• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KISAH PANGGILAN NABI ELIA BERDASARKAN NOVEL THE

D. Nabi Elia dalam Kitab Suci

Dalam Kitab 1 Raja-raja, dikisahkan munculnya seorang nabi Israel yang

menjadi abdi setia Allah ketika Israel mulai menyimpang dari Allah dengan

menyembah Baal. Nama nabi itu adalah Elia. Ia berasal dari Tisbe-Gilead.

Elia adalah nabi yang dengan gigih berjuang untuk mengembalikan

keyakinan dan kesetiaan umat Israel pada Allah. Elia muncul ketika Israel mulai

tidak setia kepada Allah setelah Ahab, Raja Israel putra Omri memperistri Izebel,

seorang putri Etbaal, raja Sidon yang menyembah Baal (Bdk 1 Raj 16: 29-33).

Ahab mulai tidak setia kepada Allah dengan membangun mezbah untuk Baal di

samaria. Ahab juga membangun patung Asyera, salah satu dewi orang Sidon (Bdk

1 Raj 16: 32-33). Perbuatan raja Ahab ini menimbulkan sakit hati Tuhan, Allah

Israel lebih dari semua raja-raja Israel yang mendahulinya (Bdk 1 Raj 16: 33).

Lalu Tuhan mengutus nabi Elia untuk menjatuhkan hukuman atas dosa Ahab ini

dengan nubuat kekeringan di Israel (Bdk 1 Raj 17: 1). Saat itulah nabi Elia mulai

tampil sebagai pembela, sekaligus perantara Allah dalam melawan kekafiran

akibat penyembah Baal.

Oleh karena peran ini pula, Elia mengalami berbagai macam penderitaan

karena harus melawan ancaman dari raja Ahab dan Izebel. Untuk menghindari

pengejaran dari para pasukan raja Ahab, Elia mendapatkan firman Tuhan untuk

pergi dan diam di tepi sungai Kerit di sebelah timur sungai Yordan (Bdk 1 Raj 17:

5). Tetapi setalah lama sungai itu menjadi kering, sebab hujan tidak turun di

negeri itu. Dengan ada itu Elia mendapat kembali firman Tuhan untuk pergi ke

karena Tuhan telah memerintahkan seorang janda untuk memberinya makan (Bdk

1 Raj 17: 8-9).

Setelah sampai ke pintu gerbang kota tampaklah seorang janda yang

sedang mengumpulkan kayu. Elia menghampirinya dan berseru kepada janda

untuk mengambilkan sedikit air dan sepotong roti. Perempuan janda pun berkata

tidak ada roti kecuali segenggam tepung dalm tempayan dan sedikit minyak (Bdk

1 Raj 17: 10-12). Janda itu berkata “bahwa dia sekarang sedang mengumpulkan

dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan

bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati." Tetapi Elia

berkata kepadanya: "Janganlah takut, pulanglah, buatlah seperti yang kaukatakan,

tetapi buatlah lebih dahulu bagiku sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan

bawalah kepadaku, kemudian barulah kaubuat bagimu dan bagi anakmu. Sebab

beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Tepung dalam tempayan itu tidak akan

habis dan minyak dalam buli-buli itu pun tidak akan berkurang sampai pada

waktu TUHAN memberi hujan ke atas muka bumi." Lalu pergilah perempuan itu

dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak

perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam

tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti

firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia. Sesudah itu anak

dari perempuan pemilik rumah itu jatuh sakit dan sakitnya itu sangat keras sampai

tidak ada nafasnya lagi. Kata perempuan itu kepada Elia: "Apakah maksudmu

datang ke mari, ya abdi Allah? Singgahkah engkau kepadaku untuk mengingatkan

Elia yang selalu setia kepada Allah tetapi Elia juga tampak dalam

keraguan. Elia mempertanyakan kehendak Tuhan atas kematian anak dari janda di

Sarfat (Bdk 1 Raj 17: 20). Kedekatan dengan Allah ini pulalah yang

memampukan Elia membuat mukjizat-mukjizat: membangkitkan anak janda

Sarfat dari kematian ( Bdk 1 Raj 17: 21), mukjizat di gunung Karmel (Bdk 1 Raj

18: 20-46). Mujizat yang dilakukan oleh nabi Elia agar umat Isarel mengakui

bahwa hanya Allah Israel yang membuat mujizat melalui Elia.

