• Tidak ada hasil yang ditemukan

Belajar dari kisah panggilan Nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain sebagai usaha memantapkan panggilan menjadi guru agama katolik bagi mahasiswa IPPAK Universtas Sanata Dharma Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Belajar dari kisah panggilan Nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain sebagai usaha memantapkan panggilan menjadi guru agama katolik bagi mahasiswa IPPAK Universtas Sanata Dharma Yogyakarta."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap mahasiswa IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dalam menanggapi panggilannya untuk menjadi guru agama Katolik. Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin banyak dibutuhkan di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Secara khusus Kenyataan yang dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa Pendidikan Agama Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan atau bukan panggilannya. Dengan melihat kenyataan ini mahasiswa selalu mendapat bimbingan dari setiap dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan menjadi guru agama Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan tidaklah mudah namun membutuhkan proses secara bertahap.

Bertitik tolak dari alasan disatas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa untuk menyadari panggilannya menjadi guru agama Katolik dengan meneladan pada kisah nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN. Dengan adanya kisah nabi Elia diharapkan mahasiswa mampu meneladan dan belajar untuk setia akan panggilannya menjadi guru agama Katolik yang profesional, sehingga mampu menjawab kebutuhan peserta didiknya nanti. Maka dalam skripsi ini dibahas dua hal seputar kisah panggilan nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN dan pengertian tentang guru agama Katolik. Di samping itu juga dijelaskan pengertian guru agama Katolik yang profesional, tantangan menjadi guru dan tugas sebagai guru agama Katolik.

Dalam skripsi ini penulis menawarkan bentuk katekese dengan model

(2)

ABSTRACT

This small thesis with the title BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA is chosen based on writer’s concern to IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Sanata Dharma University Yogyakarta, in responding their calls to be Catholic religion teachers. Nowadays, Catholic religion teachers as an occupation is more needed at many regions in Indonesia. Especially, the fact that them selves, mostly Catholic Religion Education students consider in a wrong direction or not the call of their life. Looking at this fact, students always get a conseling guidance from every lecturer to recognize the cal to be Catholic Religion teacher. Certainly, to realize a call is not easy, and it is a process gradually.

Based on the reasons above, this small thesis is intended to help students to recognize the call to be Catholic Religion teachers by taking example from the

story of the prophet Elijah in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel. With the story of Elijah, student are expetced to pattern and learn to be faithful of their call to be professional Catholic Religion teacher, so as they will fulfil their pupils needs

later. Thus, this thesis small will discuss about two things, the story of Elijah’s call as a prophet in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel and the explanation about Catholic Relogion teacher. Besides, there is also described a definition about professional Catholic Religion techer, challenges to be a teacher, and duties as Catholic religion teacher.

(3)

i

BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL

THE FIFTH MOUNTAIN

SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI

GURU AGAMA KATOLIK BAGI

MAHASISWA IPPAK UNIVERSTAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh :

Hendri Chus Eddy Nurcahyo Dwi Saputro

NIM 081124008

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

 Ibu Bernadheta Sri Wahyuni, Alm. Ayah Aloysius Heryanto dan Kakak

Katarina Heni Noviyanti yang telah membantu dalam perjalanan suka dan

duka untuk menyelesaikan Skripsi ini.

 Para dosen pembimbing yang dengan kesabaran dan ketekunan telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi di Kampus IPPAK

tercinta ini.

 F.X. Dian Kristin Trie Halbes Manik yang selalu memberikan semangat

dan motivasi.

 Teman-teman IPPAK seluruh angkatan khususnya untuk angkatan 2008

(7)

v

MOTTO

“Jangan tuntut orang lain sempurna,

melainkan

(8)
(9)
(10)

viii

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTAdipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap mahasiswa IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,dalam menanggapi panggilannya untuk menjadi guru agama Katolik. Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin banyak dibutuhkan diseluruh daerah yang ada di Indonesia. Secara khusus Kenyataan yang dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa Pendidikan Agama Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan ataubukan panggilannya.Dengan melihat kenyataan ini mahasiswa selalu mendapat bimbingan dari setiap dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan menjadi guru agama Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan tidaklah mudah namun membutuhkan proses secara bertahap.

Bertitik tolak dari alasan disatas, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa untuk menyadari panggilannya menjadi guru agama Katolik dengan meneladan pada kisah nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN. Dengan adanya kisah nabi Elia diharapkan mahasiswa mampu meneladan dan belajar untuk setia akan panggilannya menjadi guru agama Katolik yang profesional, sehingga mampu menjawab kebutuhan peserta didiknya nanti. Maka dalam skripsi ini dibahas dua hal seputar kisah panggilan nabi Elia dalam novel THE FIFTH MOUNTAIN dan pengertian tentang guru agama Katolik. Di samping itu juga dijelaskan pengertian guru agama Katolik yang profesional, tantangan menjadi guru dan tugas sebagai guru agama Katolik.

Dalam skripsi ini penulis menawarkan bentuk katekese dengan model

(11)

ix ABSTRACT

This small thesis with the title BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTAis chosen based on writer’s concern to IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Sanata Dharma University Yogyakarta, in responding their calls to be Catholic religion teachers. Nowadays, Catholic religion teachers as an occupation is more needed at many regions in Indonesia. Especially, the fact that them selves, mostly Catholic Religion Education students consider in a wrong direction or not the call of their life. Looking at this fact, students always get a conseling guidance from every lecturer to recognize the cal to be Catholic Religion teacher. Certainly, to realize a call is not easy, and it is a process gradually.

Based on the reasons above, this small thesis is intended to help students to recognize the call to be Catholic Religion teachers by taking example from the story of the prophet Elijah in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel. With the story of Elijah, student are expetced to pattern and learn to be faithful of their call to be professional Catholic Religion teacher, so as they will fulfil their pupils needs later. Thus, this thesis smallwill discuss about two things, the story of Elijah’s call as a prophet in “THE FIFTH MOUNTAIN” novel and the explanation about Catholic Relogion teacher. Besides, there is also described a definition about professional Catholic Religion techer, challenges to be a teacher, and duties as Catholic religion teacher.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

kasih karunia yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul BELAJAR DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM

NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN

PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA

IPPAK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA.

Skripsi ini memuat pembahasan mengenai kisah nabi Elia dalam novel

THE FIFTH MOUNTAIN khususnya dalam hal panggilan. Disamping itu dibahas pula mengenai guru agama Katolik yang profesional serta memaparkan program

katekese model Shared Christian Praxis (SCP) yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas. Usulan tersebut dirancang khusus untuk mahasiswa

IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik) Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta agar mahasiswa semakin mantap akan panggilannya.

Selama proses penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis

mendapatkan banyak dukungan dan perhatian dari berbagai pihak, untuk itu

penulis dengan tulus hati mengucapkan banyak terimakasih terutama kepada:

1. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku KaprodiIPPAK Universitas

Sanata Dharmayang telah memberi dukungan kepada penulis dalam

penyelesaian Skripsi ini.

2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. selaku dosen pembimbing utamayang selalu

(13)

xi

dengan penuh kesabaran telah membimbing penulis dalam penyelesaian

skripsi ini.

3. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku dosen penguji kedua yang juga

dengan sabar dan ketulusan hati telah membimbing dan mengarahkan penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Yosef Hendrikus Bintang Nusantara SFK., M. Hum. selaku dosen penguji

ketiga yang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis terutama dalam

proses skripsi ini.

5. Segenap staf dosen dan seluruh karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata

Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan semangat kepada

penulis.

6. Keluarga tercinta: Alm. Bapak Aloysius Heryanto, IbuBernadheta Sri

Wahyuni, Kakak Katarina Heni Noviyanti, yang selalu dengan ketulusan hati

mendoakan dan memberikan dukungan sepenuhnya bagi penulis dalam

menyelesaikan perkuliahan.

7. F.X. Dian Kristin Trie Halbes Manik, yang telah dengan setia mendampingi

penulis. Ucapan syukur dan terima kasih atas bantuan, saran, perhatian serta

cinta kasihnya yang selalu menguatkan penulis selama menyelesaikan skripsi

ini.

