedih ketika dicaci. Guru
adalah pribadi insan moderat, tidak ambisius, tanpa pamrih, tidak cepat
tersinggung, tidak suka marah, tidal lekas benci, tidak pernah putus asa, dan tidak
sulit memaafkan anak didiknya. Guru adalah sosok orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan lebih bila dibanding orang lain (Thoifuri, 2008:145-146) .
Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur
manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam
pendidikan. Dalam pengertian yang sederhana guru adalah orang yang
adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak
mesti di lembaga pendidikan formal. Guru adalah orang yang bertanggung jawab
mencerdaskan kehidupan siswa dan mitra siswa dalam kebaikan. guru yang ideal
adalah sosok yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, panggilan hati
nurani.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, yang dimaksud dengan guru adalah
seorang pendidik yang memiliki aneka kemampuan dalam bidang pendidikan baik
menyangkut kompetensi profesional, sosial dan kompetensi kepribadian. Seorang
guru membuat persiapan sebelum mengajar, menerangkan dengan jelas, riang,
gembira, humoris, disiplin, bersahabat, perhatian, tegas, menguasai kelas, hormat
pada siswa, sabar, tidak membeda-bedakan siswa, dan mampu membangkitkan
semanga belajar pada siswa.
2. Guru Agama Katolik
Guru menurut penulis yakni seseorang yang memilih untuk mengabdikan
diri guna mencerdaskan bangsa dan negara, baik itu yang benar-benar memilih
jalur di fakultas pendidikan maupun orang-orang yang dengan tulus hati
memberikan waktu, tenaga dan pikirannya demi membantu masyarakat di sekitar
dalam berbagai pembelajaran dan keahlian (menjahit, memasak, membatik, dll).
Guru sebagai pendidik profesional di sekolah, guru yang bermutu mampu
berperan sebagai pemimpin di antara kelompok siswanya dan juga di antara
luhur yang diyakininya dan sekaligus sebagai teladan bagi siswa serta lingkungan
sosialnya, dan secara lebih mendasar guru yang bermutu tersebut juga giat
mencari kemajuan dalam peningkatan kecakapan diri dalam berkarya dan dalam
pengabdian sosialnya. Guru tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan belajar dan
atau tujuan pendidikan yang dipertunjukkan bagi siswa. Guru adalah pelajar
seumur hidup (Samana, 1994: 13-15).
Guru Agama Katolik adalah seseorang yang mempunyai pekerjaan utama
sebagai pengajar yang mengajarkan hal yang berhubungan dengan Agama
Katolik. Guru tidak hanya menyampaikan tentang pengetahuan agama saja
melainkan bertugas juga sebagai saksi murid Kristus di lingkungan sekolah dan di
masyarakat.
Bisa dikatakan bahwa Guru Agama Katolik adalah seorang yang bertugas
membina iman murid di sekolah sekaligus kegiatan ini sebagai sumber mata
pencahariannya. Seorang pembina iman harus memiliki beberapa syarat yang
mutlak, yaitu: pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman iman yang memadai
dan mampu mengkomunikasikan imannya kepada murid-muridnya atau orang
yang dijumpainya (Setyakarjana, 1997:69).
Guru Agama Katolik selain harus memiliki syarat-syarat tersebut, juga
harus memiliki sikap yang kokoh. Sikap ini penting karena guru agama sering
disebut sebagai teladan. Sikap yang dimiliki seorang guru agama bisa diteladan
oleh murid maupun orang-orang yang selalu berjumpa di lingkungan sekolah
(Setyakarjana, 1997:71). Guru Agama Katolik harus mempunyai sikap
yang mempunyai tugas dalam dunia pendidikan. Menurut Apostolicam Actuositatemdikatakan, “Mereka menjalankan kerasulan dengan kegiatan mereka
untuk mewartakan Injil demi penyucian sesama” (AA, art.2). Orang yang
mempunyai tugas untuk menyucikan sesama maka iapun menyucikan diri. Untuk
pelaksanakan penyucian, Guru Agama Katolik memiliki kedekatan dengan Yesus
Kristus. Guru hendaknya secara terus menerus mendalami kehidupannya dan
pembinaan dirinya selalu dalam terang Yesus Kristus yang termuat dalam Kitab
Suci (DV, art. 25). Nilai-nilai Injili perlu menyatu dalam hidup pribadi seorang
guru. Nilai-nilai inilah yang akan dihayati dalam hidupnya dan akan diteladani
oleh para murid-muridnya. Guru yang selalu berpegang pada Yesus Kristus akan
selalu mengusahakan agar dirinya semakin mengenal Yesus (Sidjabat, 1994:36).
Sesuai dengan Konsili Vatikan II dalam Konstitusi dogmatis Dei Verbum (DV, art. 25) dikatakan bahwa, “ sebagai diakon atau katekis yang secara sah
menunaikan pelayanan sabda perlu berpegang teguh pada alkitab”. Keseriusan
dan ketekunan untuk mencintai Kitab Suci akan sangat memungkinkan seorang
pewarta (Guru Agama Katolik) semakin mengenal Yesus. Jelas bahwa untuk bisa
mengenal Yesus Kristus, haruslah mengenal dan mencintai Kitab Suci. Kitab Suci
sebagai sumber inspirasi dalam menjalani hidup.
Guru Agama Katolik merupakan suatu anugerah atau sebagai
panggilanNya untuk secara lebih utuh menjadi murid-muridNya dan untuk
mengaktualisasi seluruh potensi hidup kita sehingga berdasar rahmatNya para
kepenuhannya, berdasar karya Allah kita bersama-sama mengusahakan
kepenuhan dan kelimpahan hidup (Heryatno, 2008: 91).
Guru Agama Katolik dipanggil untuk meneladani semangat dan sikap
Yesus di dalam tugas pelayanan. Dengan semangat itu para guru membantu
peserta didik agar senantiasa berkembang sesuai dengan ajaran Allah. Guru agama
Katolik mempunyai tugas membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan
iman, untuk tujuan itu pengajaran agama memberian pengetahuan yang lebih
fundamental perihal misteri iman, menolong peserta didik merasakan keagungan
misteri iman, dan menolong mereka menghayati serta mengamalkan imannya
dalam hidup sehari-hari (Marinus, 1999: 111).
Guru Agama Katolik adalah awam yang terlibat untuk ambil bagian dalam
tugas kenabian Yesus Kristus yang hidup di tengah masyarakat dan terlibat dalam
dinamika kehidupan masyarakat.
Yang menjadi misi Guru Agama Katolik adalah mewartakan kabar
gembira dan menyampaikan ajaran Katolik yang berpusat pada pribadi Yesus
Kristus, khususnya di sekolah dan berjuang agar warta keselamatan ilahi dipahami
dan dihayati oleh anak didik demi pengembangan imannya (Bimas Katolik Jatim,
2011: 1).
3. Profesional
Profesional berasal dari kata profesi, yakni pekerjaan yang mensyaratkan
pelatihan dan penguasaan pengetahuan tertentu dan biasanya memiliki asosiasi
juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memiliki karakteristik adanya praktik
yang ditunjang dengan teori, pelatihan, kode etik yang mengatur perilaku, dan
punya otonomi yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaannya (Alma, 2010: 133).
Berbicara mengenai profesional jelas ada kaitannya dengan profesi.
Sedangkan menurut Campbell dalam bukunya yang berjudul Profesionalisme dan Pendampingan Pastoral:
Hakikat yang sesungguhnya dari profesionalitas tidaklah jelas. Istilah