Ketaatan dan kedekatan dengan Allah ini harus dibayar mahal oleh nabi

Elia. Ia harus mengalami berbagai macam penderitaan karena konsekunsinya dari

ketaatan dan kedekatannya dengan Allah. Salah satu penderitaan yang dialaminya

adalah ancaman pembunuhan dari Ahab dan Izebel hingga ia harus bersembunyi

di Sarfat. Elia menjadi orang asing yang terbuang dari negerinya sendiri, Israel.

Elia merasa sedih ketika menyaksikan pembunuhan para nabi yang setia kepada

Allah oleh Ahab dan Izebel. Bahakan Elia pernah merasa putus asa dan

menginginkan mati saja ketika harus lari dari ancaman Izebel (Bdk 1 Raj 19: 4).

Meski demikian, Elia tetap setia pada Yahwe, Allah yang telah menyertai

perjalanannya. Sosoknya sebagai seorang nabi yang selalu berjuang

mengembalikan kesetiaan umat pada Yahwe telah dianggap sebagai pembaharu

perjanjian, berjuang di tengah-tengah situasi dimana kekafiran Baalisme

merajalela di Israel. Peran yang diemban oleh Elia ini tentu bukanlah sebuah

peran yang mudah. Ia diutus Yahwe agar mengingatkan umat Israel yang mulai

tidak setia pada Yahwe. Ketidaksetiaan pada Yahwe inilah yang menyebabkan

tentang Elia sebagai seorang nabi dapat kita temukan dalam Kitab Raja-raja. Elia

tidak seperti nabi-nabi yang menuliskan firman Tuhan serta ajaran-ajarannya. Ia

muncul dengan singkat sebagai salah satu nabi yang telah berkarya besar yakni

memperingatkan raja-raja Israel agar kembali setia kepada Yahwe. Ada beberapa

cerita heroik Elia dalam melaksanakan tugasnya sebagai nabi: membangkitkan

anak janda yang telah mati (1Raj 17:7-24), Elia di gunung Karmel (1Raj

18:16-19), dan nubuat-nubuat yang benar-benar terjadi. Itu semua dialami oleh Elia

karena Tuhan Allah begitu mengasihi dirinya. Meski demikian, dari sisi

manusiawi Elia, ia pernah mengalami ketakutan yang besar ketika Ahab dan

Izebel berusaha membunuh dia (1Raj19:3). Ia juga hampir mengalami putus asa

ketika ia sampai di gunung Horeb. `Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun

sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia

ingin mati, katanya:"cukuplah itu! Sekarang ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab

aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku" (1 Raj 19:4). Pengalaman ini

menggambarkan bahwa biarpun Elia adalah seorang nabi besar, namun rasa tidak

berdaya dan kerapuhan pribadinya dalam menjalankan perintah Tuhan sebagai

nabi ini seringkali dialaminya secara natural. Ia bahkan sempat tidak yakin akan

kemampuannya dalam menjalankan tugasnya sebagai nabi.

Hal ini ditegaskan oleh Surat Yakobus 5:17-18: `Elia adalah manusia biasa

sama seperti kita, dan ia telah sungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan

turun, dan hujanpun tidak turun di bumi selama tiga tahun enam bulan. Lalu ia

berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumipun mengeluarkan buahnya'.

ini terpancar hingga Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, nama Elia disebut

beberapa kali. Pandangan orang Yahudi pada Elia adalah sebagai seorang nabi

yang sedang mempersiapkan datangnya Mesias: `Sesungguhnya Aku akan

mengutus nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari Tuhan' ( Bdk Mal 4:5).

Dalam Perjanjian Baru, ia sering dikaitkan dengan Yohanes Pembaptis

yang juga mempersiapkan kedatangan Mesias dan juga bersemangat dalam

mempertobatkan orang Israel. Posisi inilah yang menjadikan Elia sebagai nabi

besar. Namanya dalam Perjanjian Baru antara lain terdapat dalam: Mat 11:14,

16:14, 17:3,17:12, 27:47; Mrk 8:28, 6:15,9:4, 9:13,15:35; Luk 1:17,9:8, 9:30; Yoh

1:21, Rm 11:2 dan Yak 5:17.

Dokumen terkait