8. Segenap sahabat-sahabat tercinta mahasiswa angkatan 2008 dan lintas

angkatan yang telah mendukung dan berdinamika bersama dalam suka dan

duka sehingga menciptakan keluarga besar IPPAK yang penuh dengan

(14)
(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……….. vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN... xvii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan Penulisan ... 6

D.Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. KISAH PANGGILAN NABI ELIA BERDASARKAN NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN, KITAB SUCI DAN PESAN-PESANNYA.... 9

A.Siapakah Paulo Coelho? ... 9

B.Nabi Elia dalam Novel “The Fifth Mountain” ... 11

C.Panggilan Nabi Elia dalam Novel “The Fifth Mountain” ... 13

D.Nabi Elia dalam Kitab Suci... 16

E. Pesan Nabi Elia dalam Novel The Fifth Mountain ... 20

BAB III. PANGGILAN DAN TANTANGAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL ... 22

(16)

xiv

1. Panggilan ... 23

2. Tantangan ... 24

B.Guru Agama Katolik yang Profesional ... 27

1. Guru ... 27

2. Guru Agama Katolik ... 30

3. Profesional ... 33

4. Guru yang Profesional ... 35

a. Guru adalah Jabatan Profesional ... 35

b. Kompetensi Seorang Guru ... 36

C. Panggilan sebagai Guru Agama Katolik yang Profesional ... 37

1. Pelayanan Guru Agama ... 39

2. Tanggapan Murid ... 40

D. Spiritualitas Pendidik Katolik ... 41

E. Tugas Seorang Guru Agama Katolik ... 41

1. Pengajar Pengetahuan Agama Katolik ... 42

2. Saksi Kristus ... 43

a. Guru Dapat Berkembang dalam Relasi ... 45

b. Menerima Diri ... 46

c. Mengembangkan Diri untuk Siap Sedia Berkorban ... 47

d. Percaya Diri ... 48

3. Pembinaan Iman ... 49

F. Refleksi Pribadi... 50

BAB IV. USULAN PROGRAM PERSIAPAN KATEKSE YANG TERINTEGRASI DENGAN PEMBINAAN SPIRITUALITAS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN MAHASISWA AKAN PANGGILANNYA SEBAGAI GURU AGAMA KATOLIK... 52

A. Gambaran Umum Katekese... ... 53

1. Pengertian Katekese ... 53

2. Tujuan Katekese ... 54

(17)

xv

4. Sumber Katekese ... 57

B. Pemilihan Model Katekese... ... 57

1. Shared... 59

2. Christian ... 60

3. Praxis ... 61

a) Aktivitas ... 61

b) Refleksi ... 62

c) Kreativitas ... 63

a. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) ... 63

1) Langkah 0 : Pemusatan Aktivitas ... 63

2) Langkah I : Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta 64

3) Langkah II : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta ... 65

4) Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani... 66

5) Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkret ... 67

6) Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi Konkret ... 68

C. Usulan Program dan Persiapan Katekese ... 69

1. Pengertian Program ... 69

2. Tujuan Penyusunan Program ... 69

3. Sub. Tema dan Sub. Tujuan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 70

4. Penjabaran Program Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... ... 72

5. Contoh Persiapan Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) 75 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 85

A. Kesimpulan... ... 85

B. Saran... ... 88

1. Bagi Prodi IPPAK... ... 88

2. Bagi Pembinaan Spiritualitas... ... 89

a. Materi Pembinaan Spiritualitas... ... 89

(18)

xvi

c. Pendamping Pembinaan Spiritualitas... ... 90

3. Bagi Mahasiswa... ... 90

DAFTAR PUSTAKA... ... 91

LAMPIRAN... ... 93

(19)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A.Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indonesia, 2008.

B.Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA

CT :

:

Apostolicam Actuositatem, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 18 November 1965.

Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II kepada para Uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang Katekese Masa Kini, 16

Oktober 1979.

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

LG Lumen Gentium (Terang Bangsa-Bangsa),Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.

C. Singkatan Lain

Bdk : Bandingkan

Bimas : Bimbingan Masyarakat

Cergam : Cerita Bergambar

Hal : Halaman

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Jatim : Jawa Timur

(20)

xviii

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia

PNS : Pegawai Negeri Sipil

Prodi : Program Studi

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini profesi menjadi seorang guru agama Katolik semakin banyak

dibutuhkan oleh sekolah swasta Katolik maupun Negeri di seluruh daerah yang

ada di Indonesia. Pada kenyataannya lembaga pendidikan yang menghasilkan

tenaga pengajar agama Katolik sangatlah minim, selain itu pendapatan yang

diperoleh jika menjadi guru agama Katolik juga tidaklah sebandingan dengan jasa

yang telah diberikan. Selain itu juga masih banyak orang awam yang menganggap

pendidikan agama Katolik lebih cocok diberikan oleh kaum biarawan-biarawati

atau eks-biarawan-biarawati. Dari beberapa permasalahan tersebut mereka kurang

profesional untuk memenuhi tuntutan panggilan sebagai guru pendidikan agama

Katolik.

IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik)

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta merupakan salah satu lembaga pendidikan

formal yang mencetak guru Agama Katolik profesional dalam tugas pendidikan

sehingga diharapkan mampu mendampingi peserta didik untuk menimba ilmu

seluas-luasnya dan berkembang dalam kepribadian yang baik. Kenyataan yang

dapat dilihat sekarang banyak yang sudah menjadi mahasiswa Pendidikan Agama

Katolik menganggap dirinya salah masuk jurusan atau untuk menjadi seorang

(22)

Dengan melihat kenyataan mahasiswa calon guru agama Katolik yang

berkuliah di IPPAK (Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik)

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta selalu mendapat bimbingan dari setiap

dosen yang mengajar untuk menyadari sebuah panggilan menjadi guru agama

Katolik. Memang untuk menyadari sebuah panggilan tidaklah mudah namun

membutuhkan proses secara bertahap.

Profesi sebagai guru agama Katolik merupakan suatu profesi sarat makna.

Profesi ini akan bermakna apabila setiap orang yang menjalani profesi guru

agama Katolik dapat menyadari dan menghayatinya sebagai panggilan. Apabila

profesi sebagai guru agama Katolik dikaitkan dengan iman, menjadi guru agama

Katolik adalah panggilan Tuhan sendiri. Tugas guru agama Katolik secara rohani

adalah membantu peserta didik menuju kesempurnaan yang diharapkan oleh

Tuhan sendiri. Guru agama Katolik adalah mitra Tuhan dalam perutusan

pendidikan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi ketidaksesuaian antara

kenyataan dan harapan, yaitu faktor eksternal dan internal guru sendiri. Faktor

eksternal misalnya pengaruh perubahan masyarakat yang menempatkan profesi

guru menjadi terpinggirkan. Salah satu contohnya adalah profesi guru dipandang

sebagai profesi yang tidak memiliki nilai ekonomis. Akibatnya banyak orang

muda tidak lagi tertarik, atau mereka yang sudah terlanjur di dalamnya akan

terpengaruh oleh mentalitas ekonomis tersebut. Dari segi internal, internalisasi

panggilan hidup sebagai guru dirasakan semakin sulit oleh sebagian orang yang

(23)

berusaha membangun kembali komitmen akan panggilannya di tengah

perubahaan masyarakat dewasa ini.

Pada hakikatnya hal menyadari panggilan untuk menjadi guru agama

Katolik tidak hanya dialami oleh mahasiswa IPPAK-USD saja, demikian juga

dengan nabi Elia yang sejak kecil sudah mendengar suara-suara dan berbicara

dengan malaikat-malaikat. Waktu itu dia didesak ayah-ibunya untuk menemui

seorang imam Israel. Setelah menanyakan macam-macam, imam itu menyatakan

Elia seorang nabi, “orang yang dikuasai roh”, orang yang ”mengagungkan sabda

Tuhan”. Setelah menemui imam tersebut orang tua Elia melarang Elia untuk

menceritakan kepada siapapun segala yang telah dilihat dan didengarnya.

Sebenarnya Elia hanya berkomunikasi dengan malaikat pelindungnya, dan

suara-suara itupun hanya menyangkut kehidupannya sendiri walaupun dia juga

mendapatkan penglihatan-penglihatan yang tidak dipahaminya. Karena larangan

dari orang tuanyalah maka suara-suara dan penglihatannya itu semakin jarang

dialaminya. Setelah dewasa Elia membuka bengkel tukang kayu dari uang yang

dipinjamkan dari orang tuanya (Coelho, 2011: 20-21).

Panggilan yang diterima oleh nabi Elia tidaklah mudah untuk langsung

diterima oleh nabi Elia sendiri, karena saat nabi Elia sudah dewasa dia

menganggap dirinya sebagai orang biasa dan mempunyai pekerjaan sebagai

tukang kayu di bengkelnya sendiri. Namun panggilan nabi Elia tidak berhenti

begitu saja. Saat nabi Elia sedang bekerja tiba-tiba mendengar suara yang

berbicara serentak dari segala penjuru “Kemudian datanglah firman Tuhan

(24)

kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini,

kecuai kalau kukatakan”. Peristiwa yang dialami oleh nabi Elia pada saat itu

disebabkan oleh kekacuan yang terjadi di Israel, karena pada saat itu raja Ahab

setelah menikah dengan Izebel putri dari Tirus dan Izebel meminta raja Ahab

untuk mengganti Allah Israel dengan dewa-dewa Lebanon (Coelho, 2011: 22-25).

Setelah mendengar suara-suara dan penglihatan, nabi Elia berusaha

menemui raja Ahab untuk memberitahu bahwa akan terjadi kekeringan di seluruh

negeri, sampai seluruh bangsa itu berhenti menyembah dewa-dewa Fenisia. Raja

Ahab tidak memperdulikan perkataan nabi Elia, tetapi Izebel yang duduk di

samping Ahab mendengarkan ucapan-ucapan nabi Elia dengan penuh perhatian

dan mulai mengajukan beberapa pertanyaan. Pada keesokan harinya nabi Elia

menemui raja Ahab dan menceritakan akan penglihatanya. Nabi Elia pagi-pagi

benar dibangunkan oleh orang Lewi agar bersembunyi, karena Izebel telah

menyakinkan raja Ahab bahwa para nabi merupakan ancaman bagi perkembangan

dan perluasan Israel. Maka raja Ahab memerintahkan agar para prajurit

menghukum mati semua nabi yang tidak mau meninggalkan tugas suci yang telah

diperintakan oleh Tuhan. Namun kepada nabi Elia tidak diberikan pilihan dia

harus dibunuh, maka dari itu nabi Elia dan orang Lewi berusaha untuk tetap

bersembunyi (Coelho, 2011: 26-28).

Kisah yang dialami nabi Elia, menggambarkan bagaimana nabi Elia tetap

setia dalam panggilan menjadi seorang nabi. Nabi Elia dalam menjalankan

panggilan mendapat banyak sekali pencobaan, mulai dari pengejaran oleh Ratu

(25)

mengira kerja kerasnya selama ini hanyalah suatu kegagalan besar dan hanya

tinggal dia sendiri yang bersujud kepada Tuhan. Tugas yang dilaksanakan oleh

nabi Elia sangat berat, namun kesetian nabi Elia terhadap Tuhan menyebabkan

dirinya tidak takut untuk menjalankan tugasnya meskipun dirinya merasa

terancam oleh orang-orang yang tidak suka akan apa yang telah dilakukan.

Berdasarkan kenyataan yang ada penulis mencoba menjawab dengan

memberikan sumbangan dalam bentuk gagasan atau pemikiran sebagai suatu

alternatif keterlibatan dalam memantapkan sebuah panggilan menjadi guru agama

Katolik. Untuk itu penulis mengambil judul skripsi sebagai berikut: BELAJAR

DARI KISAH PANGGILAN NABI ELIA DALAM NOVEL THE FIFTH

MOUNTAIN SEBAGAI USAHA MEMANTAPKAN PANGGILAN MENJADI GURU AGAMA KATOLIK BAGI MAHASISWA IPPAK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa

permasalahan yang menjadi fokus pembahasan skripsi ini. Berikut ini adalah

beberapa permasalahan tersebut:

1. Apa yang dimaksud panggilan menurut novel The Fifth Mountain ?

2. Bagaimanakah dinamika menentukan pilihan jalan hidup yang dilakukan oleh

(26)

3. Bagaimanakah mempergunakan kisah hidup Nabi Elia menurut buku The Fifth Mountain dalam pendampingan pemilihan jalan hidup bagi calon Guru Agama Katolik?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk memahami makna panggilan menurut novel The Fifth Mountain. 2. Menggali nilai-nilai panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain.

3. Memaparkan usaha memantapkan panggilan menjadi guru agama Katolik

berdasarkan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain.

4. Memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi

Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan inspirasi bagi para mahasiswa

IPPAK Sanata Dharma dalam panggilan sebagai guru agama Katolik.

2. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk persiapan katekese

yang terintegrasi dengan pembinaan spiritualitas bagi Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan

(27)

3. Dapat memperkembangkan penulis dalam proses berpikir, merasa, dan

menghayati panggilan menjadi guru agama Katolik.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah metode naratif. Narasi memiliki

makna pengisahan suatu cerita atau kejadian (Hofmann, 1994: 1). Naratif berarti

pola berdasarkan ceritera, rangkaian kalimat yang bersifat narasi atau bersifat

menggambarkan kisah panggilan nabi Elia dalam buku The Fifth Mountain

karangan Paulo Coelho sebagai usaha memantapkan panggilan mahasiswa IPPAK

Sanata Dharma untuk menjadi guru agama Katolik. Dengan menggali nilai-nilai

panggilan nabi Elia yang terdapat dalam buku The Fifth Mountain karangan Paulo Coelho, dengan menggunakan bantuan buku-buku sumber, artikel-artikel, serta

tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tema karya tulis ini.

Dari buku-buku referensi yang dapat mendukung penulisan karya tulis,

penulis dapat mengumpulkan data-data ilmiah, lalu mengolahnya menjadi karya

ilmiah.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini adalah :

Bab I menguraikan pendahuluan yang berisikan tentang : latar belakang

penulisan skripsi, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan,

(28)

Bab II menguraikan sekilas tentang siapa Paulo Coelho dan bagaimana

pandangannya tentang kisah panggilan nabi Elia dalam novel The Fifth Mountain

serta perbandingan isi novel The Fifth Mountain dengan teks Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, pesan-pesan panggilan Elia sebagai seorang

nabi dalam novel The Fifth Mountain dan kisah nabi Elia dalam Kitab Suci yang dapat dijadikan pegangan dalam mematangkan panggilan sebagai seorang guru

agama Katolik.

Bab III menguraikan gambaran mengenai bagaimana menjadi Guru

Agama Katolik yang profesional, panggilan dan tantangan menjadi Guru Agama

Katolik, arti panggilan, tantangan, pengertian guru dan pengertian Guru Agama

Katolik.

Bab IV menuturkan sumbangan pemikiran dengan merancang persiapan

katekese yang terintegrasi dengan pembinaan spritualitas yang dapat digunakan

untuk membantu memantapkan panggilan sebagai guru Agama Katolik.

(29)

BAB II

KISAH PANGGILAN NABI ELIA

BERDASARKAN NOVEL THE FIFTH MOUNTAIN, KITAB SUCI

DAN PESAN-PESANNYA

A. Siapakah Paulo Coelho?

Paulo Coelho lahir di Rio de Jeneiro, Brazil, 24 Agustus 1947. Paulo

Coelho berasal dari sebuah keluarga kelas menengah di lingkungan perkotaan.

Ayahnya, Pedro adalah seorang arsitek, dan ibunya Lygia adalah seorang ibu

rumah tangga. Paulo Coelho juga dikenal dengan nama Paul Rabbit

seorang novelis Brasil. Ia merupakan salah satu penulis dengan karya yang paling

banyak dibaca di dunia saat ini. Paulo telah menerima sejumlah penghargaan

internasional atas karya-karyanya, termasuk Crystal Award dari Forum Ekonomi

Dunia. The Alchemist, novelnya yang paling terkenal, telah diterjemahkan ke

dalam 67 bahasa. Sang penulis telah menjual 150 juta kopi bukunya di seluruh

dunia (wikipedia Paulo Ceolho, 2013: 1).

Novel The Alchemist terbit pada tahun 1988, tema sentralnya bertuang

pada kalimat yang diucapkan Raja Melkisedek kepada si anak gembala, Santiago,

“kalau engkau mendambakan sesuatu, alam semesta bekerja sama membantumu

memperolehnya. Novel ini adalah tonggak awal yang akan menempatkan nama

Coelho dalam jajaran novelis tingkat dunia. Novel ini, berbeda dengan

karya-karya Coelho sebelumnya, merupakan sebuah novel simbolik yang kaya akan

(30)

bergulat selama sebelas tahun dengan ilmu alkimia. Novel Sang Alkemis banyak mendapat pengaruh dari Novel Tale of Two Dreamers karya Jorge Luis Borges, seorang sastrawan Brasil kenamaan (wikipedia Sang Alkemis, 2013: 1).

Setelah kesuksesan novel Sang Alkemis bukan berarti Coelho berpuas diri. Coelho merupakan seorang penulis produktif yang hampir setiap tahun selalu

mengeluarkan karya terbaru baik itu berupa novel asli, novel adaptasi, kumpulan

cerita pendek, maupun kumpulan artikel. Karya-karya Coelho lainnya

(31)

The Fifth Mountain (Gunung Kelima) adalah novel kelima karangan Paulo

Coelho yang diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1998 dan dalam bahasa

Indonesia pada tahun 2005. Dikisahkan tentang Nabi Elia, seorang nabi yang

diajarkan oleh orang-tuanya untuk menolak panggilannya dari Tuhan. Dia

terpaksa menuruti panggilannya ketika rajanya, Raja Ahab memperbolehkan

istrinya, Ratu Izebel untuk memaksakan rakyat Israel untuk menyembah salah

satu dewa berhalanya. Setelah penderitaan berkepanjangan dan di bawah ancaman

kematian, Elia meloloskan diri dan diutus Tuhan untuk mencari seorang janda dari

Akbar yang akan menerimanya walaupun wanita itu sendiri kesusahan untuk

mencari makanan bagi anaknya. Ketika kota itu terancam peperangan, Elia

berseru pada Tuhan agar menyelamatkan kota itu dan penduduknya, tapi Tuhan

seakan tidak mendengar. Ketika dia meminta Tuhan menyelamatkan perempuan

yang dicintainya, Tuhan pun seakan memalingkan muka tak peduli. Segala

percobaan ini membuat Elia mempertanyakan kasih dan kemurahan hati Tuhan,

dan mendorongnya mengambil keputusan: menentang Tuhan sampai Dia

memberikan jawaban. Dari wanita dan putranya inilah Elia belajar untuk

mencintai, bertahan dalam rasa kehilangan dan tetap tegar melawan kekuatan

tirani yang fanatik (wikipedia Gunung Kelima, 2014: 1).

B. Nabi Elia dalam novel “The Fifth Mountain”

Dikisahkan Raja Ahab, atas permintaan Izebel istrinya, memerintahkan

rakyat Israel untuk mengganti kepercayaan dari menyembah Allah dengan

(32)

Sementara seorang pemuda yang bernama Elia yang bekerja sebagai tukang kayu

tiba-tiba mendapatkan wahyu dari malaikat Allah. Wahyu yang didapat

memerintahkan Elia untuk menghadap raja Ahab dan memberinya peringatan,

bahwa jika bangsa Israel tidak kembali menyembah Allah maka negeri itu akan

dilanda kekeringan yang panjang. Usai menyampaikan peringatan itu, Izebel

memerintahkan membunuh seluruh nabi-nabi Israel yang masih menyembah

Allah. Namun Elia yang menjadi target utama berhasil lolos ke luar kota atas

petunjuk malaikat Allah, Elia menuju kota kecil yang bernama Akbar, yang

penduduknya juga menyembah Baal (Coelho, 2011: 15-51).

Di kota Akbar Elia juga menunggu hingga saat dia diperintahkan kembali

ke Israel, di kota inilah Elia berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang menguji

keyakinannya akan Tuhan. Penduduk Akbar tahu bahwa Elia adalah nabi Israel

yang dicari-cari oleh Izebel, tapi mereka membiarkannya menumpang di rumah

seorang janda beranak satu selama Elia tidak menimbulkan kekacauan. Jika Elia

mengacau, maka kepalanya akan dijual kepada Izebel. Hingga satu saat Elia

dianugerahi satu mukjizat yang mencengangkan, penduduk Akbar pun mulai

menghormatinya bahkan akhirnya dipercaya menjadi penasehat gubernur.

Akhirnya Elia menetap sementara di kota Akbar, sambil menunggu perintah

Tuhan untuk membawanya kembali ke Israel dan menyelamatkan bangsanya dari

penyembahan berhala di bawah kekuasaan Raja Ahab. Setelah bertahun-tahun

lamanya Elia bertahan di kota Akbar, Elia dihadapkan dengan peperangan yang

akan terjadi di kota Akbar, kota yang begitu indah dan damai. Di siniah Elia

(33)

kota Akbar tidak mendapat serangan dari para prajurit suruhan Raja Ahab.

Penduduk yang mulai tidak suka dengan keberadaan Elia, menganggap Elia

sebagai biang masalah yang terjadi di kota Akbar. Dimulai dari meninggalnya

anak dari janda yang ditinggali dan kota Akbar yang akan diserang oleh prajurit

Raja Ahab. Di tengah kejadian itu, penduduk meminta Gubernur menghukum Elia

untuk dihukum mati (Coelho, 2011: 51-73).

Akhirnya Elia dengan keberaniannya menemui semua penduduk kota

Akbar untuk siap bertanggung jawab atas apa yang terjadi di kota Akbar dengan

meminta pertolongan kepada Allah agar diberi petunjuk. Setelah lama berdiam

menunggu, Elia mendapat suara malaikat Allah yang datang kepadanya agar Elia

kembali ke rumah janda tersebut untuk membangkitkan kembali anak janda itu

dengan menyebut nama Allah. Apa yang didapat dari malaikat Allah, Elia lakukan

bertujuan agar kota Akbar tetap memuliakan nama Allah (Coelho, 2011: 80-87).

C. Panggilan Nabi Elia dalam novel “The Fifth Mountain”

Nabi Elia sejak kecil sudah mendengar suara-suara dan berbicara dengan

malaikat-malaikat. Waktu itu dia didesak oleh ayah dan ibunya untuk menemui

seorang imam Israel. Setelah menanyakan macam-macam, imam itu menyatakan

Elia seorang Nabi, “orang yang dikuasai roh”, orang yang “mengagungkan nama

sabda Tuhan”. Setelah berjam-jam berbicara dengan Elia, iman itu mengatakan

kepada ayah dan ibu Elia bahwa apa pun yang dikatakan anak mereka mesti

(34)

Setelah menemui imam Israel, ayah dan ibu Elia melarang Elia

menceritakan pada siapa pun apa yang telah dilihat dan didengarnya. Menjadi

nabi berarti memiliki ikatan-ikatan dengan Pemerintah dan ini sangat berbahaya.

Sebenarnya hal-hal yang didengar Elia tidaklah menarik bagi para imam ataupun

raja-raja. Dia berkomunikasi hanya dengan malaikat pelindungnya, dan nasihat

yang didengarnya hanya menyangkut kehidupannya sendiri. Nabi Elia juga

sesekali mendapat penglihatan yang tidak dipahaminya. Setelah

penglihatan-penglihatan itu lenyap, dia pun berusaha melupakannya secepat mungkin dan

mematuhi permintaan ayah dan ibunya (Coelho, 2011: 20-21).

Dalam perjalanan waktu setelah nabi Elia tumbuh dewasa, dia mulai

jarang mendapatkan suara-suara dan penglihatan-penglihatan yang sering didapat

saat masih kecil. Setelah Elia dirasa cukup umur untuk mencari nafkah sendiri,

akhirnya ayah dan ibunya meminjamkan uang untuk membuka bengkel tukang

kayu (Coelho, 2011: 21).

Setelah lama bekerja sebagai tukang kayu, Elia menganggap dirinya orang

biasa, pakaiannya pun biasa, seperti orang pada umumnya, dan yang tersiksa

hanyalah jiwanya yang dipenuhi ketakutan-ketakutan serta godaan-godaan yang

dialami manusia lain pada umumnya. Ketika dia makin tenggelam dalam

pekerjaannya di bengkel tukang kayu miliknya, suara-suara itu tidak pernah lagi

didengarnya. Percakapan semasa kecil antara dirinya dan imam itu kini tinggal

kenangan samar. Elia tidak peraya Allah yang Maha Kuasa harus berbicara

dengan manusia agar perintah-perintah-Nya dipatuhi, yang terjadi pada masa kecil

(35)

Namun saat Elia mendengar bahwa rajanya yang bernama Ahab menikah

dengan Izebel, putri dari Tirus, Elia tidak menganggap penting hal tersebut,

karena raja-raja Israel terdahulu juga pernah berbuat demikian, dan hasilnya

adalah kedamaian abadi di seluruh negeri, serta hubungan perdagangan yang kian

penting dengan Lebanon. Elia tidak telalu peduli bahwa rakyat tetangga itu

menyembah dewa-dewa yang tidak jelas atau menjalankan praktek-praktek

keagamaan yang aneh. Setelah naik takhta, Izebel meminta pada Ahab agar

mengganti Allah Israel dengan dewa-dewa Lebanon. Meski merasa marah Elia

tetap memuja Allah Israel dan menjalani hukum-hukum Musa (Coelho, 2011:

23-24).

Kemudian terjadilah peristiwa yang sama sekali tak terduga. Suatu siang,

ketika Elia sedang menyelesaikan sebuah meja di bengkelnya, suasana

sekelilingnya menjadi gelap dan ribuan cahaya kecil mulai berkelap-kelip di

sekitarnya. Salah satu cahaya itu bersinar lebih terang, dan sekonyong-konyong

terdengar suara, seolah-olah berbicara serentak dari segala penjuru. Kemudian

datanglah firman Tuhan kepadanya “Katakan kepada Ahab, demi Tuhan yang

hidup, Allah Israel yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan

pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan”. Setelah mendapatkan suara

firman Allah, pada esok harinya Elia memutuskan untuk menemui raja Ahab

untuk menyampaikan apa yang telah dia dapatkan untuk memperingatkan raja

(36)

D. Nabi Elia dalam Kitab Suci

Dalam Kitab 1 Raja-raja, dikisahkan munculnya seorang nabi Israel yang

menjadi abdi setia Allah ketika Israel mulai menyimpang dari Allah dengan

menyembah Baal. Nama nabi itu adalah Elia. Ia berasal dari Tisbe-Gilead.

Elia adalah nabi yang dengan gigih berjuang untuk mengembalikan

keyakinan dan kesetiaan umat Israel pada Allah. Elia muncul ketika Israel mulai

tidak setia kepada Allah setelah Ahab, Raja Israel putra Omri memperistri Izebel,

seorang putri Etbaal, raja Sidon yang menyembah Baal (Bdk 1 Raj 16: 29-33).

Ahab mulai tidak setia kepada Allah dengan membangun mezbah untuk Baal di

samaria. Ahab juga membangun patung Asyera, salah satu dewi orang Sidon (Bdk

1 Raj 16: 32-33). Perbuatan raja Ahab ini menimbulkan sakit hati Tuhan, Allah

Israel lebih dari semua raja-raja Israel yang mendahulinya (Bdk 1 Raj 16: 33).

Lalu Tuhan mengutus nabi Elia untuk menjatuhkan hukuman atas dosa Ahab ini

dengan nubuat kekeringan di Israel (Bdk 1 Raj 17: 1). Saat itulah nabi Elia mulai

tampil sebagai pembela, sekaligus perantara Allah dalam melawan kekafiran

akibat penyembah Baal.

Oleh karena peran ini pula, Elia mengalami berbagai macam penderitaan

karena harus melawan ancaman dari raja Ahab dan Izebel. Untuk menghindari

pengejaran dari para pasukan raja Ahab, Elia mendapatkan firman Tuhan untuk

pergi dan diam di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan (Bdk 1 Raj 17:

5). Tetapi setalah lama sungai itu menjadi kering, sebab hujan tidak turun di

negeri itu. Dengan ada itu Elia mendapat kembali firman Tuhan untuk pergi ke

(37)

karena Tuhan telah memerintahkan seorang janda untuk memberinya makan (Bdk

1 Raj 17: 8-9).

Setelah sampai ke pintu gerbang kota tampaklah seorang janda yang

sedang mengumpulkan kayu. Elia menghampirinya dan berseru kepada janda

untuk mengambilkan sedikit air dan sepotong roti. Perempuan janda pun berkata

tidak ada roti kecuali segenggam tepung dalm tempayan dan sedikit minyak (Bdk

1 Raj 17: 10-12). Janda itu berkata “bahwa dia sekarang sedang mengumpulkan

dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan

bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." Tetapi Elia

berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan,

tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan

bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab

beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan

habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada

waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi." Lalu pergilah perempuan itu

dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak

perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam

tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti

firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia. Sesudah itu anak

dari perempuan pemilik rumah itu jatuh sakit dan sakitnya itu sangat keras sampai

tidak ada nafasnya lagi. Kata perempuan itu kepada Elia: "Apakah maksudmu

datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan

(38)

Elia yang selalu setia kepada Allah tetapi Elia juga tampak dalam

keraguan. Elia mempertanyakan kehendak Tuhan atas kematian anak dari janda di

Sarfat (Bdk 1 Raj 17: 20). Kedekatan dengan Allah ini pulalah yang

memampukan Elia membuat mukjizat-mukjizat: membangkitkan anak janda

Sarfat dari kematian ( Bdk 1 Raj 17: 21), mukjizat di gunung Karmel (Bdk 1 Raj

18: 20-46). Mujizat yang dilakukan oleh nabi Elia agar umat Isarel mengakui

bahwa hanya Allah Israel yang membuat mujizat melalui Elia.

Ketaatan dan kedekatan dengan Allah ini harus dibayar mahal oleh nabi

Elia. Ia harus mengalami berbagai macam penderitaan karena konsekunsinya dari

ketaatan dan kedekatannya dengan Allah. Salah satu penderitaan yang dialaminya

adalah ancaman pembunuhan dari Ahab dan Izebel hingga ia harus bersembunyi

di Sarfat. Elia menjadi orang asing yang terbuang dari negerinya sendiri, Israel.

Elia merasa sedih ketika menyaksikan pembunuhan para nabi yang setia kepada

Allah oleh Ahab dan Izebel. Bahakan Elia pernah merasa putus asa dan

menginginkan mati saja ketika harus lari dari ancaman Izebel (Bdk 1 Raj 19: 4).

Meski demikian, Elia tetap setia pada Yahwe, Allah yang telah menyertai

perjalanannya. Sosoknya sebagai seorang nabi yang selalu berjuang

mengembalikan kesetiaan umat pada Yahwe telah dianggap sebagai pembaharu

perjanjian, berjuang di tengah-tengah situasi dimana kekafiran Baalisme

merajalela di Israel. Peran yang diemban oleh Elia ini tentu bukanlah sebuah

peran yang mudah. Ia diutus Yahwe agar mengingatkan umat Israel yang mulai

tidak setia pada Yahwe. Ketidaksetiaan pada Yahwe inilah yang menyebabkan

(39)

tentang Elia sebagai seorang nabi dapat kita temukan dalam Kitab Raja-raja. Elia

tidak seperti nabi-nabi yang menuliskan firman Tuhan serta ajaran-ajarannya. Ia

muncul dengan singkat sebagai salah satu nabi yang telah berkarya besar yakni

memperingatkan raja-raja Israel agar kembali setia kepada Yahwe. Ada beberapa

cerita heroik Elia dalam melaksanakan tugasnya sebagai nabi: membangkitkan

anak janda yang telah mati (1Raj 17:7-24), Elia di gunung Karmel (1Raj

18:16-19), dan nubuat-nubuat yang benar-benar terjadi. Itu semua dialami oleh Elia

karena Tuhan Allah begitu mengasihi dirinya. Meski demikian, dari sisi

manusiawi Elia, ia pernah mengalami ketakutan yang besar ketika Ahab dan

Izebel berusaha membunuh dia (1Raj19:3). Ia juga hampir mengalami putus asa

ketika ia sampai di gunung Horeb. `Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun

sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia

ingin mati, katanya:"cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab

aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku" (1 Raj 19:4). Pengalaman ini

menggambarkan bahwa biarpun Elia adalah seorang nabi besar, namun rasa tidak

berdaya dan kerapuhan pribadinya dalam menjalankan perintah Tuhan sebagai

nabi ini seringkali dialaminya secara natural. Ia bahkan sempat tidak yakin akan

kemampuannya dalam menjalankan tugasnya sebagai nabi.

Hal ini ditegaskan oleh Surat Yakobus 5:17-18: `Elia adalah manusia biasa

sama seperti kita, dan ia telah sungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan

turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun enam bulan. Lalu ia

berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya'.

(40)

ini terpancar hingga Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, nama Elia disebut

beberapa kali. Pandangan orang Yahudi pada Elia adalah sebagai seorang nabi

yang sedang mempersiapkan datangnya Mesias: `Sesungguhnya Aku akan

mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari Tuhan' ( Bdk Mal 4:5).

Dalam Perjanjian Baru, ia sering dikaitkan dengan Yohanes Pembaptis

yang juga mempersiapkan kedatangan Mesias dan juga bersemangat dalam

mempertobatkan orang Israel. Posisi inilah yang menjadikan Elia sebagai nabi

besar. Namanya dalam Perjanjian Baru antara lain terdapat dalam: Mat 11:14,

16:14, 17:3,17:12, 27:47; Mrk 8:28, 6:15,9:4, 9:13,15:35; Luk 1:17,9:8, 9:30; Yoh

1:21, Rm 11:2 dan Yak 5:17.

E. Pesan Nabi Elia dalam Novel The Fifth Mountain

Refleksi singkat tentang Elia dalam The Fifth Mountain Kisah Elia ini menjadi inspirasi Paulo Coelho dalam menulis novel The Fifth Mountain. Dalam novel tersebut, Paulo Coelho sungguh menggambarkan kisah Elia sebagai seorang

manusia biasa yang terpanggil sebagai seorang nabi. Bagaimana Elia juga

berjuang seperti manusia-manusia lain dalam menanggapi kehendak Tuhan,

dikisahkan dalam novel ini dengan amat hidup. Pergulatan Elia untuk memahami

diri sendiri, memahami panggilan hidupnya, hingga memahami realitas hidupnya

sesuai kehendak Tuhan sungguh tampak nyata dalam novel tersebut.

(41)

adalah beberapa pesan menarik yang dapat saya simpulkan: Keberanian untuk

menerima dan menghayati panggilan hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan

akan memunculkan banyak mukjizat (Coelho, 2011: 26). Panggilan istimewa

sebagai nabi tidak menjadikan Elia merasa mampu segala-galanya tetapi justru

merasa menjadi orang yang sangat biasa. Ia begitu rendah hati dengan panggilan

yang disandangnya sebagai nabi (Coelho, 2011: 79, 181). Meski ia tidak bisa

memahami panggilan khususnya sebagai nabi, Elia tetap taat mendengarkan

firman Tuhan dan menjalankan firman itu. Ia tidak lari kepada Baal tetapi justru

menantang Tuhan dengan berjuang keras memahami kehendak-Nya (Coelho,

2011: 267-268, 286, 294). Elia selalu dapat melihat kebaikan Tuhan. Ia seorang

yang penuh harapan (Coelho, 2011: 312). Elia adalah seorang yang reflektif dan

penuh cinta. Ini tampak dalam permemungan-permenungan pribadinya tentang

panggilan, karya dan cintanya kepada orang lain, termasuk kepada janda di Sarfat

itu. Dari kata-kata anak laki-laki yang diajak Elia untuk mendaki Gunung Kelima

dapat dijadikan sebagai bahan permenungan hidup "Di dunia sekitar kita. Kalau

engkau memperhatikan apa-apa yang terjadi dalam hidupmu, setiap hari akan

kautemukan dimana Dia menyembunyikan Sabda-sabda dan Kehendak-Nya.

Cobalah melakukan perintah-Nya : Untuk itulah engkau diberi kehidupan di dunia

ini" "Kalau kutemukan, akan kutuliskan sabda-sabda itu pada

lempengan-lempengan tanah liat" "Lakukanlah. Tapi terutama tuliskanlah semuanya itu di

dalam hatimu; di sana sabda-sabda itu tidak bisa dibakar atau dihancurkan, dan

kau kan membawanya bersamamu ke mana pun engkau pergi" (Coelho, 2011:

(42)

BAB III

PANGGILAN DAN TANTANGAN

MENJADI GURU AGAMA KATOLIK YANG PROFESIONAL

Bab ini akan berbicara mengenai panggilan dan tantangan menjadi guru

agama Katolik yang profesional. Pada bab sebelumnya telah dibahas bagaimana

nabi Elia yang sejak kecil sudah mendapatkan suara-suara dan penglihatan,

merupakan panggilan yang secara tidak dia sadari bahwa Elia dipanggil oleh

Allah untuk menjadi seorang nabi. Panggilan yang diterima oleh Elia untuk

menjadi seorang nabi tidak atas kehendak dirinya sendiri, tetapi Allah sendiri

yang menghendaki dan Elia dengan kesetiaannya kepada Allah tetap

melaksanakan panggilan yang dia dapat dengan ketulusannya dalam melayani

Allah. Serta dengan keberaniannya Elia dapat melewati tantangan-tantangan yang

dia dapat saat melaksanakan tugasnya menjadi seorang Nabi. Dalam menanggapi

panggilan dan tantangan yang ada, diharapkan nabi Elia dapat menjadi inspirasi

bagi kita untuk menanggapi panggilan untuk menjadi guru agama Katolik yang

profesional, serta mempunyai kekuatan dalam menghadapi tantangan untuk

menjadi guru agama Katolik yang profesional.

(43)

A. Panggilan dan Tantangan

1. Panggilan

Panggilan artinya seorang yang dipanggil dan tujuan mengapa orang

dipanggil. Yang memanggil ialah Allah sendiri, yang dipanggil ialah manusia. Isi

panggilan sendiri ialah mengundang supaya manusia menyerahkan seluruh dirinya

kepada Allah. Akan tetapi Allah itu Roh, Allah tidak akan bisa dilihat dengan

mata dan firman-Nya tidak akan bisa kita dengar secara langsung oleh telinga kita.

Panggilan Allah dapat kita dengar di seluruh dunia melalui Gereja (Gabriel, 1962:

5).

Panggilan sebagai seorang beriman berarti bahwa setiap pribadi dipanggil

menjadi pengikut Kristus. Atas dasar pembaptisan setiap orang kristiani dipanggil

menjadi murid-murid Kristus. Menjadi murid Kristus berarti setiap orang

diundang untuk bersatu dengan Dia, mengikuti cara hidup-Nya dan melaksanakan

apa yang menjadi tugas pewartaan-Nya. Berkat sakramen Baptis, manusia

diangkat menjadi anak-anak Allah dan dirahmati sekaligus dipanggil untuk

mengambil bagian didalam tugas pengutusan Yesus Kristus membangun kerajaan

Allah.

Panggilan dapat ditanggapi dengan meneguhkan, mengasihi,

menyemangati, memperhatikan, mendampingi dan membantu hidup peserta didik

yang dipercayakan kepada pengabdian kita (Heryatno, 2008: 91). Panggilan

merupakan peristiwa mukjizat dan misteri yang hanya dapat diketahui oleh Allah

sendiri. Seseorang hanya dapat mengenal dampak-dampak dalam jiwa yang sesuai

(44)

dimensi mistik manusia, kesatuan dengan Allah sehingga berdampak partisipasi

tanpa hambatan dan tak terelakkan pada hidup.

2. Tantangan

Penulis sendiri mengartikan tantangan sebagai keadaan dimana kita

dihadapkan dengan situasi yang sulit namun kita juga harus tetap bertahan untuk

menghadapi masalah tersebut agar dapat menghadapi masalah tersebut dengan

lancar.

Dengan adanya tantangan, dapat membuat orang belajar untuk

menghadapi segala permasalahan yang ada di sekitar kita. Seperti halnya untuk

menjadi seorang guru Agama Katolik, akan mengalami tantangan yang datang

dari faktor internal sendiri maupun dari ekternal. Dari faktor internal sendiri,

seorang guru Agama Katolik belum menemukan panggilan hidup sebagai guru

dirasakan semakin sulit oleh sebagian orang yang menekuni profesi ini. Karena

beranggapan menjadi guru Agama Katolik adalah pilihan yang tidak sesuai

dengan apa yang diinginkan. Permasalahan ini akan dapat diperbaiki apabila guru

berusaha membangun kembali komitmen akan panggilannya menjadi guru Agama

Katolik di tengah perubahaan masyarakat dewasa ini yang semakin modern.

Dari faktor eksternal misalnya pengaruh perubahan masyarakat yang

menempatkan profesi guru menjadi terpinggirkan. Salah satu contohnya adalah

profesi guru dipandang sebagai profesi yang tidak memiliki nilai ekonomis.

Akibatnya banyak orang muda tidak lagi tertarik, atau mereka yang sudah

(45)

hanya masalah ekonomis tetapi juga dari segi birokrasi pemerintahan yang selalu

menomorduakan profesi guru Agama katolik untuk mendapatkan tempat yang

sama dengan mata pelajaran yang bersifat umum (pengangkatan menjadi PNS)

(Noviana Tri Lestari, 2012).

Berbagai tantangan yang dihadapi guru saat ini adalah :

1) Guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru

untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri

dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul

kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga

karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali.

2) Guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi

antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non

PNS). Banyak guru yang tak bertambah pengetahuannya karena tak

sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya

hidupnya saja mereka sudah kembang kempis. Kenyataan di masyarakat

banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke

perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap

bulan. Dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga

kesejahteraan guru ini dapat terwujud. Biar bagaimanapun juga profesi

guru adalah pilar terpenting untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu sudah

sepantasnya apabila profesi ini lebih diperhatikan, terlebih

kesejahteraannya. Tetapi, jangan karena kesejahteraan kurang kemudian

(46)

yang meskipun kesejahteraannya kurang, tapi komitmen terhadap

pendidikan tetap tinggi. Sebaliknya berapa banyak guru yang gajinya

sudah tinggi tapi tetap ogah-ogahan mengajar. Semua ini berpulang

kembali pada mentalitas kita.

3) Ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi

merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan.

Seorang guru sudah seyogyanya yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali

dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang guru seyogyanya yakin

bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat

perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan

hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima

saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang

disampaikannya sama seperti yang kemarin.

4) Tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah

bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain

ilmu pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif,

inovatif, dan kompetitif. Dengan demikian para siswa mempunyai bekal

yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan

yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian yang kuat

sebagai bangsa Indonesia.

5) Guru belum mampu menguasai kurikulum yang lama, namun muncullah

kurikulum yang baru; dengan berkembangnya teknologi yang semakin

(47)

B. Guru Agama Katolik yang Profesional

Setiap orang yang ada di bumi ini yang ingin berkembang pastilah

membutuhkan bantuan guru. Mereka yang ingin berkembang itu mungkin tidak

sadar bahwa mereka membutuhkan jasa guru, baik yang melalui pendidikan

formal maupun yang tidak melalui pendidikan formal. Sejak manusia bergaul

telah ada usaha-usaha dari orang-orang yang lebih mampu dalam hal-hal tertentu

untuk mempengaruhi orang-orang lain dalam pergaulan mereka, untuk

kepentingan kemajuan orang yang bersangkutan (Sumadi, 1990: 1). Usaha untuk

mempengaruhi juga berlaku dan terjadi di dalam Gereja dalam menyampaikan

nilai-nilai Kerajaan Allah seperti yang dilakukan oleh Yesus, para rasul juga para

pengganti rasul dan orang lain yang mengemban tugas menyampaikan nilai-nilai

Kerajaan Allah. Tugas menyampaikan nilai Kerajaan Allah dilakukan oleh banyak

orang. Pewartaan tentang Kerajaan Allah merupakan suatu tugas yang dipandang

sangat penting oleh Gereja (CT, art. 1). Salah satu pihak yang melakukan hal itu

adalah para guru agama yang sebenarnya mempunyai tugas di sekolah namun

juga sering diminta terlibat di paroki.

1. Guru

Guru menurut penulis adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa

Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik professional dengan tugas utama

mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

mengevaluasi peserta didik. Guru adalah pendidik dan pengajar

(48)

dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai

semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang

mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Secara

formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah negeri atau pun swasta yang

memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal

berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru

berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.

Dalam pandangan masyarakat, guru kita berubah dari waktu ke waktu.

Perubahan itu dipengaruhi oleh perubahan aspirasi masyarakat terhadap jabatan

guru, karena adanya perubahan persyaratan jabatan guru sebagai dampak

berkembangnya ilmu dan teknologi dan juga pengalaman terhadap kerja para guru

yang telah berkarya.

Pandangan klasik tentang guru adalah guru itu perlu “digugu” dan “ditiru”.

Hal ini mengandaikan bahwa pribadi guru tidak mempunyai cela atau kelemahan.

Pandangan ini tidak sesuai dengan kenyataan, sebab setiap guru adalah juga

manusia yang tidak terbebas dari adanya kelemahan dan kekurangan. Memang

seorang guru tetap dituntut menjadi teladan bagi siswa dan orang-orang

disekitarnya, namun kita perlu realistis untuk menyikapi.

Dalam perkembangan zaman seperti sekarang ini, tuntutan terhadap guru

lebih banyak lagi. Masyarakat sudah semakin maju, dalam berkarya lebih

menonjolkan rasionalitas, sehingga menuntut dalam segala hal

mempertimbangkan keefisiensian, menuntut disiplin sosial, dan juga berorientasi

(49)

besarlah sumbangannya bagi perkembangan diri siswa dan perkembangan

masyarakat pada umumnya. Karena itu pulalah berkaitan dengan peningkatan

mutu pendidikan, masyarakat mununtut pula peningkatan kualitas guru. Guru

tidak bisa berhenti pada apa yang sudah ia miliki, akan tetapi guru harus terus

belajar mengembangkan dirinya sehingga dapat mengimbangi kemajuan zaman

dan dapat menjawab kebutuhan siswa sesuai dengan zamannya.

Guru merupakan salah satu unsur dalam proses belajar mengajar

(Riduwan, 2004: 19). Guru memiliki multi peran, yakni mendorong,

membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa-siswi untuk mencapi

tujuan. Guru sebagai orang yang siap dicaci maki dan dibenci, namun tidak

pernah membalasnya. Guru adalah orang yang rela berkorban untuk anak didik

dan masyarakat lingkungannya. Guru adalah pelopor perubahan masyarakat

dengan tanpa membawa implikasi negatif. Guru merupakan sosok orang yang

ingin tahu pada semua hal untuk disampaikan pada siswanya. Guru adalah bentuk

manusia yang tidak bangga ketika disanjung dan tidak sedih ketika dicaci. Guru

adalah pribadi insan moderat, tidak ambisius, tanpa pamrih, tidak cepat

tersinggung, tidak suka marah, tidal lekas benci, tidak pernah putus asa, dan tidak

sulit memaafkan anak didiknya. Guru adalah sosok orang yang mempunyai ilmu

pengetahuan lebih bila dibanding orang lain (Thoifuri, 2008:145-146) .

Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur

manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam

pendidikan. Dalam pengertian yang sederhana guru adalah orang yang

(50)

adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak

mesti di lembaga pendidikan formal. Guru adalah orang yang bertanggung jawab

mencerdaskan kehidupan siswa dan mitra siswa dalam kebaikan. guru yang ideal

adalah sosok yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, panggilan hati

nurani.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, yang dimaksud dengan guru adalah

seorang pendidik yang memiliki aneka kemampuan dalam bidang pendidikan baik

menyangkut kompetensi profesional, sosial dan kompetensi kepribadian. Seorang

guru membuat persiapan sebelum mengajar, menerangkan dengan jelas, riang,

gembira, humoris, disiplin, bersahabat, perhatian, tegas, menguasai kelas, hormat

pada siswa, sabar, tidak membeda-bedakan siswa, dan mampu membangkitkan

semanga belajar pada siswa.

2. Guru Agama Katolik

Guru menurut penulis yakni seseorang yang memilih untuk mengabdikan

diri guna mencerdaskan bangsa dan negara, baik itu yang benar-benar memilih

jalur di fakultas pendidikan maupun orang-orang yang dengan tulus hati

memberikan waktu, tenaga dan pikirannya demi membantu masyarakat di sekitar

dalam berbagai pembelajaran dan keahlian (menjahit, memasak, membatik, dll).

Guru sebagai pendidik profesional di sekolah, guru yang bermutu mampu

berperan sebagai pemimpin di antara kelompok siswanya dan juga di antara

(51)

luhur yang diyakininya dan sekaligus sebagai teladan bagi siswa serta lingkungan

sosialnya, dan secara lebih mendasar guru yang bermutu tersebut juga giat

mencari kemajuan dalam peningkatan kecakapan diri dalam berkarya dan dalam

pengabdian sosialnya. Guru tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan belajar dan

atau tujuan pendidikan yang dipertunjukkan bagi siswa. Guru adalah pelajar

seumur hidup (Samana, 1994: 13-15).

Guru Agama Katolik adalah seseorang yang mempunyai pekerjaan utama

sebagai pengajar yang mengajarkan hal yang berhubungan dengan Agama

Katolik. Guru tidak hanya menyampaikan tentang pengetahuan agama saja

melainkan bertugas juga sebagai saksi murid Kristus di lingkungan sekolah dan di

masyarakat.

Bisa dikatakan bahwa Guru Agama Katolik adalah seorang yang bertugas

membina iman murid di sekolah sekaligus kegiatan ini sebagai sumber mata

pencahariannya. Seorang pembina iman harus memiliki beberapa syarat yang

mutlak, yaitu: pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman iman yang memadai

dan mampu mengkomunikasikan imannya kepada murid-muridnya atau orang

yang dijumpainya (Setyakarjana, 1997:69).

Guru Agama Katolik selain harus memiliki syarat-syarat tersebut, juga

harus memiliki sikap yang kokoh. Sikap ini penting karena guru agama sering

disebut sebagai teladan. Sikap yang dimiliki seorang guru agama bisa diteladan

oleh murid maupun orang-orang yang selalu berjumpa di lingkungan sekolah

(Setyakarjana, 1997:71). Guru Agama Katolik harus mempunyai sikap

(52)

yang mempunyai tugas dalam dunia pendidikan. Menurut Apostolicam Actuositatemdikatakan, “Mereka menjalankan kerasulan dengan kegiatan mereka

untuk mewartakan Injil demi penyucian sesama” (AA, art.2). Orang yang

mempunyai tugas untuk menyucikan sesama maka iapun menyucikan diri. Untuk

pelaksanakan penyucian, Guru Agama Katolik memiliki kedekatan dengan Yesus

Kristus. Guru hendaknya secara terus menerus mendalami kehidupannya dan

pembinaan dirinya selalu dalam terang Yesus Kristus yang termuat dalam Kitab

Suci (DV, art. 25). Nilai-nilai Injili perlu menyatu dalam hidup pribadi seorang

guru. Nilai-nilai inilah yang akan dihayati dalam hidupnya dan akan diteladani

oleh para murid-muridnya. Guru yang selalu berpegang pada Yesus Kristus akan

selalu mengusahakan agar dirinya semakin mengenal Yesus (Sidjabat, 1994:36).

Sesuai dengan Konsili Vatikan II dalam Konstitusi dogmatis Dei Verbum (DV, art. 25) dikatakan bahwa, “ sebagai diakon atau katekis yang secara sah

menunaikan pelayanan sabda perlu berpegang teguh pada alkitab”. Keseriusan

dan ketekunan untuk mencintai Kitab Suci akan sangat memungkinkan seorang

pewarta (Guru Agama Katolik) semakin mengenal Yesus. Jelas bahwa untuk bisa

mengenal Yesus Kristus, haruslah mengenal dan mencintai Kitab Suci. Kitab Suci

sebagai sumber inspirasi dalam menjalani hidup.

Guru Agama Katolik merupakan suatu anugerah atau sebagai

panggilanNya untuk secara lebih utuh menjadi murid-muridNya dan untuk

mengaktualisasi seluruh potensi hidup kita sehingga berdasar rahmatNya para

(53)

kepenuhannya, berdasar karya Allah kita bersama-sama mengusahakan

kepenuhan dan kelimpahan hidup (Heryatno, 2008: 91).

Guru Agama Katolik dipanggil untuk meneladani semangat dan sikap

Yesus di dalam tugas pelayanan. Dengan semangat itu para guru membantu

peserta didik agar senantiasa berkembang sesuai dengan ajaran Allah. Guru agama

Katolik mempunyai tugas membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan

iman, untuk tujuan itu pengajaran agama memberian pengetahuan yang lebih

fundamental perihal misteri iman, menolong peserta didik merasakan keagungan

misteri iman, dan menolong mereka menghayati serta mengamalkan imannya

dalam hidup sehari-hari (Marinus, 1999: 111).

Guru Agama Katolik adalah awam yang terlibat untuk ambil bagian dalam

tugas kenabian Yesus Kristus yang hidup di tengah masyarakat dan terlibat dalam

dinamika kehidupan masyarakat.

Yang menjadi misi Guru Agama Katolik adalah mewartakan kabar

gembira dan menyampaikan ajaran Katolik yang berpusat pada pribadi Yesus

Kristus, khususnya di sekolah dan berjuang agar warta keselamatan ilahi dipahami

dan dihayati oleh anak didik demi pengembangan imannya (Bimas Katolik Jatim,

2011: 1).

3. Profesional

Profesional berasal dari kata profesi, yakni pekerjaan yang mensyaratkan

pelatihan dan penguasaan pengetahuan tertentu dan biasanya memiliki asosiasi

(54)

juga diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memiliki karakteristik adanya praktik

yang ditunjang dengan teori, pelatihan, kode etik yang mengatur perilaku, dan

punya otonomi yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaannya (Alma, 2010: 133).

Berbicara mengenai profesional jelas ada kaitannya dengan profesi.

Sedangkan menurut Campbell dalam bukunya yang berjudul Profesionalisme dan Pendampingan Pastoral:

Hakikat yang sesungguhnya dari profesionalitas tidaklah jelas. Istilah

Referensi

Dokumen terkait